Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah

(1)

TANGGAP TANAMAN KEDELAI DI TANAH GAMBUT

TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS BAHAN

PERBAIKAN TANAH

T E S I S

Oleh

NURHAYATI

027002002/TNH

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

TANGGAP TANAMAN KEDELAI DI TANAH GAMBUT

TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS BAHAN

PERBAIKAN TANAH

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Ilmu Tanah

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHAYATI

027002002/TNH


(3)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8

Judul Tesis : TANGGAP TANAMAN KEDELAI DI TANAH

GAMBUT TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS BAHAN PERBAIKAN TANAH

Nama Mahasiswa : Nurhayati Nomor Pokok : 027002002 Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Asmarlaili, S. MS, DAA) Ke t u a

(Prof. Dr. Ir. Abu Dardak, MS) (Prof. Dr. Ir. Basyaruddin, MS)

A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Tanggal lulus: 11 Nopember 2008 Telah diuji pada

Tanggal: 11 Nopember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Asmarlaili, S. MS, DAA Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Abu Dardak, MSc 2. Prof. Dr. Ir. Basyaruddin, MS 3. Ir.T. Sabrina, MAgSc, PhD


(5)

ABSTRAK

Nurhayati. 027002002. Ekstensifikasi pertanian akhir-akhir ini cenderung bergeser dari lahan-lahan subur ke lahan-lahan marginal, seperti tanah gambut, disebabkan terjadinya alih fungsi penggunaan lahan-lahan subur ke sektor non pertanian. Tanah gambut sangat berpotensi untuk dikembangkan , namun disisi lain tanah gambut mempunyai masalah yang begitu komplek , untuk digunakan sebagai lahan pertanian, sehingga beberapa sifatnya yang berpengaruh terhadap tanaman perlu diperbaiki. Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan tanah (kapur, lumpur laut dan beberapa jenis pupuk hayati) terhadap beberapa sifat tanah gambut (pH, DHL, C-Organik tanah, C/N tanah, N total tanah, P tersedia tanah), serapan hara N dan P tanaman, infektivitas Bradyrhizobium dan mikoriza, pertumbuhan dan produksi kedelai pada tanah gambut. Hipotesis pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah (kapur, lumpur laut dan beberapa jenis pupuk hayati) berpengaruh terhadap sifat tanah gambut (pH, DHL, C-Organik tanah, C/N tanah, N total tanah, P tersedia tanah), serapan hara N dan P tanaman, Bradyrhizobium dan mikoriza, pertumbuhan dan produksi kedelai di tanah gambut. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU, Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU dan Laboratorium Analisis Tanah di RISPA, sejak bulan Maret hinggga November 2007. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial yang terdiri dari dari 13 perlakuan dan 2 ulangan. Perlakuan yang diuji meliputi, kontrol (A0), kapur dolomit (A1), lumpur laut (A2), kapur+lumpur laut (A3), Bradyrhizobium (A4), mos (A5), mikoriza isolat tanah gambut (A6), mikoriza isolat tanah mineral (A7), Bradyrhizobium+mos (A8), mos+mikoriza isolat tanah gambut (A9), mos+mikoriza isolat tanah mineral (A10),

Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut (A11),

Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah mineral (A12). Peubah yang diamati meliputi pH tanah, Daya Hantar Listrik Tanah, C-Organik tanah, C/N tanah, N total tanah, P tersedia tanah, serapan N dan P tanaman, tinggi tanaman umur 2, 3, 4 dan 5 minggu setelah tanam, diameter batang umur 5 minggu setelah tanam, berat tajuk kering, berat akar kering, jumlah bintil akar, derajat infeksi mikoriza, jumlah polong/pot, berat polong/pot, berat biji kering/pot). Peubah dianalisis secara non faktorial dengan proggram Excel, uji lanjut DMRT dan analisis koefisien korelasi dengan program Excel. Pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah (kapur, lumpur laut, dan beberapa jenis pupuk hayati) berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan parameter pH tanah, berat polong kering/pot, jumlah bintil akar, derajat infeksi mikoriza, dan berpengaruh nyata terhadap penurunan parameter Daya Hantar Listrik tanah, dan peningkatan tinggi tanaman umur 5 minggu setelah tanam, jumlah polong/pot dan berat biji kering/pot. Pengaruh perlakuan beberapa jenis bahan


(6)

unggulan pertama adalah perlakuan kapur (A1), dimana telah terjadi respon positip terhadap perlakuan pengapuran dengan dolomit (A1) pada tanah gambut percobaan pot dengan sangat nyata terhadap peningkatan-peningkatan pH tanah, jumlah bintil akar, derajat infeksi mikoriza, berat polong/pot, sedangkan pengaruh pengapuran dolomit itu nyata terhadap tinggi tanaman umur 5 MGST, jumlah polong/pot, berat biji kering/pot dan berpengaruh nyata terhadap penurunan DHL tanah.(2) Perlakuan unggulan kedua adalah inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut (A11), dengan sangat nyata meningkatkan pH tanah, jumlah bintil akar, derajat infeksi mikoriza, berat polong kering/pot, serta dengan nyata meningkatkan tinggi tanaman umur 5 MGST, jumlah polong/pot, berat biji kering/ pot dan berpengaruh nyata terhadap penurunan DHL tanah. 3) Perlakuan yang buruk dan yang paling buruk adalah masing-masing perlakuan lumpur laut+kapur (A3), dan perlakuan lumpur laut tanpa kapur (A2), dimana akibat perlakuan-perlakuan itu terjadi respon negatif terhadap penurunan yang sangat nyata pada parameter pH tanah, jumlah bintil akar, derajad infeksi mikoriza, berat polong kering/pot, dan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 5 MGST, jumlah polong/pot, berat biji kering/pot, sedangkan akibat perlakuan-perlakuan itu dengan nyata terjadi peningkatan DHL tanah. Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa perlakuan unggulan pertama kapur dolomit (A1) dan perlakuan unggulan kedua inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+ mikoriza isolat tanah gambut (A11) dapat diterapkan secara bersama untuk meningkatkan kesuburan tanah gambut, pertumbuhan dan produksi kedelai di tanah gambut.


(7)

ABSTRACT

NURAHAYATI. 027002002. Responsbility Soybean Plant in Peat Soil for Giving Some Materials Repair of Soil. Based of this researh is agriculture expansion renctely tend to change from fertile farm to marginal farm, like peat soil caused by the happening of displacing function use of fertile farm to sector non agriculture. Peat soil have very potential to be develop, but on the other side peat soil have so much problem, to be use as agriculture farm, so that some in character having in fluence to crop require to be repaired. The objective of this research was to know influence some materials repair of soil ( calcify dolomit, sea mud, and some biofertilizers) to some nature of peat soil (pH, DHL, C-organik, C/N, soil nitrogen, soil available P), N and P absorption, the infection of Bradyrhizobium and mikoriza, soybean growth and production. The reseach was done at green house Faculty of Agriculture USU, Biological Laboratory Soil, Central Laboratory of Agriculture USU, and Laboratory Analyse in RISPA from March to November 2007. This research was arranged in Randomized Bloc Design with thirteen treatments and two replicatin consist of control (A0), calcify dolomit (A1), sea mud (A2), calcify dolomit+sea mud (A3), Bradyrhizobium (A4), MOS (A5), peat soil isolat mikoriza (A6), mineral soil isolat mikoriza (A7), Bradyrhizobium+MOS (A8), peat soil isolat mikoriza+mos (A9), mineral soil isolat mikoriza+MOS (A10), Bradyrhizobium+MOS+peat soil isolat mikoriza (A11), Bradyrhizobium+MOS+mineral soil isolat mikoriza (A12). Variable which to know is pH, DHL, C-Organik, C/N, soil nitrogen, soil available P, N and P absorption, high of crop at 2, 3, 4, 5 weeks after planting, stem diameter 5 weeks after planting, dry leaf weight, dry root weigh, amount of root nodule, degree of mikoriza infection, amount of fruit/pot, heavy of fruit/pot, dry seed weight/pot. Analysis variable with excel program, continue with Duncan Multiple Range Test (DMRT), and corelation coeffient analysis with excel program. Giving some material repair soil (calcify dolomit, sea mud, and some biofertilizers) having an effect on very sigficant to degree of mikoriza infection, and having an effect significant to decrease of DHL, and increase high of crop 5 weeks after planting, amount of fruit, dry seed weight/pot. Treatment influence some materials repair of soil persuant to certain variables from best influence to worst follows the first highest treatment is calcify dolomit (A1) where have positip respons on peat soil experiment very sifnificant to increase pH, amount of roor nodule, degree of mikoriza infection, heavy of fruit/pot,while influence calcify dolomit signifint to hight of crop 5 weeks after planting, amount fruit/pot, dry seed weight/pot, and have an effect significat to decrease DHL. The second highest treatment is Bradyrhizobium+MOS+ peat soil isolat mikoriza (A11) increase very significant pH, amount of root nodule, degree of mikoriza infection, heavy dry fruit/pot, and significant increase high crop 5 weeks after planting, amount


(8)

significant some variabels that, pH, amount of root nodule, degree of infection mikoriza, heavy dry fruit/pot, and significat to high crop 5 weeks after planting, amount fruit/pot, heavy dry seed/pot, while effect of treatment significant increase DHL. From this reseach can be suggested that the fisrt highest treatment is calcify dolomit (A1) and the scond higest treatment is Bradyrhizobium+MOS+ peat soul isolat mikoriza (A110 can be applied together to increase fertility of peat soil, soybean growth and production in peat soil.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmad, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga penulisan laporan ini. Penelitian ini berjudul “Tanggap Tanaman Kedelai di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili S, MS. DAA, selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Abu Dardak, MSc, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Basyaruddin, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan masukan-masukan sejak persiapan penelitian ini hingga selesainya penelitian tesis ini.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang tak dapat penulis sampaikan satu persatu, terima kasih penulis aturkan atas ilmu yang disampaikan dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Ibu Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa. B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS, mantan Direktur Sekolah Pascasarjana USU dan Bapak Prof. Chairuddin, P. Lubis DTM&H Sp. A (K) selaku Rektor


(10)

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan belajar kepada penulis.

5. Rektor, Dekan dan Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh yang telah memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Sekolah Pascasarjana USU.

6. Kepada rekan-rekan mahasiswa SPs USU Meli, Mariani, Tioner, Dira, kak Nurhayati, Benny, bang Rajali, Syarifuddin,

7. Analis Laboratorium Biologi Tanah USU Nelli, Bapak alm. Sueb, Rudi yang telah membantu serta memberikan dorongan dalam pelaksanaan pelitian hingga selesai. 8. Bapak Ir. Kasmal Aripin, MSi selaku pengurus rumah kaca Fakultas Pertanian

USU dan karyawan-karyawati rumah kaca yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga selesai.

9. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan studi penulis selama kuliah di Sekolah Pascasarjana USU.

10. Dan akhirnya penghargaan tertinggi kepada kedua orang tuaku tercinta ayahanda M. Amin (alm), dan ibunda Umamah dengan segala perjuangan, doa dan mendorong penulis dalam menuntut ilmu pengetahuan. Kepada ayahanda M. Amin (alm) yang tidak sempat menyaksikan hasil akhir perjuangan ini penulis iringi doa semoga mendapat tempat yang terbaik disisi Allah SWT. Terima kasih juga kepada saudara-saudaraku M. Anwar, SPd, M. Zainuddin, Serka M. Sanusi


(11)

(alm), Ir. M. Syahdan, Nurhasanah dan kakak-kakak iparku kak Nani, kak Ani, kak Hasnah, kak Agus, serta keponakan-keponakanku tercinta Erwin, Wahyu, Rudi, Hary, Irfan, Intan, Maulana,Wiwid, Arif dan Hannah Maryam yang telah memberikan dorongan moril kepada penulis dalam penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana USU.

Medan, Nopember 2008


(12)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : Tanggap Tanaman Kedelai di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam meraih gerlar magister Pertanian pada program Studi Ilmu Tanah konsentrasi Biologi Tanah di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari tesis ini mungkin masih ada kekurangan disana sini untuk itu atas kritik dan saran yang baik dari pembaca penulis aturkan terima kasih. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi segenap pembaca.

Medan………….2008 Hormat saya


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Agustus1970 di Medan. Penulis anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda tercinta M. Amin (alm), dan ibunda tercinta Umamah. Penulis diberi nama Nurhayati.

Jenjang pendidikan yang telah dicapai penulis sampai saat ini adalah:

1. Pada tahun 1982 tamat Sekolah Dasar Negeri no.101808 Kecamatan Sibiru-Biru Kabupaten Deli Serdang dan pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri I Deli Tua Kabupaten Deli serdang.

2. Pada tahun 1985 tamat Sekolah Menengah Pertama Swasta Persit KCK Banda Aceh.

3. Pada tahun 1988 tamat Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri 3 Banda Aceh pada tahun yang sama penulis diterima pada Fakultas Pertanian UNSYIAH melalui jakur PMDK.

4. Pada tahun 1994 tamat dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dan selama memgikuti kuliah penulis memperoleh beasiswa SUPERSEMAR dan Tunjangan Ikatan Dinas.

5. Pada tahun 1998-1999 penulis aktif menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.


(14)

7. Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa S2 pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Tanah, konsentrasi Bioteknologi dan memperoleh beasiswa dari DIKTI.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... . i

ABSTRACT... . iii

UCAPAN TERIMA KASIH... v

KATA PENGANTAR……… ... viii

RIWAYAT HIDUP……… . ix

DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR……… ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah. ... 7

Tujuan Penelitian ... 10

Keluaran……… 10

Hipotesis ... 10

TINJAUAN PUSTAKA... 11

Tanah Gambut dan Permasalahannya……… 11

Perbaikan Kesuburan Tanah Gambut dengan Bahan Mineral………... 16

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanah dan Tanaman………... 19

Bradyrhizobium………. 23

Mikroorganisme Selulolitik……… 29

Mikoriza ... 31

Tanaman Kedelai……….. 35

BAHAN DAN METODE... … 38

Tempat dan Waktu Penelitian……… .. 38

Bahan dan Alat………... 38


(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN... 46

Hasil……… 46

Pembahasan……….. 62

KESIMPULAN DAN SARAN... 87

Kesimpulan ... 87

Saran ... 88


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Pengaruh Pemberian Lumpur Laut Terhadap

Beberapa Sifat Tanah Gambut... 19 2. Pengaruh Tingkat Salinitas Terhadap Tanaman (Follet et al. 1891

dalam Sipayung 2003... 21 3. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah

Terhadap pH Tanah dan DHL Tanah ... 47 4. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah

Terhadap C-Organik Tanah dan C/N Tanah... 49 5. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap N Total

Tanah dan P tersedia Tanah ... 49 6. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah

Terhadap Serapan Hara N dan P tanaman ... 50 7. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Tinggi

Tanaman Umur 5 Minggu Setelah Tanam dan Diameter Batang Umur 5 Minggu Setelah Tanam... 52 8. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Berat

Tajuk Kering dan Berat Akar Kering ... 53

9. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Jumlah Polong/Pot, Berat Kering Polong Kering /Pot dan Berat Biji

Kering/Pot ... 55 10. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Jumlah

Bintil Akar dan Derajat Infeksi Mikoriza ... 58

10. Rangkuman Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah (Kapur, Lumpur Laut dan Beberapa Jenis Pupuk Hayati ) Terhadap Aspek Fisik, Kimia Tanah, Mikrobiologi Tanah, serta Aspek Vegetatif dan Generatif


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Bagan Areal Penelitian………. 97

2. Gambar Peta Ajamu Labuhan Batu ... 98

3. Gambar Tanaman Kedelai Fase Vegetatif... 99

4. Gambar Tanaman Kedelai Fase Generatif ... 100

5. Gambar Perkembangan Akar Tanaman Kedelai ... 101

6. Gambar Akar yang Terinfeksi ... 102

7. Gambar Pot Percobaan……….... 103


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 104

2. Bagan Alur Proses Penelitian ... 105

3. Prosedur Pengamatan Derajat Infeksi Mikoriza... 106

4 Hasil Analisis Awal Tanah Gambut Asal Ajamu... 107

5 Hasil Analisis Awal Lumpur Laut... 107

6. Hasil Analisis Lumpur Laut Kering Udara 4 Minggu... 108

7. Hasil Analisis Tanah Gambut Setelah Perlakuan Inkubasi 8 Minggu .. 109

8. Kriteria Unsur Hara Tanah ………... 110

9. Prosedur Penetapan Dosis Kapur Berdasarkan Kurva Ca (OH)2... 111

10. Perhitungan Dosis Lumpur Laut ... 112

11. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro ... 113

12. Data Pengamatan pH Tanah ... 114

13. Analisis Ragam pH Tanah... 114

14. Data Pengamatan DHL Tanah (mmhos/cm) ... 115

15. Analisis Sidik Ragam DHL Tanah ... 115

16. Data Pengamatan C Organik Tanah (%) ... 116

17. Analisis Ragam C Organik Tanah ... 116

18. Data Pengamatan C/N Tanah ... 117

19. Analisis Ragam C/N Tanah ... 117

20. Data Pengamatan N Total Tanah (%)... 118

21. Analisis Ragam N Total Tanah ... 118

22. Data Pengamtan P tersedia Tanah (ppm) ... 119


(20)

25. Analisis Ragam Serapan N Tanaman ... 121

26. Data Pengamtan Serapan P Tanaman (ppm) ... 121

27. Analsis Ragam Serapan P tanaman ... 121

28. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 2 Minggu Setelah Tanam (cm)... 122

29. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur2 Minggu Setelah Tanam ... 122

30. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 3 Minggu Setelah Tanam (cm) ... 123

31. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur 3 Minggu Setelah Tanam ... 123

32. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 4 Minggu Setelah Tanam (cm)... 124

33. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 4 Minggu Setelah Tanam... 124

34. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 5 Minggu Setelah Tanam (cm)... 125

35. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 5 Minggu Setelah Tanam... 125

36. Data Pengamatan Diameter Batang 5 Minggu Setelah Tanam (mm) .... 126

37. Analisis Ragam Diameter Batang Umur 5 Minggu Setelah Tanam …… 126

38. Data Pengamatan Berat Tajuk Kering (g) ... 127

39. Analisis Ragam Berat Tajuk Kering... 127

40. Data Pengamatan Berat Akar Kering (g) ... 128

41. Analisis Ragam Berat Akar Kering ... 128

42. Data Pengamatan Jumlah Polong/Pot... 129

43. Analisis Ragam Jumlah Polong/Pot ... 130


(21)

45. Analisis Ragam Berat Polong Kering... 130

46. Data Pengamatan Berat Biji Kering/Pot (g) ... 131

47. Analisis Ragam Berat Biji Kering/Pot ... 131

48. Data Pengamatan Jumlah Bintil Akar ... 132

49. Analisis Ragam Jumlah Bintil Akar ... 132

50. Analisis Pengamatan Derajad Infeksi Mikoriza (%) ... 133

51. Analisis Ragam Derajat Infeksi Mikoriza ... 133

52. Ringkasan Koefisien Korelasi pada Parameter yang Diamati... 134


(22)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L. Merr), merupakan sumber protein nabati yang kebutuhannya cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sehingga produktivitasnya perlu ditingkatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kedelai misalnya ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi lahan.

Usaha ekstensifikasi dihadapkan pada semakin berkurangnya lahan-lahan produktif. Menurut Lopulisa dan Jafar Siddieg (1998), proyeksi kebutuhan lahan sampai tahun 2020 akan mencapai lebih kurang 60.88 juta ha atau 165 % dibandingkan dengan kebutuhan lahan pada tahun 1990 yang mencapai 37.0 juta ha. Sektor pertanian diperkirakan membutuhkan lebih kurang 67 juta ha. Permintaan lahan yang sangat besar dimasa mendatang akan menyebabkan meningkatnya penggunaan lahan-lahan marginal termasuk tanah gambut. Tanah gambut cukup potensial untuk dijadikan lahan pertanian mengingat arealnya yang cukup luas yang tersebar di seluruh Indonesia. Lebih dari 38 juta ha tanah gambut di daerah tropis, sekitar 27 juta ha (87.3 %) terletak di Indonesia yang sebagian besar masih merupakan hutan dan hanya sebagian kecil yang sudah diusahakan menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Jumlah ini sekitar 4.3 juta ha dijumpai di Sumatera, 9.3 juta ha di Kalimantan, 4.6 juta ha di Irian Jaya dan selebihnya di Maluku dan Sulawesi. Di Indonesia tanah gambut merupakan jenis


(23)

tanah terluas kedua setelah podsolik dan merupakan negara ke-4 dalam luasan gambut setelah negara Kanada, Uni Soviet dan Amerika Serikat (Radjagukguk 1998). Kenyataan ini jelas menyebabkan tanah gambut cukup potensial untuk perluasan areal pertanian mengingat arealnya yang cukup luas.

Lahan gambut di Indonesia pada umumnya telah diusahakan sebagai lahan pertanian oleh penduduk lokal, bahkan akhir-akhir ini pembukaan lahan gambut meningkat akibat kebutuhan untuk ekstensifikasi pertanian usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Selain pemanfaatan gambut sebagai bahan amelioran juga banyak dilakukan, khususnya untuk perbaikan teknologi budidaya pada tanah-tanah mineral. Namun demikian, keberhasilan pemanfaatan gambut baik untuk usaha budidaya maupun sebagai bahan ekstraksi masih jauh dari yang

diharapkan, karena ada kendala yang berasal dari sifat-sifat gambut bawaan (inheren properties) serta paket teknologi reklamasi yang diterapkan belum memadai.

Pada kondisi alami, tanaman pertanian umumnya sulit tumbuh di tanah gambut disebabkan faktor penghambat yang dimiliki tanah gambut begitu kompleks mencakup kesuburan kimia, fisik dan biologi yang kurang menguntungkan. Hal ini antara lain disebabkan pH rendah, kejenuhan basa rendah, KTK tinggi, rasio C/N tinggi, sehingga ketersediaan hara makro dan mikro bagi tanaman rendah, aktivitas mikroba rendah, adanya pengaruh intrusi garam dan lapisan sulfat masam, drainase yang buruk, dan daya dukung tanah rendah dan berbagai faktor-faktor penghambat


(24)

penghambat tersebut di atas demikian tidak menunjang terciptanya laju penyediaan hara yang memadai bagi tanaman. Kandungan bahan organik yang tinggi pada tanah gambut menyebabkan hara mikro membentuk senyawa komplek dengan asam organik dan tidak mudah tersedia (Rachim 1995; Prasetyo 1996). Dengan demikian usaha ekstensifikasi pertanian pada tanah gambut menghadapi berbagai kendala.

Sedangkan usaha intensifikasi sering mengalami kendala. Penggunaan pupuk buatan untuk meningkatkan produktivitas tanah gambut selain memerlukan biaya dan energi yang relatif tinggi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti meningkatnya kandungan hara (eutrofikasi) di perairan dan air tanah. Oleh karena itu perlu dicari teknologi alternatif yang mudah untuk dilakukan, relatif murah, dan tidak mencemari lingkungan.

Usaha peningkatan produktivitas lahan gambut dengan sistem akrab lingkungan menurut Fukoka (1994), tanpa pupuk kimia, pemanfaatan amandemen tanah seperti kapur dan lumpur laut, dan penggunaan biofertilizer.

Beberapa penelitian untuk menghasilkan teknologi yang dapat meningkatkan kesuburan tanah tanpa menggunakan pupuk kimia buatan telah banyak di lakukan. Salah satu teknologi yang saat ini dikembangkan adalah pengelolaan hara terpadu yang mendukung pemupukan organik dan pemanfaatan biofertilizer. Pemanfaatan beberapa jenis bahan perbaikan tanah seperti kapur, lumpur laut, dan pupuk hayati seperti Bradyrhizobium, mikroba perombak selulosa, dan mikoriza dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah dan khususnya untuk


(25)

memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah gambut merupakan alternatif yang tepat. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang dipilih dalam budidaya tanaman yakni efisiensi energi dan selaras dengan lingkungan.

Kapur dolomit merupakan bahan yang sering digunakan untuk meningkatkan pH tanah karena mengandung unsur Ca dan Mg. Penggunaan bahan lain yang mengandung unsur yang sama yang dikandung kapur seperti lumpur laut dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan pH tanah gambut. Pemanfaatan lumpur laut haruslah diperhatikan secara seksama pengelolaannya, karena lumpur laut memiliki tingkat kegaraman (salinitas) yang tinggi yang dapat mengganggu fisiologis tanaman dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman.

Hasil penelitian Pronoto (2005), pemberian lumpur laut dengan pengering udara selama satu bulan dapat meningkatkan pertumbuhan kedelai pada tanah bergambut. Pemberian lumpur laut tanpa pengeringudaraan selama satu bulan menurunkan pertumbuhan tanaman kedelai dan bahkan menyebabkan kematian pada akhir fase vegetatif.

Pemberian lumpur laut dan kapur dapat meningkatkan basa-basa dan kejenuhan basa disertai turunnya KTK tanah gambut (Sagiman dan Pujianto 1994 dan Suyadi 1995). Kandungan basa-basa yang tinggi dan sejumlah unsur hara mikro pada lumpur laut akan meningkatkan KB tanah, ketersediaan hara dan memperkecil pengaruh toksik dari asam fenolat.


(26)

Berbagai penelitian tentang budidaya kedelai di tanah gambut terlihat bahwa pemanfaatan beberapa jenis bahan perbaikan tanah seperti lumpur laut, kapur dan pupuk buatan mutlak diperlukan. Sagiman dan Pujianto (1994) mengggunakan lumpur laut untuk meningkatkan produksi kedelai di tanah gambut. Mereka

menemukan bahwa kedelai dapat berproduksi dengan baik sedangkan tanpa lumpur laut tanaman mati sebelum membentuk bunga. Pada percobaan tersebut KB tanah meningkat dari 18 % (tanpa lumpur) menjadi 48.9 % dengan lumpur 10 %. Berdasarkan penelitian di lapang Suyadi (1995) melaporkan bahwa pemakaian lumpur laut dan kapur akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Produksi 1500 kg/ha dapat diperoleh jika gambut diberi 7.5 ton lumpur laut, 3.0 ton kapur setiap hektar, hasil itu dapat ditingkatkan menjadi 1720 kg/ha jika gambut diberi 15 ton lumpur laut dan 3 ton kapur, yang diberi pada baris tanam. Efisiensi kenaikan produksi ini akibat melipatgandakan dosis lumpur laut dan berkaitan dengan perubahan kejenuhan basa pada tanah gambut. Secara umum KB tanah gambut harus mencapai 30 % agar tanaman dapat menyerap basa-basa yang diperlukan.

Kemampuan Bradyrhizobium, mikroorganisme selulolitik, dan mikoriza secara terpisah telah banyak diuji. Beberapa hasil penelitian tentang Bradyrhizobium, menunjukkan bahwa jumlah N yang ditambat dari udara melalui simbiosis adalah sekitar 40 sampai 70 % dari seluruh N yang diperlukan untuk pertumbuhan kedelai. Tanah gambut mengandung bahan organik yang tinggi tetapi sangat bertolak belakang dengan kandungan unsur hara tanahnya, disebabkan proses dekomposisi


(27)

bahan organik belum sempurna, sehingga status hara tanah gambut sangat miskin. Diharapkan dengan pemberian mikroorganisme selulolitik dapat memecahkan masalah tersebut.

Disamping itu bentuk hara P pada tanah gambut didominasi bentuk P organik yang disebut fosfolipida. Fosfolipida tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman, oleh karena itu mikoriza sangat berperan untuk menghidrolisis fosfolipida dan kemudian menghasilkan enzim fosfatase yang dapat merubah senyawa fosfor menjadi tersedia bagi tanaman. Menurut Sutanto (2002), mikoriza dapat menghemat pupuk fosfat sekitar 20% sampai 30%.

Studi tentang peranan bioinokulan dalam meningkatkan produktivitas tanah gambut memang sudah dilakukan oleh Rianto dkk. (1997) tetapi hal itu terbatas pada pemanfaatan bakeri bintil akar. Anggraini dan Sahar Hanafiah (2003) dalam

penelitian mereka menemukan pemberian berbagai jenis bahan amandemen yang dikombinasikan dengan inokulan campuran Bradyrhizobium, mikroorganisme selulolitik, mikroba pelarut fosfat dapat meningkatkan pH tanah dari 4.17 sampai dengan 5.45 dan penurunan C/N tanah dari 32.18 hingga 23.44. Namun Anggraini dan Sahar Hanafiah (2003) dalam penelitian tersebut menggunakan isolat yang berasal dari tanah mineral dengan dosis 6 cc/pot, diduga hal ini juga merupakan salah satu penyebab tidak tercapainya produksi seperti yang diharapkan atau dosis


(28)

Penelitian tentang isolasi dan pemanfaatan mikoriza pada tanah gambut masih belum banyak dilakukan. Menurut Given dan Dickson (1975 dalam Noor 2001) pada tanah gambut dapat dijumpai berbagai mikroorganisme seperti bakteri perombak selulosa aerobik, penambat N dan berbagai jamur mikro. Kandungan bahan organik tanah berhubungan erat dengan jumlah spora mikoriza. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mempunyai kandungan bahan organik 1-2 % dan jumlah spora sangat rendah pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik kurang dari 0,5 %.

Dalam penelitian ini ingin mempelajari pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan tanah (kapur, lumpur laut, dan beberapa jenis pupuk hayati) terhadap ketersediaan dan serapan hara tanaman kedelai yang ditanam pada tanah gambut.

Rumusan Masalah

Budidaya tanaman pada tanah gambut akan terbentur pada masalah kesuburan fisik, kimia dan biologi yang kurang mendukung untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Sifat kimia tanah gambut yang menjadi kendala diantaranya reaksi tanah yang masam sampai sangat masam. Rendahnya nilai pH ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi ion H+ yang ada pada larutan maupun pada permukaan koloid organik tanah. Menurut Noor (2001) adanya asam-asam organik akan mampu mengeluarkan sejumlah ion H+ melalui disosiasi asam organik. Kondisi ini memberikan dampak yang kurang baik bagi tanaman. Kemasaman tanah dapat


(29)

mempengaruhi populasi dan aktivitas mikroorganisme. Selain itu tanah gambut memiliki N total tinggi namun tidak tersedia bagi tanaman dan ini ditunjukkan oleh tingginya rasio C/N tanah dan kadar P yang rendah. Selanjutnya Radjagukguk (1998) menjelaskan bahwa kandungan N-total hanya akan tersedia setelah mengalami proses mineralisasi. Dari segi biologi rendahnya jumlah dan aktivitas mikroorganisme heterotrop pada tanah gambut menyebabkan laju pematangan gambut menjadi lambat, pada hal tingkat kematangan gambut merupakan salah satu penentu kesuburan tanah gambut, untuk itu diupayakan untuk meningkatkan laju dekomposisi bahan organik tersebut.

Tanah gambut mempunyai potensi untuk dijadikan lahan pertanian mengingat arealnya yang cukup luas dan tersebar di beberapa kepulauan di Indonesia dan ketersediaan lahan kering untuk lahan pertanian semakin berkurang.

Penelitian mengenai kemungkinan penggunaan tanah gambut untuk usaha pertanian masih sangat terbatas, khususnya untuk kemungkinan diusahakan menjadi lahan pertanian, sampai saat ini belum banyak dilakukan, karena perhatian masih lebih banyak ditujukan pada lahan kering. Namun demikian mengingat potensi lahan kering yang diperkirakan semakin terbatas, perlu dipikirkan penelitian kemungkinan penggunaan tanah gambut untuk diusahakan menjadi lahan pertanian khususnya tanaman palawija seperti kedelai. Berdasarkan konsep pemikiran di atas maka perlu dilakukan penelitian ini.


(30)

Dalam pengelolaan kesuburan tanah dalam sistem pertanian berkelanjutan, maka aktivitas biologi dan siklus hara merupakan faktor penentu utama. Bertitik tolak dari permasalahan yang ada pada tanah gambut maka salah satu alternatif usaha yang dapat dilakukan dalam pengelolaan tanah gambut untuk aktivitas pertanian secara berkelanjutan (sustainable land agriculture) adalah pemanfaatan mikrosimbion yaitu dengan pemberian pupuk hayati disamping pemberian bahan perbaikan tanah anorganik seperti kapur dan lumpur laut. Penggunaan bahan perbaikan tanah anorganik (kapur, lumpur laut) dan pupuk hayati pada tanah gambut diharapkan dapat memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah gambut. Pemberian kapur atau lumpur laut dapat meningkatkan pH tanah gambut dan sekaligus memperbaiki status hara tanah gambut dan secara tidak langsung akan meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroba pada tanah gambut seperti mikroba perombak selulosa yang berperan dalam merombak bahan organik, mikroba penambat N simbiotik, dan mikoriza. Diharapkan dengan pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah seperti kapur, lumpur laut dan beberapa jenis pupuk hayati dapat mengatasi faktor-faktor penghambat pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai di tanah gambut. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan, sehingga akan diketahui status hara tanah gambut yang akan dikaitkan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang dibudayakan pada tanah gambut


(31)

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan tanah (kapur , lumpur laut, dan beberapa jenis pupuk hayati) terhadap beberapa sifat tanah gambut (pH, Daya Hantar Listrik, C organik tanah, C/N tanah, N total tanah, P tersedia tanah), serapan hara N dan P tanaman, infektivitas

Bradyrhizobium dan mikoriza pertumbuhan dan produksi kedelai pada tanah gambut. Keluaran

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam usaha meningkatkan kesuburan tanah gambut dengan sistem ramah lingkungan melalui pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah (kapur, lumpur laut dan beberapa jenis pupuk hayati).

Hipotesis

Pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah (kapur, lumpur laut dan beberapa jenis pupuk hayati) berpengaruh terhadap beberapa sifat tanah gambut (pH, Daya Hantar Listrik, C organik tanah, C/N tanah, N total tanah, P tersedia tanah), serapan hara N dan P tanaman, infektivitas Bradyrhizobium dan mikoriza pertumbuhan dan produksi kedelai pada tanah gambut.


(32)

Gambut terbentuk dari serasah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik (humifikasi) lebih tinggi daripada laju dekomposisisnya. Akumulasi gambut umumnya akan membentuk lahan gambut pada lingkungan jenuh atau tergenang air, atau pada kondisi yang menyebabkan aktivitas mikroorganisme terhambat. Vegetasi pembentuk gambut umumnya sangat adaptif pada lingkungan anaerob atau tergenang seperti bakau (mangrove), rumput-rumput rawa, dan hutan air tawar. Di dataran rendah dan daerah pantai, mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anerobik yang dipertahankan oleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan serasah tanaman yang semakin bertambah menghasilkan pembentukan hamparan gambut ombrogen yang berbentuk kubah atau dome (Noor 2001). Gambut ombrogen terbentuk dari vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun dengan ketebalan hingga puluhan meter. Gambut tersebut terbentuk dari vegetasi rawa yang sepenuhnya tergantung pada input unsur hara dari air hujan dan bukan dari tanah mineral di bawah atau dari rembesan air tanah, sehingga tanahnya menjadi miskin dan bersifat masam.

Proses pembentukan tanah gambut disebut proses geogenik (bukan pedogenik) yaitu proses terjadinya akumulasi bahan organik sehingga tebalnya mencapai lebih 30 cm yang disebut juga proses paludisasi (Hardjowigeno 1997).


(33)

Dalam sistem klasifikasi tanah (soil taksonomi), tanah gambut termasuk ordo Histosol (histos dari bahasa Yunani = jaringan). Tanah Histosol didefinisikan sebagai tanah yang mengandung bahan organik lebih 20 % (bila tanah tersebut tidak mengandung liat) atau lebih dari 30 % (bila tanah mengandung liat 60 % atau lebih) dan tebalnya secara komulatif lebih dari 40 cm (Soil Survey Staf 1998).

Kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh kedalaman dan lapisan mineral di bawah gambut. Makin tebal gambut makin miskin lapisan atasnya. Gambut yang terbentuk di atas endapan pasir kuarsa lebih miskin dari gambut yang terbentuk di atas endapan liat.

Menurut Noor (2001), Secara kimiawi sifat tanah gambut yang utama adalah kemasaman tanah, ketersediaan hara tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, kadar asam organik tanah, kadar pirit atau sulfur. Sifat-sifat kimia tanah ini sangat penting dalam penentuan jenis komoditis dan cara-cara pengelolaan hara dan pupuk dalam budidaya tanaman pertanian.

Tanah gambut di Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2,8-4,5 dan kemasaman potensial mencapai >5 cmol/kg, ketersediaan unsur-unsur makro N, P, K, serta jumlah unsur mikro pada umumnya juga rendah. Kapasitas tukar kation KTK tanah gambut cukup tinggi apabila dihitung berdasarkan berat bahan kering mutlak 115-270 cmol/kg, kejenuhan basa (KB) tanah gambut umumnya rendah pada kisaran 5,4-13 % dengan rasio C/N tinggi yaitu 24-33,4 (Suhardjo dan Widjhaya-Adhi


(34)

perbandingan C/N yang tinggi, apabila tanah gambut direklamasi maka sebagian besar unsur N akan diambil oleh jasad renik sebagai sumber energi dalam proses pelapukan bahan organik, sehingga ketersediaan hara bagi tanaman akan berkurang. Ratio C/N tanah gambut umumnya 25-35. Hal ini menunjukkan bahwa perombakan belum sempurna sehingga terjadi immobilisasi N. Perombakan dikatakan sempurna jika nisbah C/N lebih kecil dari 20 (Murayama dan Abu Bakar 1996). Kandungan hara N, P, K dan Mg tergolong rendah. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000-4000 kg N/ha pada lapisan 0–20 cm tetapi yang tersedia bagi tanaman kurang dari 3 % dari jumlah tersebut. Dibandingkan dengan tanah mineral tanah gambut mempunyai kapasitas fiksasi P sangat rendah, karena itu ketersediaan P pada tanah gambut umumnya lebih baik daripada tanah mineral. Kandungan hara mikro khususnya Cu, Mn, Bo dan Zn sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa organo-metal yang menyemat (fixation) unsur-unsur tesebut (Noor 2001). Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut umumnya sangat tinggi mencapai 90– 200 meq/100 g yang disebabkan oleh gugusan karboksil dan fenolik, dan mungkin gugusan fungsional yang lain. Gugusan-gugusan fungsional tersebut bertambah dengan semakin lanjut dekomposisi bahan organik sehingga kapasitas tukar kation dapat meningkat sampai 200 meq/100 g atau lebih. Kejenuhan basa tanah gambut umumnya sangat rendah, kurang dari 10 % (IPB 1998). Gambut ombrogen memiliki kejenuhan basa lebih rendah dari gambut topogen, semakin tebal gambut kejenuhan basa semakin rendah. pH tanah dan kesuburan tanah meningkat dengan meningkatnya kejenuhan basa. Menurut Tan (1994) kesuburan tanah tinggi bila kejenuhan basa≥80


(35)

%, kesuburan sedang bila kejenuhan basa kurang dari 80 % tetapi lebih dari 50 %, dan rendah bila kejenuhan basa < 50 % (dengan 1 N NH4OAc pH 7). Kation-kation

Ca2+, Mg2+, K+, sangat diperlukan oleh tanaman, ketersediaannya meningkat dengan meningkatnya nilai kejenuhan basa. Pada tanah gambut secara umum kejenuhan basa harus mencapai 35 % apabila dikehendaki tanaman lebih mudah menyerap basa-basa (Soepardi 1997).

Menurut Flaig, Beuteelspacer dan Rietz (1975 dalam Sagiman 2001) dari hasil biodegradasi lignin akan dihasilkan asam-asam fenolat, dan dari selulosa atau hemiselulosa akan dihasilkan asam-asam karboksilat.

Urutan peracunan asam-asam fenolat berdasarkan penelitian Tadano et al.

(1992 dalam Sagiman 2001) adalah asam ferulat<p-kumarat <vanilat=siringat> p-hidroksibenzoat. Pengaruh peracunan ternyata juga berbeda antara satu tanaman dengan lainnya, pengaruh peracunan tertinggi pada tomat dan paling rendah pada padi, tomat>jagung = kedelai >gandum>padi. Dengan konsentrasi kritis <0.05 mM pada tomat; 0.25 mM pada jagung dan kedelai dan 0.5 mM pada gandum dan padi. Mengingat asam fenolat merupakan senyawa yang dapat meracuni tanaman maka Sabiham (1996) menganjurkan untuk mengatasi masalah keracunan tanaman sebelum tanah gambut dimanfaaatkan untuk kepentingan pertanian. Tadano et al. (1992 dalam

Basyaruddin 2001) melaporkan hasil penelitiannya yang menunjukkan asam-asam organik tanah gambut pada konsentrasi tertentu menjadi racun bagi tanaman sehingga


(36)

Tanah gambut mempunyai kerapatan lindak (bulk density) yang sangat rendah dan bervariasi sesuai dengan tingkat dekomposisi bahan organik dan kandungan mineral (Hardjowigeno 1997).

Berdasarkan tingkat dekomposisinya histosol dibagi menjadi 3 sub ordo yaitu fibrik<hemik<saprik. Secara umum, tingkat dekomposisi menentukan sifat-sifat fisik, biologi dan kimia gambut.

Beberapa upaya untuk melihat potensi mikroorganisme dalam memacu perombakan telah diteliti. Hasil penelitiaan Komariah et al. (1994) menunjukkan penggunaan mikroorganisme perombak selulosa dapat meningkatkan ketersediaan hara dan perombakan gambut, tetapi belum mampu menurunkan nisbah C/N. Triana dan Sahar Hanafiah (2003) meneliti pengaruh pemberian pupuk hayati dan

amandemen pada tanah gambut yang berasal dari Indragiri Hilir – Riau terhadap serapan hara tanaman kedelai. Hasil penelitian menunjukkan pemberian inokulan campuran rhizobia, mikroorganisme perombak selulosa, mikroba pelarut fosfat disertai amandemen dapat meningktkan pertumbuhan tanaman kedelai di tanah gambut namun penggunaaan mikroorganisme perombak selulosa tanpa amandemen dapat meningkatkan ketersediaan hara tetapi belum mampu menurunkan nisbah C/N. Pemberian amandemen seperti abu janjang bersama mikrooraganisme perombak selulosa dapat menurunkan nisbah C/N tanah gambut dan meningkatkan

pertumbuhan tanaman kedelai di tanah gambut. Peningkatan pH akibat pemberian amanden tanah dapat meningkatkan aktivitas mikroba pada tanah gambut. Lambatnya


(37)

perombakan pada tanah gambut karena aktivitas mikroornisme yang rendah. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh potensial redoks, nisbah C/N, pH, suhu, dan kelembaban. Keberadaan sifat-sifat inheren baik dari segi kimia, fisika, dan biologi yang kurang menguntungkan menyebabkan tanah gambut digolongkan sebagai tanah marginal (Limin et al. 2000).

Untuk itulah perlunya usaha untuk mengelola tanah gambut dengan semestinya.

Perbaikan Kesuburan Tanah Gambut dengan Bahan Mineral

Dalam pengembangan dan pengelolaan tanah gambut ditemukan berbagai macam kendala. Dari segi kesuburan kimia beberapa kendala yang sering dijumpai pada tanah gambut adalah (1) reaksi tanah tergolong sangat asam yang berasal dari berbagai asam organik yang terbentuk selama pelapukan; (2) kandungan hara makro dan mikro rendah; (3) kapasitas tukar kation yang tinggi sedangkan kejenuhan basa rendah sehingga kation-kation Ca, Mg dan K sukar tersedia bagi tanaman; (4) karena gambut kaya akan bahan organik maka unsur mikro seperti Cu, Mn dan Fe

membentuk khelat dengan senyawa organik sehingga sukar tersedia bagi tanaman dan (5) pelapukan senyawa organik menyebabkan gambut kaya dengan asam-asam

organik yang meracuni tanaman, terutama senyawa fenol (Sabiham 1996).

Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam perbaikan tanah gambut adalah melalui pemupukan, pengapuran, penambahan abu (asal gambut atau serbuk gergaji),


(38)

mineral seperti lumpur laut. Salah satu cara memperbaiki sifat gambut untuk media tumbuh tanaman dengan penambahan bahan mineral berupa kapur dan lumpur laut merupakan kajian yang akan diungkapkan dalam tulisan ini. Pemberian pupuk dan amandemen dalam komposisi dan takaran yang tepat dapat mengatasi masalah keharaan dan kemasaman tanah gambut.

Pengapuran pada tanah gambut dapat memperbaiki kesuburan tanah gambut, namun efek residunya tidak berlangsung lama hanya 3-4 kali musim tanam, sehingga pengapuran harus dilakukan secara periodik. Pengapuran selain dapat mengurangi kemasaman tanah juga meningkatkan kandungan kation basa yaitu Ca dan Mg maupun kejenuhan basa gambut (IPB 1998). Kapur mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui dua cara yaitu peningkatan ketersediaan unsur Ca, Mg dan perbaikan ketersediaan unsur-unsur lain yang ketersediaannya tergantung pH tanah. Dolomit merupakan salah satu jenis kapur pertanian yang mengandung Ca dan Mg. Kedua unsur hara ini penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk meningkatkan pH tanah dari 3.3 menjadi 4.8 diperlukan kapur sebanyak 4.4 ton/ha (Driessen 1978 dalam suyadi 1995).

Pemanfaatan tanah mineral untuk perbaikan tanah gambut diperkenalkan ke Indonsia oleh tentara Jepang selama Perang Dunia ke II kepada para romusha (pekerja paksa) di tanah gambut sungai Rokan, Riau. Tanah mineral dari pinggir sungai diangkut dengan sampan dan disebar di atas gambut kemudian dicampur secara merata. Pemakaian tanah mineral dari tanggul sungai untuk perbaikan


(39)

kesuburan gambut memungkinkan para romusha terhindar dari kelaparan (Pamungkas dan Soepardi 1997).

Lumpur laut merupakan endapan pantai yang mengandung basa-basa dan unsur mikro yang cukup tinggi namun dengan KTK rendah, sehingga penambahan bahan ini diharapkan dapat meningkatkan kejenuhan basa dan kesuburan gambut ataupun sebagai pengganti kapur untuk pada masa yang akan datang.

Menurut Radian dalam kompas (1997), Lumpur laut mengandung zat besi, aluminium, dan kejenuhan basanya yang tinggi sekitar 9-13 % cocok untuk penyuburan tanah gambut. Satu hektar tanah gambut jika disuburkan dengan 8.8 ton lumpur laut ternyata memproduksi sekitar tiga ton kedelai. Penaburan Lumpur laut seberat itu bisa dimanfaatkan selama tiga musim tanam atau sembilan bulan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rianto dkk. (1997) terlihat bahwa salah satu hambatan tumbuh tanaman di tanah gambut adalah bersumber dari kejenuhan basa tanah gambut yang sangat rendah. Peningkatan KB dilakukan dengan kombinasi dua cara yaitu: (1) penurunan KTK gambut dengan menambahkan tanah mineral ber KTK rendah, (2) peningkatan jumlah basa dengan penambahan dolomit, kalsit dan pupuk KCl. Atas dasar itu Sagiman (2001) memperbaiki sifat-sifat gambut melalui peningkatan KB dengan pencampuran gambut dengan tanah mineral (lumpur laut) dan penambahan basa-basa (pengapuran). Kapur dan lumpur laut dapat memperbaiki kesuburan tanah gambut, dengan peningkatan pH, peningkatan


(40)

Menurut Sagiman dan Pujianto (1994), peningkatan KB tanah gambut dapat pula dilakukan dengan menggunakan lumpur laut, penambahan 4 % lumpur laut (tanpa kapur) pada gambut dalam pot dapat meningkatkan KB menjadi 29 %.

Tabel 1. Pengaruh pemberian lumpur laut terhadap beberapa sifat tanah gambut (Sagiman dan Pujianto 1994)

Lumpur Laut

(%) pH H2O

KTK (cmol/kg) Kejenuhan Basa (%) 0 2 4 6 8 3.66 3.96 4.26 4.47 4.60 137.60 114.65 107.63 99.21 99.03 15.64 20.67 29.69 31.68 46.32

Sabiham (1993 dalam Sagiman 2001) dalam penelitiannya memperoleh bahwa pemberian lumpur sungai, lumpur payau dan lumpur laut masing-masing sebesar 30 % berat mampu memacu pertumbuhan tanaman padi yang ditanam pada gambut tebal.

Peningkatan kejenuhan basa tanah gambut dapat dilakukan dengan pencampuran tanah mineral yang dikombinasikan dengan pengapuran, karena penambahan tanah mineral dapat menurunkan kapasitas tukar kation tanah (IPB 1998). Hal ini dapat menurunkan kebutuhan kapur pada tanah gambut.

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanah dan Tanaman

Dalam penelitiaan ini yang dimaksud dengan lumpur laut adalah sidemen bahan meneral yang diendapkan pada garis pantai (Bhatt, dalam Sagiman 2001).


(41)

Bahan sidemen dapat berasal dari erosi tanah di dataran diangkut oleh aliran sungai maupun hasil abrasi pantai dan diangkut oleh arus laut kemudian diendapkan pada garis pantai (Shorelin). Air laut sangat berperan terhadap sifat lumpur laut sehingga bahan endapan yang dihasilkan kaya akan garam-garam NaCl, Na2SO4, CaCO3 dan

MgCO3 (Tan 1998). Dengan demikian lumpur laut dapat menjadi alternatif sumber

hara bagi tanaman mengingat lumpur laut mengandung ion yang banyak. Namun tingginya salinitas pada air laut perlu menjadi pertimbangan dalam pemanfaatan hara dari lumpur laut.

Distribusi hara didalam lumpur laut dipengaruhi oleh sirkulasi air laut, proses biologi dan mineralisasi serta regenerasi nutrisi dengan adanya migrasi hewan dan suplai dari daratan.

Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain NaCl, NaSO4,

CaCl2, MgSO4, MgCl2, yang terlarut dalam air. Dalam larutan tanah garam-garam ini

mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut Follet et al. (1981 dalam Sipayung 2003), tanah salin memiliki pH <8.5 dengan daya hantar listrik > 4 mmhos/cm. Nilai daya hantar listrik (DHL) mencerminkan kadar garam yang terlarut. Peningkatan konsentrasi garam yang terlarut akan menaikkan nilai DHL larutan yang diukur dengan menggunkan elektroda platina.


(42)

Tabel 2. Pengaruh Tingkat Salinitas Terhadap Tanaman (Follet et al. 1981 dalam Sipayung 2003)

Tingkat Salinitas Konduktivitas mmhos cm-1

Pengaruh Terhadap Tanaman Non Salin 0-2 Dapat diabaikan

Rendah 2-4 Tanaman yang peka terganggu Sedang 4-8 Kebanyakan tanaman tergangguS Tinggi 8-16 Tanaman yang toleran terganggu

Sangat Tinggi >16 Hanya beberapa jenis tanaman toleran yang dapat tumbuh

Garam-garam atau Na+ yang dapat dipertukarkan akan mempengaruhi sifat-sifat tanah jika terdapat dalam keadaan yang berlebihan dalam tanah. Kekurangan unsur Na+ dan Cl- dapat menekan pertumbuhan dan mengurangi produksi. Peningkatan konsentrasi garam terlarut di dalam tanah akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga menghambat penyerapan air dan unsur-unsur hara yang berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang masuk ke dalam akar berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah persediaan air dalam tanaman (Follet et al. 1981 dalam Sipayung 2003).

Dalam proses fisiologis tanaman, Na+, dan Cl- diduga mempengaruhi pengikatan air oleh tanaman, sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan. Sedangkan Cl diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi oksigen. Sementara penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi koloid tanah.


(43)

Menurut Sigalingging (1985 dalam Sipayung 2003), salinitas akan mempengaruhi sifat fisik, dan kimia tanah, yaitu 1) tekanan osmotik yang meningkat, 2) peningkatan potensi ionisasi, 3) infiltrasi tanah menjadi buruk, 4) kerusakan dan terganggunya struktur tanah, 5) permeabilitas tanah yang buruk, 6) penurunan konduktivitas. Salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang cukup tinggi akan menimbulkan stres dan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan tanaman. Salinitas dapat menghambat pertumbuhan tanaman dengan dua cara yaitu:

a. Dengan merusak sel-sel yang sedang tumbuh sehingga pertumbuhan tanaman terganggu.

b. Dengan membatasi jumlah suplai hasil-hasil metabolisme esensial bagi pertumbuhan sel melalui pembentukan tyloses.

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami steres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan.

Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering dibagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air.


(44)

permeabilitas tanah. Semakin tinggi konsentrasi NaCl pada tanah, semakin tinggi tekanan osmotik dan daya hantar listrik tanah (Maas dalam Basri 1991).

Selain pengaruh tersebut di atas, kandungan Na+ yang tinggi dalam air tanah akan menyebabkan kerusakan struktur tanah. pH tanah menjadi lebih tinggi karena kompleks serapan dipenuhi oleh ion Na+. Hal ini akan meningkatkan persentase pertukaran natrium (ESP). Secara drastis pertumbuhan tanaman akan menurun bila ESP mencapai 10% ( Singh, Chabra dan Abrol dalam Basri 1991).

Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas memberan, kerusakan lamela, kekacaun organel sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu tranportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman.

Bradyrhizobium

Klasifikasi dan morfologi Bradyrhizobium

Bradyrhizobium adalah bakteri tanah termasuk divisi protophyta, kelas schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Rhizobiaceae mempunyai kemampuan membentuk bintil akar pada tanaman legum, kriteria ini sering digunakan untuk mengenal bakteri bintil akar (Anas 1989 dalam Elfiati 2000). Famili dari Rhizobiacea dibedakan menjadi 4 genus yaitu : Rhizobium, Bradyrhizobium, Azorhizobium dan Sinorhizobium (McCardell, Sadowsky dan Cregan, 1993 dalam Sagiman 2001). Genus Rhizobium, Azorhizobium dan


(45)

sinorhizobium merupakan bakteri yang tumbuh cepat, sedang Bradyrhizobium merupakan genus yang tumbuh lambat. Bakteri bintil akar pada kedelai Rhizobium japonicum sekarang digolongkan sebagai Bradyrhizobium japonicum, karena memiliki pertumbuhan yang lambat, sedang bakteri bintil akar kedelai yang tumbuh cepat yaitu R. fredi sekarang dikenal sebagai sinorhizobiumfredii (Rao 1994).

Menurut Somasegaran dan Hoben (1994) ada beberapa ciri utama yang membedakan genus Rhizobium dan Bradyrhizobium. Dimana koloni Rhizobium

biasanya setengah tembus cahaya, lengket, dan berdiameter 2-4 mm dalam waktu 3-5 hari pada agar khamir manitol, dapat tumbuh pada sumber karbon yang lebih banyak terutama glukosa, manitol dan sukrosa, sementara Bradyzobium jarang sekali tembus cahaya, berwarna putih dan teksturnya cenderung granular, koloninya tidak melebihi 1 mm selama inkubasi 5-7 hari. Genus Rhizobium dan Bradyrhizobium juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada kemampuan menghasilkan asam atau basa pada medium extrak khamir manitol agar yang termasuk dalam penghasil asam adalah genus Rhizobium, sedangkan golongan penghasil basa adalah genus Bradyrhizobium. Ciri pembeda lainnya tanaman inang utama untuk genus Rhizobium adalah legum sub tropis sedang genus Bradyrhizobium adalah legum tropis.


(46)

Mekanisme Pembentukan Bintil Akar dan Penambatan Nitrogen

Proses pembentukan bintil akar menurut Brock dan Madigan (1988 dalam

Elfiati 2000), dapat melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) Pemilihan pasangan tanaman yang tepat oleh bakteri bintil akar yang dilanjutkan dengan pelekatan bakteri pada bulu-bulu akar, (2) Penyerbuan bakteri bintil akar ke dalam bulu-bulu akar melalui benang-benang infeksi, (3) Perjalanan bakteri bintil menuju akar utama, (4) Pembentukan struktur bakteroid dan dimulainya penambatan nitrogen, (5) Pembelahan sel tanaman terus-menerus sehingga terbentuk bintil akar.

Menurut Subba Rao (1994); Salisburry dan Ross (1995), Infeksi bakteri ke dalam akar tanaman inang merupakan awal dari mulai terbentuknya bintil akar legum. Pembentukan bintil akar berawal dari dikeluarkannya asam-asam amino dan lainnya pada rhizosfer oleh akar legum, sehingga meningkatkan jumlah

Bradyrhizobium di sekitar akar. Pengenalan akar makrosimbion (akar rambut kedelai) oleh mikrosimbion (bakteri Bradyrhizobia) dapat terjadi karena akar kedelai mengeluarkan lectin (protein) yang dapat dikenal oleh “receptor” spesifik pada permukaan bakteri, sehingga bakteri dapat menempel pada akar rambut kedelai. Pelekatan Bradyrhizobium pada bulu-bulu akar bergantung pada ketepatan senyawa makromolekul yang dikeluarkan oleh tanaman dengan polisakarida yang terdapat pada permukaan sel bakteri Bradyrhizobium. Salah satu jenis lektin yang sering dikeluarkan akar tanaman legum adalah adalah trifolin, sedangkan polisakarida yang sering terdapat pada permukaan sel bakteri bintil akar tersebut adalah


(47)

2-deoksiglukosa dan secara selektif berinteraksi dengan lectin asal akar tanaman legum tertentu. Penggabungan kedua senyawa ini dapat membentuk suatu ikatan yang kuat, sehingga terjadi pelekatan bakteri pada bulu-bulu akar. Triptofan yang dikeluarkan bakteri kemudian diubah menjadi Indoleacetic acid (IAA). Senyawa IAA inilah yang merangsang pembengkokan bulu akar, setelah terjadi pembengkokan Bradyrhizobium

akan masuk ke dalam bulu-bulu akar dan segera membentuk benang-benang saluran infeksi. Bradyrhizobium akan masuk ke dalam sel kortek dari akar, di dalam sel kortek bakteri akan menempati sitoplasma, membentuk sel yang disebut bakteroid, dan menghasilkan stimulan yang menyebabkan sel kortek aktif membelah sehingga menghasilkan sel-sel poliploid. Pembentukan sel ini akan menyebabkan pembengkakan jaringan, kemudian membentuk struktur bintil yang berisi bakteri

Bradyrhizobium, dan menonjol sampai di luar akar tanaman inangnya. Struktur ini berasosiasi sangat erat dengan jaringan pembuluh akar disebut sebagai bintil akar atau nodul.

Bakteroid adalah suatu struktur yang menggembung serta dapat mengikat nitrogen dari udara dan terdapat pada pusat bintil akar dikelilingi oleh sel kortek dan merupakan tempat penambatan nitrogen dari udara. Di dalam bintil yang aktif menambat nitrogen, kehadiran bakteroid ini menunjukkan warna kemerah-merahan karena adanya leghemoglobin, yaitu pigmen merah yang mirip dengan haegmoglobin yang terakumulasi pada sel-sel bintil akar tepatnya antara bakteroid dan selubung


(48)

penambatan nitrorogen. Enzim tersebut dikenal juga dengan nama kompleks nitrogenase yaitu suatu enzim yang terdiri dari dua rantai polipeptida dan tersusun dari dua komponen utama yaitu:

(1) Komponen nitrogenase yang mempunyai rantai Fe-S-Mo-polipeptida dengan berat molekul sebesar 200.000.

(2) Komponen reduktase yang mempunyai rantai Fe S-Polipeptida dengan berat molekul sebesar 60.000.

Proses reduksi N2 adalah sebagai berikut:

N2 + 6 e- + 12 ATP + 12 H 2O 2 NH4+ + ADP + 12 Pi + 4 H+

Pada reduksi N2 oleh enzim nitrogenase memerlukan energi yang berasal dari

ATP (adenosine triphosphate) yang dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif, ion Mg, agen pereduksi sebagai sumber elektron dan kondisi aerobik. Energi yang diperlukan untuk mereduksi N2 menjadi NH3 setara dengan 12 molekul ATP untuk setiap

molekul N2. Agar kebutuhan energi yang tinggi dapat dipenuhi maka bakteroid

melakukan respirasi aerob dan membutuhkan O2, akan tetapi konsentrasi O2 harus

sangat rendah karena O2 dalam konsentarsi yang tinggi dapat menghambat

penambatan nitrogen karena nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen bebas. Konsentrasi O2 di dalam bintil akar diatur oleh leghemoglobin sebagai suatu senyawa

protein yang dapat mengikat O2. Hasil reduksi N2 adalah NH3 yang kemudian akan

tergabung membentuk asam glutamat, glutamin, asam aspartat dan alanin. Hasil sintesis asam amino itu kemudian akan ditransportasikan ke bagian tanaman melalui


(49)

jaringan xilem sehingga dapat dipakai oleh tanaman inang (Rao 1994; Brown et al. 1995; Killham dan Foster 1995).

Selain itu bakteri bintil akar ini juga mempunyai enzim nitrogenase yang dapat mengoksidasi H2 menjadi ion H+ dan elektron sehingga keduanya dapat

digunakan kembali untuk mereduksi N2 dan pembentukan ATP. Pembawa elektron

dalam struktur bakteroid bakteri bintil akar adalah feredoksin dan flavodoksin. Asam B-hidroksibutirat merupakan suatu senyawa yang diakumulasikan dalam jumlah besar sebagai suatu polimer dalam bakteroid dan mempunyai kemampuan untuk memberikan donor elektron kepada N melalui koenzim NaDH (Rao 1994).

Pada simbiosis antara bakteri dan tanaman inang, tanaman inang (makrosimbion) akan memberikan subtrat karbon sebagai sumber energi, dan bakteri mereduksi N2 menjadi NH3 yang kemudian ditransportasi ke jaringan tanaman untuk

sintesis protein (Rao 1994). Kemampuan bakteri bintil akar menyusup ke dalam akar rambut dan membentuk bintil akar dinyatakan sebagai infektivitas. Kemampuan bakteri bintil akar menambat N2 disebut efektivitas. efektivitas inokulan dapat

diperiksa dengan mencabut dan melihat bintil akar pada umur 20 hari. Strain bakteri bintil akar yang tidak efektif akan membentuk bintil akar yang tidak efektif juga. Bintil akar yang tidak efektif umumnya berukuran kecil, bulat, putih dan menyebar pada seluruh sistem perakaran. Sebaliknya, strain bakteri bintil akar yang efektif akan membentuk bintil akar yang efektif. Strain ini hanya membentuk beberapa bintil


(50)

Pembentukan bintil akar dan penambatan nitrogen dipengaruhi oleh faktor genetik, biologis dan faktor lingkungan.

Faktor genetik. Suatu strain bakteri bintil adalah spesifik untuk suatu genus atau suatu spesies leguminosa, artinya mampu membentuk bintil akar pada tanaman legum tersebut walaupun bintil bintil tersebut tidak mempunyai kemampuan menambat N.

Menurut Rao (1994), Keefektifan menambat nitrogen tergantung dari strain bakteri bintil akar dan varietas legum dimana antara keduanya terdapat ketergantungan genetik. Efisiensi simbiosis penambatan nitrogen hayati tergantung kepada kecocokan dari kedua patner yaitu mikrosimbion dan makrosimbon dan keduanya dipengaruhi pula oleh sejumlah faktor lingkungan rhizosphere.

Faktor biologis. Pembentukan bintil akar di dalam tanah dipengaruhi oleh adanya musuh alami seperti nematoda, serangga, serta rhizofag (virus untuk bakteri bintil akar) dan bakteri yang merupakan parasit terhadap bakteri bintil akar.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi infektivitas dan efektivitas bakteri terutama sekali pH tanah, kandungan hara, kelembaban, suhu.

Mikroorganisme Selulolitik

Gambut terbentuk dari serasah organik oleh karena itu menurut Noor (2001) komposisi senyawa kimia tanah gambut terdiri dari hemiselulosa, selulose, lignin, protein, dan senyawa dapat larut dalam ether, alkohol dan air. Biomasa lignoselulosa


(51)

umumnya sulit dihidrolisis baik secara kimia maupun secara enzimatis (Darnoko 1994).

Dekomposisi senyawa organik merupakan proses biodegradasi (perombakan secara biologis) terhadap senyawa organik dan mikroorganisme tanah mempunyai peranan penting dalam proses ini. Mikroorganisme yang berperan dalam perombakan bahan organik yang mengandung selulosa dinamakan mikroorganisme selulolitik yang dapat berupa fungi, bakteri, aktinomisetes maupun protozoa. Diantara mikroorganisme selulolitik yang sudah banyak dipelajari adalah dari golongan jamur antara lain (Chaetonium sp., Tricoderma sp., Aspergillus sp,. dan Humicola sp.), dari golongan bakteri (Cellumonas sp., Cytophage sp., Clostridium sp.), dari golongan aktinomycetes (Nocardia sp., dan Streptomyces sp.) (Rao 1994).

Mikroorganisme selulolitik mempunyai kemampuan tumbuh pada selulosa dan dapat mendekomposisi bahan-bahan selulosa sebagai respon terhadap adanya selulosa dalam lingkungan tempat hidupnya, karena mikroorganime selulolitik ini dapat menghasilkan enzim selulase yang berperan sebagai katalisator dalam proses hidrolisis selulosa.

Mikroorganisme selulolitik seperti jamur, bakteri, dan aktinomicetes banyak terdapat pada-tanah pertanian, hutan, jaringan hewan atau tumbuhan yang telah membusuk. Beberapa diantaranya seperti aktinomisetes dan myxobakteria meliputi genus Imperfekti Cyitophage dan Sporocytophage dapat dengan mudah merombak


(52)

Kondisi tanah gambut yang miskin hara dengan nisbah C/N yang tinggi maka untuk mempercepat proses dekomposisi perlu penambahan mikroorganisme selulolitik yang berfungsi merombak selulosa yang terdapat pada tanah gambut sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara tanaman dan memacu tingkat kematangan tanah gambut. Munir (1995) mengemukakan bahwa tingkat kematangan tanah gambut perlu diperhatikan, karena dengan tingkat kematangan ini sifat fisik, kimia tanah gambut akan lebih baik bila sudah lanjut.

Mikoriza

Pengertian Mikoriza

Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang termasuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (Mices) dan perakaran (Rhiza) tumbuhan tinggi. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapatkan pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao 1994). Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya tetapi memberi suatu keuntungan kepada tanaman inang (host) dimana tanaman inang menerima hara mineral, sedangkan cendawan memperoleh senyawa karbon dari hasil fotosintesis tanaman inangnya. Hubungan kedua mahluk ini hanya terjadi pada akar tanaman khususnya pada akar yang halus dan masih muda, dan tidak pernah terjadi pada bagian yang lain. Mengapa hubungan ini hanya terjadi pada akar lateral yang muda, masih belum ada jawaban yang pasti. Mungkin kemampuan infeksi hifa


(53)

cendawan hanya pada sel korteks atau dinding sel yang masih lembut, atau ada enzim-enzim tertentu yang dimiliki oleh hifa cendawan yang hanya mampu menembus dinding sel tumbuhan pada batas umur tertentu.

Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Endomikoriza dibedakan lebih lanjut menjadi 4 tipe yaitu :

1. phicomicetes atau lebih dikenal sebagai MVA 2. orcidaceous

3. ericoid

4. arbutoid (ektendomikoriza)

Diantara tipe-tipe ini MVA memiliki daerah sebaran yang sangat luas, baik sektor pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Hal ini mungkin disebabkan manfaat yang diberikan oleh tipe asosiasi mikoriza ini dalam meningkatkan produksi atau pertumbuhan ketiga sektor tersebut, dimana secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, sehingga keduanya selalu menjadi perhatian.

Jenis-jenis jamur yang membentuk MVA adalah dari genus-genus Acauospora, Gigaspora, Glomus, dan Sclerocystis dari famili Endogonaceae, kelas Phycomycetes. Jamur-jamur tersebut belum dapat ditumbuhkan dalam media buatan tanpa tanaman inang (Mosse 1981, Gianinazzi-Pearson dan Diem 1982). Jamur


(54)

ektomikoriza pada umumnya tergolong ke dalam kelompok Ascomycetes dan Basidiomycetes.

Mikoriza dan Pertumbuhan Tanaman

Secara umum tanaman yang bermikoriza mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya. Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham 1994).

Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman (pertanian, kehutanan, dan perkebunan). Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi MVA adalah kedelai, barley, bawang, kacang tunggak, nenas, padi, kacang tanah, legum penutup dan lain-lain. Khusus untuk kedelai MVA yang terdapat pada kedelai adalah Glomus macrocarpus, Gigaspora calosporaan.

Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara. Secara umum manfaat pupuk hayati mikoriza menurut Nuhamara (1994) adalah :

1. Memperbaiki struktur tanah.

2. Meningkatkan absorpsi hara dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres air.


(55)

4. Produksi hormon.

Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Munyanziza et el. (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal depedency" (RFMD) :

RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa mikoriza ] x 100 %

Infektivitas diartikan sebagai daya jamur untuk menginfeksi dan mengkoloni akar tanaman. Infektifitas dalam hal ini dinyatakan sebagai proporsi akar tanaman yang terinfeksi. Efektifitas menunjukkan perbandingan besarnya peranan atau pengaruh mikoriza.

Infektivitas dan efektivitas mikoriza dipengaruhi spesies cendawan, tanaman inang, interaksi mikrobial, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antara cendawan mikoriza yang disebut sebagai faktor biotik, dan faktor lingkungan tanah yang disebut sebagai faktor abiotik (Solaiman dan Hirata 1995).

Walau MVA tidak mempunyai spesifitas tertentu tanaman inang, namun kemampuan menginfeksi dan mengkoloni akar berbeda antar spesies yang satu dengan yang lainnya. Hal ini diduga karena perbedaan dalam daya adaptasi terhadap kondisi tanah, keberlimpahan propagul dan sifat fisiologi propagul serta perkembangan jamur di dalam akar setelah infeksi (Mosse 1981).


(56)

infeksi dan kolonisasi jamur mikoriza. Perbedaan reaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh aras kepekaan tanaman terhadap infeksi dan sifat ketergantungan tanaman pada mikoriza dalam serapan hara terutama di tanah yang kekurangan P. Kedua sifat tersebut ada kaitannya dengan tipe perakaran dan keadaan fisiologi atau perkembangan tanaman (Mosse 1981).

Faktor lingkungan tanah yang mempengaruhi MVA terutama sekali bahan organik dan residu akar, unsur hara, pH, suhu, serta kadar air tanah (Gianinazzi-Pearson 1982).

Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis, tanaman ini memerlukan unsur hara untuk pertumbuhannya. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman terutama unsur hara N, P dan K disamping beberapa macam unsur hara makro dan mikro lainnya. Pemupukan untuk tanaman kedelai pada tanah gambut berbeda dengan pemupukan pada tanah mineral, hal ini dikarenakan kandungan hara yang rendah pada tanah gambut. Dosis untuk tanaman kedelai yaitu 45 kg N/ha, 60 kg P2O5 kg/ha dan 60 kg K2O/ha (Noor, 2001).

Tanaman kedelai dapat diusahakan di dataran rendah mulai dari 0 – 500 m d.p.l. dengan curah hujan relatif rendah (suhu tinggi), tetapi membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan tanamannya. Sebagai barometer untuk mengetahui apakah keadaan iklim di suatu daerah, cocok atau tidak untuk tanaman kedelai, dapat


(57)

dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh di daerah tersebut. Apabila tanaman jagung dapat tumbuh baik dan hasilnya juga baik, berarti iklim di daerah tersebut sesuai untuk tanaman kedelai. Namun kedelai mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jagung.

Hal terpenting yang diperhatikan dalam pemilihan lokasi atau lahan untuk penanaman kedelai adalah tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) tanahnya baik, bebas dari wabah nematoda dan reaksi tanah yang ideal adalah 5.0–7.0. Sementara tanah gambut memiliki pH antara 2.8-4.5. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menurunkan derajat kemasaman tanah tersebut, antara lain dengan pemberian bahan perbaikan tanah seperti kapur dan lumpur laut. Pada tanah yang masam (pH<5.0) perlu dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian (Adisarwanto 2005).

Selain itu untuk meningkatkan status hara tanah gambut adalah dengan inokulasi mikroba yang bermanfaat seperti mikroorganisme selulolitik, mikroba pelarut P, mikroba penambat N simbiotik, dan jamur mikoriza. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa Bradyrhizobium dapat meningkatkan ketersediaan unsur nitrogen melalui simbiosanya dengan tanaman inang, mikroorganisme selulolitik menigkatkan hara melalui proses dekomposisi bahan organik, mikoriza dapat meningkatkan ketersediaan fosfat.

Kedelai merupakan salah satu tanaman leguminosa yang mampu memanfaatkan sumber energi secara biologis. Simbiosa leguminosa-rhizobia mampu


(58)

leguminosa-mikoriza mampu meningkatkan ketersediaan fosfat bagi tanaman. Agar simbiosa dapat berjalan baik, maka faktor tumbuh dan berkembang kedelai perlu diperhatikan

Tanaman muda memerlukan persentase P yang lebih tingi dibandingkan dengan stadia kemudian, bila tanaman kekurangan P akan terlihat sebelum tanaman setinggi lutut karena itu distribusi P melalui pemupukan akan segera dapat menanggulangi keadaan ini (Suprapto 1994).

Tanaman kedelai untuk dapat tumbuh dengan baik terutama membutuhkan sifat fisik tanah yang baik, termasuk drainase yang baik. Penggunaan tanah gambut untuk budidaya kedelai hanya dapat dimungkinkan apabila masalah drainase terlebih dahulu dapat dibenahi, termasuk menurunkan permukaan air tanahnya.


(59)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium Sentral, dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dimulai dari bulan Maret sampai dengan November 2007 dengan jadwal kegiatan penelitian seperti pada lampiran 1.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitiaan ini adalah tanah gambut jenis hemik yang diambil dari Ajamu daerah Rantau Prapat, Sumatera Utara, benih kedelai varietas Anjasmoro, koleksi inokulum Bradyrhizobium asal tanah gambut, koleksi mikroorganisme selulolitik asal tanah gambut (jamur, bakteri, aktinomycetes), inokulum mikoriza asal tanah gambut dan tanah mineral., kapur dolomit, lumpur laut dari daerah Belawan, rock fosfat (32 % P2O5), KCl (60 %

K2O), pupuk mikro fitonik, fungisida Dupon Delsene Mx-80 WP, Delouse 200 SL

dan insektisida Chlormite 400 EC , aquades, dan sejumlah bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah dan analisis tanaman.

Alat yang digunakan antara lain: pot plastik warna hitam, baskom plastik, hand sprayer, timbangan analitik, ayakan, cangkul, pH meter, oven, dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis tanah, dan analisis tanaman.


(60)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 13 perlakuan dan 2 ulangan. Faktor yang diteliti adalah beberapa jenis bahan perbaikan tanah yaitu:

AO = kontrol

A1 = kapur dolomit sebanyak 74.70 g/pot (dosis kapur ditentukan dengan metode kurva Ca(OH)2 pH 6

A2 = lumpur laut sebanyak 5.07 kg/pot (setara dengan Ca kapur). A3 = kapur + lumpur laut (1:1)

A4 = Bradyhizobium 10 cc/pot A5 = mos 10 cc/pot

A6 = mikoriza isolat tanah gambut (isolat campuran Glomus) 100 g propagul/pot

A7 = mikoriza isolat tanah mineral 100 g propagul/pot A8 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mos 10 cc/pot

A9 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mikoriza isolat tanah gambut 100 g propagul/pot(isolat campuran Glomus).

A10 = mos 10 cc/pot+ mikoriza isolat tanah gambut 100 g propagul/pot (isolat campuran Glomus)

A11 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mos 10 cc/pot + mikoriza isolat tanah gambut 100 g propagul/pot (isolat campuran Glomus)

A12 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mos 10 cc/pot + mikoriza isolat tanah mineral 100 g propagul/pot


(61)

1 cc = 108 sel

Dengan demikian terdapat 26 satuan percobaan. Model matematika rancangan percobaan yang digunakan: Yik = μ + k +αi +ik

Yijk = Angka pengamatan dari pengaruh pemberian amandemen dan

pupuk hayati taraf ke i, dalam ulangan ke k. μ = nilai rata-rata umum.

αI = pengaruh pemberian amandemen dan pupuk hayati yang ke i.

k = pengaruh ulangan (blok) yang ke k ik = Pengaruh kesalahan keseluruhan percobaan pada pemberian

amandemen ke i dalam ulangan ke k.

Data yang diperoleh secara statistik diuji dengan sidik ragam (uji F), dan uji lanjutan bagi perlakuan yang nyata atau sangat nyata menggunakan Uji Beda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 % dan 1%.

Pelaksanaan

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu : a. Tahap Persiapan Media Tumbuh

Tanah gambut diambil dari Ajamu daerah Rantau Parapat, Sumatera Utara. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan metoda komposit pada kedalaman 0-20 cm. Tanah gambut dibersihkan secara manual dilakukan analisis awal terhadap beberapa aspek kimia untuk mengetahui status hara, selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag sebanyak 10 kg/pot. Pot-pot tersebut diletakkan di atas baskom yang berisi air kemudian disusun di rumah


(62)

tanaman yang dipanen pada fase akhir vegetatif (40 hst), sedangkan kelompok kedua untuk tanaman yang dipanen pada masa reproduktif.

b. Inkubasi Pengapuran Dan Pemberian Lumpur Laut

Lumpur laut sebelum diaplikasikan terlebih dahulu dikering udarakan selama 4 minggu kemudian dianalisis status haranya. Kapur dan lumpur laut dicampur dengan tanah secara homogen dan diinkubasi selama 8 minggu.

c. Pemupukan

Pemupukan P yang berasal dari rock fosfat diberikan sebanyak 800 kg P2O5/ha (42 g/pot) dan KCl sebanyak 60 kg K2O/ha (1.67 g/pot) diberikan secara

tugal bersamaan dengan penanaman. Takaran rock fosfat berdasarkan penelitian Triana (2003). Pupuk mikro diberikan dalam bentuk larutan yang disemprotkan melalui daun tanaman. Penyemprotan dilakukan mulai pada saat tanaman berumur 15 hst dengan interval satu minggu sekali sampai tanaman berumur 40 hst. Pupuk hayati (mos, Bradyrhizobium) diberikan ke tanah dalam bentuk cairan dengan dosis sesuai perlakuan. Mos diberikan pada saat tanam, sedangkan

Bradyrhizobium diberikan pada saat tanaman berumur 7 hst dan inokulum mikoriza diberikan dalam bentuk inokulum tanah atau propagul cendawan yang terdiri dari spora, hypa, dan akar yang terifeksi diletakkan di sekitar perakaran tanaman dan diberikan pada saat tanam.


(63)

Benih kedelai sebelum ditanam direndam dahulu dengan air selama 1 jam. Setiap pot percobaan ditanam 3 butir dengan kedalaman tanam 3 cm dari

permukaan tanah. Penjarangan dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan meninggalkan 2 tanaman/pot yang pertumbuhannya dianggap baik. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman untuk menjaga ketinggian air genangan di dalam baskom, penyiangan dan pemberantasan hama penyakit.

e. Pemanenan.

Pemanenan dilakukan dua kelompok. Kelompok pertama pemanenan untuk tanaman yang dipanen pada fase akhir vegetatif (40 hst). Kelompok kedua untuk tanaman yang dipanen setelah masak.

Peubah yang Diamati A. Pada Fase Vegetatif

1. Tinggi tanaman umur 2, 3, 4 dan 5 Minggu Setelah Tanam (MGST)

Tinggi tanaman diukur dari mulai bagian tanaman di atas tanah dengan diikat plastik penanda atau mulai dari sisa kotiledon pertama sampai titik tumbuh yang tertinggi.

2. Diameter batang

Pengukuran diameter batang dilakukan pada akhir vegetatif (5 MGST). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong pada ruas kedua, ketiga, keempat kemudian dirata-ratakan.


(64)

3. Berat tajuk kering tanaman

Tanaman dipotong pada leher akar dekat permukaan tanah atau mulai sisa kotiledon pertama, kemudian dibersihkan dan dimasukkan dalam kantong kertas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 700C selam 48 jam kemudian dimasukkan eksikator selama 15 menit lalu ditimbang.

4. Berat akar kering

Sisa dari potongan berat tajuk kering tanaman (bagian akar) dicuci bersih

dengan air lading dan diovenkan sama halnya dengan berat tajuk kering. 5. Jumlah bintil Akar

Jumlah bintil akar yang terbentuk pada akar tanaman kedelai dihitung untuk masing-masing perlakuan.

6. pH tanah

Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter (pH H2O

1: 2.5).

7. Kandungan C dan N tanah

Analisis kandungan C tanah dilakukan dengan metoda Walkley and Black dan untuk N dengan metoda Kjedhal.

8. Nilai C/N tanah

9. Daya Hantar Listrik (DHL) tanah


(65)

10. P tersedia tanah

Pengukuran kadar P tersedia tanah dengan cara ekstraksi dengan 0.03 N NH4F dan 0.025 N HCL (metoda Bray II) dan N total tanah dengan

metode Kjeldahll.

11. Analisis kadar N dan P jaringan tanaman

Bagian tanaman (batang, daun) dikering ovenkan pada suhu 70 0C selama 48 jam, selanjutnya digiling halus. Kadar hara N dan P tanaman dianalisi dengan menggunakan metoda destruksi basah menggunakan H2SO4 dan

H2O2 untuk P tanaman menggunakan alat Spectrofotometer dan untuk N

tanaman menggunakan metode Kjeldhall.

B. Pada Fase Generatif (Tanaman Masak Panen Buah)

1. Jumlah polong (buah/pot) dan berat polong kering (g/pot).

Hasil tanaman dipanen setelah biji matang ditandai dengan 90 % polong telah berwarna coklat, daun telah gugur dan batang sudah mengering. Jumlah polong yang terbentuk dihitung untuk masing-masing perlakuaan kemudian ditimbang beratnya.

2. Berat biji kering (g/pot)

Hasil biji ditimbang untuk setiap perlakuan. 3. Persentase infeksi akar oleh mikoriza

Persentase infeksi akar diukur dengan melihat akar yang terinfeksi oleh mikoriza. Derajat infeksi mikoriza menyatakan pengukuran persentase


(66)

tanaman. Preparasi contoh akar yang akan diamati dilakukan dengan penjernihan secara dingin di dalam larutan KOH 10 % selama 24 jam, dan kemudian pewarnaan dengan acid fuchsin 0.1% dalam lactofenol secara dingin (direndam selama lebih dari 24 jam) (Kormanik dan Mc. Graw 1982). Sedangkan persentase derajat infeksi akar ditentukan menurut prosedur visual dari Geovanetti dan Mosse (1980). Contoh akar yang diamati diambil secara acak dari dua pertiga bagian akar yang terletak di bagian bawah dan pengamatan dilakukan terhadap akar tanaman yang mempunyai diameter lebih kecil dari 2.0 mm.

Derajad infeksi = pengamatan jumlah akar yang terinfeksi x 100 % total akar yang diamati


(67)

Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Beberapa Sifat Tanah Gambut

Sifat-sifat tanah gambut yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pH, DHL, % C, C/N, N-total, dan P tersedia tanah. Hasil pengukuran terhadap sifat-sifat tersebut disajikan pada Lampiran 12, Lampiran 14, Lampiran 16, Lampiran 18, Lampiran 20, dan Lampiran 22. Sedangkan sidik ragamnya disajikan pada lampiran 13, Lampiran 15, Lampiran 17, Lampiran 19, Lampiran 21, dan Lampiran 23. Kemasaman (pH Tanah) dan DHL Tanah

Hasil analisis sidik ragam (uji F) (Lampiran 13 dan 15) pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah dan nyata terhadap DHL tanah. Hasil uji beda rataan pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan tanah terhadap pH tanah dan DHL tanah disajikan pada Tabel 3.


(68)

Tabel 3. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap pH Tanah dan DHL Tanah

Perlakuan pH Tanah DHL Tanah

A0 = kontrol 4.14 AB 5.50 abcd

A1 = kapur 5.52 D 3.25 a

A2 = lumpur laut 3.57 A 8.50 e

A3 = kapur+lumpur laut 4.56 BC 7.00 de

A4 = Bradyrhizobium 4.30 ABC 5.25 abcd

A5 = mos 4.11 AB 5.50 abcd

A6 = mikoriza isolat tanah gambut 4.28 ABC 4.50 abcd A7 = mikoriza isolat tanah mineral 4.06 AB 5.00 abcd

A8 = Bradyrhizobium+mos 4.09 AB 6.75 cde

A9 = Bradyrhizobium+mikoriza isolat tanah gambut

4.25 ABC 4.25 abc

A10 = mos+mikoriza isolat tanah gambut 4.06 AB 6.00 bcde A11 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat

tanah gambut

5.09 CD 3.75 ab

A12 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah mineral


(1)

163

Lampiran 50. Data Pengamatan Derajad Infeksi Mikoriza (%) Perlakuan BLOK

I II Total Rataan A0 25.00 35.00 60.00 30.00 A1 98.00 94.00 192.00 96.00 A2 9.00 11.00 20.00 10.00 A3 19.00 15.00 34.00 17.00 A4 21.00 19.00 40.00 20.00 A5 28.00 26.00 54.00 27.00 A6 90.00 70.00 160.00 80.00 A7 80.00 90.00 170.00 85.00 A8 22.00 28.00 50.00 25.00 A9 88.00 84.00 169.00 84.50 A10 95.00 75.00 172.50 86.00 A11 99.00 99.00 198.00 99.00 A12 99.00 95.00 194.00 97.00

Total 773.00 741.00 1.514.00

Rataan 59.23 57.00 58.23

Lampiran 51. Analisis Ragam Derajat Infeksi Mikoriza

SK DB JK KT F.hit F.05 F.01 Blok Perlakuan Galad 1 12 12 32.34 30562.15 1611.50 32.34 2546.85 134.29 0.24 tn 18.97 ** 4.75 2.69 9.33 4.15 Total 25 32205.99

Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 19.90 % ** = Berbeda Sangat Nyata


(2)

164

Lampiran 52. Ringkasan Koefisien Korelasi pada Parameter yang Diamati

pH DHL C/N C-Organik

P-AV N Tanah Serapan N Serapan P Tinggi Tanaman Diameter Batang Berat Akar Kering Berat Tajuk Kering Jumlah Polong Berat Polong Kering Berat Biji Kering Jumlah Bintil Akar Ph 1.00

DHL -0.58 1.00

C/N -0.44 -0.66 1.00

C-Organik 0.18 0.22 0.20 1.00 P-AV 0.68 -0.75 0.58 0.33 1.00

N Tanah -0.14 -0.22 0.17 0.67 0.20 1.00

Serapan N 0.57 -0.79 0.63 0.09 0.39 0.28 1.00

Serapan P 0.58 -0.81 0.70 0.05 0.17 0.01 0.68 1.00

Tinggi Tanaman 0.69 -0.82 0.54 0.12 0.14 0.32 0.73 0.80 1.00

Diameter Batang 0.82 0.83 0.70 0.05 0.35 0.17 0.73 0.81 0.82 1.00

Berat Akar Kering 0.72 -0.62 0.70 0.05 0.33 0.17 0.79 0.72 0.88 0.92 1.00

Berat Tajuk Kering 0.73 0.76 0.62 0.10 0.33 0.02 0.91 0.73 0.85 0.78 0.85 1.00

Jumlah Polong 0.56 0.56 0.76 0.02 0.20 0.24 0.72 0.79 0.89 0.85 0.95 0.82 1.00

Berat Polong Kering 0.64 0.82 0.56 0.30 0.41 0.07 0.69 0.69 0.66 0.81 0.84 0.81 0.84 1.00

Berat Biji Kering 0.71 0.66 0.82 0.10 0.17 0.02 0.73 0.73 0.77 0.83 0.83 0.82 0.92 0.92 1.00

Jumlah Bintil Akar 0.59 0.75 0.66 0.01 0.22 0.14 0.96 0.82 0.80 0.88 0.82 0.87 0.75 0.75 0.82 1.00 Derajat Infeksi

Mikoriza

0.61 0.80 0.41 0.14 0.82 0.22 0.49 0.85 0.68 0.71 0.78 0.53 0.73 0.73 0.61 0.57


(3)

Lampiran 53. Ringkasan Pengaruh Perlakuan Terhadap Parameter yang Diamati

Parameter Pengaruh Beberapa Jenis Bahan

Perbaikan Tanah

pH Tanah **

DHL Tanah *

C Organik Tanah tn

C/N Tanah tn

N Total Tanah tn

P Tersedia Tanah tn

Serapan N Tanaman tn

Serapan P Tanaman tn

Tinggi Tanaman Umur 5 Minggu Setelah Tanam

tn

Diameter Batang Umur 5 Minggu Setelah Tanam

tn

Berat Kering Tajuk Tanaman tn

Berat Kering Akar Tanamn tn

Jumlah Polong/pot *

Berat polong kering/pot **

Berat Biji Kering/pot *

Jumlah bintil akar/pot **

Derajat Infeksi Mikoriza **

Keterangan : tn = tidak nyata * =nyat


(4)

(5)

(6)

168