Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Terhadap Ketimpangan Pendapatan: Analisis Provinsi di Indonesia 2007-2011

0

PENGARUH KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR
TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN PER KAPITA:
ANALISIS PROVINSI DI INDONESIA 2007-2011

NELLA HELENA TAMPUBOLON

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketersediaan
Infrastruktur Terhadap Ketimpangan Pendapatan: Analisis Provinsi di Indonesia
2007-2011 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013

Nella Helena Tampubolon
NIM H14090041

2

ABSTRAK

NELLA HELENA TAMPUBOLON. Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Terhadap
Ketimpangan Pendapatan: Analisis Provinsi di Indonesia 2007-2011. Dibimbing oleh D.S
Priyarsono, Ph.D.

Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses produksi yang dapat
memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output. Infrastruktur yang layak dan
tepat dapat membantu mendorong berbagai kegiatan ekonomi. Perbedaan ketersediannya
antardaerah bisa menimbulkan perbedaan kemampuan daerah dalam menjalankan

berbagai aktivitas ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan
infrastruktur terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan
metode panel data, data cross section dari 33 provinsi di Indonesia, data time series
periode 2007-2011, dan menggunakan enam variabel, yaitu gini ratio, rasio panjang jalan,
air, listrik, sekolah, dan tempat tidur rumah sakit. Hasil analisis metode data panel
menunjukkan ketersediaan infrastruktur sekolah dan air berpengaruh negatif terhadap
ketimpangan pendapatan, sedangkan ketersediaan infrastruktur listrik, panjang jalan, dan
ranjang rumah sakit berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan.
Kata Kunci: Infrastruktur, Rasio Panjang Jalan, Air, Listrik, Sekolah, Tempat Tidur
Rumah Sakit, Gini Ratio, Panel Data.
ABSTRACT

NELLA HELENA TAMPUBOLON. The effect of infrastructure’s availability to the gap
of income: The Indonesia’s Provinces Analysis. Guided by D.S. Priyarsono, Ph.D.

Infrastructure is an input in production process which is able to give the
increasing of marginal productivity to the output. The proper and right infrastructure can
help and encourage many economic activities. The difference of availability in some
areas can cause the difference of area’s ability in doing many economic activities. The
goal of this research is to analyze the availability of infrastructure to the gap of per capita

income in Indonesia. This research uses panel data method, cross section data from 33
provinces in Indonesia, time series data from 2007 – 2011, and also six variables, those
gini ratio, length of road ratio, water, electricity, school, and number of beds available in
hospital. The result of panel data method’s analysis shows that infrastructure’s
availability like school and water gives good influence to the income gap, whereas the
infrastructure’s availability like electricity, length of road, and bed for hospital gives
positive influence to the income gap.
Keyword : Infrastructure, length of road ratio, water, electricity, school, bed for hospital,
and Panel Data.

PENGARUH KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR TERHADAP
KETIMPANGAN PENDAPATAN: ANALISIS PROVINSI DI INDONESIA
2007-2011

NELLA HELENA TAMPUBOLON

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

4

Judul Skripsi : Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Terhadap Ketimpangan
Pendapatan: Analisis Provinsi di Indonesia 2007-2011
Nama
: Nella Helena Tampubolon
NIM
: H14090041

Disetujui oleh

D. S. Priyarsono, Ph.D

Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus atas segala berkatNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai Mei 2013 ini ialah Pengaruh
Ketersediaan Infrastruktur Terhadap Ketimpangan Pendapatan: Analisis Provinsi
di Indonesia 2007-2011.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak D. S. Priyarsono, Ph.D selaku
pembimbing selama proses penyelesaian skripsi, pihak BPS Pusat dan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang telah menyediakan dan
melayani penulis saat proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada Bapak tercinta Adel Tampubolon, Ibu tercinta Relly
Tambunan, tiga orang kakak terscinta Daniel Tampubolon, Roy Tampubolon dan
Deby Tampubolon serta satu orang adik tercinta Nico Tampubolon yang telah
memberi dukungan secara moril. Kepada Ola, Vita, Perdana, Ochon, dan Mbak
Nana yang telah banyak membantu selama proses pengumpulan data dan
penulisan skripsi. Kepada keluarga besar atas dukungannya selama menjalani
pendidikan di Bogor, sahabat seperjuangan Vini, Irene, Merlyn, Maslina, Memel,
Onya, Manda, Gina, Anys dan sahabat Departemen Ilmu Ekonomi 46, sahabatsahabat terbaik selama di Bogor Annyse, Wiwik, Bella, Citra, Hanna, bang Liber,
Dodi, ka Po, IKANMASS IPB, PMK IPB terkhusus KOMPERS PMK IPB,
Pondok Putri (Ninid, Mona, Danti, ka Weny, Erti, dan Evi) serta sahabat yang
jauh di sumatera (Martha, Permana, Kethrin, Budi, Rio, Doli, dan Sandro) serta
seluruh pihak yang telah menyemangati dan selalu mendoakan yang terbaik bagi
penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

Nella Helena Tampubolon

v


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis Penelitian
Kerangka Pemikiran Konseptual
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Perumusan Model Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Ketimpangan Pendapatan di Indonesia
Kondisi Ketersediaan Infrastruktur di Indonesia

Keterkaitan Ketersediaan Infrastruktur dan Ketimpangan Pendapatan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vii
1
3
5
5
5
6
7
7
8

9
10
12
20
25
25
26
28
33

vi

DAFTAR TABEL
1. Angka Indeks Gini menurut Provinsi di Indonesia Tahun 20072011
2. Peringkat Indonesia dalam Kualitas Infrastruktur
3. Uji Model Terbaik (Pooled Least Squared, Random Effect Model
dan Fixed Effect Model)
4. Uji Multikolineritas untuk Provinsi di Indonesia Tahun 2007-2011
5. Hasil Estimasi Model Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur
Terhadap Ketimpangan Pendapatan dengan Metode Fixed Effect

Model

11
12
20
21

22

DAFTAR GAMBAR
Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets)
Kerangka Pemikiran Konseptual
Angka Indeks Gini Indonesia Tahun 2004-2011
Distribusi Panjang Jalan Menurut Kondisidi Indonesia Tahun
2007-2011
5. Rata-rata Panjang Jalan Menurut Kondisi Baik dan Sedang di
Indonesia Tahun 2007-2011
6. Panjang Jalan Menurut Kondisi Baik dan Sedang Indonesia Tahun
2011
7. Rata-rata Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Listrik di

Indonesia Tahun 2007-2011
8. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Listrik PLN semua
Provinsi Tahun 2011
9. Rata-rata Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Air di
Indonesia Tahun 2007-2011
10. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Ledeng dan Air
Kemasan sebagai Air Minum Tahun 2011
11. Rata-rata Jumlah Ranjang Rumah Sakit di Indonesia Tahun
2007-2011
12. Jumlah Ranjang Rumah Sakit semua Provinsi Indonesia Tahun
2011
13. Rata-rata Jumlah Sekolah (SD/SMP/SMA/SMK) di Indonesia
Tahun 2007-2011
14. Jumlah Sekolah (SD/SMP/SMA/SMK) semua Provinsi Indonesia
Tahun 2011

1.
2.
3.
4.

2
7
10
13
13
14
15
15
16
17
18
18
19
20

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik
Multikolinearitas di Indonesia
2. Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) untuk
mengestimasi keterkaitan
antara ketersediaan infrastruktur
terhadap Ketimpangan Pendapatan di Indonesia
3. Hasil pengujian dengan metode Fixed Effect dan Fixed Effect
Weighted untuk mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan
infrastruktur terhadap Ketimpangan Pendapatan di Indonesia
4. Hasil pengujian dengan metode
Random Effect
untuk
mengestimasi keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur
terhadap Ketimpangan Pendapatan di Indonesia
5. Hasil pengujian Chow test untuk mengestimasi keterkaitan antara
ketersediaan infrastruktur dan Ketimpangan Pendapatan di
Indonesia
6. Hasil pengujian Hausman test untuk mengestimasi keterkaitan
antara ketersediaan infrastruktur dan Ketimpangan Pendapatan di
Indonesia

28

28

29

31

32

32

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan
kenaikan pendapatan per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang
(Sukirno 1985).Pembangunan ekonomi suatu negara dinyatakan berhasil jika
terjadinya pertumbuhan ekonomi diiringi dengan berkurangnya ketimpangan
pendapatan.
Ketimpangan pendapatan terjadi apabila sebagian besar penduduk
memperoleh pendapatan yang rendah dan pendapatan yang besar hanya dinikmati
oleh sebagian kecil penduduk. Semakin besar perbedaan pendapatan yang
diterima masing-masing individu menunjukkan semakin besarnya ketimpangan
pendapatan antar rumah tangga.Indeks gini adalah salah satu ukuran dalam
mengukur ketimpangan yang paling sering digunakan. Indeks gini adalah ukuran
ketimpangan agregat yang nilainya berkisar antara nol dan satu. Nilai indeks gini
nol artinya tidak ada ketimpangan (pemerataan sempurna) sedangkan nilai satu
artinya ketimpangan sempurna.
Ketimpangan yang parah juga memiliki dampak sosial yang cukup serius.
Makin tinggi derajat ketimpangan, maka konflik sosial akan makin besar. Konflik
buruh yang terjadi sepanjang tahun 2012 adalah salah satunya. Buruh sebagai
salah satu faktor produksi dan konsumsi tidak turut merasakan hasil
pembangunan. Sementara itu, para miliader menikmati hasil pertumbuhan yang
didorong oleh tingginya konsumsi yang berkontribusi terhadap meningkatnya
jumlah kekayaan mereka. Kondisi yang terjadi adalah orang kaya menguasai hasil
pembangunan hingga 85% dan sisanya diperebutkan masyarakat umum termasuk
buruh.
Ketimpangan pendapatan dalam masyarakat dapat dikelompokkan sebagai
ketimpangan rendah, sedang, dan tinggi. Pengelompokkan yang dilakukan sesuai
dengan ukuran ketimpangan yang digunakan. Nilai indeks gini pada negaranegara yang ketimpangannya tinggi berkisar antara 0.50 hingga 0.70, negaranegara yang ketimpangannya sedang berkisar antara 0.36 hingga 0.49, sedangkan
untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya relatif merata nilainya antara
0.20 hingga 0.35 (Todaro 2006).
Rumus untuk menghitung indeks gini:

dengan: Xi dan Xi-1 = kumulatif proporsi penduduk atau rumah tangga pada kelas
ke-i dan ke – (i – 1).
Fi dan Fi-1= kumulatif proporsi pendapatan pada kelas ke-i dan ke – (i –
1).
i
= kelompok pendapatan

2

Berbagai penelitian tentang ketimpangan antar daerah telah banyak
dilakukan. Kuznets (1954) tercatat sebagai salah satu peneliti awal dalam meneliti
kesenjangan. Ia meneliti kesenjangan di berbagai negara secara cross-sectional
dan menemukan pola “U” terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan
rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat
ketimpangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan
juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka
ketimpangan akan turun kembali.

Gambar 1 Kurva Kuznet“U” Terbalik
Sumber :Todaro, 2000

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan per kapita
masyarakat Indonesia sepanjang 2011 mencapai Rp 30.8 juta. Angka ini naik
sekitar Rp 3.7 juta dibandingkan setahun sebelumnya sebesar Rp 27.1 juta. Indeks
Gini untuk pemerataan penghasilan Indonesia adalah 0.41 (2011). Angka ini juga
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya 0.38 (2010). Dengan demikian, pada
tahun 2011 Indonesia berada di sebelah kiri kurva kuznet yang berarti Indonesia
berada pada ketimpangan pendapatan yang sedang.
Alisjahbana (2005) dalam Noegroho dan Soelistianingsih (2007),
mengatakan bahwa ketimpangan juga sering terjadi secara nyata antara daerah
kabupaten/ kota di dalam wilayah propinsi itu sendiri. Kesenjangan antar daerah
terjadi sebagai konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi. Berbagai
program yang dikembangkan untuk menjembatani kesenjangan baik ketimpangan
distribusi pendapatan belum banyak membawa hasil yang signifikan. Bahkan
yang sering terjadi adalah kebijakan pembangunan yang dilakukan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi justru dapat menambah kesenjangan baik
terhadap distribusi pendapatan.
Fenomena ketimpangan pendapatan per kapita, salah satunya disebabkan
oleh perbedaan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur merupakan roda
penggerak pertumbuhan ekonomi. Perannya dalam mengembangkan sebuah

3

wilayah tidak diragukan lagi. Sehingga beberapa fakta empiris menyatakan bahwa
perkembangan kapasitas infrastruktur di suatu wilayah akan berjalan seiring
dengan perkembangan output ekonomi.
Dalam daftar The Global Competitiveness Report(2010), indikator
infrastruktur Indonesia berada di peringkat 82 dengan skor 3.75.Dalam beberapa
tahun terakhir infrastruktur di Indonesia tidak ada perkembangan. Padahal,
perluasan dan efisiensi infrastruktur sangat penting untuk menjamin efektivitas
perekonomian. Disamping itu, kualitas dan ekstensifikasi jaringan infrastruktur
secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi
kesenjangan pendapatan antardaerah (World Economic Forum).
World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi tiga komponen utama,
yaitu: 1) Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan
untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (tenaga listrik,
telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi
dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan
sebagainya) 2) Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan
dan rekreasi 3) Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol
administrasi dan koordinasi.
Infrastruktur yang berperan penting dalam proses pembangunandiantaranya
adalah infrastruktur ekonomi dan sosial. Infrastruktur ekonomi dapatberupa jalan,
listrik, dan air. Infrastruktur ekonomi dapatmenjadi modal yang digunakan oleh
tenaga kerja dalam melakukan prosesproduksi seperti listrik dan air bersih.
Konsumsi air bersih oleh rumah tangga jugadapat menjadi sesuatu yang berperan
menjaga kesehatan tenaga kerja, sehingga airbersih dapat pula berperan secara
tidak langsung terhadap perekonomian melaluipeningkatan kesehatan tenaga
kerja. Tenaga kerja yang sehat mampu bekerjadengan baik, sehingga mereka
diharapkan menjadi lebih produktif. Adapuninfrastruktur ekonomi lainnya seperti
jalan dapat menjadi saranapenunjang bagi kelancaran arus kegiatan ekonomi.
Infrastruktur sosial dapat meliputi infrastruktur pendidikan dan
kesehatan.Peningkatan pendidikan tenaga kerja mampu meningkatkan keahlian
merekadalam berproduksi. Infrastruktur kesehatan dapat membantu tenaga
kerjamengatasi permasalahan kesehatan yang dapat menganggu jalannya kegiatan
kerjamereka. Oleh sebab itu, kehadiran infrastruktur tersebut diharapkan
dapatmeningkatkan kualitas tenaga kerja.
Berdasarkan pernyataan di atas maka dibutuhkan sebuah penelitian
mengenai keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan ketimpangan
pendapatan di Indonesia. Analisis yang akan dilakukan menggunakan cakupan
provinsi agar memperoleh hasil yang lebih spesifik dan mendalam.

Perumusan Masalah

Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah
masyarakat dunia ini. Di negara berkembang masalah ketimpangan selalu menjadi
isu penting, karena adanya kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang
mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan semakin tinggi tingkat

4

kesenjangan yang terjadi. Hal ini telah dikemukakan oleh Kuznet (1996) dengan
hasil penelitiannya di beberapa negara.
Pembangunan Ekonomi yang tidak merata di Indonesia mengakibatkan
ketimpangan pendapat antar daerah merupakan persoalan penting dalam mengkaji
perekonomian di Indonesia. Sebagai sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau
perbedaan karakteristis wilayah adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari
oleh Indonesia. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh kuat pada
terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola
pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman
iniakan berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh pada gilirannya akan
mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah
lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya kemampuan tumbuh yang berbeda ini akan
mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan antar rumah tangga dalam
wilayah di Indonesia.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat
kesejahteraan masyarakat masih rendah akibat dari hasil pembangunan hanya
dinikmati kelompok masyarakat kelas sosial menengah ke atas.
Upaya mempercepat pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan dengan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitasnya. Efisiensi
dalam kegiatan ekonomi harus didukung oleh infrastruktur yang memadai
sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara
berkesinambungan. Walaupun kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia
telah berlangsung cukup lama dengan biaya yang cukup besar dan kontribusinya
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi cukup signifikan, namun masih banyak
masalah yang dihadapi beberapa wilayah di Indonesia, antara lain perencanaan
yang lemah, kuantitas yang belum mencukupi dan kualitas yang masih rendah
(Ikhsan 2004).
Keterbatasan infrastruktur merupakan penyebab dari rendahnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kualitas infrastruktur di Indonesia yang rendah
menyebabkan biaya logistik tinggi dan pola perdagangan internasional tidak
efisien serta perdagangan domestik tidak merata. Kondisi infrastruktur yang
kurang baik dan tidak merata menyebabkan inflasi tinggi karena biaya transportasi
bertambah, dengan dampak negatif pada daya saing produk industri. Tingkat
kemiskinan yang tinggi juga disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang terbatas.
Penelitian
Sibarani
(2002)
mengenai
kontribusi
infrastruktur
padapertumbuhan ekonomi Indonesia, menyimpulkan bahwa infrastruktur(jalan,
listrik, telepon) memberikan pengaruh yang signifikan dan positifpada agregat
output yang diwakili oleh variabel pendapatan per kapita. Kontribusi setiap jenis
infrastruktur untuk setiap wilayah berbeda. Untukestimasi dengan data semua
provinsi di Indonesia hasil yang diperolehyaitu elastisitas listrik pada
pertumbuhan yaitu 0.06; pendidikan 0.07;investasi 0.01. Variabel jalan dan
telepon tidak signifikan. Hasilpenelitian juga menunjukkan bahwa kebijakan
pembangunan infrastrukturyang terpusat di pulau Jawa dan Indonesia Bagian
Barat (IBB)menimbulkan disparitas pendapatan perkapita di masing-masing
daerah di Indonesia, terutama antara pulau Jawa dengan luar Jawa dan
IndonesiaBagian Barat (IBB) dengan Indonesia Bagian Timur (IBT),
meskipunpada saat yang sama pertumbuhan ekonomi meningkat.
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa hal yang merupakan
permasalahan yang difokuskan dalam penelitian ini, yakni:

5

a.
b.
c.

Seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan per kapita yang terjadi di
setiap provinsi Indonesia pada tahun 2007-2011?
Bagaimana ketersediaaninfrastruktur di setiap provinsi Indonesia pada tahun
2007-2011?
Bagaimana pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap ketimpangan
pendapatan per kapita di Indonesia pada tahun 2007-2011?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
a.
Mengalisis besarnya tingkat ketimpangan pendapatan per kapita yang terjadi
di semua provinsi Indonesia pada tahun 2007-2011.
b.
Menganalisis ketersediaan infrastruktur di semua provinsi Indonesia pada
tahun 2007-2011.
c.
Menganalisis pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap ketimpangan
pendapatan per kapita di semua provinsi Indonesia pada tahun 2007-2011.

Manfaat Penelitian

Secara umum manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi dan
gambaran kepada pembaca mengenai seberapa besar pengaruh infrastruktur di
Indonesia guna menurunkan ketimpangan pendapatan. Selain itu, penelitian ini
dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian yang akan
datang, khususnya penelitian yang terkait dengan infrastruktur dan masalah
ketimpangan pendapatan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap
ketimpangan pendapatan di seluruh provinsi di Indonesia dengan menggunakan
metode data panel. Data yang digunakan adalah data cross section yaitu data
semua provinsi di Indonesia dan data time series selama 5 tahun yaitu dari tahun
2007 sampai dengan tahun 2011. Penelitian ini menggunakan jenis infrastruktur
ekonomi dan sosial, diantaranya rasio panjang jalan menurut kondisi baik dan
sedang terhadap luas wilayah, rasio ranjang rumah sakit terhadap jumlah populasi,
rasio jumlah sekolah terhadap jumlah populasi, persentase akses rumah tangga
yang menggunakan air, dan persentse akses rumah tangga yang menggunakan
listrik.

6

Hipotesis Penelitian

Dumairy (2000)dalam Linda, pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan
pendapatan dankesejahteraan, namun terjadinya pertumbuhan ekonomi tidak
selalu dapatdinikmati secara merata oleh masyarakat. Hal ini yang
menyebabkanpertumbuhan ekonomi hanya meningkatkan ketimpangan
pendapatan. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam mempengaruhi
ketimpangan pendapatan terdiri dari 5 infrastruktur, sehingga dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1.
Infrastruktur Jalan
Infrastruktur jalan berpengaruh positif terhadap pemerataan pendapatan.
Diperkirakan infrastruktur jalan lebih banyak dinikmati oleh masyarakat
golongan menegah keatas yang cenderung lebih banyak melakukan
mobilisasi perpindahan antar tempat dibanding masyarakat golongan
menegah kebawah. Dengan demikian,pembangunan infrastruktur jalan
cenderung memperburuk ketimpangan.
2.
Infrastruktur Air
Infrastruktur air berpengaruh negatif terhadap pemerataan pendapatan. Air
dapat dinikmati oleh semua masyarakat karena air merupakan kebutuhan
pokok dan air merupakan kebutuhan yang terbatas sehingga konsumsi air
merata pada setiap masyarakat. Selain itu, infrastruktur air dapat
memperbaiki kesejahteraan masyarakat terutama menengah kebawah.
Dengan demikian, pembangunan infrastrukutur air cenderung memperbaiki
pemerataan.
3.
Infrastruktur Listrik
Infrastruktur listrik berpengaruh positif terhadap pemerataan pendapatan.
Infrastruktur listrik tidak sama dengan infrastruktur air yang pemakaiannya
terbatas. Pemakaian listrik lebih besar dibanding air. Semakin besar
pendapatan seseorang maka semakin besar kebutuhan akan listrik. Dengan
demikian, pembangunan infrastruktur listrik cenderung memperburuk
ketimpangan.
4.
Infrastruktur Pendidikan
Infrastruktur pendidikan berpengaruh negatif terhadap pemerataan
pendapatan. Sesuai dengan program pemerintah wajib belajar 12 tahun,
maka semua masyarakat dapat menikmati pendidikan tanpa dipungut biaya.
Dengan demikian, pembangunan infrastruktur pendidikan cenderung
memperbaiki pemerataan.
5.
Infrastruktur Kesehatan
Infrastruktur kesehatan berpengaruh positif terhadap pemerataan
pendapatan. Berbeda dengan infrastruktur pendidikan yang bebas biaya,
infrastruktur kesehatan masih dipungut biaya. Diperkirakan banyaknya
ranjang rumah sakit masih dinikmati oleh masyarakat menegah keatas
karena mereka lebih mampu untuk membayar ranjang rumah sakit
dibanding masyarakat mengah kebawah. Dengan demikian, pembangunan
infrastruktur kesehatan cenderung memperburuk ketimpangan.

7

Kerangka Pemikiran Konseptual

Penelitian ini berusaha untuk membuktikan hubungan antara ketersediaan
infrastruktur dengan ketimpangan pendapatan per kapita dalam provinsi di
Indonesia selama periode 2007-2011.

Ketimpangan
Pendapatan
Indonesia

Disebabkan
oleh
perbedaan
ketersediaan
infrastruktur

Infrastruktur
Ekonomi :
Jalan, Air, dan
Listrik
Infrastruktur
Sosial :
Pendidikan dan
Kesehatan

Dibutuhkan
Infrastruktur
yang Tepat

Berkurangnya
Ketimpangan
Pendapatan

Gambar 2Kerangkapenelitian konseptual

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder 33 provinsi di Indonesia dalam
bentuk data panel, yaitu gabungan data deret waktu tahunan periode 2007 sampai
dengan 2011 dan data cross-section yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta publikasi beberapa peneliti
terdahulu. Selain itu studi pustaka dilakukan terhadap artikel, internet serta
literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang
digunakan meliputi :
a) Data indikator infrastuktur dasar :
1) Rasio panjang jalan menurut kondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah
yang diambil dari publikasi Statistik Perhubungan BPS.
2) Akses rumahtangga terhadap listrik (%) yang diambil dari publikasi BPS.
3) Akses rumahtangga terhadap air (%) yang diambil dari publikasi BPS.
4) Rasio ranjang rumah sakit terhadap populasi (unit/populasi) yang diperoleh
dari publikasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
5) Rasio jumlah sekolah terhadap populasi (unit/populasi) yang diperoleh dari
publikasi indikator kesejahteraan rakyat BPS.

8

b) Data Indeks Gini semua provinsi di Indonesia dari tahun 2007-2011 yang
diambil dari publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan akan digunakan model
ekonometrika. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif
dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif merupakan analisis sederhana yang
bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan
memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Analisis
deskripsi kuantitatif digunakan untuk mengalisis informasi kuantitatif (data yang
dapat diukur, diuji dan ditransformasikan dalam bentuk persamaan, tabel dan
sebagainya) (Marzuki 2005). Tahapan analisis kuantitatif terdiri dari estimasi
model regresi dengan penggunaan data panel. Keunggulan menggunakan analisis
data panel secara statistik maupun menurut teori ekonomi (Baltagi 2005),antara
lain adalah:
1) Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat
bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinearitas antarvariabel.
2) Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi
karakteristik dari individual antarwaktu.
3) Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang
krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau
kerat lintang saja.
4) Dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena
unit data lebih banyak.
Analisis data panel dilakukan dengan menggunakan metode teknik Pooled
Least Square Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model(Firdaus
2011). Kemudian untuk menentukan model mana yang lebih tepat untuk
menjelaskan jenis infrastruktur yang dapat mempengaruhi ketimpangan
pendapatan per kapita digunakan uji kesesuaian model dengan Chow Test dan
Haussman Test berdasarkan hasil dari ketiga model panel (Juanda 2012).
Sedangkan untuk pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
Eviews 6.1 dan Microsoft Excel 2007.
Data panel adalah gabungan antara data silang (cross section) dengan data
runtut waktu (time series). Berdasarkan asumsi ada tidaknya korelasi antara
komponen eror dengan variabel bebasnya, ada 3 model pendekatan yang
diaplikasikan dalam regresi data panel, yaitu model fixed effect model (FEM), dan
random effect model (REM) (Firdaus 2009).
1.

Model Ordinary Least Square (OLS) / Pooled Model
Model ini mengamsumsikan bahwa perilaku antar individu sama
dalamberbagai kurun waktu. Metode ini sederhana namun hasilnya tidak memadai
karena setiap observasi dperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri.

9

2.

Fix Effect Model (FEM)
Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan
variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai
parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu
(Baltagi, 2001). Pendekatan dengan memasukkan dummy variable ini dikenal
dengan sebutan model efek tetap (fix effect) atau least square dummy variable
atau disebut juga covariance model.
Metode Pendekatan Efek Acak (Random Effect)
Penambahan dummy variable dapat mengurangi banyaknya derajat
kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang
diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan
ketiga yaitu model efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameterparameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan kedalam
error. Karena hal inilah model efek acak sering juga disebut model komponen
error (error component model).

3.

Perumusan Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan yang
memperlihatkan sejauh mana variabel-variabel infrastuktur mempengaruhi
ketimpangan pendapatan di setiap provinsi di Indonesia. Besarnya ketimpangan
pendapatan disini didekati dengan nilai Indeks Gini. Persamaan ini menggunakan
provinsi di Indonesia dan dalam kurun waktu 5 tahun (2007-2011).
Infrastuktur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rasiopanjang jalan
terhadap luas wilayah
, persentase akses rumahtangga yang
menggunakan listrik (%), persentase akses rumahtangga yang menggunakan air
(%), rasio jumlah ranjang rumah sakit terhadap populasi (unit/populasi) dan rasio
jumlah sekolah (SD/SMP/SMA/SMK) terhadap populasi (unit/populasi).
Hubungan antara variabel-variabel yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan
dapat digambarkan sebagai berikut :
LnIGit = α0 + α1LnJLNit + α2LISTit + α3AIRit + α4LnRNJGit + α5LnSKLHit + μit
Keterangan :
LnIG
= Logaritma Indeks Gini
α0

= intercept

α1- α6

= parameter infrastruktur

μit

= error term

LISTit

= akses rumahtangga terhadap listrik (%)

AIRit

= akses rumahtangga terhadap air (%)

LnJLNit

= Logaritma rasio panjang jalan terhadap luas wilayah

LnSKLHit = Logaritma jumlah sekolah terhadap populasi (unit/populasi)

10

LnRNJGit

= Logaritma jumlah ranjang rumah sakit terhadap populasi
(unit/populasi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketimpangan Pendapatan

Indeks Gini

Pada bagian ini akan diuraikan hasil analisis mengenai ketimpangan
pendapatan antar rumahtangga dalam tiap provinsi di Indonesia. Analisis
dilakukan
dengan
menghitung
besarnya
tingkat
ketimpangan
pendapatan.Ketidakmerataan pelaksanaan pembangunan antara lapisan
masyarakat dan daerah menyebabkan ketimpangan pendapatan yang
mengakibatkan semakin timpangnya aspek ekonomi. Ketimpangan aspek
ekonomi terlihat dari semakin timpangnya distribusi pendapatan antara lapisan
masyarakat dan daerah.
Secara umum, angka Indeks Gini pada semua provinsi cenderung menurun
setiap tahunnya dan ketimpangannya berada pada zona ketimpangan merata tetapi
tidak pada provinsi DKI Jakarta (Tabel 1). Ketimpangan provinsi DKI Jakarta
semakin naik setiap tahunnya dan berada pada zona ketimpangan sedang sebesar
0.38 (2011). Hal ini disebabkan oleh Produk Domestik Regional Bruto DKI
Jakarta yang sangat besar, sementara jumlah penduduk di provinsi tersebut lebih
rendah dibanding provinsi lainnya.

0,45
0,4
0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
Indeks Gini

2004
0,33

2005
0,32

2006
0,36

2007
0,36

2008
0,35

2009
0,37

2010
0,38

2011
0,41

tahun

Gambar 3 Angka Indeks Gini berdasarkan pendapatan Indonesia tahun
2004-2011

11

Sumber: BPS (diolah)
Tabel 1Angka Indeks Gini pada 33 provinsi di Indonesia tahun
2007-2011
Angka Indeks Gini
Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogjakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
Sumber: BPS, 2012 (diolah)

2007

2008

2009

2010

2011

0.27
0.31
0.31
0.32
0.31
0.32
0.34
0.39
0.26
0.32
0.34
0.34
0.33
0.37
0.34
0.37
0.33
0.33
0.35
0.31
0.30
0.34
0.33
0.32
0.18
0.37
0.35
0.14
0.39
0.33
0.33
0.41
0.30

0.27
0.31
0.29
0.31
0.28
0.30
0.33
0.35
0.26
0.30
0.33
0.35
0.31
0.36
0.33
0.34
0.30
0.33
0.34
0.32
0.29
0.33
0.34
0.28
0.33
0.36
0.33
0.31
0.34
0.31
0.33
0.40
0.31

0.29
0.32
0.30
0.33
0.27
0.31
0.30
0.35
0.29
0.29
0.36
0.36
0.32
0.38
0.33
0.37
0.31
0.35
0.36
0.32
0.29
0.35
0.38
0.31
0.34
0.39
0.36
0.30
0.35
0.31
0.33
0.38
0.35

0.30
0.35
0.33
0.33
0.30
0.34
0.37
0.36
0.30
0.29
0.36
0.36
0.34
0.41
0.34
0.42
0.37
0.40
0.38
0.37
0.30
0.37
0.37
0.37
0.37
0.40
0.42
0.36
0.43
0.33
0.34
0.41
0.38

2.60
2.90
2.80
2.90
2.60
2.80
3.00
3.20
2.50
2.60
3.80
3.20
3.00
3.40
3.00
3.40
3.00
3.10
3.20
3.00
2.70
3.10
3.20
2.90
2.80
3.40
3.30
2.60
3.50
3.00
2.90
3.60
3.10

12

Kondisi Ketersediaan Infrastruktur Indonesia

Menurut Global Competitiveness Report 2010-2011 (WEF 2010), Indonesia
menempati peringkat 82 dari 139 negara dalam pilar infrastruktur, salah satu dari
pilar daya saing yang diukur. Dibandingkan dengan negara-negara sekelas,
Indonesia masih tertinggal jauh, antara lain: Malaysia (30), Thailand (35), Turki
(56), Brazil (62) dan Meksiko (75). Peringkat Indonesia dalam rincian kualitas
infrastruktur juga berada pada posisi relatif rendah. Peringkat lebih buruk ada
pada kualitas kesehatan. Penilaian di atas sesuai dengan kenyataan yang dirasakan
banyak orang. Angkutan darat terkendala oleh kondisi jalan yang buruk.
Kebutuhan listrik masih belum terpenuhi di berbagai daerah. Ketersediaan sarana
dan prasarana kesehatan belum merata pada setiap daerah dan kualitas pendidikan
yang masih redah. Berbeda dengan kondisi infrastruktur air di Indonesia yang
menduduki peringkat 7 dari 12 negara ASEAN. Kebutuhan air yang masih sulit di
akses oleh masyarakat.

Tabel 2 Peringkat Indonesia dalam kualitas infrastruktur
Rincian
Peringkat
Pilar Infrastruktur
82
Kualitas Infrastruktur Umum
90
Kualitas Jalan
84
Kualitas Pasokan Listrik
97
Kualitas Pendidikan
51
Kualitas Kesehatan
105
Sumber: World Economic Forum, 2010-2011

a.

Infrastruktur Jalan

Jalan merupakan infrastruktur yang penting untuk menghubungkan satu
daerah ke daerah lain. Ketersediaan infrastruktur jalan yang baik akan
memperlancar
penyaluran
barang
dan
jasa
yang
menggerakkan
perekonomian.Berdasarkan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum),
untuk kualitas infrastruktur jalan, Indonesia meraih peringkat 105 pada tahun
2008, peringkat 95 pada tahun 2009, peringkat 84 pada tahun 2010 dan peringkat
83 pada 2011. Selain itu, pembangunan infrastruktur masih merupakan tantangan
besar yang harus diatasi Indonesia.
Badan Pusat Statistik membagi kondisi jalan menjadi 4 kategori yaitu
kondisi baik, sedang, rusak, dan rusak berat. Secara umum, kondisi jalan di
Indonesia masih kurang memadai karena masih banyak jalan yang rusak ringan
dan rusak berat seperti ditunjukkan pada Gambar 4, yaitu 35 persen. Hal ini perlu
mendapat perhatian karena jalan yang rusak dan tidak berkualitas akan
meningkatkan biaya sosial dalam kegiatan ekonomi di wilayah tersebut.

13

Sedang
23%

Baik
42%

Rusak
20%

Rusak
Berat
15%
Gambar
Sumber:

4Distribusipanjang jalan
Indonesiatahun2011 (km)
BPS, 2012 (diolah)

menurut

kondisi

jalan

di

Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa panjang jalan menurut kondisi baik
dan sedang di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya kecuali tahun 2011.
Hal ini dikarenakan panjang jalan pada tahun 2011 mengalami kerusakan,
sehingga dimasukkan kedalam kategori panjang jalan dalam kondisi rusak. Secara
umum, keadaan infrastruktur jalan di Indonesia masih rendah, baik dari segi
panjang jalan maupun keadaan jalan.

panjang jalan

500000

0
2007

2008

2007
panjang jalan 255031

2009
2008
273419

2010
2009
300043

2011
2010
319790

2011
319767

tahun

Gambar

5Rata- rata panjang jalan menurut
sedangdiIndonesia tahun 2007-2011
Sumber:BPS, 2008-2012 (diolah)

kondisi

baik

dan

14

40.000
35.000
30.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0

Nanggroe Aceh…
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka…
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogjakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

panjang jalan (km)

25.000

provinsi

Gambar 6 Panjang jalan menurut kondisi baik dan sedang Indonesia tahun
2011
Sumber:
BPS, 2012 (diolah)

Pada Gambar 6, menunjukkan bahwa provinsi yang memliki panjang
jalan menurut kondisi baik dan sedang paling banyak terdapat pada provinsi
Jawa Timur (35,336 km), disusul oleh provinsi Sulawesi Selatan (21,176 km).
Sedangkan provinsi yang memiliki panjang jalan yang kecil itu terdapat pada
provinsi Maluku Utara sebesar 2,532 km. Hal ini mengindikasikan bahwa
pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia belum merata pada setiap
provinsi. Sehingga dapat mempengaruhi aktivitasdan produktivitas
antarprovinsi.

b.

Infrastruktur Listrik

PT. PLN merupakan perusahaan yang memenuhi sebagian besar kebutuhan
listrik di Indonesia. Energi listrik adalah salah satu sumber vital yang diperlukan
sebagai sarana pendukung produksi atau kehidupan sehari-hari, dan memegang
peranan penting dalam upaya mendukung pembangunan nasional secara luas baik
ekonomi, sosial maupun budaya.
Dengan semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik
menjadituntutan primer yang harus dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga
namun jugauntuk kegiatan ekonomi terutama industri. Dalam kehidupan
masyarakat yangsemakin modern, semakin banyak peralatan rumah tangga,
peralatan kantor sertaaktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandalkan sumber
energi dari listrik.Peningkatan kegiatan ekonomi dalam produksi dan investasi
juga membutuhkanlistrik yang memadai. Oleh karena itu permintaan listrik
meningkat dari tahun ketahun baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya.

% listrik

15

91
90,5
90
89,5
89
88,5
88
87,5
87

Listrik

2007
88,37

2008
89,46

2009
89,29

2010
89,47

2011
90,51

tahun

Gambar 7Rata-rata persentase rumah tangga yang menggunakanPLN di
Indonesia tahun 2007-2011
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

Pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa persentase akses rumahtangga yang
menggunakan energi listrik PLN semakin meningkat setiap tahunnya. Namun
secara umum listrik di Indonesia dirasakan masih jauh dari mencukupi. Menurut
World Economic Forum (2010), Indonesia menduduki peringkat 97 dari 139
negara.

120,00

% listrik

100,00
80,00
60,00
40,00

0,00

Nanggroe Aceh…
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka…
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogjakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

20,00

provinsi

Gambar 8Persentase rumahtangga yang menggunakan listrik PLNmenurut
provinsi di Indonesiatahun2011
Sumber:BPS, 2012 (diolah)

16

Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa rat-rata rumah tangga yang
menggunakan listrik PLN paling besar terdapat di provinsi D.K.I Jakarta sebesar
99.65 persen dan yang paling rendah berada pada provinsi Papua sebesar 31.79
persen. Hal ini disebabkan oleh penggunaan listrik yang paling banyak
dimanfaatkan untuk industri dan rumahtangga yang berada pada provinsi yang
populasi penduduknya paling besar dan kegiatan ekonominya yang telah maju.
Tersedianya infrastruktur kelistrikan dapat meningkatkan produktivitas
masyarakat sehingga menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi wilayah.
Perekonomian wilayah yang mampu berkembang dengan baik akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
juga.

c.

Infrastruktur Air

% air

Ketersediaan air bersih merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam
perekonomian. Air bersih merupakan barang ekonomi karena penggunaannya
membutuhkan kompetisi. Infrastruktur air bersih merupakan struktur dasar yang
dapat memberi pengaruh bagi pertumbuhan output (Bulohlabna 2008). Dalam
kehidupan sehari-hari, air bersih mempunyai peran untuk menunjang kualitas
kehidupan dan kesehatan masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi
produktivitas masyarakat dan output perekonomian daerah setempat.
Pembangunan infrastruktur air di Indonesia semakin meningkat setiap
tahunnya (Gambar 9). Meskipun begitu, di Indonesia akses terhadap air bersih
masih dinilai rendah bila dibandingkan dengan negara lainnya. Menurut laporan
Bank Dunia, terdapat 78 persen dari populasi Indonesia yang memiliki akses air
bersih.Selain itu, infrastruktur air Indonesia menduduki peringkat 7 dari 12 negara
ASEAN (World Bank 2005)dalam Pamungkas.

40
35
30
25
20
15
10
5
0
Air

2007
23,81

2008
26,29

2009
28,32

2010
31,8

2011
33,85

tahun

Gambar 9 Rata-rata persentase rumah tangga yang menggunakan airdi
Indonesia tahun 2007-2011
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

17

70,000
60,000
% air

50,000
40,000
30,000
20,000
0,000

Nanggroe Aceh…
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka…
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogjakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

10,000

provinsi

Gambar 10
Sumber:

Persentase rumah tangga yang menggunakan ledeng dan air
kemasansebagai air minum tahun 2011
BPS, 2012 (diolah)

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa pembangunan infrastruktur air berupa
ledeng dan air dirasa masih kurang memadai. Provinsi dengan persentase akses
rumah tangga yang menggunakan ledeng dan air kemasan yang terbesar terdapat
pada provinsi D.I Yogjakarta sebesar 60.17 persen (2011). Ini berarti lebih
setengah penduduk provinsi D.I Yogjakarta dapat mengakses ledeng dan air
kemasan yang digunakan sebagai air minum. Jika dibandingkan dengan provinsi
Banten yang hanya 22.12 persen (2011), maka dapat dilihat ketimpangan yang
sangat besar diantara kedua provinsi ini. Selain itu, dapat disebabkan oleh
ketersediaan air yang terbatas digunakan untuk aktivitas manusia yang banyak dan
beragam.

d.

Infrastruktur Kesehatan

Pembangunan sumber daya manusia dapat berbentuk pembangunan di
bidang kesehatan. Sarana dan prasarana kesehatan yang memadai mencerminkan
kualitas sumber daya manusia dalam wilayah tersebut. Menurut World Economic
Forum (2010), kualitas kesehatan Indonesia menduduki peringkat 105 dari 139
negara.Di Indonesia persentase balita yang kekurangan gizi mencapai 27.3 persen
pada tahun 2000. Angka ini cukup besar dan harus menjadi perhatian yang serius
bagi pemerintah. Tingkat gizi yang rendah akan mempengaruhi produktivitas
sehingga tingkat pendapatan akan rendah (Naftali 2006).
Pada Gambar 11, dapat dilihat bahwa jumlah ranjang rumah sakit meningkat
dari tahun 2009 hingga 2011, tetapi mengalami penurunan pada tahun 2008. Hal
ini disebabkan karena adanya kerusakan pada beberapa ranjang rumah sakit yang
menyebabkan jumlah ranjang rumah sakit menurun.

jumlah ranjang RS (unit)

18

200000
180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

Jumlah Ranjang RS

2007
144060

2008
135548

2009
163136

2010
172887

2011
179595

tahun

Gambar 11Rata-rata jumlah ranjang rumah sakitdi Indonesia tahun 20072011
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0

Nanggroe Aceh…
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan…
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogjakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara…
Nusa Tenggara…
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

jumlah ranjang RS (unit)

Pada Gambar 12 dapat terlihat bahwa provinsi Jawa Tengah merupakan
provinsi yang memiliki jumlah ranjang rumah sakit lebih banyak dibanding
provinsi lainnya yaitu sebesar 24,012 unit (2011), kemudian disusul oleh provinsi
Jawa Timur sebesar 20,378 unit. Sedangkan provinsi yang memiliki jumlah
ranjang rumah sakit yang paling rendah berada pada provinsi Sulawesi Barat
sebesar 481 unit. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran sarana kesehatan di
Indonesia belum merata di semua provinsi. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat
dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi.

provinsi

Gambar 12 Jumlah ranjang rumah sakit (unit) provinsi Indonesia tahun 201
Sumber: Kementerian Kesehatan, 2012 (diolah)

19

e.

Infrastruktur Pendidikan

Sekolah merupakan salah satu sarana yang menyediakan akses terhadap
fasilitas dasar pendidikan. Sekolah berperan penting dalam pembentukan
sumberdaya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Dengan semakin
tingginya daya saing manusia, tingkat kesejahteraan manusia pun akan meningkat
begitu juga dengan perekonomian daerah. Kualitas pendidikan Indonesia
menduduki peringkat 51 dari 139 negara (World Economic Forum 2010). Untuk
melihat ketersediaan infrastruktur sekolah data yang digunakan jumlah unit
sekolah (SD/SMP/SMA/SMK) baik negeri maupun swasta yang dimiliki tiap
provinsi dan sesuai dengan program pemerintah wajib belajar 12 tahun.
Untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas yaitu melalui
peningkatan keahlian masyarakat, maka pemerintah mengembangkan infrastruktur
pendidikan. Dapat dilihat pada Gambar 13, menunjukkan bahwa pembangunan
sekolah semakin meningkat setiap tahunnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa
semakin mudah masyarakat untuk mengakses pendidikan tanpa dipungut biaya.
Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

jumlah sekolah (unit)

205000
200000
195000
190000
185000
180000
175000
Jumlah sekolah

2007
187241

2008
191359

2009
192501

2010
197379

2011
202173

tahun

Gambar 13Rata-rata jumlah sekolah (SD/SMP/SMA/SMK) di Indonesia
tahun 2007-2011
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

Gambar 14 memberikan gambaran bahwa penyebaran jumlah sekolah di
masing-masing provinsi tidak merata. Provinsi yang memiliki jumlah sekolah
paling banyak terdapat pada provinsi Jawa Barat sebesar 26,485 unit sekolah
(2011). Sedangkan provinsi yang memiliki jumlah sekolah paling sedikit berada
pada provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 1,093 unit sekolah. Hal ini
tentunya akan mempengaruhi ketimpangan pendapatan antarrumahtangga karena
kualitas tenaga kerja masyarakat yang berbeda-beda.

20

25.000,000
20.000,000
15.000,000
10.000,000
5.000,000
0,000

Nanggroe Aceh…
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka…
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Jogjakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

jumlah sekolah (unit)

30.000,000

provinsi

Gambar 14Jumlah sekolah (SD/SMP/SMA/SMK) semua provinsi Indonesia tahun
2011
Sumber:BPS, 2012 (diolah)

Keterkaitan antara Ketersediaan Infrastruktur dengan Ketimpangan
Pendapatan

Untuk menentukan model yang akan digunakan dalam persamaan pengaruh
infrastruktur terhadap ketimpangan pendapatan dilakukan pengujian kesesuaian
model dalam dua tahap yaitu membandingkan pooled model dengan fixed effects
model atau sering disebut Chow test kemudian dilanjutkan dengan
membandingkan fixed effect model dengan random effects model(Hausman test).
Pengujian dilakukan dengan variabel bebas panjang jalan (JLN), energi listrik
yang digunakan yaitu PLN (LISTRIK), kapasitas air bersih (AIR), jumlah ranjang
(RNJG),dan jumlah sekolah (SKLH). Berdasarkan hasil Hausman test dan Chow
testpada model memiliki probabilitas Chi-Sq yang kurang dari taraf nyata 5 persen
(0.0000