Analisis hubungan penerapan gizi seimbang keluarga dan perilaku keluarga sadar gizi dengan status gizi balita di Provinsi Kalimantan Barat

(1)

Status G

Gizi Balita di Provinsi Kalimantan

Didik Hariyadi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Hubungan Penerapan Gizi Seimbang Keluarga dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2010

Didik Hariyadi


(3)

iii

Nutrition Messages of Family and Behavior Family Nutrition Awareness with Under Five Years Child Nutritional Status in West Kalimantan Province. Under direction of M. RIZAL M. DAMANIK, IKEU EKAYANTI.

The present study aims to analyze relationship between the implementation of balanced nutrition messages of family and behavior family nutrition awareness with under five years child nutritional status in West Kalimantan Province. The method used in this study was an observational study with cross sectional design. Samples were households with children aged 6-59 months who were taken from the Health Research Data Base (Riskesdas) in year 2007. The sampling method used was a two stage sampling, each with the number of households using probability proportional to size and simple random sampling. A total of 1 992 households was use in the study. Weight for height, weight for age and height for age index were used to measure under five years child nutritional status. Chi-square test and multiple logistic regression were used to analyze relationship of each variable. The results showed that the West Kalimantan Province had acute-chronic problem of malnutrition, indicated by the high prevalence of nutritional status of wasting reached 17.0% (> 5%), stunting at 43.4% (> 20% ) and underweigh for 24.1% (> 10%). There was a significant correlation (< 0.05) between infection, maternal education and environmental health with the nutritional status of children in the index of weight for age. Energy consumption, maternal education, environmental health and behavior family nutrition awareness have significant relationship with nutritional status of children on the index height for age. Three messages did not meet criteria as required by the Indonesian Food Guidelines. They were eat food withr energy needs requaired, eat half of food sources of carbohydrate for energy needs and eating one of fourth of food sources of fat for energy needs. Logistic multiple regression analysis showed that failure to follow the the Family Nutrition Awareness had 1.21 risk for children to became stunting than family to follow to guideline properly. In conclusion, socialization and development of Indonesia Food Guidelines in West Kalimantan Province is still needed. The messages delivery modes should be more effective ans easy understood by society, especially for the toddler’s mother.

Keywords : under five years child nutritional status, the Indonesian Food Guidelines, behavior of Family Nutrition Awareness, acute-chronic malnutrition


(4)

iv

Perilaku Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh M. RIZAL M. DAMANIK, IKEU EKAYANTI.

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga kebutuhan gizi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang optimal perlu diperhatikan. Kegagalan dalam pemenuhan gizi pada anak-anak akan berdampak pada kerusakan otak anak yang tidak bisa dipulihkan (irreversible) yang pada akhirnya keadaan ini menjadi berdampak pada penurunan kualitas manusia. Perilaku gizi yang baik dan benar dapat mengacu pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang terdiri dari 13 pesan gizi seimbang. Penyederhanaan PUGS dalam bentuk Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) yang merupakan salah satu sasaran prioritas dalam melaksanakan rencana strategi Departemen Kesehatan dalam rangka mencapai sasaran menurunkan prevalensi masalah gizi. Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan prevalensi masalah gizi balita cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan penerapan gizi seimbang keluarga dan perilaku KADARZI dengan status gizi balita di Provinsi Kalimantan Barat.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional. Sampel penelitian adalah rumah tangga yang mempunyai anak umur 6 – 59 bulan yang diambil dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dimana metode pengambilan sampel yang digunakan adalahtwo stage sampling, masing-masing jumlah rumah tangga dengan metode probability proportional to size dan simple random sampling. Jumlah sampel diperoleh 1 992 rumah tangga. Indek berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), berat badan menurut umur (BB/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U) digunakan untuk menentukan status gizi balita. Analisis menggunakan uji chi-square dan multiple regression logistic, sehingga dapat diketahui hubungan dan pengaruh dari masing-masing variabel serta peluang risikonya dengan melihat nilaiodd ratio(OR).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Barat menghadapi masalah gizi akut-kronis dengan indikasi tingginya prevalensi status gizi kurus dan sangat kurus (wasting) mencapai 17.0% (> 5%), balita pendek dan sangat pendek (stunting) sebesar 43.4% (> 20%) dan balita status gizi kurang dan buruk (underweigh) sebesar 24.1% (> 10%). Ada hubungan yang signifikan ( < 0.05) antara status infeksi, pendidikan ibu dan kesehatan lingkungan dengan status gizi balita pada indek BB/U. Konsumsi energi, pendidikan ibu, kesehatan lingkungan dan perilaku KADARZI mempunyai hubungan signifikan dengan status gizi balita pada indek TB/U. Tiga pesan gizi seimbang yang belum terpenuhi di masyarakat yaitu konsumsi lemak dan minyak ¼ dari kecukupan energi, makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi dan makan makanan untuk memenuhi energi. Analisis multiple logistic regression menunjukkan bahwa perilaku KADARZI yang kurang baik cenderung berpeluang risiko stunting sebesar 1.21 kali dibandingkan dengan perilaku KADARZI yang baik.

Perlu sosialisasi dan pengembangan penyampaian pesan gizi seimbang yang lebih efektif dan mudah difahami masyarakat dengan mengedepankan ukuran porsi dan ukuran rumah tangga, terutama pada pesan konsumsi lemak dan minyak ¼ dari kecukupan energi, makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan


(5)

v balita di Provinsi Kalimantan Barat.


(6)

vi

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinajuan suatu masalah

b. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

vii

Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat

Didik Hariyadi

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

(9)

ix

Nama : Didik Hariyadi

NRP : I 151 080 181

Disetujui

Komisi Pembimbing

Drh. M. Rizal M. Damanik, M.RepSc, PhD Ketua

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti , MS. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat

Drh. M. Rizal M. Damanik, M.RepSc, PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

x

DZ. Anwar

Sri Heriwati

My son :

Shofwan Hanif Al-Bahy

Muhammad Zaky Al-Bahy

‘Ulwan Syauqi Al-Bahy

and my wife


(11)

xi

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala kemurahan-hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Gizi Masyarakat ini sebagaimana yang diharapkan. Sungguh terasa begitu Maha Besar Allah dan Maha Murah serta tak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah SWT.

Sholawat dan salam selalu saya haturkan kepada tauladan kita umat manusia, Utusan Allah yang teramat mulia Muhammad SAW. Penyampaian risalah Allah di tangannya telah memberikan pencerahan dan membawa kita jalan kebenaran yang hakiki sebagai panduan hidup di dunia dan akhirat.

Tak ada sesuatu yang dapat dikerjakan hanya dengan mengandalkan diri kita sendiri. Kesadaran ini membuat saya menyampaikan penghormatan dan terima kasih kepada semua pihak terutama Departemen Kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang telah menyediakan jalan dan sarana beasiswa melalui NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) Project ADB Loan, Badan Litbang Depkes RI, Politeknik Kesehatan Depkes RI Pontianak dan jajaran civitas akademika Jurusan Gizi, jajaran civitas akademika Departemen Gizi Masyarakat IPB khususnya Program Studi Pascasarjana Gizi Masyarakat, komisi pembimbing Bapak Drh. M.Rizal M.Damanik, M.RepSc. PhD dan Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes yang telah mencurahkan semua tenaga dan pikirannya yang tidak sedikit. Terima kasih pula pada rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penghargaan, penghormatan dan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ayahanda DZ. Anwar dan Ibunda Sri Heriwati serta Istri saya tercinta Herty Nursiana dan Anak-anak saya atas dukungan dan kesabarannya.

Menyadari sebagai hamba Allah yang lemah tentu masih banyak kekurangan dari hasil karya ilmiah saya, sehingga masukan dan saran sungguh sangat berharga untuk kesempurnaan karya ini.

Bogor, Mei 2010

Didik Hariyadi


(12)

xii

Penulis dilahirkan di Klakah Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur pada tanggal 31 Desember 1971 sebagai anak bungsu dari pasangan DZ. Anwar dan Sri Heriwati. Tahun 1990 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Nesegri (MAN) I Pontianak dan pada tahun 1991 menyelesaikan pendidikan Diploma I Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) Pontianak.

Lulus dari SPAG penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 1992 di Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah dan pada tahun 1995 di mutasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas.

Tahun 1997 penulis berkesempatan mengikuti pendidikan Diploma III di Akademi Gizi Depkes RI Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Sejak tahun 1999 diangkat sebagai staf pada Akademi Gizi Depkes RI Pontianak. Tahun 2004 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada Program Studi Gizi Kesehatan. Tahun 2006 diangkat sebagai Dosen di Politeknik Kesehatan Depkes RI Pontianak dengan jabatan Asisten Ahli.

Tahun 2008 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Gizi Masyarakat dengan bantuan beasiswa dari NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) project ADB Loan.


(13)

xiii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

xv xvii xviii PENDAHULUAN Latar Belakang……….………... Rumusan Masalah………... Tujuan Penelitian………... Manfaat Penelitian……….………... Ruang Lingkup Penelitian………..

1 3 3 3 4 TINJAUAN PUSTAKA

Pedoman Umum Gizi Seimbang………... Keluarga Sadar Gizi...……….. Status Gizi...……… Pengukuran Status Gizi ... Pengukuran Konsumsi Gizi ... Hubungan Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan dengan Status Gizi ... Landasan Teori... Kerangka Konsep ... Hipotesis Penelitian ... Definisi Operasional ...

METODE

Desain dan Waktu ...………... Populasi dan Penarikan Sampel ...……….. Pengolahan dan Analisis Data ...………..……….

5 22 24 25 29 30 32 34 35 35 40 40 42

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Wilayah Penelitian ………... Karakterisitik Sampel ...……….. Pelayanan Kesehatan ...………..………. Kesehatan Lingkungan ...………. Penerapan Pesan Gizi Seimbang ………….…….….……….... Perilaku KADARZI ...……….….……… Analisis Bivariat

Hubungan Status Infeksi dengan Status Gizi Balita ……….

53 55 63 64 65 69 70


(14)

xiv

Hubungan Pendidikan Orang Tua Balita dengan Status Gizi Balita . Hubungan Pengeluaran Rumah Tangga dengan Status Gizi Balita . Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Balita ... Hubungan Kesehatan Lingkungan dengan Status Gizi Balita ... Hubungan Penerapan Pesan Gizi Seimbang dengan Status

Gizi Balita ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, Hubungan Perilaku KADARZI dengan Status Gizi Balita ... Analisis Multivariat

Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek BB/TB ... Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek BB/U . ... Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek TB/U ...

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... Saran ...

75 77

79 80

81 82

83

87

91

98 99

DAFTAR PUSTAKA 100


(15)

xv

Halaman

1 Standar Antropometri WHO 2006 ... 28

2 Penilaian Penerapan Pesan Gizi Seimbang... 44

3 Penilaian Perilaku KADARZI ... ... 45

4 Penilaian Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 47

5 Penilaian Kesehatan Lingkungan ... 48

6 Contoh Tabel Hubunganexposuredenganoutcome... 51

7 Sebaran Karakterisitik Sampel ... 62

8 Sebaran Konsumsi Gizi per Kapita ... 63

9 Sebaran Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 64

10 Sebaran Kesehatan Lingkungan ... 65

11 Sebaran Penerapan Pesan Gizi Seimbang Rumah Tangga Berdasarkan Kriteria PUGS ... 68

12 Sebaran Penerapan Pesan Gizi Seimbang Rumah Tangga ... 68

13 Sebaran Perilaku KADARZI Rumah Tangga Berdasarkan Indikator KADARZI ... 69 14 Sebaran Perilaku KADARZI Rumah Tangga ... 70

15 Hubungan Status Infeksi dengan Status Gizi Balita ... 71

16 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Balita ... 72

17 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita ... 74

18 Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita ... 75

19 Hubungan Pendidikan Ayah dengan Status Gizi Balita ... 76

20 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita ... 77

21 Hubungan Pengeluaran Rumah Tangga dengan Status Gizi Balita .... 78

22 Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Balita ... 79

23 Hubungan Kesehatan Lingkungan dengan Status Gizi Balita ... 80

24 Hubungan Penerapan Pesan Gizi Seimbang dengan Status Gizi Balita 81 25 Hubungan Perilaku KADARZI dengan Status Gizi Balita ... 82

26 Hasil Analisis Regresi Logistik Pengaruh Variabel Independen (kelompok satu) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek BB/TB ... 85

27 Hasil Analisis Regresi Logistik Pengaruh Variabel Independen (kelompok dua) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek BB/TB ... 86


(16)

xvi

29 Hasil Analisis Regresi Logistik Step 2 Pengaruh Variabel Independen (kelompok satu) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek

TB/U ... 89 30 Hasil Analisis Regresi Logistik Pengaruh Variabel Independen

(kelompok dua) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek

BB/U ... 90

31 Hasil Analisis Regresi Logistik Step 2 Pengaruh Variabel Independen (kelompok dua) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek

BB/U ... 91 32 Hasil Analisis Regresi Logistik Pengaruh Variabel Independen

(kelompok satu) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek

TB/U ... 92

33 Hasil Analisis Regresi Logistik Step 2 Pengaruh Variabel Independen (kelompok satu) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek

TB/U ... 93 34 Hasil Analisis Regresi Logistik Pengaruh Variabel Independen

(kelompok dua) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek

TB/U ... 94 35 Hasil Analisis Regresi Logistik Step 2 Pengaruh Variabel Independen

(kelompok dua) terhadap Variabel Dependen Status Gizi Balita Indek


(17)

xvii

1 Tumpeng Pedoman Gizi Seimbang (Depkes 2005) ... 6

2 Kerangka Konsep Analisis Hubungan Penerapan Pesan Gizi Seimbang Keluarga dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat ... 34

3 Skema Urutan Pengambilan Sampel Penelitian ... 41

4 Skema Jumlah dan Pengambilan Sampel ... 42

5 Sebaran Status Gizi Balita (BB/TB) Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

6 Sebaran Status Gizi Balita (BB/U) Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

7 Sebaran Status Gizi Balita (TB/U) Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57


(18)

xviii


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Makanan yang diberikan sehari-hari harus mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga menunjang pertumbuhan yang optimal dan dapat mencegah penyakit defisiensi, mencegah keracunan dan juga mencegah timbulnya penyakit yang dapat mengganggu kelangsungan hidup anak (Soekirman 2000).

Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting sebagai landasan yang menentukan kualitas generasi penerus bangsa (Azwar 2000). Anak balita merupakan anggota keluarga yang memerlukan perhatian khusus dari orang tua, karena pada usia ini seorang anak masih tergantung secara fisik maupun emosional kepada orang tua. Anak balita belum mandiri dalam memenuhi kebutuhan makannya. Oleh karena itu asupan makanan anak balita hampir sepenuhnya tergantung pada orang dewasa yang mengasuhnya artinya pertumbuhan anak balita sangat dipengaruhi oleh kualitas makannya, sementara kualitas makannya sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan keluarga (Khomsan 1999).

Penderita gizi kurang kebanyakan adalah anak-anak, umumnya mereka kekurangan gizi akibat minimnya makanan yang bisa mereka makan. Kejadian gizi buruk tidak terjadi secara akut tetapi ditandai dengan kenaikan berat badan anak yang tidak cukup selama beberapa bulan sebelumnya yang bisa diukur dengan melakukan penimbangan secara bulanan. Penyebab kejadian gizi buruk diantaranya adalah kemiskinan, pola asuh yang tidak baik dan adanya penyakit kronis (Nugroho 2005). Pada kondisi ini, akan terjadi kerusakan pada otak anak yang tidak dapat dipulihkan (irreversible) dan dalam jangka waktu lama terjadi gangguan psikologi serta terjadi penurunan fungsi organ (Yaqub 2002).

Perilaku gizi yang baik dan benar pada setiap individu dapat mengacu pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang terdiri dari 13 pesan (Ray 1997), meskipun untuk mendukung upaya penilaian dan pemantauan penilaian praktek pesan gizi seimbang perlu penelitian lebih lanjut tentang penilaian penerapan


(20)

pesan-pesan gizi seimbang untuk kelompok ibu hamil, anak sekolah, remaja dan usia lanjut (Hardinsyah 1998).

Di Amerika, pedoman gizi dikenal dengan Food Guide Pyramid (FGP)

merupakan isu penting dalam membantu masyarakat Amerika memilih makanan yang sehat sesuai dengan standar yang ada, meskipun ada indikasi adanya pola konsumsi energi yang sedang dan konsumsi yang tinggi pada beberapa kelompok makanan tertentu (Welsh S. et al. 1993). Penelitian yang dilakukan Xiang Gao et al. (2006) juga menyebutkan bahwa FGP 2005 mungkin berhubungan dengan energi yang lebih rendah dan intik gizi yang optimal dibandingkan dengan FGP 1992.

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) merupakan salah satu sasaran prioritas dalam melaksanakan rencana strategi Departemen Kesehatan 2005 – 2009 dalam rangka mencapai sasaran menurunkan prevalensi gizi kurang (Depkes 2007). KADARZI adalah penyederhanaan yang diambil dari PUGS (Minarto 2009).

Dari temuan Riskesdas Provinsi Kalimantan Barat 2007, prevalensi balita dengan gizi kurang dan buruk berdasar berat badan menurut umur (BB/U) sebesar 22.6%, status pendek dan sangat pendek berdasar tinggi badan menurut umur (TB/U) mencapai 36.8%, kurus dan sangat kurus berdasar berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebanyak 17.3%, sedangkan prevalensi gizi lebih berdasar BB/U didapat sebesar 5% dan berdasar BB/TB 14%. Secara nasional Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan salah satu dari 25 provinsi di Indonesia dengan prevalensi gizi kurang, gizi buruk, kurus dan gizi lebih balita diatas rata-rata nasional.

Konsumsi energi per kapita per hari di Provinsi Kalimantan Barat dari hasil Riskesdas 2007 mencapai 1 594 kalori, masih di bawah angka nasional (1735.5 kalori) dan konsumsi protein per hari sebesar 57.6 gram/hari diatas rata-rata nasional (55.5 gram), sedangkan rumah tangga yang mempunyai garam cukup iodium sebesar 84.4% di atas angka nasional yang mencapai 62.3%.

Penerapan pesan gizi seimbang keluarga dan perilaku KADARZI merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola makan balita, mengingat bahwa pola makan pada masa balita sangat tergantung dari orang tua balita dan keluarga. Penelitian yang berkaitan dengan masalah ini masih belum pernah dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat.


(21)

Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin melihat apakah penerapan pesan gizi seimbang keluarga dan perilaku KADARZI mempunyai hubungan dengan status gizi balita di Provinsi Kalimantan Barat ?.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Menganalisis penerapan pesan gizi seimbang keluarga dan perilaku KADARZI hubungannya dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat.

Tujuan Khusus

1 Menganalisis masalah status gizi di Provinsi Kalimantan Barat.

2 Menganalisis penerapan pesan gizi seimbang keluarga di Provinsi Kalimantan Barat.

3 Menganalisis perilaku KADARZI di Provinsi Kalimantan Barat.

4 Menganalisis hubungan penerapan pesan gizi seimbang keluarga dengan status gizi balita di Provinsi Kalimantan Barat.

5 Menganalisis hubungan perilaku KADARZI dengan status gizi balita di Provinsi Kalimantan Barat.

Manfaat Penelitian

1 Sebagai bahan evaluasi tingkat keberhasilan program KADARZI dalam menanggulangi masalah gizi bagi Provinsi Kalimantan Barat.

2 Hasil penelitian ini sebagai rekomendasi bagi pembuat perencanaan penanggulangan masalah gizi terutama berkaitan dengan penerapan pesan gizi seimbang dan perilaku KADARZI.

3 Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang efektifitas KADARZI sebagai salah satu program penanggulangan masalah gizi di Provinsi Kalimantan Barat.


(22)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang dipublikasikan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2008, sehingga beberapa variabel yang akan diteliti sangat tergantung dari ketersediaan data Riskesdas tersebut.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Pedoman Umum Gizi Seimbang

Kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan aktifitasnya dan setiap orang sangat berbeda dalam menerima konsumsi makanan. Di samping itu, keanekaragaman makanan juga harus diperhatikan karena pada dasarnya setiap jenis makanan tertentu tidak mengandung semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga perlu beberapa makanan lain untuk mendapatkan komposisi makanan sesuai yang dianjurkan. Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas (fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya). Oleh karena makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh dari sangat beragam jenisnya dan harus dikonsumsi setiap hari untuk aktifitas fisiologis dan berbagai aktifitas lainnya.

Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan status gizi masyarakat untuk jangka panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan gizi yang praktis akan membentuk suatu kesimbangan bangsa antara gaya hidup dengan pola konsumsi masyarakat. Pengembangan pedoman gizi seimbang baik untuk petugas maupun masyarakat adalah salah satu strategi dalam pencapaian perubahan pola konsumsi makanan yang ada di masyarakat dengan tujuan akhir yaitu tercapainya status gizi masyarakat yang baik (Depkes 2005).

Depkes (2005) melalui Direktorat Bina Gizi Masyarakat pada tahun 1995 telah mengeluarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Pedoman ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu rekomendasi Konferensi Gizi Internasional di Roma pada tahun 1992. PUGS merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 sehat 5 sempurna yang memuat pesan-pesan yang berkaitan dengan pencegahan baik masalah gizi kurang, maupun masalah gizi lebih yang selama 20 tahun terakhir mulai terlihat di Indonesia. Tujuan PUGS adalah sebagai alat untuk memberikan penyuluhan pangan dan gizi kepada masyarakat luas, dalam rangka memasyarakatkan gizi seimbang.


(24)

PUGS merupak gizi. Hal ini dapat di hari. Tiap makanan d Pengelompokan baha utama zat-zat gizi, pembangun; dan (3) jumlah yang lebih bes sedang kebutuhan za kebutuhan zat pemba Sumber energi dan yang semisal de sedang zat pembang kacangan dan sebag gizi seimbang terseb menurut banyaknya kerucut menggambar paling banyak dima sedangkan bagian ata paling sedikit dimakan

Gambar 1 Tump PUGS memuat sebagai pedoman un

akan susunan makanan yang menjamin kes dicapai dengan mengkonsumsi beraneka rag

dapat saling melengkapi dalam zat -zat gizi y han makanan disederhan akan, yaitu didasark i, yaitu sebagai : (1) sumber energi/tenaga

) sumber zat pengatur. Sumber energi diper esar dibandingkan kebutuhan zat pembangun zat pengatur diperlukan dalam jumlah yang leb bangun (Almatsier 2001).

gi diperoleh dari beras, jagung, sereal/gandum engannya. Zat pengat ur diperoleh dari sayur ngun diperoleh dari ikan, telur, ayam, dagi againya. Ketiga golongan bahan makanan da ebut digambarkan dalam bentuk kerucut den bahan makanan tersebut yang dibutuhkan arkan sumber energi/tenaga, yaitu golongan b

akan, bagian tengah menggambarkan sum atas menggambarkan sumber zat pembangun

an tiap harinya.

mpeng Pedoman Gizi Seimbang (Depkes 2005 at 13 pesan dasar yang diharapkan dapat digu untuk mengatur makanan sehari -hari yang se

eseimbangan zat -zat agam makanan tiap i yang dikandungnya. rkan pada tiga fungsi ga; (2) sumber zat erlukan tubuh dalam un d an zat pengatur, lebih besar dari pada

m, ubi kayu, kentang ur dan buah -buahan, ging, susu, kacang -dalam konsep dasar engan ur utan-urutan n oleh tubuh. Dasar

bahan pangan yang umber zat pegatur, n yang secara relatif

05)

igunakan masyarakat seimbang dan aman


(25)

guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Pesan dasar tersebut adalah : (Depkes 2005)

1 Makanlah aneka ragam makanan

Pemenuhan gizi yang lengkap dan seimbang diperlukan makanan yang aneka ragam. Mengkonsumsi makanan hanya satu jenis makanan dalam jangka waktu relatif lama dapat mengakibatkan berbagai penyakit kekurangan gizi atau gangguan kesehatan.

Keanekaragaman makanan dalam hidangan sehari-hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu jenis makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat pembangun dan satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini adalah penerapan prinsip penganekaragaman yang minimal. Idealnya adalah jika setiap makan, hidangan tersebut terdiri dari 4 kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah).

Makanan sumber zat tenaga antara lain beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun berperan peting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh.

2 Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi, agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar, berolah raga, berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak. Kecukupan masukan energi bagi seseorang ditandai oleh berat badan yang normal.


(26)

Konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan. Energi yang berlebih disimpan sebagai cadangan di dalam tubuh berbentuk lemak atau jaringan lain.

Apabila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan kegemukan, yang biasanya disertai berbagai gangguan kesehatan. Antara lain tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit kencing manis dan lain-lain, tetapi apabila konsumsi energi kurang, maka cadangan energi dalam tubuh yang berada dalam jaringan otot/lemak akan digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Apabila hal ini berlanjut, maka dapat menurunkan daya kerja , prestasi belajar dan kreativitas. Kemudian diikuti oleh menurunnya produktivitas kerja, merosotnya prestasi belajar dan prestasi olah raga. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3 - 4 sendok makan setiap hari. Konsumsi gula yang berlebihan akan menyebabkan konsumsi energi yang berlebih dan disimpan dalam jaringan tubuh/lemak. Apabila hal ini berlangsung lama dapat mengakibatkan kegemukan.

Kekurangan energi yang berlangsung lama pada seseorang akan mengakibatkan penurunan berat badan dan kekurangan zat gizi lain. Penurunan berat badan yang berlanjut akan menyebabkan keadaan gizi kurang. Keadaan gizi kurang akan membawa akibat terhambatnya proses tumbuh kembang pada anak. Dampaknya pada saat ia mencapai usia dewasa, tinggi badannya tidak mencapai ukuran normal dan kurang tangguh. Selain itu, ia mudah terkena penyakit infeksi.

Apabila energi yang diperoleh dari makanan sumber karbohidrat kompleks melebihi 60%, maka kebutuhan protein, vitamin dan mineral sulit dipenuhi.

3 Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi Karbohidrat terdiri dari dua kelompok, yaitu karbohidrat komplek s dan karbohidrat sederhana. Makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang), dan makan lainnya seperti tepung, sagu dan pisang. Sedangkan gula sebagai karbohidrat sederhana, tidak mengandung zat gizi lain. Konsumsi gula yang berlebihan dapat mengurangi peluang terpenuhinya zat gizi lain.


(27)

Proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat kompleks di dalam tubuh berlangsung lebih lama dari pada karbohidrat sederhana. Sehingga dengan kenkonsumsi kabohidrat kompleks orang tidak segera merasa lapar. Sedangkan gula atau karbohidrat sederhana langsung dapat diserap dan dipergunakan tubuh sebagai energi, sehingga cepat menimbulkan rasa lapar. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3 – 4 sendok makan setiap hari. Konsumsi gula yang berlebihan akan menyebabkan konsumsi energi yang berlebih dan disimpan dalam jaringan tubuh/lemak. Apabila berlangsunh lama dapat mengakibatkan kegemukan.

Makanan sumber karbohidrat kompleks merupakan sumber energi utama dalam hidangan Indonesia, tetapi sumber karbohidrat kompleks ini kurang memberikan zat gizi lain yang diperlukan oleh tubuh, sehingga makanan sumber karbohidrat ini harus dibatasi konsumsinya sekitar 50 – 60% dari kebutuhan energi. Dengan demikian kekurangan zat gizi yang lain dapat dipenuhi dari sumber zat pembangun dan pengatur. Apabila energi yang diperoleh dari makanan sumber karbohidrat kompleks melebihi 60%, maka kebutuhan protein, vitamin dan mineral sulit dipenuhi.

4 Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi

Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah energi, membantu penyerapan vitamin-vitamin A, D, E, dan K, serta menambah lezatnya hidangan.

Ditinjau dari kemudahan proses pencernaan, lemak terbagi 3 golongan. Yaitu lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang paling mudah dicerna, lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh tunggal yang mudah dicerna, dan lemak yang mengandung asam lemak jenuh yang sulit dicerna. Makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal umumnya berasal dari makanan nabati, kecuali minyak kelapa. Makanan sumber asam lemak jenuh umumnya berasal dari hewani.

Konsumsi lemak dan minyak dalam makanan sehari-hari sebaiknya 10 – 20 % dari kebutuhan energi (Hardinsyah & Tambunan 2004).


(28)

Potensi lemak dan minyak sebagai sumber energi terhitung lebih tinggi daripada karbohidrat dan protein. Tiap gram lemak menghasilkan 9 kilokalori, sedangkan karbohidrat dan protein hanya 4 kilokalori. Selain berpotensi tinggi kalori, lemak juga relatif lama berada dalam sistim pencernaan dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, sehingga lemak menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama. Jika seseorang mengkonsumsi lemak dan minyak secara berlebihan akan mengurangi konsumsi makanan lain. Akibatnya, kebutuhan zat gizi yang lain tidak terpenuhi.

Bagi kebanyakan penduduk Indonesia, khususnya yang tinggal di perdesaan, konsumsi lemak/minyak masih sangat rendah sehingga masih perlu ditingkatkan. Sedangkan konsumsi lemak pada penduduk perkotaan sudah harus diwaspadai, karena cenderung berlebihan. Mereka yang sudah berlebihan mengonsumsi lemak harus segera menurunkan secara bertahap, dengan cara mengurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, termasuk mengurangi konsumsi makanan bersantan dan yang digoreng.

Kebiasaan mengonsumsi lemak hewani yang berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner. Namun membiasakan makan ikan dapat mengurangi risiko menderita penyakit jantung koroner, karena lemak ikan mengandung asam lemak omega 3 yang berperan mencegah terjadinya penyumbatan lemak pada dinding pembuluh darah.

Komposisi konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 2 bagian makanan yang mengandung sumber lemak nabati, dan 1 bagian dikonsumsi mengandung sumber lemak hewani.

5 Gunakan garam beriodium

Garam beriodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (kalium iodat) sebanyak 30-80 ppm. Sesuai Keppres No. 69 tahun 1994, semua garam yang beredar di Indonesia harus mengandung iodium. Kebijaksanaan ini berkaitan erat dengan masih tingginya kejadian gangguan kesehatan akibat kekurangan iodium (GAKI) di Indonesia.

GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) merupakan masalah gizi yang serius, karena dapat menyebabkan penyakit gondok dan kretin.


(29)

Kekurangan unsur iodium dalam makanan sehari-hari, dapat pula menurunkan tingkat kecerdasan seseorang.

Seperti halnya anemia gizi besi, anak sekolah yang menderita GAKI biasanya memerlukan waktu yang relatif lebih lama untuk menyelesaikan tingkat pendidikan formal tertentu. Bahkan mereka yang menderita GAK I tingkat berat (kretin, kretinoid) tidak mampu menyerap pelajaran pendidikan dasar.

Dengan mengkonsumsi garam beriodium 6 gram sehari, kebutuhan iodium dapat terpenuhi, namun ambang batas penggunaan natrium tidak terlampaui. Dalam kondisi tertentu, misalnya keringat yang berlebihan, dianjurkan mengonsumsi garam sampai 10 gram atau dua sendok teh per orang per hari. Bagi seseorang yang harus mengurangi konsumsi garam, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dari laut yang kaya iodium.

Demikian penting manfaat garam beriodium untuk mencegah dan menanggulangi GAKI, maka mutu garam beriodium yang beredar di pasar perlu dipantau.

Cara untuk menilai mutu garam beriodium tidak sulit, yaitu dengan Test Kit Iodina yang tersedia di puskesmas dan apotik. Ambil garam, kemudian tetesi dengan cairan iodina. Warna yang timbul dibandingkan dengan petunjuk warna yang ada pada Kit. Garam yang bermutu baik akan menunjukkan warna biru keunguan. Semakin berwarna tua, semakin baik mutu garam. Selain itu, pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan singkong parut. Caranya sebagai berikut : singkong (ubi kayu) segar dikupas, diparut dan diperas tanpa diberi air. Tuang 1 sendok perasan singkong parut ke dalam gelas bersih. Tambahkan 4 - 6 sendok teh munjung garam yang akan diperiksa. Tambahkan 2 sendok teh cuka makan berkadar 25 %. Aduk sampai rata, dan tunggu beberapa menit. Apabila timbul warna biru keunguan, berarti garam tersebut mengandung iodium. Semakin berwarna pekat, semakin baik mutu garam. Sebab, garam yang tak beriodium tidak akan mengalami perubahan warna setelah diperiksa dengan cairan iodina maupun cairan singkong parut.

Garam beriodium sebaiknya disimpan dalam wadah terbuat dari beling (kaca) dan bertutup, seperti stoples atau botol selai.


(30)

6 Makanlah makanan sumber zat besi

Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Anemia Gizi Besi (AGB) terutama banyak diderita oleh wanita hamil, wanita menyusui, dan wanita usia subur pada umumnya, karena fungsi kodrati. Peristiwa kodrati wanita adalah haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Karena itu menyebabkan kebutuhan Fe atau zat besi relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok lain. Kelompok lain yang rawan AGB adalah anak balita, anak usia sekolah dan buruh serta tenaga kerja berpenghasilan rendah.

Sumber utama Fe adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang hanya diserap 1 - 2%. Sedangkan tingkat penyerapan Fe makanan asal hewani dapat mencapai 10 - 20%. Ini berarti bahwa Fe pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe pangan asal nabati (non heme).

Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain dari mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A, karena makanan sumber zat besi biasanya juga merupakan sumber vitamin A.

Tanda-tanda anemia gizi besi (AGB) antara lain pucat, lemah, lesu, pusing dan penglihatan sering berkunang-kunang. AGB dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat ringan sampai berat. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, dan bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Anemia sedang dan ringan dapat menimbulkan gejala lesu,


(31)

lelah, pusing, pucat dan penglihatan sering berkunang-kunang. Bila terjadi pada anak sekolah, anemia gizi akan mengurangi kemampuan belajar. Sedangkan pada orang dewasa akan menurunkan produktivitas kerja. Disamping itu, penderita anemia lebih mudah terserang infeksi. Hal ini tentunya sangat menghambat upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia.

Departemen Kesehatan telah melaksanakan program penanggulangan AGB dengan membagikan tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD) kepada ibu hamil sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD tersebut mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 miligram besi elemental dan 0.25 mg asam folat. Sedangkan untuk penanggulangan anemia pada balita diberikan preparat besi dalam bentuk sirup.

Pada beberapa orang, pemberian preparat besi ini dapat menimbulkan gejala-gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, muntah, dan kadang-kadang terjadi diare atau sulit buang air besar. Untuk mencegah timbulnya gejala di atas, dianjurkan minum tablet/sirup besi setelah makan pada malam hari. Agar penyerapan besi dapat maksimal, dianjurkan minum tablet/sirup zat besi dengan air minum yang sudah dimasak.

Dengan minum tablet Fe, maka tanda-tanda kurang darah akan menghilang. Bila tidak menghilang, berarti yg bersangkutan bukan menderita AGB, tetapi menderita anemia jenis lain.

7 Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. Tidak ada satu pun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 3 aspek, yaitu aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak.

Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari ASI, maka ASI harus diberikan kepada bayi segera setelah dilahirkan (dalam waktu 30 menit setelah lahir), karena daya isap bayi pada saat itu paling kuat untuk


(32)

merangsang produksi ASI selanjutnya. ASI yang keluar beberapa hari setelah persalinan disebut kolostrum. Kolostrum mengandung zat kekebalan, vitamin A yang tinggi, lebih kental dan berwarna kekuning-kuningan. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi. Sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian air gula, air tajin, dan makanan pralaktal (sebelum ASI lancar diproduksi) lain harus dihindari.

Pada usia 0 - 6 bulan, bayi cukup diberi ASI saja (pemberian ASI Eksklusif), karena produksi ASI pada periode tersebut sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat. Pemberian makanan selain ASI pada umur 0 - 6 bulan dapat membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna makanan bukan ASI. Apabila pada periode ini, bayi dipaksa menerima makanan bukan ASI, maka akan timbul gangguan kesehatan pada bayi, seperti diare, alergi dan bahaya lain yang fatal. Tanda bahwa ASI eksklusif memenuhi kebutuhan bayi antara lain bayi tidak rewel, dan tumbuh sesuai dengan grafik pada Kartu Menuju Sehat (KMS).

ASI Eksklusif yaitu kondisi bayi hanya diberi air susu ibu saja tanpa tambahan cairan lain atau makanan lain. Agar pemberian ASI eksklusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan lain, perlu pula diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar, yaitu tidak dijadwal, ASI diberikan sesering mungkin, termasuk menyusui pada malam hari. Ibu menggunakan payudara kiri dan kanan secara bergantian tiap kali menyusui. Di samping itu posisi ibu bisa duduk atau tiduran dengan suasana tenang dan santai. Bayi dipeluk dengan posisi menghadap ibu. Isapan mulut bayi pada puting susu ibu harus baik, yaitu sebagian besar areola (bagian hitam sekitar puting) masuk ke mulut bayi. Apabila payudara terasa penuh dan bayi belum mengisap secara efektif, sebaiknya ASI dikeluarkan dengan menggunakan tangan yang bersih. Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui, serta persiapan psikologis selama kehamilan, akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu yang menyusui harus menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang rasa khawatir yang berlebihan, dan percaya diri bahwa ASI mencukupi untuk kebutuhan bayi. Kegagalan pemberian ASI


(33)

eksklusif akan menyebabkan berkurangnya jumlah sel-sel otak bayi sebanyak 15 - 20%, sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi pada tahap selanjutnya.

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi yang diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya setelah umur 6 bulan. Pada umur 6 bulan (masa transisi), bayi terus minum ASI dan mulai diperkenalkan dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI berbentuk lunak atau setengah cair. Ingat, pemberian ASI harus didahulukan sebelum MP-ASI.

Pada umur 6 - 12 bulan, kuantitas dan kualitas MP-ASI perlu diperhatikan. ASI diberikan sesuai umur bayi, minimal diberikan 3 x sehari. Porsi MP-ASI setiap kali makan sebagai berikut :

• Pada umur 6 bulan, berikan minimal 6 sendok makan; • Pada umur 7 bulan, berikan minimal 7 sendok makan;

• Pada umur 8 dan 9 bulan, berturut-turut berikan 8 dan 9 sendok makan, pertambahan sendok sesuai dengan pertambahan usia. Sejak umur 10 bulan, makanan keluarga perlu diperkenalkan kepada bayi, agar pada saat berumur 12 bulan, bayi sudah dapat makan bersama keluarga. Porsi makanan anak 12 bulan kira-kira separuh dari porsi orang dewasa. Pemberian ASI tetap diteruskan sampai bayi berumur 2 tahun. Makanan selingan yang bergizi (bubur kacang hijau, biskuit, pepaya/jeruk) perlu diberikan. Pada umur 23 bulan, secara bertahap anak perlu disapih. Antara lain dengan menjarangkan waktu menyusui. Apabila ibu menghadapi masalah seperti grafik pertumbuhan berat badan bayi tidak sesuai KMS, puting lecet, payudara bengkak, puting terbenam dan lain-lain, dianjurkan menghubungi petugas kesehatan, bidan, klinik laktasi di Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) atau Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI).

Bagi ibu pekerja dianjurkan untuk tetap menyusui sebelum dan sesudah bekerja. Di tempat kerja, ibu dapat mengeluarkan ASI-nya dengan tangan, dan disimpan dalam wadah bersih, bertutup, dan selanjutnya diberikan kepada bayinya saat ibu pulang ke rumah. ASI yang dikeluarkan tadi dapat disimpan dan tidak rusak selama 6 jam pada suhu kamar, atau selama 24


(34)

jam dalam lemari es. Apabila bayi/anak sakit, tetap teruskan menyusui dan berikan MP-ASI lebih cair/lunak.

8 Biasakan makan pagi

Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran, sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik. Membiasakan makan pagi pada anak memang terasa sulit. Adanya citra makan pagi sebagai suatu kegiatan yang dirasakan menjengkelkan perlu diubah menjadi salah satu kebiasaan yang disukainya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengubah citra tersebut adalah sebagai berikut :

 Anak-anak perlu dibiasakan bangun lebih pagi, agar tersedia waktu yang cukup untuk makan pagi.

 Para orang tua hendaknya memberi contoh yang baik, yaitu membiasakan makan pagi.

 Pada saat makan pagi, sebaiknya anak ditemani oleh salah seorang anggota keluarga.

 Orang tua dan guru hendaknya tidak bosan mengingatkan anak untuk selalu makan pagi, dan memberi penjelasan mengenai manfaat makan pagi.

 Bagi anak yang tidak sempat makan pagi, sebaiknya makanan dibawa ke sekolah.

 Untuk membiasakan anak-anak yg belum biasa makan pagi, perlu memakai cara bertahap. Mula-mula diberikan makan pagi dengan takaran (porsi) sedikit. Kemudian, secara bertahap, porsi makanan ditambah sesuai dengan anjuran.

Kebiasaan makan pagi juga membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan. Namun akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat


(35)

pengatur. Seseorang yang tidak makan pagi memiliki risiko menderita gangguan kesehatan berupa menurunnya kadar gula darah dengan tanda-tanda antara lain : lemah, keluar keringat dingin, kesadaran menurun bahkan pingsan. Bagi anak sekolah, kondisi ini menyebabkan merosotnya konsentrasi belajar yang mengakibatkan menurunnya prestasi belajar. Bagi pekerja akan menurunkan produktivitas kerja.

Kebiasaan seseorang menghindari makan pagi dengan tujuan untuk menurunkan berat badan, jelas merupakan kekeliruan yang dapat mengganggu kondisi kesehatan. Antara lain berupa gangguan pada saluran pencernaan. Bagi seseorang yang tidak sempat makan pagi di rumah, agar tetap mengupayakan makan pagi di tempat lain yang memungkinkan.

9 Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya

Air minum harus bersih dan aman. Aman berarti bersih dan bebas kuman. Untuk mendapat-kannya, air minum harus dididihkan terlebih dahulu.

Fungsi air dalam tubuh adalah :

 melancarkan transportasi zat gizi dalam tubuh

 mengatur keseimbangan cairan dan garam mineral dalam tubuh  mengatur suhu tubuh

 melancarkan dalam proses buang air besar dan kecil

Untuk memenuhi fungsi tersebut di atas, cairan yang dikonsumsi seseorang, terutama air minum, sekurang-kurangnya dua liter atau setara dengan delapan gelas setiap hari. Selain itu, mengkonsumsi cukup cairan dapat mencegah dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh, dan dapat menurunkan risiko penyakit batu ginjal. Mengkonsumsi cairan yang tidak terjamin keamanannya dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti diare dan keracunan berbagai senyawa kimia yang terdapat pada air. Menentukan kebutuhan air minum dengan mengandalkan rasa haus tidak sepenuhnya benar. Contoh, seseorang yang bekerja di ruang AC tidak merasa haus, padahal yang bersangkutan seharusnya memerlukan cairan lebih banyak dibanding ketika ia bekerja di ruang tanpa AC.

Pada kondisi tertentu seperti, suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah, terjadi banyak penguapan cairan tubuh seseorang. Tetapi biasanya


(36)

yang bersangkutan tidak merasa haus. Oleh karena itu, jika tidak mengkonsumsi banyak cairan, maka yang bersangkutan akan menderita dehidrasi atau kehilangan cairan tubuh. Keadaan demikian dapat berakibat yang bersangkutan menderita heat stroke, pingsan atau tewas akibat sengatan udara panas.

10 Lakukan aktivitas fisik secara teratur

Aktifitas fisik bermanfaat bagi setiap orang. Karena dapat meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan, meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta memperlambat proses penuaan.

Seseorang yang sehat dapat melakukan aktivitas fisik setiap hari tanpa kelelahan yang berarti. Olah raga harus dilakukan secara teratur. Macam dan takaran olah raga berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi kesehatan. Ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dan aktivitas fisik, banyak dijumpai di kalangan tertentu. Misalnya di kalangan para eksekutif. Kesibukan kerja, cenderung memaksa para eksekutif tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur dan mengkonsumsi makanan tidak sesuai dengan kebutuhannya.

Kegiatan rutin pergi ketempat kerja dapat dijadikan sebagai suatu aktivitas yang sangat membantu untuk mencapai berat badan yang normal. Biasakan jalan kaki untuk jarak tempuh + 50 – 100 m misalnya mencapai lokasi kendaraan jemputan. Apabila jarak tempat tinggal dengan tempat bekerja sekitar 200 – 300 m usahakan jalan kaki.

11 Hindari minum minuman beralkohol

Seseorang yang minum minuman beralkohol akan sering buang air kecil sehingga menimbulkan rasa haus. Orang ini akan mengatasi rasa hausnya dengan minum minuman beralkohol lagi. Alkohol hanya mengandung energi, tetapi tidak mengandung zat gizi lain.

Kebiasaan minum minuman beralkohol dapat mengakibatkan terhambatnya proses penyerapan zat gizi, hilangnya zat-zat gizi yang penting, meskipun orang tersebut mengkonsumsi makanan bergizi dalam jumlah yang cukup, kurang gizi, penyakit gangguan hati, kerusakan saraf otak dan jaringan.


(37)

Di samping itu, minum minuman beralkohol dapat menyebabkan ketagihan dan kehilangan kendali diri. Hal ini dapat menjadi faktor pencetus ke arah tindak kriminal.

12 Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

Selain harus bergizi lengkap dan seimbang, makanan harus juga layak konsumsi, sehingga aman bagi kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari kuman dan bahan kimia berbahaya, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Makanan yang tidak bertentangan dengan keyakinan atau norma agama dikenal dengan istilah “halal”.

Selama ini, konsep “halal” yang lazim dipergunakan dalam kaidah agama islam, sering diartikan secara sempit. Anggapan bahwa semua makanan dan minuman yang tidak mengandung unsur alkohol dan daging babi dianggap halal. Padahal konsep makanan halal dalam arti luas, selain tidak beralkohol dan bukan daging babi, adalah makanan yang harus diolah atau dipersiapkan secara hygienis, sehingga tidak mengandung cemaran yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Agar makanan atau masakan dapat memenuhi syarat-syarat halal dan aman untuk dikonsumsi, maka sejak bahan makanan tersebut ditanam/diternakan sampai siap disantap, maka makanan harus diperlakukan secara baik dan benar. Perlakuan ini pada tahap budidaya disebut cara budidaya yang baik. Pada tahap pengolahan di pabrik disebut cara produksi yang baik, dan pada tahap pengolahan di rumah tangga disebut cara penanganan yang baik. Sejak pengolahan dan pengemasan di pabrik sampai makanan diangkut dan dipasarkan ke tingkat pengecer/pedagang atau langsung ke konsumen, harus dilakukan dengan cara baik dan benar. Sedangkan cara penanganan makanan yang baik di rumah tangga meliputi cara-cara: mempersiapkan, menyimpan, mencuci, mengolah/memasak, menyimpan makanan matang, yang baik dan benar. Penyelenggaraan seperti ini akan terhindar dari kemungkinan tercemar kuman-kuman dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan manusia.


(38)

Menurut ilmu gizi, makanan yang aman harus pula memenuhi syarat “wholesome”. Artinya, zat-zat gizi tidak banyak yang hilang, dan bentuk fisiknya masih utuh. Kecuali apabila makanan yang akan diolah sengaja diubah bentuk fisiknya (misalnya ikan dijadikan tepung, dll.).

Tanda-tanda umum bagi makanan yang tidak aman bagi kesehatan antara lain: berlendir, berjamur, aroma dan rasa atau warna makanan berubah. Khusus untuk makanan olahan pabrik, bila melewati tanggal daluwarsa, atau terjadi karat/kerusakan pada kemasan, makanan kaleng tersebut harus segera dimusnahkan. Sebaiknya, makanan dengan tanda-tanda tersebut tidak dibeli dan tidak dikonsumsi, meskipun harganya sangat murah. Tanda lain dari makanan yang tidak memenuhi syarat aman, adalah bila dalam pengolahannya ditambahkan bahan tambahan berbahaya, seperti asam borax/bleng, formalin, zat pewarna rhodamin B dan methanil yellow, seperti banyak dijumpai pada makanan jajanan pasar. Oleh karena itu, produsen jajanan pasar perlu diberi penyuluhan.

Penggunaan borax, bleng dan formalin menyebabkan makanan tahan lebih lama dan lebih elastis/kenyal. Misalnya, tahu tahan lebih dari dua hari bila dibiarkan pada suhu ruangan. Makanan jajanan pasar yang bewarna cerah menunjukan tanda adanya penggunaan zat pewarna berbahaya.

Bahan makanan yang diberi warna kuning, bila ditetesi air kapur sirih tidak berubah warnanya menjadi ungu, pertanda makanan tersebut menggunakan zat pewarna berbahaya, yaitumethanil yelow.

Cara mengolah atau meracik makanan yang tidak benar juga dapat mengancam kesehatan dan keselamatan konsumen. Misalnya merebus air minum dan susu segar, yang tidak dipanaskan sampai mendidih akan sangat berbahaya bila diminum, karena kuman-kuman berbahaya masih dapat hidup. Kuman akan mati bila dipanaskan sampai mendidih.

13 Bacalah label makanan yang dikemas

Label pada makanan yang dikemas adalah keterangan tentang isi, jenis dan ukuran bahan-bahan yang digunakan, susunan zat gizi, tanggal kedaluwarsa dan keterangan penting lain. Air minum dalam kemasan, yang banyak


(39)

beredar di pasaran, telah diproses sesuai dengan ketentuan pemerintah dan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Peraturan perundang-undangan menetapkan, bahwa setiap produk makanan yang dikemas harus mencantumkan keterangan pada label.

Semua keterangan yang rinci pada label makanan yang dikemas sangat membantu konsumen pada saat memilih dan menggunakan makanan tersebut, sesuai kebutuhan gizi dan keadaan kesehatan konsumen.

Beberapa singkatan yang lazim digunakan dalam label antara lain: MD = makanan yang dibuat di dalam negeri

ML = makanan luar negeri (import)

Exp = tanggal kedaluwarsa, artinya batas waktu makanan tersebut masih layak dikonsumsi. Sesudah tanggal tersebut, makanan tidak layak dikonsumsi.

SNI = Standar Nasional Indonesia, yakni keterangan bahwa mutu makanan telah sesuai dengan persyaratan.

SP = Sertifikat Penyuluhan.

PUGS dengan 13 pesan dasar merupakan acuan atau pedoman setiap individu dan rumah tangga untuk berprilaku gizi yang baik dan benar (Ray et al 1997), meskipun masih perlu penjabaran yang lebih operasional dan mudah dimengerti tentang pesan-pesan PUGS terutama bagi masyarakat secara umum dan perlu upaya pengembangan cara penilaian penerapan pesan-pesan tersebut (Hardinsyah 1997).

Dalam The Dietary Guidelines for Americans (Dietary Guidelines) (2005), di Indonesia dikenal dengan PUGS, disebutkan bahwa penyusunan pedoman gizi seimbang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan risiko penyakit mayor melalui diet dan aktifitas fisik. Ada 9 bagian yang menjadi pesan utama dalam

Dietary Guidelines tersebut, yaitu berhubungan dengan 1)adequate nutrients within calorie needs; 2) Weight management; 3) Physical activity; 4) Food groups to encourage; 5) Fats; 6) Carbohydrates; 7) Sodium and potasium; 8. Alcoholic beverages; 9)Food safety.


(40)

Penelitian yang dilakukan Xiang Gao et al. (2006) menyebutkan bahwaDietary Guidelines 2005 mungkin berhubungan dengan energi yang lebih rendah dan intik gizi yang optimal dari padaDietary Guidelines1992.

Di Indonesia evaluasi terhadap PUGS telah dilakukan di setiap pertemuan-pertemuan ilmiah seperti Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) yang diadakan setiap 4 tahun sekali. Dalam pertemuan WNPG VIII pada tanggal 17 – 19 Mei 2004 dalam sebuah artikelnya Hardinsyah & Tambunan mengemukakan bahwa masih relevannya 13 pesan gizi yang terdapat dalam PUGS. Secara umum pola pangan yang baik adalah perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50 – 65%, 10 – 20% dan 20 – 30%. Komposisi ini tentunya dapat bervariasi tergantung pada umur, ukuran tubuh, keadaan fisiologis dan mutu protein makanan yang dikonsumsi. Pesan PUGS “makanlah setengah kebutuhan energi dari karbohidrat” masih relevan, tetapi perlu dipermudah cara sosialisasinya. Demikian juga pada pesan “batasi konsumsi lemak seperempat dari kebutuhan energi”. Proporsi energi dari pangan serealia dan umbi-umbian dalam Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2020 yaitu 55% masih relevan untuk dijadikan target.

Keluarga Sadar Gizi

Depkes (2007) memberikan pengertian Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan :

1 Menimbang berat badan secara teratur.

2 Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif).

3 Makan beraneka ragam.

4 Menggunakan garam beriodium.

5 Minum suplemen gizi Tablet Tambah Darah (TTD), kapsul vitamin A dosis tinggi sesuai anjuran.

Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila


(41)

seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.

Di tingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi oleh :

a. Kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya.

b. Pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam hal :

1) Memilih, mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan gizinya.

2) Memberikan perhatian dan kasih sayang dalam mengasuh anak .

3) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia, terjangkau dan memadai (Posyandu, Pos Kesehatan Desa, Puskesmas, dll). c. Tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas. d. Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan

lingkungan.

Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi di Posyandu, fortifikasi pangan, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin A dan Tablet Tambah Darah/TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi yang baik sehingga penurunan masalah gizi berjalan lamban.

Masih banyaknya kasus gizi kurang menunjukkan bahwa asuhan gizi di tingkat keluarga belum memadai. Oleh sebab itu diperlukan upaya pemberdayaan melalui pendampingan. Pendampingan keluarga KADARZI adalah proses mendorong, menyemangati, membimbing dan memberikan kemudahan oleh kader pendamping kepada keluarga guna mengatasi masalah gizi yang dialami.

Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untuk penyiapannya.


(42)

Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat Kapsul Vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60%. Sementara itu perilaku gizi lain yang belum baik adalah masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar28 % rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam.

Masalah lain yang menghambat penerapan perilaku KADARZI adalah adanya kepercayaan, adat kebiasaan dan mitos negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak keluarga yang mempunyai anggapan negatif dan pantangan terhadap beberapa jenis makanan yang justru sangat bermanfaat bagi asupan gizi (Depkes 2007b).

Status Gizi

Status berarti tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh suatu keadaan. Sedangkan gizi adalah hasil proses organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan dan fungsi organ tubuh, serta produksi energi, sehingga status gizi dapat diartikan tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan gizi di satu pihak dan pengeluaran oleh organisme di pihak lain (Gibson 1990).

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi merupakan bagian penting dari kesehatan seseorang, karena status gizi menunjukkan suatu keadaan diri yang mana diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama.

Selain itu juga status gizi seseorang pada dasarnya merupakan hasil dari proses pencernaan dan penyimpanan zat-zat gizi dalam tubuh untuk digunakan di kemudian hari, memelihara struktur dan susunan jaringan tubuh serta fungsi yang normal. Keadaan tersebut berhubungan dengan keadaan kesehatan tubuh, jika


(43)

persediaan zat gizi tidak cukup di dalam tubuh, maka akan terjadi kurang gizi, oleh karena keadaan tersebut diperlukan suatu penilaian sebagai dasar penentuan tingkat gizi seseorang (Almatsier 2001).

Status gizi erat kaitannya dengan malnutrisi yaitu suatu keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi (Supariasa et al 2002) :

1 Under Nutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu.

2 Specific deficiency : Kekurangan zat gizi tertentu misalnya kekurangan vitamin A, iodium dan sebagainya.

3 Over nutrition: kelebihan konsumsi untuk periode tertentu.

4 Imbalance : karena disproporsi zat gizi, misalnya : penimbunan kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).

Soekirman (2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi itu dalam 2 kategori besar, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor dalam tubuh manusia sendiri, seperti kemampuan tubuh untuk menyerap bahan makanan yang masuk, faktor keturunan atau kelainan-kelainan tubuh. Faktor eksternal meliputi : tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua, latar belakang sosial budaya, daya beli keluarga dan jumlah anggota keluarga. Hadi (2002) juga mencatat, bahwa faktor pendidikan ibu berhubungan dengan baik tidaknya pertumbuhan anak. Latham (1990) menemukan bahwa faktor distribusi makanan dalam keluarga sebagai salah satu penyebab kurang energi protein, selain kemiskinan dan penyapihan yang tidak tepat.

Pengukuran Status Gizi

Penentuan status gizi dapat dilakukan berbagai cara antara lain secara biokimia, dietetika, klinik dan antropometri. Salah satu cara termudah untuk menilai status gizi di lapangan adalah dengan cara antropometri, karena praktis dan teliti. Antropometri adalah ukuran dari bermacam-macam dimensi tubuh manusia yang ukurannya relatif berbeda-beda menurut jenis kelamin, umur, dan keadaan gizi (Jelliffe 1996).


(44)

Ada 3 cara pengukuran yang dianggap tepat untuk Indonesia dan diakui internasional, yaitu berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Berat badan merupakan pilihan utama, karena merupakan ukuran yang peka, yaitu sangat dipengaruhi oleh keadaan gizi. Dengan demikian BB turun dengan menurunnya keadaan gizi (Roedjito 1989).

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh danmetrosartinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Jellife (1996) mengungkapkan bahwa : “Nutritional anthropometry is measurement of the variations of the physical dimensions and the gross composition of the human body at different age levels and degree of nutriton”.

Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit.

Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung dan metode tidak langsung. Berikut ini disajikan secara ringkas kedua kelompok metode penilaian status gizi tersebut (Supariasa 2002):

a. Penilaian secara langsung 1 Metode Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode pemeriksaan laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian dibandingkan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Misalnya menilai status zat besi (Fe) dengan mengukur kadar hemoglobin. Bila kadar hemoglobin < 11 mg% maka disebut anemia (Depkes 2002). Untuk penilaian biokimia disebut juga pemeriksaan laboratorium, spesimen yang biasa digunakan adalah darah, faces, kelenjar tubuh, urin dan biopsi jaringan tubuh.

2 Penilaian Klinis

Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu. Setiap zat gizi memberikan tampilan klinis yang berbeda, sehingga cara ini dianggap spesifik namun sangat subjektif. Contoh penilaian status gizi


(45)

secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta senja (xerophtalmia)

3 Penilaian Biofisik

Penilaian secara biofisik adalah dengan mengukur elastisitas dan fungsi jaringan tubuh. Cara ini jarang digunakan karena membutuhkan peralatan yang canggih, mahal dan tenaga terampil. Salah satu cara penilaian status gizi secara biofisik adah untuk mengukur komposisi tubuh dengan metode

bioelectrical impedance. 4 Penilaian Antropometri

Cara yang paling mudah, tidak membutuhkan peralatan yang mahal adalah pengukuran antropometri. Dengan demikian antropometri dapat diterapkan secara luas di lapangan. Sebagai contoh tiap bulan dilaksanakannya penimbangan balita di posyandu. Pengukuran antropometri mengandung 2 maksud; pertama untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada satu titik waktu) dan kedua pemantauan status gizi yaitu untuk melihattrend/ perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Penimbangan balita di posyandu yang diplot hasilnya ke dalam KMS (Kartu Menuju Sehat) adalah salah satu contoh pemantauan status gizi (nutritional monitoring).

Semua bagian tubuh (keseluruhan atau secara parsial) dapat digunakan untuk menilai status gizi, namun menurut WHO (2000) hanya 3 ukuran (parameter) saja yang diangap valid, yaitu : berat badan, tinggi badan dan lingkaran lengan atas. Satu ukuran tubuh sebagai dasar menentukan status gizi disebut parameter. Gabungan dari 2 parameter disebut dengan indeks. Sehingga dari parameter yang valid tesebut dapat dinilai 4 indeks, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dan Lingkaran Lengan Atas menurut Umur (LILA/U). Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

Pengukuran status gizi secara antropometri adalah pengukuran keadaan sebagai hasil penggunaan bahan makanan di dalam tubuh. Penentuan ambang batas memerlukan kesepakatan ahli gizi. Ambang batas dapat disajikan ke dalam


(46)

tiga cara yaitu persen terhadap median, persentil dan standar deviasi (Supariasa et al 2002).

Berdasarkan pada standar baku WHO (2006) pengukuran status gizi menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB./TB. Indeks BB/U dan BB/TB digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang, sedangkan indeks TB/U digunakan untuk menggambarkan status gizi masa lalu. Batas ambang ataucut of point status gizi yaitu:

Tabel 1 Standar Antropometri WHO 2006

Indeks Range Z-score Status Gizi

BB/U

z-score > +2 SD

z-score -2 SD s.d ≤+2 SD

z-score < -2 SD s.d -3 SD

z-score < -3 SD

Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk

TB/U z-scorez-score > -2.0 SD< -2.0 SD s.d-3 SD

z-score < -3.0 SD

Normal Pendek

Sangat pendek

BB/TB z-scorez-score > 2.0 SD-2 SD s.d +2 SD

z-score < -2 SD s.d -3 SD

z-score < -3.0 SD

Gemuk Normal Kurus

Sangat Kurus

b. Penilaian secara tidak langsung

1 Penilaian konsumsi pangan : Mengukur pangan yang dikonsumsi kemudian dianalisis kandungan gizinya. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur, jenis kelamin dan aktivitas (WNPG 2004).

2 Analisis ekologi dan statistik vital : Mempelajari kondisi lingkungan berupa produksi pangan, pola makan, sosial budaya, ekonomi dan variabel lain yang secara teoritis mempengaruhi status gizi. Data ini dianalisis menggunakan statstik tertentu sehingga dapat diprediksi status gizi.

3 Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS) dan Indeks Diagnostik Rumah Sakit (IDRS) : Suatu metode analisis kebiasaan sehari-hari yang berkaitan dengan konsumsi gzi dan variabel determinannya yang digunakan untuk menetapkan


(47)

status gizi. Cara ini dilakukan di rumah sakit untuk menegakkan diagnosa dan menentukan tindakan gizi yang harus diberikan kepada pasien.

Untuk mengetahui hasil pengukuran antropometri diperlukan suatu rujukan.

Pengukuran Konsumsi Gizi

Berbeda dengan pengukuran antropometri, pengukuran konsumsi makanan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, diantaranya adalah 1) metode penghitungan makanan (food account) terdiri dari pencatatan harian oleh rumah tangga tentang semua makanan yang masuk ke rumah tangga, baik yang dibeli, hadiah/bingkisan, atau diproduksi oleh rumah tangga selama periode waktu tertentu, yang biasanya 7 hari. Jumlah tiap makanan dicatat dalam ukuran eceran (jika tersedia) dan ukuran rumah tangga (URT) metode food recall 24 jam; 2) Metode pencatatan keluarga (household food record method), dimana pencatatan makanan biasanya legkap untuk sekurangnya periode 1 minggu oleh penanggungjawab di rumah tangga atau petugas lapangan. Pencatatan makanan yang sesungguhnya dimakan oleh rumah tangga secara rinci, sebaliknya pada metode food account makanan yang dibeli atau diperoleh dicatat. Dalam waktu 1 minggu periode survei, berat atau volume setiap makanan yang dikonsumsi dicatat terpisah sebelum dipilah untuk perorangan; 3) Metode recall 24 jam yang lebih mudah dilakukan. Pedoman teknis menilai konsumsi makanan menggunakan 24 jam yang lampau dikembangkan oleh Food and Nutrition Technical Assistance Project. Pada metode ini, anggota rumah tangga yang bertanggungjawab pada persiapan makanan diinterview untuk memperoleh informasi tentang komposisi rumah tangga dan konsumsi rumah tangga selama 24 jam yang lampau Metode ini cocok digunakan untuk mengetahui asupan zat gizi rata-rata dalam kelompok atau populasi (Gibson 1990).

Metode food recall 24 jam dilakukan oleh seorang ahli gizi yang sudah terlatih teknik untuk bertanya dan wawancara dalam melakukan recall asupan makanan pada 24 jam hari sebelumnya. Pertanyaan bias langsung kepada subjek atau pada orang tuanya. Pertanyaan secara terperinci mengenai cara memasak dan nama menu masakan. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah adanya suplementasi vitamin dan mineral juga dicatat dalam daftar pertanyaan. Bahan


(48)

makanan yang dilaporkan diestimasi kedalam ukuran rumah tangga, kemudian dikonversikan kedalam berat dengan menggunakan satuan gram (Gibson 1990).

Recallhanya yang dilakukan satu hari hasilnya tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari karena variasi dari makanan pada hari lainnya belum terwakili. Ketepatan dalam mengukur sangat tergantung dari daya ingat subjek yang ditanya sehingga metode ini tidak cocok digunakan untuk mengukur asupan makanan pada anak-anak, orang tua dan orang yang pelupa. Metode ini memerlukan pengumpul data yang terampil dalam menggunakan alat bantu seperti ukuran rumah tangga, mengenal cara pengolahan makanan, dan mengetahui pola pangan daerah. Metode ini tidak cocok digunakan jika pengukuran dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari libur, acara keagamaan, acara perkawinan dan beberapa acara lain yang bersifat sesaat (Gibson 1990).

Hubungan Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan dengan Status Gizi

Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal. Apabila kondisi lingkungan kurang mendukung atau jelek, maka potensi genetik yang optimal tidak akan tercapai. Lingkungan ini meliputi bio-fisiko-psikososial yang akan mempengaruhi setiap individu mulai dari masa konsepsi sampai akhir hayatnya.

Secara garis besar, faktor lingkungan dapat dibagi dua yaitu faktor pranatal dan lingkungan pascanatal. Faktor lingkungan pranatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam kandungan. Faktor lingkungan pascanatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir.

Faktor lingkungan pascanatal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak yaitu lingkungan biologis, lingkungan fisik, faktor psikososial dan faktor keluarga dan adat istiadat. Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme yang saling terkait satu dengan yang lain.

Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Keadaan


(49)

sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak mengalami infeksi saluran pencernaan penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa 2002)

UNICEF (1998) membuat model interelasi tumbuh kembang anak dengan melihat penyebab dasar, sebab tidak langsung dan sebab langsung. Sebab langsung adalah kecukupan makanan dan keadaan kesehatan. Penyebab tidak langsung meliputi ketahanan makanan keluarga, asuhan bagi ibu dan anak dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan.

Berdasarkan model penyebab kurang gizi yang dikembangkan UNICEF (1998), gizi salah (malnutrition) disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas; sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga (Azwar 2004).

Paradigma baru dalam penanggulangan masalah gizi sebagaimana disampaikan Soekirman (2001) menekankan pentingnya outcome daripada input. Persediaan pangan yang cukup (input) di masyarakat tidak menjamin setiap rumah tangga dan anggota memperoleh makanan yang cukup dan status gizinya baik. Banyak faktor lain yang dapat mengganggu proses terwujudnya outcome sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma input sering melupakan faktor lain tersebut, diantaranya air bersih, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar. Kebijakan program gizi yang masih mengedepankan pangan, makanan dan konsumsi sebagai penyebab utama masalah gizi cenderung mengabaikan peran faktor lain sebagai penyebab timbulnya masalah gizi seperti air bersih, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar. Akibatnya program gizi lebih sering menjadi program sektoral yang masing-masing berdiri sendiri dengan persepsi berbeda mengenai masalah gizi dan indikatornya.


(50)

Landasan Teori

Menu seimbang yaitu menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dengan jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier 2001). Acuan bagi setiap individu untuk berprilaku gizi yang baik dan benar adalah dengan penerapan PUGS yang terdiri dari 13 pesan dasar (Ray 1997).

Keluarga Sadar Gizi merupakan keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi di tingkat keluarga/rumah tangga melalui perilaku menimbang berat badan secara teratur, memberikan hanya ASI saja kepada bayi 0-6 bulan, makan beraneka ragam, memasak menggunakan garam beriodium, dan mengkonsumsi suplemen zat gizi mikro sesuai anjuran (Depkes 2007). Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) merupakan penyederhaan dari PUGS (Minarto 2009).

Status gizi balita sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial terdekat. Di samping itu peran keluarga sangat besar dalam membentuk kepribadian anak. Pola pendidikan yang tepat yang diterapkan oleh orang tua akan sangat membantu anak dalam menghadapi kondisi lingkungan pada masa yang akan datang. Orang tua merupakan tempat bergantung anak-anaknya dan harus memberikan kasih sayang dan perhatian sepenuhnya pada anak hingga remaja (Supariasa et al 2002).

Dalam penelitian Xiang Gao et al (2006) diketahui bahwa FGP 2005 berhubungan dengan rendahnya energi dan intik gizi yang optimal, sedangkan FGP 1992 diduga berhubungan dengan kejadian epidemi obesitas (Weinberg 2004; Gifford 2002; Contaldo & Pasanisi 2005)

Penyebab langsung status gizi yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi sering menderita penyakit infeksi dapat menderita kurang gizi. Demikian pula pada anak yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Sehingga makanan dan penyakit merupakan penyebab kurang gizi (Supariasa et al 2002).

Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan


(51)

adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental dan social. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga (Soetjiningsih 1998).

Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga, makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada.


(52)

Kerangka Konsep

Status Gizi Balita

Status Infeksi

Gambar 2Kerangka Konsep Analisis Penerapan Pesan Gizi Seimbang Keluarga dan Perilaku

Keluarga Sadar Gizi Hubungannya dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat

Orang Tua :

Pendidikan

Pendapatan

= Yang diteliti

= Yang tidak diteliti KADARZI

Menimbang Berat Badan Secara Teratur

ASI Eksklusif

Makan Beraneka Ragam

Menggunakan Garam Beriodium Memberikan Suplemen Gizi

Sesuai Anjuran PUGS

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi 2. Makanlah makanan untuk

memenuhi kecukupan energi 1. Makanlah aneka ragam

makanan

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai ¼ dari kecukupan energi

5. Gunakan garam beriodium 6. Makanlah makanan sumber zat

besi

7. Berikan ASI saja pada bayi umur 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya

8. Biasakan makan pagi

9. Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya

10. Lakukan aktivitas fisik secara teratur

11. Hindari minum minuman beralkohol

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

13. Bacalah label pada makanan yang dikemas Konsumsi Gizi Pelayanan Kesehatan Kesehatan Lingkungan


(1)

Purwantini, Tri Bastuti dan Arini, Mewa. 2008. Pola Pengeluaran dan Konsumsi Pangan pada Rumah Tangga Petani Padi. Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani. Bogor, 19 Nopember 2008. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Ray, N.K 1997. Pemasaran Sosial PUGS dan ACMI. Pra Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi VI.Jakarta.

Rayhan, Md. Israt dan Khan, M. Sekander Hayat. 2006. Factors Causing Malnutrition among Under Five Children in Bangladesh. Pakistan Journal of Nutrition.5(6) : 558 – 562.

Roedjito.J.,1989.Kajian Penelitian Gizi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta Saifuddin 2009. Hubungan uplementasi Vitamin A Dengan Status Kesehatan Balita

Di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen [tesis]. http://library.usu.ac.id/index. php?option=com_journal_review&id=14451&task=view [ 11 Maret 2010]. Saliem, Handewi P. dan Ariningsih, Ening. 2007. Perubahan Konsumsi dan

Pengeluaran Rumah Tangga di Perdesaan : Analisis Data SUSENAS 1999 – 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Schultz, T. Paul. 1984. Studying the Impact of Household Economic and Community Variable on Child Mortality.Population and Development Review. 10 (Suppl) : 215 – 235.

Sediaoetama, A. D 2000. Ilmu GIzi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.

Selvin S. 1996. Statistical Analysis of Epidemiologic Data. Second Edition. Oxford : Oxford University Press.

Silva, Patricia. 2005. Environmental Factors and Children’s Malnutrition in Ethiopia . World Bank Policy Research Working Paper3489. Environment Departement. Singh, Madhu B., Fotedar, Ranjana., J. Lakshminarayana and PK Anand. 2006.

Studies on the nutritional status of children aged 0–5 years in a drought-affected desert area of western Rajasthan, India.Public Health Nutrition: 9(8), 961–967

Smith, Lisa C. & Haddad, Lawrence James. 2000. Explaining Child Malnutrition In Developing Countries: A Cross-Country Analysis. Research reports 111, International Food Policy Research Institute (IFPRI).

Soekirman. 2000.Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk keluarga dan Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Soekirman. 2005. Gizi Buruk, Kemiskinan, dan KKN. http :/www. gizi.net/ Prof-soekirman.htm. 12:31:06. [2 Nov 2009].

Soekirman. 2001. Paradigma Baru Penanggulangan Masalah Gizi di Indonesia. http :/www. gizi.net/ Prof-soekirman.htm. 24:31:06. [2 Nov 2009].

Soetjiningsih. 1998.Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.

Solomon, Noel W. 2007. Malnutrition and Infection : an update.B J Nutr98. Suppl. 1. S5 – S10.


(2)

104

Supariasa, I, Bakri, Bachyar, Fajar, Ibnu. 2002.Penilaian Status Gizi. EGC Jakarta. Strauss, John & Thomas, Duncan. 1998. Health, Nutrition and Economic

Development.Journal of Economic Literature.(36) 766 – 817.

Tharakan CT., Suchindra CM. 1999. Determinants Of Child Malnutrition: An Intervention Model for Botswana.Nutr. Res. 19(6): 843-860.

Thomas, Duncan. 1991.Gender Differences in Houshold Resource Allocation. World Bank. Washington DC.

Todaro, Michael P. & Smith, Stephen C. 2009. Economic Development. Tenth Edition. Pearson Education. Inc. Boston. USA.

UNICEF. 1998. The State of the World’s Children 1998. UNICEF. Oxford University Press. Oxford.

UNICEF. 1997. Conceptual Framework of Malnutrition. Oxford University Press. Oxford.

USDA & USDHHS. 2005. The Dietary Guidelines for Americans 2005. HHS Publication number: HHS-ODPHP-2005-01-DGA-A USDA Publication number: Home and Garden Bulletin No. 232

Viera, AJ. 2008. Odds Ratios and Risk Ratios: What’s the Difference and Why Does It Matter?.The Southern Medical Association.0038-4348/0-2000/10100-0730. Walgito, Bimo. 2002.Pengantar Psikologi Umum. Andi. Yogyakarta

Weinberg SL. 2004. The diet-heart hypothesis: a critique. J Am Coll Cardiol.;43:731– 3.

Welsh S., Davis C., Shaw A,. 1993. USDA’s Food Guide Bacround and Development : USDA, Human Nutrition Information Service. US.

Xiang Gao, Parke E. Wilde, Alice H. Lichtenstein, Katherine L. Tucker. 2006. The 2005 USDA Food Guide Pyramid is Associated with More Adequate Nutrient Intakes within Energy Constraints than the 1992 Pyramid.J. Nutr. 136 ; 1341-1346.

Xu, George., Umezawa, Masakazu., dan Takeda, Ken. 2009. Early Development Origin od Adult Disease Caused by Malnutrition and Environmental Chemical Substances.Journal of Health Science.55(1) : 11 – 19.

Yaqub, S. 2002. Poor Children Grow into Poor Adults : Harmful Mmechanisms or Over-Deterministic Theory?.Journal of International Development. 14 pp 1081-1093.


(3)

(4)

106


(5)

xi

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala kemurahan-hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Gizi Masyarakat ini sebagaimana yang diharapkan. Sungguh terasa begitu Maha Besar Allah dan Maha Murah serta tak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah SWT.

Sholawat dan salam selalu saya haturkan kepada tauladan kita umat manusia, Utusan Allah yang teramat mulia Muhammad SAW. Penyampaian risalah Allah di tangannya telah memberikan pencerahan dan membawa kita jalan kebenaran yang hakiki sebagai panduan hidup di dunia dan akhirat.

Tak ada sesuatu yang dapat dikerjakan hanya dengan mengandalkan diri kita sendiri. Kesadaran ini membuat saya menyampaikan penghormatan dan terima kasih kepada semua pihak terutama Departemen Kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang telah menyediakan jalan dan sarana beasiswa melalui NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) Project ADB Loan, Badan Litbang Depkes RI, Politeknik Kesehatan Depkes RI Pontianak dan jajaran civitas akademika Jurusan Gizi, jajaran civitas akademika Departemen Gizi Masyarakat IPB khususnya Program Studi Pascasarjana Gizi Masyarakat, komisi pembimbing Bapak Drh. M.Rizal M.Damanik, M.RepSc. PhD dan Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes yang telah mencurahkan semua tenaga dan pikirannya yang tidak sedikit. Terima kasih pula pada rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penghargaan, penghormatan dan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ayahanda DZ. Anwar dan Ibunda Sri Heriwati serta Istri saya tercinta Herty Nursiana dan Anak-anak saya atas dukungan dan kesabarannya.

Menyadari sebagai hamba Allah yang lemah tentu masih banyak kekurangan dari hasil karya ilmiah saya, sehingga masukan dan saran sungguh sangat berharga untuk kesempurnaan karya ini.

Bogor, Mei 2010

Didik Hariyadi NRP. I151080181


(6)

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klakah Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur pada tanggal 31 Desember 1971 sebagai anak bungsu dari pasangan DZ. Anwar dan Sri Heriwati. Tahun 1990 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Nesegri (MAN) I Pontianak dan pada tahun 1991 menyelesaikan pendidikan Diploma I Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) Pontianak.

Lulus dari SPAG penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 1992 di Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah dan pada tahun 1995 di mutasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas.

Tahun 1997 penulis berkesempatan mengikuti pendidikan Diploma III di Akademi Gizi Depkes RI Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Sejak tahun 1999 diangkat sebagai staf pada Akademi Gizi Depkes RI Pontianak. Tahun 2004 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada Program Studi Gizi Kesehatan. Tahun 2006 diangkat sebagai Dosen di Politeknik Kesehatan Depkes RI Pontianak dengan jabatan Asisten Ahli.

Tahun 2008 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Gizi Masyarakat dengan bantuan beasiswa dari NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) project ADB Loan.