Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi Makanlah aneka ragam makanan Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai ¼ dari Gunakan garam beriodium 6. Makanlah makanan sumber zat Biasakan makan pagi 9. M

34 Kerangka Konsep Status Gizi Balita Status Infeksi Gambar 2 Kerangka Konsep Analisis Penerapan Pesan Gizi Seimbang Keluarga dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Hubungannya dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat Orang Tua :  Pendidikan  Pendapatan = Yang diteliti = Yang tidak diteliti KADARZI Menimbang Berat Badan Secara Teratur ASI Eksklusif Makan Beraneka Ragam Menggunakan Garam Beriodium Memberikan Suplemen Gizi Sesuai Anjuran PUGS

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari

kebutuhan energi

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

1. Makanlah aneka ragam makanan

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai ¼ dari

kecukupan energi

5. Gunakan garam beriodium 6. Makanlah makanan sumber zat

besi 7. Berikan ASI saja pada bayi umur 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya

8. Biasakan makan pagi 9. Minumlah air bersih yang aman

dan cukup jumlahnya 10. Lakukan aktivitas fisik secara teratur 11. Hindari minum minuman beralkohol 12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan 13. Bacalah label pada makanan yang dikemas Konsumsi Gizi Pelayanan Kesehatan Kesehatan Lingkungan 35 Hipotesis Penelitian 1 Ada hubungan antara penerapan pesan gizi seimbang dengan status gizi balita di Provinsi Kalimantan Barat. 2 Ada hubungan perilaku KADARZI dengan status gizi balita di Provinsi Kalimantan Barat. Definisi Operasional 1 Penerapan pesan gizi seimbang keluarga adalah penilaian pererapan 13 pesan gizi seimbang keluarga berdasarkan pesan pada PUGS yang diukur dengan proximate hasil pengkuran konsumsi menggunakan metode recall 1 x 24 jam dan kuesioner sebagaimana metode yang digunakan dalam Riskesdas 2007, sehingga data yang dapat diukur sebanyak 8 pesan dari 13 pesan yang ada. Lima pesan, masing-masing makan aneka ragam makanan, makan cukup energi, makan sumber karbohidrat setengah dari kecukupan energi, konsumsi lemak sampai ¼ dari kecukupan energi dan makan sumber zat besi menggunakan proximate recall 1 x 24 jam dan 3 pesan menggunakan garam beriodium, melakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur dan menghindari minum minuman beralkohol menggunakan kuesioner. Masing- masing item pesan diberi skor 0 jika tidak melaksanakan pesan gizi seimbang; skor 1 jika melakukan praktek pesan gizi seimbang. Selanjutnya dikategorikan menjadi baik jika total skor 4 – 8; dan kurang baik jika total skor 4 Modifikasi dari Hardinsyah 1998, beberapa pesan tersebut adalah: a Makan aneka ragam makanan adalah jenis makanan yang dikonsumsi terdiri dari sumber karbohidrat, sumber lemak, sumber protein, dan sumber mineral yang dilihat dengan pendekatan ada tidaknya lauk hewani dan sayur dalam menu makanan. Beragam jika makan lauk hewani dan sayur; kurang beragam jika tidak makan lauk hewani dan sayur. Pengukuran ini berdasarkan indikator yang dipakai pada indikator KADARZI dengan modifikasi pada jenis makanan sayur dan buah Depkes 2007a b Makan cukup energi adalah jumlah energi makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan yang dibandingkan dengan rata-rata kecukupan energi 36 untuk penduduk Indonesia sebesar 2000 kalori WNPG 2004. Selanjutnya diukur jumlah energi yang dikonsumsi dalam ukuran kalori. c Makan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi adalah jumlah gram karbohidrat yang dikonversi dari jumlah total energi antara 50 sampai 65 dari kebutuhan energi. Diukur dengan ukuran gram karbohidrat. Memenuhi jika konsumsi karbohidrat antara 50 - 65 dari kebutuhan energi; tidak memenuhi jika kurang dari 50 atau lebih dari 65 dari total kalori. WNPG 2004 d Konsumsi lemak sampai ¼ dari kecukupan energi adalah jumlah gram lemak yang dikonversi dari jumlah total energi 20 sampai 30 dari kebutuhan energi. Diukur dengan ukuran gram lemak. Memenuhi jika konsumsi lemak antara 20 - 30 dari kebutuhan energi; tidak memenuhi jika kurang dari 20 atau lebih dari 30 dari total kalori. e Menggunakan garam beriodium adalah ketersediaan garam beriodium di rumah tangga. Kadar iodium di test menggunakan iodina test. Memenuhi jika berwarna ungu; tidak memenuhi jika tidak berubah warnamuda. f Makan sumber zat besi adalah menkonsumsi sumber zat besi berupa hewani dan atau kacang-kacangan dan atau sayuran berwarna hijau tua. Penilaian dengan pendekatan jenis makanan sumber zat besi Fe yang dikonsumsi. Memenuhi jika dalam menu makanan terdapat sumber Fe; tidak memenuhi jika dalam menu makanan tidak terdapat sumber Fe. g Melakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur adalah aktifitas fisik yang dilakukan anggota rumah tangga yang berumur di atas 10 tahun secara rutin selama 10 menit setiap kali melakukan yang diperoleh dari wawancara. Selanjutnya dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Kurang apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif kurang dari 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. h Menghindari minum minuman beralkohol adalah ibu balita minum minuman beralkohol dari berbagai jenis dan merk yang ada dalam 12 bulan terakhir. 37 Selanjutnya dikategorikan ya, jika 12 bulan terakhir pernah minum minuman beralkohol; dan tidak pernah, jika 12 bulan terakhir tidak pernah minum minuman beralkohol. 2 Perilaku KADARZI adalah keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi di tingkat keluargarumah tangga melalui 4 indikator, yaitu menimbang berat badan secara teratur, makan beraneka ragam, menggunakan garam beriodium dan mengkonsumsi suplemen zat gizi mikro sesuai anjuran. Selanjutnya pengukuran dilakukan sesuai dengan pedoman KADARZI Depkes RI pada KEPMENKES RI No. 747MenkesSKVI2007 dengan modifikasi yang dikategorikan baik jika memenuhi 4 kriteria dan kurang baik jika tidak memenuhi 4 kriteria KADARZI. a Menimbang berat badan balita adalah frekuensi menimbang berat badan balita secara rutin. Baik jika ditimbang 4 kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir; kurang baik jika ditimbang kurang dari 4 kali dalam 6 bulan terakhir. b Makan aneka ragam makanan adalah jenis makanan yang dikonsumsi terdiri dari sumber karbohidrat, sumber lemak, sumber protein, dan sumber mineral yang dilihat dengan pendekatan lauk hewani dan sayur. Beragam jika makan lauk hewani dan sayur; kurang beragam jika tidak makan lauk hewani dan sayur. c Menggunakan garam beriodium adalah kandungan iodium dalam garam yang digunakan rumah tangga balita. Kadar iodium di test menggunakan iodina test. Baik jika berwarna ungu; kurang baik jika tidak berubah warnamuda. d Minum suplemen gizi sesuai anjuran adalah suplement vitamin A yang diberikan oleh program kesehatan pada balita. Baik jika mendapat kapsul vitamin A; kurang baik jika tidak mendapat kapsul vitamin A. 3 Pendidikan orang tua dan pengeluaran rumah tangga a Pendidikan ayah adalah tingkat pendidikan formalterakhir yang pernah dilalui ayah. Klasifikasi : a. ≤ SD 38 b. SMP c. ≥ SMA Skala : Ordinal. b Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formalterakhir yang pernah dilalui ibu. Klasifikasi : a. ≤ SD b. SMP c. ≥ SMA Skala : Ordinal. c Pengeluaran rumah tangga adalah rata-rata pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk makanan setiap bulan. Klasifikasi : 1. ≥ Rata-rata 2. Rata-rata Skala : Ordinal. 4 Status gizi Balita adalah status gizi balita yang diukur berdasarkan berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU, dan berat badan menurut tinggi badan BBTB selanjutnya dibuat kategori menggunakan standar WHO 2006 sebagai berikut : a. Indeks BBU a Gizi lebih bila Z-score +2SD b Gizi baik bila Z-score  -2 SD sampai +2 SD c Gizi kurang bila Z-score -2 SD sampai  -3 SD d Gizi buruk bila Z-score -3 SD b. Indeks TBU a Normal bila Z-score  -2 SD b Pendek bila Z-score  -3 SD sampai - 2SD c Sangat pendek bila Z-score -3 SD c. Indeks BBTB a Gemuk bila Z-score +2 SD 39 b Normal bila Z-score  -2 SD sampai +2 SD c Kurus bila Z-score -2 SD sampai  -3 SD d Sangat kurus bila Z-score -3 SD 5 Infeksi adalah penyakit infeksi yang pernah diderita oleh anak sebulan terakhir berupa penyakit ISPA, Diare, Demam thypoid, Malaria, Campak atau Demam Berdarah. Selanjutnya dikategorikan pernah dan tidak pernah. 6 Konsumsi gizi balita adalah jumah zat gizi yang dikonsumsi dalam sehari, meliputi energi, protein dan vitamin A sesuai ketersediaan data Riskesdas 2007. 7 Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang diukur dengan tingkat kemudahan dalam mengakses dan memanfaatkan pelayanan kesehatan berdasarkan jarak dan waktu yang diperlukan agar mendapatkan pelayanan kesehatan serta pemanfaatan terhadap pelayanan yang telah tersedia maupun Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat UKBM. Pengukuran dilakukan dengan memberikan skor pada jawaban pertanyaan tentang pelayanan kesehatan. 8 Kesehatan lingkungan adalah higiene dan sanitasi lingkungan yang diukur dengan melihat kondisi kesehatan lingkungan keluarga dan higiene ibu balita. Pengukuran dengan memberikan skor pada jawaban pertanyaan tentang kesehatan lingkungan. 40 METODE Desain dan Waktu Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional menggunakan data sekunder hasil Riskesdas 2007 dengan disain cross sectional, dimana pengukuran outcome dan potential predictor dilakukan secara simultan pada waktu yang bersamaan Aswin 1997 sesuai dengan data hasil Riskesdas 2007 yang tersedia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010. Populasi dan Penarikan Sampel Populasi dan sampel menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI di Jakarta. Populasi dalam Riskesdas Provinsi Kalimantan Barat 2007 adalah seluruh rumah tangga di seluruh pelosok Provinsi Kalimantan Barat. Sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga identik dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga Survey Sosial Ekonomi Nasional Susenas Provinsi Kalimantan Barat tahun 2007. Metode penghitungan dan cara penarikan sampel identik pula dengan two stage sampling yang digunakan dalam Susenas 2007. Setiap kabupatenkota yang masuk dalam kerangka sampel kabupatenkota, diambil sejumlah blok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupatenkota tersebut. Sebuah blok sensus masuk kedalam sampel blok sensus pada sebuah kabupatenkota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada sebuah kabupatenkota probability proportional to size. Bila dalam sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 seratus lima puluh rumah tangga maka dalam penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara keseluruhan, berdasarkan sampel blok sensus dalam Susenas 2007 yang berjumlah 1 578 seribu lima ratus tujuh puluh delapan sampel blok sensus dan berhasil mengunjungi 456 blok sensus dari 12 kabupatenkota dari 14 kabupatenkota yang ada 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Kubu Raya tidak termasuk dalam sampel karena baru pemekaran saat data diambil. 41 31 761 ind ~ 27 377 ind Simple Random Sampling 12 kabkota BS BS BS RT RT RT RT RT RT In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u In d iv id u Two Stage Sampling Probability Proportional to Size 16 16 16 1 578 BS ~ 456 BS 7 296 RT ~ 6769 RT Keterangan: BS = Blok Sensus = Ke-n RT = Rumah Tangga = Dibagi breakdown Ind = Individu ~ = Sebagai sampel Gambar 3 Skema Urutan Pengambilan Sampel Penelitian Setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 16 enam belas rumah tangga secara acak sederhana simple random sampling, yang menjadi sampel rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut. Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 12 kabupatenkota dalam Susenas Provinsi Kalimantan Barat adalah 7 296 tujuh ribu dua ratus Sembilan puluh enam, sedang dalam penelitian ini berhasil mengumpulkan 6769 rumah tangga. Selanjutnya seluruh anggota rumah tangga dari setiap rumah tangga yang terpilih dari kedua proses penarikan sampel tersebut di atas diambil sebagai sampel individu, kemudian dari 12 kabupatenkota pada Susenas Provinsi Kalimantan Barat 2007 terdapat 31 761 tiga puluh satu ribu tujuh ratus enam puluh satu sampel anggota rumah tangga dan berhasil mengumpulkan 27 377 dua puluh tujuh ribu tiga ratus tujuh puluh tujuh individu anggota rumah tangga yang sama dengan Susenas 2007. Secara sederhana penentuan sampel dalam Riskesdas 2007 untuk di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada skema sebagai berikut : 42 Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diperoleh dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI sebanyak 2 375 rumah tangga selanjutnya ditetapkan rumah tangga dengan kriteria inklusi rumah tangga yang mempunyai balita umur 6 – 59 bulan sebagai sampel. Indikator z-score status gizi BBTB, TBU dan BBU menggunakan range pada WHO Anthrop 2007 sebagai berikut:  Batas z-score BBTB ± 5SD  Batas z-score TBU ± 6SD  Batas z-score BBU - 6SD sampai +5SD Jumlah sampel 1 992 rumah tangga balita Gambar 4. . Gambar 4 Skema Jumlah dan Pengambilan Sampel Pengolahan dan Analisis Data 1 Data Penerapan Pesan Gizi Seimbang Data penerapan gizi seimbang didasarkan pada PUGS 13 pesan yang diambil dari data Riskesdas 2007 sesuai dengan data masing-masing item pesan yang ada. Selanjutnya masing-masing item pesan diberi skor yang mengacu pada cara penilaian penerapan 13 pesan gizi seimbang Hardinsyah 1998 dengan modifikasi. Data yang dapat diukur dalam penelitian ini sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil Riskesdas 2007, terdapat 8 pesan dari 13 pesan, yaitu: 1 Makanlah aneka ragam makanan. Penilaian dengan melakukan pendekatan jenis pangan hewani dan sayur yang dikonsumsi di rumah tangga. Terpenuhi jika dalam menu makanan rumah tangga terdapat makanan hewani dan sayur. 2 Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi. Penilaian dilakukan dengan pendekatan jumlah energi per kapita dibandingkan dengan rata-rata Jumlah total sampel 2 375 Kriteri eksklusi : 0 – 5 bulan = 168 Data BB TB tdk sesuai = 163 Data Orang tua missing = 52 Jumlah sampel 1 992 43 konsumsi energi penduduk Indonesia sebesar 2000 kalori WNPG 2004. Terpenuhi jika konsumsi energi lebih tinggi atau sama dengan 2000 kalori dan tidak memenuhi jika kurang dari 2000 kalori. 3 Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi. Penilaian dengan pendekatan jumlah kabohidrat yang dikonsumsi per kapita dibandingkan dengan referen konsumsi karbohidrat hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi WNKPG 2004 sebesar 50 - 65 dari kebutuhan kalori. Terpenuhi jika konsumsi karbohidrat per kapita 50 - 65 dari kebutuhan kalori dan tidak terpenuhi jika konsumsi karbohidrat per kapita dibawah 50 atau diatas 65 dari kebutuhan kalori. 4 Batasi konsumsi lemak dan minyak ¼ dari kecukupan energi. Penilaian dengan pendekatan jumlah lemak yang dikonsumsi dibandingkan dengan referen hasil WNKPG 2004 sebesar 20 – 30 dari kebutuhan kalori. Terpenuhi jika konsumsi lemat per kapita 20 - 30 dari kebutuhan kalori dan tidak terpenuhi jika konsumsi lemak per kapita dibawah 20 atau diatas 30 dari kebutuhan kalori. 5 Gunakan garam beriodium. Penilaian dengan menggunakan pengujian garam yang digunakan rumah tangga menggunakan Iodina test. Terpenuhi jika hasil test menunjukkan warna ungu dan tidak terpenuhi jika hasil test tidak berwarna atau ungu muda. 6 Makanlah sumber zat besi. Penilaian dengan pendekatan jenis makanan sumber zat besi Fe yang konsumsi per kapita rumah tangga. Terpenuhi jika dalam menu makanan terdapat satu atau lebih sumber makanan zat besi pangan hewani, kacang-kacangan dan sayuran berwarna hijau tua dan tidak terpenuhi jika dalam menu makanan tidak terdapat satu jenis sumber makanan zat besi. 7 Lakukan aktivitas fisik secara teratur. Penilaian dilakukan dengan menanyakan pada ibu balita menggunakan kuesioner yang telah dilakukan pada Riskesdas 2007 dan dibuat kategori cukup apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Kurang apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu 44 kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif kurang dari 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. 8 Hindari minum minuman beralkohol. Penilaian dilakukan dengan menanyakan kepada ibu balita kebiasaan minum minuman beralkohol pada 12 bulan terakhir. Memenuhi pesan jika tidak pernah minum minuman beralkohol dan tidak memenuhi pesan jika pernah minum minuman beralkohol. Masing-masing pesan dikategorikan secara nominal dengan skor 0, jika tidak memenuhi dan skor 1 jika memenuhi pesan masing-masing pesan gizi seimbang. Selanjutnya kategori penerapan pesan gizi seimbang dikatakan baik jika total skor 4 – 8 dan kurang baik jika total skor 4. Tabel 2 Tabel 2 Penilaian Penerapan Pesan Gizi Seimbang No. Pesan Skor Terpenuhi Tidak terpenuhi

1 Makanlah aneka ragam makanan

1 2 Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi 1 3 Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi 1 4 Batasi konsumsi lemak dan minyak ¼ dari kecukupan energi 1 5 Gunakan garam beriodium 1 6 Makanlah sumber zat besi 1 7 Lakukan aktivitas fisik secara teratur 1 8 Hindari minum minuman beralkohol 1 Total skor 11 Keterangan : Skor 1 : Pesan terpenuhi Skor 0 : Pesan tidak terpenuhi Jumlah skor 4 – 8 : Penerapan PUGS baik Jumlah skor 4 : Penerapan PUGS kurang baik 45 2 Data Perilaku KADARZI Data perilaku KADARZI dari masing-masing indikator KADARZI yang diteliti diambil dari data hasil Riskesdas 2007 sesuai dengan ketersediaan data, dimana pada Riskesdas 2007 menggunakan kuesioner dan pendekatan proxy recall 1 x 24 jam. Indikator yang dapat dinilai pada penelitian ini terdiri dari 4 indikator dari 5 indikator, masing-masing adalah indikator ke-1 yaitu teratur menimbangkan berat badan balita, indikator ke-3 makan aneka ragam makanan, indikator ke-4 yaitu menggunakan garam beriodium dan indikator ke- 5 yaitu minum suplemen gizi ssuai anjuran, sedangkan indikator ke-2 pemberian ASI eksklusif tidak diukur karena terbatasnya ketersediaan data Masing-masing indikator dijadikan dasar penilaian perilaku KADARZI sesuai dengan pedoman KADARZI pada KEPMENKES RI No. 747MenkesSKVI2007 dengan modifikasi pada indikator makan aneka ragam makanan dengan pendekatan ada tidaknya sumber pangan hewani dan sayur dalam menu makanan rumah tangga, selanjutnya dikategorikan baik jika memenuhi 4 indikator yang dinilai dan kurang baik jika tidak memenuhi 4 indikator yang dinilai Tabel 3. Tabel 3 Penilaian Perilaku KADARZI No. Indikator Perilaku KADARZI Kategori 1 Menimbang berat badan secara teratur Baik: Bila ~ 4 kali berturut-turut Belum baik: Bila 4 kali berturut-turut 2 Makan beraneka ragam Baik: Bila makan lauk hewani dan sayur Belum baik:Bila tidak makan lauk hewani dan sayur 3 Menggunakan garam beriodium Baik : warna ungu Belum baik : warna tidak berubah 4 Memberikan suplemen gizi sesuai anjuran Baik: Bila mendapat kapsul biru pada bulan Feb atau Agt 6-11 bln. Bila mendapat kapsul merah setiap bulan Feb dan Agt 12-59 bln. Belum baik: Bila tidak mendapat kapsul birumerah Modifikasi 46 3 Data Status Gizi Data Status gizi didasarkan pada pada 3 tiga indeks pengukuran status gizi, yaitu berat badan menurut tinggi badan BBTB, tinggi badan menurut umur TBU dan berat badan menurut umur BBU. Kategori status gizi didasarkan pada baku antropometri WHO 2006 dengan melihat nilai z-score dari masing- masing indeks status gizi sebagai berikut: a. Berdasarkan indeks BBTB : Kategori gemuk Kategori normal Kategori kurus Kategori sangat Kurus z-score 2.0 SD z-score  -2 SD s.d ≤ +2 SD z-score -2 SD s.d  -3 SD z-score -3.0 SD b. Berdasarkan indeks TBU Kategori normal Kategori pendek Kategori sangat pendek z-score -2.0 SD z-score -2.0 SD s.d  -3 SD z-score -3.0 SD c. Berdasarkan indeks BBU Kategori gizi lebih Kategori gizi baik Kategori gizi kurang Kategori gizi buruk z-score +2 SD z-score  -2 SD s.d ≤ +2 SD z-score -2 SD s.d  -3 SD z-score -3 SD 4 Data Infeksi Data infeksi yang diambil adalah infeksi saluran pernapasan atas ISPA, diare, demam thypoid, malaria, campak dan demam berdarah. Penilaian menggunakan kuesioner dengan menanyakan pernah menderita atau pernah didiagnosa oleh tenaga medis pada 12 bulan dan 1 bulan terakhir. Selanjutnya dikategorikan pernah atau tidak pernah menderita satu atau lebih penyakit ISPA, diare, demam thypoid, malaria, campak atau demam berdarah. 5 Data Konsumsi Gizi Balita Data konsumsi gizi akan didasarkan pada kelompok 3 zat gizi, yaitu zat gizi energi, protein dan vitamin A sesuai dengan ketersediaan data Riskesdas 2007. Selanjutnya kebutuhan masing-masing zat gizi dihitung berdasarkan kelompok umur menggunakan standar AKG tahun 2004. 6 Data Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 47 Data ini diukur dengan menggunakan skoring dari beberapa jawaban pertanyaan tentang akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan sesuai dengan kuesioner yang ada di Riskesdas 2007. Penentuan kategori memakai kategori yaitu baik jika memenuhi ≥ 50 dari total skor dan kurang baik jika 50 total skor Tabel 4. Tabel 4 Penilaian Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan No Indikator Skor 1 Berapa jarak yang harus ditempuh ke sarana pelayanan kesehatan terdekat RS, Puskesmas, Pustu, Dokter praktek, Bidan Praktek? - 1 KM - 1 – 5 KM - 5 KM 3 2 1 2 Berapa waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan terdekat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter praktek, Bidan Praktek? - ≤ 15 menit - 16 – 30 menit - 30 menit 3 2 1 3 Berapa jarak yang harus ditempuh ke sarana pelayanan kesehatan terdekat Posyandu, Poskesdes, Polindes? - 1 KM - 1 – 5 K - 5 KM 3 2 1 4 Berapa waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan terdekat Posya Poskesdes, Polindes? - ≤ 15 menit - 16 – 30 menit - 30 menit 3 2 1 5 Apakah tersedia angkutan umum ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat? - Ya - Tidak 3 1 6 Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan Posyandu Poskesdes dalam 3 bulan terakhir? - Ya - Tidak 3 1 7 Penimbangan - ya - tidak 3 1 8 Penyuluhan - Ya - Tidak 3 1 9 Imunisasi - Ya - Tidak 3 1 10 KIA - Ya - Tidak 3 1 48 Lanjutan No Indikator Skor 11 Suplementasi Gizi Vit A, Fe, Multigizi Mikro - Ya - Tidak 3 1 12 Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan Polindes Bidan Desa dalam 3 bulan terakhir? - Ya - Tidak 3 1 13 Dalam 6 bulan terakhir, apakah anak ditimbang ? - Ya - Tidak tahu - Tidak pernah 3 2 1 14 Apakah dalam 6 bulan terakhir anak mendapatkan kapsul vitamin A - Ya - Tidak 3 1 15 Pemeriksaan balita - Ya - Tidak 3 1 16 Pengobatan - Ya - tidak 3 1 Total skor 48 - Baik jika total skor ≥ 24 ≥ 50 - Sedang Jika total skor 24 50 7 Data Kesehatan Lingkungan Data kesehatan lingkungan diolah dengan skoring dari beberapa item jawaban pertanyaan, terdiri dari higiene dan sanitasi lingkungan. Kuesioner yang digunakan sesuai dengan kuesioner Riskesdas 2007 tentang sanitasi lingkungan dan higiene ibu. Penentuan kategori memakai kategori yaitu baik jika memenuhi ≥ 50 dari total skor dan kurang baik jika 50 total skor Tabel 5 Tabel 5 Penilaian Kesehatan Lingkungan No. Macam dan Indikator Skor 1 Berapa jumlah pemakaian air untuk keperluan rumah tangga ? - ≥ 100 liter - 50 – 99,9 liter - 49,9 lite 3 2 1 2 Berapa jarak untuk memperoleh air pulang pergi - ≤ 1 KM - KM 3 1 49 Lanjutan No. Macam dan Indikator Skor 3 Berapa lama waktu untuk memperoleh air pulang pergi - ≤ 30 menit - 30 menit 3 1 4 Apakah di sekitar sumber sumber air dalam radius 10 meter terdapat sumber pencemaran air limbahtangki septiksampah ? - Tidak - Tidak ada sumber air - Ya 3 2 1 5 Apakah air untuk semua kebutuhan rumah tangga diperoleh dengan mudah sepanjang tahun - Ya mudah - Sulit dimusim kemarau - Sulit sepanjang tahun Number 3 2 1 6 Air yang digunakan Keruh - Tidak - Ya 3 1 7 Air yang digunakan Berwarna - Tidak - Ya 3 1 8 Air yang digunakan Berasa - Tidak - Ya 3 1 9 Air yang digunakan Berbusa - Tidak - Ya 3 1 10 Air yang digunakan Berbau - Tidak - Ya 3 1 11 Apakah jenis sarana tempat penampungan air minum sebelum dimasak ? - Wadahtandon tertutup - Wadahtandon terbuka - Tidak adalangsung dari sumber 3 2 1 12 Apakah perlakuan terhadap air yang akan diminum diminum - Dimasak terlebih dahulu - Langsung diminum 3 1 13 Dimana tempat penampungan air limbah dari kamar mandi tempat cucidapur ? - Penampunagn tertutup di perkarangan SPAL - Penampungan terbuka di perkarangan - Penampungan di luar perkarangan, Tanpa penampungan ditanahLangsung ke got sungai 3 2 1 14 Bagaimana saluran penampungan air limbah dari kamar mandi tempat cucidapur ? - Tertutup - Terbuka - Tanpa saluran 3 2 1 15 Apakah tersedia tempat pembuangan sampah di luar rumah - Ya - Tidak 3 1 50 Lanjutan No. Macam dan Indikator Skor 16 Tempat sampah tertutup - Ya - Tidak 3 1 17 Apakah tersedia tempat penampungan sampah basah organik di dalam rumah - Ya - Tidak 3 1 18 Tempat sampah tertutup - Ya - Tidak 3 1 19 Apakah buang air besar di jamban - Ya - Tidak 3 1 20 Mencuci tangan pakai sabun sebelum makan - Ya - Tidak 3 1 21 Mencuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan - Ya - Tidak 3 1 22. Mencuci tangan setelah buang air besar - Ya - Tidak 3 1 23 Mencuci tangan pakai sabun setelah memegang binatang - Ya - Tidak 3 1 24 Biasa merokok dengan anggota rumah tangga - Ya - Tidak 3 1 Total skor 72 - Baik Jika total skor ≥ 36 ≥ 50 - Kurang baik Jika total skor 36 50 8 Data Pengeluaran Rumah Tangga Data ini adalah data pengeluaran rata-rata yang digunakan rumah tangga untuk keperluan makanan rumah tangga, selanjutnya dikategorikan diatas atau sama dengan rata-rata pengeluaran keluarga untuk pangan sampel dan dibawah rata- rata. Analisis data hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif dan inferensial. Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi masing-masing variabel yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik sesuai dengan hasil penelitian. Analisis bivariat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara masing-masing variabel dependen dan variabel independen. Uji kemaknan 51 menggunakan metode Chi-Square  2 Selvin 1996. Kemaknaan statistik yang dipakai adalah  0.05 dan tabel 2 x 2 digunakan untuk melihat nilai odd ratio OR pada variabel yang secara signifikan berhubungan secara statistik Kleinbaum 1994. Berikut ini gambaran perhitungan OR antara exposure dan outcome : Viera 2008 Tabel 6 Contoh Tabel Hubungan exposure dengan outcome Develop outcome Not develop outcome Jumlah Exposed A B A + B = n1 Not exposed C D C + D = n2 Jumlah A + C = m1 B + D = m2 A + B + C + D = N Odds AC BD AC OR = = ADBC BD Keterangan : OR = 1 menunjukkan antara dua kelompok exposure dan not exposure mempunyai peluang yang sama. OR 1 menunjukkan bahwa kelompok exposure mempunyai peluang lebih kecil terhadap kejadian outcome OR 1 menunjukkan bahwa kelompok exposure mempunyai peluang lebih besar terhadap kejadian outcome Analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda untuk mengetahui perbedaan determinan atau pengaruh dari sejumlah variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi logistik ganda merupakan alat yang sangat kuat untuk menganalisis pengaruh antara sebuah paparan dan outcome skala ordinal dan dengan serentak mengontrol pengaruh sejumlah faktor perancu potensial. Analisis ini juga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan 52 regresi linier, yaitu mampu mengkonversi koefisien regresi β menjadi odd ratio OR Murti 2003. Rumus model regresi logistik ganda dalam penelitian ini sebagai berikut : Y = β + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + ....... + β 11 X 11 Keterangan : Y = Status Gizi Balita β = Koefisien regresi β 1.. β 11 = Koefisien regresi variabel bebas X 1... X 11 X 1 = Varabel Infeksi X 2 = Variabel Konsumsi Energi X 3 = Variabel Konsumsi Protein X 4 = Variabel Konsumsi Vitamin A X 5 = Variabel Pelayanan Kesehatan X 6 = Variabel Kesehatan Lingkungan X 7 = Variabel Pendidikan ayah X 8 = Variabel Pendidikan ibu X 9 = Variabel Pengeluaran Rumah Tangga X 10 = Variabel Penerapan Pesan Gizi Seimbang X 11 = Variabel Perilaku KADARZI Besar risiko menggunakan perhitungan OR dengan rumus sebagai berikut : Exp{ln OR ± 1.96  1a-1n 1 +1c-1n 2 } dan nilai confidence interval CI sebesar 95 jika CI pada rentang nilai 1, maka OR tidak signifikan secara statistik Dodge 2008. Pengujian model menggunakan pengujian model penuh omnibus test of model coefficients dengan tingkat signifikansi  0.05. Prediksi nilai observasi ditentukan dengan melihat hasil Hosmer and Lemeshow Test dan untuk menghindari multikolinearitas antar variabel independent ditetapkan nilai korelasi 0.8 dengan melihat matrik korelasi antar variabel independent Kuncoro 2004. Pengolahan dan analisis data masing-masing menggunakan software Microsoft Office Excell 2007, WHO Anthro versi 3.0.1 tahun 2009 dan software SPSS Statistic Program for Social Science for windows versi 16.0. tahun 2006. 53 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Penelitian Provinsi Kalimantan Barat terletak di Pulau Kalimantan, dengan ibukota Pontianak. Secara geografis, Provinsi Kalimantan Barat terletak di antara 108º BT hingga 114º BT, dan antara 2º6 LU hingga 3º5 LS. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² 7.53 luas Indonesia. Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki propinsi Seribu Sungai. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Walaupun sebagian kecil wilayah Provinsi Kalimantan Barat merupakan perairan laut, akan tetapi provinsi ini memiliki puluhan pulau besar dan kecil sebagian tidak berpenghuni yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Riau. Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari 14 empat belas pemerintahan kabupatenkota, yaitu: Kota Pontianak dan Kota Singkawang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Kayong Utara. Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2007 diperkirakan berjumlah sekitar 4.18 juta jiwa, dimana sekitar 2.11 juta jiwa berjenis kelamin laki- laki diantaranya adalah 226 785 jiwa berumur 0 – 4 tahun dan 213 796 jiwa umur 5 – 9 tahun, sedangkan perempuan mencapai 2.06 juta jiwa dantaranya 220 686 jiwa umur 0 – 4 tahun dan 209 697 jiwa umur 5 – 9 tahun. Penyebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar wilayah, baik antar kabupatenkota, kecamatan, desakelurahan, maupun antar kawasan pantai bukan pantai atau kota desa . Misalnya daerah pesisir yang mencakup Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Ketapang, dan Kota Singkawang yang dihuni oleh hampir 50 persen dari 54 total penduduk Provinsi Kalimantan Barat dengan kepadatan mencapai 36 jiwa lebih. Sebaliknya tujuh kabupaten lain bukan pantai selain Kota Pontianak secara rata- rata tingkat kepadatan penduduknya relatif lebih jarang. Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas wilayah 29 842 km2 atau sekitar 20.33 persen dari luas wilayah Kalimantan Barat hanya dihuni rata-rata 7 jiwa per kilometer persegi, sedangkan Kota Pontianak yang luasnya kurang dari satu persen 107.80 km 2 dihuni oleh rata- rata sekitar 4 729 jiwa per kilometer persegi BPS 2008. Penduduk di Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari berbagai etni s. Achwan et al 2005 melaporkan bahwa etnis terbesar di Kalimantan Barat adalah etnis Melayu dan Dayak. Persentase dua etnis ini sama, yaitu 33.7, etnis Cina 10.01, etnis Jawa 9.41, etnis Madura 5.51, etnis Bugis 3.29, etnis Sunda 1.21, etnis Banjar 0.66, etnis Batak 0.56 dan etnis yang lain mencapai 1.85. Keragaman etnis ini membawa dampak pada dominasi budaya Melayu dan Dayak dalam berbagai kabupatenkota. Beberapa pagelaran budaya di Kalimantan Barat dan lambang-lambang yang nampak menunjukkan adanya kekhasan budaya Melayu dan Dayak, kecuali pada sebagian kota Singkawang dan kota Pontianak yang nampak adanya warna budaya etnis Cina. Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi PSG Kalimantan Barat tahun 2008 menggunakan indek BBU menunjukkan bahwa kejadian gizi buruk balita sebesar 1.13 sedangkan pada tahun 2007 sebesar 2.04, terjadi penurunan sebesar 0.91. Prevalensi gizi buruk tertinggi di kabupaten Ketapang mencapai 3.23 dan terendah di kabupaten Landak sebesar 0.21. Hasil Riskesdas Provinsi Kalimantan Barat 2007 menunjukkan bahwa berdasarkan pengukuran BB dan TB, prevalensi balita dengan gizi kurang dan buruk BBU sebesar 22.6, status pendek dan sangat pendek TBU didapat 36.8, kurus dan sangat kurus BBTB didapat 17.3. Untuk gizi lebih berdasar BBU didapat sebesar 5 dan berdasar BBTB 14. Konsumsi energi per kapita per hari 1594 kalori, masih di bawah angka nasional 1735.5 kalori, protein 57.6 gramhari di atas rata-rata nasional 55.5 gramhari. Rumah tangga di Kalimantan Barat yang mempunyai garam cukup iodium sebesar 84.4 masih di bawah target Universal Salt Iodization 2010 sebesar 90. 55 Karakteristik Sampel Rata-rata umur balita dalam penelitian ini adalah 31.5 bulan dengan standar deviasi 14.6. Kelompok umur tertinggi antara 25 – 43 bulan 39.0 dan laki-laki yang mencapai 51.5. Berat badan rata-rata 11.7 kg dengan standar deviasi 3.2 kg dan tinggi badan 86.4 cm dengan standar deviasi 12.4 cm. Prevalensi status gizi balita 6 – 59 bulan berdasarkan indeks BBTB, TBU dan BBU menunjukkan bahwa sebagian besar status gizi normal dan baik dibandingkan dengan kategori status gizi yang lain masing-masing sebesar 70.4, 56.5 dan 73.2. Status gizi balita kurus dan sangat kurus mencapai 17.0, pendek dan sangat pendek sebesar 43.4 dan gizi kurang dan buruk 24.1. Jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007, secara nasional penelitian ini menunjukkan masih tingginya masalah gizi pada tiga indeks status gizi BBTB, TBU dan BBU. Prevalensi nasional masalah gizi kurus dan sangat kurus sebesar 13.6, pendek dan sangat pendek 36.8 dan gizi kurang dan buruk mencapai 18.4 Tabel 6. Riskesdas 2007 juga melaporkan bahwa di Provinsi Kalimantan Barat prevalensi balita kurus dan sangat kurus sebesar 17.4, pendek dan sangat pendek 39.2 dan status gizi kurang dan buruk mencapai 22.5. Perbedaan prevalensi status gizi di Kalimantan Barat antara laporan Riskesdas 2007 dengan hasil penelitian ini dimungkinkan mengingat kelompok umur sampel dalam penelitian ini berbeda dengan kelompok umur pada Riskesdas 2007 yang sampel balitanya antara umur 0 – 59 bulan. Gambar 5 Sebaran Status Gizi Balita BBTB Berdasarkan Jenis Kelamin 51.1 58.2 53.3 48.0 48.9 41.8 46.7 52.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 Normal Kurus Sangat Kurus Gemuk Ju m la h B a li ta J iw a Status Gizi BBTB Laki-laki Perempuan 56 Jumlah balita laki-laki dengan status gizi normal pada indek BBTB lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan berbanding terbalik dengan status gizi gemuk yang menunjukkan bahwa perempuan lebih tinggi daripada laki-laki Gambar 5. Berbeda dengan status gizi balita pada indek BBTB, status gizi balita dengan menggunakan indek BBU balita perempuan cenderung lebih tinggi status gizi baik dibandingkan dengan laki-laki dan lebih rendah pada status gizi lebih Gambar 6. Perbandingan persentase antara balita laki-laki dan perempuan dengan status gizi baik masing-masing 68.9 dan 77.7, sedangkan status gizi normal 69.9 dan 71.0. Indeks BBTB lebih menggambarkan komposisi tubuh oleh karena tidak dipengaruhi oleh umur. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks ini disebut sangat kurus, kurus, normal dan gemuk Depkes 2000. Sifat masalah gizi dengan indeks BBTB adalah akut, sedangkan BB merupakan ukuran pertumbuhan massa jaringan. Massa jaringan memiliki sifat sensitif, artinya cepat berubah. Perubahan yang terjadi pada lingkungan akan terlihat langsung pada massa jaringan. Misalnya seorang anak makan lebih dari biasanya dalam 2 atau 3 hari akan terlihat langsung penambahan berat badannya. Atau sebaliknya apabila terjadi penyakit misalnya diare maka berat badan akan langsung turun drastis. Penggunaan berat badan untuk menilai status gizi menggambarkan kondisi saat ini dekat dengan waktu pengukuran. Gambar 6 Sebaran Status Gizi Balita BBU Berdasarkan Jenis Kelamin 48.5 58.5 61.4 63.0 51.5 41.5 38.6 37.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk Gizi Lebih Ju m la h B a lit a J iw a Status Gizi BBU Laki-laki Perempuan 57 Status gizi balita normal pada indek TBU menunjukkan adanya kecenderungan perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki dan berbanding terbalik pada status gizi sangat pendek, dimana laki-laki lebih tinggi daripada perempuan Gambar 7. Tinggi badan adalah salah satu ukuran pertumbuhan linier. Pertumbuhan linier tulang rangka memiliki sifat pertumbuhannya lambat, tidak mudah berubah, dan seburuk-buruk keadaan ukuran adalah tetap, tidak turun. Tinggi badan menggambarkan kondisi masa lalu. Gangguan pertumbuhan linier bersifat kronis. Gambar 7 Sebaran Status Gizi Balita TBU Berdasarkan Jenis Kelamin Tiga indeks status gizi dapat dijadikan pedoman dalam menentukan ciri masalah gizi di suatu wilayah apakah ciri masalah gizi akut, ciri masalah gizi kronis atau ciri masalah gizi akut-kronis. Depkes 2009 membagi 3 tiga masalah gizi wilayah berdasarkan WHO World Health Organization, yaitu : 1 Suatu wilayah memiliki masalah gizi akut, jika banyak balita wasting gabungan kurus dan sangat kurus 5, sedikit balita stunting gabungan pendek dan sangat pendek 20 dan banyak balita underweight gabungan kurang dan buruk 10; 2 Suatu wilayah memiliki masalah gizi kronis, jika banyak balita stunting 20, sedikit 49.1 56.0 53.5 50.9 44.0 46.5 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 Normal Pendek Sangat Pendek Ju m la h B a li ta J iw a Status Gizi TBU Laki-laki Perempuan 58 balita gizi underweight 10 dan sedikit balita wasting 5; 3 Suatu wilayah memiliki masalah gizi akut-kronis, jika banyak balita wasting 5, banyak balita stunting 20 dan banyak balita underweight 10. Berdasarkan ciri masalah gizi tersebut dapat diketahui bahwa di Kalimantan Barat menghadapi masalah gizi akut-kronis, dimana prevalensi balita wasting mencapai 17.0 5, balita stunting mencapai 43.4 20 dan balita status gizi underweight sebesar 24.1 10. Gambar 8 Persentase Sebaran Infeksi Balita berdasarkan Kelompok Umur Sebaran status infeksi dengan pendekatan pernah menderita atau didiagnosa diare, ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas, TB Paru, Pnemonia, Malaria, Campak, Tifoid, dan DBD Demam Berdarah Dengue dari 1992 sampel balita di Kalimantan Barat proporsinya hampir sama antara yang infeksi dan tidak infeksi masing-masing 47.8 dan 52.2 dan berdasarkan kelompok umur kejadian infeksi tertinggi terjadi pada anak umur 44 – 59 bulan mencapai 56.8, secara proporsional hampir sama dengan anak umur 25 – 43 bulan sebesar 51.2. Data ini menunjukkan kecenderungan kejadian infeksi pada anak 6 – 59 bulan, semakin bertambah umur semakin tinggi Gambar 8. Penelitian ini sejalan dengan laporan Riskesda Provinsi Kalimantan Barat 2007 yang menunjukkan adanya peningkatan 50 51.2 56.8 50 48.8 43.2 10 20 30 40 50 60 6 - 24 bln 25 - 43 bln 44 - 59 bln P e rs e n ta se B al it a Kelompok Umur dalam bulan Infeksi Tidak Infeksi 59 kejadian ISPA, TB Paru, Campak dan Tifoid pada umur 1 – 4 tahun dibanding umur 1 tahun. Secara nasional infeksi terutama ISPA, Pnemonia, TB dan Campak di Indonesia banyak di derita oleh kelompok balita mencapai 5.85 RISKESDAS 2007. Infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung status gizi balita disamping konsumsi. Pada masa anak-anak sedang tumbuh umumnya akan mengalami lebih dari 100 macam infeksi sebelum mencapai masa dewasa dan kejadian ini akan lebih buruk jika terjadi pada daerah miskin, sanitasi yang buruk dan daerah dengan masalah gizi Linder 1992. Data Riskesdas Provinsi Kalimantan Barat 2007 menunjukkan bahwa infeksi saluran pernafasan akut ISPA tersebar di seluruh Provinsi Kalimantan Barat dengan rentang prevalensi yang sangat bervariasi 8.6 – 41.1. Angka prevalensi ISPA dalam sebulan terakhir mencapai 18.0. Prevalensi tertinggi di Kabupaten Sekadau 41.1, hanya dua wilayah yang prevalensinya di bawah 10, yaitu Kabupaten Pontianak dan Ketapang. Prevalensi Pnemonia yang relatif tinggi dijumpai di Kabupaten Sekadau 4.0. Tidak semua daerah dengan prevalensi ISPA tinggi juga mempunyai prevalensi Pnemonia tinggi, seperti di Kabupaten Sanggau dan Sintang 1.1. Hal ini sangat tergantung dari tingkat kesadaran ibu untuk mengenali kasus ISPA pada anaknya dan membawanya segera ke fasilitas pengobatan, dan tergantung pada kemampuan fasilitas kesehatan tersebut, sehingga kejadian Pnemonia dapat dicegah. Menjadi catatan, di Kabupaten Ketapang yang prevalensi ISPA nya relatif rendah 6.8, dijumpai prevalensi Pnemonia yang relatif tinggi, yaitu 1.7 1.5 kali prevalensi Provinsi Kalimantan Barat, sementara TB dan Campak relatif rendah masing-masing 0.8 dan 0.1. Konsumsi gizi balita meliputi energi, protein dan vitamin A sebagian besar masih dibawah kecukupan gizi yang dianjurkan AKG kecuali protein. Rata-rata konsumsi energi mencapai 675.6 kalori ± 676.2 kalori, protein 51.1 gramhari ± 29.3 gramhari dan vitamin A rata-rata 250.9 IU ± 216.5 IU. Sebanyak 66.5 balita konsumsi energinya masih dibawah 70 AKG demikian juga konsumsi vitamin A sebesar 68.2 masih dibawah 70 AKG, kecuali konsumsi protein mencapai 66.9 diatas atau sama dengan 100 AKG balita. Keadaan ini menunjukkan bahwa konsumsi energi dan vitamin A balita masih defisit dan hanya memenuhi basal metabolic dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan gangguan 60 pertumbuhan mengingat bahwa energi merupakan zat gizi makro yang diperlukan oleh tubuh paling utama, sedangkan vitamin A zat gizi mikro yang juga diperlukan dalam aktifitas metabolisme tubuh. Bouis 1991 menemukan bahwa mengkonsumsi vitamin A dan vitamin C tidak berhubungan secara positif dengan pendapatan di Filipina dan berpendapat bahwa pendidikan konsumen merupakan hal yang sangat penting. Selain itu tingkat morbiditas seberapa sering seseorang jatuh sakit tidak selalu menurun seiring dengan naiknya pendapatan. Zat gizi protein yang dikonsumsi lebih akan dipecah menjadi energi ketika energi tidak terpenuhi dari zat gizi makro yang lain seperti karbohidrat dan lemak. Keadaan ini membuat tubuh membuat mekanisme ketersediaan energi yang berkesinambungan bagi jaringan. Ketika ketersediaan glukosa dari makanan tidak mencukupi, maka glikogen hati akan disekresikan dalam upaya untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Mekanisme ini biasa disebut dengan glukoneogenesis yang merupakan istilah yang digunakan untuk mencakup semua mekanisme dan lintasan yang bertanggung jawab untuk mengubah senyawa nonkarbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Subtrat utama bagi glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik protein, laktat, gliserol dan propionat. Hati dan ginjal merupakan jaringan utama yang berperan karena kedua organ tersebut mengandung komplemen enzim-enzim yang diperlukan. Konsentrasi insulin dalam darah menurun sementara glukagon meningkat. Dengan berkurangnya pemakaian glukosa dalam jaringan adiposa dan menurunnya efek inhibisi insulin terhadap lipolisis, lemak akan dimobilisasi sebagai asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas diangkut ke jaringan dimana asam lemak bebas tersebut akan mengalami oksidasi atau esterifikasi. Gliserol bergabung dengan depot karbohidrat setelah mengalami aktivasi menjadi gliserol 3 fosfat, produksi glukosa endogen dari asam amino dan gliserol, sehingga tidak terjadi kekurangan energi yang lama dalam tubuh. Glukosa memberikan kurang dari 5 jumlah total substrat yang dioksidasi di seluruh tubuh Groff Gropper 1999; Linder 1992. Keadaan inilah yang mungkin juga merupakan faktor penyebab dari tingginya prevalensi masalah gizi balita yang terjadi di Kalimantan Barat, dimana kurangnya konsumsi karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi dalam tubuh dapat memecah protein sebagai sumber energi, sehingga protein tidak sebagaimana fungsinya sebagai zat gizi penting dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. 61 Proporsi tingkat pendidikan ibu balita terbesar tamat SD atau dibawahnya 62.7 dan terkecil pada tingkat pendidikan SLTA atau diatasnya sebesar 19.6 relatif sama secara proporsi dengan tingkat pendidikan ayah atau kepala keluarga masing-masing 60.9 dan 21.6. Persentase perempuan yang tidak sekolah di Indonesia masih tinggi. Data Demographic and Health Survey DHS tahun 2010 menunjukkan bahwa perempuan yang tidak sekolah di Indonesia mencapai 6.9. Pengeluaran pangan rumah tangga rata-rata sebesar Rp 925 000 dengan standar deviasi Rp 426 800. Sebagian besar pengeluaran pangan rumah tangga berada dibawah rata-rata sebesar 57.6 dan yang diatas rata-rata atau sama dengan rata-rata mencapai 42.4 Tabel 7. Besarnya persentase pengeluaran pangan rumah tangga ini sejalan dengan hasil analisis data Susenas 1999 – 2005 oleh Saliem dan Ariningsih dari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor yang menunjukkan bahwa pada rentang tahun 1999 – 2005 terjadi perubahan konsumsi dan pengeluaran pangan pokok dan mengarah pada mieterigu. Peningkatan pengeluaran untuk makanan jadi dan rokok tembakau dan sirih terjadi pada kelompok rumah tangga kurang pangan dan rawan pangan serta kelompok berpendapatan rendah, meskipun rumah tangga dengan pendapatan rendah tidak selalu menunjukkan tingkat konsumsi energi dan protein yang rendah pula. Berdasarkan data dari Direktorat Pengupahan dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Upah Minimum Regional Daerah UMRD Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2007 sebesar Rp 560 000. Jika dibandingkan dengan UMRD tersebut, maka pengeluaran pangan rata-rata masih diatas UMRD. Persentase pengeluaran rumah tangga untuk pangan di Indonesia pada tahun 2004 rata-rata sekitar 54.6 dari total pengeluarannya. Pengeluaran untuk pangan lebih besar dibandingkan pengeluaran non-pangan di Indonesia, kecuali di DKI Jakarta yang pengeluaran pangannya hanya 40.53 dari total pengeluaran. Daya beli umumnya berbanding terbalik dengan persentase pengeluaran untuk pangan. Karena pengeluaran untuk pangan dibatasi oleh kebutuhan pangan yang relatif konstan, maka semakin tinggi pendapatan individu, maka nilai absolut pengeluaran untuk pangan mungkin meningkat tetapi persentase pengeluaran untuk pangan dari total pengeluarannya akan menurun. 62 Tabel 7 Sebaran Karakteristik Sampel n Mean Balita N = 1992 Umur bulan 31.5 ± 14.6 6 – 24 704 35.3 25 – 43 777 39.0 44 – 59 511 25.7 Jenis Kelamin Laki-laki 1026 51.5 Perempuan 966 48.5 Berat Badan BB 11.7 ± 3.2 Tinggi Badan TB 86.4 ± 12.4 Status Gizi BBTB -0.29 ± 1.97 Normal 1403 70.4 Kurus 170 8.5 Sangat Kurus 169 8.5 Gemuk 250 12.6 Status Gizi BBU -1.09 ± 1.46 Baik 1459 73.2 Kurang 34017.1 Buruk 1407.0 Lebih 54 2.7 Status Gizi TBU -1.34 ± 2.44 Normal 1126 56.5 Pendek 389 19.5 Sangat Pendek 477 23.9 Status Infeksi Infeksi 952 47.8 Tidak Infeksi 1040 52.2 Konsumsi N = 1879 Energi 675.6 676.2 Baik ≥ 100 AKG 34117.1 Sedang 80 – 90 AKG 1296.5 Kurang 70 – 79.9 AKG 854.3 Defisit 70AKG 132466.5 Protein 51.1 29.3 Baik ≥ 100 AKG 133366.9 Sedang 80 – 90 AKG 733.7 Kurang 70 – 79.9 AKG 381.9 Defisit 70AKG 43521.8 Vitamin A 250.9 216.5 Baik ≥ 100 AKG 33516.8 Sedang 80 – 90 AKG 1256.3 Kurang 70 – 79.9 AKG 613.1 Defisit 70AKG 135868.2 Orang Tua N = 1992 Pendidikan Ayah ≤ SD 1213 60.9 SMP 348 17.5 ≥ SMA 43121.6 Pendidikan Ibu ≤ SD 1248 62.7 SMP 354 17.8 ≥ SMA 39019.6 Pengeluaran RT 925 000 ± 426 800 ≥ Rata-rata 844 42.4 Rata-rata 1148 57.6 63 Konsumsi energi per kapita rumah tangga rata-rata sebesar 1644.1 kalori. Jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi energi hasil Riskesdas 2007 1735.5 kalori, maka Kalimantan Barat masih di bawah rata-rata nasional. Sedangkan konsumsi protein per kapita di atas rata-rata nasional sebesar 58.6 gram rata-rata nasional 55.5 gram. Rata-rata konsumsi lemak, karbohidrat dan besi masing- masing 34.9 gram, 272.8 gram dan 5.5 mg Tabel 8. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi WNPG VIII menyebutkan bahwa rata- rata kecukupan energi dan protein bagi penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kalori dan 52 gram pada tingkat konsumsi dan 2200 kalori dan 57 gram pada tingkat penyedian. Dengan demikian dapat diketahui bahwa konsumsi energi masih dibawah kecukupan dan protein sudah diatas kecukupan sesuai WNPG VIII. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa meskipun pendapatan dinaikkan tanpa harus memperbaiki kesehatan dan pendidikan secara signifikan, tidak dapat memastikan bahwa peningkatan pendapatan tersebut akan diinvestasikan ke dalam pendidikan dan kesehatan anak-anak secara memadai. Pasar tidak akan memecahkan persoalan tersebut secara otomatis dan dalam berbagai kasus telah ditemukan bahwa pilihan konsumsi rumah tangga itu sendiri tidak menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara pendapatan dan pengeluaran untuk peningkatan gizi, terutama untuk anak-anak Todaro Smith 2009. Tabel 8 Sebaran Konsumsi Gizi per Kapita Konsumsi Gizi Mean Energi 1644.1 ± 654.2 Protein 58.6 ± 29.5 Karbohidrat 272.8 ± 118.9 Lemak 34.9 ± 30.2 Besi Fe 5.5 ± 3.4 Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian menunjukkan masih tingginya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang kurang baik mencapai 91.3 Tabel 9. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh tidak langsung terhadap status gizi balita UNICEF 1998. Pelayanan kesehatan dalam penelitian ini juga termasuk akses pelayanan kesehatan yang dinilai dari jarak, waktu dan sarana yang tersedia 64 untuk sampai ke sarana pelayanan. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan dilihat dari 5 pelayanan dasar seperti penimbangan, penyuluhan, imunisasi, kesehatan ibu dan anak KIA dan pemberian suplemen gizi termasuk diantaranya adalah pemanfaatan polindes atau bidan desa. Riskesdas menyebutkan bahwa di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2007 persentase rumah tangga yang memanfaatkan posyanduposkesdes menurut jenis pelayanan sangat bervariasi. Pemanfaatan pelayanan penimbangan dan imunisasi masing-masing 68.8 dan 59.3 lebih tinggi dibanding pemanfaatan jenis pelayanan penyuluhan 24.9, KIA 31.2, Keluarga Berencana KB 40.7, pengobatan 49.5, Pemberian Makanan Tambahan PMT 20.2, suplemen gizi 40.9 dan terendah adalah konsultasi risiko penyakit hanya 10.2. Tabel 9 Sebaran Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Jumlah n Baik 173 8.7 Kurang Baik 1819 91.3 Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan merupakan salah satu faktor tidak langsung yang berpengaruh terhadap status gizi UNICEF 1998. Pendekatan dalam penilaian kesehatan lingkungan dengan melihat higiene dan sanitasi pada rumah tangga, meliputi penggunaan air dan jenis air, penampungan air dan limbah, tempat sampah, higiene ibu serta polutan dari rokok. Riskesdas 2007 melaporkan bahwa rata-rata pemakaian air per orang per hari di Kalimantan Barat tertinggi antara 20 – 49.9 liter. Joint Monitoring Program WHO-Unicef membuat batasan minimal akses untuk konsumsi air bersih adalah 20 liter per orang per hari, sehingga Kalimantan barat masih diatas batasan tersebut. Meskipun demikian, persentase rumah tangga dengan akses sanitasi masih kurang di Kalimantan Barat 58.2 dan tempat pembuangan akhir tinja di sungailaut mencapai 24.9 terbanyak kedua setelah tempat pembuangan akhir tinja di tangki 35.3. Sedangkan persentase rumah tangga yang tidak mempunyai saluran air limbah mencapi 52.6 dan persentase rumah tangga yang tidak mempunyai tempat penampungan sampah di dalam rumah 65 dan di luar rumah juga masih tinggi, masing-masing 81.4 dan 63.3. Data ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penilaian kesehatan lingkungan rumah tangga sehingga persentase kesehatan lingkungan rumah tangga masih cukup tinggi mencapai 85.1 Tabel 10 Tabel 10 Sebaran Kesehatan Lingkungan Kesehatan Lingkungan Jumlah n Baik 296 14.9 Kurang Baik 1696 85.1 Penerapan Pesan Gizi Seimbang Penerapan pesan gizi seimbang dari 8 pesan yang dinilai menunjukkan bahwa rumah tangga yang memenuhi pesan gizi seimbang paling tinggi berturut-turut adalah pesan menghindari minum minuman beralkohol 88.9, pesan menggunakan garam beriodium 86.1, pesan melakukan aktifitas fisik secara teratur 76.1 dan pesan makan sumber zat besi 53.4 sedangkan 4 pesan lainnya yang memenuhi masih dibawah 50. Pesan gizi seimbang yang paling tinggi tidak terpenuhi adalah konsumsi lemak dan minyak ¼ dari kecukupan energi sebesar 76.5, makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi 66.3 dan makan makanan untuk memenuhi kecukupan energi sebesar 60.1 Tabel 11 . Beberapa pesan gizi seimbang yang tidak terpenuhi jika dihubungkan dengan pola makan pada kelompok etnis Dayak yang merupakan etnis terbesar di Kaimantan Barat, sebagaimana penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Jaladri 2003, mengungkapkan sebuah adat budaya makan sebagai berikut : Bahwa padi hasil ladang maupun sawah belum bisa dimakan sebelum selamatan dilakukan. Inti dari nilai itu adalah jangan sampai pada saat selamatan harus membeli beras. Cara ini dan berbagai jenis selamatan pesta lain, dikritik oleh Alif 1997 sebagai hidup yang menuruti naluri dan bertindak tidak ekonomis. Tapi benarkah naluri dan ekonomis bisa dibandingkan ?. Jawabannya tentu bisa iya, bisa tidak. Tergantung darimana sudut pandang. Jika orang Dayak dinilai boros dan tidak ekonomis, kajian itu benar, karena setiap acara pesta seperti dilukiskan oleh Alif 1997 benar-benar habis- habisan dan cadangan makanan maupun uang banyak terkuras. Naluri memberikan dasar untuk mengambil keputusan pesta, sehingga terkesan boros tanpa memperhitungkan kebutuhan yang akan datang. Hanya saja, 66 perlu diingat bahwa tidak ada nilai yang bisa berlaku tanpa ada nilai lain yang mendukung. Nilai boros dalam pesta dikuatkan dengan kemampuan survive orang Dayak dalam hidup dan kehidupannya. Pantang mengkonsumsi beras hasil panen sebelum selamatan 1000 hari kematian sama besarnya dengan keadaan habis-habisan setelah pesta. Dalam hal ini kekuatan survive, bukan hanya akibat keterpaksaan karena kurang, tapi bisa juga dilakukan dengan kesadaran. Penilain boros sedikit kurang tepat jika dilihat bagaimana mereka memperlakukan padi, beras, nasi dan bahkan makanan lain. Penghargaan mereka terhadap makanan pada umumnya sangat tinggi, manajemen pengolahan mereka sangat hati-hati. Perhitungan berapa banyak makanan yang diolah dilakukan secara bijaksana. Tidak ada sisa makanan yang dibuang percuma setelah pesta. Atau bisa bisa dikatakan, rendemen makanan pesta sangat tinggi sedikit sisa. Pantang dalam hubungannya dengan pola makan terjadi juga pada saat Nabuk Huma, di mana yang boleh dimakan hanya nasi, kucai, kelapa dan kecap. Jika dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai pada Nabuk Huma tersebut, yaitu membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan setahun yang lalu, penjelasannya adalah untuk membersihkan diri diperlukan suatu cara. Pembatasan terhadap pola makan dan aktivitas yang lain adalah upaya untuk mengendalikan nafsu dan mengawalnya untuk lebih bisa sunguh-sungguh dalam introspeksi sehingga kesalahan atau dosa bukan hanya dimaafkan oleh Jubata Tuhan tapi tidak akan diulangi pada tahun mendatang. Berpantang terhadap bahan makanan tertentu, bukan masalah yang berat bagi komunitas masyarakat Sahapm. Bahan makanan yang terbatas jenis bahkan jumlahnya memaksa mereka makan apa adanya. Dominasi sayur sebagai menu utama selain nasi memberikan kontribusi yang baik dalam pemenuhan serat dan karbohidrat kompleks. Teknik memasak yang lebih sering direbus akan membatasi konsumsi terhadap lemak. Gula pasir dikonsumsi hanya ketika minum kopi dan hal itu masih dalam tingkatan wajar. Satu kilogram gula pasir lebih dari dua minggu belum habis. Kesadaran menghindari makanan tertentu, walau dalam keadaan keterbatasan jenis bahan makanan, tetap saja dilakukan. Adat dan pola makan sebagaimana uraian Jaladri 2003 tersebut memungkinkan sebagai faktor penyebab tidak terpenuhinya beberapa pesan gizi seimbang, meskipun ada faktor keterbatasan bahan makanan yang ada di daerah tersebut. Menkonsumsi makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan, sebab kekurangan zat gizi tertentu pada satu jenis makanan akan dilengkapi oleh zat gizi serupa pada makanan yang lain Depkes 2005 dan kekurangan satu jenis zat gizi dalam konsumsi makanan sehari-hari akan menyebabkan penggunaan zat gizi lainnya tidak optimal. Makan makanan yang 67 kurang aneka ragam akan berdampak pada metabolisme zat-zat gizi yang lain terganggu, sehingga dalam waktu lama dimungkinkan akan berakibat timbulnya masalah gizi. Pesan gizi seimbang yang mengacu pada PUGS merupakan salah satu pengembangan strategi dalam mencapai perubahan pola konsumsi makanan yang ada di masyarakat dengan tujuan akhir adalah tercapainya status gizi masyarakat yang lebih baik Depkes 2005. Kecukupan energi sangat diperlukan tubuh untuk dapat beraktifitas sehari-hari dengan normal dan optimal. Pemenuhan energi tubuh dapat dipenuhi dengan menkonsumsi karbohidrat, lemak dan protein. Kekurangan energi yang terus berlanjut akan berdampak pada penurunan daya kerja, prestasi belajar dan kreativitas. Gambaran persentase pesan makan makanan untuk memenuhi kecukupan energi 39.9 dimungkinkan dalam jangka waktu lama akan berdampak yang sama. Kelebihan energi yang bersumber dari karbohidrat dan lemak atau minyak sebagaimana dituangkan dalam pesan gizi seimbang juga akan berdampak yang tidak baik bagi tubuh seperti kegemukan dan gangguan kesehatan lainnya. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan masih tingginya jumlah kedua pesan ini yang tidak terpenuhi 50. Hal ini juga dapat dimungkinkan dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan prevalensi penyakit degeneratif di Kalimantan Barat. Todaro Smith 2009 mengemukakan dalam bukunya Economic Development bahwa peningkatan pendapatan seringkali membuat banyak keluarga di negara berkembang mengalihkan konsumsinya dari makanan bergizi ke makanan yang mengandung “kalori nol” seperti permen dan soda, yang mungkin dianggap modern atau simbul kesuksesan ekonomi. Selain itu orang tua mungkin tidak bisa melarang anak-anaknya untuk menkonsumsi makanan-makanan tersebut atau tidak bisa membatasi agar anak-anaknya menkonsumsi makanan bergizi. Pada pesan menghindari minum minuman beralkohol dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Emilia 1998 di Ciomas kabupaten Bogor yang menunjukkan bahwa penerapan pesan gizi seimbang menghindari minum minuman beralkohol pada ibu sebesar 99 lebih tinggi dibandingkan dengan pesan yang lain dari penerapan pesan seimbang. Tetapi secara umum dari sebaran penerapan pesan gizi seimbang menunjukkan persentase yang kurang baik masih mencapai 68 52.6 dan sisanya 47.4 sudah menerapkan pesan gizi seimbang dengan baik Tabel 12. Tabel 11 Sebaran Penerapan Pesan GIzi Seimbang Rumah Tangga Berdasarkan Kriteria PUGS Pesan Umum Gizi Seimbang Kriteria Memenuhi Tidak memenuhi n n 1. Makan aneka ragam makanan 1287 64.6 705 35.4

2. Makan makanan untuk memenuhi kecukupan energi