Respons Dua Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.) Pada Pemberian Pupuk Hayati Dan NPK Majemuk

RESPONS DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill.) PADA PEMBERIAN PUPUK HAYATI DAN NPK MAJEMUK
SKRIPSI OLEH: DEWI RATNASARI 100301071
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

RESPONS DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill.) PADA PEMBERIAN PUPUK HAYATI DAN NPK MAJEMUK
SKRIPSI OLEH: DEWI RATNASARI 100301071 AET-PEMULIAAN TANAMAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi
Nama NIM Program Studi Minat

: Respons Dua Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.) pada Pemberian Pupuk Hayati dan NPK Majemuk
: Dewi Ratnasari : 100301071 : Agroekoteknologi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Mbue Kata Bangun, M.S.) Ketua


(Ir. Revandy I. M. Damanik, M. Sc., PhD.) Anggota

Mengetahui,

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc) Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DEWI RATNASARI : Respons Dua Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.) pada Pemberian Pupuk Hayati dan NPK Majemuk. Dibimbing oleh MBUE KATA BANGUN dan REVANDY I.M. DAMANIK.
Aplikasi pupuk kimia pada budidaya kedelai semakin tinggi. Untuk menekan penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, pemanfaatan pupuk hayati pada budidaya kedelai diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU pada April-Agustus 2014, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan tiga faktor yaitu varietas (Anjasmoro dan Grobogan), dosis pupuk hayati (0, 50, 100 kg/ha) dan dosis pupuk NPK majemuk (0, 125, 250 kg/ha). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, kehijauan daun, umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per sampel, jumlah biji per sampel, bobot kering biji per sampel dan bobot kering 100 biji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman 2,3,4 dan 6 Minggu Setelah Tanam (MST), tingkat kehijauan daun, umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per sampel, jumlah biji per sampel dan bobot kering 100 biji. Pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter. Pemberian pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 5 MST, tingkat kehijauan daun dan jumlah biji per sampel. Interaksi varietas dengan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap parameter umur berbunga. Interaksi varietas dengan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap parameter umur berbunga dan jumlah biji per sampel. Kata kunci : kedelai, varietas, pupuk hayati, pupuk NPK majemuk
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
DEWI RATNASARI : Response of Two Soybean Varieties on the Biofertilizer and NPK Compound Fertilizer application. Supervised by MBUE KATA BANGUN and REVANDY I. M. DAMANIK.
The chemical fertilizer usage on the soybean cultivation still increased. The application of biofertilizer was expected to increase the growth and yield of soybean. This research was conducted on the experimental field of North Sumatera University from April to August 201. The factorial randomized block design was used with three i.e. : varety (Anjasmoro and Grobogan), biofertilizer (0, 50 and 100 kg/ha) and NPK fertilizer (0, 125, and 250 kg/ha). The parameters observed were plant height, leaf greeness level, time of flowering, time of harvest, number of productive branches, number of pods per sample, the number of seeds per sample, the weight of seeds per sample and the dry weight of 100 seeds.
The results showed that varieties significantly affected the plant height (2, 3, 4 and 6 weeks planted, the leaf greeness level, time of flowering, the time of harvest, the number of productive branches, the number of pods per sample, the number of seeds per sample and the dry weight of 100 seeds. Biofertilizer unsignificantly affected on all parametres. The NPK compound fertilizer significantly affected the the plant height 5 weeks planted, the leaf greeness level and the number of seeds per sample. The interaction between variety and biofertilizer singnificantly affected the time of flowering. The interaction between variety and NPK fertilizer affected the time of flowering and the number of seeds per sample. Keywords : soybean, variety, biofertilizer and NPK fertilizer.
Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP
Dewi Ratnasari, dilahirkan di Medan pada tanggal 24 November 1991 dari ibunda Masni Lubis dan ayahanda Alm. Dik Hawianto. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis antara lain : tahun 19972003 menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 060834; tahun 2003-2006 menempuh pendidikan di SMP Negeri 19 Medan; tahun 2006-2009 menempuh pendidikan di SMA Negeri 12 Medan dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih minat Pemuliaan Tanaman, Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten praktikum di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan (2012-2014), Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman (2014) dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian (2014).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Sei Musam dari tanggal 16 Juli sampai 20 Agustus 2013.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respons Dua Varietas Kedelai (Glycine max L. Merill.) pada Pemberian Pupuk Hayati dan NPK Majemuk”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. Mbue Kata Bangun, M. S., dan Ir. Revandy I. M. Damanik, M. Sc., PhD., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, September 2014
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT............................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ..............................................................................................1 Tujuan Penelitian ..........................................................................................4 Hipotesis Penelitian.......................................................................................4 Kegunaan Penelitian......................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman .............................................................................................5 Syarat Tumbuh...............................................................................................7 Iklim ........................................................................................................7 Tanah.......................................................................................................8 Varietas .........................................................................................................9 Pupuk Hayati................................................................................................11 Pupuk NPK ..................................................................................................13
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................15 Bahan dan Alat............................................................................................15 Metode Penelitian........................................................................................15 Peubah Amatan ...........................................................................................17 Tinggi tanaman (cm) ............................................................................17 Tingkat kehijauan daun ........................................................................17 Umur berbunga (HST) .........................................................................17 Umur panen (HST)...............................................................................18 Jumlah cabang produktif (cabang) .......................................................18 Jumlah polong berisi per sampel (polong) ...........................................18 Jumlah biji per sampel (biji) ................................................................18 Bobot kering biji per sampel (g) ..........................................................18 Bobot kering 100 biji (g)......................................................................18 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................19 Persiapan lahan.....................................................................................19 Persiapan media tanam.........................................................................19 Persiapan benih ....................................................................................19 Aplikasi pupuk hayati dan NPK majemuk...........................................19 Penanaman ...........................................................................................20 Pemeliharaan Tanaman ........................................................................20
Universitas Sumatera Utara

Penyiraman................................................................................... 20 Penjarangan ..................................................................................20 Penyiangan ...................................................................................20 Pengendalian hama.......................................................................20 Panen .................................................................................................... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil...................................................................................................... 22 Pembahasan .......................................................................................... 31 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan........................................................................................... 37 Saran ..................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38 LAMPIRAN.......................................................................................................... 40
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Hal. 1. Rataan tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST (cm) pada varietas dan.......
pupuk hayati serta pupuk NPK majemuk .................................................... 23 2. Rataan tingkat kehijauan daun pada varietas dan pupuk hayati serta
pupuk NPK majemuk................................................................................... 24 3. Rataan umur berbunga (HST) pada varietas dan pupuk hayati serta
pupuk NPK majemuk................................................................................... 25 4. Rataan umur panen (HST) pada varietas dan pupuk hayati serta pupuk
NPK majemuk.............................................................................................. 26 5. Rataan jumlah cabang produktif (cabang) pada varietas dan pupuk
hayati serta pupuk NPK majemuk ............................................................... 27 6. Rataan jumlah polong berisi per sampel (polong) pada varietas dan
pupuk hayati serta pupuk NPK majemuk .................................................... 28 7. Rataan jumlah biji per sampel (biji) pada varietas dan pupuk hayati

serta pupuk NPK majemuk .......................................................................... 29 8. Rataan bobot kering biji per sampel (g) pada varietas dan pupuk hayati
serta pupuk NPK majemuk .......................................................................... 30 9. Rataan bobot kering 100 biji (g) pada varietas dan pupuk hayati serta
pupuk NPK majemuk................................................................................... 31 .
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN No. Hal.
1. Bagan penelitian........................................................................................... 40 2. Bagan letak tanaman pada plot .................................................................... 41 3. Jadwal kegiatan penelitian ........................................................................... 42 4. Deskripsi varietas Anjasmoro ...................................................................... 43 5. Deskripsi varietas Grobogan........................................................................ 44 6. Spesifikasi pupuk hayati Petrobio GR ......................................................... 45 7. Hasil analisis tanah ...................................................................................... 46 8. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) ............................................ 47 9. Sidik ragam tinggi tanaman 2 MST ............................................................. 47 10. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) ............................................ 48 11. Sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ............................................................. 48 12. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ............................................ 49 13. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ............................................................. 49 14. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ............................................ 50 15. Sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ............................................................. 50 16. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ............................................ 51 17. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ............................................................. 51 18. Data pengamatan tingkat kehijauan daun .................................................... 52 19. Sidik ragam tingkat kehijauan daun............................................................. 52 20. Data pengamatan umur berbunga (HST) ..................................................... 53 21. Sidik ragam umur berbunga (HST).............................................................. 53 22. Data pengamatan umur panen (HST)........................................................... 54
Universitas Sumatera Utara

23. Sidik ragam umur panen (HST) ................................................................... 54 24. Data pengamatan jumlah cabang produktif (cabang) .................................. 55 25. Sidik ragam jumlah cabang produktif (cabang)........................................... 55 26. Data pengamatan jumlah polong berisi per sampel (polong) ...................... 56 27. Sidik ragam jumlah polong berisi per sampel (polong)............................... 56 28. Data pengamatan jumlah biji per sampel (biji)............................................ 57 29. Sidik ragam jumlah biji per sampel (biji) .................................................... 57 30. Data pengamatan bobot kering biji per sampel (g) ...................................... 58 31. Sidik ragam bobot kering biji per sampel (g) .............................................. 58 32. Data pengamatan bobot kering 100 biji (g) ................................................. 59 33. Sidik ragam bobot kering 100 biji (g).......................................................... 59
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DEWI RATNASARI : Respons Dua Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.) pada Pemberian Pupuk Hayati dan NPK Majemuk. Dibimbing oleh MBUE KATA BANGUN dan REVANDY I.M. DAMANIK.
Aplikasi pupuk kimia pada budidaya kedelai semakin tinggi. Untuk menekan penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, pemanfaatan pupuk hayati pada budidaya kedelai diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU pada April-Agustus 2014, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan tiga faktor yaitu varietas (Anjasmoro dan Grobogan), dosis pupuk hayati (0, 50, 100 kg/ha) dan dosis pupuk NPK majemuk (0, 125, 250 kg/ha). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, kehijauan daun, umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per sampel, jumlah biji per sampel, bobot kering biji per sampel dan bobot kering 100 biji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman 2,3,4 dan 6 Minggu Setelah Tanam (MST), tingkat kehijauan daun, umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi per sampel, jumlah biji per sampel dan bobot kering 100 biji. Pemberian pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter. Pemberian pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 5 MST, tingkat kehijauan daun dan jumlah biji per sampel. Interaksi varietas dengan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap parameter umur berbunga. Interaksi varietas dengan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap parameter umur berbunga dan jumlah biji per sampel. Kata kunci : kedelai, varietas, pupuk hayati, pupuk NPK majemuk
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
DEWI RATNASARI : Response of Two Soybean Varieties on the Biofertilizer and NPK Compound Fertilizer application. Supervised by MBUE KATA BANGUN and REVANDY I. M. DAMANIK.

The chemical fertilizer usage on the soybean cultivation still increased. The application of biofertilizer was expected to increase the growth and yield of soybean. This research was conducted on the experimental field of North Sumatera University from April to August 201. The factorial randomized block design was used with three i.e. : varety (Anjasmoro and Grobogan), biofertilizer (0, 50 and 100 kg/ha) and NPK fertilizer (0, 125, and 250 kg/ha). The parameters observed were plant height, leaf greeness level, time of flowering, time of harvest, number of productive branches, number of pods per sample, the number of seeds per sample, the weight of seeds per sample and the dry weight of 100 seeds.
The results showed that varieties significantly affected the plant height (2, 3, 4 and 6 weeks planted, the leaf greeness level, time of flowering, the time of harvest, the number of productive branches, the number of pods per sample, the number of seeds per sample and the dry weight of 100 seeds. Biofertilizer unsignificantly affected on all parametres. The NPK compound fertilizer significantly affected the the plant height 5 weeks planted, the leaf greeness level and the number of seeds per sample. The interaction between variety and biofertilizer singnificantly affected the time of flowering. The interaction between variety and NPK fertilizer affected the time of flowering and the number of seeds per sample. Keywords : soybean, variety, biofertilizer and NPK fertilizer.
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai merupakan komoditi yang memiliki nilai komersial dan prospek
yang baik untuk dikembangkan karena sangat dibutuhkan oleh penduduk Indonesia sebagai sumber protein nabati. Standar protein yang dibutuhkan penduduk Indonesia per hari adalah 46 g protein per orang dan baru bisa terpenuhi sekitar 37-39 g (Zahrah, 2011). Kandungan protein kedelai dapat berkisar 50%, karbohidrat 15-25% dan kultivar baru mengandung minyak hingga 25% (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan tersebut, sehingga perlu dilakukan perluasan lahan dan peningkatan produktivitasnya (Irwan, 2006).
Berdasarkan data BPS (2013) produksi kedelai pada tahun 2013 adalah 807.568 ton biji kering dan jumlah produksi ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan produksi di tahun 2012 yakni 843.153 ton. Sedangkan di Sumatera Utara sendiri, produksi kedelai mengalami penurunan dari 5419 ton (2012) menjadi 3163 ton (2013). Penurunan ini disebabkan oleh menurunya luas panen dimana pada tahun 2012 yaitu 5475 Ha menjadi 3080 Ha di tahun 2013.
Produktivitas kedelai dapat ditingkatkan diantaranya dengan perbaikan teknik budidaya melalui sistem pemupukan dan penggunaan varietas unggul. Tanaman kedelai memiliki banyak varietas, masing-masing varietas akan memberikan respons pertumbuhan dan tingkat produksi yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara

Setiap varietas mempunyai sifat genetik yang tidak sama, hal ini dapat dilihat dari penampilan dan karakter dari masing-masing varietas tersebut. Perbedaan sifat genetik dapat menunjukkan respons yang berbeda terhadap lingkungan dan faktor produksi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan dan produksi kedelai akan dipengaruhi oleh varietas, pengelolaan tanah dan tanaman, serta kondisi lingkungan lainnya (Zahrah, 2011).
Pemupukan dilakukan karena tidak semua tanah baik untuk pertumbuhan tanaman. Pada umumnya tanah-tanah pertanian tidak menyediakan semua hara tanaman yang dibutuhkan dalam waktu cepat dan jumlah yang cukup untuk dapat mencapai pertumbuhan optimal. Oleh karena itu peningkatan produksi hanya dapat dicapai jika diberi tambahan hara tanaman untuk pertumbuhan yang optimal, baik itu melalui pengapuran maupun pemupukan (Nazariah, 2009).
Kondisi lahan pertanian saat ini cukup memprihatikan dimana tidak sedikit tanah pertanian yang sudah rusak oleh karena penggunaan lahan dan pupuk kimia secara terus-menerus yang menyebabkan produktivitas kedelai menurun. Pemberian pupuk kimia harus diimbangi dengan pemberian pupuk organik. Pupuk kimia berperan menyediakan nutrisi dalam jumlah yang besar bagi tanaman, sedangkan bahan organik cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh tanaman untuk menyerap unsur hara yang disediakan oleh pupuk kimia (Yuwono, 2007).
Selain pemberian pupuk kimia, penggunaan pupuk hayati juga diperlukan dalam upaya peningkatkan produktivitas kedelai karena memiliki manfaat dalam mengefektifkan penggunaan pupuk an-organik, khususnya meningkatkan
Universitas Sumatera Utara

ketersediaan hara N dan P dalam tanah sehingga dapat meningkatkan hasil panen (Petrokimia Gresik, 2013).
Pada tanaman kedelai aplikasi pupuk hayati dapat menekan kebutuhan pupuk nitrogen sampai 100%, fospor 25-50% dan kalium 50% dari takaran anjuran sedangkan pada tanaman kacang tanah, aplikasi pupuk hayati dapat menekan kebutuhan pupuk NPK sampai 25-50% dan meningkatkan hasil (Damanik et al., 2011). Hasil penelitian Cahyadi (2011) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati pada tanaman caisin yang dikombinasikan dengan 0,5 sampai 1 dosis NPK mampu menghasilkan bobot basah tajuk per tanaman yang tidak berbeda dengan perlakuan 1 dosis NPK saja. Dengan demikian penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sampai 50% dosis. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi dalam hubungannya dengan kerusakan tanah-tanah pertanian akibat efek negatif dari penggunaan pupuk kimia.

Hasil penelitian Rahman (2013) menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK majemuk pada tanaman kacang hijau dengan dosis 300 kg/ha, berpengaruh nyata terhadap terhadap tinggi tanaman dan jumlah tangkai pada umur 30 HST dan 57 HST, serta berpengaruh nyata terhadap jumlah polong setiap tangkai, jumlah biji per polong, panjang polong, dan total produksi.
Berdasarkan uraian diatas dalam upaya menghasilkan tanaman kedelai yang berkualitas dengan meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk hayati dan NPK majemuk pada dua varietas kedelai.
Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respons
pertumbuhan dan produksi dua varietas kedelai terhadap pemberian pupuk hayati dan pupuk NPK. Hipotesis penelitian
Ada perbedaan yang nyata pada pertumbuhan dan produksi dua varietas kedelai akibat perbedaan dosis pupuk hayati dan pupuk NPK majemuk. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Tanaman kedelai termasuk ke dalam, kingdom: Plantae, divisio:
Spermatophyta, class: Dicotyledoneae, ordo: Fabales, family: Leguminoceae, genus: Glycine, species: Glycine max (L) Merrill. (Steenis et al., 2003).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga memiliki akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Perkembangan akar kedelai dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara serta ketersedian air di dalam tanah. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih, akarakar sampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m pada kondisi yang optimal. Umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam sekitar 30-50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20 – 30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah (Adisarwanto, 2005).
Berdasarkan tipe pertumbuhan batang kedelai dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe determinate yaitu pertumbuhan batang yang terhenti setelah tanaman berbunga. Besar batang hampir sama dari pangkal sampai ujung dan tumbuh tegak. Ukuran batang pendek atau sedang, ukuran daun seragam, dan berbunga serempak. Tipe indeterminate yaitu pertumbuhan batang terus berlanjut meskipun tanaman sudah berbunga. Batang tinggi, dan agak melilit, ukuran batang bagian ujung lebih kecil, daun atas lebih kecil dan berbunga setiap saat. Tipe
Universitas Sumatera Utara

semideterminate yaitu merupakan campuran dari kedua tipe tersebut (Somaatmadja et al., 1985).
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (Rubatzky dan Yamaguchi,1997).
Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup besar. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Berat masing-masing biji berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Disamping itu ada pula biji yang bewarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman kedelai merupakan tanaman daerah sub tropis yang dapat beradaptasi baik di daerah tropis. Kedelai tumbuh baik, antara garis lintang 0o-52o, dengan curah hujan diatas 500 mm setahun. Suhu optimal 25o-30o C dengan penyinaran penuh maksimal 10 jam perhari, kelembaban rata-rata 65%. Penanaman pada ketinggian lebih dari 750 m dpl pertumbuhan mulai terhambat dan umur tanaman tambah panjang namun masih dapat berproduksi baik pada ketinggian 110 m dpl. Pertumbuhan kedelai yang optimal, apabila ditanam pada
Universitas Sumatera Utara

bulan-bulan yang agak kering, tetapi air tanah masih cukup tersedia. Air diperlukan sejak pertumbuhan awal sampai pada periode pengisian polong (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2002).
Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim, sistem pengelolaan tanaman, dan lama periode tumbuh. Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (Irwan, 2006). Tanah
Tanah yang dapat ditanam kedelai harus memiliki air dan hara tanaman yang cukup untuk pertumbuhannya. Tanah yang mengandung liat tinggi perlu perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada jenis tanah alluvial, regosol, gumosol, latosol dan andosol (Andrianto dan Indarto, 2004).
Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih
Universitas Sumatera Utara

dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m (Irwan, 2006).
Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada pH yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al dan Fe. Nilai pH yang cocok berkisar antara 5.8 – 7.0. Pada pH tanah kurang dari 5.5 pertumbuhan kedelai sangat terlambat karena keracunan Aluminium, sehingga pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan berjalan kurang baik (Prihatman, 2000).
Varietas Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat
dipertahankan setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).
Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (Gani, 2000).
Universitas Sumatera Utara


Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan menghasilkan varietas kedelai yang memiliki hasil panen yang tinggi, tahan terhadap penyakit, dan toleran terhadap kekeringan atau keasaman tanah. Ukuran biji besar merupakan sifat yang penting dalam perakitan varietas unggul di Indonesia yang memiliki potensi produksi tinggi (Wahdina, 2004). Hasil penelitian Yassi (2011) menunjukkan bahwa varietas kedelai yang berbiji kecil (Meratus) memiliki hasil persentase polong berisi lebih rendah dibandingkan dengan varietas kedelai yang berbiji besar (Malabar).
Selama periode tahun 1984 – 1993, proses pembentukan varietas kedelai unggul baru menunjukkan jumlah yang cukup banyak, sebanyak 21 varietas kedelai unggul baru. Rata-rata produktivitas varietas tersebut lebih tinggi dibandingkan varietas Orba (1974), Galunggung (1981), Guntur (1982), Lokon (1982), dan Wilis (1983), yaitu 2,04 ton/ha. Disamping itu, kadar protein dan minyak juga mengalami sedikit kenaikan, yaitu dari 36,6% menjadi 37,3%. Kadar protein tertinggi dicapai varietas Merbabu (1986), yaitu 45%, sedangkan kadar minyak terendah pada varietas Tengger (1991), yaitu 12,8%. Umur panen yang paling pendek adalah varietas Malabar (1992) yaitu 70 hari, sedangkan umur panen paling lama adalah varietas Dempo (1984) yaitu 92 hari. Potensi daya hasil tertinggi dicapai oleh varietas Jayawijaya (1991), sebanyak 2,50 ton/ha, diikuti oleh vareitas Dieng (1991) sebanyak 2,30 ton/ha (Irwan, 2006).
Keragaman yang terdapat dalam suatu jenis (species) disebabkan oleh lingkungan dan sifat–sifat yang diwariskan atau genetik. Ragam lingkungan dapat diketahui bila tanaman dengan genetik yang bersamaan di tanam pada lingkungan yang berbeda. Misalnya, galur murni yang di tanam pada berbagai tingkat
Universitas Sumatera Utara

kesuburan tanah. Ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Umumnya dapat dilihat bila varietas– varietas yang berbeda di tanam pada lingkungan yang sama. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam menilai keragaman genetik dalam species (jenis) kita dihadapkan pada pertentangan bentuk dari suatu sifat atau kerakter tanaman, seperti tinggi dan rendah, pewarnaan, umur tanaman, tinggi dan rendahnya hasil, dan sebagainya. Karakter tersebut ditentukan oleh gen–gen tertentu yang terdapat pada kromosom, interaksi gen–gen atau gen dengan lingkungan (Makmur, 1992).
Pupuk Hayati Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif
organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiotis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).
Universitas Sumatera Utara

Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktifitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung kedalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan P (Hanum, 2012).
Banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan pupuk hayati, antara lain: (1) menyediakan sumber hara bagi tanaman, (2) melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, (3) menstimulir sistem perakaran agar berkembang sempurna sehingga memperpanjang usia akar, (4) memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh, pucuk, kuncup, bunga, dan stolon, (5) sebagai penawar racun beberapa logam berat, (6) sebagai metabolit pengatur tumbuh dan (7) sebagai bioaktivator (Damanik et al., 2011).
Mikroba pelarut fosfat merupakan salah satu kelompok mikroba yang terdapat di dalam tanah yang hidup bebas dan dapat melarutkan fosfat dari bentuk tidak tersedia bagi menjadi bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi tanaman yaitu H2PO4, HPO4, dan PO3. Mikroba pelarut fosfat terdiri dari BPF (bakteri pelarut fosfat) dan FPF (fungi pelarut fosfat). Beberapa bakteri pelarut fosfat yaitu Pseudomonas sp., Bacillus sp., Micrococcus sp., sedangkan fungi yang mampu melarut kan fosfat yaitu Penicillium sp., Sclerotium sp., Fusarium sp. dan Aspergillus sp. Pengertian umum mikroba perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroba pengurai serat, lignin dan senyawa organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik. Mikroba perombak bahan
Universitas Sumatera Utara

organik terdiri atas Trichoderma ressei, T. harzianum, T. koningii, Cellulomonas, Pseudomonas, Aspergilus niger, Pennicillium dan Streptomyces (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Pupuk NPK Jenis dan takaran unsur hara sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan
pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum, jenis unsur hara dibedakann menjadi unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan belerang (S). Sementara unsur hara mikro antara lain boron (Bo), klor (Cl), kopper (Co), besi (Fe), molybdenum (Mo) dan seng (Zn) (Adisarwanto, 2005).
Fungsi N yang selengkapnya bagi tanaman adalah (1) meningkatkan pertumbuhan tanaman, (2) menyehatkan pertumbuhan daun, (3) meningkatkan kadar protein dalam tanaman, (4) meningkatkan kualitas tanaman penghasil daundaunan, dan (5) meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah (Sutejo, 2002).

Fungsi P adalah untuk pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji. Selain itu fosfor juga berfungsi untuk mempercepat pematangan buah, memperkuat batang, untuk perkembangan akar, memperbaiki kualitas tanaman, metabolisme karbohidrat, membentuk nucleoprotein (sebagai penyusun RNA dan DNA) dan menyimpan serta memindahkan energi seperti ATP. Unsur Fosfor juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Silvikultur, 2011).
Kalium dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan organik. Dalam hal ini dapat pula ditegaskan bahwa kalium berperan membantu
Universitas Sumatera Utara

(1) pembentukan protein dan karbohidrat, (2) mengeraskan jerami dan bagian kayu dari tanaman, (3) meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, dan (4) meningkatkan kualitas biji atau buah (Sutejo, 2002).
Pupuk majemuk merupakan salah satu faktor dalam meningkatkan produksi yang mengandung unsur hara yaitu N, P, K dan Mg yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pupuk ini mampu menyuburkan tanah, mempercepat penuaan, pembungaan dan pembuahan, mencegah kelayuan dan kerontokan bunga dan buah serta mampu membuat tanaman lebih cepat tumbuh dan meningkatkan hasil panen (Hasibuan, 2006)
Keunggulan pupuk majemuk dibandingkan dengan pupuk tunggal adalah memiliki komposisi hara tinggi, rendahnya biaya per unit hara tanam, rendahnya biaya transportasi dan penyimpanan, rendahnya biaya tenaga kerja dalam penanganan pupuk dan aplikasi yang lebih cepat di lapangan. Sedangkan kelemahan pupuk majemuk dengan kadar hara tinggi adalah rendahnya kandungan hara sekunder seperti kalsium, magnesium, sulfur dan unsur-unsur mikro (Damanik et al., 2011).
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan laut, penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2014.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih kedelai
varietas Anjasmoro dan Grobogan, Pupuk hayati, Pupuk NPK majemuk (15:15:15), polibag ukuran 22 x 35 cm, insektisida berbahan aktif profenofos 500 g/l dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan meliputi cangkul, meteran, handsprayer, gembor, timbangan analitik, pacak sampel, plank nama, buku tulis, kalkulator, penggaris, plastik terpal, plastik kantongan dan kertas label serta alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompon (RAK) dengan
menggunakan tiga faktor perlakuan, sebagai berikut : Faktor I : Varietas, yaitu : Anjasmoro (1) dan Grobogan (2) Faktor II : Pupuk Hayati yang terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu :
0 kg/ha (0), 50kg/ha (0,45 gram/lubang tanam) (1), dan 100 kg/ha (0,9 gram/lubang tanam) (2) Faktor III : Pupuk NPK majemuk yang terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu : 0 kg/ha (0), 125 kg/ha (1,125 gram/lubang tanam) (1) dan 250 kg/ha (2,25 gram/lubang tanam) (2)
Universitas Sumatera Utara


Sehingga diperoleh 18 kombinasi perlakuan, yaitu:

100 101 102 110 111 112 120 121 122

200 201 202 210 211 212 220 221 222

Jumlah ulangan

: 2 ulangan

Jumlah plot

: 36 plot

Ukuran plot

: 80 cm x 80 cm

Jarak antar plot


: 30 cm

Jarak antar blok

: 50 cm

Jumlah tanaman/plot

: 4 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman

Jumlah sampel/plot

: 4 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 144 tanaman

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini ditabulasi menggunakan

analisis statistik program Microsoft Excel 2007 dan menggunakan sidik ragam

dengan model linier aditif sebagai berikut :

Yijkl = m + ki + Aj + Bk + Cl + ABjk + ACjl + BCkl + ABCjkl + eijkl

i = 1, 2 j = 1, 2 k = 1, 2, 3 l = 1, 2, 3

keterangan :

Yijkl
m ki
Aj Bk Cl ABjk

= Nilai pengamatan dari varietas ke-k ulangan ke-l yang diberi
pupuk hayati ke-i dan pupuk NPK taraf ke-j
= Rataan umum dari nilai pengamatan
= Pengaruh ulangan ke-i = Pengaruh aditif dari pemberian pupuk hayati ke-j = Pengaruh aditif pemberian pupuk NPK taraf ke-k = Pengaruh aditif dari penggunaan varietas ke-l = Interaksi antara pemberian pupuk hayati ke-j dengan pemberian
pupuk NPK taraf ke-k

Universitas Sumatera Utara

ACjl BCkl ABCjkl
eijkl

= Interaksi antara pemberian pupuk hayati ke-j dengan varietas ke-l
= Interaksi antara pupuk NPK taraf ke-k dengan varietas ke-l
= Interaksi antara pemberian pupuk hayati ke-j dengan pemberian pupuk NPK taraf ke-k pada varietas ke-l
= Galat dari varietas ke-l ulangan ke-i yang diberi pupuk hayati ke-j dan pupuk NPK taraf ke-k bila sidik ragam menunjukkan Fhitung perlakuan nyata, maka dilanjutkan dengan :

Apabila efek perlakuan berbeda nyata pada sidik ragam maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5 % atau kurva respon (Bangun, 1991).

Peubah Amatan Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan meteran, tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ke ujung batang (titik tumbuh). Pengamatan dimulai setelah tanaman berumur 2 MST sampai dengan 6 MST. Tingkat kehijauan daun
Tingkat kehijauan daun dihitung dengan menggunakan alat klorofil meter pada akhir masa vegetatif tanaman. Daun yang dihitung tingkat kehijauannya adalah daun yang paling tengah. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung daun lalu diratakan. Umur berbunga (HST)
Umur berbunga diamati pada saat tanaman berumur 30 hingga 40 HST. Umur berbunga ditentukan pada saat 75% tanaman dalam plot telah mengeluarkan satu kuntum bunga.

Universitas Sumatera Utara

Umur panen (HST) Umur panen dihitung mulai dari penanaman benih hingga tanaman siap
untuk dipanen dengan menunjukkan kriteria panen yaitu warna daun menguning, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari warna hijau menjadi kuning kecokelatan, batang berwarna kuning kecokelataan dan gundul. Jumlah cabang produktif (cabang)
Cabang produktif adalah cabang yang keluar dari batang utama dan menghasilkan polong. Pengamatan jumlah cabang produktif dilakukan pada saat menjelang panen. Jumlah polong berisi per sampel (polong)
Jumlah polong berisi dihitung dengan cara menghitung polong yang tumbuh sempurna dan berisi biji. Pengamatan dilakukan pada saat panen. Jumlah biji per sampel (biji)
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung biji yang dihasilkan per tanaman sampel. Bobot kering biji per sampel (g)
Perhitungan dilakukan dengan cara menimbang bobot biji tiap sampel yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot kering 100 biji (g)
Biji yang telah dikeringkan, kemudian dihitung bobot 100 biji dengan rumus sebagai berikut: bobot 100 biji kering (g) = bobot biji per tanaman (g) x100
jumlah biji per tanaman (biji)
Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan
Areal yang digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diukur sesuai kebutuhan, lalu dibersihkan dari gulma yang ada sehingga benar-benar bersih. Setelah itu dibentuk plot sebanyak 36 plot yang terdiri atas 2 blok. Masingmasing plot dibuat dengan luas 80 x 80 cm2. Jarak antar plot dibuat 30 cm dan antar blok 50 cm. Pada sekeliling areal dibuat parit selebar 40 cm untuk menghindari adanya penggenangan air. Persiapan media tanam
Tanah yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu dari sampah dan sisa akar, diayak dengan ayakan untuk menghasilkan struktur tanah yang remah. Tanah kemudian dimasukkan ke dalam polibag, kemudian polibag tersebut di susun pada lahan penelitian. Persiapan benih
Disiapkan benih dari 2 varietas yang akan ditanam. Sebelumnya, direndam terlebih dahulu dalam air selama 30 menit untuk mempercepat perkecambahan. Aplikasi pupuk hayati dan NPK majemuk
Aplikasi pupuk hayati dan NPK majemuk dilakukan dua kali yaitu pada awal penanaman sebanyak setengah dari dosis masing-masing perlakuan dan setengahnya lagi diberikan sebagai susulan pada saat tanaman berumur 20 hari setelah tanam.
Pemberian pupuk hayati dilakukan dengan cara dibenamkan di sekitar akar tanaman dan ditutup dengan tanah sehingga mikroba dapat langsung berkembang di dalam tanah. Pupuk NPK majemuk diberikan pada jarak 10 cm dari tanaman.
Universitas Sumatera Utara

Penanaman Penanaman benih dilakukan dengan membuat lubang tanam menggunakan
jari tangan sedalam 2-3 cm, tiap lubang tanam ditanam 2 benih, setelah itu lubang ditutup kembali dengan tanah.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari yang disesuaikan dengan kondisi pada media tanam dan keadaan lingkungan. Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan menggunting tanaman pada pangkal batang dan menyisakan satu tanaman perpolibag yang memiliki pertumbuhan paling baik. Penjarangan dilakukan 1 minggu setelah tanam. Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada dalam polibag dan dengan menggunakan arit untuk gulma disekitar plot dan areal tanaman. Penyiangan dilakukan setiap minggu untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah dan menghindari tempat persembunyian bagi hama. Pengendalian hama
Pengendalian hama dilakukan dengan cara mengutip hama yang ada di sekitar tanaman dengan menggunakan tangan dan menyemprotkan insektisida berbahan aktif Profenofos 500 g/l. Penyemprotan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi di lapangan menggunakan handsprayer.
Universitas Sumatera Utara

Panen Panen dilakukan setelah biji atau polong sudah mencapai kriteria panen,
yaitu warna daun menguning, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari warna hijau menjadi kuning kecokelatan, batang berwarna kuning kecokelatan dan gundul.
Universit