Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem
ABSTRAK
DESI LESTARI. Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan ODANG CARMAN.
Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Produktivitas ikan nilem cenderung menurun setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen ikan nilem yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Materi uji yang digunakan antara lain nilem hijau dan nilem were. Truebreed nilem hijau diperoleh dengan cara pemijahan buatan antar ikan nilem hijau dan dilakukan pengukuran morfometrik untuk mendapatkan nilai heritabilitas. Pengukuran truss morfometrik dilakukan pada ketiga populasi ikan. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik berkisar antara 0,06-0,27 dan 0,03-0,49 untuk nilem hijau dan nilem were secara berturut-turut. Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan keturunannya (truebreed) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Berdasarkan uji MANOVA, karakter pembeda antara nilem hijau dan nilem were adalah rasio jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung serta rasio jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung. Nilai heritabilitas yang diperoleh pada nilem hijau berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memperbaiki kualitas genetik populasi nilem dalam pengembangan budidaya ikan nilem diperlukan usaha seperti program seleksi famili maupun hibridisasi.
(2)
ABSTRACT
DESI LESTARI. Evaluation phenotypic diversity of truss morphometric nilem for nilem aquaculture development. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and ODANG CARMAN.
Nilem is one of the freshwater fish commodities that are widely developed in Tasikmalaya. Productivity of nilem is decreasing every year. Effort to maintain and enhance fish production nilem sustainable, should be supported by the genetically superior stock programme improvement. Genetic improvement of quality is closely linked to the level of genetic diversity to be expressed in the phenotype so that the information of genetic diversity is one of the basic aspect in conducting breeding programs. Material used in this experimental were green-nilem and were-green-nilem. Truebreed green-green-nilem obtained by induced spawning and measured to get heritability value. Truss morphometric measurements performed on three populations. Variability coefficient ranged from 0.06 to 0.27 and 0.03 to 0.49 in green-nilem and were-nilem respectively. Interpopulation relation based on similarities between green-nilem population and their offspring (truebreed) reach 43.25%, while the similarity of green-nilem and were-nilem is 26.37%. Based on the MANOVA test, the distinguish character of green-nilem and were-nilem are the distance ratio between the starting point of the anal fin to the end point of the dorsal fin and also the distance ratio between the bottom of the pectoral fins to the midpoint between the head and dorsal fin. On the other hand, heritability value of green-nilem ranged from 0.02% to 6.79%. This indicates that genetic improvement of existing nilem population for nilem culture development can be achieved by family selection and hybridization programme.
(3)
I.
PENDAHULUAN
Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Ikan nilem ini mempunyai cita rasa yang sangat spesifik dan gurih dibanding ikan air tawar lainnya. Produk ikan nilem memiliki nilai ekonomis yang tinggi, misalnya dalam bentuk produk olahan baby fish (Subagja et al. 2006) sehingga potensial untuk dikembangkan.
Budidaya ikan nilem di Indonesia belum dilaksanakan secara intensif. Sistem pemeliharaannya bersifat sampingan dari hasil budidaya secara polikultur bersama ikan air tawar jenis lainnya, misalnya ikan mas, nila, mujaer, atau gurame, sehingga produksinya masih relatif rendah. Menurut Subagja et al.
(2006), produksi ikan nilem cenderung mengalami penurunan setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen atau peremajaan ikan nilem hijau yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik yang mempengaruhi gene
pool ikan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk memperbaiki
kualitas genetik ikan nilem sehingga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ikan nilem.
Ikan nilem yang ditemukan di daerah Jawa Barat meliputi empat spesies yaitu nilem hijau (Osteochilus hasselti; Lampiran 1a), nilem were (Labiobarbus
sp.; Lampiran 1b) nilem merah (Osteochilus sp.), dan nilem “beureum panon”
(Puntius orphoides). Ikan nilem yang banyak dikembangkan dalam budidaya
ekstensif maupun semi intensif adalah jenis ikan nilem hijau. Menurut Mulyasari (2010), hubungan kekerabatan antara keempat jenis ikan nilem di Jawa Barat yang paling dekat adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem merah, sedangkan ikan nilem were dan nilem “beureum panon” menunjukkan perbedaan genetik yang paling jauh. Dalam hal ini, ikan nilem hijau memiliki keragaman genetik yang paling rendah, sedangkan ikan nilem were memiliki keragaman genetik yang paling tinggi. Berdasarkan informasi tersebut, maka diperlukan pengembangan budidaya ikan nilem hijau yang lebih baik untuk meningkatkan keragaman genetik dan pemanfaatan ikan nilem were sebagai salah satu sumber genetik yang unggul.
Secara fenotipik, fakta di lapang menunjukkan bahwa ikan nilem were menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
(4)
2 nilem jenis lainnya sehingga diduga potensial dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk memperbaiki produksi nilem secara regional (Mulyasari 2010). Perbedaan jarak genetik dan potensi ragam genetik diduga terpengaruh oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan yang sudah berlangsung lama serta akibat penghanyutan gen (genetic drift) dalam sistem rekrutmen induk yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan jumlah induk yang digunakan dalam budidaya ikan nilem memungkinkan terjadinya penurunan karakter fenotipe (Gusrina 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keragaman genetik pada ikan nilem berkaitan dengan kualitas induk yang digunakan dalam kegiatan budidaya. Induk yang memiliki keragaman genetik yang tinggi diharapkan mampu menghasilkan benih yang memiliki kualitas unggul, seperti laju pertumbuhan tinggi, daya tahan terhadap penyakit tinggi, kelangsungan hidup tinggi, dan lain-lain.
Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul secara genetik. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Informasi keragaman genetik telah dilakukan oleh Mulyasari (2010) secara molekuler dan analisis fenotipe morfometrik. Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan analisis fenotipe morfometrik dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, dan interaksi genetik dengan lingkungan (Tave 1999). Untuk mengetahui sejauh mana faktor lingkungan mempengaruhi fenotipe morfometrik maka diperlukan suatu evaluasi keragaman genetik melalui nilai heritabilitas. Nilai ini akan menjadi dasar dalam program pemuliaan yang harus dilakukan untuk pengembangan budidaya ikan nilem.
Hal tersebut mendasari rancangan penelitian ini yaitu mengevaluasi keragaman fenotipe ikan nilem hijau dan nilem were berdasarkan karakter fenotipe morfometrik. Dengan demikian, penelitian ini diarahkan untuk mengukur koefisien keragaman karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were, mengetahui hubungan interpopulasi nilem hijau dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik, serta mengukur heritabilitas karakter morfometrik pada ikan nilem hijau.
(5)
II. METODOLOGI
2.1 Materi Uji
Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot betina 335,75+92,80 g dan bobot jantan 243,75+7,5 g. Sedangkan induk ikan nilem were diperoleh dari wilayah Tasikmalaya (Jawa Barat) berjumlah 13 ekor dengan bobot betina 140+12,25 g dan bobot jantan 111,17+8,23 g. Sebelum dilakukan pemijahan buatan, ikan jantan dan betina dipelihara secara terpisah selama 30 hari dalam 2 bak terpal berukuran 3 m x 1 m x 0,6 m yang berbeda dan diberi pakan pelet terapung dengan kadar protein 30% secara restriction dengan feeding rate 3% serta pakan tambahan berupa Azolla pinnata.
2.2 Prosedur Penelitian
2.2.1 Pemijahan Buatan Ikan Nilem Hijau
Kegiatan pemijahan penting dilakukan untuk mendapatkan truebreed
nilem hijau (HH). Truebreed nilem hijau merupakan keturunan hasil perkawinan antar nilem hijau. Truebreed dipelihara hingga berumur 40 hari dalam lingkungan terkontrol dan dilakukan pengukuran fenotipe morfometrik yang dibandingkan dengan fenotipe morfometrik induk nilem hijau untuk mendapatkan nilai heritabilitas.
Induk diberok selama tiga hari sebelum dipijahkan. Pemberokan jantan dan betina dilakukan pada akuarium percobaan berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm. Kemudian dilakukan perangsangan pematangan gonad dengan penyuntikan secara
a) b)
(6)
4
intramuscular di bagian punggung menggunakan ovaprim sebanyak 2 kali
berjarak waktu 6 jam. Dosis ovaprim yang digunakan adalah 0,5 ml/kg untuk induk betina, dan 0,3 ml/kg untuk induk jantan. Selanjutnya dilakukan pengurutan
(stripping) untuk mengeluarkan sperma pada ikan jantan dan sel telur pada ikan
betina setelah 4 jam dari penyuntikan kedua. Stripping ikan jantan dilakukan lebih dulu sebelum pengurutan induk betina. Sperma hasil stripping dimasukkan ke dalam syringe yang berisi larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu dicampur dengan sel telur dalam wadah dan diaduk dengan bulu ayam. Setelah itu, ditambahkan air untuk mengaktifkan sperma, diaduk kembali dan didiamkan selama satu menit sehingga terjadi pembuahan. Sperma yang masih tersisa dalam wadah dibuang.
2.2.2 Penetasan Telur
Telur yang telah dibuahi dengan sperma selanjutnya ditebar dalam akuarium berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm yang sudah diisi air dengan volume 64 L dan diaerasi sebelumnya serta diberi bahan kimia el baju 0,02 ppm untuk mencegah tumbuhnya jamur, kemudian diinkubasi hingga telur menetas. Telur menetas menjadi larva selama 24 jam pada suhu 25-270C.
2.2.3 Pemeliharaan Larva
Pada kehidupan awal larva, kuning telur merupakan sumber energinya yang akan diserap habis kira-kira selama 96 jam. Larva ikan diberi pakan berupa kuning telur selama 6 hari yang diberikan sebanyak 3 kali sehari. Selanjutnya larva diberi pakan berupa cacing rambut selama 15 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian ransum pakan buatan. Pakan diberikan secara at satiation.
Setelah 40 hari pemeliharaan dilakukan pengukuran fenotipe masing-masing 30 sampel dalam 2 kali ulangan. Ikan nilem ditebar dalam akuarium dengan padat tebar 20 ekor/L.
2.3 Parameter Uji
2.3.1 Koefisien Keragaman
Koefisien keragaman biasanya digunakan untuk membandingkan keragaman dua populasi atau lebih. Koefisien keragaman diperoleh dengan cara membagi nilai simpangan baku dengan rataan populasi, dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Noor 1996 dalam Wuwungan 2009) :
(7)
5 Keterangan :
CV = koefisien keragaman SD = simpangan baku
= rata-rata
2.3.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were
Hubungan interpopulasi digunakan untuk mengukur kemiripan karakter dari nilem hijau dan nilem were berdasarkan jenis ikan dan karakter fenotipe morfometrik. Parameter ini dianalisis secara hirarki berdasarkan derajat kemiripan dalam grafik dendogram.
2.3.3 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati meliputi Total Amonia Nitrogen (TAN), oksigen terlarut, derajat keasaman (pH) dan suhu. Pemantauan suhu dilakukan setiap hari sedangkan parameter lainnya diukur pada awal dan akhir percobaan.
2.3.4 TrussMorfometrik
Karakterisasi truss morfometrik dilakukan pada truebreed nilem hijau berumur 40 hari, induk nilem hijau dan induk nilem were, yaitu dengan melakukan pengukuran panjang jarak yang menghubungkan titik-titik truss pada bagian tubuh yang sudah dipetakan menggunakan penggaris. Setiap karakter truss morfometrik pada pengukuran ini dibagi dengan panjang standar ikan. Tubuh ikan dipetakan menjadi 4 bagian (A, B, C, D), yaitu kepala, badan bagian depan dan badan bagian belakang, serta ekor, dan terdapat 10 titik truss (Gambar 2) yaitu : 1) sirip dada, 2) mulut, 3) sirip perut, 4) insang, 5) sirip pangkal anal, 6) sirip pangkal punggung, 7) sirip ujung anal, 8) sirip ujung punggung, 9) sirip bawah pangkal ekor, dan 10) sirip atas pangkal ekor. Setelah masing-masing truss di seluruh badan ikan dihubungkan maka akan diperoleh 21 karakter truss morfometrik yang dapat menggambarkan keragaman antara ikan nilem hijau dan nilem were.
CV SD
x
(8)
6 Gambar 2 Truss morfometrik ikan nilem (Mulyasari 2010).
Keterangan :
A1 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik akhir sirip perut A2 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut
A3 : Jarak antara titik di ujung mulut dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung
A4 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik akhir sirip perut
A5 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut
A6 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung
B1 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal
B3 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik awal sirip punggung
B4 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik awal sirip anal
B5 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung
B6 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut C1 : Jarak antara titik awal sirip anal dan titik akhir sirip anal
C3 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung C4 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik akhir sirip anal C5 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung C6 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung D1 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal bawah sirip ekor D3 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik awal atas sirip ekor D4 : Jarak antara titik awal atas sirip ekor dengan titik awal bawah sirip ekor D5 : Jarak antara titik awal bawah sirip ekor dengan titik akhir sirip punggung D6 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal atas sirip ekor
D6 C4 D5 C1 B1
A6 A5
A4 A3
A2
A1 B5 B6
B4 C5 C6
D4 C3
B3
D1 D3
(9)
7
2.3.5 Heritabilitas
Heritabilitas adalah keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Teknik yang digunakan untuk mengukur heritabilitas adalah melalui regresi anak-tetua (parents-offspring
regression). Anak (benih) menjadi pembanding dengan hanya satu tetua, maka
yang digunakan yaitu (Tave 1992) :
Keterangan :
h2 = heritabilitas b = koefisien nilai regresi
2.4 Analisis Data
Data penelitian dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan analisis MANOVA (Levene’s Test) pada selang kepercayaan 95% menggunakan program SPSS 16.0.
(10)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Fenotipe morfometrik
Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan antara nilem hijau, serta populasi ikan nilem were. Perbedaan fenotipe morfometrik yang dinyatakan dalam koefisien keragaman (CV) dari 21 karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were digambarkan menggunakan grafik batang (Gambar 3) dan disajikan dalam tabel distribusi fenotipe morfometrik (Lampiran 2a dan 2b). Koefisien keragaman fenotipe morfometrik pada ikan nilem berkisar antara 0,06-0,27 (nilem hijau) dan 0,03-0,49 (nilem were). Pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) menunjukkan koefisien keragaman yang paling tinggi pada nilem were sebesar 0,49. Sebaliknya, karakter A2 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut) merupakan fenotipe morfometrik yang menunjukkan koefisien keragaman paling rendah, yaitu 0,03 pada nilem were. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik yang paling tinggi pada ikan nilem hijau ditunjukkan oleh karakter B1 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal) sebesar 0,27, dan yang paling rendah adalah karakter B6 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut) sebesar 0,06. Karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) pada ikan nilem were dan nilem hijau memiliki nilai yang sama, yaitu 0,07 untuk A5 dan 0,09 untuk C3. Koefisien keragaman fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan, dan interaksi genetis dengan lingkungan (Tave 1999).
(11)
9
3.1.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were
Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau yang digambarkan dalam bentuk dendogram menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan
truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar
4). Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan
truebreed nilem hijau (HH) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari
nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. (Lampiran 3a).
I k a n
S im ila ri ty (% ) 2 3 1 2 6 . 3 7
5 0 . 9 1
7 5 . 4 6
1 0 0 . 0 0
Keterangan :
1 = Induk nilem hijau, 2 = Induk nilem were, 3 = truebreed nilem hijau
Gambar 4 Hubungan interpopulasi nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.
0. 15 0. 11 0. 18 0. 12 0. 07 0. 13 0. 27 0. 21 0.
08 0.1
0.
06
0.
14
0.
09 0.13
0.
08
0.
26
0.
11 0.13
0. 11 0. 18 0. 17 0. 12 0. 03 0. 15 0. 13 0. 07 0. 06 0. 18 0. 27 0. 07 0.
07 0.09
0. 15 0. 09 0. 18 0. 07 0. 49 0. 12 0. 17 0. 13 0. 14 0. 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4 B5 B6 C1 C3 C4 C5 C6 D1 D3 D4 D5 D6
CV
Karakter morfometrik
nilem hijau nilem were
Gambar 3 Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were.
(12)
10 Berdasarkan hubungan 21 karakter morfometrik populasional menunjukkan pemisahan dalam 2 cluster, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2. Karakter kelompok 1 (A1-B4-C5-C3) memiliki kemiripan berkisar antara 81,09-99,99% dan kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6) memiliki kemiripan berkisar antara 93,19-99,99% (Gambar 5). Berdasarkan uji MANOVA (Levene’s Test) karakter C6 dan A6 berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakter lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6 dan A6 serta berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi pada ikan nilem (Lampiran 3b).
k a r a k te r
S
im
ila
ri
ty
(
%
)
C 6 A 4 D 4 D 1 B 1 A 3 C 4 B 6 B 5 B 3 D 5 A 6 C 1 D 3 A 5 D 6 A 2 C 3 C 5 B 4 A 1 7 0 . 3 6
8 0 . 2 4
9 0 . 1 2
1 0 0 . 0 0
Gambar 5 Hubungan interpopulasi tiap karakter fenotipe morfometrik nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.
3.1.3 Heritabilitas
Pendugaan nilai heritabilitas 21 karakter morfometrik dihitung berdasarkan regresi anak terhadap tetua pada ikan nilem hijau (Gambar 6), yaitu berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman ukuran karakter morfometrik pada ikan nilem hijau yang dipengaruhi oleh faktor genetik adalah 0,02-6,79%, selebihnya disebabkan oleh faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang terendah adalah karakter C5 (jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung) sebesar 0,02%, sedangkan yang terbesar adalah
(13)
11 karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) sebesar 6,79% (Lampiran 4 dan 2c).
3.1.4 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati pada pemeliharaan larva ikan nilem meliputi pH, suhu, Dissolved Oxygen (DO), dan Total Ammonia Nitrogen (TAN) (Tabel 1). Pada umumnya kualitas air tidak bervariasi pada pemeliharaan larva nilem dan berada pada kisaran yang dapat ditoleransi ikan air tawar. Dalam hal ini, pH berkisar antara 7,02-7,86, suhu berkisar antara 25-27, DO berkisar antara 4,1-5 mg/L, dan TAN berkisar antara 0,041-0,13 mg/L.
Tabel 1 Kualitas air pada pemeliharaan larva ikan nilem
Parameter Truebreed nilem hijau (HH) Mulyasari (2010)
pH 7,02-7,5 6-9,5
Suhu (oC) 25-27 21-35
DO (mg/L) 4,1-5 3-10,02
TAN (mg/L) 0,041-0,10 0-0,1
0.03
1.40 1.27
2.38
6.79
1.89 1.63 2.39
5.49
4.10
3.31
2.50
3.95
0.88
0.02
1.45
5.11
2.91
1.85
2.44
2.05
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4 B5 B6 C1 C3 C4 C5 C6 D1 D3 D4 D5 D6
heritabilita
s (%)
Karakter morfometrik
(14)
12
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fenotipe morfometrik antara nilem hijau dan nilem were pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem were dibandingkan nilem hijau sebesar 0,49 pada nilem were versus 0,26 pada nilem hijau dan karakter A6 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem hijau dibandingkan nilem were sebesar 0,13 pada nilem hijau versus 0,06 pada nilem were. Dua karakter ini diduga menjadi pembeda dari ikan nilem were dengan ikan nilem hijau. Sedangkan dua karakter morfometrik menunjukkan kemiripan distribusi pada kedua jenis ikan nilem yaitu pada karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) dan diduga merupakan penciri jenis ikan nilem yang umum dimasyarakat. Secara umum nilai koefisien variasi suatu karakter mengindikasikan tingkat variabilitas karakter yang bersangkutan pada suatu populasi. Tingkat variabilitas suatu karakter fenotipe mencerminkan variabilitas genotip populasi tersebut yang menggambarkan variabilitas genetiknya (Ariyanto dan Subagyo 2004). Nilai variabilitas genetik berhubungan dengan proporsi gen-gen yang homozigot dan heterozigot. Semakin banyak proporsi gen yang homozigot berarti variabilitas genetiknya semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin banyak proporsi gen yang heterozigot, variabilitas genetiknya akan semakin tinggi.
Koefisien keragaman pada kedua populasi menghasilkan kisaran nilai keragaman fenotipe morfometrik yang lebih tinggi pada nilem were, yaitu 0,03-0,49 versus 0,06-0,27 pada nilem hijau. Nilai keragaman fenotipe morfometrik nilem were yang lebih tinggi dibandingkan nilem hijau mengindikasikan bahwa ikan nilem were memiliki keragaman genetik yang lebih baik dibandingkan nilem hijau. Akan tetapi, perubahan fenotipe ini tidak berarti adanya perubahan genetik dari suatu populasi sehingga adanya perbedaan fenotipe diantara populasi tidak dapat dikatakan sebagai adanya perbedaan genetik (Mulyasari 2010).
(15)
13 Karakter fenotipe kedua populasi ikan nilem berdasarkan nilai koefisien keragaman menunjukkan nilai yang relatif rendah. Rendahnya keragaman tersebut diduga karena nilem telah lama dibudidayakan secara luas oleh masyarakat dan diakibatkan oleh faktor lingkungan selama kedua populasi hidup. Pola budidaya yang dilakukan untuk memelihara kedua populasi ini adalah polikultur, baik di wilayah Tasikmalaya maupun Bogor. Menurut Mulyasari (2010), sumber induk yang digunakan untuk pembenihan di daerah Tasikmalaya berasal dari beberapa lokasi budidaya ikan nilem yang ada di Tasikmalaya, sedangkan untuk lokasi di Bogor sumber induk hanya berasal dari Tasikmalaya. Selain itu, koefisien keragaman yang rendah juga diduga akibat pemeliharaan ikan nilem yang dilakukan bersamaan dengan ikan lainnya. Dalam riset Senanan et al. (2004) menjelaskan bahwa keragaman genetik ikan Clarias macrocephalus diduga dipengaruhi oleh adanya input genetik dari ikan Trichogaster pectoralis yang dipelihara dalam satu wadah pemeliharaan. Leary et al. (1995) dalam Wuwungan (2009) menyatakan bahwa genotip dengan tingkat keragaman yang tinggi menunjukkan fitness yang lebih baik, diantaranya meliputi laju pertumbuhan, fekunditas, viabilitas, serta daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan stres.
Keragaman genetik yang rendah dari ikan nilem hijau juga kemungkinan disebabkan oleh proses seleksi maupun inbreeding pada jumlah populasi yang terbatas tanpa pola rekrutmen yang terarah. Sedangkan faktor yang dapat meningkatkan keragaman genetik adalah munculnya gen baru hasil mutasi dan introduksi gen dari proses migrasi populasi. Namun demikian, menurut Soewardi (2007) dalam Mulyasari (2010), laju mutasi yang terjadi di alam berlangsung lambat, sedangkan proses migrasi pada populasi ikan air tawar sangat terbatas, meskipun keduanya berpeluang menyediakan cukup keragaman genetik bagi populasi.
Sebagaimana dilaporkan pada hasil riset terdahulu bahwa keragaman genetik ikan nilem hijau tidak cukup tinggi dibandingkan dengan ikan nilem were (Mulyasari 2010). Semakin beragam sumberdaya genetik suatu populasi, akan semakin tinggi kemampuan populasi tersebut untuk bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama dan semakin tinggi pula daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitar. Sebaliknya, kurangnya variasi genetik atau terlalu tinggi
(16)
14 homozigositas dapat menurunkan ketahanan hidup dan fitness suatu individu atau populasi. Menurut Dunham (2004), keragaman genetik penting untuk mempertahankan keberlangsungan suatu spesies dalam jangka waktu yang lama karena keragaman genetik memberikan keunggulan terhadap kebugaran suatu populasi atau spesies dengan cara memberikan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Frekuensi alel dalam genotip populasi di alam tidak selalu tercermin dalam populasi hatchery atau laboratorium. Menurut Li et al. (2004), perubahan acak dalam frekuensi alel dapat disebabkan oleh kesalahan sampling atau perkawinan dalam memproduksi keturunan.
Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar 4). Kemiripan karakter dari nilem hijau dan
truebreed nilem hijau (HH) sebesar 43,25%. Hal ini menunjukkan bahwa secara
genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyasari (2010) bahwa truss morfometrik sangat dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan genotip tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Adanya pengaruh lingkungan sesuai dengan pendapat Turan dan Basusta (2001) yang mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan ketersediaan makanan berpengaruh pada perbedaan fenotipe ikan herring. Menurut Kirpichnikov (1981) dalam Amrullah (2001), tampilan morfologi berdasarkan pengukuran morfometrik dan meristik merupakan refleksi dari kekuatan pewarisan karakter dari sumber gamet serta kondisi lingkungan yang mendukungnya pada saat pembelahan sel berlangsung. Menurut Tave (1999), keragaman fenotipe berasal dari penjumlahan keragaman genetik, keragaman lingkungan, dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Pada kondisi lingkungan yang optimal, kemampuan tumbuh organisme akan optimal dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, kualitas air media pemeliharaan larva masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan nilem.
Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat 2 kelompok dalam hubungan 21 karakter morfometrik. Karakter C6 dan A6 yang berada pada kelompok 2 berbeda
(17)
15 nyata terhadap karakter lainnya. Faktor genetis mengontrol kedua karakter ini dan berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi yang terdapat pada kelompok 2. Pada saat mengalami perubahan genetis pada salah satu atau beberapa karakter pada kelompok 2 maka secara langsung karakter lainnya dalam kelompok 2 akan mengikuti perubahan tersebut. Apabila ditinjau dari koefisien keragaman, karakter C6 pada nilem were memiliki keragaman paling tinggi diantara karakter lainnya. Hal ini menguatkan dugaan di atas bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6. Sedangkan karakter A6 menunjukkan nilai koefisien keragaman 0,13 (nilem hijau) dan 0,06 (nilem were). Meskipun memiliki koefisien keragaman yang rendah, karakter A6 berada pada kelompok 2 sehingga diduga akan mengikuti perkembangan karakter lainnya dalam kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6).
Berdasarkan angka pewarisan karakter morfometrik yang dihitung pada nilem hijau menunjukkan heritabilitas yang relatif rendah (0,02-6,79 %). Hal ini menegaskan bahwa tingkat kemiripan genetik kedua tetua pada truebreeding
cukup tinggi. Sedangkan hubungan interpopulasi nilem hijau dengan nilem were menunjukkan tingkat keragaman yang lebih tinggi seperti digambarkan melalui dendrogram (Gambar 8). Menurut Fujaya (1999), nilai heritabilitas dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan dan umur ikan pada saat fenotipe diukur. Hetzel
et. al (2000) menjelaskan bahwa variasi fenotipe seperti heritabilitas bisa
mengalami penurunan akibat perubahan genetik. Nilai heritabilitas yang rendah juga diakibatkan oleh perbedaan lingkungan dari induk dan keturunan. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat kondisi lingkungan di alam sangat berbeda dengan kondisi lingkungan dalam laboratorium. Pernyataan ini diperkuat oleh Vandeputte et al. (2004) bahwa nilai heritabilitas yang rendah dipengaruhi oleh lingkungan ataupun jumlah induk yang digunakan dalam pemijahan.
Ada hal penting yang perlu diperhatikan sebelum pembudidaya memulai program pemuliaan seperti hibridisasi, salah satunya adalah mengetahui hubungan kekerabatan. Filogenetik sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu persilangan karena dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya perkawinan antar populasi. Berdasarkan hasil penelitian, metode pengukuran fenotipe morfometrik cukup untuk menggambarkan kekerabatan interpopulasi ikan nilem..
(18)
16 Hasil penelitian menunjukkan informasi yang penting dalam mengambil keputusan untuk program pemuliaan yang akan dijalankan oleh pembudidaya.
Langkah awal yang perlu dilakukan untuk ikan nilem were adalah pembentukan populasi dasar. Pembentukan populasi dasar membutuhkan stok induk yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga mampu menyediakan alel-alel yang beragam yang berhubungan dengan produktivitas seperti laju pertumbuhan yang tinggi, efisiensi pakan tinggi, atau tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu diperlukan perbaikan sistem rekrutmen dengan menambah jumlah pasang induk yang akan digunakan dalam pemijahan. Selain itu dapat pula dilakukan seleksi untuk meningkatkan nilai variabilitas genetik dan heritabilitas karakter pertumbuhan. Menurut Tave (1993), Gjedrem (1993) serta Falconer dan Mackey (1996) dalam Ariyanto dan Subagyo (2004) aktivitas seleksi pada suatu generasi mampu memperbaiki kualitas genetik sebesar 10%-20% pada setiap generasi selanjutnya. Perbaikan genetik ikan nilem hijau dapat dilakukan melalui program persilangan. Penentuan ini berdasarkan pada nilai koefisien keragaman yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan dapat dilakukan dengan spesies ikan yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan ini dapat dilakukan secara interspesifik, intraspesifik, maupun intergenerik. Apabila ditinjau dari nilai heritabilitas ikan nilem hijau, maka dapat pula dilakukan seleksi famili pada populasi ikan nilem hijau. Seleksi famili dapat diterapkan untuk ikan yang memiliki nilai heritabilitas lebih kecil atau sama dengan 0,15 (Tave 1999).
Program selective breeding, salah satunya melalui seleksi famili dilakukan untuk memperbaiki karakter fenotipe terutama laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan yang tinggi pada populasi ikan budidaya akan meningkatkan produksi ikan yang dibudidayakan. Dengan produktivitas yang tinggi dalam budidaya maka keuntungan para pembudidaya ikan diharapkan dapat meningkat.
(19)
IV. KESIMPULAN
Ikan nilem hijau memiliki keragaman fenotipe yang lebih rendah dibandingkan ikan nilem were. Karakter pembeda dari dua populasi ikan ini adalah rasio jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung dan rasio jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung. Sementara itu, berdasarkan nilai heritabilitas yang diperoleh pada ikan nilem hijau maka perlu dilakukan program pemuliaan ikan, seperti seleksi famili atau pun hibridisasi.
(20)
EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE
TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM
DESI LESTARI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(21)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012 DESI LESTARI C14080022
(22)
ABSTRAK
DESI LESTARI. Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan ODANG CARMAN.
Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Produktivitas ikan nilem cenderung menurun setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen ikan nilem yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Materi uji yang digunakan antara lain nilem hijau dan nilem were. Truebreed nilem hijau diperoleh dengan cara pemijahan buatan antar ikan nilem hijau dan dilakukan pengukuran morfometrik untuk mendapatkan nilai heritabilitas. Pengukuran truss morfometrik dilakukan pada ketiga populasi ikan. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik berkisar antara 0,06-0,27 dan 0,03-0,49 untuk nilem hijau dan nilem were secara berturut-turut. Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan keturunannya (truebreed) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Berdasarkan uji MANOVA, karakter pembeda antara nilem hijau dan nilem were adalah rasio jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung serta rasio jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung. Nilai heritabilitas yang diperoleh pada nilem hijau berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memperbaiki kualitas genetik populasi nilem dalam pengembangan budidaya ikan nilem diperlukan usaha seperti program seleksi famili maupun hibridisasi.
(23)
ABSTRACT
DESI LESTARI. Evaluation phenotypic diversity of truss morphometric nilem for nilem aquaculture development. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and ODANG CARMAN.
Nilem is one of the freshwater fish commodities that are widely developed in Tasikmalaya. Productivity of nilem is decreasing every year. Effort to maintain and enhance fish production nilem sustainable, should be supported by the genetically superior stock programme improvement. Genetic improvement of quality is closely linked to the level of genetic diversity to be expressed in the phenotype so that the information of genetic diversity is one of the basic aspect in conducting breeding programs. Material used in this experimental were green-nilem and were-green-nilem. Truebreed green-green-nilem obtained by induced spawning and measured to get heritability value. Truss morphometric measurements performed on three populations. Variability coefficient ranged from 0.06 to 0.27 and 0.03 to 0.49 in green-nilem and were-nilem respectively. Interpopulation relation based on similarities between green-nilem population and their offspring (truebreed) reach 43.25%, while the similarity of green-nilem and were-nilem is 26.37%. Based on the MANOVA test, the distinguish character of green-nilem and were-nilem are the distance ratio between the starting point of the anal fin to the end point of the dorsal fin and also the distance ratio between the bottom of the pectoral fins to the midpoint between the head and dorsal fin. On the other hand, heritability value of green-nilem ranged from 0.02% to 6.79%. This indicates that genetic improvement of existing nilem population for nilem culture development can be achieved by family selection and hybridization programme.
(24)
EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE
TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM
DESI LESTARI
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(25)
Judul Skripsi : Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem Nama Mahasiswa : Desi Lestari
Nomor Pokok : C14080022
Disetujui
Pembimbing I
Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA NIP. 19611016 198403 2 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001
Diketahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001
(26)
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Evaluasi keragaman fenotipe truss morfometrik ikan nilem untuk pengembangan budidaya ikan nilem” berhasil diselesaikan. Penelitian ini berlangsung sejak bulan April 2012 hingga Juni 2012 bertempat di Teaching Farm, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian hingga penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. selaku penguji tamu dan Ibu Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku komisi pendidikan yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi. Terima kasih untuk kedua orang tua, Sutarjo dan Salamah yang telah berjasa dalam mendidik dan selalu memberikan doa agar senantiasa cepat menyelesaikan studi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada adik-adikku, Ferry, Elisah, Dita, dan Resha yang selalu memberikan keceriaan, semangat, dan doa dalam menyelesaikan penelitian, tak lupa kepada Pak Dedi dan keluarga PT. Sejati Minat Tahta yang senantiasa memberikan motivasi selama penelitian, Rosita, Nurina, Ai Tety, Aldilla, Ita Nurmawati, Intan Wulandari, Uswatun Khasanah yang ikut memberikan semangat dalam berbagai hal, dan mahasiswa BDP angkatan 45, 46, 47 serta anak-anak wisma kompeten yang telah memberi dukungan selama penelitian dan semua pihak yang telah membantu hingga penelitian selesai.
Semoga semua hal yang telah disusun dapat bermanfaat bagi semua pihak dan berguna bagi kesejahteraan masyarakat.
Bogor, September 2012
(27)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Cirebon, 30 Juli 1990 dari pasangan Sutarjo dan Salamah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN 1 Cikeduk, SMP N 1 Sumber, serta SMA N 1 Sumber dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan melalui Program Mayor-Sc tahun 2009 serta memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) bagian Pengembangan dan Pembinaan Sumberdaya Manusia tahun 2009/2010 dan bagian Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi tahun 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Cirebon sebagai sekretaris umum tahun 2009/2010. Dalam bidang akademik, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah program S1 IPB yaitu Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik (2010/2011 dan 2011/2012), Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik (2012/2013), Industri Perbenihan Organisme Akuatik (2012/2013) dan mata kuliah program D3 IPB yaitu Konstruksi Wadah dan Fasilitas Perikanan Budidaya (2012/2013). Selama di IPB penulis mendapatkan beasiswa Supersemar periode 2009/2010, beasiswa Kabupaten Cirebon periode 2009/2010, beasiswa Karya Salemba Empat periode 2010/2011 dan periode 2011/2012. Untuk meningkatkan pengetahuan di bidang perikanan budidaya, penulis mengikuti kegiatan magang di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar Cijengkol (2010) dan Praktik Lapangan Akuakultur pembenihan gurami di PT Sejati Minat Tahta, Tasikmalaya (2011).
Tugas akhir di Institut Pertanian Bogor diselesaikan dengan menulis skripsi berjudul Evaluasi Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Nilem untuk Pengembangan Budidaya Ikan Nilem.
(28)
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
II. METODOLOGI ... 3 2.1Materi Uji ... 3 2.2Prosedur Penelitian ... 3 2.2.1 Pemijahan Buatan Ikan Nilem Hijau ... 3 2.2.2 Penetasan Telur ... 4 2.2.3 Pemeliharaan Larva ... 4 2.3 Parameter Uji ... 4 2.3.1 Koefisien Keragaman ... 4 2.3.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were ... 5 2.3.3 Kualitas Air ... 5 2.3.4 Truss Morfometrik ... 5 2.3.5 Heritabilitas ... 7 2.4 Analisis Data ... 7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8 3.1 Hasil ... 8 3.1.1 Fenotipe Morfometrik ... 8 3.1.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were ... 9 3.1.3 Heritabilitas ... 10 3.1.4 Kualitas Air ... 11 3.2 Pembahasan ... 12
IV. KESIMPULAN ... 17
DAFTAR PUSTAKA ... 18
(29)
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. a)Ikan Nilem Hijau, b)Ikan Nilem Were ... 3 2. Truss Morfometrik Ikan Nilem (Mulyasari 2010) ... 6 3. Koefisien Keragaman (CV) Karakter Morfometrik Ikan Nilem Hijau dan
Nilem Were ... 9 4. Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau, Truebreed Nilem Hijau (HH), dan
Nilem Were Berdasarkan Kemiripan Karakter Morfometrik ... 9 5. Hubungan Interpopulasi Tiap Karakter Fenotipe Morfometrik Nilem Hijau,
Truebreed Nilem Hijau (HH), dan Nilem Were Berdasarkan Kemiripan
Karakter Morfometrik ... 10 6. Nilai Heritabilitas Karakter Morfometrik pada Ikan Nilem Hijau ... 11
(30)
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1a. Klasifikasi Ikan Nilem Hijau Osteochilus hasselti ... 21 1b. Klasifikasi Ikan Nilem Were Labiobarbus sp. ... 21 2a. Truss Morfometrik Induk Nilem Hijau Osteochilus hasselti ... 22 2b. Truss Morfometrik Induk Nilem Were Labiobarbus sp. ... 22 2c. Truss Morfometrik truebreed Nilem Hijau (HH) ... 23 3a. Cluster Analysis of Observation . ... 25 3b. Cluster Analysis of Variables . ... 25 4. Heritabilitas Ikan Nilem Hijau ... 26 5. Uji Manova ... 30
(31)
I.
PENDAHULUAN
Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di daerah Tasikmalaya. Ikan nilem ini mempunyai cita rasa yang sangat spesifik dan gurih dibanding ikan air tawar lainnya. Produk ikan nilem memiliki nilai ekonomis yang tinggi, misalnya dalam bentuk produk olahan baby fish (Subagja et al. 2006) sehingga potensial untuk dikembangkan.
Budidaya ikan nilem di Indonesia belum dilaksanakan secara intensif. Sistem pemeliharaannya bersifat sampingan dari hasil budidaya secara polikultur bersama ikan air tawar jenis lainnya, misalnya ikan mas, nila, mujaer, atau gurame, sehingga produksinya masih relatif rendah. Menurut Subagja et al.
(2006), produksi ikan nilem cenderung mengalami penurunan setiap tahun. Pengelolaan sistem rekrutmen atau peremajaan ikan nilem hijau yang tidak terarah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik yang mempengaruhi gene
pool ikan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk memperbaiki
kualitas genetik ikan nilem sehingga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ikan nilem.
Ikan nilem yang ditemukan di daerah Jawa Barat meliputi empat spesies yaitu nilem hijau (Osteochilus hasselti; Lampiran 1a), nilem were (Labiobarbus
sp.; Lampiran 1b) nilem merah (Osteochilus sp.), dan nilem “beureum panon”
(Puntius orphoides). Ikan nilem yang banyak dikembangkan dalam budidaya
ekstensif maupun semi intensif adalah jenis ikan nilem hijau. Menurut Mulyasari (2010), hubungan kekerabatan antara keempat jenis ikan nilem di Jawa Barat yang paling dekat adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem merah, sedangkan ikan nilem were dan nilem “beureum panon” menunjukkan perbedaan genetik yang paling jauh. Dalam hal ini, ikan nilem hijau memiliki keragaman genetik yang paling rendah, sedangkan ikan nilem were memiliki keragaman genetik yang paling tinggi. Berdasarkan informasi tersebut, maka diperlukan pengembangan budidaya ikan nilem hijau yang lebih baik untuk meningkatkan keragaman genetik dan pemanfaatan ikan nilem were sebagai salah satu sumber genetik yang unggul.
Secara fenotipik, fakta di lapang menunjukkan bahwa ikan nilem were menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
(32)
2 nilem jenis lainnya sehingga diduga potensial dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk memperbaiki produksi nilem secara regional (Mulyasari 2010). Perbedaan jarak genetik dan potensi ragam genetik diduga terpengaruh oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan yang sudah berlangsung lama serta akibat penghanyutan gen (genetic drift) dalam sistem rekrutmen induk yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan jumlah induk yang digunakan dalam budidaya ikan nilem memungkinkan terjadinya penurunan karakter fenotipe (Gusrina 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keragaman genetik pada ikan nilem berkaitan dengan kualitas induk yang digunakan dalam kegiatan budidaya. Induk yang memiliki keragaman genetik yang tinggi diharapkan mampu menghasilkan benih yang memiliki kualitas unggul, seperti laju pertumbuhan tinggi, daya tahan terhadap penyakit tinggi, kelangsungan hidup tinggi, dan lain-lain.
Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi ikan nilem yang berkelanjutan, perlu didukung program perbaikan genetik stok yang unggul secara genetik. Perbaikan mutu genetik berhubungan erat dengan tingkat keragaman genetik yang akan terekspresikan dalam fenotipe sehingga informasi keragaman genetik menjadi salah satu dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan ikan. Informasi keragaman genetik telah dilakukan oleh Mulyasari (2010) secara molekuler dan analisis fenotipe morfometrik. Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan analisis fenotipe morfometrik dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, dan interaksi genetik dengan lingkungan (Tave 1999). Untuk mengetahui sejauh mana faktor lingkungan mempengaruhi fenotipe morfometrik maka diperlukan suatu evaluasi keragaman genetik melalui nilai heritabilitas. Nilai ini akan menjadi dasar dalam program pemuliaan yang harus dilakukan untuk pengembangan budidaya ikan nilem.
Hal tersebut mendasari rancangan penelitian ini yaitu mengevaluasi keragaman fenotipe ikan nilem hijau dan nilem were berdasarkan karakter fenotipe morfometrik. Dengan demikian, penelitian ini diarahkan untuk mengukur koefisien keragaman karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were, mengetahui hubungan interpopulasi nilem hijau dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik, serta mengukur heritabilitas karakter morfometrik pada ikan nilem hijau.
(33)
II. METODOLOGI
2.1 Materi Uji
Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot betina 335,75+92,80 g dan bobot jantan 243,75+7,5 g. Sedangkan induk ikan nilem were diperoleh dari wilayah Tasikmalaya (Jawa Barat) berjumlah 13 ekor dengan bobot betina 140+12,25 g dan bobot jantan 111,17+8,23 g. Sebelum dilakukan pemijahan buatan, ikan jantan dan betina dipelihara secara terpisah selama 30 hari dalam 2 bak terpal berukuran 3 m x 1 m x 0,6 m yang berbeda dan diberi pakan pelet terapung dengan kadar protein 30% secara restriction dengan feeding rate 3% serta pakan tambahan berupa Azolla pinnata.
2.2 Prosedur Penelitian
2.2.1 Pemijahan Buatan Ikan Nilem Hijau
Kegiatan pemijahan penting dilakukan untuk mendapatkan truebreed
nilem hijau (HH). Truebreed nilem hijau merupakan keturunan hasil perkawinan antar nilem hijau. Truebreed dipelihara hingga berumur 40 hari dalam lingkungan terkontrol dan dilakukan pengukuran fenotipe morfometrik yang dibandingkan dengan fenotipe morfometrik induk nilem hijau untuk mendapatkan nilai heritabilitas.
Induk diberok selama tiga hari sebelum dipijahkan. Pemberokan jantan dan betina dilakukan pada akuarium percobaan berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm. Kemudian dilakukan perangsangan pematangan gonad dengan penyuntikan secara
a) b)
(34)
4
intramuscular di bagian punggung menggunakan ovaprim sebanyak 2 kali
berjarak waktu 6 jam. Dosis ovaprim yang digunakan adalah 0,5 ml/kg untuk induk betina, dan 0,3 ml/kg untuk induk jantan. Selanjutnya dilakukan pengurutan
(stripping) untuk mengeluarkan sperma pada ikan jantan dan sel telur pada ikan
betina setelah 4 jam dari penyuntikan kedua. Stripping ikan jantan dilakukan lebih dulu sebelum pengurutan induk betina. Sperma hasil stripping dimasukkan ke dalam syringe yang berisi larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu dicampur dengan sel telur dalam wadah dan diaduk dengan bulu ayam. Setelah itu, ditambahkan air untuk mengaktifkan sperma, diaduk kembali dan didiamkan selama satu menit sehingga terjadi pembuahan. Sperma yang masih tersisa dalam wadah dibuang.
2.2.2 Penetasan Telur
Telur yang telah dibuahi dengan sperma selanjutnya ditebar dalam akuarium berukuran 80 cm x 40 cm x 30 cm yang sudah diisi air dengan volume 64 L dan diaerasi sebelumnya serta diberi bahan kimia el baju 0,02 ppm untuk mencegah tumbuhnya jamur, kemudian diinkubasi hingga telur menetas. Telur menetas menjadi larva selama 24 jam pada suhu 25-270C.
2.2.3 Pemeliharaan Larva
Pada kehidupan awal larva, kuning telur merupakan sumber energinya yang akan diserap habis kira-kira selama 96 jam. Larva ikan diberi pakan berupa kuning telur selama 6 hari yang diberikan sebanyak 3 kali sehari. Selanjutnya larva diberi pakan berupa cacing rambut selama 15 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian ransum pakan buatan. Pakan diberikan secara at satiation.
Setelah 40 hari pemeliharaan dilakukan pengukuran fenotipe masing-masing 30 sampel dalam 2 kali ulangan. Ikan nilem ditebar dalam akuarium dengan padat tebar 20 ekor/L.
2.3 Parameter Uji
2.3.1 Koefisien Keragaman
Koefisien keragaman biasanya digunakan untuk membandingkan keragaman dua populasi atau lebih. Koefisien keragaman diperoleh dengan cara membagi nilai simpangan baku dengan rataan populasi, dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Noor 1996 dalam Wuwungan 2009) :
(35)
5 Keterangan :
CV = koefisien keragaman SD = simpangan baku
= rata-rata
2.3.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were
Hubungan interpopulasi digunakan untuk mengukur kemiripan karakter dari nilem hijau dan nilem were berdasarkan jenis ikan dan karakter fenotipe morfometrik. Parameter ini dianalisis secara hirarki berdasarkan derajat kemiripan dalam grafik dendogram.
2.3.3 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati meliputi Total Amonia Nitrogen (TAN), oksigen terlarut, derajat keasaman (pH) dan suhu. Pemantauan suhu dilakukan setiap hari sedangkan parameter lainnya diukur pada awal dan akhir percobaan.
2.3.4 TrussMorfometrik
Karakterisasi truss morfometrik dilakukan pada truebreed nilem hijau berumur 40 hari, induk nilem hijau dan induk nilem were, yaitu dengan melakukan pengukuran panjang jarak yang menghubungkan titik-titik truss pada bagian tubuh yang sudah dipetakan menggunakan penggaris. Setiap karakter truss morfometrik pada pengukuran ini dibagi dengan panjang standar ikan. Tubuh ikan dipetakan menjadi 4 bagian (A, B, C, D), yaitu kepala, badan bagian depan dan badan bagian belakang, serta ekor, dan terdapat 10 titik truss (Gambar 2) yaitu : 1) sirip dada, 2) mulut, 3) sirip perut, 4) insang, 5) sirip pangkal anal, 6) sirip pangkal punggung, 7) sirip ujung anal, 8) sirip ujung punggung, 9) sirip bawah pangkal ekor, dan 10) sirip atas pangkal ekor. Setelah masing-masing truss di seluruh badan ikan dihubungkan maka akan diperoleh 21 karakter truss morfometrik yang dapat menggambarkan keragaman antara ikan nilem hijau dan nilem were.
CV SD
x
(36)
6 Gambar 2 Truss morfometrik ikan nilem (Mulyasari 2010).
Keterangan :
A1 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik akhir sirip perut A2 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut
A3 : Jarak antara titik di ujung mulut dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung
A4 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik akhir sirip perut
A5 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut
A6 : Jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung
B1 : Jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal
B3 : Jarak antara titik tengah antara kepala dan sirip punggung dengan titik awal sirip punggung
B4 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik awal sirip anal
B5 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung
B6 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut C1 : Jarak antara titik awal sirip anal dan titik akhir sirip anal
C3 : Jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung C4 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik akhir sirip anal C5 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung C6 : Jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung D1 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal bawah sirip ekor D3 : Jarak antara titik akhir sirip punggung dengan titik awal atas sirip ekor D4 : Jarak antara titik awal atas sirip ekor dengan titik awal bawah sirip ekor D5 : Jarak antara titik awal bawah sirip ekor dengan titik akhir sirip punggung D6 : Jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal atas sirip ekor
D6 C4 D5 C1 B1
A6 A5
A4 A3
A2
A1 B5 B6
B4 C5 C6
D4 C3
B3
D1 D3
(37)
7
2.3.5 Heritabilitas
Heritabilitas adalah keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Teknik yang digunakan untuk mengukur heritabilitas adalah melalui regresi anak-tetua (parents-offspring
regression). Anak (benih) menjadi pembanding dengan hanya satu tetua, maka
yang digunakan yaitu (Tave 1992) :
Keterangan :
h2 = heritabilitas b = koefisien nilai regresi
2.4 Analisis Data
Data penelitian dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan analisis MANOVA (Levene’s Test) pada selang kepercayaan 95% menggunakan program SPSS 16.0.
(38)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Fenotipe morfometrik
Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan antara nilem hijau, serta populasi ikan nilem were. Perbedaan fenotipe morfometrik yang dinyatakan dalam koefisien keragaman (CV) dari 21 karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were digambarkan menggunakan grafik batang (Gambar 3) dan disajikan dalam tabel distribusi fenotipe morfometrik (Lampiran 2a dan 2b). Koefisien keragaman fenotipe morfometrik pada ikan nilem berkisar antara 0,06-0,27 (nilem hijau) dan 0,03-0,49 (nilem were). Pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) menunjukkan koefisien keragaman yang paling tinggi pada nilem were sebesar 0,49. Sebaliknya, karakter A2 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut) merupakan fenotipe morfometrik yang menunjukkan koefisien keragaman paling rendah, yaitu 0,03 pada nilem were. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik yang paling tinggi pada ikan nilem hijau ditunjukkan oleh karakter B1 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal) sebesar 0,27, dan yang paling rendah adalah karakter B6 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut) sebesar 0,06. Karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) pada ikan nilem were dan nilem hijau memiliki nilai yang sama, yaitu 0,07 untuk A5 dan 0,09 untuk C3. Koefisien keragaman fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan, dan interaksi genetis dengan lingkungan (Tave 1999).
(39)
9
3.1.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were
Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau yang digambarkan dalam bentuk dendogram menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan
truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar
4). Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan
truebreed nilem hijau (HH) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari
nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. (Lampiran 3a).
I k a n
S im ila ri ty (% ) 2 3 1 2 6 . 3 7
5 0 . 9 1
7 5 . 4 6
1 0 0 . 0 0
Keterangan :
1 = Induk nilem hijau, 2 = Induk nilem were, 3 = truebreed nilem hijau
Gambar 4 Hubungan interpopulasi nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.
0. 15 0. 11 0. 18 0. 12 0. 07 0. 13 0. 27 0. 21 0.
08 0.1
0.
06
0.
14
0.
09 0.13
0.
08
0.
26
0.
11 0.13
0. 11 0. 18 0. 17 0. 12 0. 03 0. 15 0. 13 0. 07 0. 06 0. 18 0. 27 0. 07 0.
07 0.09
0. 15 0. 09 0. 18 0. 07 0. 49 0. 12 0. 17 0. 13 0. 14 0. 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4 B5 B6 C1 C3 C4 C5 C6 D1 D3 D4 D5 D6
CV
Karakter morfometrik
nilem hijau nilem were
Gambar 3 Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were.
(40)
10 Berdasarkan hubungan 21 karakter morfometrik populasional menunjukkan pemisahan dalam 2 cluster, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2. Karakter kelompok 1 (A1-B4-C5-C3) memiliki kemiripan berkisar antara 81,09-99,99% dan kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6) memiliki kemiripan berkisar antara 93,19-99,99% (Gambar 5). Berdasarkan uji MANOVA (Levene’s Test) karakter C6 dan A6 berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakter lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6 dan A6 serta berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi pada ikan nilem (Lampiran 3b).
k a r a k te r
S
im
ila
ri
ty
(
%
)
C 6 A 4 D 4 D 1 B 1 A 3 C 4 B 6 B 5 B 3 D 5 A 6 C 1 D 3 A 5 D 6 A 2 C 3 C 5 B 4 A 1 7 0 . 3 6
8 0 . 2 4
9 0 . 1 2
1 0 0 . 0 0
Gambar 5 Hubungan interpopulasi tiap karakter fenotipe morfometrik nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik.
3.1.3 Heritabilitas
Pendugaan nilai heritabilitas 21 karakter morfometrik dihitung berdasarkan regresi anak terhadap tetua pada ikan nilem hijau (Gambar 6), yaitu berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman ukuran karakter morfometrik pada ikan nilem hijau yang dipengaruhi oleh faktor genetik adalah 0,02-6,79%, selebihnya disebabkan oleh faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang terendah adalah karakter C5 (jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung) sebesar 0,02%, sedangkan yang terbesar adalah
(1)
25
Lampiran 3a. Cluster Analysis of Observations
karakter
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4
B5
B6
C1
C3
C4
C5
C6
D1
D3 D4
D5
D6
hijau 0,2445 0,2129 0,1936 0,3453 0,4516 0,1886 0,1950 0,1705 0,3533 0,4714
0,2702 0,0773 0,2582 0,1533 0,3918 0,1670 0,1235 0,1893 0,1153 0,2192
0,1759
were 0,2195 0,2421 0,2064 0,3313 0,4685 0,2156 0,2183 0,2286 0,3371 0,5063
0,2932 0,0858 0,2672 0,1867 0,3682 0,2010 0,1790 0,2327 0,1176 0,2582
0,2072
truebreed
0,2306 0,2143 0,1967 0,3049 0,4429 0,1801 0,2009 0,1481 0,3607
0,4566 0,2533 0,0733 0,3330 0,1240 0,4091 0,1934 0,1345 0,1678
0,1055 0,2056 0,1723
Tahap
Jumlah
Kelompok
Tingkat
Kesamaan
Tingkat
Perbedaan
Kelompok
Tergabung
Kelompok
Baru
Jumlah
Pengamatan dalam
Kelompok Baru
1
2
43,2535
0,106882
1 3
1
2
2
1
26,3724
0,138678
1 2
1
3
Lampiran 3b. Cluster Analysis of Variables
Tahap
Jumlah
Kelompok
Tingkat
Kesamaan
Tingkat
Perbedaan
Kelompok
Tergabung
Kelompok
Baru
Jumlah
Pengamatan dalam
Kelompok Baru
1
20
99,9977
0,000046
5 18
5
2
2
19
99,9966
0,000069
3 7
3
2
3
18
99,9961
0,000078
5 12
5
3
4
17
99,9896
0,000207
6 20
6
2
5
16
99,9887
0,000225
6 8
6
3
6
15
99,9887
0,000226
6 10
5
4
7
14
99,9850
0,000299
5 6
3
7
8
13
99,9471
0,001057
3 17
11
3
9
12
99,9368
0,001265
11 14
5
2
10
11
99,7754
0,004493
5 11
9
9
11
10
99,6201
0,007598
9 15
2
2
12
9
99,5354
0,009292
2 21
2
2
13
8
99,5286
0,009428
2 5
2
11
14
7
99,4698
0,010603
2 3
2
14
15
6
96,4073
0,071854
2 19
2
15
16
5
93,1870
0,136259
2 4
2
16
17
4
91,6410
0,167181
2 16
2
17
18
3
87,5006
0,249989
9 13
9
3
19
2
81,0913
0,378174
1 9
1
4
20
1
70,3622
0,592756
1 2
1
21
(2)
26
Lampiran 4
Heritabilitas ikan nilem hijau
A1 no, sampel induk (Xi) anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)
2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y)
1 0,2374 0,2308 0,9620 0,9255 0,0021 0,0020 2 0,2298 0,2692 0,9314 0,8676 0,0406 0,0378 3 0,3265 0,2083 1,3234 1,7515 0,0203 0,0269 4 0,2059 0,2222 0,8345 0,6963 0,0064 0,0054 5 0,2353 0,2308 0,9537 0,9095 0,0021 0,0020 6 0,2381 0,2667 0,9650 0,9312 0,0380 0,0367 7 0,2353 0,2222 0,9537 0,9095 0,0064 0,0062 8 0,2973 0,2222 1,2050 1,4519 0,0064 0,0078 9 0,2419 0,2000 0,9806 0,9615 0,0287 0,0281 10 0,2198 0,2143 0,8908 0,7935 0,0144 0,0128 jumlah 2,4673 2,2867 10,1980 0,1655
rata‐
rata 0,2467 0,2287
ragam 1,1331 Sxy 0,0184 bxy 0,0162 h2=2b 0,0325
artinya 0.03% keragaman ukuran A1 disebabkan oleh pengaruh genetik
A2
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)
2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y)
1 0,195 0,192 0,019 0,000 0,033 0,001 2 0,205 0,192 0,009 0,000 0,033 0,000 3 0,184 0,225 0,030 0,001 0,001 0,000 4 0,265 0,222 0,051 0,003 0,003 0,000 5 0,206 0,231 0,008 0,000 0,005 0,000 6 0,214 0,233 0,001 0,000 0,008 0,000 7 0,206 0,194 0,008 0,000 0,031 0,000 8 0,243 0,296 0,030 0,001 0,071 0,002 9 0,215 0,240 0,001 0,000 0,014 0,000 10 0,203 0,229 0,010 0,000 0,003 0,000 jumlah 2,1355 2,2553 0,0051 0,0035
rata‐
rata 0,2136 0,2255
ragam 0,0006 Sxy 0,0004 bxy 0,7007 h2=2b 1,4014
artinya 1.40% keragaman ukuran A2 disebabkan oleh pengaruh genetik A3 no, sampel induk (Xi) anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,2140 0,1923 0,0169 0,0003 0,0060 0,0001 2 0,2484 0,1538 0,0513 0,0026 0,0325 0,0017 3 0,2245 0,1667 0,0274 0,0007 0,0196 0,0005 4 0,1765 0,1481 0,0206 0,0004 0,0382 0,0008 5 0,2353 0,1923 0,0382 0,0015 0,0060 0,0002 6 0,1571 0,1667 0,0400 0,0016 0,0196 0,0008 7 0,2059 0,1667 0,0088 0,0001 0,0196 0,0002 8 0,1892 0,2222 0,0079 0,0001 0,0359 0,0003 9 0,1828 0,2400 0,0143 0,0002 0,0537 0,0008 10 0,1374 0,2143 0,0597 0,0036 0,0280 0,0017 jumlah 1,9711 1,8631 0,0111 0,0070
rata‐
rata 0,1971 0,1863
ragam 0,0012 Sxy 0,0008 bxy 0,6329 h2=2b 1,2658
artinya 1.27% keragaman ukuran A3 disebabkan oleh pengaruh genetik A4 no, sampel induk (Xi) anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,3113 0,3077 0,0373 0,0014 0,0440 0,0016 2 0,2919 0,2308 0,0567 0,0032 0,0329 0,0019 3 0,3469 0,2500 0,0017 0,0000 0,0137 0,0000 4 0,3529 0,2222 0,0043 0,0000 0,0414 0,0002 5 0,3235 0,3077 0,0251 0,0006 0,0440 0,0011 6 0,3810 0,2000 0,0323 0,0010 0,0637 0,0021 7 0,3235 0,2222 0,0251 0,0006 0,0414 0,0010 8 0,4324 0,3704 0,0838 0,0070 0,1067 0,0089 9 0,3763 0,2400 0,0277 0,0008 0,0237 0,0007 10 0,3462 0,2857 0,0024 0,0000 0,0220 0,0001 jumlah 3,4860 2,6367 0,0147 0,0176
rata‐
rata 0,3486 0,2637
ragam 0,0016 Sxy 0,0020 bxy 1,1924 h2=2b 2,3848
artinya 2.39% keragaman ukuran A4 disebabkan oleh pengaruh genetik A5 no, sampel induk (Xi) anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,4280 0,5385 0,0290 0,0008 0,0617 0,0018 2 0,4348 0,5385 0,0222 0,0005 0,0617 0,0014 3 0,4898 0,6667 0,0328 0,0011 0,1899 0,0062 4 0,5000 0,4444 0,0430 0,0018 0,0324 0,0014 5 0,4412 0,5385 0,0158 0,0003 0,0617 0,0010 6 0,4762 0,3333 0,0192 0,0004 0,1435 0,0027 7 0,4118 0,2778 0,0453 0,0020 0,1990 0,0090 8 0,4865 0,3704 0,0295 0,0009 0,1064 0,0031 9 0,4570 0,5600 0,0000 0,0000 0,0832 0,0000 10 0,4451 0,5000 0,0120 0,0001 0,0232 0,0003 jumlah 4,5703 4,7680 0,0079 0,0269
rata‐
rata 0,4570 0,4768
ragam 0,0009 Sxy 0,0030 bxy 3,3929 h2=2b 6,7858
artinya 6.79% keragaman ukuran A5 disebabkan oleh pengaruh genetik A6 no, sampel induk (Xi) anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)
2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y)
1 0,1946 0,2308 0,0040 0,0000 0,0008 0,0000 2 0,1615 0,1923 0,0291 0,0008 0,0392 0,0011 3 0,2449 0,2500 0,0543 0,0030 0,0185 0,0010 4 0,2059 0,2222 0,0153 0,0002 0,0093 0,0001 5 0,1765 0,2692 0,0141 0,0002 0,0377 0,0005 6 0,1762 0,2000 0,0144 0,0002 0,0315 0,0005 7 0,1765 0,1944 0,0141 0,0002 0,0371 0,0005 8 0,1622 0,2222 0,0284 0,0008 0,0093 0,0003 9 0,2043 0,3200 0,0137 0,0002 0,0885 0,0012 10 0,2033 0,2143 0,0127 0,0002 0,0173 0,0002 jumlah 1,9057 2,3155 0,0058 0,0055
rata‐
rata 0,1906 0,2315
ragam 0,0006 Sxy 0,0006 bxy 0,9462 h2=2b 1,8924
(3)
27
B1
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,1479 0,2308 0,0523 0,0027 0,0066 0,0003 2 0,1553 0,2308 0,0449 0,0020 0,0066 0,0003 3 0,2857 0,3750 0,0855 0,0073 0,1377 0,0118 4 0,1471 0,2222 0,0531 0,0028 0,0151 0,0008 5 0,1765 0,2308 0,0237 0,0006 0,0066 0,0002 6 0,1905 0,1667 0,0097 0,0001 0,0707 0,0007 7 0,2647 0,1667 0,0645 0,0042 0,0707 0,0046 8 0,1730 0,2963 0,0272 0,0007 0,0590 0,0016 9 0,2688 0,2400 0,0687 0,0047 0,0027 0,0002 10 0,1923 0,2143 0,0079 0,0001 0,0231 0,0002 jumlah 2,0017 2,3734 0,0252 0,0206
rata‐
rata 0,2002 0,2373
ragam 0,0028 Sxy 0,0023 bxy 0,8162 h2=2b 1,6323
artinya 1.63% keragaman ukuran B1 disebabkan oleh pengaruh genetik
B3
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,1401 0,1538 0,0322 0,0010 0,0714 0,0023 2 0,1553 0,2308 0,0170 0,0003 0,0055 0,0001 3 0,1224 0,3333 0,0498 0,0025 0,1081 0,0054 4 0,1765 0,2222 0,0042 0,0000 0,0030 0,0000 5 0,1471 0,1923 0,0252 0,0006 0,0330 0,0008 6 0,2143 0,2000 0,0421 0,0018 0,0253 0,0011 7 0,1765 0,1667 0,0042 0,0000 0,0586 0,0002 8 0,2162 0,2593 0,0440 0,0019 0,0340 0,0015 9 0,2312 0,2800 0,0589 0,0035 0,0547 0,0032 10 0,1429 0,2143 0,0294 0,0009 0,0110 0,0003 jumlah 1,7223 2,2527 0,0125 0,0150
rata‐
rata 0,1722 0,2253
ragam 0,0014 Sxy 0,0017 bxy 1,1964 h2=2b 2,3928
artinya 2.39% keragaman ukuran B3 disebabkan oleh pengaruh genetik
B4
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,3891 0,3846 0,0312 0,0010 0,0663 0,0021 2 0,3416 0,3846 0,0163 0,0003 0,0663 0,0011 3 0,3878 0,3333 0,0298 0,0009 0,0150 0,0004 4 0,3235 0,2593 0,0344 0,0012 0,0591 0,0020 5 0,3529 0,3846 0,0050 0,0000 0,0663 0,0003 6 0,3810 0,1333 0,0230 0,0005 0,1850 0,0043 7 0,3294 0,2500 0,0285 0,0008 0,0683 0,0019 8 0,3514 0,2963 0,0066 0,0000 0,0220 0,0001 9 0,3763 0,4000 0,0184 0,0003 0,0817 0,0015 10 0,3462 0,3571 0,0118 0,0001 0,0388 0,0005 jumlah 3,5792 3,1832 0,0052 0,0143
rata‐
rata 0,3579 0,3183
ragam 0,0006 Sxy 0,0016 bxy 2,7445 h2=2b 5,4891
artinya 5.49% keragaman ukuran B4 disebabkan oleh pengaruh genetik
B5
no. sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,4669 0,5769 0,0103 0,0001 0,0611 0,0006 2 0,4037 0,6154 0,0735 0,0054 0,0995 0,0073 3 0,5306 0,6667 0,0534 0,0028 0,1508 0,0081 4 0,4412 0,5926 0,0361 0,0013 0,0768 0,0028 5 0,4412 0,5000 0,0361 0,0013 0,0158 0,0006 6 0,5238 0,3333 0,0466 0,0022 0,1825 0,0085 7 0,4412 0,3333 0,0361 0,0013 0,1825 0,0066 8 0,5135 0,4444 0,0363 0,0013 0,0714 0,0026 9 0,5376 0,5600 0,0604 0,0036 0,0442 0,0027 10 0,4725 0,5357 0,0047 0,0000 0,0199 0,0001 jumlah 4,7723 5,1584 0,0194 0,0398
rata‐
rata 0,4772 0,5158
ragam 0,0022 Sxy 0,0044 bxy 2,0483 h2=2b 4,0967
artinya 4.10% keragaman ukuran B5 disebabkan oleh pengaruh genetic
B6
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,2724 0,3231 0,0022 0,0000 0,0165 0,0000 2 0,2484 0,3077 0,0217 0,0005 0,0011 0,0000 3 0,3061 0,3333 0,0359 0,0013 0,0268 0,0010 4 0,2647 0,2963 0,0055 0,0000 0,0103 0,0001 5 0,2647 0,3077 0,0055 0,0000 0,0011 0,0000 6 0,2619 0,2000 0,0083 0,0001 0,1066 0,0009 7 0,2647 0,2500 0,0055 0,0000 0,0566 0,0003 8 0,2973 0,3704 0,0271 0,0007 0,0638 0,0017 9 0,2688 0,3200 0,0014 0,0000 0,0134 0,0000 10 0,2527 0,3571 0,0174 0,0003 0,0506 0,0009 jumlah 2,7018 3,0656 0,0030 0,0049
rata‐
rata 0,2702 0,3066
ragam 0,0003 Sxy 0,0005 bxy 1,6533 h2=2b 3,3066
artinya 3.31% keragaman ukuran B6 disebabkan oleh pengaruh genetik
C1
no,
sampel induk (Xi) anak (Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,0934 0,0769 0,0147 0,0002 0,0104 0,0002 2 0,0745 0,0769 0,0041 0,0000 0,0104 0,0000 3 0,0694 0,1000 0,0092 0,0001 0,0126 0,0001 4 0,0882 0,0889 0,0096 0,0001 0,0015 0,0000 5 0,0706 0,1154 0,0080 0,0001 0,0280 0,0002 6 0,0857 0,0667 0,0071 0,0001 0,0207 0,0001 7 0,0824 0,0833 0,0037 0,0000 0,0040 0,0000 8 0,0811 0,0741 0,0024 0,0000 0,0133 0,0000 9 0,0806 0,1200 0,0020 0,0000 0,0326 0,0001 10 0,0604 0,0714 0,0182 0,0003 0,0159 0,0003 jumlah 0,7864 0,8736 0,0009 0,0011
rata‐
rata 0,0786 0,0874
ragam 0,0001 Sxy 0,0001 bxy 1,2511 h2=2b 2,5022
artinya 2.50% keragaman ukuran C1 disebabkan oleh pengaruh genetik
(4)
28
C3
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,2918 0,3077 0,0289 0,0008 0,0462 0,0013 2 0,2484 0,3077 0,0144 0,0002 0,0462 0,0007 3 0,2857 0,3333 0,0228 0,0005 0,0718 0,0016 4 0,2647 0,2963 0,0018 0,0000 0,0348 0,0001 5 0,2706 0,2692 0,0077 0,0001 0,0077 0,0001 6 0,2619 0,1667 0,0010 0,0000 0,0949 0,0001 7 0,2353 0,2222 0,0276 0,0008 0,0393 0,0011 8 0,2703 0,2222 0,0074 0,0001 0,0393 0,0003 9 0,2419 0,2400 0,0210 0,0004 0,0215 0,0005 10 0,2582 0,2500 0,0047 0,0000 0,0115 0,0001 jumlah 2,6289 2,6154 0,0029 0,0057
rata‐
rata 0,2629 0,2615
ragam 0,0003 Sxy 0,0006 bxy 1,9733 h2=2b 3,9466
artinya 3.95% keragaman ukuran C3 disebabkan oleh pengaruh genetik
C4
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,1634 0,1538 0,0059 0,0000 0,0095 0,0001 2 0,1553 0,1538 0,0023 0,0000 0,0095 0,0000 3 0,1633 0,1667 0,0057 0,0000 0,0033 0,0000 4 0,1471 0,1852 0,0105 0,0001 0,0218 0,0002 5 0,1353 0,1538 0,0223 0,0005 0,0095 0,0002 6 0,1905 0,1667 0,0329 0,0011 0,0033 0,0001 7 0,1706 0,1667 0,0130 0,0002 0,0033 0,0000 8 0,1622 0,1481 0,0046 0,0000 0,0152 0,0001 9 0,1452 0,1600 0,0124 0,0002 0,0033 0,0000 10 0,1429 0,1786 0,0147 0,0002 0,0152 0,0002 jumlah 1,5756 1,6334 0,0023 0,0010
rata‐
rata 0,1576 0,1633
ragam 0,0003 Sxy 0,0001 bxy 0,4413 h2=2b 0,8827
artinya 0.88% keragaman ukuran C4 disebabkan oleh pengaruh genetik
C5
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,4280 0,3846 0,0293 0,1479 0,0578 0,0017 2 0,3727 0,3846 0,0260 0,1479 0,0578 0,0015 3 0,4286 0,3333 0,0299 0,1111 0,0065 0,0002 4 0,3824 0,2963 0,0163 0,0878 0,0305 0,0005 5 0,3824 0,3077 0,0163 0,0947 0,0191 0,0003 6 0,4286 0,2333 0,0299 0,0544 0,0935 0,0028 7 0,3765 0,2778 0,0222 0,0772 0,0490 0,0011 8 0,3892 0,3333 0,0095 0,1111 0,0065 0,0001 9 0,4032 0,3600 0,0045 0,1296 0,0332 0,0002 10 0,3956 0,3571 0,0031 0,1276 0,0303 0,0001 jumlah 3,9870 3,2681 1,0893 0,0084
rata‐
rata 0,3987 0,3268
ragam 0,1210 Sxy 0,0009 bxy 0,0077 h2=2b 0,0154
artinya 0.015% keragaman ukuran C5 disebabkan oleh pengaruh genetik
C6
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,1634 0,2308 0,0060 0,0000 0,0099 0,0001 2 0,1366 0,1923 0,0328 0,0011 0,0286 0,0009 3 0,2857 0,2500 0,1163 0,0135 0,0291 0,0034 4 0,1471 0,2222 0,0224 0,0005 0,0013 0,0000 5 0,1471 0,2308 0,0224 0,0005 0,0099 0,0002 6 0,1905 0,2000 0,0211 0,0004 0,0209 0,0004 7 0,1471 0,2778 0,0224 0,0005 0,0569 0,0013 8 0,1730 0,2222 0,0036 0,0000 0,0013 0,0000 9 0,1774 0,2400 0,0080 0,0001 0,0191 0,0002 10 0,1264 0,1429 0,0430 0,0019 0,0780 0,0034 jumlah 1,6942 2,2089 0,0185 0,0099
rata‐
rata 0,1694 0,2209
ragam 0,0021 Sxy 0,0011 bxy 0,5328 h2=2b 1,4467
artinya 1.45% keragaman ukuran C6 disebabkan oleh pengaruh genetik
D1
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,1167 0,1538 0,0091 0,0001 0,0163 0,0001 2 0,1242 0,1538 0,0016 0,0000 0,0163 0,0000 3 0,1224 0,1667 0,0034 0,0000 0,0035 0,0000 4 0,1294 0,1481 0,0036 0,0000 0,0220 0,0001 5 0,1471 0,2308 0,0212 0,0005 0,0606 0,0013 6 0,1429 0,1333 0,0170 0,0003 0,0368 0,0006 7 0,1176 0,1111 0,0082 0,0001 0,0590 0,0005 8 0,1081 0,1852 0,0177 0,0003 0,0150 0,0003 9 0,1344 0,2400 0,0086 0,0001 0,0699 0,0006 10 0,1154 0,1786 0,0104 0,0001 0,0084 0,0001 jumlah 1,2583 1,7015 0,0014 0,0036
rata‐
rata 0,1258 0,1701
ragam 0,0002 Sxy 0,0004 bxy 2,5573 h2=2b 5,1145
artinya 5.11% keragaman ukuran D1 disebabkan oleh pengaruh genetik
D3
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)
2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y)
1 0,1790 0,2308 0,0128 0,0002 0,0421 0,0005 2 0,2174 0,2308 0,0256 0,0007 0,0421 0,0011 3 0,2041 0,3333 0,0123 0,0002 0,0604 0,0007 4 0,1765 0,2963 0,0153 0,0002 0,0234 0,0004 5 0,1765 0,2692 0,0153 0,0002 0,0037 0,0001 6 0,2381 0,2333 0,0463 0,0021 0,0396 0,0018 7 0,2059 0,1944 0,0141 0,0002 0,0784 0,0011 8 0,1622 0,2593 0,0296 0,0009 0,0136 0,0004 9 0,1882 0,3600 0,0036 0,0000 0,0871 0,0003 10 0,1703 0,3214 0,0215 0,0005 0,0485 0,0010 jumlah 1,9180 2,7289 0,0051 0,0075
rata‐
rata 0,1918 0,2729 ragam 0,0006
Sxy 0,0008 bxy 1,4555 h2=2b 2,9110
(5)
29
D4
no,
sampel induk (Xi) anak (Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,1167 0,1231 0,0005 0,0000 0,0146 0,0000 2 0,0994 0,1154 0,0179 0,0003 0,0069 0,0001 3 0,1224 0,1250 0,0052 0,0000 0,0165 0,0001 4 0,1176 0,1111 0,0004 0,0000 0,0026 0,0000 5 0,1059 0,1154 0,0114 0,0001 0,0069 0,0001 6 0,1190 0,0800 0,0018 0,0000 0,0285 0,0001 7 0,1176 0,0778 0,0004 0,0000 0,0307 0,0000 8 0,1351 0,0889 0,0179 0,0003 0,0196 0,0004 9 0,1344 0,1200 0,0171 0,0003 0,0115 0,0002 10 0,1044 0,1286 0,0129 0,0002 0,0201 0,0003 jumlah 1,1727 1,0852 0,0013 0,0012 rata‐rata 0,1173 0,1085 ragam 0,0001
Sxy 0,0001 bxy 0,9237 h2=2b 1,8474
artinya 1.85% keragaman ukuran D4 disebabkan oleh pengaruh genetik
D5
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)
2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y)
1 0,2335 0,1538 0,0140 0,0002 0,0820 0,0012 2 0,1553 0,1538 0,0642 0,0041 0,0820 0,0053 3 0,2449 0,2083 0,0255 0,0006 0,0275 0,0007 4 0,2059 0,1852 0,0136 0,0002 0,0507 0,0007 5 0,2353 0,2308 0,0159 0,0003 0,0051 0,0001 6 0,2857 0,2667 0,0663 0,0044 0,0308 0,0020 7 0,2471 0,2222 0,0276 0,0008 0,0136 0,0004 8 0,1892 0,2963 0,0302 0,0009 0,0604 0,0018 9 0,1613 0,3200 0,0581 0,0034 0,0841 0,0049 10 0,2363 0,3214 0,0168 0,0003 0,0856 0,0014 jumlah 2,1943 2,3586 0,0151 0,0185 rata‐rata 0,2194 0,2359 ragam 0,0017
Sxy 0,0021 bxy 1,2200 h2=2b 2,4399
artinya 2.44% keragaman ukuran D5 disebabkan oleh pengaruh genetik
D6
no, sampel
induk (Xi)
anak
(Yi) Xi‐X (Xi‐X)2 Yi‐Y (Xi‐X)(Yi‐Y) 1 0,1556 0,1923 0,0231 0,0005 0,0429 0,0010 2 0,2484 0,1923 0,0697 0,0049 0,0429 0,0030 3 0,1633 0,2500 0,0154 0,0002 0,0148 0,0002 4 0,1765 0,2222 0,0022 0,0000 0,0130 0,0000 5 0,1765 0,3077 0,0022 0,0000 0,0724 0,0002 6 0,1667 0,2333 0,0120 0,0001 0,0019 0,0000 7 0,1471 0,1667 0,0316 0,0010 0,0686 0,0022 8 0,1622 0,2222 0,0165 0,0003 0,0130 0,0002 9 0,2151 0,2800 0,0363 0,0013 0,0448 0,0016 10 0,1758 0,2857 0,0029 0,0000 0,0505 0,0001 jumlah 1,7871 2,3525 0,0084 0,0086 rata‐rata 0,1787 0,2352
ragam 0,0009 Sxy 0,0010 bxy 1,0228 h2=2b 2,0455
(6)