Perancangan sistem pakar fuzzy untuk penentuan efektivitas kultivasi cendawan mikoriza arbuskula sebagai pupuk hayati

(1)

ABSTRACT

NUR AZIZA AZIS. Design of Fuzzy Expert System for Determination of Cultivation Effectiveness of Arbuscular Mycorrhizal Fungi as Biofertilizer. Under the direction of MARIMIN and AZIZ KUSTIYO.

The use of biofertilizer provides many benefit, including the increased of agricultural production, quality improvement of agricultural product, and reducing the use of artificial fertilizer as well. One of such biofertilizer is Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF). In cultivation of AMF there are some environment factors which influence cultivation effectiveness, such as soil pH, mean temperature, soil water content, and suitability of host plant. Incompatible factor can give negative impact on AMF cultivation. This research designed an expert system to observe effectiveness value of AMF cultivation based on certain environment factor. This research focused on three AMF specieses, Entrophospora columbiana, Glomus fasciculatum, and Glomus manihotis. This system was built using Fuzzy Inference System (FIS) with four fuzzy parameters: suitability of host plant, soil pH, mean temperature and soil water content. Rules as knowledge base had been built with total 144 rules for each AMF species. Mamdani method is used as inference process. System gives cultivation effectiveness value as output. The effectiveness value shows how effective cultivation process on certain input condition as compared to its best condition. The effectiveness value also divides into four category: not effective, slightly effective, moderately effective, and effective. Based on data verification, system is still unable to gives an accurate effectiveness percentage, altough it is quite good on giving right effectiveness category. To be used in real condition, this system must still be developed further. For example by adding other factors as parameters, such as cultivation time or type of cultivation media.


(2)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Mikroba penyubur tanah hidup berasosiasi dengan akar tanaman, meningkatkan ketersediaan hara, memacu pertumbuhan dan melindungi tanaman melawan patogen (Saraswati et al. 2004). Penggunaan mikroba bermanfaat sebagai salah satu komponen teknologi pertanian merupakan teknologi ramah lingkungan, berkelanjutan, dan komplementer terhadap komponen teknologi lain, layak digunakan dalam program peningkatan produktivitas pertanian (Saraswati & Sumarno 2008).

Di antara jenis mikroba tanah yang termasuk pupuk hayati adalah cendawan mikoriza arbuskula (CMA) (Arbuscular Mycorrhizal Fungi). Cendawan ini membentuk simbiosis mutualisme dengan akar tumbuhan. Cendawan memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, cendawan menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan (Novriani & Madjid 2009). Selain membantu meningkatkan serapan air dan hara tanah, CMA juga berperan sebagai pengendali hayati, pereduksi stres abiotik pada tumbuhan, dan sebagai pembenah tanah (Simanungkalit 2006). Keunggulan lain dari CMA adalah luasnya distribusi mikroba ini. Tipe cendawan ini ditemukan pada kondisi alami pada hampir seluruh lahan tropis dan subtropis (Sieverding 1991).

Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh interaksi antar sejumlah faktor di antaranya genom cendawan, genom tanaman inang, tipe tanah, dan faktor-faktor edafik (Gupta et al. 2000). Novriani dan Madjid (2009) juga menyebutkan faktor pengaruh dalam perkembangan (kultivasi) CMA yaitu suhu, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah, intensitas cahaya, ketersediaan hara, logam berat dan fungisida.

Gupta et al. (2000) menyebutkan ada kebutuhan untuk mengembangkan pendekatan tertentu di antaranya dalam strategi efektivitas mikoriza. Pada operasi kultivasi, mekanisme reaksi biokimia adalah sangat kompleks sehingga pengetahuan dan pengalaman dari operator manusia memegang peranan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan

(Asama et al. 1990). Demikian halnya dalam kultivasi CMA, sifat respon spesies CMA yang berbeda-beda terhadap keadaan lingkungan dan tanaman inang secara sensitif membuat penentuan efektivitas kultivasi CMA pada lingkungan tertentu menjadi hal yang memerlukan kepakaran dalam mengetahuinya. Teknologi kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan dalam permasalahan ini khususnya dalam mengadopsi kemampuan kepakaran untuk kultivasi CMA.

Sistem pakar merupakan sistem komputer yang dapat melakukan emulasi terhadap kemampuan pakar dalam mengambil keputusan. Sistem pakar adalah cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang menggunakan pengetahuan yang terspesialisasi untuk menyelesaikan masalah pada tingkatan pakar manusia (Giarratano & Riley 1998).

Teknologi kecerdasan buatan khususnya sistem pakar telah dicoba diimplementasikan pada ruang lingkup CMA. Di antaranya adalah pada penelitian yang dilakukan Dodd dan Rosendahl (1996). Dodd dan Rosendahl (1996) membangun sebuah sistem pakar berbasis multimedia yang digunakan untuk mengidentifikasi CMA. Sistem pakar juga telah dicoba diterapkan dalam proses penumbuhan/kultivasi, di antaranya dilakukan oleh Votrovski dan Jablonska (2007). Votrovski dan Jablonska (2007) mencoba membangun suatu sistem pakar untuk membantu dalam penumbuhan jamur tiram dengan menggunakan kaidah produksi.

Penelitian ini merancang sebuah sistem pakar dalam memperkirakan efektivitas kultivasi CMA dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dalam kultivasi CMA. Sistem pakar yang dibangun berbasiskan pengetahuan yang diperoleh dari sumber pengetahuan. Sistem ini selanjutnya diberi nama ESCULAMBO yang merupakan akronim dari Expert System for Cultivation of Arbuscular Mycorrhizal Fungi as Biofertilizer.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

- merumuskan basis pengetahuan mengenai faktor lingkungan yang memengaruhi efektivitas kultivasi cendawan mikoriza arbuskula.

- mengimplementasikan sistem pakar untuk penentuan efektivitas pada kultivasi pupuk hayati cendawan mikoriza arbuskula.


(3)

2

Ruang Lingkup

Sistem pakar untuk kultivasi pupuk hayati cendawan mikoriza arbukuskula (CMA) ini dibatasi pada tiga spesies CMA: Entrophospora columbiana, Glomus manihotis, dan Glomus fasciculatum. Faktor pengaruh lingkungan yang dihitung pada sistem ini dibatasi pada empat faktor, yaitu kecocokan tanaman inang, keasaman (pH) tanah, suhu rata-rata, dan persentase kandungan air tanah. Tanaman inang dibatasi menjadi delapan jenis tanaman inang berikut: buncis (Phaseolus vulgaris), jagung (Zea mays), kopi (Coffea robusta), kedelai (Glycine max), padi (Oryza sativa), singkong (Manihot esculenta), sorgum (Sorghum bicolor), dan teh (Camelia sinensis).

Input pada sistem ini adalah jenis spesies CMA, jenis tanaman inang, dan kondisi lingkungan dalam mengultivasi yang terdiri atas pH tanah, suhu rata-rata, serta kandungan air tanah. Input kemudian diproses sehingga dihasilkan output berupa nilai persentase efektivitas dan kategori efektivitas dalam proses kultivasi CMA.

Manfaat

Sistem pakar ini diharapkan mampu membantu petani dan pihak industri pupuk hayati untuk melihat nilai efektivitas lingkungan tumbuh pada kultivasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Sistem pakar ini dilengkapi dengan informasi mengenai lingkungan tumbuh yang efektif bagi setiap spesies CMA serta keterangan responsivitas dan lingkungan tumbuh dari setiap jenis tanaman inang.

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pakar

Menurut Oxman (1985) dalam Marimin (2005), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer yang menggunakan pengetahuan (aturan-aturan tentang sifat dari unsur suatu masalah), fakta, dan teknik inferensi untuk masalah yang biasanya membutuhkan kemampuan seorang ahli. Sistem pakar adalah cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang menggunakan pengetahuan yang terspesialisasi untuk menyelesaikan masalah pada tingkatan pakar manusia (Giarratano & Riley 1998).

Tujuan perancangan sistem pakar adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan

pengalaman dari beberapa tenaga ahli, pelatihan tenaga ahli baru, penyediaan keahlian yang diperlukan oleh suatu proyek yang tidak ada atau tidak mampu membayar tenaga ahli (Marimin 2005).

Giarratano dan Riley (1998) menggambarkan elemen-elemen pada sistem pakar seperti pada Gambar 1. Elemen-elemen tersebut adalah basis pengetahuan, mesin inferensi, working memory, fasilitas penjelasan, fasilitas akuisisi pengetahuan, dan antarmuka pengguna.

Gambar 1 Struktur sistem pakar (Giarratano & Riley 1998).

Basis Pengetahuan (Knowledge Base)

Basis pengetahuan menyimpan representasi dari pengetahuan yang spesifik domain (Jackson 1999). Pada sistem berbasis aturan, basis pengetahuan berisi domain pengetahuan yang biasanya dikodekan dalam bentuk aturan (rules) (Giarratano & Riley 1998).

Mesin Inferensi

Mesin inferensi bertugas membuat kesimpulan dengan memutuskan aturan mana yang dipenuhi oleh objek atau fakta, mengurutkan prioritas aturan yang dipenuhi, dan mengeksekusi aturan sesuai dengan prioritasnya (Giarratano & Riley 1998). Working Memory

Working memory menyimpan fakta yang selanjutnya akan digunakan oleh aturan (Giarratano & Riley 1998). Keberadaan fakta dalam working memory akan memicu eksekusi aturan dengan dipenuhinya premis aturan tersebut (Jackson 1999).

Fasilitas Penjelasan

Fasilitas penjelasan berfungsi untuk menjelaskan penalaran dari sistem kepada

Basis Pengetahuan Mesin Inferensi Working Memory Fasilitas Penjelasan Fasilitas Akuisisi Pengetahuan Antarmuka Pengguna


(4)

2

Ruang Lingkup

Sistem pakar untuk kultivasi pupuk hayati cendawan mikoriza arbukuskula (CMA) ini dibatasi pada tiga spesies CMA: Entrophospora columbiana, Glomus manihotis, dan Glomus fasciculatum. Faktor pengaruh lingkungan yang dihitung pada sistem ini dibatasi pada empat faktor, yaitu kecocokan tanaman inang, keasaman (pH) tanah, suhu rata-rata, dan persentase kandungan air tanah. Tanaman inang dibatasi menjadi delapan jenis tanaman inang berikut: buncis (Phaseolus vulgaris), jagung (Zea mays), kopi (Coffea robusta), kedelai (Glycine max), padi (Oryza sativa), singkong (Manihot esculenta), sorgum (Sorghum bicolor), dan teh (Camelia sinensis).

Input pada sistem ini adalah jenis spesies CMA, jenis tanaman inang, dan kondisi lingkungan dalam mengultivasi yang terdiri atas pH tanah, suhu rata-rata, serta kandungan air tanah. Input kemudian diproses sehingga dihasilkan output berupa nilai persentase efektivitas dan kategori efektivitas dalam proses kultivasi CMA.

Manfaat

Sistem pakar ini diharapkan mampu membantu petani dan pihak industri pupuk hayati untuk melihat nilai efektivitas lingkungan tumbuh pada kultivasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Sistem pakar ini dilengkapi dengan informasi mengenai lingkungan tumbuh yang efektif bagi setiap spesies CMA serta keterangan responsivitas dan lingkungan tumbuh dari setiap jenis tanaman inang.

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pakar

Menurut Oxman (1985) dalam Marimin (2005), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer yang menggunakan pengetahuan (aturan-aturan tentang sifat dari unsur suatu masalah), fakta, dan teknik inferensi untuk masalah yang biasanya membutuhkan kemampuan seorang ahli. Sistem pakar adalah cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang menggunakan pengetahuan yang terspesialisasi untuk menyelesaikan masalah pada tingkatan pakar manusia (Giarratano & Riley 1998).

Tujuan perancangan sistem pakar adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan

pengalaman dari beberapa tenaga ahli, pelatihan tenaga ahli baru, penyediaan keahlian yang diperlukan oleh suatu proyek yang tidak ada atau tidak mampu membayar tenaga ahli (Marimin 2005).

Giarratano dan Riley (1998) menggambarkan elemen-elemen pada sistem pakar seperti pada Gambar 1. Elemen-elemen tersebut adalah basis pengetahuan, mesin inferensi, working memory, fasilitas penjelasan, fasilitas akuisisi pengetahuan, dan antarmuka pengguna.

Gambar 1 Struktur sistem pakar (Giarratano & Riley 1998).

Basis Pengetahuan (Knowledge Base)

Basis pengetahuan menyimpan representasi dari pengetahuan yang spesifik domain (Jackson 1999). Pada sistem berbasis aturan, basis pengetahuan berisi domain pengetahuan yang biasanya dikodekan dalam bentuk aturan (rules) (Giarratano & Riley 1998).

Mesin Inferensi

Mesin inferensi bertugas membuat kesimpulan dengan memutuskan aturan mana yang dipenuhi oleh objek atau fakta, mengurutkan prioritas aturan yang dipenuhi, dan mengeksekusi aturan sesuai dengan prioritasnya (Giarratano & Riley 1998). Working Memory

Working memory menyimpan fakta yang selanjutnya akan digunakan oleh aturan (Giarratano & Riley 1998). Keberadaan fakta dalam working memory akan memicu eksekusi aturan dengan dipenuhinya premis aturan tersebut (Jackson 1999).

Fasilitas Penjelasan

Fasilitas penjelasan berfungsi untuk menjelaskan penalaran dari sistem kepada

Basis Pengetahuan Mesin Inferensi Working Memory Fasilitas Penjelasan Fasilitas Akuisisi Pengetahuan Antarmuka Pengguna


(5)

3

pengguna (Giarratano & Riley 1998). Selain memberikan penalaran, bagian ini juga dapat menerangkan aksi ataupun rekomendasi dari sistem pakar (Marimin 2005).

Fasilitas Akuisisi Pengetahuan

Fasilitas ini merupakan sebuah cara bagi pengguna untuk memasukkan pengetahuan pada sistem. Fasilitas akuisisi pengetahuan adalah fitur opsional dalam banyak sistem (Giarratano & Riley 1998).

Adapun proses akuisisi pengetahuan merupakan tahapan yang dilakukan dalam pembangunan sistem pakar. Pada tahap ini dilakukan transfer dan transformasi pengetahuan dari sumber pengetahuan (Buchanan et al. 1983 dalam Jackson 1999). Antarmuka Pengguna

Antarmuka pengguna adalah mekanisme yang memungkinkan pengguna dan sistem berkomunikasi. Rancangan antarmuka yang baik akan memudahkan pengguna dalam memanfaatkan kegunaan sistem.

Sistem Fuzzy

Logika fuzzy memfokuskan perhatian pada kuantifikasi dan penalaran dengan menggunakan bahasa alami di mana banyak kata-kata bahasa alami yang memiliki makna yang ambigu, misalnya tinggi, panas, sedikit, dan lain-lain (Giarratano & Riley 1998). Logika fuzzy merupakan perkembangan dari himpunan fuzzy yang pertama kali diperkenalkan Lotfi Zadeh pada 1965.

Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamis. Sistem ini memiliki kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy (Marimin 2005). Sistem Pakar Fuzzy

Dalam Marimin (2005) dijelaskan bahwa pengembangan sistem fuzzy dapat diterapkan dalam segala bidang, terutama dalam bidang sistem pakar. Penggabungan kedua sistem tersebut dikenal dengan sistem pakar fuzzy. Sistem tersebut merupakan pengembangan sistem pakar yang menggunakan logika fuzzy secara keseluruhan, yang meliputi himpunan fuzzy, aturan fuzzy if-then, serta proses inferensi. Kontrol fuzzy memanfaatkan pengetahuan empiris yang diperoleh dari operator yang berkeahlian dengan menggunakan sejumlah

membership function dan aturan IF-THEN (Horiuchi & Kishimoto 2002).

Himpunan Fuzzy

Himpunan fuzzy merupakan pengembangan dari himpunan biasa (crisp) (Marimin 2005). Pada himpunan biasa, fungsi karakteristik memetakan derajat keanggotaan ke nilai 1 jika suatu elemen masuk ke dalam suatu himpunan dan bernilai 0 jika elemen tersebut tidak masuk ke dalam anggota himpunan tersebut.

Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Derajat keanggotaan tidak hanya 0 atau 1, tetapi juga nilai yang terletak di antaranya (Kusumadewi 2002).

Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang memetakan titik-titik input data ke dalam derajat keanggotaannya (Kusumadewi 2002). Derajat keanggotaan memiliki interval nilai [0, 1]. Di antara jenis fungsi keanggotaan adalah sebagai berikut (Kusumadewi 2002):

1. Representasi kurva trapesium

Gambar 2 Kurva trapesium (Kusumadewi 2002).

Fungsi keanggotaan untuk kurva trapesium seperti pada Gambar 2 adalah:

[ ] =

0 < >

≤ <

1 ≤ ≤

< ≤ 2. Representasi kurva Gaussian

Gambar 3 Kurva Gaussian (Kusumadewi 2002).


(6)

4

Bila nilai rataan adalah a dan standar deviasi b, fungsi keanggotaan untuk representasi Gaussian adalah:

[ ] =

( )

( )

Aturan Fuzzy IF – THEN

Aturan fuzzy IF-THEN adalah pernyataan IF-THEN di mana beberapa kata dalam pernyataan tersebut ditentukan oleh fungsi keanggotaan. Aturan tersebut dinyatakan sebagai berikut:

IF <proposisi fuzzy 1> THEN <proposisi fuzzy 2>

Bagian IF dari aturan, yaitu proposisi fuzzy 1 dinamakan anteseden (antecedent) atau premis, sedangkan bagian THEN dari aturan, yaitu proposisi fuzzy 2, dinamakan konsekuen (consequent) atau kesimpulan (Arhami 2005). Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System – FIS) metode Mamdani

Inferensi fuzzy dapat didefinisikan sebagai proses pemetaan dari input yang diberikan menjadi output dengan menggunakan teori himpunan fuzzy. Teknik inferensi fuzzy yang paling banyak digunakan adalah yang dikenal dengan metode Mamdani (Negnevitsky 2002).

Pada metode ini, baik anteseden maupun konsekuen berupa himpunan fuzzy. Dengan konsep tersebut metode Mamdani memiliki kelebihan antara lain: lebih intuitif, lebih diterima oleh banyak pihak, dan lebih cocok apabila input diterima dari manusia (bukan mesin) (Kusumadewi 2002).

Proses inferensi fuzzy Mamdani dilakukan dalam empat langkah (Negnevitsky 2002) :

1. Fuzifikasi variabel input. Pada tahap ini input yang bersifat crisp dihitung derajat keanggotaannya terhadap setiap himpunan fuzzy.

2. Evaluasi aturan-aturan (rules) 3. Agregasi output hasil evaluasi aturan 4. Defuzifikasi himpunan fuzzy output

menjadi nilai tunggal (crisp). Metode Defuzifikasi Centroid

Pada metode ini solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy (Kusumadewi 2002). Secara umum dirumuskan:

= ∫ ( )

∫ ( ) atau =

∑ ( )

∑ ( )

dengan z adalah domain himpunan fuzzy dan µ adalah derajat keanggotaan.

Pupuk Hayati

Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskula, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan satu kelompok jamur tanah biotrof obligat yang tidak dapat melestarikan pertumbuhan reproduksinya bila terpisah dari tanaman inang (Simanungkalit 2006). Istilah mikoriza diambil dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Cendawan ini membentuk simbiosis mutualisme dengan akar tumbuhan. Cendawan memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, cendawan menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan (Novriani & Madjid 2009).

Cendawan vesikula arbuskula mikoriza adalah tipe mikoriza yang paling penting dan paling luas terdistribusi. Tipe cendawan ini ditemukan pada kondisi alami pada hampir seluruh lahan tropis dan subtropis (Sieverding 1991).

Banyak manfaat yang diperoleh tumbuhan dengan infeksi CMA di antaranya peningkatan serapan hara P, proteksi dari patogen akar, toleransi terhadap logam berat beracun, toleransi terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, agregasi dari partikel tanah, peningkatan serapan air dan nutrisi, dan lainnya. Simanungkalit (2006) merangkum manfaat ini dengan menyebut peran CMA sebagai pengendali hayati, pereduksi stres abiotik pada tumbuhan, dan sebagai pembenah tanah.

Akhir-akhir ini CMA cukup populer mendapat perhatian dari para peneliti lingkungan dan biologi. Cendawan ini


(7)

5

diperkirakan pada masa mendatang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri (Novriani & Madjid 2009).

Gupta et al. (2000) menyebutkan bahwa dalam memanfaatkan CMA dalam jumlah besar terdapat kendala yang dihadapi yaitu sifat alami simbiosis obligatnya. Oleh karenanya diperlukan pendekatan tertentu di antaranya dalam strategi efektivitas mikoriza.

Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh interaksi antar sejumlah faktor di antaranya genom cendawan, genom tanaman inang, tipe tanah, dan faktor-faktor edafik (Gupta et al. 2000). Novriani dan Madjid (2009) juga menyebutkan faktor pengaruh dalam perkembangan CMA yaitu suhu, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah, intensitas cahaya, ketersediaan hara, logam berat dan fungisida.

Cendawan mikoriza arbuskula tidak memiliki inang yang spesifik. Cendawan yang sama dapat mengolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi (Novriani & Madjid 2009).

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sebagai pupuk hayati merupakan alternatif teknologi dalam membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman. Cendawan mikoriza arbuskula ini dalam proses pertumbuhannya sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut antara lain tanaman inang, suhu rata-rata, pH tanah, dan kandungan air tanah. Setiap jenis spesies CMA sendiri berbeda-beda responnya terhadap faktor-faktor tersebut. Faktor lingkungan yang tidak cocok untuk spesies CMA bisa berpengaruh negatif terhadap efektivitas kultivasinya.

Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi faktor pengaruh dalam efektivitas penumbuhan (kultivasi) CMA serta bagaimana faktor tersebut memengaruhi efektivitas kultivasi CMA. Perbedaan respon spesies CMA terhadap faktor lingkungan secara sensitif serta adanya sifat ambiguitas dan ketidakpastian terkait pengaruh

lingkungan terhadap efektivitas kultivasi CMA menyebabkan diperlukannya kepakaran dalam kultivasi CMA.

Sistem pakar ini dibangun untuk memberikan penilaian terhadap efektivitas kultivasi CMA bila dikultivasi pada kondisi lingkungan tertentu. Faktor lingkungan yang dilibatkan pada sistem ini adalah: kecocokan tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata, dan kandungan air tanah. Teknik yang digunakan untuk menangani ketidakpastian adalah dengan sistem inferensi fuzzy. Penentuan efektivitas merupakan hasil inferensi fuzzy dari aturan-aturan (rules) yang dimiliki spesies CMA tertentu terhadap kombinasi faktor lingkungannya.

Tahap Pengembangan Sistem

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada tahap pembangunan sistem pakar dalam Marimin (2005). Metode ini terdiri atas tahapan kegiatan berikut: (1) Identifikasi Masalah, (2) Pencarian Sumber Pengetahuan, (3) Akuisisi Pengetahuan, (4) Representasi Pengetahuan, (5) Pengembangan Mesin Inferensi, (6) Implementasi, dan (7) Pengujian. Skema tahapan pembangunan sistem pakar ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Identifikasi Masalah

Proses pengembangan sistem pakar dimulai dengan identifikasi bidang masalah yang dikaji serta tugas spesifik yang akan ditangani (Marimin 2005). Pada awalnya, sistem pakar yang dibangun bertujuan untuk membantu pengguna dalam mengultivasi pupuk hayati sebelum ditentukan tugas yang lebih spesifik. Selanjutnya ditentukan jenis pupuk hayati yang akan diteliti yaitu CMA. Spesifikasi jenis pupuk hayati ini mengakibatkan beberapa perubahan pada identifikasi masalah awal sehingga perlu dilakukan penyesuaian. Sebagai contoh, sifat cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang harus bersimbiosis membuat perlu dipertimbangkannya variabel kecocokan tanaman inang sebagai parameter. Sistem kemudian dispesifikasi tugasnya menjadi penentuan efektivitas kultivasi CMA berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi kultivasi pada CMA.


(8)

5

diperkirakan pada masa mendatang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri (Novriani & Madjid 2009).

Gupta et al. (2000) menyebutkan bahwa dalam memanfaatkan CMA dalam jumlah besar terdapat kendala yang dihadapi yaitu sifat alami simbiosis obligatnya. Oleh karenanya diperlukan pendekatan tertentu di antaranya dalam strategi efektivitas mikoriza.

Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh interaksi antar sejumlah faktor di antaranya genom cendawan, genom tanaman inang, tipe tanah, dan faktor-faktor edafik (Gupta et al. 2000). Novriani dan Madjid (2009) juga menyebutkan faktor pengaruh dalam perkembangan CMA yaitu suhu, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah, intensitas cahaya, ketersediaan hara, logam berat dan fungisida.

Cendawan mikoriza arbuskula tidak memiliki inang yang spesifik. Cendawan yang sama dapat mengolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi (Novriani & Madjid 2009).

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sebagai pupuk hayati merupakan alternatif teknologi dalam membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman. Cendawan mikoriza arbuskula ini dalam proses pertumbuhannya sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut antara lain tanaman inang, suhu rata-rata, pH tanah, dan kandungan air tanah. Setiap jenis spesies CMA sendiri berbeda-beda responnya terhadap faktor-faktor tersebut. Faktor lingkungan yang tidak cocok untuk spesies CMA bisa berpengaruh negatif terhadap efektivitas kultivasinya.

Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi faktor pengaruh dalam efektivitas penumbuhan (kultivasi) CMA serta bagaimana faktor tersebut memengaruhi efektivitas kultivasi CMA. Perbedaan respon spesies CMA terhadap faktor lingkungan secara sensitif serta adanya sifat ambiguitas dan ketidakpastian terkait pengaruh

lingkungan terhadap efektivitas kultivasi CMA menyebabkan diperlukannya kepakaran dalam kultivasi CMA.

Sistem pakar ini dibangun untuk memberikan penilaian terhadap efektivitas kultivasi CMA bila dikultivasi pada kondisi lingkungan tertentu. Faktor lingkungan yang dilibatkan pada sistem ini adalah: kecocokan tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata, dan kandungan air tanah. Teknik yang digunakan untuk menangani ketidakpastian adalah dengan sistem inferensi fuzzy. Penentuan efektivitas merupakan hasil inferensi fuzzy dari aturan-aturan (rules) yang dimiliki spesies CMA tertentu terhadap kombinasi faktor lingkungannya.

Tahap Pengembangan Sistem

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada tahap pembangunan sistem pakar dalam Marimin (2005). Metode ini terdiri atas tahapan kegiatan berikut: (1) Identifikasi Masalah, (2) Pencarian Sumber Pengetahuan, (3) Akuisisi Pengetahuan, (4) Representasi Pengetahuan, (5) Pengembangan Mesin Inferensi, (6) Implementasi, dan (7) Pengujian. Skema tahapan pembangunan sistem pakar ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Identifikasi Masalah

Proses pengembangan sistem pakar dimulai dengan identifikasi bidang masalah yang dikaji serta tugas spesifik yang akan ditangani (Marimin 2005). Pada awalnya, sistem pakar yang dibangun bertujuan untuk membantu pengguna dalam mengultivasi pupuk hayati sebelum ditentukan tugas yang lebih spesifik. Selanjutnya ditentukan jenis pupuk hayati yang akan diteliti yaitu CMA. Spesifikasi jenis pupuk hayati ini mengakibatkan beberapa perubahan pada identifikasi masalah awal sehingga perlu dilakukan penyesuaian. Sebagai contoh, sifat cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang harus bersimbiosis membuat perlu dipertimbangkannya variabel kecocokan tanaman inang sebagai parameter. Sistem kemudian dispesifikasi tugasnya menjadi penentuan efektivitas kultivasi CMA berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi kultivasi pada CMA.


(9)

6

Gambar 4 Tahap pembangunan sistem pakar (Marimin 2005).

Pencarian Sumber Pengetahuan

Pencarian sumber pengetahuan meliputi kegiatan pencarian pakar, literatur, dan data praktis kultivasi CMA di lapangan. Pakar merupakan seseorang yang memiliki keahlian dan pengetahuan dalam bidang yang dikaji yang dalam hal ini adalah mengenai kultivasi CMA. Studi literatur merupakan kajian yang menjadi modal awal dalam berkomunikasi dengan pakar mengenai domain permasalahan kultivasi CMA.

Sumber pengetahuan yang digunakan pada pembangunan sistem pakar ini berasal dari pakar manusia (human experts), buku referensi, jurnal serta sumber-sumber dari internet. Pakar untuk sistem ini berasal dari Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan Departemen Biologi Fakultas MIPA IPB.

Akuisisi Pengetahuan

Buchanan et al. (1983) dalam Jackson (1999) mendefinisikan akusisisi pengetahuan sebagai proses transfer dan transformasi kepakaran untuk menyelesaikan masalah dari beberapa sumber pengetahuan kepada program. Tahap ini merupakan tahap penting, krisis, dan sangat menentukan keberhasilan sistem pakar yang dibangun (Marimin 2005).

Proses akuisisi pengetahuan pada sistem ini dilakukan dengan wawancara, diskusi, serta pengisian kuesioner. Akuisisi dimulai dengan studi literatur kemudian disusun pertanyaan inti dan kerangka akuisisi kepada pakar. Akuisisi juga dilakukan dengan mengambil pengetahuan dari sumber literatur kemudian melakukan konfirmasi kepada pakar berdasarkan hasil studi literatur. Berdasarkan proses akuisisi ini diperoleh pengetahuan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas kultivasi CMA, yaitu: kecocokan tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata dan kandungan air tanah. Selain itu juga diperoleh pengetahuan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap efektivitas kultivasi CMA.

Ada banyak cara yang digunakan untuk mengukur efektivitas kultivasi CMA, di antaranya adalah perbandingan respon tumbuh dari tanaman inang yang dikolonisasi CMA dengan tanaman inang yang tidak dikolonisasi CMA (kontrol). Ukuran lainnya dalam mengukur efektivitas adalah persentase kolonisasi akar tanaman inang.

Pada penelitian ini, karena terbatasnya data yang berkelanjutan mengenai efektivitas kultivasi baik dengan ukuran respon tumbuh tanaman inang maupun persen kolonisasi akar, maka digunakan ukuran efektivitas persentase kondisi lingkungan pada input terhadap kondisi lingkungan yang memberikan efektivitas terbaik, sehingga dapat diberlakukan baik pada ukuran persen kolonisasi akar maupun respon tumbuh tanaman inang. Dengan kata lain, makna efektivitas pada sistem ini adalah seberapa baik kondisi lingkungan yang diberikan pada input dibandingkan dengan kondisi lingkungan pada keadaan terbaiknya (keadaan yang memaksimalkan respon tumbuh tanaman inang/persen kolonisasi akar). Perumusannya adalah sebagai berikut:

= ( : )− 1

( ) 1 100 % (sumber: Sieverding 1991) Identifikasi Masalah

Pencarian Sumber Pengetahuan

Akuisisi Pengetahuan

Representasi Pengetahuan

Pengembangan Mesin Inferensi

Implementasi

Pengujian

Mewakili Human Expert?

Selesai Ya


(10)

7

Keterangan:

M : pertumbuhan tanaman dengan mikoriza pada datum yang dihitung efektivitasnya

NM : pertumbuhan tanaman tanpa mikoriza (pada datum kontrol) Mmax : pertumbuhan tanaman dengan

mikoriza pada kondisi maksimum (pada datum yang memberikan nilai pertumbuhan/persen kolonisasi tertinggi)

Representasi Pengetahuan

Pengetahuan yang diperoleh dari proses akuisisi kemudian direpresentasikan untuk membentuk basis pengetahuan. Basis pengetahuan terdiri atas pengetahuan yang dimaksud dan spesifikasi dari pokok persoalan yang akan diselesaikan (Marimin 2005). Metode representasi pengetahuan yang digunakan dalam sistem ini adalah representasi fuzzy. Penggunaan representasi fuzzy adalah karena faktor-faktor lingkungan sebagai input pada sistem ini memiliki sifat ambiguitas dan ketidakpastian.

Pada tahap ini disusun himpunan fuzzy dan aturan-aturan (rules) IF-THEN fuzzy sistem. Setiap spesies CMA memiliki aturan yang berbeda-beda untuk kombinasi input lingkungannya. Untuk setiap spesies CMA terdapat 144 aturan IF-THEN fuzzy sehingga total rules pada sistem ini berjumlah 432 aturan. Aturan ini diperoleh berdasarkan data dari literatur dan diskusi dengan pakar.

Pengembangan Mesin Inferensi

Mesin inferensi merupakan komponen sistem pakar yang mengarahkan pengetahuan dari basis pengetahuan sehingga tercapai kesimpulan. Tugas utama mesin inferensi adalah menguji fakta dan kaidah serta menambah fakta baru jika memungkinkan serta memutuskan perintah sesuai dengan hasil penalaran yang telah dilaksanakan (Marimin 2005).

Proses penentuan efektivitas kultivasi CMA dimulai dari sekumpulan fakta mengenai nilai faktor lingkungan yang kemudian dianalisis dan digunakan untuk penentuan kesimpulan. Karena input faktor lingkungan ini bersifat fuzzy, digunakanlah fuzzy inference system (FIS) untuk memproses input tersebut. Metode FIS yang digunakan adalah metode Mamdani. Setiap masukan dari pengguna dihitung nilai keanggotaannya sesuai dengan fungsi

keanggotaan yang digunakan. Nilai keanggotaan yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengevaluasi aturan-aturan (rules) yang ada pada basis pengetahuan. Hasil evaluasi aturan-aturan yang telah diagregasi kemudian didefuzifikasi sehingga diperoleh nilai efektivitas kultivasi CMA.

Implementasi

Hasil perancangan yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya kemudian diimplementasikan menjadi program komputer. Pada tahap ini juga ditentukan kebutuhan-kebutuan perangkat lunak yang mendukung sistem pakar penentuan efektivitas kultivasi CMA ini. Proses implementasi dilaksanakan pada lingkup operasi sebagai berikut:

- Perangkat keras : Processor Intel Pentium Dual Core, Memory 1 GB, Harddisk 80 GB.

- Perangkat lunak : Sistem Operasi Windows XP Professional SP 2, MATLAB 7.0.4

Pengujian

Pengujian dilaksanakan dengan melakukan uji coba sistem kepada pakar. Pada pengujian juga dilakukan verifikasi dan validasi hasil keluaran sistem tentang kombinasi faktor lingkungan dalam kultivasi CMA kepada pakar dan sumber pengetahuan. Tujuan tahap ini adalah untuk memeriksa apakah sistem pakar yang dibangun telah cukup mewakili human expert. Tahapan kegiatan dapat diulangi pada proses akuisisi untuk menambah pengetahuan, perbaikan pada representasi pengetahuan, ataupun perbaikan pada mesin inferensi bila sistem belum cukup mewakili human expert. Rancang Bangun Sistem

Diagram alir cara kerja sistem ESCULAMBO diperlihatkan pada Gambar 5. Pengguna menginputkan nilai crisp dari faktor-faktor lingkungan dalam kultivasi yang meliputi: tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata dan kandungan air tanah. Sistem kemudian memproses input pengguna ke dalam FIS yang sesuai dengan pilihan jenis spesies CMA pengguna. Sistem kemudian memberikan ouput berupa perkiraan nilai efektivitas kultivasi berdasarkan input faktor lingkungan.


(11)

8

Gambar 5 Diagram alir kerja sistem.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan Sistem

Sistem pakar kultivasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sebagai pupuk hayati ini dikembangkan untuk melihat perkiraan nilai efektivitas kultivasi CMA pada kondisi lingkungan tertentu. Kondisi lingkungan yang dipertimbangkan meliputi empat variabel input yang bersifat fuzzy yaitu: kecocokan tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata, dan kandungan air tanah. Satu input lainnya adalah jenis spesies CMA yang bersifat non-fuzzy. Variabel output pada sistem ini adalah efektivitas kultivasi. Keterangan variabel pada ESCULAMBO dapat dilihat pada Tabel 1. Basis pengetahuan yang dibangun berupa aturan (rules) IF-THEN fuzzy. Pada setiap spesies CMA terdapat 144 aturan IF-THEN fuzzy. Tabel 1 Variabel pada ESCULAMBO

No. Variabel Input/

output

Ket. 1. Spesies CMA Input Non-fuzzy 2. Kecocokan

tanaman inang

Input fuzzy

3. pH tanah Input fuzzy 4. Suhu rata-rata Input fuzzy 5. Kandungan air

tanah

Input fuzzy

6. Efektivitas Output fuzzy

Himpunan Fuzzy

Sebuah sistem inferensi fuzzy dibangun untuk setiap spesies CMA dengan melibatkan

empat variabel sebagaimana disebutkan sebelumnya. Himpunan fuzzy pada keempat variabel input tersebut sebagai berikut:

a. Kecocokan tanaman inang

Cendawan mikoriza arbuskula tidak dapat tumbuh tanpa tanaman inang atau bila tanaman inangnya tidak dapat dikolonisasi oleh CMA (non-mikotrofik). Tanaman inang yang mikotrofik (memiliki mikoriza) sendiri memiliki dependensi yang beragam terhadap CMA. Lebih jauh, tanaman mikotrofik ini dibedakan berdasarkan ketergantungannya terhadap asosiasi dengan CMA menjadi dua: tanaman mikotrofik obligat dan fakultatif. Tanaman mikotrofik obligat tidak dapat tumbuh tanpa adanya mikoriza meskipun pada tanah yang sangat subur, sedangkan tanaman mikotrofik yang fakultatif dapat tumbuh tanpa berasosiasi dengan mikoriza pada tingkat kesuburan tanah tertentu (Sieverding 1991). Dependensi ini harus dibedakan dengan responsivitas tanaman inang. Responsivitas menunjukkan tingkat respon tanaman inang dalam berasosiasi dengan CMA.

Kecocokan tanaman inang dinilai berdasarkan dependensi dan tingkat responsivitas tanaman inang tersebut terhadap CMA, serta melihat kecocokannya berdasarkan laporan data penelitian yang tersedia. Nilai kecocokan kemudian ditentukan dengan diskusi dengan pakar dan studi literatur. Sebagai input, pengguna memilih jenis tanaman inang yang tersedia, dan sistem telah menyimpan nilai kecocokan tanaman inang tersebut terhadap spesies CMA terpilih (Tabel 2). Nilai kecocokan ini yang kemudian akan difuzifikasi. Tabel 2 Nilai kecocokan tanaman inang

terhadap setiap spesies CMA Tanam-an Inang Skor kecocokan untuk spesies: E. Colum-biana G. fascicula-tum G. maniho-tis

Buncis 80 90 80

Jagung 70 80 85

Kedelai 75 90 80

Kopi 55 65 55

Padi 3 3 5

Sing-kong 95 90 100

Sorgum 75 85 80

Teh 65 65 65

Kecocokan tanaman inang dikelompokkan menjadi empat kategori linguistik yaitu: tidak cocok, kurang cocok, cukup cocok dan cocok. - jenis tanaman inang

- pH tanah - suhu rata-rata - kandungan air tanah

mulai

FIS

efektivitas


(12)

9

Rentang nilai kecocokan tanaman inang ini adalah 0 – 100. Derajat keanggotaan direpresentasikan menggunakan kurva Gaussian seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Fungsi keanggotaan untuk input kecocokan tanaman inang sebagai berikut:

[ ] =

( ) ( )

[ ] =

( , ) ( )

[ ] =

( , ) ( )

[ ] =

( )

( )

Gambar 6 Representasi kurva Gaussian untuk kecocokan tanaman inang. b. pH tanah

Faktor lain yang diperhitungkan untuk mengevaluasi nilai efektivitas kultivasi adalah pH tanah. Pengguna memasukkan input berupa nilai numerik pH tanah. Nilai pH tanah pada sistem ini dibatasi pada kisaran 3,5 – 8,5. Pada Supardi (1983) kisaran ini adalah untuk tanah yang tingkat kemasamannya kuat, sedang, dan sedikit, serta tanah yang tingkat kealkalinannya sedang dan sedikit. Pada sistem ini nilai pH tanah dikelompokkan menjadi empat kategori linguistik yaitu: asam, sedikit asam, netral dan sedikit basa. Derajat keanggotaan untuk pH dipetakan menggunakan kurva Gaussian seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Fungsi keanggotaan untuk setiap kategori pada pH dirumuskan sebagai berikut:

[ ] =

( ) ( , )

[ ] =

( , ) ( , )

[ ] =

( ) ( , )

[ ] =

( , ) ( , )

Gambar 7 Representasi kurva Gaussian untuk pH tanah.

c. Suhu rata-rata

Suhu rata-rata lingkungan merupakan faktor lain yang dihitung dalam penentuan efektivitas kultivasi CMA. Pengguna memasukkan input berupa nilai numerik dari suhu rata-rata yang diukur dalam derajat Celcius (oC). Rentang nilai suhu rata-rata dibatasi pada kisaran 15 – 35oC mereferensi pada Supardi (1983). Suhu rata-rata dikelompokkan menjadi tiga ketegori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Derajat keanggotaan suhu rata-rata direpresentasikan menggunakan kurva Gaussian seperti digambarkan pada Gambar 8. Fungsi keanggotaannya sebagai berikut:

[ ] =

( )

( , )

[ ] =

( )

( , )

[ ] =

( , ) ( , )

Gambar 8 Representasi kurva Gaussian untuk suhu rata-rata.

d. Kandungan air tanah

Faktor lainnya yang berpengaruh pada efektivitas kultivasi CMA adalah kandungan air tanah. Spesies CMA berbeda-beda ketahanannya dalam menoleransi kekeringan air tanah, karenanya faktor kandungan air tanah ini merupakan salah satu faktor yang penting. Tanah pada sistem ini diasumsikan memiliki tekstur lempung. Asumsi lempung digunakan karena data yang tersedia mayoritas menggunakan tekstur tanah lempung dalam penelitiannya. Asumsi tekstur tanah ini digunakan untuk menentukan rentang nilai persentase kadar air tanah. Menurut Supardi


(13)

10

(1983), persentase kandungan air pada tanah bertekstur lempung memiliki kisaran nilai 9 – 43%.

Pengguna memasukkan input berupa nilai estimasi kandungan air tanah dari tanah yang digunakan untuk kultivasi. Nilai kandungan air tanah dikelompokkan ke dalam tiga kategori linguistik yaitu: kering, cukup, dan jenuh. Derajat keanggotaan untuk kandungan air tanah dipetakan menggunakan kurva trapesium seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Fungsi keanggotaan untuk faktor kandungan air tanah adalah sebagai berikut:

[ ] =

0 < 9 > 19

1 9≤ ≤15

15 < ≤19

[ ] =

0 < 17 > 37 17≤ < 22

1 22≤ ≤32

32 < ≤37

[ ] =

35≤ < 37

1 37≤ ≤43

0 < 35 > 43

Gambar 9 Representasi kurva trapesium untuk persentase kandungan air tanah. Rangkuman keempat himpunan fuzzy masukan disajikan pada Tabel 3. Setiap himpunan fuzzy yang telah dijelaskan adalah sama untuk setiap spesies CMA. Pembeda antarspesies CMA adalah rules atau aturan-aturan terkait bagaimana spesies CMA merespon terhadap faktor lingkungan tertentu. Tabel 3 Rangkuman variabel fuzzy input

No. Variabel Tipe Nilai 1. Tanaman

inang

nominal [buncis, jagung, kopi, kedelai, padi, singkong, sorgum, teh] 2. pH tanah numerik Rentang

nilai 3.5–8.5 3. Suhu

rata-rata

numerik Rentang nilai 15–35 o

C 4 Kandungan

air tanah

numerik Rentang nilai 9-43%

Aturan IF-THEN Fuzzy

Berdasarkan empat input fuzzy di atas, setiap spesies CMA memiliki aturan masing-masing dalam penentuan efektivitas kultivasi. Sebagai contoh, untuk spesies Entrophospora columbiana terdapat aturan fuzzy berikut:

I F kecocokan_i nang I S ‘cukup_cocok’ AND pH_t anah I S ‘sedi ki t _asam’ AND suhu I S ‘sedang’ AND kandungan_ai r _t anah I S ‘cukup’ THEN ef ekt i vi t as I S ‘cukup_ef ekt i f

contoh aturan fuzzy lainnya pada sistem ini disajikan pada Tabel 4 hingga Tabel 6 untuk ketiga spesies CMA. Keseluruhan aturan fuzzy pada sistem ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 4 Contoh aturan fuzzy untuk spesies

Entrhophospora columbiana Input Efekti-vitas Keco-cokan Inang

pH Suhu

Kan- dung-an air tanah ku-rang cocok sedi-kit asam se-dang

cukup kurang efektif

cukup cocok

netral rendah cukup kurang efektif Cocok asam

se-dang

jenuh Efektif

Tabel 5 Contoh aturan fuzzy untuk spesies Glomus fasciculatum Input Efekti-vitas Keco-cokan Inang

pH Suhu

Kan- dung-an air tanah ku-rang cocok sedi-kit asam se-dang

cukup kurang efektif

cukup cocok

netral rendah cukup cukup efektif cocok asam

se-dang

jenuh cukup efektif


(14)

11

Tabel 6 Contoh aturan fuzzy untuk spesies Glomus manihotis Input Efekti-vitas Keco-cokan Inang

pH Suhu

Kan- dung-an air tanah ku-rang cocok sedi-kit asam se-dang

cukup cukup cocok

cukup cocok

netral rendah cukup cukup efektif cocok asam

se-dang

jenuh efektif

Output dari sistem ini adalah nilai efektivitas kultivasi CMA bila dikultivasi pada kondisi lingkungan sesuai input. Efektivitas memiliki makna seberapa baik CMA ditumbuhkan pada kondisi lingkungan pada input bila dibandingkan dengan kondisi lingkungan terbaiknya. Efektivitas dibagi menjadi empat kelompok yaitu: tidak efektif, kurang efektif, cukup efektif dan efektif. Rentang nilai untuk efektivitas adalah 0-100. Fungsi keanggotaan untuk efektivitas direpresentasikan menggunakan kurva Gaussian (Gambar 10) dan dirumuskan sebagai berikut:

[ ] = ( ) ( ) [ ] = ( , ) ( ) [ ] = ( , ) ( ) [ ] = ( ) ( )

Gambar 10 Representasi kurva Gaussian untuk output efektivitas kultivasi.

Proses Inferensi

Pengguna memasukkan input untuk setiap variabel input. Untuk variabel kecocokan tanaman inang, pengguna hanya memilih jenis tanaman inang yang ada, sistem telah menyimpan nilai kecocokan setiap tanaman inang terhadap setiap spesies CMA. Nilai inilah yang kemudian difuzifikasi. Untuk variabel pH

tanah, suhu rata-rata dan kandungan air tanah, pengguna memasukkan nilai numerik.

Input pengguna kemudian dihitung derajat keanggotaannya menggunakan fungsi keanggotaan seperti yang telah dijelaskan. Derajat keanggotaan yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengevaluasi aturan pada basis pengetahuan. Aturan pada sistem ini terdiri atas empat parameter fuzzy yang dihubungkan oleh operator AND. Karena menggunakan operator AND maka sebagai nilai consequent diambil derajat keanggotaan minimum dari setiap antecedent untuk sebuah aturan. Metode implikasi yang digunakan adalah fungsi minimum (Clipping). Nilai-nilai consequent yang diperoleh dari hasil evaluasi kemudian diagregasi sehingga diperoleh suatu himpunan fuzzy output, yaitu himpunan fuzzy efektivitas. Hasil evaluasi berupa himpunan fuzzy efektivitas kemudian didefuzifikasi sehingga diperoleh nilai crisp efektivitas kultivasi CMA.

Metode defuzifikasi yang digunakan adalah metode centroid. Proses defuzifikasi menghasilkan suatu keluaran nilai tunggal (crisp) mengenai efektivitas kultivasi. Sistem juga memberikan keluaran kategori linguistik apakah kultivasi termasuk tidak efektif, kurang efektif, cukup efektif, ataukah efektif.

Antarmuka Pengguna

Tampilan awal sistem ini dapat dilihat pada Gambar 11. Terdapat dua menu utama, yaitu

Gambar 11 Tampilan awal sistem. menu ‘Menu’ dan menu ‘Bantuan’. Proses perhitungan efektivitas dilakukan melalui submenu ‘Hitung Efektivitas’ atau dengan menekan tombol ‘Hitung Efektivitas’ pada


(15)

12

tampilan awal. Antarmuka perhitungan efektivitas dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Antarmuka pengguna untuk perhitungan efektivitas. Pada panel input, pengguna melakukan pemilihan spesies CMA, pemilihan tanaman inang, dan memasukkan nilai-nilai numerik untuk pH tanah, suhu rata-rata serta estimasi kandungan air tanah. Contoh input ditampilkan pada Gambar 13.

Gambar 13 Contoh input pada sistem.

Contoh keluaran sistem pada panel output dan panel keterangan sebagai fasilitas penjelasan sederhana ditampilkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Contoh output dan penjelasan Antarmuka sistem termasuk fungsi tambahan (pemeriksaan spesies CMA dan pemeriksaan spesies tanaman inang) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengujian

Pengujian dilakukan dengan uji coba sistem langsung kepada pakar serta dengan memberikan kombinasi input kepada sistem kemudian melihat outputnya. Sebagai contoh kasus, dipilih kombinasi input seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Contoh kasus pada pengujian sistem N

o.

Spesies CMA

Tanam-an inang

Faktor Lingkung-an

Efekti-vitas

1. E. colum-biana

Buncis pH : 4 suhu : 25 KAT: 27

88,5 % Efektif

2. G. maniho-tis

Sing-kong

pH : 4 suhu : 25 KAT: 27

92,3 % Efektif

3. E. colum-biana

Jagung pH : 4 suhu : 25 KAT : 27

52,3% Cukup efektif


(16)

13

Berdasarkan kasus pengujian pada Tabel 7, pada kasus No.1 dan No.2 pakar telah menyetuji keluaran sistem. Namun pada kasus No.3 (Tabel 7, spesies E. columbiana dengan tanaman inang jagung) pakar tidak menyetujui keluaran sistem. Hal ini disebabkan tanaman inang yang dipilih merupakan tanaman inang yang memiliki responsivitas tinggi, tetapi memberikan hasil efektivitas hanya 52,3%. Dari sisi sistem kesalahan ini disebabkan kecilnya nilai representasi kecocokan tanaman inang jagung untuk spesies E. columbiana, yaitu hanya bernilai 50. Untuk memperbaiki kesalahan ini nilai kecocokan tanaman inang jagung untuk spesies E. columbiana dinaikkan menjadi 70 (seperti dapat dilihat pada Tabel 2). Setelah nilai kecocokan diperbaiki, sistem memberikan efektivitas 90,9% untuk tanaman inang jagung dengan spesies CMA E. columbiana, dengan faktor lingkungan sama seperti pada Tabel 7.

Pakar berpendapat masih perlu adanya perbaikan dan pengembangan sehingga sistem ini dapat diimplementasikan dalam keadaan sesungguhnya di lapangan. Perbaikan sistem terkait ukuran efektivitas kultivasi yang diberikan. Pada sistem, efektivitas kultivasi memiliki makna persentase efektivitas sesuai input faktor lingkungan yang diberikan dibandingkan dengan efektivitas kultivasi pada kondisi lingkungan yang terbaik (optimum) untuk kultivasi. Menurut pakar, ukuran efektivitas dapat dibuat lebih jelas dengan memberikan ukuran yang biasanya digunakan dalam kultivasi, misalnya persentase kolonisasi akar ataupun respon tumbuh tanaman inang (yang di antaranya diukur dari berat kering tajuk). Selain itu, faktor lingkungan lainnya seperti media tumbuh (tanah, zeolit, pasir, dan lain-lain), lama waktu kultivasi, pengaruh spesies CMA lain, pengaruh fumigasi dan lainnya masih belum dipertimbangkan dalam penelitian ini sehingga sistem masih memerlukan pengembangan lebih lanjut.

Pengujian juga dilakukan dengan mencocokkan keluaran sistem terhadap data praktis yang tersedia mengenai kultivasi CMA di lapangan (sumber data: Sieverding 1991 dan Howeler et al. 1987 dalam Clark 1997). Karena terbatasnya verifier data yang tersedia pengujian hanya dilakukan pada spesies Entrophospora columbiana dan Glomus manihotis dengan tanaman inang singkong. Dilakukan pengujian sebanyak delapan belas kasus baik untuk spesies E. columbiana maupun G. manihotis dengan input faktor lingkungan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan data

yang tersedia. Input yang dibedakan di antaranya pH tanah (kasus ke-1 s.d ke-16). Pada kasus 1 s.d kasus 6 serta kasus ke-12 s.d kasus ke-16, dilakukan input dengan pH tanah yang berbeda-beda dengan kandungan air tanah cukup. Pada kasus 7 hingga kasus ke-11 selain input pH tanah yang dibedakan, input kandungan air tanah diberikan nilai kering. Input lain yang dibedakan adalah suhu rata-rata (kasus ke-17 dan ke-18). Data lengkap input kasus pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3.

Persentase efektivitas kultivasi berdasarkan output sistem dan persentase efektivitas kultivasi pada data pemverifikasi dibandingkan untuk mengetahui seberapa baik sistem memberikan nilai efektivitas kultivasi. Tampak pada Gambar 14 (untuk spesies E. columbiana) dan Gambar 15 (untuk spesies G. manihotis) grafik yang menggambarkan output sistem tentang persentase efektivitas kultivasi dibandingkan dengan data pemverifikasi. Berdasarkan grafik ini dapat dilihat bahwa sistem belum dapat memberikan nilai persentase efektivitas yang tepat. Grafik pada data pemverifikasi cenderung lebih peka terhadap perubahan dibandingkan grafik pada keluaran sistem. Hal ini disebabkan pada kondisi sesungguhnya seluruh faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas kultivasi memberikan pengaruhnya, sedangkan pada sistem ini hanya empat faktor pengaruh yang dihitung.

Pengetahuan pada sistem yang dibangun dengan mengelaborasi pengetahuan dari pakar dan dari keseluruhan data yang ada menyebabkan mungkinnya terjadi kasus yang berbeda secara mencolok seperti pada kasus ke-7 dan 8 pada Gambar 15 dan kasus ke-ke-7 pada Gambar 16. Perbedaan secara mencolok terjadi karena kasus tersebut diperoleh dari data tertentu yang memang memberikan hasil berbeda dengan data lain pada umumnya yang dijadikan dasar pembangunan pengetahuan sistem.

Berdasarkan nilai crisp output persentase efektivitas kultivasi, sistem memang belum mampu memberikan nilai yang akurat. Namun, selain melihat kebaikan sistem dalam memberikan nilai crisp persentase efektivitas kultivasi, dilihat juga kategori efektivitas yang diberikan oleh sistem. Kategori efektivitas hasil keluaran sistem dibandingkan dengan kategori efektivitas pada data. Berdasarkan pengujian kategori efektivitas diketahui sistem telah mampu memberikan kategori yang sesuai dengan data dengan akurasi 44,44% serta mampu memberikan kategori yang berbeda satu


(17)

14

tingkat dengan kategori pada data dengan akurasi 47,22%. Nilai ini masih kurang baik karena kecilnya persentase untuk kategori yang tepat sesuai dengan data, meskipun secara kumulatif 91,66% sistem sejelek-jeleknya memberikan kategori efektivitas yang berbeda satu tingkat. Persentase yang kecil kemungkinan disebabkan masih kurangnya

faktor lingkungan yang dilibatkan pada sistem ini di mana pada kondisi sesungguhnya seluruh faktor lingkungan yang berpengaruh terlibat. Selain itu keterbatasan data menjadi kendala sehingga proses verifikasi yang lebih menyeluruh tidak dapat dilakukan. Pengujian terhadap data secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.

Gambar 15 Pengujian terhadap data untuk spesies E. columbiana.

87.5 87.5 87.5 87.5

85.6 85.3 86.1 86.1 85.4 82.2

60.5

87.5 87.5 87.5 85.2 87.4 69.1 89.1 64.7 73.1 67.8 85.9 100.0 79.7 2.2 1.1 87.8 100.097.8 66.7 57.0 85.0 97.9100.0 43.5 52.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Persentase

Efektivitas (%)

Kasus

ke-Output sistem Verifier dat a

91.7 91.7 91.6 91.4 90.1 89.9 91.8 91.8 90.9

86.2 76.7

91.7 91.6 91.2 89.8 91.2 89.5 90.9 64.0 92.9 100.0 90.0 90.3 72.6 4.4 65.9 97.8 100.0 65.9 57.5 81.9 98.9 100.0 79.8 67.8 78.8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Persentase

Efektivitas (%)

Kasus

ke-Out put sist em Verif ier dat a


(18)

15

Proses pengujian kepada pakar secara lebih menyeluruh (dengan jumlah kasus yang lebih banyak) terkendala karena pakar melakukan penelitian ke luar negeri pada saat akan dilakukan pengujian yang lengkap. Setelah mendapat persetujuan pembimbing, pengujian yang lebih lengkap dilakukan kepada rekan mahasiswa tingkat akhir yang melakukan penelitian tentang mikoriza arbuskula. Pengujian ini memuat 114 kasus. Penguji menyetujui keluaran kategori efektivitas sistem pada 110 kasus atau sebesar 96,5%. Ini merupakan nilai yang cukup tinggi. Nilai akurasi yang cukup tinggi (lebih tinggi dibandingkan pengujian terhadap data) mungkin disebabkan penguji (manusia) melihat kasus secara kabur dan tidak eksak, serta lebih banyak memberi pertimbangan pada faktor yang memang menonjol dalam memengaruhi kultivasi yakni keempat faktor pengaruh yang telah dilibatkan pada sistem ini. Data lengkap mengenai pengujian ini dilampirkan pada Lampiran 4.

Keterbatasan Sistem

Sistem ESCULAMBO masih memiliki beberapa keterbatasan. Perlu pengembangan lebih lanjut agar sistem dapat digunakan pada keadaan sesungguhnya. Keterbatasan sistem di antaranya:

- Jenis spesies CMA yang dihitung efektivitasnya hanya tiga, yaitu: Entrophospora columbiana, Glomus fasciculatum, dan Glomus manihotis. - Faktor lingkungan yang dipertimbangkan

hanya ada empat, yaitu: kecocokan tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata dan kandungan air tanah. Faktor lain yang juga penting seperti jenis media tumbuh (tanah, pasir, zeolit, atau campuran), lama waktu kultivasi, penggunaan fumigasi, masih belum dipertimbangkan dalam sistem ini. Hal ini disebabkan minimnya data penelitian yang berkelanjutan tentang faktor-faktor tersebut dan judgement pakar yang umumnya baru dapat diberikan diberikan dengan adanya dasar hasil penelitian. - Nilai efektivitas kultivasi yang diberikan

memiliki makna persentase efektivitas yang diberikan pada kondisi lingkungan sesuai input dibandingkan dengan efektivitas yang mampu diberikan pada lingkungan optimumnya. Sistem belum dapat memberikan ukuran efektivitas yang lebih umum digunakan dalam kultivasi, seperti

persentase kolonisasi akar atau respon tumbuh tanaman inang.

Operasionalisasi Sistem

Untuk dapat mengoperasikan sistem ini, diperlukan perangkat lunak MATLAB, pada pembangunannya digunakan MATLAB versi 7.0.4. Sistem ESCULAMBO juga memerlukan kebutuhan brainware yang mampu mengoperasikan operasi dasar komputer seperti: pemilihan drop down list, penekanan tombol. Kompleksitas Sistem

Kompleksitas sistem diukur dengan melihat kompleksitas proses inferensi fuzzy yang dilaksanakan pada sistem. Proses inferensi fuzzy sebagai berikut:

1. fuzifikasi variabel input:

karena terdapat 4 variabel fuzzy maka proses ini memiliki kompleksitas 3C1+C2 = C, C1 untuk proses fuzifikasi pada fungsi keanggotaan Gaussian dengan 3 variabel input, C2 untuk proses fuzifikasi fungsi keanggotaan trapesium untuk variabel kandungan air tanah. C1, C2, dan C adalah konstanta.

2. evaluasi aturan

Misalkan m adalah jumlah aturan fuzzy yang memenuhi tuple himpunan fuzzy sesuai hasil fuzifikasi input. Maka proses evaluasi aturan dilakukan sebanyak m kali.

3. agregasi ouput setiap aturan menjadi himpunan fuzzy output memiliki kompleksitas m, sesuai dengan banyak aturan yang dievaluasi.

4. defuzifikasi himpunan fuzzy output menggunakan metode centroid memiliki kompleksitas n, dengan n adalah banyaknya titik yang digunakan pada himpunan fuzzy output.

Dengan demikian total kompleksitas sistem ini adalah O (C + m + m + n) = O(2m + n).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sistem pakar penentuan efektivitas kultivasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sebagai pupuk hayati ini dikembangkan untuk membantu pengguna dalam melihat efektivitas kultivasi CMA bila dikultivasi pada kondisi lingkungan tertentu. Faktor pengaruh kultivasi yang dihitung pada sistem ini meliputi empat


(19)

15

Proses pengujian kepada pakar secara lebih menyeluruh (dengan jumlah kasus yang lebih banyak) terkendala karena pakar melakukan penelitian ke luar negeri pada saat akan dilakukan pengujian yang lengkap. Setelah mendapat persetujuan pembimbing, pengujian yang lebih lengkap dilakukan kepada rekan mahasiswa tingkat akhir yang melakukan penelitian tentang mikoriza arbuskula. Pengujian ini memuat 114 kasus. Penguji menyetujui keluaran kategori efektivitas sistem pada 110 kasus atau sebesar 96,5%. Ini merupakan nilai yang cukup tinggi. Nilai akurasi yang cukup tinggi (lebih tinggi dibandingkan pengujian terhadap data) mungkin disebabkan penguji (manusia) melihat kasus secara kabur dan tidak eksak, serta lebih banyak memberi pertimbangan pada faktor yang memang menonjol dalam memengaruhi kultivasi yakni keempat faktor pengaruh yang telah dilibatkan pada sistem ini. Data lengkap mengenai pengujian ini dilampirkan pada Lampiran 4.

Keterbatasan Sistem

Sistem ESCULAMBO masih memiliki beberapa keterbatasan. Perlu pengembangan lebih lanjut agar sistem dapat digunakan pada keadaan sesungguhnya. Keterbatasan sistem di antaranya:

- Jenis spesies CMA yang dihitung efektivitasnya hanya tiga, yaitu: Entrophospora columbiana, Glomus fasciculatum, dan Glomus manihotis. - Faktor lingkungan yang dipertimbangkan

hanya ada empat, yaitu: kecocokan tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata dan kandungan air tanah. Faktor lain yang juga penting seperti jenis media tumbuh (tanah, pasir, zeolit, atau campuran), lama waktu kultivasi, penggunaan fumigasi, masih belum dipertimbangkan dalam sistem ini. Hal ini disebabkan minimnya data penelitian yang berkelanjutan tentang faktor-faktor tersebut dan judgement pakar yang umumnya baru dapat diberikan diberikan dengan adanya dasar hasil penelitian. - Nilai efektivitas kultivasi yang diberikan

memiliki makna persentase efektivitas yang diberikan pada kondisi lingkungan sesuai input dibandingkan dengan efektivitas yang mampu diberikan pada lingkungan optimumnya. Sistem belum dapat memberikan ukuran efektivitas yang lebih umum digunakan dalam kultivasi, seperti

persentase kolonisasi akar atau respon tumbuh tanaman inang.

Operasionalisasi Sistem

Untuk dapat mengoperasikan sistem ini, diperlukan perangkat lunak MATLAB, pada pembangunannya digunakan MATLAB versi 7.0.4. Sistem ESCULAMBO juga memerlukan kebutuhan brainware yang mampu mengoperasikan operasi dasar komputer seperti: pemilihan drop down list, penekanan tombol. Kompleksitas Sistem

Kompleksitas sistem diukur dengan melihat kompleksitas proses inferensi fuzzy yang dilaksanakan pada sistem. Proses inferensi fuzzy sebagai berikut:

1. fuzifikasi variabel input:

karena terdapat 4 variabel fuzzy maka proses ini memiliki kompleksitas 3C1+C2 = C, C1 untuk proses fuzifikasi pada fungsi keanggotaan Gaussian dengan 3 variabel input, C2 untuk proses fuzifikasi fungsi keanggotaan trapesium untuk variabel kandungan air tanah. C1, C2, dan C adalah konstanta.

2. evaluasi aturan

Misalkan m adalah jumlah aturan fuzzy yang memenuhi tuple himpunan fuzzy sesuai hasil fuzifikasi input. Maka proses evaluasi aturan dilakukan sebanyak m kali.

3. agregasi ouput setiap aturan menjadi himpunan fuzzy output memiliki kompleksitas m, sesuai dengan banyak aturan yang dievaluasi.

4. defuzifikasi himpunan fuzzy output menggunakan metode centroid memiliki kompleksitas n, dengan n adalah banyaknya titik yang digunakan pada himpunan fuzzy output.

Dengan demikian total kompleksitas sistem ini adalah O (C + m + m + n) = O(2m + n).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sistem pakar penentuan efektivitas kultivasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sebagai pupuk hayati ini dikembangkan untuk membantu pengguna dalam melihat efektivitas kultivasi CMA bila dikultivasi pada kondisi lingkungan tertentu. Faktor pengaruh kultivasi yang dihitung pada sistem ini meliputi empat


(20)

16

faktor yaitu: kecocokan tanaman inang, pH tanah, suhu rata-rata dan kandungan air tanah. Basis pengetahuan mengenai bagaimana faktor pengaruh kultivasi memengaruhi efektivitas kultivasi CMA telah dibangun dengan menggunakan sistem inferensi fuzzy. Output dari sistem ini adalah nilai efektivitas kultivasi pada lingkungan sesuai input pengguna.

Sistem ini juga telah diimplementasikan dan diujikan. Hasil pengujian pada pakar menunjukkan masih diperlukan pengembangan lebih lanjut di antaranya dengan penambahan faktor pengaruh dan perbaikan makna efektivitas pada output, sehingga sistem dapat digunakan pada kondisi sesungguhnya di lapangan.

Penggunaan faktor lingkungan pada sistem ini belum cukup untuk memberikan keluaran nilai crisp persentase efektivitas yang akurat. Namun secara kasar sistem mampu melihat kategori efektivitas dengan cukup baik. Berdasarkan pengujian terhadap pakar mahasiswa, sistem memberikan akurasi 96,5% memberikan akurasi yang sama. Di sisi lain, verifikasi terhadap data menunjukkan bahwa 91,66% sistem sejelek-jeleknya memberikan kategori efektivitas yang berbeda satu tingkat. Saran

Sistem dapat dikembangkan dengan menambah faktor lain yang juga turut memengaruhi efektivitas kultivasi CMA seperti media tumbuh, lama waktu kultivasi, pengaruh fumigasi, dan lainnya. Sistem juga dapat dibuat lebih baik dengan memberikan representasi ukuran efektivitas yang lebih umum digunakan, misalnya persentase kolonisasi akar tanaman inang, atau respon tumbuh tanaman inang.

DAFTAR PUSTAKA

Arhami, Muhammad. 2005. Konsep Dasar Sistem Pakar. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Asama, H., T. Nagamune, M. Hirata, A. Hirata,

I. Endo. 1990. An Expert System for Cultivating Operations. Annals of the New York Academy of Science. Vol. 589 (5): 569 – 579.

Buchanan, B. G., Barstow D., Bechtel R., Bennet J., Clancey W., Kulikowski C., Mitchell T.M. dan Waterman D. A. 1983. Constructing Expert System. Dalam: Hayes-Roth F, Waterman D.A dan Levat D. (Eds.) Building Expert System. Addison Wesley.

Clark, R.B. 1997. Arbuscular Mycorrhizal Adaptation, Spore Germination, Root Colonization, and Host Plant Growth and Mineral Acquisition at Low pH. Plant and Soil: 192: h. 15-22.

Dodd, J.C. dan S. Rosendahl. 1996. The BEG Expert System – a Multimedia Identification System for Arbuscular Mycorrhizal Fungi. Mycorrhiza: 6 : h. 275-278.

Giarratano, Joseph dan Gary Riley. 1998. Expert System Principles and Programming. Boston: PWS Publishing Company.

Gupta, Vandana, T. Satyanarayana, dan Sandeep Garg. 2000. General Aspect of Mycorrhiza. h. 27-44. Dalam: K.G Mukerji et al. (Eds.) Mychorrizal Biology. India: Klewer Academic.

Horiuchi, Jun-Ichi dan Michimasa Kishimoto. 2002. Application of Fuzzy Control to Industrial Bioprocess in Japan. Fuzzy Sets and System: 128: h. 117 – 124.

Howeler, R.H., E. Sieverding, dan S. Saif. 1987. Practical Aspects of Mycorrhizal Technology in Some Tropical Crops and Pastures. Plant and Soil: 100: h. 249 – 283. Jackson, Peter. 1999. Introduction to Expert

System. England: Addison Wesley Longman Limited.

Kusumadewi, Sri. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor : IPB press.

Negnevitsky, Michael. 2002. Artificial Intelligence: A Guide to Intelligent System. India: Pearson Education.

Novriani dan Madjid. 2009. Prospek Pupuk

Hayati Mikoriza.

http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2009/0 5/prospek-pupuk-hayati-mikoriza.html [19 Oktober 2010]

Oxman, S.W. 1985. Expert System Represent Ultimate Goal of Strategic Decision Making. Data Management.

Saraswati, Rasti dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah sebagai Komponen Teknologi Pertanian. Iptek Tanaman Pangan: Vol. 3 No. 1. Saraswati, Rasti, Tini Prihatini, dan Ratih Dewi


(21)

PERANCANGAN SISTEM PAKAR

FUZZY

UNTUK

PENENTUAN EFEKTIVITAS KULTIVASI CENDAWAN

MIKORIZA ARBUSKULA SEBAGAI PUPUK HAYATI

NUR AZIZA AZIS

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(1)

Lampiran 3 Lanjutan

13 4.2 23 26 87.5 E 57 CE

14 4.55 23 26 87.5 E 84.95 E

15 4.95 23 26 85.2 E 97.85 E

16 5.5 23 26 87.4 E 100 E

17 4.4 20 (cukup) 26 69.1 CE 43.5 KE

18 4.4 30 26 89.1 E 52.54 CE

Spesies CMA : Glomus manihotis Tanaman Inang : Singkong

No. Input faktor lingkungan Output Verifier

pH Suhu Kndg. air tanah

Defuzifikasi (persentase efektivitas %)

Kategori efektivitas

Persentase efektivitas

(%)

Kategori efektivitas

1 3.7 23 (cukup) 26 91.7 E 64 CE

2 3.9 23 26 91.7 E 92.85 E

3 4.2 23 26 91.6 E 100 E

4 4.4 23 26 91.4 E 89.95 E

5 4.9 23 26 90.1 E 90.25 E

6 5.3 23 26 89.9 E 72.64 CE

Carimagua Soil (ECZ II -- dry)

7 3.7 26 (kering) 12 91.8 E 4.39 TE

8 3.9 26 12 91.8 E 65.93 CE

9 4.55 26 12 90.9 E 97.8 E

10 4.95 26 12 86.2 E 100 E

11 6.3 26 12 76.7 CE 65.93 CE

Quilichao Soil (ECZ IV)

12 3.9 23 26 91.7 E 57.45 CE

13 4.2 23 26 91.6 E 81.91 CE

14 4.55 23 26 91.2 E 98.94 E

15 4.95 23 26 89.8 E 100 E

16 5.5 23 26 91.2 E 79.79 CE

17 4.4 20 Cukup (26) 89.5 E 67.83 CE

18 4.4 30 26 90.9 E 78.77 CE

Total kasus yang diujikan : 36 kasus

kasus dengan kategori efektivitas sama : 16 kasus kasus dengan kategori efektivitas berbeda satu tingkat : 17 kasus

Persentase kasus dengan kategori efektivitas sama : 16/36 = 44,44 % Persentase kasus dengan kategori efektivitas berbeda satu tingkat : 17/36 = 47,22%


(2)

Lampiran 4. Pengujian terhadap pakar mahasiswa

Pengujian terhadap Manusia

Penguji : Mahasiswa Biologi (mahasiswa tingkat 4)

Keterangan:

Kategori efektivitas : TE = Tidak Efektif KE = Kurang Efektif CE = Cukup Efektif E = Efektif

Spesies CMA : Entrophospora columbiana

Tanaman Inang : Buncis (Phaseolus vulgaris L.)

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 4.7 24 27 (cukup) 87.0 % Efektif Ya

2. 8 33 12 (kering) 15.2 % Tidak efektif Ya 3. 5.3 24 40 (jenuh) 67.3 % Cukup efektif Ya 4. 5.3 16 27 (cukup) 66.6 % Cukup efektif Ya 5. 8.4 25 27 (cukup) 33.3 % Kurang efektif Ya

7. 3.6 25 27 (cukup) 88.5 % Efektif Ya

8. 5.3 16 40 (jenuh) 42.5 % Kurang efektif Ya 9. 5.3 34 12 (kering) 42.5 % Kurang efektif Ya 10. 8.4 25 12 (kering) 31.1 % Kurang efektif Ya 11. 3.6 25 40 (jenuh) 67.8 % Cukup efektif Ya 12. 8.4 16 27 (cukup) 10.1 % Tidak efektif Ya 13. 6.0 19 27 (cukup) 63.5 % Cukup efektif Ya 14. 7.0 30 27 (cukup) 35.5 % Kurang efektif Ya

Spesies CMA : Entrophospora columbiana

Tanaman Inang : Jagung (Zea Mays )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 4.7 24 27 (cukup) 88.6 % Efektif Ya

2. 8 33 12 (kering) 11.8 % Tidak efektif Ya


(3)

4. 5.3 16 27 (cukup) 66.5 % Cukup efektif Ya 5. 8.4 25 27 (cukup) 33.3 % Kurang efektif Ya

7. 3.6 25 27 (cukup) 90.7 % Efektif Ya

8. 5.3 16 40 (jenuh) 34.4 % Kurang efektif Ya 9. 5.3 34 12 (kering) 34.4 % Kurang efektif Ya

10. 8.4 25 12 (kering) 33.3 % Kurang efektif Tidak TE

11. 3.6 25 40 (jenuh) 66.0 % Cukup efektif Ya

12. 8.4 16 27 (cukup) 8.2 % Tidak efektif Ya

13. 6.5 19 27 (cukup) 45.1 % Kurang efektif Ya 14. 7.0 28 27 (cukup) 34.4 % Kurang efektif Ya

Spesies CMA : Entrophospora columbiana

Tanaman Inang : Teh (Camelia sinensis )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 4.5 20 27 (cukup) 89.4 % Efektif Ya

2. 8.0 33 12 (kering) 11.8 % Tidak efektif Ya

3. 4.8 23 40 (jenuh) 63.5 % Cukup efektif Ya

4. 4.8 15 27 (cukup) 66.1 % Cukup efektif Ya

5. 8.4 23 27 (cukup) 33.0 % Kurang efektif Ya

7. 3.6 23 27 (cukup) 86.3 % Efektif Ya

8. 5.0 16 40 (jenuh) 33.6 % Kurang efektif Ya 9. 5.0 34 12 (kering) 33.6 % Kurang efektif Ya

10. 8.4 23 12 (kering) 33.0 % Kurang efektif Tidak TE

11. 3.6 23 40 (jenuh) 63.9 % Cukup efektif Ya

12. 8.4 16 27 (cukup) 8.2 % Tidak efektif Ya

13. 6.5 19 27 (cukup) 45.0 % Kurang efektif Ya 14. 7.0 28 27 (cukup) 34.3 % Kurang efektif Ya

Spesies CMA : Entrophospora columbiana

Tanaman Inang : Padi (Oryza sativa )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E) 1. 4.8 25 27 (cukup) 33.4 % Kurang efektif Ya

2. 8.0 33 12 (kering) 8.6 % Tidak efektif Ya

3. 5.5 25 40 (jenuh) 33.3 % Kurang efektif Ya 4. 7.0 25 27 (cukup) 33.3 % Kurang efektif Ya

5. 8.4 25 27 (cukup) 8.2 % Tidak efektif Ya


(4)

Lampiran 4 Lanjutan

Spesies CMA : Glomus manihotis

Tanaman Inang : Singkong (Manihot esculenta )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 5.5 25 27 (cukup) 91.3 % Efektif Ya

2. 8.4 33 12 (kering) 33.5 % Kurang efektif Ya

3. 5.7 25 40 (jenuh) 90.5 % Efektif Ya

4. 5.7 16 27 (cukup) 91.7 % Efektif Ya

5. 8.4 25 27 (cukup) 65.9 % Cukup efektif Ya

7. 3.6 25 27 (cukup) 92.1 % Efektif Ya

8. 5.7 16 40 (jenuh) 67.1 % Cukup efektif Ya

9. 5.7 34 12 (kering) 67.1 % Cukup efektif Ya 10. 8.4 25 12 (kering) 33.5 % Kurang efektif Ya

11. 3.6 25 40 (jenuh) 91.6 % Efektif Ya

12. 8.4 16 27 (cukup) 33.5 % Kurang efektif Ya

13. 4.0 19 27 (cukup) 91.0 % Efektif Ya

14. 7.2 28 27 (cukup) 63.2 % Cukup efektif Ya

Spesies CMA : Glomus manihotis

Tanaman Inang : Sorghum (Sorghum bicolor )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 5.5 25 27 (cukup) 88.5 % Efektif Ya

2. 8.4 33 12 (kering) 33.6 % Kurang efektif Ya

3. 5.7 25 40 (jenuh) 68.4 % Cukup efektif Ya

4. 5.7 16 27 (cukup) 68.9 % Cukup efektif Ya

5. 8.4 25 27 (cukup) 65.5 % Cukup efektif Ya

7. 3.6 25 27 (cukup) 90.3 % Efektif Ya

8. 5.7 16 40 (jenuh) 67.2 % Cukup efektif Ya

9. 5.7 34 12 (kering) 67.2 % Cukup efektif Ya 10. 8.4 25 12 (kering) 33.6 % Kurang efektif Ya 11. 3.6 25 40 (jenuh) 68.9 % Cukup efektif Ya 12. 8.4 16 27 (cukup) 33.6 % Kurang efektif Ya

13. 4.0 19 27 (cukup) 90.3 % Efektif Ya


(5)

Lampiran 4 Lanjutan

Spesies CMA : Glomus manihotis

Tanaman Inang : Teh (Camelia sinensis )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 5.5 25 27 (cukup) 89.2 % Efektif Ya

2. 8.4 33 12 (kering) 33.5 % Kurang efektif Ya

3. 5.7 25 40 (jenuh) 66.2 % Cukup efektif Ya

4. 5.7 16 27 (cukup) 66.9 % Cukup efektif Ya

5. 8.4 25 27 (cukup) 65.9 % Cukup efektif Ya

7. 3.6 25 27 (cukup) 91.3 % Cukup efektif Tidak E

8. 5.7 16 40 (jenuh) 66.2 % Cukup efektif Ya

9. 5.7 34 12 (kering) 66.2 % Cukup efektif Ya 10. 8.4 25 12 (kering) 33.5 % Kurang efektif Ya 11. 3.6 25 40 (jenuh) 66.2 % Cukup efektif Ya 12. 8.4 16 27 (cukup) 33.5 % Kurang efektif Ya

13. 4.0 19 27 (cukup) 90.1 % efektif Ya

14. 7.2 28 27 (cukup) 63.2 % Cukup efektif Ya

Spesies CMA : Glomus manihotis

Tanaman Inang : Padi (Oryza Sativa )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E) 1. 5.5 25 27 (cukup) 34.6 % Kurang efektif Ya

2. 8.4 33 12 (kering) 9.0 % Tidak efektif Ya

3. 3.6 25 40 (jenuh) 34.5 % Kurang efektif Ya 4. 5.7 16 27 (cukup) 34.5 % Kurang efektif Ya 5. 7.0 20 27 (cukup) 35.2 % Kurang efektif Ya


(6)

Lampiran 4 Lanjutan

Spesies CMA : Glomus fasciculatum

Tanaman Inang : Sorghum (Sorghum bicolor )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 5.5 25 27 (cukup) 87.4 % Efektif Ya

2. 8.4 33 12 (kering) 29.8 % Kurang efektif Ya

3. 5.7 16 27 (cukup) 75.7 % Cukup efektif Ya

4. 8.4 25 27 (cukup) 65.3 % Cukup efektif Ya

5. 3.6 25 27 (cukup) 87.7 % Efektif Ya

6. 5.7 16 40 (jenuh) 75.7 % Cukup efektif Ya

7. 5.7 34 12 (kering) 54.0 % Cukup efektif Tidak KE

8. 8.4 25 12 (kering) 33.6 % Kurang efektif Ya

9. 4.0 19 27 (cukup) 67.4 % Cukup efektif Ya

10. 7.0 28 27 (cukup) 59.4 % Cukup efektif Ya

Spesies CMA : Glomus fasciculatum

Tanaman Inang : Teh (Camelia sinensis )

No. Input Faktor Lingkungan Output Isian Penguji

pH tanah

Suhu rata-rata

(oC)

Kandungan air tanah

(%)

Persentase efektivitas kultivasi

Kategori efektivitas

kultivasi

Setuju? (ya/tidak)

Kategori efektivitas

menurut Penguji (TE, KE,

CE, E)

1. 5.5 25 27 (cukup) 89.2 % Efektif Ya

2. 8.4 33 12 (kering) 9.0 % Tidak efektif Ya

3. 5.7 16 27 (cukup) 66.2 % Cukup efektif Ya

4. 8.4 25 27 (cukup) 65.9 % Cukup efektif Ya

5. 3.6 25 27 (cukup) 89.6 % Efektif Ya

6. 5.7 16 40 (jenuh) 66.2 % Cukup efektif Ya

7. 5.7 34 12 (kering) 33.5 % Kurang efektif Ya 8. 8.4 25 12 (kering) 33.5 % Kurang efektif Ya

9. 4.0 19 27 (cukup) 66.7 % Cukup efektif Ya

10. 7.0 28 27 (cukup) 55.9 % Cukup efektif Ya


Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Aspek Molekular dan Selular Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskula

2 71 24

Status dan Kelimpahan Cendawan Mikoriza Arbuskula Di Hutan Pantai Berdasarkan Gradien Salinitas

0 40 26

Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Dalam Reklamasi Lahan Kritis Pasca Tambang

0 37 13

Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Bambu

0 3 4

UJI EFEKTIVITAS CAMPURAN PUPUK ORGANIK DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN Uji Efektivitas Campuran Pupuk Organik Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok ( Brassica campestris ).

0 0 14

UJI EFEKTIVITAS CAMPURAN PUPUK ORGANIK DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN Uji Efektivitas Campuran Pupuk Organik Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok ( Brassica campestris ).

0 3 14

KOMPATIBILITAS TANAMAN TOMAT DAN CABAI DENGAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN HAYATI Kompatibilitas Tanaman Tomat Dan Cabai Dengan Kombinasi Pupuk Organik Dan Hayati (Cendawan Mikoriza Arbuskula).

0 1 15

PENDAHULUAN Kompatibilitas Tanaman Tomat Dan Cabai Dengan Kombinasi Pupuk Organik Dan Hayati (Cendawan Mikoriza Arbuskula).

0 1 5

KOMPATIBILITAS TANAMAN TOMAT DAN CABAI DENGAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN HAYATI Kompatibilitas Tanaman Tomat Dan Cabai Dengan Kombinasi Pupuk Organik Dan Hayati (Cendawan Mikoriza Arbuskula).

0 1 11