The developing of rapid testing soybean seed (Glycine max L. MERR.) vigor using respiration method with cosmotector tools

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI
(Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE
RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI
A24070102

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI. Pengembangan Uji Cepat Vigor
Benih Kedelai (Glycine max L. Merr.) Menggunakan Metode Respirasi
dengan Alat Kosmotektor. (Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO).
Viabilitas benih adalah daya hidup benih atau kemampuan hidup benih.
Viabilitas benih dibedakan menjadi dua parameter yaitu viabilitas potensial dan
vigor benih. Viabilitas potensial adalah kemampuan benih untuk berkecambah
dan tumbuh menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang optimum.

Vigor benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan tumbuh menjadi
tanaman normal pada kondisi lingkungan yang suboptimum.
Pengujian vigor benih dibedakan menjadi dua, yaitu pengujian secara
langsung dan pengujian secara tidak langsung. Pengujian secara langsung
dilakukan dengan mengamati gejala pertumbuhan benih. Pengujian secara tidak
langsung dilakukan dengan mengamati gejala metabolisme dalam benih. Salah
satu pengujian benih secara tidak langsung dilakukan dengan mengamati proses
respirasi benih. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengujian vigor benih
kedelai (Glycine max L. Merr.) dengan metode respirasi, khususnya dengan alat
kosmotektor. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu mempelajari
pemanfaatan kosmotektor sebagai alat untuk uji cepat vigor benih. Kosmotektor
ini, pada umumnya digunakan untuk mengukur laju respirasi produk-produk
hortikultura. Pada penelitian ini, kosmotektor akan digunakan untuk menguji
vigor benih dengan mengukur laju respirasi benih. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknologi Benih dan Laboratorium Pasca Panen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB pada bulan Februari sampai
Mei 2011.
Penelitian ini menguji laju respirasi lot benih dengan berbagai kondisi
vigor yang berbeda. Sebelum diukur laju respirasinya, lot benih tersebut diberi
perlakuan awal agar respirasinya meningkat karena alat yang digunakan kurang

sensitif dalam mengukur laju respirasi benih yang relatif rendah. Perlakuan awal
yang diberikan terdiri atas 1) Pelembaban selama 10 jam, 2) Pelembaban selama
15 jam, 3) Pelembaban selama 20 jam, 4) Inkubasi pada suhu 600C selama 15

menit, 5) Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit, dan 6) Inkubasi pada suhu
600C selama 45 menit. Lot benih yang akan diukur laju respirasinya terdiri dari
lima kondisi vigor yang berbeda, yaitu V1, V2, V3, V4, dan V5. V1 diperoleh
dengan penyimpanan di ruang ber-AC. V2 diperoleh dengan penyimpanan di
ruang suhu kamar. V3, V4, dan V5 berturut-turut diperoleh dengan penderaan
pengusangan cepat terkontrol selama 8 jam, 12 jam, dan 16 jam. Benih kedelai
yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Wilis yang berasal dari BPTP
Banten. Selain mengukur laju respirasi, pengamatan viabilitas dan vigor benih
juga dilakukan untuk dianalisis regresi dan korelasinya dengan laju respirasi
benih. Parameter viabilitas potensial dan vigor yang diamati terdiri dari tolok ukur
daya berkecambah (DB), tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM), tolok
ukur indeks vigor (IV), tolok ukur keserempakan tumbuh (Kst), tolok ukur
kecepatan tumbuh (Kct), dan tolok ukur Bobot Kering Kecambah Normal
(BKKN).
Hasil percobaan menunjukkan bahwa saat pembentukan lima tingkat vigor
benih, terjadi penurunan secara linier pada parameter viabilitas potensial (tolok

ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum), kecuali tolok ukur bobot
kering kecambah normal. Seluruh parameter vigor (tolok ukur indeks vigor, tolok
ukur keserempakan tumbuh, dan tolok ukur kecepatan tumbuh) tidak mengalami
penurunan secara linier. Laju respirasi yang dihasilkan dari lima kondisi vigor
yang berbeda, pada perlakuan awal pelembaban 20 jam, inkubasi pada suhu 600C
selama 15, 30, dan 45 menit terjadi korelasi yang positif antara laju respirasi
dengan parameter viabilitas potensial dan vigor benih. Nilai standar deviasi yang
dihasilkan pada seluruh metode pengukuran laju respirasi, perlakuan awal
inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit menghasilkan nilai yang paling kecil.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kosmotektor dapat digunakan untuk
mengukur respirasi benih kedelai dengan menggunakan perlakuan awal, sehingga
alat tersebut dapat digunakan untuk menguji vigor benih kedelai dengan perlakuan
awal terbaik yaitu inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit.

The Developing of Rapid Testing Soybean Seed (Glycine max L. MERR.)
Vigor Using Respiration Method with Cosmotector Tools
Abstract
The research was conducted to learn the utilization of tools cosmotector as a tool for
rapid testing of soybean (Glycine max L. MERR.) seed vigor. This tool is used to measure the levels
of CO2 produced from respiration processes of soybean seeds and then calculated the rate

respiration. This research was conducted from February to May 2011 at the Laboratory of Seed
Technology and Post Harvest Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of
Agriculture, IPB. Prior research done by finding the pretreatment so we get the five groups of
seeds that have different vigor of a seed same vigor group. Then measured the rate of respiration
by several pretreatments, there are moistened for 10 hours, 15 hours, and 20 hours, and
0
incubation at temperatures 60 C for 15 minutes, 30 minutes, and 45 minutes. The conclusion of
this research is cosmotector tool can be used for rapid testing of soybean seed vigor by measuring
the rate respiration. The best pretreatment for measuring respiration rate of soybean seeds with
0
such a device is incubation at temperatures 60 C for 45 minutes. This method can determine
seed viability and vigor well.

Key words: soybean, cosmotector, respiration.

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI
(Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE
RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Okti Syah Isyani Permatasari
A24070102

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH
KEDELAI (Glycine max L. Merr.)
MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN
ALAT KOSMOTEKTOR

Nama


: OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI

NIM

: A24070102

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi
NIP 19630923 198811 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Oktober 1989 di Semarang, Provinsi
Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sjahbuddin
Ezzat dan Ibu Sri Dwiana Rusmiwahjani.
Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri Tirtoyoso No 111 Surakarta.
Selanjutnya penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Surakarta pada tahun
2004 dan di SMA Negeri 1 Semarang pada tahun 2007.
Tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis diterima
sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian
pada tahun 2008. Selama menjalani perkuliahan, penulis mendapat beberapa
beasiswa yaitu beasiswa ORBIT pada tahun 2007 hingga 2008, dan beasiswa
BBM pada tahun 2009 hingga 2011. Pada kegiatan akademik di kampus, penulis
pernah menjadi asisten praktikum di beberapa mata kuliah, yaitu asisten Mata
Kuliah Dasar-Dasar Teknologi Benih, asisten Mata Kuliah Ilmu Tanaman
Perkebunan, dan asisten Mata Kuliah Perancangan Percobaan pada tahun 2011.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjabat sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Agronomi pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga mengikuti
kepanitian di beberapa acara yang diadakan di IPB.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
mencurahkan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul ”Pengembangan Uji Cepat Vigor Benih Kedelai
(Glycine max L. Merr.) Menggunakan Metode Respirasi dengan Alat
Kosmotektor”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan S1 Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak memberikan bimbingan serta saran selama pelaksanaan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Eny Widajati, MS selaku dosen penguji utama yang telah banyak
memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. K., MS selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran dan masukan selama
penyusunan skripsi.

4. Kedua orang tua dan adik-adik penulis yang selama ini telah banyak memberi
dukungan moril dan motivasinya.
5. M. Anggoro W., Evie R., Miftahul Bahrir R., Ita Utami A., dan Istirsyadah H.
yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.
6. Melly Nurfarida, Nazima, Feni Sintarika, Cutrisni, Rizky, Neneng Siti L. dan
semua teman-teman seperjuangan di Laboratorium benih dan seluruh temanteman AGH 44 yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.
7. Teman-teman Arsida 2 yang telah memberi dukungannya.
Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2011

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................


vi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

vii

PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................
Tujuan ...............................................................................................
Hipothesis .........................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
Botani Kedelai ..................................................................................
Viabilitas dan Vigor Benih ...............................................................

Respirasi Benih ................................................................................
Kosmotektor .....................................................................................

4
4
5
7
8

BAHAN DAN METODE .........................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................
Bahan dan Alat .................................................................................
Metode Penelitian .............................................................................
Pelaksanaan Penelitian .....................................................................
Pengamatan ......................................................................................

10
10
10
11
12
17

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
Pembuatan Lot Benih .......................................................................
Laju Respirasi Benih ........................................................................
Hubungan antara Laju Respirasi dengan Parameter Viabilitas
Potensial dan Vigor Benih ................................................................
Pemilihan Perlakuan Awal untuk Pengukuran Respirasi .................

20
20
21

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
Kesimpulan .......................................................................................
Saran ................................................................................................

31
31
31

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

32

LAMPIRAN ..............................................................................................

35

22
29

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Rata-rata Nilai Viabilitas dan Vigor 5 Lot Benih ............................... 20

2.

Rata-rata Laju Respirasi 5 Lot Benih pada Berbagai
Perlakuan Awal .................................................................................... 21

3.

Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju
Respirasi dengan Tolok Ukur Daya Berkecambah 5 Lot
Benih ................................................................................................

23

4.

Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju
Respirasi dengan Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum 5
Lot Benih .............................................................................................. 24

5.

Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju
Respirasi dengan Tolok Ukur Indeks Vigor 5 Lot Benih .................... 25

6.

Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju
Respirasi dengan Tolok Ukur Keserempakan Tumbuh 5 Lot
Benih ................................................................................................

26

Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju
Respirasi dengan Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh 5 Lot
Benih ................................................................................................

26

7.

8.

Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju
Respirasi dengan Tolok Ukur Bobot Kering Kecambah
Normal 3 Lot Benih ............................................................................. 27

9.

Nilai Tengah dan Standar Deviasi Laju Respirasi 5 Lot Benih
pada Berbagai Perlakuan Awal Pengukuran Laju Respirasi ................ 29

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 10 jam dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih ............ 36

2.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 15 jam dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih ............ 36

3.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 20 jam dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih ............ 37

4.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit dengan Daya
Berkecambah 5 Lot Benih .......................................................

37

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dengan Daya
Berkecambah 5 Lot Benih ................................................................

38

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit dengan Daya
Berkecambah 5 Lot Benih ................................................................

38

5.

6.

7.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 10 jam dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5
Lot Benih ............................................................................................ 39

8.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 15 jam dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5
Lot Benih ............................................................................................ 39

9.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 20 jam dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5
Lot Benih ............................................................................................ 40

10.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit dengan Potensi
Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih........................................................ 40

11.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dengan Potensi
Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih........................................................ 41

12.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit dengan Potensi
Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih........................................................ 41

13.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 10 jam dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih ...................... 42

viii

Halaman
14.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 15 jam dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih ...................... 42

15.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 20 jam dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih ...................... 43

16.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit dengan Indeks
Vigor 5 Lot Benih ............................................................................... 43

17.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dengan Indeks
Vigor 5 Lot Benih ............................................................................... 44

18.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit dengan Indeks
Vigor 5 Lot Benih ............................................................................... 44

19.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 10 jam dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot
Benih ................................................................................................

45

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 15 jam dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot
Benih ................................................................................................

45

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 20 jam dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot
Benih ................................................................................................

46

20.

21.

22.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit dengan
Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih .................................................. 46

23.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dengan
Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih .................................................. 47

24.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit dengan
Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih .................................................. 47

25.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 10 jam dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih ............ 48

26.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 15 jam dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih ............ 48

27.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 20 jam dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih ............ 49

ix

Halaman
28.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit dengan Kecepatan
Tumbuh 5 Lot Benih ........................................................................... 49

29.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dengan Kecepatan
Tumbuh 5 Lot Benih ........................................................................... 50

30.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit dengan Kecepatan
Tumbuh 5 Lot Benih ........................................................................... 50

31.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 10 jam dengan Bobot Kering Kecambah
Normal 5 Lot Benih ............................................................................ 51

32.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 15 jam dengan Bobot Kering Kecambah
Normal 5 Lot Benih ...............................................................................51

33.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Pelembaban 20 jam dengan Bobot Kering Kecambah
Normal 5 Lot Benih ............................................................................ 52

34.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit dengan Bobot
Kering Kecambah Normal 5 Lot Benih .............................................. 52

35.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dengan Bobot
Kering Kecambah Normal 5 Lot Benih .............................................. 53

36.

Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal
Inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit dengan Bobot
Kering Kecambah Normal 5 lot Benih ............................................... 53

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Alat Pengukur Laju Respirasi (Kosmotektor tipe XP-314) .....

2.

Pemaparan Benih di Ruang Suhu Kamar untuk Penyamaan

10

Kadar Air .................................................................................

13

3.

Pelembaban Benih dengan Kertas Steinsiel Basah ..................

14

4.

Pengukuran Respirasi Benih ....................................................

14

5.

Bagan Alir Penelitian ................................................................

16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai

(Glycine max L. Merr) adalah tanaman yang penting bagi

Indonesia karena digunakan baik sebagai pangan maupun sebagai komponen
pakan ternak. Kedelai merupakan bahan baku industri tahu, tempe dan kecap yang
merupakan pangan tradisional yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa
Indonesia. Kandungan protein yang tinggi dalam kedelai, dimanfaatkan
masyarakat Indonesia sebagai sumber protein nabati yang utama. Kandungan
protein di dalam kedelai dapat mencapai 35-45% (Suriawinata et al., 1984). Selain
mempunyai nilai gizi yang tinggi karena mengandung protein, kedelai juga
mengandung lemak, karbohidrat, dan lain-lainya. Sampai saat ini, upaya
peningkatan produksi kedelai di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan
industri pangan tersebut. Konsumsi kedelai masyarakat saat ini mencapai 2 juta
ton per tahunnya, tetapi rata-rata produksi kedelai dalam negeri tahun 2010 hanya
mencapai 908 111 ton, sehingga dibutuhkan impor kedelai sebesar 1.1 juta ton
(BPS, 2010).
Salah satu faktor yang membatasi produksi kedelai di Indonesia adalah
ketersediaan benih bermutu. Kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan
mengurangi penyediaan benih bermutu tinggi. Benih kedelai memerlukan
penanganan khusus karena sifatnya yang sangat peka terhadap suhu dan RH. Hal
ini disebabkan karena kadar proteinnya yang tinggi. Benih kedelai tidak dapat
mempertahankan viabilitasnya dalam kurun waktu tiga bulan, pada suhu 30oC dan
kadar air benih 14% (Sadjad, 1980).
Vigor benih dihubungkan dengan kekuatan benih yaitu kemampuan benih
untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang tidak
menguntungkan serta bebas dari serangan mikroorganisme. Kondisi lingkungan
sewaktu benih disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur
simpannya. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai
dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal,
penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya

2

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap
lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.
Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa metode uji vigor benih yang
dikenal terbaik dan banyak digunakan adalah metode uji dingin (cold test) yang
dikembangkan untuk pengujian benih jagung, dan tentunya juga dapat digunakan
untuk benih beberapa spesies tanaman lainnya. Salah satu masalah pada pengujian
tersebut adalah kesulitan untuk menstandarisasi cendawan dan tanahnya yang
digunakan untuk membuat pengujian tersebut. Pengujian vigor lainnya yang
digunakan untuk penelitian meliputi uji GADA (Glutamic Acid Decarboxylase
Activity), berbagai macam uji tekanan, uji laju pertumbuhan kecambah, serta uji
tetrazolium.
Menurut Taliroso (2008) pengujian vigor untuk kedelai yang sudah
diterima sebagai metode resmi dalam peraturan ISTA (International Seed Testing
Association) adalah pengujian viabilitas setelah didera fisik (Accelerated Ageing
Test) dan pengujian viabilitas secara biokhemis (uji tetrazolium/TZ). Namun,
dalam

pelaksanaannya

pengujian-pengujian

tersebut

memiliki

beberapa

kelemahan. Pada pengujian vigor setelah Accelerated Ageing, waktu yang
diperlukan melebihi uji DB, yaitu 11 hari. Kelemahan pada uji tetrazolium adalah
sangat tergantung dari analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menganalisis
hasil pengujian. Menurut Copeland dan McDonald (1995), kendala dalam
evaluasi vigor pada uji TZ adalah standardisasi kemampuan analis untuk
menentukan tingkat vigor benih dan ketidakmampuan pengujian TZ untuk
mendeteksi fitotoksik.
Pengujian vigor benih juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode
respirasi. Daya hidup benih dapat dideteksi dari banyaknya CO2 yang terbentuk
atau O2 yang diserap melalui proses respirasi. Pengukuran respirasi dapat
dilakukan dengan banyak cara. Menurut Winarno dan Amman (1979) beberapa
cara yang telah diteliti untuk mengukur proses respirasi yaitu dengan mengukur
perubahan kandungan gula, jumlah ATP, jumlah O2 yang digunakan dan jumlah
CO2 yang dihasilkan.
Winarno dan Amman (1979) menyatakan bahwa perubahan kandungan
gula sukar diukur karena gula yang terdapat dalam bahan, jumlahnya tidak tetap.

3

Pengukuran jumlah ATP yang terbentuk dibutuhkan waktu yang lama, ketelitian
yang tinggi dan alat-alat yang mahal. Jumlah O2 yang digunakan dalam proses
respirasi relatif sangat sedikit, dan dalam pengukurannya sukar dilaksanakan
karena dibutuhkan alat yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap oksigen.
Pengukuran CO2 lebih mudah dilakukan karena menggunakan alat-alat yang
sederhana dan jumlah CO2 selama proses respirasi relatif cukup besar, selain itu
dibutuhkan waktu yang relatif singkat.
Kosmotektor merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya
respirasi dengan mendeteksi CO2 yang dihasilkan. Alat ini sering digunakan untuk
mengukur respirasi produk-produk hortikultura berupa sayuran dan buah. Sayuran
dan buah-buahan yang diukur respirasinya, umumnya memiliki kadar air yang
tinggi sehingga dengan mudah dapat diukur dengan alat ini. Pada penelitian ini,
kosmotektor akan diteliti untuk mengukur respirasi benih, yang dapat
dimanfaatkan untuk uji vigor. Namun, respirasi yang dihasilkan benih terlalu kecil
sehingga kosmotektor tidak dapat mengukur respirasinya. Untuk itu, benih perlu
diberi perlakuan awal untuk meningkatkan respirasinya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemanfaatan alat kosmotektor
untuk uji cepat vigor benih dengan mengukur respirasi benih secara tidak
langsung mendeteksi vigor benih secara cepat.

Hipotesis
1. Alat kosmotektor dapat digunakan untuk mengukur respirasi benih.
2. Alat kosmotektor dapat digunakan untuk uji cepat vigor benih dengan melihat
hubungan antara laju respirasi dan peubah fisiologi benih.
3. Semakin tinggi laju respirasi benih menunjukkan vigor benih yang tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kedelai
Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap
tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rasales, famili Leguminosae, genus
Glycine, spesies Glycine max (L.) Merril. Sistem perakaran kedelai terdiri atas
dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari
akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang
tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena
cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto,
2007).
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak
di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, antara lain kuning,
hitam, hijau, dan cokelat. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong, bundar atau
bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas. Di Indonesia besar biji
bervariasi 6-30 g (Suprapto, 2001).
Adisarwanto (2007) menyatakan bahwa batang berasal dari poros embrio.
Selama perkecambahan, hipokotil merupakan bagian batang kedelai, dengan batas
mulai dari pangkal akar hingga kotiledon. Plumula dan dua kotiledon yang masih
melekat pada hipokotil akan menembus permukaan tanah.
Menurut Sumarno (1985) tanaman kedelai termasuk tanaman hari panjang
bila ditanam di Amerika Serikat. Varietas yang beradaptasi di daerah yang
panjang harinya lebih dari 12 jam, umumnya akan lebih cepat berbunga bila
ditanam di daerah yang panjang harinya 12 jam. Sebaliknya, kedelai dari daerah
tropik akan berbunga lebih lambat bila ditanam di daerah beriklim sedang yang
panjang harinya lebih dari 12 jam. Pemendekan lama penyinaran akan
mempersingkat pertumbuhan vegetatif dan mempercepat waktu berbunga serta
waktu panen. Inilah yang menyebabkan varietas unggul dari Amerika Serikat akan
rendah hasilnya bila ditanam di Indonesia, karena adanya pemendekan
fotoperiode. Di negara-negara subtropik panjang hari berkisar 13-15 jam,
sedangkan di negara tropik hanya 12 jam.

5

Viabilitas dan Vigor Benih
Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigor benih tersebut. Sadjad
(1975) menyatakan bahwa pengujian viabilitas benih berada dalam konteks
agronomi disamping sebagai parameter untuk berbagai pendekatan ilmiah, juga
dalam rangka menentukan sehat tidaknya benih. Benih harus memiliki tingkat
daya berkecambah tertentu, yang ditetapkan oleh suatu peraturan pemerintah di
daerah itu, agar dapat diklasifikasikan sebagai benih. Sebagian besar ahli
teknologi benih dan kalangan perdagangan mengartikan viabilitas sebagai
kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah secara
normal (Copeland dan Mc Donald, 1995). Sadjad (1972) menyatakan bahwa
viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui
metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan.
Menurut Sadjad (1993), tujuan analisis viabilitas benih adalah untuk
memperoleh informasi mutu fisiologi benih. Gejala yang dimaksud adalah potensi
tumbuh dan daya berkecambah. Mugnisjah et al. (1994) menyatakan bahwa
metode pengujian viabilitas benih terdiri dari dua cara, yaitu metode langsung dan
metode tidak langsung. Penilaian pada metode langsung dilakukan terhadap setiap
individu benih, sedangkan pada metode tidak langsung penilaian dilakukan
terhadap sekelompok benih. Penilaian viabilitas dari gejala pertumbuhannnya
disebut sebagai penilaian dengan indikasi langsung, sedangkan penilaian viabilitas
dari gejala metabolismenya disebut dengan penilaian viabilitas dengan indikasi
tidak langsung. Oleh karena itu, uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tidak
langsung, misalnya dengan mengukur gejala metabolisme atau secara langsung
dengan mengamati dan membandingkan pertumbuhan unsur-unsur tumbuh yang
penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu (Sadjad, 1973).
Gejala metabolisme dapat ditunjukkan dari analisis biokimia, sedangkan
gejala pertumbuhan diketahui lewat indikasi fisiologis yang mencakup potensi
tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, dan daya berkecambah. Daya
berkecambah dilihat dari perbandingan jumlah benih yang berkecambah normal
dalam kondisi dan periode perkecambahan tertentu (Dermawan, 2007). Benih
dengan viabilitas tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan perkembangan
akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang sehat dan mantap.

6

Ciri utama dari benih ialah bila benih itu dapat dibedakan dari biji karena
mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Semua insan benih, apapun fungsi
yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih
hidup (viable) sebab benih yang viabilitasnya tinggi belum tentu memiliki vigor
yang tinggi. Benih yang hanya mempunyai potensi hidup normal pun tidak cukup
(Sadjad et al., 1999).
Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi umur simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat
dibedakan, terutama pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Terlepas
dari masalah tersebut, beberapa peneliti menunjukkan bahwa lot-lot benih yang
mengalami kemunduran cepat, mengandung benih yang bervigor rendah dan
benih yang masih vigor. Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan
semakin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati. Lot benih
yang baru dan vigor mempunyai daya simpan yang lebih lama dibanding dengan
lot benih yang lebih tua yang mungkin sedang mengalami proses kemunduran
sangat cepat (Justice dan Bass, 2002).
Benih yang ditanam memberikan dua kemungkinan hasil. Pertama, benih
tersebut menghasilkan tanaman normal sekiranya kondisi alam tempat tumbuhnya
optimum. Kedua, tanaman yang tumbuh abnormal atau mati. Benih mempunyai
daya hidup potensial atau Viabilitas Potensial (Vp), karena hanya akan tumbuh
menjadi tanaman normal manakala kondisi alamnya optimum. Benih yang masih
mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau
suboptimum disebut benih yang memiliki Vigor (Vg). Benih yang vigor akan
menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum
(Sadjad et al., 1999).
Benih vigor yang mampu menumbuhkan tanaman normal pada kondisi
alam suboptimum dikatakan memiliki Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) yang
mengindikasikan bahwa vigor benih mampu menghadapi lahan pertanian yang
kondisinya dapat suboptimum. Bila benih yang memiliki VKT tinggi ditanam di
lahan produksi, akan menumbuhkan tanaman yang tegar, tanaman yang pada
akhirnya akan membuahkan produksi yang normal walaupun kondisi alamnya
tidak optimum (Sadjad et al., 1999).

7

Respirasi Benih
Menurut Winarno dan Amman (1979) respirasi atau pernafasan adalah
suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran
senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak yang akan
menghasilkan CO2, air, dan sejumlah besar elektron-elektron. Menurut Kamil
(1979) respirasi merupakan proses perombakan sebagian cadangan makanan
(seperti karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi seperti CO2 dan
H2O serta dibebaskan sejumlah tenaga yang disimpan dalam makanan.
Sadjad (1975) menyatakan bahwa respirasi dalam kaitannya dengan
perkecambahan benih, respirasi merupakan proses yang menghasilkan energi,
sehingga proses perkecambahan tergantung pada respirasi benih itu sendiri.
Agrawal (1980) menyatakan bahwa repirasi, terutama saat awal proses imbibisi
air ke dalam benih telah menunjukkan keeratan korelasi dengan tingkat
pertumbuhan benih buncis, jagung, gandum, kedelai, dan padi.
Faktor yang mempengaruhi respirasi menurut Curtis dan Clark (1950)
diantaranya dalah temperatur, kadar air, oksigen, dan karbon dioksida. Menurut
Masyagina et al. (2009) laju respirasi benih pinus gmelin dan siberian meningkat
seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan selama proses perkecambahan.
Tatipata et al. (2004) menyatakan bahwa menurunnya daya berkecambah benih
kedelai yang disimpan berhubungan dengan tingginya kadar air menyebabkan
struktur membran mitokondria tidak teratur sehingga permeabilitas membran
meningkat. Peningkatan permeabilitas menyebabkan banyak metabolit antara lain
gula, asam amino dan lemak yang bocor keluar sel, sehingga substrat untuk
respirasi berkurang sehingga energi yang dihasilkan untuk berkecambah
berkurang. Oleh karena itu benih yang sudah mengalami kemunduran, laju
respirasi akan semakin bekurang.
Cantrell et al. (1971) menyatakan bahwa tingkat respirasi benih jagung
terus meningkat pada tingkat perkecambahan dan perkembangan benih yang
berbeda. Pian (1981) menambahkan bahwa peningkatan absorbsi O2 dan produksi
CO2 mengakibatkan peningkatan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum,
vigor, dan ukuran struktur ukuran kecambah. Kusumadewi (1988) menyatakan
bahwa pada benih kedelai, kapasitas respirasi berkorelasi positif sangat erat

8

dengan viabilitas total dengan tolok ukur tetrazolium dengan nilai koefisien
korelasi yang sangat besar. Disamping itu, kapasitas respirasi juga berkorelasi
positif dengan vigor daya simpan, dengan tolok ukur keserempakan tumbuh dan
dengan vigor kekuatan tumbuh dengan tolok ukur kecepatan tumbuh. Oleh karena
itu, respirasi benih dapat digunakan untuk mendeteksi viabilitas dan vigor benih.
Tatipata et al.(2004) menyatakan bahwa menurunnya aktivitas spesifik
suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase pada benih kedelai menyebabkan
laju respirasi menurun, dengan demikian energi yang dihasilkan rendah.
Rendahnya energi menyebabkan daya kecambah dan vigor rendah. Sebelumnya
Throneberry dan Smith (1955) menyatakan bahwa terlambatnya perkecambahan
berkaitan dengan menurunnya aktivitas mitokondria. Aktivitas spesifik suksinat
dehidrogenase dan sitokrom oksidase merupakan indikator aktivitas mitokondria.

Kosmotektor
Semua jenis benih masih mengalami proses metabolisme meskipun sudah
dipanen dari tanaman induknya. Besarnya kadar metabolisme dari benih
tergantung dari kadar air yang terkandung di dalamnya dan kondisi lingkungan
tempat penyimpanan benih. Salah satu proses metabolisme yang dilakukan adalah
respirasi benih. Respirasi merupakan proses penguraian karbohidrat sehingga
dihasilkan energi, CO2 dan uap air. Salah satu alat pengukuran kadar respirasi
yang dapat digunakan adalah kosmotektor. Alat ini sering digunakan untuk
mengukur kadar CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi produk-produk
hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Kadar CO2 yang diperoleh,
kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan untuk didapatkan laju respirasi yang
didapatkan (New Cosmos Electric, 1999). Pengukuran respirasi yang dihasilkan
dari produk-produk hortikultura digunakan untuk menentukan daya simpan
produk. Menurut Purwoko et. al.(2002) daya simpan pada buah pisang dapat
diperpanjang dengan menekan laju respirasi dan

laju produksi etilena serta

menunda terjadi puncak klimakterik buah pisang sehari setelah kontrol.

Kosmotektor memiliki banyak jenis dan tipe. Masing-masing tipe
memiliki kelebihan sendiri. Kosmotektor tipe XP-314 merupakan salah satu jenis

9

kosmotektor dengan beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimiliki oleh
kosmotektor tipe ini antara lain, mengukur gas yang mudah terbakar atau tidak
mudah terbakar meliputi karbon dioksida, argon dan helium, dapat memeriksa gas
yang ada didalam tangki dalam jumlah banyak, selain itu dapat dimanfaatkan
untuk bidang pertanian yaitu untuk mengontrol konsentrasi kadar CO2 (New
Cosmos Electric, 1999).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2011.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih dan Laboratorium Pasca
Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas
Wilis yang dipanen pada bulan Desember 2010 yang diperoleh dari BPTP Banten.
Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu plastik polyethilene, kertas steinsiel,
kertas merang, kain strimin, plastik, solatif, plastik wrap, label, kertas amplop, dan
air destilata.
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kosmotektor tipe
XP-314 (Gambar 1). Alat-alat lainnya yaitu ruang ber-AC, ruang bersuhu kamar,
timbangan digital, pipet, refrigerator, waterbath, keranjang, toples inkubasi, oven
pengering (105oC), oven pemanas (60oC), desikator, sealer, alat pengepres IPB
75-1, germinator IPB 72-1, bak plastik, cawan, dan termohigrometer.

Gambar 1. Alat Pengukur Laju Respirasi (Kosmotektor tipe XP-314)

11

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menguji laju respirasi pada lima taraf lot
benih dengan kondisi vigor yang berbeda-beda. Sebelum diukur laju respirasinya,
masing-masing lot benih diberi perlakuan awal agar aktivitas laju respirasi benih
meningkat. Perlakuan awal yang diberikan agar aktivitas respirasi benih dapat
meningkat terdiri atas; 1) pelembaban selama 10 jam; 2) pelembaban selama 15
jam; 3) pelembaban selama 20 jam; 4) inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit;
5) inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dan; 6) inkubasi pada suhu 600C
selama 45 menit. Metode ini dipilih karena alat yang digunakan kurang sensitif
dan benih dengan kadar air rendah, respirasi yang dihasilkan sedikit, sehingga
diberi perlakuan agar laju respirasi benih meningkat dan dapat terdeteksi oleh alat
kosmotektor. Lot benih yang digunakan ada 5 taraf yang terdiri atas lot benih
vigor 1, lot benih vigor 2, lot benih vigor 3, lot benih vigor 4, dan lot benih vigor
5. Penelitian ini terdiri dari tiga ulangan, sehingga seluuruhnya terdapat 90 satuan
percobaan.
Penelitian ini menggunakan analisis keragaman data tingkat vigor lot
benih dan analisis regresi linier sederhana. Analisis keragaman data tingkat vigor
lot benih menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
dengan dengan satu faktor, yaitu tingkat vigor lot benih. Masing-masing tingkat
vigor lot benih diulang sebanyak tiga kali ulangan.
Model percobaan yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + εij (i = 1, 2, 3, 4, 5; j = 1, 2, 3)
Keterangan:
Yij

: Nilai pengamatan tingkat vigor lot benih ke-i pada ulangan ke-j

µ

: Nilai tengah umum

αi

: Pengaruh taraf ke-i faktor tingkat vigor lot benih

εij

: Galat percobaan
Uji lanjut yang digunakan pada hasil yang berpengaruh nyata pada analisis

ini menggunakan Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.
Pendekatan dengan analisis regresi bertujuan untuk mengetahui dan
membandingkan hubungan antara peubah laju repirasi dengan berbagai parameter

12

viabilitas dan vigor benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut
yaitu :
Y = a + bX
dengan :
Y

: peubah laju respirasi

a

: titik potong garis dengan sumbu Y

b

: kemiringan garis

X

: parameter vigor dan viabilitas (peubah bebas)
Hasil analisis regresi ini digunakan dua metode pendekatan. Pendekatan

pertama analisis korelasi regresi antara laju respirasi dengan parameter viabilitas
dan vigor benih. Parameter viabilitas dan vigor benih dinyatakan sebagai sumbu X
dan laju respirasi dinyatakan sebagai sumbu Y. Nilai koefisien korelasi (r)
digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah laju respirasi dengan
peubah viabilitas dan vigor benih. Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1
menggambarkan adanya keeratan hubungan atau korelasi antara laju respirasi
benih dengan parameter viabilitas dan vigor benih yang sesungguhnya. Laju
respirasi benih dapat dideteksi berdasarkan viabilitas dan vigor benih melalui
persamaan regresi apabila koefisien korelasi nyata.
Selain menggunakan analisis keragaman data tingkat vigor lot benih dan
analisis regresi, dilakukan pemilihan perlakuan awal untuk pengukuran laju
respirasi yang terbaik dari nilai standar deviasinya. Nilai standar deviasi yang
paling kecil menunjukkan data laju respirasi yang diperoleh lebih seragam.
Perlakuan awal yang memiliki nilai standar deviasi kecil lebih baik daripada
perlakuan awal dengan nilai standar deviasi besar.

Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pembuatan lot benih terlebih
dahulu. Satu lot besar benih kedelai dibagi menjadi 5 lot benih yang diberi
perlakuan sehingga terbentuk 5 lot benih dengan berbeda vigor. Lot benih vigor 1
disimpan pada ruangan bersuhu AC selama 4 minggu. Lot benih vigor 2 disimpan
pada ruangan bersuhu AC selama 4 minggu lalu dipindah ke ruang bersuhu kamar
selama 4 minggu. Lot benih vigor 3 sedang diperoleh dari Pengusangan Cepat

13

Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 8 jam. Lot benih vigor 4 diperoleh
dari Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 12 jam. Dan
lot benih vigor 5 diperoleh dari Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) dengan
waterbath selama 16 jam.
Kelima lot benih tersebut disamakan kadar airnya dengan cara pemaparan
diruangan bersuhu kamar selama ±4 hari (Gambar 2). Setelah dipaparkan dari
masing-masing lot benih dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama dianalisis
viabilitas dan vigornya dengan cara mengecambahkannya menggunakan metode
UKDdp (Uji

Kertas

Digulung Didirikan

dalam Plastik).

Benih

yang

dikecambahkan masing-masing gulungannya berisi 25 butir benih.

Gambar 2. Pemaparan Benih di Ruang Suhu Kamar untuk Penyamaan Kadar Air

Bagian kedua dan ketiga merupakan perlakuan awal yang diberikan untuk
meningkatkan respirasi benih sebelum diukur, yaitu dengan dilembabkan dengan
kertas steinsiel basah (Gambar 3) dan diinkubasi pada suhu 600C. Bagian benih
kedua dilembabkan selama 10 jam, lalu dimasukkan ke dalam toples inkubasi
dengan masing-masing toples berisi 40 gram benih yang telah dilembabkan. Benih
yang sudah dimasukkan, direkatkan dengan isolasi dan plastik wrap. Benih
diinkubasi ke dalam oven dengan suhu 600C dengan waktu 15 menit, 30 menit,
dan 45 menit. Setelah dikeluarkan dari dalam oven, diinkubasi dalam ruangan
suhu kamar selama ±24 jam. Lalu diukur respirasinya yang dihasilkan (Gambar
4).

14

Gambar 3. Pelembaban Benih dengan Kertas Steinsiel Basah
Bagian benih ketiga dilakukan pelembaban sebagai perlakuan awal dengan
menggunakan kertas steinsiel basah (Gambar 2). Pelembaban dilakukan dengan
waktu 10 jam, 15 jam, dan 20 jam. Setelah dilembabkan benih dimasukkan ke
dalam toples inkubasi dengan masng-masing toples berisi 40 gram benih yang
telah dilembabkan, lalu direkatkan tutupnya. Proses inkubasi ini dilakukan di
ruangan bersuhu kamar selama ±24 jam. Lalu diukur laju respirasinya (Gambar
4). Bagan alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Pengukuran Respirasi Benih

Pelaksanaan Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT)
Pelaksanaan pengusangan cepat terkontrol diawali dengan meningkatkan
kadar air benih menjadi 20%. Lot benih dimasukkan ke dalam plastik polyethilene
dan ditambahkan aquades. Penambahan aquades dilakukan hingga kadar air benih
meningkat mencapai ±20%. Penambahan aquades dilakukan di atas neraca digital.
Benih dalam aluminium foil yang telah memiliki berat yang sesuai dimasukkan ke
dalam refrigerator bersuhu 4oC dan didiamkan selama 24 jam (Wafiroh, 2010).
Akan tetapi, pada penelitian ini yang digunakan adalah plastik polyethilene
sebagai pengganti aluminium foil. Berat benih pada kadar air benih yang
diinginkan diperoleh dari rumus penentuan (ISTA dalam Wafiroh, 2010) sebagai
berikut :

15

W2 = 100 – A

x W1

100 – B
Keterangan :
A

= Kadar air benih awal dari benih (%)

B

= Kadar air benih yang diinginkan (%)

W1

= Berat awal benih yang telah diketahui (gram)

W2

= Berat benih dengan kadar air yang diinginkan (gram)
Benih yang telah berkadar air sesuai selanjutnya dimasukkan ke dalam

inkubator bersuhu 45oC selama 8, 12, dan 16 jam.

16
1 LOT BENIH KEDELAI

Pembuatan Lot Benih:
1. Disimpan pada suhu AC selama 4 minggu
2. Disimpan pada suhu AC selama 4 minggu lalu dipindah pada tempat
dengan suhu ruangan 4 minggu
3. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 8 jam
4. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 12 jam
5. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 16 jam

Penyamaan kadar air benih

Pelembaban 10 jam
Analisis Viabilitas dan
Vigor benih :
1. daya berkecambah
benih
2. potensi tumbuh
maksimum
3. indeks vigor
4. keserempakan
tumbuh
5. kecepatan tumbuh
6. bobot kering
kecambah normal

Dimasukkan kedalam
toples inkubasi

Perlakuan lama
inkubasi pada suhu
600C benih :
1. 15 menit
2. 30 menit
3. 45 menit

Perlakuan lama
pelembaban benih :
1. 10 jam
2. 15 jam
3. 20 jam

Dimasukkan kedalam
toples inkubasi

Inkubasi di dalam
toples ±24 jam

Pengamatan respirasi benih

Out Put :
Korelasi antara laju respirasi benih kedelai dengan parameter viabilitas
dan vigor benih
Gambar 5. Bagan Alir Penelitian

17

Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk menganalisis mutu benih meliputi analisis
berbagai parameter viabilitas dan vigor yang meliputi penetapan kadar air, daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot
kering kecambah normal, keserempakan tumbuh, dan laju respirasi.

1. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh
menjadi kecambah normal dalam lingkungan tumbuh yang optimum.
Menurut ISTA dalam Dina et al. (2006) yang dimaksud dengan daya
berkecambah

dalam

pengujian

laboratorium

adalah

muncul

dan

berkembangnya kecambah sampai suatu tahap dimana struktur esensialnya
mengindikasikan dapat tidak berkembang lebih lanjut menjadi tanaman
yang memuaskan pada kondisi tanah yang sesuai. Uji daya berkecambah
dilakukan dengan metode UKDdp (Uji Kertas Didirikan dalam Plastik).
Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada
hari ke-3 dan ke-5.
DB (%) =

Σ KN I + KN II

×

100%

Benih yang ditanam
Keterangan :
KN I : Kecambah Normal pada hitungan I
KN II : Kecambah Normal pada hitungan II

2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi Tumbuh Maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan
gejala hidup (Sadjad, 1994). Potensi Tumbuh Maksimum merupakan
presentase pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih
tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam.
PTM (%) = Σ benih yang tumbuh
Σ benih yang ditanam

×

100%

18

3. Indeks Vigor (IV)
Presentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian
daya

berkecambah

menunjukkan

presentase

benih

yang

cepat

berkecambah dan hal ini menunjukkan indeks vigor. Nilai indeks vigor
selalu lebih rendah dibandingkan nilai DB tetapi cenderung mendekati
field emergence (Copeland dan McDonald, 1995). Pada penelitian nilai
indeks vigor benih kedelai didapat pada hari ke-3 pengamatan daya
berkecambah.

4. Keserempakan Tumbuh (KST)
Prosedur pengecambahan untuk pengamatan ini sama seperti pada
pengamatan potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah.
Pengamatan dilakukan pada hari ke-4 setelah tanam. Nilai keserempakan
tumbuh benih dinyatakan sebagai persen kecambah normal kuat.

5. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Benih yang lebih cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut
memiliki vigor yang lebih tinggi. Pengujian kecepatan tumbuh (Kct)
dilakukan dengan mengambil dan menghitung kecambah normal setiap
etmal (24 jam) mul