Pengaruh pH dan Penggoyangan Media serta Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) terhadap Pertumbuhan Fusarium sp.

PENGARUH pH DAN PENGGOYANGAN MEDIA SERTA
EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn.) TERHADAP
PERTUMBUHAN Fusarium sp.

RIZKA FITRIANI WAHYUNINGTYAS

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh pH dan
Penggoyangan Media serta Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) terhadap
Pertumbuhan Fusarium sp. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2013
Rizka Fitriani Wahyuningtyas
NIM E44080015

ABSTRAK
RIZKA FITRIANI Wahyuningtyas. Pengaruh pH dan Penggoyangan Media serta
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) terhadap Pertumbuhan Fusarium sp.
Dibimbing oleh ACHMAD.
Fungi adalah organisme heterotrof dan membentuk beberapa macam spora.
Banyak dari fungi memasukki persemaian tanaman hutan melalui benih dan
menetap di dalam semai atau bibit. Salah satunya adalah Fusarium sp., spesies
tersebut dapat menyebabkan terjadinya lodoh sampai kematian berat di lapangan.
Beberapa upaya pengendalian terhadap penyakit tersebut telah banyak diteliti dan
dipraktikkan, salah satunya pengendalian secara biologi yaitu dengan
menggunakan pestisida yang berasal dari ekstrak daun sirih. Daun sirih (Piper
betle Linn.) merupakan jenis tanaman yang sangat populer di masyarakat dan
lazim digunakan sebagai tanaman obat. Hasil penelitian menunjukan pemberian
pH, penggoyangan media dan ekstrak daun sirih memberikan pengaruh yang
beragam terhadap pertumbuhan Fusarium sp. Pada media Potato Dextore Agar
(PDA) dan media Potato Dextrose Broth (PDB) Fusarium sp. tumbuh pada

kisaran pH 4-8 dengan pertumbuhan terbaik untuk PDA berada pada pH kontrol
(6.8) dan untuk PDB pada pH 4. Bobot biomassa tumbuh optimum pada media
PDB dengan kecepatan penggoyangan 100 rpm dan konsentrasi Ekstrak Daun
Sirih (EDS) paling baik untuk menghambat pertumbuhan Fusarium sp. adalah
pada konsentrasi EDS 40%.
Kata kunci : daun sirih, Fusarium sp., penggoyangan media, pertumbuhan, pH

ABSTRACT
RIZKA FITRIANI WAHYUNINGTYAS. Effect of pH and Shaking Media also
Betel (Piper betle Linn.) Leaves Extract toward the Growth of Fusarium sp.
Supervised by ACHMAD.
Fungi is heterotroph organism and able to form a spore. Fungi be able to
ride into the nursery through the seed and settled on the seedlings. One of the type
is Fusarium sp., which can cause lodoh disease even the dead of the seedlings.
Some controlling effort to those disease have been investigated and implemented,
one of controlling way was using biological pesticide from betel leaves extract.
Betel (Piper betle Linn.) was so popular among the society and commonly used as
a herbs. This study shown that the pH addition, shaking the media and the betel
leaves extract had a various effect toward the growth of Fusarium sp. On Potato
Dextore Agar (PDA) and Potato Dextrose Broth (PDB) media Fusarium sp.

grown around pH 4-8 with the best result for PDA on pH 6.8 and for PDB on pH
4. Biomass weight grown optimum on PDB media with the speed of 100 rpm
shaking and EDS concentration that best hold up the growth of Fusarium sp. was
at EDS concentration 40%.
Key words: betel leaves, Fusarium sp., growth, pH, shaking media

PENGARUH pH DAN PENGGOYANGAN MEDIA SERTA
EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn.) TERHADAP
PERTUMBUHAN Fusarium sp.

RIZKA FITRIANI WAHYUNINGTYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh pH dan Penggoyangan Media serta Ekstrak Daun
Sirih (Piper betle Linn.) terhadap Pertumbuhan Fusarium sp.
Nama
: Rizka Fitriani Wahyuningtyas
NIM
: E44080015

Disetujui oleh

Dr Ir Achmad, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah fungi,
dengan judul Pengaruh pH dan Penggoyangan Media serta Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle Linn.) terhadap Pertumbuhan Fusarium sp.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Achmad, MS selaku
pembimbing. Terima kasih juga disampaikan kepada mama Endah Sumayni,
bapak Sudjarwo, adik Chitra Ayu Lestari, Chiko dan Zizi, serta seluruh keluarga,
atas segala doa, dukungan, semangat, waktu, perhatian, pengertian dan kasih
sayangnya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Gilang Teguh
Raharjo S.Hut dan keluarga atas perhatian, doa, dan dukungannya. Di samping itu
penghargaan penulis sampaikan kepada Tirsa, Fitri, Ageng, Ibu Tutin Suryatin,
Mba Ai, Kak Ucik, Bi Encah, dan seluruh keluarga besar Lab Patologi dan
Departemen Silvilultur.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013

Rizka Fitriani Wahyuningtyas

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Fusarium sp.
Daun Sirih (Piper betle Linn.)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Tahap Persiapan
Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)

Pembuatan Media Potato Dextrose Broth (PDB)
Penyediaan Isolat Fungi Patogen
Sterilisasi
Peremajaan Fusarium sp.
Inokulasi
Tahap Pelaksanaan
Pertumbuhan Diameter Koloni Fusarium sp.
pada Media PDA dengan Beberapa Tingkatan pH
Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp.
pada Media PDB dengan Beberapa Tingkatan pH
Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp.
pada Media PDB dengan Beberapa Tingkatan Penggoyangan
Pengujian Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (EDS)
terhadap Pertumbuhan Diameter Koloni Fusarium
Rancangan Percobaan
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Diameter Koloni Fusarium sp.
pada Media PDA dengan Beberapa Tingkatan pH
Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp.

pada Media PDB dengan Beberapa Tingkatan pH
Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp.
pada media PDB dengan Beberapa Tingkatan Penggoyangan
Pengujian Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (EDS) terhadap Pertumbuhan
Diameter Koloni Fusarium sp.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

vi
vii
vii
1
1
2
2
2
2
4
6

6
6
6
6
7
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
10
11
11
11
13

15
16
18
18
19

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

19
21

DAFTAR TABEL
1 Pembuatan konsentrasi ekstrak daun sirih (EDS)
2 Hasil uji Duncan pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp.
pada media PDA dengan beberapa tingkatan pH
3 Hasil uji Duncan bobot biomassa Fusarium sp. pada media
PDB dengan beberapa tingkatan pH
4 Hasil uji Duncan bobot biomassa Fusarium sp. pada media
PDB dengan beberapa tingkatan penggoyangan

5 Hasil uji Duncan pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp.
pada pengujian ekstrak daun sirih (EDS)

10
12
13
15
17

DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman sirih (Piper betle Linn.)
2 Koloni Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari pada
media PDA dengan beberapa tingkatan pH
3 Mikrograf Fusarium sp.
4 Biomassa Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari
pada media PDB dengan tingkatan pH
5 Biomassa Fusarium sp. setelah disaring dan dioven
selama 24 jam
6 Biomassa Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari
pada media PDB dengan tingkatan penggoyangan
7 Biomassa Fusarium sp. setelah disaring dan dioven
selama 24 jam kontrol
8 Koloni Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari
dengan beberapa tingkatan konsentrasi daun sirih

4
12
12
14
14
15
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media pertumbuhan Fusarium sp.
2 Pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp.
pada media PDA dan tingkatan pH
3 Bobot kering meselium Fusarium sp. dengan perlakuan pH
yang dibiakan pada media PDB
4 Bobot kering meselium Fusarium sp. dengan perlakuan
penggoyangan yang dibiakan pada media PDB
5 Pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. pada perlakuan
ekstrak daun sirih (EDS)
6 Hasil sidik ragam pertumbuhan Fusarium sp.

21
22
22
23
24
24

7

Hasil uji Duncan pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp.
dengan beberapa tingkatan pH
8 Hasil uji Duncan bobot biomassa Fusarium sp.
dengan beberapa tingkatan pH
9 Hasil uji Duncan bobot biomassa Fusarium sp.
dengan beberapa tingkatan penggoyangan
10 Hasil uji Duncan pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp.
pada pengujian ekstrak daun sirih (EDS)

27
28
28
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan manusia yang terjadi setiap tahunnya dapat memberikan efek
negatif bagi hutan. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan hasil hutan sehingga meningkat pula permintaan akan produk
hasil hutan terutama kayu. Meningkatnya kebutuhan tersebut dapat
mengakibatkan tekanan pada hutan alam ataupun hutan tanaman industri. Di sisi
lain, hutan alam tidak mampu terus menerus mencukupi kebutuhan masyarakat
yang semakin besar. Tekanan pada hutan alam dapat menurunkan kualitas bahkan
menimbulkan kerusakan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1991 tentang Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman pasal 1, hutan tanaman dibangun dalam rangka
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur
intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Oleh karena itu,
pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dapat dijadikan sebagai solusi untuk
mengatasi masalah pasokan kayu. Tanaman yang umumnya digunakan untuk
membangun HTI adalah tanaman yang berfungsi sebagai bahan baku pulp dan
kertas, konstruksi dan energi. Dalam tujuan pembangunan HTI, tanaman yang
diperlukan harus bersifat pionir sehingga mampu beradaptasi dengan cepat pada
tempat hidupnya dan juga tergolong fast gowing species dengan tujuan agar dapat
dipanen dalam waktu yang relatif singkat, dan salah satu contoh tanaman tersebut
adalah jabon. Jabon merupakan jenis pionir asli Indonesia dan memiliki
penyebaran alami yang luas dari Aceh sampai Papua. Jenis pohon ini banyak
dijumpai di lahan terbuka bekas tebangan atau di kanan-kiri jalan logging. Jabon
juga banyak dijumpai di lahan-lahan bekas tambang khususnya di Kalimantan,
tumbuh alami di tempat-tempat terbuka maupun di sela-sela Acacia mangium
yang telah ditanam terlebih dahulu sebagai upaya reklamasi lahan bekas tambang.
Saat ini jabon merupakan salah satu tanaman komersial di Indonesia (Mansur dan
Tuheteru 2010).
Salah satu cara yang dapat dipilih untuk meningkatkan kemampuan
pertumbuhan tanaman adalah meningkatkan kualitas semainya. Pertumbuhan
tanaman yang baik bermula dari faktor pertumbuhan semai yang baik, antara lain
terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh fungi. Penyakit merupakan salah satu
faktor utama penyebab rendahnya produktivitas tanaman yang dalam kondisi
tertentu dapat menyebabkan kegagalan total pada suatu sistem petumbuhan
tanaman. Fungi adalah organisme heterotrof, dan membentuk beberapa macam
spora. Gangguan penyakit oleh fungi merupakan masalah serius dalam regenerasi
hutan dan fungi ini terkadang dapat menyebabkan terjadinya lodoh sampai
kematian berat di persemaian. Banyak dari fungi memasuki persemaian tanaman
hutan melalui benih dan menetap di dalam semai atau bibit. Salah satunya adalah
Fusarium sp. Manion (1981) mengungkapkan terdapat beberapa jenis spesies
fungi yang dapat menyebabkan penyakit lodoh, salah satunya adalah fungi dari
genus Fusarium. Beberapa spesies Fusarium yang telah diketahui menyebabkan
penyakit lodoh adalah F.solani (Mart) Sacc., F.moniliforme Sheld., F.ventricosum

2
Appel. & Wollenw, F.oxysporum Schlect, F.equiseti (Corda Sacc., F.fusarioides
(Frag.& Cif) Booth dan F.semitectum Bert. & Rav
Masalah ini semakin rumit karena pestisida sintesis yang menjadi andalan
bagi masyarakat dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman
menunjukkan ketidakefektifannya. Banyak jenis organisme pengganggu tanaman
menjadi kebal terhadap pestisida sintesis. Dalam beberapa kasus serangan
organisme pengganggu tanaman justru menunjukkan peningkatan setelah
dilakukan penyemprotan pestisida sintesis. Kasus ini sering dikenal dengan istilah
resurgensi (Soetikno 1992). Beberapa upaya pengendalian terhadap penyakit
tersebut telah banyak diteliti dan dipraktikkan, mencakup pengendalian secara
fisik, kimiawi maupun secara biologi (hayati). Salah satu pengendalian secara
biologi adalah dengan menggunakan pestisida yang berasal dari ekstrak daun
sirih. Daun sirih (Piper betle Linn.) merupakan jenis tanaman yang sangat populer
di masayrakat dan lazim digunakan sebagai tanaman obat. Selain itu, sirih
merupakan salah satu tumbuhan yang dapat difungsikan sebagai antimikroba
alami (Darwis. 1991).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pH terhadap
pertumbuhan diameter fungi Fusarium sp., pengaruh pemberian berbagai
tingkatan pH dan pengaruh penggoyangan media terhadap pertumbuhan biomassa
fungi Fusarium sp., serta pengaruh pemberian ekstrak daun sirih terhadap
pertumbuhan diameter Fusarium sp.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
respon pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. serta bobot miselia terhadap
pemberian pH media, penggoyangan serta ekstrak daun sirih, sehingga dapat
dijadikan alternatif dan bahan rekomendasi untuk pengendalian serangan
Fusarium sp. secara in vivo (di lapangan).

TINJAUAN PUSTAKA
Fusarium sp.
Menurut Agios (1988) dunia fungi dibagi sebagai berikut :
1. Oomycetes – mempunyai miselium membentuk zoospora dalam sporangium.
Zoospora mempunyai dua flagel. Oospora dibentuk oleh bersatunya inti
jantan dan betina oleh anteridium dan oogonium yang secara morfologi
berbeda.
2. Zygomycetes – membentuk spora aseksual yang tidak bergerak dalam
sporangium. Tidak membentuk zoospora. Spora seksualnya adalah zigospora,
dihasilkan oleh bersatunya dua gamet yang secara morfologinya mirip.

3
3. Ascomycetes – membentuk spora seksual yang disebut askospora.
Mempunyai hifa bersekat dan mengadakan pembiakan seksual dengan
membentuk askus.
4. Basidiomycetes – spora seksual disebut basidiospora atau sporidium,
dibentuk eksternal pada struktur pembentuk spora yang disebut basidium,
tidak bersekat atau bersekat menjadi bersel satu atau empat.
5. Deuteromycetes – meliputi fungi tidak sempurna. Fungi dengan hifa bersekat,
hanya dikenal dengan cara pembiakan aseksual, atau stadium imperfect-nya
(anamorf)
Karateristik koloni fungi ini awalnya berwarna putih kemudian berubah
menjadi keungguan, miselium di udara seperti kapas dan percabangan
konidiofornya pendek (Achmad 1997). Fusarium dalam sistem klasifikasi fungi
memiliki penggolongan sebagai berikut :
Kingdom
: Fungi
Divisi
: Eumycota
Subdivisi
: Deuteromycetes
Kelas
: Hyphomycetes
Bangsa
: Moniliales
Suku
: Tuberculariaceae
Marga
: Fusarium
Fusarium mempunya berbagai macam spora. Pada umumnya memiliki
dua jenis konidia yaitu makrononidia dan mikrokonidia Makrokonidia berbentuk
sabit atau berbentuk kait. Mikrokonidia sendiri mempunyai bentuk yang sama
atau berbeda dengan makrokonidia, yang bentuknya sama mempunyai ukuran
yang lebih kecil dan mempunyai sekat yang lebih sedikit, dan yang berbentuk
berbeda, dapat bulat, bulat telur, berbentuk ginjal, lanset dan sebagainya. Konidia
dibentuk pada miselium yang lepas di atas pseudoparenkim atau pada
sporodokium. Mikrokonidia kadang-kadang membentuk rantai. Konidia atau hifa
berwarna kelabu, dapat biru, kuning, cokelat, lembayung atau merah. Fungi ini
membentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh dengan baik pada bermacammacam medium agar. Mula-mula miselium tidak berwarna, semakin tua warna
menjadi krem (Semangun 2006). Pada miselium yang lebih tua terbentuk
klamidospora. Fungi banyak membentuk mikrokonidia bersel satu, tidak
berwarna, lonjong atau bulat telur, 6-15 x 2.5-4 μm, jarang terdapat
makronidium, berbentuk kumparan, tidak berwarna, kebanyakan bersekat dua atau
tiga, berukuran 25-33 x 3.5-5.5 μm.
Kondisi yang cocok untuk hidup fungi Fusarium sp. yaitu pada tanah
yang mempunyai kelembaban tinggi dan suhu tanah berkisar antara 5oC sampai
30oC. Suhu tanah optimum untuk berkembangnya adalah 28 oC dan kemasaman
tanah bervariasi antar 4-7. Dalam biakan murni, fungi ini dapat berkembang
dengan suhu optimum berkisar antar 25 oC sampai 30 oC dengan suhu maksimum
37 oC (Walker 1975). Pada medium agar, pH berkisar anatara 2.2-9.0 dengan pH
optimum 7 (Soesanto 2008).
Fungi Fusarium sp. adalah salah satu spesies fungi yang dapat
menyebabkan penyakit lodoh di persemaian. Fusarium sp. telah dilaporkan
menyerang sebagian besar tanaman hutan. Menurut Suharti (1972) berbagai fungi
tanah yang dapat menimbulkan penyakit lodoh atau damping-off adalah

4
Rhizoctonia sp., R.solani, Fusarium sp., dan Phytium sp. Lebih lanjut Semangun
(2006) menjelaskan bahwa tumbuhan yang baru tumbuh dan dalam keadaan
lembab dapat diserang oleh beberapa macam fungi (misalnya Rhizoctonia,
Sclerotium, Fusarium, Phytium, atau Phytopthora) yang menyebabkan pangkal
batang busuk dan tumbuhan rebah. Gejala ini sering disebut sebagai rebah semai
(damping-off). Beberapa spesies Fusarium yang telah diketahui menyebabkan
penyakit lodoh adalah F.solani (Mart) Sacc., F.moniliforme Sheld., F.ventricosum
Appel. & Wollenw, F.oxysporum Schlect., F.equiseti (Corda Sacc., F.fusarioides
(Frag.& Cif) Booth dan F.semitectum Bert. & Rav (Huang dan Kuhlman 1990).
Menurut Alexopoulos (1961) Fusarium yang bersifat parasit biasanya
menyerang pembuluh yang menyebabkan layu pada tanaman dengan cara
menyumbat jaringan penyaluran makanan dan dapat juga dengan mengeluarkan
toksin. Semangun (1996) menjelaskan bahwa Fusarium yang menjadi salah satu
penyebab penyakit pembuluh dikelompokkan dalam jenis F.oxysporum.
Daun Sirih (Piper betle Linn.)
Menurut Heyne (1987), tumbuhan ini dibudidayakan oleh suku-suku di
seluruh nusantara. Sering ditemukan beberapa tanaman yang ditanam di
pekarangan. Tanaman yang dibudidayakan untuk dijual juga diusahakan di
halaman rumah. Di Jawa, sirih paling baik tumbuh pada ketinggian 200-1000 kaki
dpl. Tumbuhan ini akan hidup optimal jika berada pada tanah yang dapat
meneruskan air (berpasir), tanah yang digarap sampai gembur, pemupukan dan
pemeliharaan terus menerus.
Tanaman sirih merupakan tanaman merambat dan mempunyai akar yang
dapat merekat pada pohon lain (Hernani dan Yuliani 1991). Dalam bahasa latin
sirih disebut P.betle Linn. (Darwis 1991). Menurut Rosman dan Suhirman (2006),
sirih dikenal dengan banyak nama, diantaranya suruh, sedah (Jawa); seuruh (Jawa
Barat), sere (Madura); sedah (Bali); ranub (Aceh); burangir (Mandailing); demban
(Toba); sirieh, cambia (Minang); manuf (Timor); ganjeng (Makasar); bido, tele
(Tidore dan Ternate); cambai (Lampung). Leko, kowak, malo, malu; dontile,
parigi (Sulawesi); gies, bido (Maluku) (Mahendra 2005).

Gambar 1 Tanaman Sirih (Piper betle Linn.)
Menurut Syamsuhidayat dan Putapea (1991), taksonomi sirih sebagai
berikut :
Divisi
: Spermatophyta

5
Subdivisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesie

: Angiospermae
: Dicotyledone
: Piperales
: Piperaceae
: Piper
: Piper betle Linn.

Tanaman ini merupakan herba perenial yang memanjat, tinggi tanaman
dapat mencapai 2-4 m. Batang berkayu lunak, bentuk bulat, beruas-ruas, beraluralur, berwarna hijau abu-abu. Daun tunggal, letak daun bersilang, bentuk
bervariasi dari bundar sampai oval, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung atau
agak bundar simetris, tepi rata, permukaan rata, pertulangan menyirip,memiliki
warna bervariasi dari kuning, hijau sampai hijau tua, berbau aromatis. Bunga
majemuk bentuk bulir, warna kuning atau hijau (Syukur dan Hernani 1999).
Pada dasarnya sirih dapat tumbuh di berbagai jenis tipe tanah dengan
struktur sedang, asalkan tanahnya subur. Ketinggian tempat berkisar 200-1.000
mdpl. Tanaman sirih akan menghasilkan daun segar apabila mendapat cahaya
matahari penuh, tanaman sirih dapat tumbuh baik di daerah sengan iklim sedang
sampai basah. Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah yang kaya humus dan
subur (Mahendra 2005). Faktor ekologi yang mempengaruhi pertumbuhan daun
sirih antara lain iklim, tinggi tempat tumbuh dan jenis tanah (Januwati dan Rosita
1991).
Manfaat dari daun sirih cukup beragam di antaranya sebagai obat sakit gigi
dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau
mulut, batuk dan serak, hidung berdarah, sariawan, keputihan, obat kumur, wasir,
tetes mata dan mengurangi produk air susu. Kandungan kimia daun sirih antara
lain adalah minyak atsiri 1-4.2%, hidroksikavicol, kavikol 7.2-16.7%, kavibetol
2.7-6.2%, allylpyrokatekol 0-9.6%, karvakrol 2.2-5.6%, eugenol 20.8-42.5%,
eugenol methyl ether 4.2-15.8%, p-cymene 1,2-2.5%, cineole 2.4-4.8%,
caryopHyllene 3.0-9.8%, cadinene 2.4-15.8%, estragol, terpenena, seskuiterpena,
fenil propana, tanin, diastase 0.8-1.8%, gula, pati (Wijayakusuma 1994). Daun
sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari berbagai senyawa seperti
kavikol, karvarol, sineol, metil kavikol, eugenol, eugenol metil eter dan kavibetol.
Selain itu juga daun sirih mengandung tanin, gula dan amilum (Syukur dan
Hernani 1991). Daun sirih segar selain banyak air, juga mengandung karbohidrat,
lemak, protein, mineral dan vitamin (Rosman dan Suhirman 2006). Menurut
Darwis (1991) bahwa daun sirih mengandung asam amino esensial kecuali lisin,
histidin dan arginin.
Aktivitas anti fungi diduga berasal dari minyak atsiri daun sirih yaitu
isoeugenol, limonene, β-pinen dan kariofilena. Senyawa mikroba adalah senyawa
kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba.
Senyawa fenol yang merupakan kompenen utama minyak atsiri diduga berperan
sebagai antimikroba dari daun sirih (Pelczar dan Reid 1979). Lestari dan Ratu
(2006) menjelaskan bahwa kandungan minyak atsiri pada daun sirih mempunyai
kegunaan sebagai antiseptik dan antibakteri. Minyak atsiri daun sirih mengandung
eugenol, seskuiterpen, pati, diatase, gula, zat samak dan chavicol yang memiliki daya
mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida. Sepertiga minyak atsiri yang diekstrak
dari daun segar terdiri dari golongan senyawa fenol yaitu eugenol yang berbau khas
dan memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan desinfektan.

6
Antimikroba merupakan komposisi kimia yang berkemampuan dalam
menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme (Volk dan Wheeler
1993). Menurut Prayogo dan Sutardi (1991) penggunaan daun sirih sebagai obat
mempunyai dasar yang kuat karena adanya kandungan minyak atsiri yang
mempunyai komponen fenol alam yang mempunyai daya antiseptik sangat kuat.
Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Ia mengandung zat
antiseptik pada seluruh bagiannya. Daunnya banyak digunakan untuk mengobati
mimisan, mata merah, keputihan, membuat suara nyaring, dan banyak lagi, termasuk
disfungsi ereksi (Marsoedi dan Saputri 2008).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium
Bioteknologi Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi IPB, Laboratorium
Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB dan Laboratrium
Mikoriza Puslitbang Kehutanan Bogor yang berlangsung dari bulan Juni 2012
sampai dengan bulan Januari 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah erlenmeyer, blender, cawan petri, botol jam,
bunsen, alumunium foil, becker glass, pH meter, pipet, otoklaf, timbangan
analitik, laminar air flow, shaker, oven, kapas, kain kasa, bor gabus, sprayer,
tissue, plastik wrap, korek api, kamera, kertas, label, penggaris dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah daun sirih yang diperoleh dari rumah pribadi, untuk
isolat adalah media PDA yang terdiri dari agar, kentang, dextrose,
chlorampenicol, NaOH, HCl, spirtus, alkohol 70%, media PDB, biakan murni
Fusarium sp. yang diperoleh dari isolat Fusarium sp. yang merupakan hasil
isolasi dari tanamamn jabon berumur 3 bulan yang terserang penyakit.
Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu persiapan,
pelaksaan, pengambilan data, dan analisis data.
Tahap Persiapan
Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Satu liter media Potato Dextrose Agar (PDA) memerlukan kentang yang
telah diiris sebesar potongan dadu direbus dengan 1000 ml aquades sampai
kentang lunak. Air rebusan tersebut disaring dan dituangkan pada wadah yag telah
ditambahkan gula atau dextrose sebanyak 20 g agar-agar putih sebanyak 15 g dan
ditambahkan aquades sampai 1000 ml. Campuran media PDA tersebut dipanaskan
hingga mendidih kemudian ditambahkan chlorampenicol, diaduk hingga merata.

7
Setelah itu dituang ke dalam erlenmeyer. Media kemudian disterilisasi
menggunakan otoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit.
Pembuatan Media Potato Dextrose Broth (PDB)
Satu liter media Potato Dextrose Broth (PDB) memerlukan kentang yang
telah diiris sebesar potongan dadu direbus dengan 1000 ml aquades sampai
kentang lunak. Air rebusan tersebut disaring dan dituangkan pada wadah yag telah
ditambahkan gula/dextrose sebanyak 20 g, dan ditambahkan aquades sampai 1000
ml. Dipanaskan mendidih dan tambahkan chlorampenicol, aduk hingga merata.
Setelah itu dituang ke dalam erlenmeyer. Media kemudian disterilisasi
menggunakan otoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit
Penyedian Isolat Fungi Patogen dan Pemurnian
Isolat yang digunakan adalah isolat murni Fusarium sp. yang diisolasi dari
tanaman jabon berumur 3 bulan. Isolasi dilakukan dengan menanam miselium dari
batang jabon yang terserang penyakit dan diperbanyak dengan menggunakan
media PDA.
Sterilisasi
Sterilisasi bahan dilakukan pada waktu pembuatan media dengan
menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Alatalat yang akan dipergunakan terlebih dulu disterilisasi. Sterilisasi alat-alat
dilakukan seperti, pada cawan petri, erlenmeyer, bor gabus, sudip dengan cara
memasukkan ke dalam oven selama 24 jam dalam suhu 60oC. Cawan petri dan
erlenmeyer yang akan dipergunakan disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit
pada suhu 121oC, tekanan 1 atm. Sedangkan bor gabus dan sudip disterilisasi pada
saat akan, selama dan setelah pemakaian, dengan cara dipanaskan dengan
menggunakn api bunsen hingga membara. Sterilisasi alat ini dilakukan untuk
mencegah agar tidak ada mikroorganisme yang menempel pada alat-alat tersebut,
sehingga dalam melakukan kegiatan inokulasi tidak terjadi kontaminasi.
Kebersihan lingkungan kerja dapat dijaga dengan membatasi orang-orang
yang memasuki ruangan serta membersihkan ruangan dengan desifektan.
Sebelum, selama dan setelah digunakan permukaan tempat kerja (laminar air
flow) dibersihkan dengan Alkohol 70% menggunakan sprayer dan dibersihkan
dengan menggunakan tissue. Blower atau peniup udara pada laminar air flow
dinyalakan sebelum dan selama pemakaian untuk menghindari kontaminan yang
air borne. Selain itu sebelum pemakaian laminar air flow dapat disterilisasi
dengan menggunakan lampu UV yang dinyalakan selama beberapa menit.
Peremajaan Fusarium sp.
Peremajaan fungi dilakukan agar kondisi fungi yang akan dipergunakan
dalam keadaan baik. Peremajaan ini dilakukan dengan menggunakan media PDA.
Isolat fungi yang akan diremajakan diambil dengan menggunakan bor gabus dan
dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi media, proses ini dilakukan di
dalam laminar air flow. Tujuan dari peremajaan fungi adalah untuk membuat stok
isolat Fusarium sp., agar jika dalam penelitian ini terjadi kontaminasi, maka untuk

8
penanggulangannya dibuat isolat yang baru yang inokulumnya diambil dari stok
ini. Pembuatan stok ini menggunakan media PDA yang ditaruh di tabung reaksi
dan diletakkan miring sehingga menjadi agar miring yang akan dipergunakan
untuk pembuatan stok fungi. Agar miring yang telah diinokulasi disimpan dalam
lemari pendingin agar dapat bertahan lama.
Inokulasi
Inokulasi dilakukan dengan cara media PDA dituang ke dalam cawan
petri berukuran 9 cm yang kemudian didinginkan, selanjutnya ditanam satu
potongan inokulum Fusarium sp. berdiameter 8 mm pada bagian tengah media.
Inokulum Fusarium sp. diambil dengan bor gabus berdiameter 8 mm. Setelah itu
petri ditutup dan disegel menggunakan plastik wrap. Biakan kemudian diinkubasi
sampai fungi memenuhi cawan petri. Setiap perlakuan dilakukan dengan 3
ulangan, dan tiap ulangan terdiri atas satu biakan dalam cawan petri.
Tahap Pelaksanaan
Pertumbuhan Diameter Koloni Fusarium sp. pada Media PDA dengan
Beberapa tingkatan pH
Biakan murni Fusarium sp. dipotong dalam laminar air flow menggunakan
cork borer Ø 8 mm. Kemudian ditanam tepat di tengah-tengah cawan petri berisi
PDA yang diberi perlakuan pH kontrol (6.8), 2, 4, 6, dan 8. Media PDA yang
berpH basa sebelumnya telah ditambahkan larutan NaOH dan untuk media PDA
yg berpH masam ditambahkan latutan HCl. Setelah itu diinkubasi selama 7 hari.
Pengamatan dilakukan tiap 24 jam dengan mengukur diameter koloni.
Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 5 satuan
percobaan dan 3 ulangan. Satuan percobaannya berupa media PDA dengan pH 2
(F2), pH 4 (F4), pH 6 (F6), pH 8 (F8). Sedangkan untuk kontrol (Fk) yaitu dengan
pH normal 6,25.
Perhitungan pertumbuhan diameter miselia Fusarium sp. dilakukan dengan
cara mengukur diameter arah radial. Rumus perhitungannya sebagai berikut :
Diameter arah radial = Ø x + Ø y
2
Øx
Øy
Keterangan :
Ø x : panjang miselia arah vertikal
Ø y : panjang miselia arah horizontal
Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp. pada media PDB dengan
Beberapa Tingkatan pH
Satu potong koloni Fusarium sp. (Ø 8 mm) ditanam pada media PDB
dengan 5 tingkatan pH, yaitu: kontrol (6,8), 2, 4, 6, dan 8. Media PDA yang
berpH basa sebelumnya telah ditambahkan larutan NaOH dan untuk media PDA
yg berpH masam ditambahkan latutan HCl. Pada hari ke 7 setelah tanam, dihitung
bobot kering miselianya.

9
Pada hari ke 7 setelah tanam, biakan Fusarium sp. dipisahkan antara media
PDB dengan miselianya. Pemisahan ini dilakukan dengan menyaring miselia
Fusarium sp. dari media tumbuhnya dengan kertas saring yang telah diketahui
berat keringnya (dioven 24 jam pada suhu 60°C). Miselia Fusarium sp. pada
kertas saring kemudian dioven selama 24 jam pada suhu 60°C, sehingga akan
didapatkan bobot kering miselia Fusarium sp. dan kertas saring. Sedangkan bobot
kering miselianya didapatkan dengan perhitungan sebagai berikut:
Bobot kering miselia = (Bobot kering kertas saring + Bobot kering miselia) –
Bobot kering kertas saring
Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 5 satuan
percobaan dan 3 ulangan. Satuan percobaannya berupa media PDB dalam botol
jam dengan pH 2 (F2), pH 4 (F4), pH 6 (F6), pH 8 (F8), sedangkan untuk kontrol
(Fk) yaitu dengan pH normal 6,8.
Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp. pada Media PDB dengan
Beberapa Tingkatan Penggoyangan
Satu potong koloni Fusarium sp. (Ø 0,8 cm) ditanam pada media PDB
dalam tabung erlenmeyer dengan 4 tingkatan penggoyangan, yaitu: 0 rpm, 50
rpm, 100 rpm, dan 150 rpm. Pada hari ke 7 setelah tanam, biakan Fusarium sp.
dipisahkan antara media PDB dengan miselianya. Pemisahan ini dilakukan
dengan menyaring miselia Fusarium sp. dari media tumbuhnya dengan kertas
saring yang telah diketahui berat keringnya (dioven 24 jam pada suhu 60°C).
Miselia Fusarium sp. pada kertas saring kemudian dioven selama 24 jam
pada suhu 60°C, sehingga akan didapatkan bobot kering miselia Fusarium sp.dan
kertas saring. Sedangkan bobot kering miselianya didapatkan dengan perhitungan
sebagai berikut:
Bobot kering miselia = (Bobot kering kertas saring + Bobot kering miselia) –
Bobot kering kertas saring
Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 5 satuan
percobaan dan 3 ulangan. Satuan percobaannya berupa media PDB dalam botol
jam dengan tingkat penggoyangan 50 rpm (F50), 100 rpm (F100), 150 rpm
(F150). Sedangkan untuk kontrol (Fk) tidak diberi perlakuan penggoyangan (0
rpm).
Pengujian Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (EDS) terhadap Pertumbuhan
Diameter Koloni Fusarium sp.
Perlakuan yang diuji adalah tingkat konsentrasi ekstrak daun sirih yang
ditambahkan ke media (Potato Dextrose Agar) PDA untuk menumbuhkan
Fusarium sp. Tingkat konsentrasi ekstrak daun sirih yang diujikan adalah 0%
(kontrol), 10% , 20%, 30%, dan 40% dengan 3 ulangan.
Ekstrak daun sirih disiapkan dengan prosedur berikut. Ambil 100 g daun
sirih, cuci daun sirih kemudian dimasukkan ke dalam blender dan ditambah 100
ml air steril, selanjutnya diblender sampai halus. Ekstrak kemudian disaring
dengan kain kasa, hasil saringannya ditampung dalam labu erlenmeyer ataupun
botol jam yang kemudian direbus selama 1 jam. Selanjutnya disterilkan dalam
otoklaf pada tekanan 1.5 atm dan suhu 121 oC (Amami 1997). Pembuatan larutan
ekstrak daun sirih berbagai konsentrasi dilakukan dengan mencampurkan ekstrak

10
dengan air steril berdasarkan perbandingan volume hingga diperoleh volume akhir
larutan 10 ml.
Tabel 1 Pembuatan konsentrasi ekstrak daun sirih (EDS)
Konsentrasi EDS
Volume EDS
Volume aquades
(%)
(%)
(ml)
0
0
10
10
1
9
20
2
8
30
3
7
40
4
6

Volume total
(ml)
10
10
10
10
10

Pengujian pengaruh ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Fusarium
sp. disiapkan dengan prosedur berikut. Ke dalam cawan petri diameter 9 cm
dituangkan 2 ml ekstrak daun sirih sesuai konsentrasi yang diujikan, kemudian
ditambahkan 10 ml media PDA. Untuk tingkat konsentrasi ekstrak daun sirih 0%
(kontrol) maka yang ditambahkan adalah 2 ml air steril dan 10 ml media PDA.
Cawan petri kemudian digoyang-goyang agar ekstrak dan media tercampur
merata, selanjutnya didiamkan agar media membeku dan dingin.
Biakan murni Fusarium sp. dipotong dalam laminar air flow menggunakan
cork borer Ø 8 mm. Kemudian ditanam tepat di tengah-tengah cawan petri berisi
PDA yang diberi perlakuan konsentrasi ekstrak daun sirih 0%, 10%, 20%, 30%,
dan 40%. Setelah itu diinkubasi selama 7 hari. Pengamatan dilakukan tiap 24 jam
dengan mengukur diameter koloni.
Perlakuan terdiri atas satu faktor. Faktor konsentrasi ekstraksi daun sirih
dengan satuan percobaannya sebanyak 3 ulangan, dimana F10 adalah konsentrasi
10%, F20 adalah konsentrasi 20%, F30 adalah konsentrasi 30%, dan f40 adalah
konsentrasi 40%. Sedangkan untuk konsentrasi 0% (kontrol) adalah Fk, tidak
diberi perlakuan konsentrasi ekstrak daun sirih .
Perhitungan pertumbuhan diameter miselia Fusarium sp. dilakukan dengan
cara mengukur diameter arah radial. Rumus perhitungannya sebagai berikut :
Diameter arah radial = Ø x + Ø y
2
Øx
Øy
Keterangan :
Ø x : panjang miselia arah vertikal
Ø y : panjang miselia arah horizontal

Rancangan Percobaan
Analisis statistik dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pH media, penggoyangan dan pemberian ekstrak daun sirih terhadap
pertumbuhan Fusarium sp. Rancangan percobaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan masing-masing
percobaan sebanyak 5 satuan percobaan untuk pH media, 5 satuan percobaan

11
untuk pemberian ekstrak daun sirih serta 4 satuan percobaan untuk penggoyangan
media dengan masing satuan percobaan sebanyak 3 ulangan.
Analisis Data
Analisis statistik dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pH media, penggoyangan dan pemberian ekstraksi daun sirih terhadap
pertumbuhan Fusarium sp. Rancangan percobaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan masing-masing
percobaan sebanyak 5 satuan percobaan untuk pH dan pemberian ekstraksi daun
sirih serta 4 satuan percobaan untuk penggoyangan dengan masing-masing satuan
oercobaan sebanyak 3 ulangan.

Yij
μ
αi
εij

Model umum yang digunakan :
Yij : μ + αi + εij, keterangan :
: Nilai respon pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. Pada masingmasing percobaan (pH, penggoyangan dan konsentrasi EDS) ke-i dan
ulangan ke-j
: Nilai rata-rata umum satuan percobaan
: Konsentrasi (pH media, penggoyangan media dan EDS) ke-i
: Galat percobaan perlakuan (pH media, penggoyangan media dan EDS)
ke-i dan ulangan ke-j

Uji lanjutan :
Untuk mengetahui respon yang diberikan dari masing-masing perlakuan
dilakukan uji lanjutan yang digunakan adalah uji jarak berganda Duncan,
menggunakan progam SPSS versi 16.0 untuk sumber keragaman yang
berpengaruh nyata. Jika :
a. Psig > 0.05, maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter
yang diamati
b. Psig ≤ 0. 05, maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
parameter yang diamati. Jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan
uji lanjut Duncan`s Multiple Range Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian macam pH
media, penggoyangan serta pemberian ekstrak daun sirih berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan Fusarium sp. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 2.
Pertumbuhan Diameter Koloni Fusarium sp. pada Media PDA dengan
Beberapa Tingkatan pH
Penelitian menunjukan bahwa derajat kemasaman (pH) pada media PDA
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp.
Tabel 2 menyajikan pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. per hari.

12
Tabel 2 Hasil uji Duncan pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. pada media
PDA dengan beberapa tingkatan pH
Diameter koloni (cm) hari ke1

Perlakuan pH
media

1

2

3

4

5

6

7

kontrol (6.8)

0.7667a

1.917a

2.9833a

4.02 a

5.27a

6.867a

8.00a

2

0.000d

0.000d

0.000d

0.00c

0.00c

0.000c

0.00c

4

0.5167b

1.433b

2.4667b

4.24a

5.30a

6.367a

7.30a

6

0.4333c

1.150c

1.9167c

2.6b

3.53b

3.537b

5.52b

b

a

3.42
6.083
8
0.7000a
1.833a
2.7500ab
4.63ab
7.50a
1) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada
selang kepercayaan 95% berdasarkan uji jarak berganda Duncan

Pertumbuhan miselia pada media PDA terbaik terdapat pada media PDA
kontrol (6.8) diikuti oleh pertumbuhan pada media PDA pH 8, pH 4 dan pH 6.
Pengamatan terbaik untuk pertumbuhan miselia dilihat dari diameter isolat yang
dapat memenuhi cawan petri terlebih dahulu. Jangka waktu yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan miselia Fusarium sp. pada media pH kontrol sampai
memenuhi cawan petri adalah selama 7 hari. Koloni pada perlakuan pH 4, pH 6
dan pH 8 mengalami pertumbuhan yang lebih lambat. Pada ketiga perlakuan pH
tersebut miselia tidak dapat memenuhi cawan petri. Pada perlakuan pH 2 diameter
koloni Fusarium sp. tidak bertambah, tetapi Fusarium sp. tetap tumbuh, hal ini
ditandai dengan adanya bintik-bintik berwarna pink dan berkelompok. Koloni
Fusarium sp. pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2 dan
Gambar 3 penampakan mikrograf dari Fusarium sp.

Gambar 2 Koloni Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari pada media PDA
dengan beberapa tingkatan pH

Gambar 3 Mikrograf Fusarium sp. (a) hifa; (b) mikrokonidia; (c) makrokonidia
Mikrokonidia Fusarium sp. mempunyai bentuk yang sama atau berbeda
dengan makrokonidia, yang bentuknya sama mempunyai ukuran yang lebih kecil
dan mempunyai sekat yang lebih sedikit. Sedangkan yang berbentuk berbeda,

13
dapat bulat, bulat telur, berbentuk ginjal, lanset dan sebagainya. Konidia dibentuk
pada miselium yang lepas, di atas pseudoparenkim atau pada sporodokium.
Konidia atau hifa berwarna kelabu, dapat biru, kuning, cokelat, lembayung atau
merah (Semangun 2006). Selain itu Menurut Semangun (2004), fungi ini
membentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh dengan baik pada bermacammacam medium agar.
Pertumbuhan suatu fungi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
oksigen, karbondioksida dan pH (Stakman dan Harrar 1957). Menurut Sarles et al.
(1956), semua mikroorganisme mempunyai pH optimum, dimana mereka dapat
tumbuh baik, serta pH minimum dimana sebagian besar reaksinya asam yang
membuat pertumbuhan mereka akan terhambat. Sebagian besar pH maksimum
reaksinya adalah alkali atau basa yang memungkinkan mereka tumbuh.
Hasil pengukuran pH pada media PDA ini menunjukan Fusarium sp.
tumbuh baik pada media PDA kontrol diikuti pada media PDA pH 8, pH 4, pH 6,
dan pH 2. Hasil percobaan ini menunjukan Fusarium sp. tumbuh baik pada media
dengan kisaran pH 4–8 sedangkan pada pH 2 diameter koloni Fusarium sp. tidak
bertambah tetapi Fusarium sp. tetap tumbuh, hal ini terjadi karena kondisi pH
pada medi PDA yang terlalu asam. Menurut Walker (1957), fungi F.oxysporum
penyebab layu pada tanaman tomat tumbuh baik pada medium dengan kisaran pH
3.6-8.4. Booth (1971) menjelaskan bahwa pH yang digunakan dalam pembiakkan
F.oxysporum adalah 6.5-7.0.
Hidayat (2005) menjelaskan bahwa pengaruh pH adalah pada aktivitas
enzim. Pemecahan molekul kedalam ion-ion pada membran permeabel
dipengaruhi juga oleh pH. Sebagai contoh ada beberapa kasus suatu spesies fungi
dilaporkan tidak dapat memanfaatkan suatu zat tertentu, tetapi studi lebih lanjut
menunjukkan bahwa pH optimum dapat membuat zat tersebut melewati membran
kemudian dimanfaatkan oleh fungi. Selain itu pH mempunyai efek terhadap
proses metabolik, sehingga fungi mampu menggunakan zat tertentu untuk
mendapatkan kebutuhan nutrisinya.

Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp. pada media PDB dengan
Beberapa Tingkatan pH
Hasil penelitian menunjukan bahwa derajat kemasaman (pH) memberikan
pengaruh nyata terhadap biomasaa Fusarium sp. Tabel 3 menyajikan bobot kering
miselium yang telah diinkubasi selama 7 hari pada media PDB.
Tabel 3 Hasil uji Duncan bobot biomassa Fusarium sp. pada media PDB dengan
beberapa tingkatan pH
Perlakuan pH media
Bobot biomassa (g)1
kontrol (6.25)
0.12500b
2
0.0700d
4
0.14400a
6
0.12967b
8
0.10700c
1) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada
selang kepercayaan 95% berdasarkan uji jarak berganda Duncan

14
Hasil penelitian menunjukan bahwa derajat kemasaman (pH) memberikan
pengaruh nyata terhadap biomasaa Fusarium sp. Hasil pengamatan pertumbuhan
biomassa diperoleh bahwa Fusarium sp. tumbuh optimum pada pH 4 diikuti pada
pH 6, pH kontrol 6.25, pH 8 dan pH 2. Ramli (1997) menyatakan bahwa pH
optimum untuk pertumbuhan F.proliferatum adalah 5.5 dan untuk F.moniliforme
adalah pH 7. Hal ini sama dengan pada media padat, dimana pada media padat
Fusarium sp. tumbuh baik pada kisaran pH 4-8. Biomassa Fusarium sp. pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4 Biomassa Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari pada media
PDB dengan tingkatan pH

Gambar 5 Biomassa Fusarium sp. setelah disaring dan dioven selama 24 jam
pada beberapa tingkatan pH
Menurut Moore (1972), pengaruh pH terhadap pertumbuhan ada dua.
Pengaruh yang pertama adalah terdapatnya ion logam. Ion logam ini dapat
berbentuk kompleks dan pada tingkat pH tertentu sulit dipecahkan/diuraikan.
Pengaruh kedua adalah pada permeabilitas sel yang dapat berubah pada tingkat
kemasaman atau kebasaan yang berbeda. Akibatnya yang terutama dapat terlihat
pada senyawa-senyawa yang mengalami ionisasi. Penjelasan yang mungkin
adalah pada pH rendah membran protoplasma menjadi dipenuhi dengan ion
hidrogen, sehingga aliran kation-kation yang esensial terhambat, sebaliknya pada
pH tinggi membran protoplasma dipenuhi dengan ion hidroksil dengan demikian
akan menghambat aliran anion-anion yang esensial. Pada pH rendah asam ρaminobenzoik berada sebagai asam bebas, selain itu pH rendah merupakan
kondisi yang baik untuk pengambilan vitamin. Pada pH 6 membutuhkan delapan
kali lebih banyak asam ρ-aminobenzoik dibanding pada pH 4 untuk mendukung
pertumbuhan fungi.
Selanjutnya Moore (1972) menjelaskan bahwa konsentrasi ion hidrogen
eksternal dapat mempengaruhi pH sel, yang dapat menyebabkan perubahan
aktivitas enzim. Enzim tidak dapat aktif pada pH yang ekstrim, tetapi mereka
mempunyai tingkat pH optimum yang berbeda untuk aktivitasnya. Beberapa aktif
pada larutan asam lemah dan sebagian aktif pada larutan basa lemah. Derajat
kemasaman (pH) optimum untuk enzim adalah antara pH 4.0-8.0 dan pH yang

15
tidak menguntungkan dapat mengubah kemampuan normal dari sel. Giffin (1981)
menjelaskan bahwa pH sebagian besar berpengaruh pada unsur-unsur medium.
Pengaruh yang nyata yaitu pada aktivitas metabolisme pada bagian-bagian
dinding sel dan bagian permukaan membran luar. Di samping itu pH medium
biasanya berubah 0.2-0.4 ketika di otoklaf.

Pertumbuhan Biomassa Miselia Fusarium sp.
pada media PDB dengan Beberapa Tingkatan Penggoyangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan penggoyangan
memberikan pengaruh nyata terhadap biomassa Fusarium sp.
Tabel 4 Hasil uji Duncan bobot biomassa Fusarium sp. pada Media PDB dengan
beberapa tingkatan penggoyangan

1)

Perlakuan penggoyangan
Bobot biomassa (g)1
kontrol ( 0 rpm)
0.04333c
50 rpm
0.09400b
100 rpm
0.12233a
150 rpm
0.057c
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada
selang kepercayaan 95% berdasarkan uji jarak berganda Duncan

Hasil pengamatan pertumbuhan biomassa diperoleh bahwa Fusarium sp.
tumbuh lebih baik pada kecepatan penggoyangan sebesar 100 rpm, diikuti oleh
kecepatan penggoyangan sebesar 50 rpm, 150 rpm dan terakhir kontrol (0 rpm).
Biomassa Fusarium sp. pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar
6 dan Gambar 7.

Gambar 6 Biomassa Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari pada media
PDB dengan tingkatan penggoyangan (a) kontrol (0 rpm); (b) 50 rpm;
(c) 100 rpm; (d) 150 rpm

Gambar 7 Biomassa Fusarium sp. setelah disaring dan dioven selama 24 jam
(a) kontrol (0 rpm); (b) 50 rpm; (c) 100 rpm; (d) 150 rpm
Hasil pemberian penggoyangan terhadap pertumbuhan biomassa Fusarium
sp. menunjukkan bahwa bobot biomassa pada media yang diberi penggoyangan

16
lebih tinggi dibandingakan dengan media tanpa penggoyangan. Tingkat
penggoyangan 100 rpm memberikan bobot biomassa Fusarium sp. tertinggi.
Bobot biomassa tertinggi yaitu pada tingkat penggoyangan 50 rpm, selanjutnya
150 rpm, dan 0 rpm (tanpa penggoyangan). Menurut Booth (1971), untuk
meningkatkan sporulasi F.oxysporum dapat digunakan shaker selama empat hari.
Pemberian penggoyangan pada media cair berhubungan dengan pemberian
aerasi. Stakman dan Harrar (1957) menjelaskan bahwa sebagian besar patogen
tanaman adalah aerob dan oleh karena itu persediaan oksigen yang cukup
diperlukan agar pertumbuhannya maksimum. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa pada tingkat penggoyangan 100 rpm dan 50 rpm dihasilkan bobot biomssa
yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Fusarium sp. tumbuh dengan baik,
namun pada kecepatan penggoyangan 150 rpm dan 0 rpm (tanpa penggoyangan)
bobot biomassa mengalami penurunan. Menurut Hidayat (2005), komponen udara
yang paling banyak digunakan adalah oksigen dan karbondioksida. Fungi
merupakan spesies aerobik dan oksigen cukup diperlukan untuk pertumbuhan
miselia, namun tetap memiliki ambang batas untuk pertumbuhan yang optimal.

Pengujian Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (EDS) terhadap Pertumbuhan
Diameter Koloni Fusarium sp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun sirih
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp.
Meskipun demikian pertumbuhan diameter koloni yang terjadi dalam setiap unit
percobaan cukup beragam, dimana beragam dalam hal ukuran diameter koloni
maupun hari pertumbuhan.
Pada hari ke 1, diperoleh bahwa Fusarium sp. tumbuh baik dan tumbuh
cepat pada perlakuan kontrol (konsentrasi 0%). Sama halnya pada pengamatan
hari ke 1, pengamatan hari ke 2 sampai hari ke 7 Fusarium sp. dapat memenuhi
cawan petri, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan koloni Fusarium sp. lebih
cepat pada perlakuan kontrol dibandingkan dengan ekstrak daun sirih konsentrasi
10%, 20%, 30% dan 40%. Pada hari pertama, pertumbuhan Fusarium sp. terjadi
hanya pada perlakuan kontrol dan konsentrasi 10 %. Pertumbuhan Fusarium sp.
pada ekstrak daun sirih konsentrasi 20% terjadi pada hari ke 3, sedangkan pada
konsentrasi 30% dan 40% koloni baru tumbuh pada hari ke 4. Tabel 5 menyajikan
pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. per hari.
Tabel 5 Hasil uji Duncan pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. pada
pengujian ekstrak daun sirih (EDS)
Diameter koloni (cm) hari ke1
Perlakuan
Ekstrak EDS
1
2
3
4
5
6
7
kontrol (0%)
0.717a
1.683a
2.667a
3.9333a
4.817a
6.4333a
8.00a
10%
0.583b
1.283b
2.000b
3.0000b
4.333b
5.2500b
6.45b
c
c
c
c
c
c
20%
0.000
0.000
3.17
1.3333
2.233
2.6833
4.30c
c
c
d
d
d
d
30%
0.000
0.000
0.000
0.3500
0.983
1.7333
2.32d
c
c
d
d
d
e
40%
0.000
0.000
0.000
0.2667
0.717
1.2667
1.58e
1) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada
selang kepercayaan 95% berdasarkan uji jarak berganda Duncan

17
Hasil pengamatan menunjukan pertumbuhan miselia dengan pemberian
ekstrak daun sirih terbaik adalah pada perlakuan kontrol, diikuti oleh pertumbuhan
miselia pada perlakuan ekstrak daun sirih konsentrasi 10%, konsentrasi 20%,
konsentrasi 30%, dan terakhir konsentrasi 40%. Dilihat dari pertumbuhan miselia
Fusarium sp., pemberian ekstrak daun sirih berpengaruh nyata untuk menghambat
pertumbuhan Fusarium sp. Semakin besar konsentrasi ekstrak daun sirih,
pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. semakin terhambat. Koloni Fusarium
sp. pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Koloni Fusarium sp. setelah diinkubasi selama 7 hari dengan beberapa
tingkatan konsentrasi ekstrak daun sirih
Pertumbuhan diameter koloni Fusarium sp. terjadi pada setiap unit
percobaan dengan diameter koloni yang berbeda. Pertumbuhan diameter koloni
Fusarium sp. pada perlakuan kontrol (konsentrasi 0%) menunjukkan pertumbuhan
yang tercepat, sementara pemberian ekstrak daun sirih dengan berbagai
konsentrasi menunjukan pertumbuhan yang lebih lambat, dan konsentrasi ekstrak
daun sirih 40% menunjukkan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
diameter koloni Fusarium sp. yang terbaik. Hal ini membuktikan bahwa
pemberian ekstrak daun sirih dapat menghambat pertumbuhan diameter koloni
Fusarium sp., dimana semakin tinggi konsentrasi daun sirih, semakin lambat pula
pertumbuhan miselia Fusarium sp.
Daun sirih secara umum telah dikenal masyarakat sebagai bahan obat
tradisional. Penggunaan daun sirih adalah sebagai pestisida. Kata pestisida berasal
dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Pestisida
adalah