Uji efek analgetik dan anthiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sisrih (piper betle, linn secara in vivo

(1)

ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn)

SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Far)

Oleh : ALFI INAYATI

106102003392

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

NAMA : ALFI INAYATI

NIM : 106102003392

JUDUL : UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt. Nurmeilis, M.Si, Apt. NIP : 195012271980031003 NIP:197404302005012003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. NIP. 1956010619851010001


(3)

iii

UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN SIRIH (Piper betle L.) SECARA IN VIVO

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh Alfi Inayati

NIM: 106102003392 Menyetujui, Pembimbing:

1. Pembimbing I Drs. Ahmad Musir, M.Sc., Apt. ... 2. Pembimbing II Nurmeilis M.Si., Apt. ... Penguji:

1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ... 2. Anggota Penguji I Eka Putri, M.Si., Apt. ... 3. Anggota Penguji II Zilhadia, M.Si., Apt ... 4. Anggota Peguji III Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And Tanggal lulus : 6 September 2010


(4)

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Penulis

Alfi Inayati


(5)

v

JUDUL : UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI

EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO

Daun sirih (Piper betle, Linn) merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional dan telah lama digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle, Linn) sebagai analgetik dan antiinflamasi. Penelitian pertama merupakan penelitian uji efek analgetik menggunakan metode

writhing test, dengan asam mefenamat 0,5% b/v dosis 91 mg/kgBB mencit

sebagai kontrol positif dan asam asetat 0,5% sebagai senyawa perangsang nyeri, sedangkan penelitian kedua merupakan penelitian uji efek antiinflamasi menggunakan metode edema buatan pada telapak kaki tikus dengan menggunakan karagenan 2% sebagai zat pembuat udem dan natrium diklofenak dengan dosis 5,14 mg/kgBB sebagai kontrol positif. Subjek yang digunakan untuk uji efek analgetik adalah mencit putih jantan galur Deutche Denken Yoken (DDY) dengan variasi dosis 216 mg/kgBB, 432 mg/kgBB dan 864 mg/kgBB, sedangkan untuk uji efek antiinflamasi menggunakan tikus putih betina galur Sprague Dawley (SD) dengan variasi dosis 108 mg/kgBB, 216 mg/kgBB dan 432 mg/kgBB yang diberikan peroral sebagai praperlakuan untuk kedua penelitian ini. Dari hasil analisis menunjukkan ekstrak etanol 70% daun sirih memberikan efek analgetik dengan dengan persen inhibisi analgetik nya terbesar 84,80% pada dosis 864 mg/kgBB, sedangkan untuk efek antiinflamasi menunjukkan persen inhibisi udem tertinggi pada jam ke-1 dan menurun pada jam ke-4 dari ketiga variasi dosis ekstrak tersebut. Pada uji ANOVA menunjukan adanya perbedaan bermakna antara setiap dosis ekstrak dengan kontrol negatif (ρ≤ 0,05) dan pada dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna dengan kontrol positif pada taraf uji 0,05 (ρ≥ 0,05).


(6)

vi

TITLE : EFFECT ANALGESIC AND ANTIINFLAMMATORY ASSAY

ETHANOL 70% EXTRACT OF BETEL LEAVES (Piper betle, Linn) In Vivo

Betel leaves (Piper betle, Linn) is one of the plants used as traditional medicine and has long been used by communities. This research was carried out to determine the effect of betel leaves extract (Piper betle, Linn) as an analgesic and anti-inflammatory. The first study is a research test analgesic effect using the writhing test method, with 0.5% dose of mefenamic acid 91 mg/kg body weight of mice as a positive control and 0.5% acetic acid as a compound stimulus pain, while the second is a research study testing anti-inflammatory effects using artificial edema in rat foot using 2% carrageen an as a chorale maker edema and sodium diclofenac at a dose of 5.14 mg / kg as positive control. Subjects who used to test the analgesic effect is strain white male mice Deutche Denken Yoken (DDY) by altering the dose 216 mg/kg body weight, 432 mg/kg body weight and 864 mg/kg body weight, whereas for testing anti-inflammatory effects using female white rat strains Sprague Dawley (SD) with a variety of doses 108 mg/kg body weight, 216 mg/kg body weight and 432 mg/kg body weight given per oral as pre treatment for both the research. From the results of the analysis showed the ethanol extract of betel provide analgesic effects with a percent inhibition of its analgesic largest for 84,80% of the dose 864 mg/kg BW, while for the anti-inflammatory effects showed percent inhibition of shows the percent inhibition of edema highest on hour-1 and decreased at the 4th hour of the three variations of the extract dose. In the ANOVA showed that there were significant differences between each dose of the extract with the negative control (ρ ≤ 0,05) and at high doses there was no significant difference with the positive control at test level of 0.05 (ρ≥ 0.05).


(7)

vii

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Uji Efek Analgetik dan Antiinflamasi Ekstrak Etanol 70% Daun Sirih (Piper betle, Linn) Secara In Vivo, dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pada Kesempatan ini, diucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt., selaku pembimbing I dan Nurmeilis, M.Si, Apt selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan juga kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof.Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd.

2. Ketua Program Studi Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt.

3. Kedua Orang tuaku, kakakku Miftakhul Kamilah, Tantowi Jauhari, sepupuku Ulya Risky Rufaida dan segenap sekeluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual hingga selesainya skripsi ini.

4. Kak Via, Kak Eris, Mas tonny terima kasih selalu membantu saya selama penelitian.


(8)

viii

Ela, Syifa, Eka Y, Alim, Erni, Adrian, Fikri, Azis, Dhani, Nino, Sobir, Wida, Nuki, Erika, Dina, Amalia, Febri, Putrisa, Ami serta teman-teman semester 8 kelas A.

6. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca untuk kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Harapan penulis laporan penelitian ini dapat berguna bagi pihak yang terkait.

September, 2010


(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.) ... 5

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 5

2.1.2 Nama Daerah ... 5

2.1.3 Bagian Tanaman yang Digunakan ... 6

2.1.4 Deskripsi Daun Sirih (Piperis Folium) ... 6

2.1.6 Habitat ... 6

2.1.7 Kandungan Kimia ... 7

2.1.8 Khasiat ... 7

2.2 Simplisia 2.2.1 Pengertian Simplisia... 8

2.3 Ekstrak ... 8

2.3.1 Ekstraksi ... 9

2.3.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ... 10

2.4 Nyeri ... 11

2.4.1 Patofisiologi Nyeri ... 11

2.5 Analgetik ... 12

2.5.1 Asam mefenamat ... 13

2.5.2 Beberapa percobaan untuk menentukan efek analgetik ... 13

2.6 Inflamasi ... 15

2.6.1 Definisi Inflamasi ... 15

2.6.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi ... 15

2.6.3 Macam-macam inflamasi ... 16

2.6.4 Golongan obat antiinflamasi ... 17

2.6.5 Natrium diklofenak ... 18


(10)

x BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

4.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 23

4.2.1 Alat Penelitian ... 23

4.2.2 Bahan Penelitian... 23

4.2.3 Bahan Kimia... 24

4.2.4 Bahan Pereaksi ... 24

4.2.5 Hewan Percobaan ... 24

4.3 Prosedur Penelitian... 25

4.3.1 Determinasi Tanaman ... 25

4.3.2 Penyiapan Bahan yang digunakan ... 25

4.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih ... 25

4.3.4 Pembuatan sediaan ... 26

4.3.5 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak ... 27

4.3.6 Penapisan Fitokimia ... 29

4.4 Uji Analgetik dan Antiinflamasi ... 32

4.4.1 Aklimatisasi dan Pengelompokkan Hewan Percobaan ... 32

4.4.2 Pengujian Efek Analgetik ... 35

4.4.3 Uji antiinflamasi ... 36

4.4.4 Analisa Data ... 38

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 39

5.1.1 Determinasi Tanaman ... 39

5.1.2 Ekstraksi ... 39

5.1.3 Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak ... 39

5.1.4 Penapisan Fitokimia ... 40

5.2 Hasil Uji Analgetik ... 41

5.3 Hasil Uji Antiinflamasi ... 43

5.4 Pembahasan ... 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(11)

xi

Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji analgetik... 34

Tabel 2. Pembagian kelompok hewan uji antiinflamasi ... 34

Tabel 3. Hasil ekstraksi ... 39

Tabel 4. Hasil pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak ... 39

Tabel 5. Hasil penapisan fitokimia ekstrak daun sirih ... 40

Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah geliat ... 41

Tabel 7. Persentase inhibisi geliat ... 42

Tabel 8. Rata-rata volume udem (mL) ... 43

Tabel 9. Rata-rata persen udem ... 44

Tabel 10. Persen inhibisi udem ... 45

Tabel 11. Conversion of animal doses to HED based on BSA ... 75

Tabel 12. Susut pengeringan pada simplisia ... 81

Tabel 13. Kadar abu simplisia ... 82

Tabel 14. Kadar abu tak larut asam simplisia ... 83

Tabel 15. Kadar air pada ekstrak... 84

Tabel 16. Kadar abu pada ekstrak ... 85

Tabel 17. Kadar abu tak larut asam pada ekstrak... 85

Tabel 18. Data persen inhibisi geliat pada kelompok perlakuan ... 87

Tabel 19. Pengukuran volume udem telapak kaki tikus yang diinduksi Karagenan pada masing-masing perlakuan ... 89

Tabel 20. Persentase udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan Pada masing-masing perlakuan ... 90

Tabel 21. Persentase inhibisi udem telapak kaki tikus setelah diinduksi Karagenan pada masing-masing perlakuan ... 91


(12)

xii

Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah geliat rata-rata ...41

Gambar 2. Grafik persentase inhibisi geliat terhadap kelompok perlakuan ...42

Gambar 3. Grafik rata-rata volume udem terhadap waktu ...43

Gambar 4. Grafik hubungan persen rata-rata udem terhadap waktu ...44

Gambar 5. Grafik persen inhibisi udem terhadap waktu...45

Gambar 6. Daun sirih (Piper betle, Linn) ...62

Gambar 7. Pletismometer ...63

Gambar 8. Mencit putih jantan ...64

Gambar 9. Perlakuan sonde pada mencit ...64

Gambar 10. Penyuntikan secara intraperitoneal...64

Gambar 11. Geliat pada mencit ...64

Gambar 12. Pelaksanaan sonde pada tikus ...65

Gambar 13. Penyuntikan karagenan secara subkutan ...65

Gambar 14. Udem pada telapak kaki tikus ...65

Gambar 15. Pengukuran udem pada telapak kaki kiri tikus...65

Gambar 16. Bagan proses penyiapan simplisia...71

Gambar 17. Bagan aklimatisasi hewan percobaan ...72

Gambar 18. Skema kerja analgetik ...73


(13)

xiii

Lampiran 1. Gambar daun sirih (Piper betle, Linn)...62

Lampiran 2. Alat penelitian...63

Lampiran 3. Perlakuan hewan uji (Analgetik) ...64

Lampiran 4. Perlakuan hewan uji (Antiinflamasi) ...65

Lampiran 5. Hasil determinasi daun sirih (Piper betle, Linn) ...66

Lampiran 6. Hasil Analisa Asam Mefenamat ...67

Lampiran 7. Sertifikat Natrium Diklofenak ...68

Lampiran 8. Sertifikat Analisa Diklofenak Sodium ...69

Lampiran 9. Sertifikat Karagenan ...70

Lampiran 10. Proses penyiapan simplisia ...71

Lampiran 11. Aklimatisasi hewan percobaan ...72

Lampiran 12. Skema kerja analgetik ...73

Lampiran 13. Skema kerja antiinflamasi ...74

Lampiran 14. Rumus perhitungan dosis hewan ...75

Lampiran 15. Perhitungan dosis ekstrak kental daun sirih (Piper betle, Linn)...76

Lampiran 16. Perhitungan dosis asam mefenamat dan Na diklofenak ...79

Lampiran 17. Hasil pemeriksaan simplisia daun sirih (Piper betle, L.) ...81

Lampiran 18. Hasil pemeriksaan ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle, Linn) ...84

Lampiran 19. Data persentase inhibisi geliat pada semua kelompok perlakuan ...87

Lampiran 20. Perhitungan persen inhibisi geliat...88

Lampiran 21. Hasil pengamatan udem pada uji antiinflamasi ...89

Lampiran 22. Perhitungan persen udem dan persen inhibisi udem telapak Kaki tikus ...92

Lampiran 23. Hasil statistik uji efek analgetik dengan metode Writhing test ...94

Lampiran 24. Hasil statistik uji efek antiinflamasi dengan metode edema Buatan pada telapak kaki tikus ...99


(14)

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Di dalam hutan tropis Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan. Diduga dari jumlah tersebut sekitar 9.600 jenis diketahui berkhasiat sebagai obat dan 200 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Sriningsih et al., 2006).

Masyarakat luas beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan dengan obat kimia sehingga mereka lebih suka menggunakan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakitnya. Walaupun demikian bukan berarti obat tradsional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat. Dan kurangnya informasi tentang obat tradisional oleh masyarakat merupakan salah satu kendala dalam penggunaan obat tradisional sehingga penggunaannya menjadi kurang optimal (Anggraini, 2008).

Salah satu tumbuhan yang telah lama dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah daun sirih (Piper bettle, Linn). Daun sirih merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Piperaceae yang telah dikenal luas sehingga mempunyai beberapa nama daerah, misalnya : sedah, suruh (Jawa) (Sirait et al, 1992). Secara empiris, untuk pemakaian dalam tumbuhan ini antara lain telah digunakan untuk obat batuk, bronchitis, gangguan lambung (gastritis), rheumatik, bengkak-bengkak, menghilangkan


(15)

bau badan, keputihan, hidung berdarah, mulut berbau, mata sakit (Sudarsono

et al., 1996).

Dari beberapa pustaka diketahui bahwa daun sirih mempunyai kandungan kimia diantaranya minyak atsiri (terdiri hidroksi kavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, ß-sitosterol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, triterpenoid), tanin, diastase, gula, dan pati (Mursito, 2004). Saeed et al (1993) dalam Rachmat et al, (2000) menyebutkan bahwa isolasi kandungan minyak atsiri daun sirih berkhasiat sebagai antiplateled dan anti bengkak (antiinflamasi).

Analgetik dan antiinflamasi masing-masing adalah senyawa-senyawa yang dapat melenyapkan atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dan mengatasi edema. Rasa nyeri dan peradangan merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi yang disebabkan karena suatu kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan yang diikuti dengan pembebasan dan pembentukan bahan mediator, seperti prostaglandin, histamin, serotonin dan bradikinin (Tjay dan Kirana. 2007; Mustcher, 1991; Ganiswara et al., 2007).

Berdasarkan uraian diatas dan belum adanya informasi yang lengkap mengenai efek farmakologi dari ekstrak etanol daun sirih, maka dilakukan pemeriksaan efek analgetik dan antiinflamasi ekstrak daun sirih ini. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh data dan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sehingga dapat dibuktikan bahwa ekstrak tumbuhan ini benar-benar berkhasiat secara farmakologis.


(16)

Pada penelitian ini dilakukan uji efek analgetik menggunakan mencit sebagai hewan coba dengan metode Writhing test, dimana asam asetat sebagai penginduksi rasa nyeri. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat yaitu abdomen menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik kebelakang (Park et al, 1998). Sebagai pembanding digunakan asam mefenamat dan Na CMC untuk kontrol negatifnya. Sedangkan untuk pemeriksaan efek antiinflamasi menggunakan tikus sebagai hewan coba dan menggunakan metode edema buatan pada telapak kaki hewan percobaan yang disuntik dengan suspensi karagen 2% (Kelompok kerja ilmiah, 1993).

1.2PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: apakah ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle L.) memiliki efek sebagai analgetik dan antiinflamasi secara in vivo ?

1.3HIPOTESA

Ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle L.) dapat menghambat rasa nyeri pada mencit putih yang telah diinduksi asam asetat, serta dapat menghambat pembentukkan udema pada tikus putih yang ditimbulkan oleh larutan karagenan.

1.4TUJUAN PENELITIAN

1. Menguji efek analgesik dari ekstrak etanol 70% daun sirih pada mencit secara in vivo.


(17)

2. Menguji efek antiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sirih terhadap udem yang ditimbulkan oleh larutan karagenan pada telapak kaki tikus secara in

vivo.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Menambah data penelitian tanaman obat tradisional yang berkhasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi.

2. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang khasiat ekstrak etanol 70% daun sirih sebagai analgesik dan antiinflamasi.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.)

Tinjauan mengenai tumbuhan ini meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, morfologi, bagian tanaman yang digunakan, deskripsi tumbuhan, habitat, kandungan kimia serta khasiat.

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Tanaman sirih diklasifikasikan ke dalam: Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper betle L. (Sirait et al, 1980). 2.1.2 Nama Daerah

Sumatera : ranub (Aceh), blo, sereh (Gayo), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), sirieh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau), canbai (Lampung).

Jawa : seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura). Bali : base, sedah

Sulawesi : ganjang, gapura (Bugis), baulu (Bare), buya, dondili (Buol), bolu (Parigi), komba (Selayar), lalama, sangi (Talaud).


(19)

Maluku : ani-ani (Hok), papek, raunge, rambika (Alfuru), nein (Bonfia), kakinuam (Waru), amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Ulias), garmo (Buru), bido (Macan).

Irian : reman (Wendebi), manaw (Makimi), namuera (Saberi), etouwon (Armahi), nai wadok (Saarmi), mera (Sewan), mirtan (Berik), afo (Sentani), wangi (Sawa), freedor (Awija), dedami (Marind) (Sirait et al, 1980).

2.1.3 Bagian tanaman yang digunakan

Daun segar, setengah kering, atau daun kering. (Standar of ASEAN, 1993).

2.1.4 Deskripsi Daun Sirih (Piperis Folium)

Pemerian daun sirih adalah memiliki bau aromatik khas; rasa pedas, khas. Secara makroskopik yaitu daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5 cm sampai 18,5 cm, lebar 3 cm sampai 12 cm; permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak tenggelam; permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, permukaan atas berwarna lebih tua dari permukaan bawah. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan, panjang 1,5 cm sampai 8 cm (Sirait et al, 1980).

2.1.5 Habitat

Sirih tumbuh liar di hutan jati atau hutan sampai ketinggian 300 m di atas permukaan laut. Untuk pertumbuhan yang baik memerlukan tanah


(20)

yang kaya akan humus, subur, dan pengairan yang baik. (Standar of ASEAN, 1993).

2.1.6 Kandungan Kimia

Sirih mengandung minyak atsiri 1 – 4,2%, hidroksikavikol, kavikol 7,2 – 16,7%, kavibetol 2,7 – 6,2%, llypyrokatekol 0 – 9,6%, karvakrol 2,2 – 5,6%, eugenol 26,8 – 42,5%, eugenol methyl ether 4,2 – 15,8%, p-cymene 1,2 – 2,5%, sineole 2,4 – 4,8%, caryophyllene 3,0 – 9,8%, candinene 2,4 – 15,8%, estragol, seskuiterpen, fenil propane, tannin, diastase, katekol, pyrocatechin, terpinyl acetat, alkaloids, 1-alanine, ß-alanine, α-amino butyric acid, 1-arginine, asparagine, 1-asam aspartat, 1-asam glutamat, glisin, histidin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, prolin, serin, 1-teronin, 1-triptopan, 1-rirosin, 1-valin, α-alanin, sistin, asam oksalat, d(+) asam malat, n-hentriakontan, n-pentatriakontan, δ-sitosterol, terpena, fenil propana, gula, pati, flavonoid dan vitamin C (Standar of ASEAN, 1993; Hariana, 2006; BPOM RI, 2004).

2.1.7 Khasiat

Khasiat daun sirih adalah sebagai anti sariawan, anti batuk, dan antiseptik (Sirait et al, 1980). Selain itu juga sebagai antiradang, peluruh kentut, dan menghilangkan gatal. Efek zat aktif eugenol (daun) untuk mencegah ejakulasi, mematikan jamur Candida albicans yang merupakan penyebab keputihan, antikejang. Tanin (daun) untuk mengurangi sekresi cairan pada vagina, pelindung hati, antidiare, dan antimutagenik (Standar of ASEAN, 1993; Hariana, 2006).


(21)

2.2 Simplisia

2.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. (Sampurno et al, 2000).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia

Kualitas simplisia dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan proses pembuatannya.

a. Bahan baku simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen, dan galur (asal usul, garis keturunan) tanaman yang dipantau. Sementara jika diambil dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, umur, dan tempat tumbuh.

b. Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, , pengeringan, sortasi kering, pengubahan bentuk, pengepakan, dan penyimpanan.

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Massa atau


(22)

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi standar baku yang telah ditetapkan. (Depkes RI, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah : 1. Faktor biologi

Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu jenis tumbuhan, lokasi tumbuhan asal, waktu panen, penyimpanan, bahan tumbuhan, dan bagian yang digunakan.

2. Faktor kimia

Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :

a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, kompisisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.

b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan. (Sampurno et al, 2000). 2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Karena di dalam simplisia mengandung senyawa aktif yang berbeda-beda dan mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda, sehingga metode di dalam penarikan senyawa aktif di dalam simplisia harus memperlihatkan faktor seperti : udara, suhu, cahaya, logam berat. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi : pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan.


(23)

2.3.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut

Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya :

1. Cara Dingin

a. Maserasi adalah proses pengekstraksikan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara tahap penampungan ekstrak, terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. Cara Panas

a. Refluksi adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya perbandingan balik. Biasanya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga terbentuk proses ektraksi sempurna.

b. Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang baru, secara umum dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyus dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.


(24)

c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyus) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum pada temperatur 40-50oC.

d. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih (96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30oC) dan temperatur sampai titik didih air (Sampurno et al, 2000).

2.4 Nyeri

2.4.1 Patofisiologi Nyeri

Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang sering terjadi. Fungsinya untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejangan otot. Nyeri timbul jika adanya rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan, membebaskan mediator nyeri yang dapat merangsang reseptor nyeri. Reseptor-reseptor nyeri terletak pada ujung-ujung saraf bebas kulit, selaput lendir dan jaringan internal tertentu seperti peritoneum, dinding arteri dan permukaan sendi. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke SSP melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) dan kemudian kepusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Kirana, 2002 ; Muschler, 1991).


(25)

2.5 Analgetik

Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Mutschler, 1991). Analgetik menurut potensi kerja dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu analgetik narkotik dan analgetik perifer.

a. Analgetik Narkotik

Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP sehingga disebut juga analgetik kuat (hipoanalgetik). Umumnya analgetik sentral ini dapat mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan), mengakibatkan toleransi dan kebiasaan serta ketergantungan fisik dan psikis misalnya golongan morfin dan turunannya : morfin dan kodein, heroin, hidromorfin, hidrokodon dan dionin. (Tjay dan Kirana, 2002; Mustchler, 1991).

b. Analgetik perifer (Non Narkotik)

Analgetik ini berkhasiat lemah sampai sedang yang bekerja pada perifer karena obat ini tidak mempengaruhi SSP, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Disamping kerja analgetik, senyawa ini juga bersifat antipiretik, termasuk golongan ini antara lain: asam mefenamat, indometasin, piroksikam, dan parasetamol. Mekanisme kerja analgetik ini adalah mempengaruhi proses sintesa prostaglandin dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase yang menyebabkan asam arakidonat dan asam C20 tak jenuh tidak dapat membentuk endoperokside yang merupakan prazat dari prostaglandin (Tjay dan Kirana, 2002 ; Muschler, 1991).


(26)

2.5.1 Asam Mefenamat

Asam mefenamat merupakan derivat antranilat dengan khasiat analgetik, antipiretik dan antiradang. Asam mefenamat mencapai kadar puncak dalam plasma dalam waktu 30-60 menit dan mempunyai waktu paruh yang pendek yaitu 1-3 jam (Tjay dan Kirana, 2002; Katzung, 2002). Obat ini sering digunakan untuk obat nyeri dan rema. Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap yang terikat 90% pada protein plasma. Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan lambung-usus. Pemakaian obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan; belum dibuktikan kemanjuran dan keamanannya pada anak kecil. Asam mefenamat, fenamat yang lain, mempunyai sifat analgetik tetapi kemungkinan efek anti inflamasinya kurang efektif dibandingkan aspirin (Tjay dan Kirana, 2002). 2.5.2 Beberapa percobaan untuk menentukan efek analgetik (Vogel, 2002)

1. Metode perangsangan panas.

Secara in vivo dilakukan pada mencit, tikus dan marmot dan secara in vitro dilakukan pada anjing. Rangsang panas dapat dilakukan dengan menggunakan lempeng tipis logam yang diletakkan di atas asam formalin dan aseton mendidih pada suhu: 55-55,5 oC, tikus-tikus dijatuhkan pada lempeng tersebut. Selain pengujian aktifitas analgetik dengan plate panas dapat juga digunakan alat ”tail flick” yang dilaporkan oleh D’Amour dan Smith. Kedua metode ini digunakan untuk uji efek analgetik narkotik (Vogel, 2002; Turner, 1965). Uji rangsang panas secara in vitro dilakukan dengan menggunakan darah anjing yang diberi obat analgetik dan yang


(27)

tidak diberi obat. Penilaian dilakukan terhadap kemampuan obat mengambat terjadinya haemolisa pada darah anjing.

2. Metode Perangsangan Mekanik

Penggunaan rangsang mekanik dapat dilakukan pada anjing, tikus dan mencit yaitu dengan cara menekan jari kaki hewan percobaan dengan menggunakan suatu alat yang dapat diatur tekanannya sehingga menimbulkan efek nyeri tekan.

3. Metode Perangsang Listrik

Rangsang nyeri dapat juga ditimbulkan dengan mengguanakan alat yang dapat menghasilkan arus listrik sesuai dengan yang diperlukan. Dilakukan secara in vivo pada bagian tubuh yang peka dari hewan.

4. Metode Perangsangan Kimia a. Metode Writhing test

Suatu zat kimia yang diberikan secara oral 30 menit sebelum pemberian asam asetat 0,5% secara intraperitonial pada hewan coba. Pemberian asam asetat untuk menimbulkan rasa nyeri pada mencit. Reaksi nyeri diperlihatkan oleh mencit antara lain menggeliat, menggeser-geserkan perut pada alas kandang. Mencit yang dapat dipakai adalah mencit yang dapat memberikan reaksi seperti diatas . jumlah geliat langsung di amati selama 30 menit dengan selang waktu 5 menit. Efek mengurangi rasa nyeri dapat ditunjukkan dengan berkurangnya geliat mencit yang diberi bahan uji. Beberapa zat kimia yang dapat menimbulkan efek nyeri pada peritoneal adalah asam asetat, fenil benzoquinon dan larutan NaCl 4%.


(28)

2.6 Inflamasi

2.6.1 Definisi Inflamasi

Inflamasi pada jaringan yaitu terjadinya respon jaringan terhadap rangsangan yang merusak secara kimia, fisika, dan biologi. Seperti kerusakan jaringan akibat radiasi panas, infeksi bakteri dan lainnya. Rangsangan yang merusak tersebut menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan enzim-enzim lisosom yang berperan pada proses inflamasi. Gejala inflamasi yaitu terjadinya panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan gangguan fungsi (fungsio laesa) (Tjay dan Kirana, 2002).

Gejala-gejala ini merupakan akibat dari meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke daerah jaringan yang mengalami inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin dan prostaglandin.

Infeksi atau radang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Trauma mekanis (Khususnya benturan)

b. Radiasi (Sinar UV)

c. Kerusakan kimia langsung (bahan kimia kaustik dan korosif)

d.Kerusakan kimia tidak langsung (bahan pengawet dan bahan pewarna makanan)

e. Organisme pengganggu (virus, bakteri dan parasit) (Bowman, 1980). 2.6.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi

Terjadi nya inflamasi dimulai dengan adanya stimulus yang merusak jaringan, mengakibatkan sel mast pecah dan terlepasnya mediator-mediator inflamasi. Terjadi vasodilatasi dari seluruh pembuluh darah pada


(29)

daerah inflamasi sehingga aliran darah meningkat. Terjadinya perubahan volume darah dalam kepiler dan venula, yang menyebabkan sel-sel endotel pembuluh darah meregang dan terjadi kenaikan permeabilitas pembuluh darah, protein plasma keluar dari pembuluh, timbullah edema. Infiltrasi leukosit ke tempat inflamasi, pada tingkat awal infiltrasi oleh neutrofil, selanjutnya infiltrasi oleh sel monosit. Kedua jenis leukosit ini berasal dari pembuluh darah, melengket pada dinding endotelium venula kemudian menuju daerah inflamasi dan memfagositosit penyebab inflamasi. Secara kronologik jenis inflamasi ini termasuk tipe inflamasi akut (Guyton, 1995; Katzung, 2007).

2.6.3 Macam-macam Inflamasi

Berdasarkan tipe terjadinya, inflamasi dapat dibagi atas 2 macam : 1. Inflamasi Akut

Inflamasi ini ditandai dengan kemerahan dan panas yang terlihat jelas pada jaringan luar. Hal ini akibat pecahnya sel mast sehingga melepaskan mediator-mediator inflamasi dan enzim lisosom serta ditandai dengan banyaknya leukosit. Selain dari peristiwa tersebut, terjadi eksudasi cairan plasma ke tempat inflamasi yang terus meningkat sehingga terbentuk cairan eksudat yang ditandai dengan edema. Inflamasi akut akan hilang setelah satu atau dua hari karena mempunyai waktu kerja yang pendek. Sebagai contoh inflamasi akut ini adalah inflamasi akibat gigitan serangga, akibat luka dan lainnya (Guyton, 1995; Underwood, 1999).


(30)

2. Inflamasi Kronik

Inflamasi tipe ini ditandai dengan banyaknya eksudat jaringan granulomatosis, monositosis, limfositosis dan pengumpulan plasma sel. Akibatnya jaringan mengalami fibrosis dan timbullah hiperplasia disekitar jaringan. Tetapi hal ini dapat terjadi tergantung dari kedudukan dan kondisi inflamasi kronik. Elemen-elemen jaringan yang diserang akan menghasilkan reaksi imun antara suatu antigen dengan suatu antibodi yang merangsang terjadinya inflamasi. Inflamasi kronik mempunyai waktu kerja yang lama. Sebagai contoh inflamasi kronik adalah inflamasi akibat tuberkolosis dan rematoid artritis (Guyton, 1995; Underwood, 1999). 2.6.4 Golongan obat antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktifitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktifitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara yaitu menghambat pembentukkan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan prostaglansin dari sel-sel tempat pembentukannya.

Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antiinflamasi terbagi ke dalam golongan :

a. Antiinflamasi steroid

Bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya, termasuk golongan obat ini antara lain: hidrokortison, prednison, prednisolon, metil prednisolon, triamsolon, deksametason, dan betametason (Bowman, 1980).


(31)

b. Antiinflamasi non steroid

Bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Termasuk golongan obat ini adalah: aspirin, ibuprofen, naproksen, fenoprofen, indometasin, sulindak, tolmetin, fenilbutazon, piroksikam, asam mefenamat dan diflunisal. Indikasi obat ini adalah penyakit-penyakit yang disertai radang terutama penyakit rematik yang disertai peradangan. Efek samping yang sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. (Ganiswara, 2007).

2.6.5 Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin yang merupakan salah satu mediator inflamasi. Natrium diklofenak merupakan derivat fenilasetat yang mempunyai daya anti radang yang paling kuat dengan efek samping yang kurang dibandingkan dengan obat lainnya (seperti indometasin, piroxikam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri pada migrain dan encok. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap yang terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu singkat yakni 1-3 jam, Na diklofenak diakumulasi di cairan sinovilia yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada penderita tukak lambung dan


(32)

pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan (Tjay dan Kirana, 2002; Ganiswarna, 2007).

2.6.6 Beberapa metode uji antiinflamasi 1. Metode Pembentukan Edema Buatan

Metode ini berdasarkan pengukuran volume dari edema buatan. Volume edema diukur sebelum dan sesudah pemberian zat yang di uji. Beberapa iritan yang dipakai sebagai penginduksi edema antara lain formalin, kaolin, ragi dan dekstran. Iritan yang umum digunakan dan memiliki kepekaan yang tinggi adalah karagen (Vogel, 2002).

2. Metode Pembentukan Eritema

Metode ini berdasarkan pengamatan secra visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bukunya. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV selama 20 detik, sehingga terjadi vasodilatasi yang diikuti dengan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan leukositosis lokal. Dua jam kemudian eritema yang terbentuk diamati (Vogel, 2002; Turner, 1965).

3. Metode iritasi Dengan Panas

Metode ini berdasarkan pengukuran luas radang dan berat edema yang terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-mula hewan diberi zat warna tripan biru yang disuntik secara IV, dimana zat ini akan berikatan dengan albumin plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan tersebut dirangsang dengan panas yang cukup tinggi. Panas menyebabkan pembebasan histamin endogen sehingga timbul inflamasi. Zat warna akan keluar dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi bersama-sama


(33)

dengan albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas radang akibat perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan menimbang edema yang terbentuk, dimana jaringan yang meradang dipotong kemudian ditimbang (Vogel, 2002; Turner, 1965).

4. Metode Pembentukan Kantong Granuloma

Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pelet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbullah granuloma (Vogel, 2002).

5. Metode Iritasi Pleura

Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk karena iritasi dengan induktor radang. Adanya aktifitas obat yang diuji ditandai dengan berkurangnya volume eksudat. Obat diberikan secara oral. Satu jam kemudian disuntik dengan induktor radang seperti formalin secara intra pleura. Setelah 24 jam, hewan dibunuh dengan eter lalu rongga pleura dibuka dan volume eksudat inflamasi diukur (Turner, 1965). 6. Metode Penumpukan Kristal Synovitis

Pada percobaan ini telapak kaki tikus disuntik dengan suspensi ragi brewer dalam larutan metil selulosa secara subkutan. Akibat penyuntikan ini menyebabkan peningkatan suhu rektal lebih kurang 2oC atau lebih.


(34)

Pada waktu 18 jam setelah penyuntikan diberikan obar secara oral dan suhu rektal diukur dalam selang 30 menit (Vogel, 2002; Turner, 1965). 2.6.7 Karagenan

Karagenan dikenal juga dengan nama carragenan, carragenin, carraghenates, chondrus extrak dan irish moss extrak (Reynold, 1982). Karagenan merupakan suatu ekstrak kering ganggang laut merah (Rhodopyceae) yang diperoleh dari spesies Chondrus crispus. Ekstrak berwarna kuning kecoklatan sampai putih, sedikit berbau dan memberi rasa berlendir pada lidah, larut sempurna dalam air panas yang bersifat kental. Komposisi dari karagenan mengandung senyawa derivat mukopolisakarida yaitu poligalaktosa sulfat. (Shen, 1981; Reynold, 1982).


(35)

BAB III

ALUR PENELITIAN

Mencit dan Tikus

Dilakukan aklimatisasi

Pengelompokkan hewan uji berdasarkan perlakuan yang diberikan (kontrol positif, kontrol negatif, Dosis rendah, Dosis sedang, Dosis tinggi).

Daun sirih

(Piper betle L.) DETERMINASI

Serbuk daun sirih

Ekstraksi dengan etanol 70%

Ekstrak kental

1. Penapisan fitokimia 2. Organoleptis (bentuk,

warna, bau dan rasa) 3. Susut Pengeringan dan

kadar air. 4. Kadar abu

5. Kadar abu tidak larut asam

Uji analgetik

Analisa data Uji antiinflamasi


(36)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Farmakologi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Farmakologi Jurusan Farmasi UHAMKA. Penelitian ini dilakukan selama ± 4 bulan (April 2010 – Juli 2010).

4.2 Alat dan Bahan Penelitian 4.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : (1) Neraca analitik (Wiggen Hauser); (2) Spuit injeksi suplantar dan peroral 1 ml & 3 ml (Terumo); (3) Stopwatch (Olympic); (4) Alat-alat gelas (Pyrex Iwaki Glass); (5) Vacum Rotari Evaporator (Memmert Eyele); (6) Pletismometer; (7) Kandang mencit & tikus; (8) Sonde; (9) Timbangan hewan, (10) Blender (National); (11) Oven (Memmert); (12) Kapas; (13) lumpang dan stamfer; (14) tissu gulung; (15) label; (16) botol vial; (17) spatel.

4.2.2 Bahan Penelitian

Simplisia yang digunakan adalah daun sirih (Piperis Folium) dari tanaman sirih (Piper betle, L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO).


(37)

4.2.3 Bahan Kimia Bahan Analgetik

Aquades, Asam asetat 0,5%, Asam mefenamat dari PT. Brataco sebagai zat pembanding, Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC) dari PT. Brataco.

Bahan Antiinflamasi

Aquades, Karagenan dari Puslit Oseanografi, Na diklofenak dari PT. Kimia Farma, Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC) dari PT. Brataco. 4.2.4 Bahan Pereaksi

Bahan pelarut untuk ekstraksi adalah etanol 70%.

Bahan untuk penapisan fitokimia adalah ammonia (10%, 25%), etil asetat, HCl (1%, 1:10), pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, aquadest, lempeng magnesium, HCl pekat, butanol, larutan besi (III) klorida (FeCl3) 1%, pereaksi Stiasny, NaOH 1 N, eter, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, pereaksi Libermann-Burchard, petroleum eter.

4.2.5 Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian uji efek analgetik ini adalah mencit putih jantan (Mus Musculus) galur Deutche

Denken Yoken (DDY) umur 2 – 3 bulan, bobot 20 – 25 gram sedangkan

hewan yang digunakan untuk uji antiinflamasi ini adalah tikus putih betina galur Sprague Dawley (SD) dengan berat badan 200 – 250 gram dan berumur 2 – 3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).


(38)

4.3 Prosedur Penelitian

4.3.1 Determinasi Tanaman

Bahan yang digunakan adalah daun sirih (Piper betle L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sebelum dilakukan penelitian terhadap tumbuhan, terlebih dahulu dideterminasi untuk mengidentifikasi jenis dan memastikan kebenaran simplisia. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI Cibinong.

4.3.2Penyiapan Bahan yang Digunakan a. Pengumpulan dan penyediaan simplisia

b. Daun sirih yang akan digunakan dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan agar dapat bebas dari sisa cucian, dikeringkan dengan diangin-anginkan, setelah kering dan bebas air kemudian digiling hingga menjadi serbuk, serbuk yang diperoleh disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat.

4.3.3Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. 400 gram serbuk kering dari daun sirih (Piper betle L.) dimaserasi dengan pelarut etanol 70% dan dilakukan pengadukan secara terus menerus. Proses tersebut dilakukan selama 1,5-2,5 jam dimana pelarut tetap diganti dan disaring. Proses tersebut diulangi terus menerus sampai diperoleh filtrat yang mendekati jernih kemudian semua filtrat digabung, dan diuapkan atau dipekatkan dengan rotary evaporator


(39)

pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kental. Dihitung hasil % kadar ekstrak dengan rumus :

Bobot ekstrak yang didapat

% kadar ekstrak = x 100%

Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi 4.3.4 Pembuatan Sediaan

1. Pembuatan sediaan ekstrak etanol daun sirih

Ekstrak ditimbang sesuai dengan dosis yang direncanakan lalu dilarutkan dengan larutan Na CMC 1% yang telah dibuat sebelumnya, kemudian diaduk hingga homogen. Sediaan uji dibuat berdasarkan volume ideal yang boleh dimasukkan ke dalam tubuh hewan percobaan secara oral. Volume pemberian zat uji 1% dari berat hewan dengan menggunakan rumus (Thompson, 1990):

VAO = dosis ( mg/ kg BB ) X Berat Badan ( kg ) Konsentrasi ( mg/ ml )

2. Pembuatan suspensi asam mefenamat 0,5% b/v Untuk dosis 91 mg/kg BB

Asam mefenamat ditimbang sebanyak 18,2 mg digerus perlahan di dalam lumpang, tambahkan 5 ml suspensi Na CMC 1 % sambil diaduk homogen, kemudian ditambahkan sampai 10 ml. Dikocok homogen dan dimasukkan ke dalam vial.

3. Pembuatan suspensi Na diklofenak Untuk dosis 5,14 mg/kg BB


(40)

Diklofenak ditimbang sebanyak 25,75 mg digerus perlahan di dalam lumpang, tambahkan 30 ml suspensi Na CMC 1% sambil diaduk homogen. kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu ditambahkan suspensi Na CMC 1% hingga tanda batas. Dikocok homogen dan dimasukkan ke dalam vial.

4. Pembuatan larutan karagenan 2% b/v

Untuk membuat 10 ml larutan karagenan 2% b/v digunakan digunakan karagenan sebanyak 0,2 gram, kemudian dilarutkan dengan NaCl fisiologis sampai 10 ml dalam gelas ukur kemudian di panaskan dalam water bath sambil di aduk sampai larut dengan sempurna.

4.3.5 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak (Sampurno et al, 2000)

1. Parameter spesifik : a. Organoleptik

Parameter ini mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. 2. Parameter non spesifik terdiri dari:

a. Susut Pengeringan dan Kadar Air.

Ekstrak atau simplisia ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukan ke dalam oven, buka tutupnya.


(41)

Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 105oC hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar

b. Kadar Abu

1 g sampai 2 g ekstrak atau simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak atau simplisia diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b.

c. Kadar abu tidak larut asam: Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml HCl encer selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.


(42)

4.3.6 Penapisan Fitokimia

a. Identifikasi Golongan Alkaloid

Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan dengan 5 ml ammonia 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dalam sampel.

Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid.

b. Identifikasi Golongan Flavonoid

1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama 5 menit, disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk


(43)

warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid.

c. Identifikasi Golongan Saponin

Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin.

d. Identifikasi Golongan Tanin

2 gram sampel ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 10 ml larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.

Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny (formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1), lalu dipanaskan di atas penangas air sambil digoyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tinta maka menunjukkan adanya tanin galat.


(44)

e. Identifikasi Golongan Kuinon

Diambil 5 ml larutan percobaan dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. f. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid

1 gram sampel ditambahkan dengan 20 ml eter, dibiarkan selama 2 jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil filtratnya. 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu/sisa. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Burchard). Jika terbentuk warna hijau atau merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid dalam simplisia tersebut.

g. Identifikasi Golongan Minyak Atsiri

Sejumlah 2 gram sampel dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, jika residu


(45)

berbau aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

h. Identifikasi Golongan Kumarin

2 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut kloroform dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambahkan air panas sebanyak 10 ml lalu didinginkan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia (NH4OH) 10%. Lalu diamati di bawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kumarin (Fransworth, 1966).

4.4 Uji Analgetik dan Antiinflamasi

4.4.1 Aklimatisasi dan pengelompokkan hewan percobaan

Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama ± 2 minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya. Hewan percobaan dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor.


(46)

Hal ini memenuhi Rumus Federer, yaitu: (n-1) (t-1) ≥ 15

Keterangan :

n = jumlah hewan percobaan per kelompok t = jumlah kelompok

Rumus Fereder untuk Metode Whriting test (Analgetik) : (n-1) (5-1)≥ 15

(n-1) 4 ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75 ~ 5

Rumus Fereder untuk Metode edema buatan pada telapak kaki tikus (Antiinflamasi) :

(n-1) (5-1) ≥ 15 (n-1) 4 ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75 ~ 5

Jadi jumlah minimal mencit yang digunakan dalam percobaan metode

whriting test adalah 5 ekor dalam satu kelompok, dan metode edema

buatan pada telapak kaki tikus adalah 5 ekor tikus dalam satu kelompok. Adapun pembagian kelompok sebagai berikut :


(47)

Tabel 1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Analgetik

Kelompok Jumlah

Mencit

Perlakuan

1 5 Kontrol negatif, diberi Na CMC 1%

2 5 Kontrol positif, diberi suspensi asam

mefenamat 0,5% b/v

3 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 216 mg/kgBB

4 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 432 mg/kgBB

5 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 864 mg/kgBB Setiap ekor disuntikan 0,4 ml/20 grBB mencit asam asetat 0,5% secara

intraperitoneal (i.p)

Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Rinciannya sebagai berikut :

Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji antiinflamasi

Kelompok Jumlah

Tikus

Perlakuan

1 5 Kontrol negatif, diberi Na CMC 1%

2 5 Kontrol positif, diberi Na diklofenak

3 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 108 mg/kgBB

4 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 216 mg/kgBB

5 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 432 mg/kgBB Setiap ekor disuntikkan 0,4 ml/200 grBB tikus suspensi karagenan 2% secara


(48)

4.4.2 Pengujian Efek Analgetik 1. Persiapan hewan coba

Hewan coba mencit putih jantan galur DDY berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram sebanyak 25 ekor mencit. Diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium sekitar kurang lebih 2 minggu, dengan tujuan membiasakan hidup dalam lingkungan dan perlakuan.

2. Pengujian Efek Analgetik dengan Metode Writhing Test

1. Hewan percobaan dipuasakan makan selama ±18 jam, minum tetap diberikan.

2. Setelah ditimbang, hewan dikelompokkan secara acak, yaitu: kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, dan kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari lima ekor.

3. Untuk kelompok kontrol negatif diberi Na CMC 1% sebanyak 0,5 ml/20 gr BB.

4. Untuk kelompok kontrol positif diberi asam mefenamat 0,5% b/v dalam Na CMC 1% dengan dosis 91 mg/kgBB mencit.

5. Pada kelompok uji, masing-masing kelompok diberi zat uji dengan dosis yang sesuai, secara oral.

6. Setelah 30 menit pemberian zat uji diinjeksi secara intraperitoneal (IP) larutan asam asetat 0,5% dengan volume 0,4 ml/20 gram BB (Putri, 2001).

7. Hitung geliat yang terjadi selang 5 menit selama 30 menit.

8. Hitung persentase inhibisi pada masing-masing kelompok dosis dengan menggunakan rumus (Turner, 1965) :


(49)

%inhibisi geliat = 100% - ( jumlah geliatan rataan zat uji x 100%) jumlah geliat rataan kontrol

4.4.3 Uji antiinflamasi

1. Persiapan hewan coba

Hewan coba tikus betina galur Sprague Dawley (SD) berumur 2-3 bulan dengan berat badan 200-250 gram sebanyak 25 ekor tikus. Diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium sekitar kurang lebih 2 minggu, dengan tujuan membiasakan hidup dalam lingkungan dan perlakuan.

2. Pengujian Efek Antiinflamasi dengan Metode Edema Buatan Pada Telapak Kaki Tikus (Vogel, 2002).

1. Tikus dipuasakan ± 18 jam sebelum pengujian, air minum tetap diberikan.

2. Pada hari pengujian, tikus ditimbang bobotnya dan dikelompokkan secara acak; ada lima kelompok tikus dengan jumlah tikus masing-masing kelompok adalah 5 ekor.

3. Volume kaki kiri belakang setiap tikus yang akan diinduksi, diberi tanda pada mata kaki lalu diukur terlebih dahulu dengan cara mencelupkan kaki tikus ke dalam raksa hingga tanda batas. Pada setiap pengukuran, tinggi cairan pada alat dicatat sebelum dan sesudah pengukuran.

4. Pada kelompok kontrol negatif, setiap tikus diberi Na CMC 1% dengan dosis 2 ml/200 grBB tikus.


(50)

5. Pada kelompok kontrol positif, setiap tikus diberi suspensi obat antiinflamasi natrium diklofenak dalam Na CMC 1% dengan dosis 5,14 mg/kgBB tikus

6. Pada masing-masing kelompok uji diberikan suspensi bahan uji dalam Na CMC 1% yang diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan dosis yang diinginkan.

7. Setelah 1 jam diberi sediaan uji, telapak tikus disuntik dengan larutan karagenan 2% sebanyak 0,4 ml secara intrakutan, sebelumnya kaki tikus dibersihkan dengan etanol 70%.

8. Setelah 1 jam kaki tikus dicelupkan ke dalam alat pletismometer hingga batas mata kaki lalu diukur pada jam ke-1, 2, 3, 4, dan 5 setelah diinduksi dengan karagenan.

9. Ukur volume edema telapak kaki masing-masing tikus.

10. Hitung persentase edema dan persentase inhibisi pembentukan edema dengan rumus (Kelompok kerja ilmiah, 1993):

% udem = (X)t – (X)o x 100% (X)o

% Inhibisi udem = a – b x 100%

a Dimana :

( X )t = Volume telapak kaki tikus pada waktu t ( X )o = Volume telapak kaki tikus pada waktu nol a = % udem rata-rata kelompok kontrol


(51)

4.4.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji Analisis varians (ANAVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (LSD) (Santoso, 2008).


(52)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN 5.1.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman telah dilakukan di laboratorium Herbarium LIPI Bogor. Jawa Barat. Hasil determinasi telah menunjukkan bahwa tanaman yang menjadi sampel adalah Piper betle, Linn atau lebih dikenal dengan sebutan daun sirih dan bersuku Piperaceae.

5.1.2 Ekstraksi

Tabel 3. Hasil Ekstraksi

No. Jenis Hasil

1 Daun sirih segar 3 kg

2 Daun sirih kering 830 gr

3 Serbuk 400 gr

4 Ekstrak etanol kental 75,2 gr

5.1.3 Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak

Tabel 4. Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak Karakteristik Simplisia

(Serbuk)

Persyaratan Ekstrak Kental Daun Sirih

Persyaratan

Organoleptis Warna : Hijau Bau : Khas Rasa : Pedas

_

Warna : Coklat tua

Bau : Khas Rasa : Pedas

_

Susut 4,4% Tidak lebih dari 10% _ _


(53)

pengeringan (Depkes RI, 1995) Kadar air

_ _ 4,15% Tidak lebih dari

5,4% (BPOM, 2004). Kadar abu 11,68% Tidak lebih dari 14%

(Depkes RI, 1980).

7,90% (Ekstrak etanol

70%)

Tidak lebih dari 0,29% ( ekstrak etanol 95%) (BPOM, 2004).

Kadar abu tak larut asam

4,12 % Tidak lebih dari 7% (Depkes RI, 1980)

3,52 % (Ekstrak etanol

70%)

Tidak lebih dari 0,08% (ekstrak

etanol 95%) (BPOM, 2004) % Kadar

Ekstrak

_ _ 18, 8% _

5.1.4 Penapisan Fitokimia

Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan pada daun sirih (Piper betle, Linn) diperoleh beberapa golongan senyawa kimia yang hasilnya dapat dilihat dibawah ini :

Tabel 5. Hasil Penapisan Fitomikia Ekstrak Daun Sirih

Golongan Senyawa Hasil Penapisan

Serbuk Ekstrak Kental

Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid Triterpenoid Tanin Kuinon Minyak Atsiri Kumarin + + + + + + - + + + + + + + + - + +


(54)

5.2 Hasil Uji Analgetik

a. Rata-rata geliat mencit setelah diinduksi asam asetat 0,5% pada masing-masing perlakuan.

Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah geliat

Kelompok Rata-rata jumlah geliat menit ke

5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’

Na CMC 1% 0,5 mL/20 g BB

44 39 38 35 24 14,67

Asam Mefenamat 0,5% 91mg/kg BB

7,33 6 4,33 3 2,33 1,33

Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB

24,33 20 16,67 11,33 8,67 6,33

Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB

16,33 13,67 9,67 7,67 5,67 4

Ekstrak Daun Sirih 864mg/kg BB

8,33 6,33 5,33 4,33 3,33 2,33

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

5' 10' 15' 20' 25' 30'

Waktu (menit) R a ta -r a ta j u m la h g e li a t Kontrol negatif Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi


(55)

b. Rata-rata persentase inhibisi geliat ekstrak daun sirih terhadap kelompok perlakuan.

Tabel 7. Persentase inhibisi geliat Kelompok Persentase inhibisi geliat Na CMC 1%

0,5 ml/20 grBB

0 ± 0

Asam Mefenamat 0,5% 91mg/kg BB

87,54 ± 2,13

Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB

54,91 ± 5,21

Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB

70,79 ± 8,35

Ekstrak Daun Sirih 864mg/kg BB

84,80 ± 1,50

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kontrol negatif Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi Kelompok perlakuan % i n h ib is i g e li a t Series1


(56)

5.3 Hasil Uji Antiinflamasi

a. Rata-rata volume edema telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan.

Tabel 8. Rata-rata volume udem (mL)

Kelompok Rata-rata volume udem (mL) tiap 1 jam selama 5 jam

0 1 2 3 4 5

Na CMC 1% 2 mL/200 g BB

0,19 0,38 0,42 0,43 0,46 0,43

Na Diklofenak 5,14mg/kg BB

0,21 0,28 0,34 0,36 0,40 0,37

Ekstrak Daun Sirih 108mg/kg BB

0,20 0,33 0,38 0,41 0,43 0,41

Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB

0,21 0,32 0,38 0,41 0,42 0,39

Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB

0,21 0,30 0,35 0,37 0,39 0,36

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

0jam 1jam 2jam 3jam 4jam 5jam Waktu R a ta -r a ta u d e

m Kontrol negatif

Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi


(57)

b. Rata-rata persen radang telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan.

Tabel 9. Rata-rata persen udem

Kelompok Persen rata-rata udem tiap 1 jam selama 5 jam

0 1 2 3 4 5

Na CMC 1% 2 mL/200 g BB

0 97,64 117,2 123,9 138,03 120,86

Na Diklofenak 5,14mg/kg BB

0 30,56 58,89 68,33 86,67 73,89

Ekstrak Daun Sirih 108mg/kg BB

0 66,76 93,63 103,7 118,18 81,67

Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB

0 53,63 78,78 91,20 109,99 85,15

Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB

0 42,12 70,90 77,57 90,60 77,57

0 20 40 60 80 100 120 140 160

1jam 2jam 3jam 4jam 5jam Waktu % r a ta -r a ta u d e

m Kontrol negatif

Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi


(58)

c. Rata-rata persen penghambatan radang telapak kaki tikus pada masing-masing perlakuan selama 5 jam.

Tabel 10. Persen inhibisi udem

Kelompok Persen inhibisi udem tiap 1 jam selama 5 jam

0 1 2 3 4 5

Na Diklofenak 5,14mg/kg BB

0 67,02 49,38 44,9 37,08 38,68

Ekstrak Daun Sirih 108mg/kg BB

0 30,74 20,08 16,23 15,34 24,96

Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB

0 45,33 32,95 26,25 20,59 29,73

Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB

0 55,38 39,42 37,39 34,16 35,68

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1jam 2jam 3jam 4jam 5jam Waktu % i n h ib is i u d e m Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi

Gambar 5. Grafik % inhibisi udem terhadap waktu

5.4 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan ekstrak kental daun sirih (Piper betle, Linn) diperoleh dari proses ekstraksi yang merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi


(59)

pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Pembuatan serbuk dilakukan daun sirih dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari kemungkinan rusaknya senyawa-senyawa komplek yang terkandung di dalam daun lalu diblender menjadi serbuk. Pembasahan dan penyarian merupakan salah satu cara ekstraksi yaitu maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan kamar, dan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya bertujuan agar dapat menarik semua zat aktif yang terkandung di dalam daun. Kemudian dilakukan pemekatan dengan alat Rotary Evaporator untuk memperoleh ekstrak kental daun sirih. Dari proses tersebut didapatkan ekstrak kental sebanyak 75,2 gram. Selanjutnya pengujian simplisia dan ekstrak kental daun sirih dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalam daun sirih (Tabel 5). Kemudian uji parameter spesifik dan non spesifik ekstrak dengan beberapa karakteristik ekstrak yaitu organoleptis, susut pengeringan, kadar air, kadar abu dan kadar abu tak larut asam. Ekstrak kental daun sirih digunakan untuk diuji efek analgetik dan antiinflamasi.

Pemakaian etanol 70% sebagai pelarut karena etanol 70% dapat melarutkan senyawa organik dalam tumbuhan baik yang bersifat polar maupun non polar, tidak beracun, tidak mudah ditumbuhi kapang dan kuman, dan pemanasan yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Disamping itu etanol 70% mempunyai titik didih yang rendah (78,4oC) sehingga mudah diuapkan, aman digunakan dan mudah mendapatkannya (Riawan, 1990).


(60)

Bahan uji yang diberikan dalam bentuk tersuspensi dengan Na CMC 1%, hal ini dikarenakan ekstrak tidak larut sempurna dalam air. Pada uji efek analgetik ini dilakukan dengan metode Writhing test yang diperlihatkan dengan adanya kontraksi dari dinding perut, kedua pasang kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya. Metode ini dipilih, karena mudah dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus, dan tanpa menggunakan alat yang khusus. Metode Writhing test digunakan untuk pengujian analgetik non narkotik. Prinsip metode ini adalah mengamati penurunan jumlah geliat yang terjadi akibat pemberian zat uji pada mencit yang diberi larutan asam asetat 0,5% dengan volume 0,4 ml/20 grBB mencit, secara intraperitoneal. Larutan asam asetat ini digunakan sebagai induktor nyeri berupa geliatan pada mencit sedangkan bahan pembanding yang digunakan adalah asam mefenamat 0,5% b/v. Dimana asam mefenamat ini terikat sangat kuat pada protein plasma (Ganiswara, 2007) dan paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri.

Hewan percobaan yang digunakan uji efek analgetik ini adalah mencit putih jantan galur Deutche Denken Yoken (DDY) karena dapat menghasilkan banyak keturunan sehingga mudah didapat dalam jumlah banyak, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil sehingga pada saat pengujian mudah diamati, sifat kanibalnya rendah, dan memiliki harga jual yang relatif tidak mahal.

Pada uji efek analgetik ini digunakan 3 variasi kelompok dosis yaitu kelompok dosis rendah 216 mg/kg BB, kelompok dosis sedang 432 mg/kg BB, dan kelompok dosis tinggi 864 mg/kg BB. Pada kelompok ekstrak daun sirih dosis 216 mg/kg BB, dosis 432 mg/kg BB dan dosis 864 mg/kg BB jumlah geliat yang ditimbulkan lebih kecil dari pada kelompok kontrol negatif Na CMC 1%, hal


(61)

ini berarti kelompok ekstrak daun sirih sudah dapat memberikan efek analgetik. Pengamatan terhadap persen inhibisi geliat selama 30 menit menunjukkan bahwa dosis 864 mg/kg BB memberikan efek yang maksimal.

Pada grafik hubungan antara kelompok dosis dengan jumlah geliat rataan atau antara dosis dengan persentase inhibisi geliat (Lampiran 18). Terlihat bahwa semakin tinggi dosis ekstrak daun sirih yang diberikan semakin kecil jumlah peregangan yang terjadi. Ini berarti efek inhibisi terhadap rasa nyeri yang ditimbulkan semakin besar. Sehingga dapat diduga ada hubungan antara dosis dengan efek analgetiknya.

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik menggunakan metode analisa varian (ANOVA) satu arah. Metode ini digunakan untuk melihat rata-rata persentase inhibisi geliat mencit pada kelompok perlakuan adalah sama atau sebaliknya secara nyata. Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji LSD. Sebelum analisa tersebut dilakukan, telah dilakukan uji normalitas dengan metode Kalmogorof-Smirnov dan homogenitasnya dengan metode Levene. Untuk uji efek analgetik ini analisa awal dilakukan uji normalitas dengan metode Kalmigorov-Smirnov untuk melihat distribusi data persen inhibisi geliat mencit terhadap kelompok perlakuan (Lampiran 23) menunjukkan semua kelompok perlakuan terdistribusi normal dan tidak berbeda secara bermakna. Kemudian dilanjutkan uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat data persentase inhibisi geliat mencit homogen atau tidak, hasil menunjukkan semua kelompok perlakuan tidak terdistribusi homogen (ρ ≥ 0,05). Karena data tersebut tidak memenuhi syarat homogenitas maka dilanjutkan uji Kruskal Willis untuk


(1)

Dosis sedang -26.25333* 6.08862 .002 -39.8196 -12.6870 Dosis tinggi -37.39333* 6.08862 .000 -50.9596 -23.8270 Kontrol positif Kontrol negatif 44.90000* 6.08862 .000 31.3337 58.4663 Dosis rendah 28.67333* 6.08862 .001 15.1070 42.2396 Dosis sedang 18.64667* 6.08862 .012 5.0804 32.2130 Dosis tinggi 7.50667 6.08862 .246 -6.0596 21.0730 Dosis rendah Kontrol negatif 16.22667* 6.08862 .024 2.6604 29.7930 Kontrol positif -28.67333* 6.08862 .001 -42.2396 -15.1070 Dosis sedang -10.02667 6.08862 .131 -23.5930 3.5396

Dosis tinggi -21.16667* 6.08862 .006 -34.7330 -7.6004 Dosis sedang Kontrol negatif 26.25333* 6.08862 .002 12.6870 39.8196

Kontrol positif -18.64667* 6.08862 .012 -32.2130 -5.0804 Dosis rendah 10.02667 6.08862 .131 -3.5396 23.5930

Dosis tinggi -11.14000 6.08862 .097 -24.7063 2.4263 Dosis tinggi Kontrol negatif 37.39333* 6.08862 .000 23.8270 50.9596

Kontrol positif -7.50667 6.08862 .246 -21.0730 6.0596 Dosis rendah 21.16667* 6.08862 .006 7.6004 34.7330 Dosis sedang 11.14000 6.08862 .097 -2.4263 24.7063 Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

Kesimpulan :

Jam ke-2 dan Jam ke-3

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol

positif, kelompok kontrol dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi pada

taraf uji 0,05.

2. Seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif

kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.

3. Semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara

bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut pada taraf uji 0,05 kecuali

kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis tinggi berbeda secara

bermakna.


(2)

3. Uji Anava Satu Arah

Tujuan : Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari persen inhibisi

udem kaki tikus tiap kelompok perlakuan

Hipotesis

Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap persen inhibisi udem kaki

tikus tiap kelompok perlakuan.

Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap persen inhibisi udem kaki tikus

tiap kelompok perlakuan.

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi maka

0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi maka

0,05 Ho ditolak

a. Uji ANOVA satu arah terhadap persen inhibisi udem seluruh kelompok hewan

uji pada jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5.

Persen inhibisi udem

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Jam1 Between Groups 8055.427 4 2013.857 15.306 .000

Within Groups 1315.717 10 131.572

Total 9371.144 14

Jam4 Between Groups 2712.952 4 678.238 9.548 .002

Within Groups 710.354 10 71.035

Total 3423.306 14

Jam5 Between Groups 2836.772 4 709.193 4.812 .020

Within Groups 1473.821 10 147.382


(3)

Keputusan : Persen inhibisi udem seluruh kelompok pada jam ke-1, jam ke-4

dan jam ke-5 berbeda secara bermakna.

b. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5

Tujuan : Untuk mengetahui persen inhibisi udem kaki tikus yang bermakna di

antara keempat kelompok perlakuan.

Hipotesis :

Ho : Tidak terdapat perbedaan volume udem yang bermakna di antara keempat

kelompok perlakuan.

Ha : Terdapat perbedaan volume yang bermakna di antara keempat kelompok

perlakuan.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi maka

0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi maka

0,05 Ho ditolak

Persen inhibisi udem

Multiple Comparisons

Depen dent Variabl

e (I) Kelompok (J) Kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound Jam1 Kontrol negatif Kontrol positif -67.02000* 9.36560 .000 -87.8879 -46.1521

Dosis rendah -30.74000* 9.36560 .008 -51.6079 -9.8721 Dosis sedang -45.33000* 9.36560 .001 -66.1979 -24.4621


(4)

Kontrol positif Kontrol negatif 67.02000* 9.36560 .000 46.1521 87.8879 Dosis rendah 36.28000* 9.36560 .003 15.4121 57.1479 Dosis sedang 21.69000* 9.36560 .043 .8221 42.5579 Dosis tinggi 11.48667 9.36560 .248 -9.3812 32.3545 Dosis rendah Kontrol negatif 30.74000* 9.36560 .008 9.8721 51.6079 Kontrol positif -36.28000* 9.36560 .003 -57.1479 -15.4121 Dosis sedang -14.59000 9.36560 .150 -35.4579 6.2779

Dosis tinggi -24.79333* 9.36560 .024 -45.6612 -3.9255 Dosis sedang Kontrol negatif 45.33000* 9.36560 .001 24.4621 66.1979

Kontrol positif -21.69000* 9.36560 .043 -42.5579 -.8221 Dosis rendah 14.59000 9.36560 .150 -6.2779 35.4579

Dosis tinggi -10.20333 9.36560 .302 -31.0712 10.6645 Dosis tinggi Kontrol negatif 55.53333* 9.36560 .000 34.6655 76.4012 Kontrol positif -11.48667 9.36560 .248 -32.3545 9.3812 Dosis rendah 24.79333* 9.36560 .024 3.9255 45.6612 Dosis sedang 10.20333 9.36560 .302 -10.6645 31.0712 Jam4 Kontrol negatif Kontrol positif -37.08333* 6.88164 .000 -52.4166 -21.7501 Dosis rendah -15.33667* 6.88164 .050 -30.6699 -.0034 Dosis sedang -20.59667* 6.88164 .014 -35.9299 -5.2634

Dosis tinggi -34.16667* 6.88164 .001 -49.4999 -18.8334 Kontrol positif Kontrol negatif 37.08333* 6.88164 .000 21.7501 52.4166 Dosis rendah 21.74667* 6.88164 .010 6.4134 37.0799 Dosis sedang 16.48667* 6.88164 .038 1.1534 31.8199 Dosis tinggi 2.91667 6.88164 .681 -12.4166 18.2499 Dosis rendah Kontrol negatif 15.33667* 6.88164 .050 .0034 30.6699 Kontrol positif -21.74667* 6.88164 .010 -37.0799 -6.4134 Dosis sedang -5.26000 6.88164 .462 -20.5932 10.0732

Dosis tinggi -18.83000* 6.88164 .021 -34.1632 -3.4968 Dosis sedang Kontrol negatif 20.59667* 6.88164 .014 5.2634 35.9299

Kontrol positif -16.48667* 6.88164 .038 -31.8199 -1.1534 Dosis rendah 5.26000 6.88164 .462 -10.0732 20.5932


(5)

Dosis tinggi Kontrol negatif 34.16667* 6.88164 .001 18.8334 49.4999 Kontrol positif -2.91667 6.88164 .681 -18.2499 12.4166 Dosis rendah 18.83000* 6.88164 .021 3.4968 34.1632 Dosis sedang 13.57000 6.88164 .077 -1.7632 28.9032 Jam5 Kontrol negatif Kontrol positif -38.68667* 9.91235 .003 -60.7728 -16.6006 Dosis rendah -24.96667* 9.91235 .030 -47.0528 -2.8806 Dosis sedang -29.73000* 9.91235 .013 -51.8161 -7.6439 Dosis tinggi -35.68667* 9.91235 .005 -57.7728 -13.6006 Kontrol positif Kontrol negatif 38.68667* 9.91235 .003 16.6006 60.7728 Dosis rendah 13.72000 9.91235 .196 -8.3661 35.8061 Dosis sedang 8.95667 9.91235 .387 -13.1294 31.0428 Dosis tinggi 3.00000 9.91235 .768 -19.0861 25.0861 Dosis rendah Kontrol negatif 24.96667* 9.91235 .030 2.8806 47.0528 Kontrol positif -13.72000 9.91235 .196 -35.8061 8.3661 Dosis sedang -4.76333 9.91235 .641 -26.8494 17.3228

Dosis tinggi -10.72000 9.91235 .305 -32.8061 11.3661 Dosis sedang Kontrol negatif 29.73000* 9.91235 .013 7.6439 51.8161 Kontrol positif -8.95667 9.91235 .387 -31.0428 13.1294 Dosis rendah 4.76333 9.91235 .641 -17.3228 26.8494 Dosis tinggi -5.95667 9.91235 .561 -28.0428 16.1294 Dosis tinggi Kontrol negatif 35.68667* 9.91235 .005 13.6006 57.7728 Kontrol positif -3.00000 9.91235 .768 -25.0861 19.0861 Dosis rendah 10.72000 9.91235 .305 -11.3661 32.8061 Dosis sedang 5.95667 9.91235 .561 -16.1294 28.0428

Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

Kesimpulan :

a. Jam ke-1 dan Jam ke-4

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol

positif, kelompok kontrol dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi pada

taraf uji 0,05.


(6)

2. Seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif

kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.

3. Semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara

bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut pada taraf uji 0,05 kecuali

kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis tinggi berbeda secara

bermakna.

b. Jam ke-5

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol

positif, kelompok kontrol dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi pada

taraf uji 0,05.

2. Seluruh kelompok ekstrak tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok

positif kecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna

pada taraf uji 0,05.