Preferensi Burung Hantu Celepuk Reban (Otus lempiji Horsfield) terhadap Umpan
PREFERENSI BURUNG HANTU CELEPUK REBAN
(Otus lempiji Horsfield) TERHADAP UMPAN
ROYHANI LAILY ASWARI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi Burung
Hantu Celepuk Reban (Otus lempiji Horsfield) terhadap Umpan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Royhani Laily Aswari
NIM A34090019
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
ROYHANI LAILY ASWARI. Preferensi Burung Hantu Celepuk Reban
(Otus lempiji Horsfield) terhadap Umpan. Dibimbing oleh SWASTIKO
PRIYAMBODO.
Salah satu komoditas perkebunan yang penting adalah kelapa sawit.
Beberapa kendala yang dihadapi petani kelapa sawit, salah satunya adalah tikus
pohon (Rattus tiomanicus Miller). Tikus memiliki kemampuan reproduksi yang
tinggi dan dapat merusak hasil panen kelapa sawit. Pengendalian yang efektif dan
ramah lingkungan sangat dibutuhkan, salah satunya dengan penggunaan musuh
alami (burung hantu). Celepuk reban (Otus lempiji Horsfield) diuji dengan
beberapa jenis umpan yang berbeda untuk melihat tingkat preferensinya terhadap
umpan. Metode yang digunakan adalah bi-choice test. Pada pengujian ini terdapat
empat perlakuan, yaitu pemberian tikus dengan larva kumbang, tikus dengan
kadal, tikus dengan ikan, dan tikus dengan jangkrik. Sebelum dan sesudah
perlakuan, umpan ditimbang untuk mengetahui jumlah umpan yang dikonsumsi.
Data menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan antara tikus dengan umpan
lain. Konsumsi celepuk reban terhadap tikus lebih tinggi daripada larva kumbang,
kadal, ikan, dan jangkrik.
Kata kunci: celepuk reban, kelapa sawit, preferensi umpan, tikus pohon.
ABSTRACT
ROYHANI LAILY ASWARI. The Preference of Sunda Scops-Owl (Otus
lempiji Horsfield) to Bait. Adviced by SWASTIKO PRIYAMBODO.
One of the essential plantation commodities is oil palm. There are some
constrains faced by oil palm growers, one of them is tree rat (Rattus tiomanicus
Miller). The rat has a high reproduction capability and can damage crops of oil
palm. An effective and environmentally friendly control, using natural enemies,
especially owl is needed to solve this problem. The sunda scops-owl (Otus lempiji
Horsfield) was tested with several different types of bait to see the level of
preference of bait. The method used is a bi-choice test. In this test, there are four
treatments, i.e. rat with larvae of beetle, rat with lizard, rat with fish, and rat with
cricket. Before and after treatment, the bait was weighed to determine the amount
of feed consumed. The data show a significant difference in results between rat
with different baits. The sunda scops-owl consumption in rat is higher than larvae
of beetle, lizard, fish, and cricket.
Keywords: sunda scops-owl, oil palm, bait preference, tree rat.
PREFERENSI BURUNG HANTU CELEPUK REBAN
(Otus lempiji Horsfield) TERHADAP UMPAN
ROYHANI LAILY ASWARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
:
Nama Mahasiswa :
NIM
:
Preferensi Burung Hantu Celepuk Reban (Otus lempiji
Horsfield) terhadap Umpan
Royhani Laily Aswari
A34090019
Disetujui oleh
Dr Ir Swastiko Priyambodo, M.Si
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Pengujian Preferensi Burung Hantu Celepuk Reban (Otus
lempiji Horsfield) terhadap Umpan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor dari bulan September 2012 hingga November 2012.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya doa dan dukungan orangorang terdekat. Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih
kepada Ayahanda, Ibunda, dan adik-adik tercinta atas segala doa, kasih sayang,
dan dukungan yang tidak pernah terputus. Terimakasih juga penulis sampaikan
kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, M.Si selaku pembimbing skripsi yang selalu
memberikan saran, semangat dan dorongan kepada penulis. Dr Supramana selaku
pembimbing akademik yang selalu memberikan kritik yang membangun.
Mohammad Irham, M.Sc Kepala Laboratorium Ornithologi, Bidang Zoologi
Puslit Biologi-LIPI yang telah membantu dalam mengidentifikasi burung hantu
celepuk reban. Kepada teman-teman seperjuangan Ardiana, Lisa dan Tia, Bapak
Ahmad Soban laboran Vertebrata Hama IPB, dan beberapa teman lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu terimakasih telah membantu selama proses
pengambilan data.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Royhani Laily Aswari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Peubah yang Diamati
Konversi Umpan
Analisis Data
Identifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi Burung Hantu
Pengujian Preferensi Umpan dari Celepuk Reban
Perubahan Bobot Tubuh Celepuk Reban
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
ii
ii
1
1
2
2
3
3
3
4
4
5
5
5
6
6
6
9
10
10
10
11
13
DAFTAR TABEL
1 Rerata konsumsi celepuk reban terhadap tikus dan umpan
pembanding
2 Rerata konsumsi celepuk reban terhadap umpan saat
perlakuan dan adaptasi
3 Perubahan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
7
8
9
DAFTAR GAMBAR
1 Jenis umpan. A. Air, jangkrik, Tikus putih, B. Larva kumbang,
C. Kadal, D. Ikan nila
2 Kandang pemeliharaan (A dan B) dan kandang pengujian burung (C)
3 Timbangan elektronik (electronic top-loading for animal)
4 Celepuk reban (O. lempiji)
5 Perbandingan konsumsi burung hantu pada saat perlakuan dengan
adaptasi
3
3
4
6
8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
2 Konversi (g/100 g bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap
larva kumbang
3 Konversi (g/100 gr bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap
kadal, ikan, dan jangkrik
15
16
17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat
berlimpah. Kekayaan alam tersebut meliputi sektor perairan, pertanian, dan
perkebunan. Saat ini, sektor pertanian sedikit menurun karena banyaknya
peralihan fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian. Sementara itu sektor
perkebunan masih berkembang, salah satu diantaranya adalah perkebunan kelapa
sawit. Produksi kelapa sawit menjadi bahan baku pembuatan CPO (crude palm
oil) yang sangat dibutuhkan dalam perdagangan internasional. Hasil produksi
kelapa sawit Indonesia telah diakui kualitasnya oleh beberapa negara di dunia.
Hingga tahun 2012 Indonesia mampu menjadi pemasok CPO terbesar yaitu
sekitar 14 juta ton (BPS 2012).
Rendahnya produksi kelapa sawit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu adanya hama tikus (Rattus tiomanicus Miller) di perkebunan. Pada
tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan, tikus memakan buah sawit yang
masih muda maupun yang sudah tua. Pada buah yang masih muda, keseluruhan
bagian (inti dan daging buah) dapat dimakan oleh tikus (Priyambodo 2009).
Seekor tikus dewasa mampu mengonsumsi buah kelapa sawit antara 5.94 g
sampai 13.7 g per hari (Sipayung dan Thohari 1994). Berdasarkan data tersebut,
total kehilangan produksi CPO per tahun dapat mencapai 10% dari total produksi
(Adidharma 2009).
Sangat diperlukan teknologi tepat guna untuk mengendalikan tikus di
perkebunan sawit. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan
tikus, antara lain cara sanitasi, kultur teknis, fisik, mekanik, biologi, dan kimiawi.
Pada kenyataannya manusia lebih menyukai metode kimiawi untuk mematikan
tikus, karena racun yang diberikan kepada tikus menunjukkan daya bunuh yang
efektif dengan memberikan kematian tikus yang nyata (Priyambodo 2009).
Penggunaan rodentisida merupakan pengendalian yang tidak ramah lingkungan.
Salah satu pengendalian yang saat ini dikembangkan adalah dengan penggunaan
musuh alami berupa predator tikus yaitu burung hantu. Burung hantu yang
digunakan adalah burung hantu putih (Tyto alba).
Penggunaan burung hantu sebagai musuh alami tikus sangat disarankan
untuk pengendalian tikus di perkebunan. BBKP-Surabaya (2012) menyebutkan
bahwa harga burung hantu putih yang dibudidayakan relatif mahal sekitar Rp 300400 ribu per ekor. Kenyataan di lapangan, tidak semua petani memiliki modal
yang cukup untuk menerapkan cara ini. Dengan demikian, diperlukan alternatif
musuh alami lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan tikus. Burung hantu
lain yang berbeda keluarga dengan T. alba salah satunya adalah celepuk reban
(Otus lempiji) yaitu dari famili Strigidae.
Secara ekonomi, celepuk reban lebih murah daripada T. alba yaitu sekitar
Rp 50 000 per ekor. Hal ini karena ukuran tubuhnya yang lebih kecil dan
kemampuan makan tikus yang lebih sedikit dari T. alba. Selain itu, daya predasi
celepuk reban di alam belum diketahui keefektifannya. Celepuk reban digunakan
karena kelimpahan populasinya di alam yang tinggi (Konig et al.1999). Burung
hantu ini termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum
Vertebrata, kelas Aves, ordo Strigiformes, famili Strigidae, genus Otus dan
2
spesies O. lempiji (Suhadi 2007). O. lempiji atau yang biasa disebut celepuk reban
adalah sejenis burung hantu kecil yang dikenal dengan nama-nama lain seperti
celepuk (Indonesia), bueuk (Sunda.), manuk kuwek (Jawa) dan lain-lain. Dalam
bahasa Inggris disebut Sunda Scops-Owl atau Collared Scops-Owl. Celepuk reban
bertubuh kecil, panjang tubuh total sekitar 200-230 mm (Konig et al. 1999).
Celepuk umumnya didapati di wilayah berpohon, sampai dengan ketinggian
1 600 m dpl, di tepi hutan, perkebunan, pekarangan, hingga taman-taman di kota
besar. Celepuk reban menyebar luas di Asia Tenggara, Filipina, Kalimantan,
Sumatera, Bangka, Belitung, Jawa, dan Bali (MacKinnon et al. 2010). Di Jawa
Barat, celepuk reban bereproduksi antara Februari sampai April, terkadang bulan
Juni atau Juli. Celepuk reban menghasilkan 2-3 butir per peneluran. Telur
berwarna putih, hampir bulat, diletakkan dalam sarangnya di lubang pohon, di
sela pelepah kelapa, atau di rumpun bambu (Konig et al. 1999). Penelitian
mengenai celepuk reban belum banyak dilaporkan, sehingga penelitian mengenai
preferensi umpan perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat preferensi celepuk reban (O.
lempiji) terhadap beberapa jenis umpan dibandingkan dengan tingkat
konsumsinya terhadap tikus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang pertanian,
khususnya untuk mengetahui lebih jauh tingkat konsumsi celepuk reban (O.
lempiji) yang merupakan alternatif musuh alami dalam mengendalikan hama tikus
di perkebunan kelapa sawit.
3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen
Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi
spesies burung hantu dilaksanakan di Laboratorium Ornithologi (Zoologi)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Penelitian ini dilaksanakan
dari bulan September sampai November 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah celepuk reban, tikus putih,
larva kumbang, kadal, ikan (nila dan mas), jangkrik, gabah, dan kloroform.
(Gambar 1).
A
A
B
C
D
Gambar 1 Jenis umpan. A. Air, jangkrik, tikus putih, B. Larva kumbang
C. Kadal, D. Ikan nila
Alat yang digunakan adalah kandang pemeliharaan tikus, kandang celepuk
reban, wadah umpan, gelas, sendok, pinset, timbangan, dan besi dengan ujung
pengait. Kandang pemeliharaan tikus dan kandang burung untuk pengujian terbuat
dari alumunium berukuran 50 cm x 34.5 cm x 33 cm (p x l x t) (Gambar 3).
A
B
C
Gambar 2 Kandang pemeliharaan (A dan B) dan kandang pengujian burung (C)
4
Alat yang digunakan untuk menghitung bobot burung dan umpan dalam
pengujian adalah timbangan elektronik (electronic top-loading for animal)
(Gambar 3). Timbangan digunakan untuk mendapatkan bobot burung sebelum
dan sesudah pengujian serta untuk menghitung jumlah umpan sebelum dan
sesudah konsumsi hewan uji.
Gambar 3 Timbangan elektronik (electronic top-loading for animal)
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengujian preferensi umpan pada
celepuk reban dengan dua pilihan (bi-choice test) yaitu pengujian umpan tikus
dengan larva kumbang, tikus dengan kadal, tikus dengan ikan, dan tikus dengan
jangkrik. Umpan tersebut diberikan dengan jumlah berlimpah (ad libitum). Tikus
yang digunakan adalah tikus putih (R. norvegicus) sebagai pengganti dari tikus
pohon (R. tiomanicus). Tikus putih yang digunakan adalah tikus pradewasa yang
memiliki bobot tubuh 25-50 g. Penggunaan larva kumbang dan jangkrik
didasarkan pada pernyataan Konig et al. (1999) yang menyebutkan bahwa O.
lempiji biasa memangsa serangga seperti kumbang, kecoa, belalang, jangkrik, dan
juga burung kecil. Penggunaan kadal sebagai salah satu umpan dalam pengujian
ini mengacu pada penelitian Marks et al. dalam Lok et al. (2009) yang
menyebutkan bahwa di alam O. lempiji memangsa tokek dan tikus. Ketersediaan
tokek di alam sudah sangat sedikit, sehingga umpan yang digunakan dalam
pengujian diganti dengan kadal. Penggunaan ikan dalam pengujian berdasarkan
pada ekosistem air yang ada di perkebunan kelapa sawit. Perbedaan jenis ikan ini
diakibatkan ketersediaan ikan nila di pasar yang lebih sedikit, sehingga
penggunaan ikan mas sebagai pengganti dianggap sama dengan ikan nila.
Masing-masing perlakuan diberikan selama tujuh hari berturut-turut. Selang
setiap perlakuan, celepuk reban melewati masa adaptasi selama tiga hari. Pada
masa adaptasi, celepuk reban hanya diberi pakan berupa tikus sebagai standar
pakan bagi burung hantu. Pada pengujian ini digunakan celepuk reban yang
berbeda antara perlakuan pertama dengan tiga perlakuan berikutnya. Desain
percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan pertama
menggunakan 14 ekor (14 ulangan) sedangkan pada tiga perlakuan berikutnya
digunakan celepuk reban sebanyak 12 ekor (12 ulangan).
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada pengujian ini adalah konsumsi celepuk reban
terhadap umpan yang diberikan saat perlakuan, konsumsi celepuk reban terhadap
tikus pada masa adaptasi, dan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah
pengujian.
5
Konversi Umpan
Semua data yang diperoleh dari pengujian kemudian dikonversi ke 100 g
bobot tubuh celepuk reban dengan rumus sebagai berikut:
Konversi umpan = rerata umpan yang dikonsumsi (g) x 100
rerata bobot burung hantu (g)
Analisis Data
Data hasil pengujian diolah dengan menggunakan program Statistical
Analysis System (SAS) for Windows version 9.0. Uji lanjut menggunakan uji
selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata α=5% dan
1%.
Identifikasi
Proses identifikasi burung hantu sampai tingkat spesies dilaksanakan setelah
semua pengujian selesai dilakukan dan burung dalam keadaan mati. Burung hantu
yang diidentifikasi sebanyak empat ekor yang terlihat berbeda secara morfologi
seperti warna bulu dan panjang tubuh. Identifikasi dibantu dengan menggunakan
pustaka Dickinson 2003, Del Hoyo et al. 1999, Konig et al. 1999, dan MacKinnon
et al. 1992.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi Burung Hantu
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa burung hantu tersebut termasuk
dalam spesies O. lempiji dalam bahasa Indonesia adalah celepuk reban. Celepuk
reban berukuran kecil sekitar 20 cm, berwarna kecoklatan sampai abu-abu
(Gambar 4). Suara celepuk reban yaitu, wuuup dengan nada yang meninggi.
Berkas telinga panjang dan jelas, memiliki kerah di belakang leher berwarna pucat.
Tubuh bagian bawah lebih terang (coklat atau abu-abu muda), terdapat bercakbercak gelap berbentuk mata panah atau jajar genjang. Menurut Konig et al.
(1999) celepuk reban merupakan burung hantu yang memiliki bulu yang sangat
bervariasi dan mungkin juga bervariasi secara individual dalam populasi.
Gambar 4 Celepuk reban (O. lempiji)
Pengujian Preferensi Umpan dari Celepuk Reban
Rerata konsumsi celepuk reban terhadap tikus dan umpan pembanding dapat
dilihat pada Tabel 1. Terdapat empat perlakuan dengan pemberian umpan berbeda.
Pada perlakuan pertama celepuk reban diberi umpan tikus dengan larva kumbang.
Kemampuan makan celepuk reban terhadap tikus (29.68 g) lebih besar dan
berbeda nyata dibandingkan konsumsinya terhadap larva kumbang (0.84 g) (Uji
Duncan α = 5% dan 1%). Hal ini karena celepuk reban adalah jenis burung
pemakan daging yang biasa hidup di lubang-lubang pohon, sedangkan larva
kumbang berukuran kecil dan umumnya hidup di tanah, walaupun terkadang
muncul ke permukaan. Selain itu, celepuk reban lebih menggunakan penglihatan
yang tajam dalam menangkap mangsa. Larva kumbang yang berukuran lebih kecil
daripada tikus sehingga celepuk reban lebih tertarik untuk mengonsumsi tikus
daripada larva kumbang.
Awalnya celepuk reban yang digunakan berjumlah 20 ekor, namun pada
awal perlakuan uji tikus dengan kadal terdapat delapan ekor celepuk reban yang
mati. Dengan demikian, hanya digunakan 12 ekor burung hantu pada perlakuan
kedua, ketiga, dan keempat. Perlakuan kedua yaitu pemberian umpan tikus dengan
kadal. Data menunjukkan bahwa rerata konsumsi celepuk reban terhadap tikus
(23.51 g) lebih besar dan berbeda sangat nyata dibandingkan konsumsinya
terhadap kadal (2.98 g).
Saat perlakuan ini terdapat celepuk reban yang mengalami kematian,
kemungkinan memakan racun yang dimiliki kadal. Racun kadal menyebabkan
konsumsi celepuk reban terhadap umpan menjadi sedikit. Konsumsi celepuk
7
reban yang mati terhadap kadal relatif sedikit (1.40 g) dan berbeda nyata
dibandingkan dengan konsumsinya terhadap tikus (16.75 g) (Uji Duncan α = 5%
dan 1%). Celepuk reban yang bertahan hidup telah mengonsumsi kadal lebih
besar (2.98 g) namun tidak mengalami kematian. Hal ini karena kemampuan
adaptasi dan daya netralisir racun celepuk reban yang berbeda. Celepuk reban
yang mati tidak dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi baru di dalam
kurungan di laboratorium. Celepuk reban lain yang bertahan hidup memiliki
kemampuan adaptasi yang baik dan dapat menetralisir racun dengan baik.
Tabel 1 Rerata konsumsi (g/100 g bobot tubuh) celepuk reban terhadap tikus
dan umpan pembandinga
Konsumsi
Larva
terhadap
Kadal
Ikan
Jangkrik
kumbang
umpan
Umpan
0.84 bB
2.98 bB
9.80 bB
6.24 bB
pembanding
Tikus
29.68 aA
23.51 aA
31.34 aA
20.21 aA
Pr > F
< 0.0001
< 0.0001
< 0.0001
< 0.0001
a
angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
pada taraf α = 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan.
Perlakuan ketiga yaitu pemberian tikus dengan ikan sebagai umpan celepuk
reban. Analisis data menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi celepuk reban
terhadap tikus (31.34 g) lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan konsumsinya
terhadap ikan (9.80 g) (Uji Duncan α = 5% dan 1%). Berdasarkan Konig et al.
(1999) celepuk reban biasa berada di hutan, perkebunan, dan bahkan biasa hidup
di kota-kota besar yang berpohon. Beberapa tempat tersebut memiliki ekosistem
air seperti sungai, danau, kolam, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, di alam
celepuk reban mengenali ikan sebagai mangsa. Burung hantu juga dapat
menangkap ikan yang ada di permukaan air. Hal ini didukung oleh indera
penglihatan celepuk reban yang dapat melihat mangsa dari jarak yang jauh dan
cengkraman yang kuat pada kedua kaki.
Analisis data untuk perlakuan keempat menunjukkan bahwa konsumsi
celepuk reban terhadap tikus berbeda nyata dengan jangkrik (Uji Duncan α = 5%
dan 1%). Celepuk reban mengonsumsi tikus (20.21 g) dalam jumlah yang banyak
dibandingkan konsumsinya terhadap jangkrik (6.24 g). Di alam, jangkrik
merupakan serangga yang termasuk ke dalam jenis pakan yang dimangsa celepuk
reban (Konig et al. 1999).
Secara umum keempat perlakuan bi-choice test yang diberikan kepada
celepuk reban menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Rata-rata konsumsi pada
saat perlakuan dan adaptasi (Tabel 2 dan Gambar 5). Data perbandingan konsumsi
terhadap tikus dengan umpan pembanding dan tikus saat adaptasi pada ketiga
perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Uji Duncan α = 5% dan 1%).
Konsumsi terhadap tikus pada masa adaptasi pasca perlakuan kadal (33.05 g)
lebih tinggi dibandingkan dengan gabungan tikus dan kadal saat perlakuan (26.49
g). Konsumsi tikus saat adaptasi pasca perlakuan ikan (27.61 g) lebih rendah
dibandingkan gabungan tikus dengan ikan (41.13 g). Konsumsi tikus pada masa
8
adaptasi pasca perlakuan jangkrik (20.33 g) lebih rendah dari gabungan tikus
dengan jangkrik (26.45 g).
Tabel 2 Rerata konsumsi (g/100 g bobot tubuh) celepuk reban terhadap umpan
saat perlakuan dan adaptasia
Perlakuan
Kadal
Tikus + umpan
pembanding (saat
perlakuan)
Tikus (saat adaptasi)
Pr > F
Umpan pembanding
Ikan
Jangkrik
26.49 bB
41.13 aA
26.45 aA
33.05 aA
27.61 bB
20.33 bB
0.0010
< 0.0001
0.0075
a
angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
pada taraf α = 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan.
Jumlah konsumsi
Konsumsi celepuk reban yang lebih rendah saat perlakuan tikus dengan
kadal disebabkan adanya efek racun yang dimiliki oleh kadal, sehingga nafsu
makannya menjadi berkurang. Berbeda dengan konsumsi celepuk reban saat
perlakuan tikus dengan ikan dan tikus dengan jangkrik. Kedua perlakuan tersebut
menunjukkan tidak adanya pengaruh racun dari ikan dan jangkrik, sehingga
konsumsi celepuk reban terhadap tikus saat perlakuan lebih tinggi.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
tikus + umpan
pembanding
tikus (masa
adaptasi)
tikus vs kadal
tikus vs ikan tikus vs jangkrik
Perlakuan
Gambar 5 Perbandingan konsumsi burung hantu pada saat perlakuan
dengan masa adaptasi
Hasil penelitian Rochman (1993) menunjukkan bahwa ikan dan jangkrik
termasuk ke dalam delapan penyedap asal hewan yang dapat meningkatkan
kemampuan makan tikus terhadap umpan di laboratorium. Berdasarkan penelitian
tersebut kemungkinan terjadi pada celepuk reban yang diuji. Konsumsi terhadap
tikus menjadi lebih tinggi karena adanya ikan atau jangkrik yang berperan sebagai
9
penyedap. Faktor lain yang mempengaruhi adalah aroma amis dari ikan, sehingga
konsumsi celepuk reban terhadap ikan lebih tinggi dibandingkan dengan umpan
selain tikus.
Tingginya tingkat preferensi tikus pada celepuk reban diharapkan dapat
mengendalikan tikus di alam (perkebunan kelapa sawit), khususnya tikus masa
pradewasa. Marks et al. (1999) dalam Lok et al. (2009) yang menyebutkan bahwa
O. lempiji menyukai tokek, serangga, dan tikus sebagai mangsa. Selain itu,
populasi yang masih banyak di alam salah satunya di Pulau Jawa. Menurut
Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999, keluarga dari burung hantu
celepuk (famili Strigidae) belum termasuk ke dalam jenis burung hantu yang
dilindungi oleh pemerintah. Oleh karena itu, penggunaan celepuk reban sebagai
musuh alami di lapang perlu diuji lebih lanjut tingkat keefektifannya seperti
halnya T. alba. Jika penggunaan di lapang efektif dan pengembangbiakannya
dapat dilakukan dengan baik, maka celepuk reban dapat digunakan sebagai
alternatif pengendalian hayati.
Perubahan Bobot Tubuh Celepuk Reban
Rerata perubahan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah
perlakuan (Tabel 3).
Tabel 3 Perubahan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
Perlakuan
Tikus dengan larva
kumbang
Tikus dengan kadal,
ikan, dan jangkrik
Rerata bobot tubuh (g) celepuk reban
Awal
Akhir
Perubahan
95.04
99.61
+4.57
90.54
109.46
+ 18.92
Data menunjukkan bahwa ada pertambahan bobot celepuk reban akibat
mengonsumsi umpan yang diberikan. Perlakuan tikus dan larva kumbang
menunjukkan perubahan yang lebih rendah (4.57 g), sedangkan pada perlakuan
tikus dengan kadal, tikus dengan ikan, dan tikus dengan jangkrik menunjukkan
perubahan yang lebih besar (18.92 g). Hal ini karena pada perubahan bobot yang
pertama hanya ada satu perlakuan saja, sedangkan yang kedua ada tiga perlakuan
berturut-turut. Pertambahan bobot tubuh pada celepuk reban terjadi saat
pemberian umpan tikus dengan ikan, karena konsumsi pada saat perlakuan tikus
dengan ikan adalah yang tertinggi. Perubahan terendah terjadi setelah perlakuan
tikus dengan kadal, karena pengaruh racun yang termakan oleh celepuk reban
mengakibatkan penurunan konsumsi terhadap tikus.
10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Celepuk reban (O. lempiji) yang diuji dengan beberapa pilihan umpan,
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Celepuk reban memiliki tingkat preferensi
yang tinggi terhadap tikus sebagai umpan. Konsumsi umpan selain tikus dapat
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konsumsi celepuk reban terhadap
tikus. Umpan selain tikus yang mengandung racun dapat menurunkan nafsu
makan celepuk reban terhadap tikus. Bobot tubuh celepuk reban mengalami
peningkatan dan berbanding lurus dengan banyaknya jumlah umpan yang
dikonsumsi.
Saran
Perlu pengujian lanjutan untuk mengetahui daya predasi celepuk reban di
lapang terhadap tikus. Pengujian ini untuk mengetahui keefektifan celepuk reban
sebagai musuh alami dari tikus agar dapat diaplikasikan di lapang.
11
DAFTAR PUSTAKA
Adidharma D. 2009. Kajian sosial ekonomi pengendalian hama tikus pohon,
Rattus tiomanicus Miller dengan burung hantu, Tyto alba, pada perkebunan
kelapa sawit. Di dalam: Strategi Perlindungan Tanaman menghadapi
Perubahan Iklim Global dan Sistem Perdagangan Bebas. Prosiding
Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; 2009 Agustus 5-6; Bogor. Bogor
(ID): PKPHT IPB. hlm: 439.
[BBKP-Surabaya] Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. 2012. Burung
Hantu (Tyto alba) Pengendali Tikus yang Ramah Lingkungan. [internet].
Surabaya (ID): BBKP-Surabaya. [diunduh 2012 Nov 20]. Tersedia pada:
file:///D:/jurnal%20Otus%20sp/baru/BBKP%20%20SURABAYA.htm.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi perkebunan besar menurut jenis
tanaman, Indonesia. [internet]. Jakarta (ID): BPS. [diunduh 2013 Jan 31].
Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daf
tar=1&id_subyek=54¬ab=2.
Del Hoyo J, A. Elliott & J. Sargatal. 1999. Handbook of the Birds of the World
Vol. 5 (Barn-owls to Hummingbirds). Lynx edicions, Barcelona.
Dickinson, EC, editor. 2003. The Howard & Moore Complete Checklist of the
Birds of the World. Ed ke-3. Christopher Helm, London.
Konig C, Weick F, Becking JH. 1999. Owls a Guide to the Owls of the World.
Hongkong (HK): Pica Press Sussex.
Lok AFSL, Lee TK, Lim KC. 2009. The biology of Otus lempiji Cnephaues
Deignan, the Sunda scops-owl in Singapore.Nature in Singapore. [internet].
[diunduh 2012 Okt 24]; 2:31-38. Tersedia pada: http://www.rmbr.nus.edu.sg
/nis/bulletin2009/2009nis31-38.pdf.
MacKinnon J, Phillips K, Ballen BV. 1992. Burung-burung di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam).
LIPI-Seri Panduan Lapangan. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI.
MacKinnon J, Phillips K, Ballen BV. 2010. Burung-Burung di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam).
Rahardjaningtrah W, Adikerana A, Martodihardjo P, Supardiono EK, Balen
BV, penerjemah. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI & Birdlife
International-Indonesia Programme. Terjemahan dari: The Birds of
Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan.
Priyambodo S. 2009. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
[RI] Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa
yang dilindungi. Jakarta (ID): RI. [internet]. [diunduh 2012 Jan 20].
lampiran. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/files/LAMPIRAN%20PE
RATURAN%20PEMERINTAH%20REPUBLIK%20INDONESIA%20NO
MOR%207%20TAHUN%201999.pdf.
Rochman. 1993. Pengaruh penyedap asal hewan terhadap daya tarik dan
kemampuan tikus makan umpan di Laboratorium. Risalah Hasil Penelitian
Tanaman Pangan. Bogor (ID): Balittan. [internet]. [diunduh 2012 Des 26];
3:47-51. Tersedia pada: http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/bptpi/lengk
12
ap/IPTANA/fullteks/Balittan/Bogor/1993/pros09.pdf.
Sipayung A, Thohari M. 1994. Penelitian pengembangbiakan burung hantu Tyto
alba dalam perkebunan kelapa sawit. Buletin PPKS. [internet]. [diunduh
2012 Nov 26]; vol: 2. Tersedia pada: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2
29497104.pdf.
Suhadi O. 2007. Mengembangbiakkan Burung Hantu. Surabaya (ID): JP Books.
13
LAMPIRAN
14
15
Lampiran 1 Bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
Bobot awal (g)
Bobot akhir (g)
No.
24
28
24
28
Mati
Keterangan
celepuk
September
September
Oktober Oktober
2012
2012
2012
2012
1
74.68*
24-09-12
71.89 g
2
92.81
112.80
dimatikan
3
106.30
127.70
dilepas
4
82.83
97.40
dimatikan
5
81.32
112.78
dilepas
6
89.61
106.75
dimatikan
7
79.87
99.24
dilepas
8
98.09
105.75
dimatikan
9
97.63
130.97
dilepas
10
96.67*
26-09-12
76.24 g
11
96.06*
26-09-12
83.18 g
12
91.13
101.12
dimatikan
13
83.99*
29-09-12
68.10 g
14
90.80*
1-10-12
69.42 g
15
90.12
99.87
dilepas
16
84.49*
29-10-12
76.74 g
17
88.03*
1-10-12
73.44 g
18
77.65
104.26
dilepas
19
77.24*
29-09-12
72.23 g
20
99.12
114.93
dilepas
Keterangan : *= otus mati
16
Lampiran 2 Konversi (g/100 g bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap
larva kumbang
No celepuk Rerata bobot
Konsumsi terhadap
Konsumsi terhadap tikus
reban
celepuk reban
larva kumbang
1
100.04
2.56
20.74
2
100.27
1.08
29.00
3
111.12
0.68
25.29
7
100.04
0.52
34.86
8
97.06
0.33
32.25
9
102.75
0.58
29.56
10
103.47
0.50
33.93
11
124.36
1.38
22.07
12
110.98
0.73
30.63
13
96.53
0.46
32.24
14
89.63
0.50
29.50
15
83.35
1.32
34.21
16
101.92
0.45
31.15
17
91.10
0.61
30.10
Rerata
100.90
0.84
29.68
Standar
10.13
0.59
4.29
Deviasi
1
No.
celepuk
reban
2
3
4
5
6
7
8
9
12
15
18
20
Rerata
Standar
Deviasi
Lampiran 3 Konversi (g/100 gr bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap kadal, ikan, dan jangkrik
Perlakuan kadal dengan tikus
Perlakuan ikan dengan tikus
Perlakuan jangkrik dengan tikus
Rerata
bobot
Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi
Konsumsi
Konsumsi Konsumsi
celepuk
terhadap
terhadap
saat
terhadap
terhadap
saat
terhadap
terhadap
saat
reban
kadal
tikus
adaptasi
ikan
tikus
adaptasi
jangkrik
tikus
adaptasi
102.80
3.95
19.14
27.64
8.41
38.71
36.58
3.25
30.19
13.75
117
2.21
18.82
27.17
6.98
33.54
24.84
9.21
17.28
12.45
90.11
5.56
22.43
39.70
9.45
33.72
36.34
2.01
32.06
25.21
97.05
1.92
21.11
38.38
8.15
37.80
36.25
3.90
25.52
26.78
98.18
9.29
22.02
36.45
20.29
23.11
21.53
9.04
18.67
27.55
89.55
2.70
27.38
36.77
12.35
39.64
33.51
3.91
24.56
23.99
101.92
1.60
24.53
36.83
6.97
29.88
20.06
8.25
13.85
17.59
114.30
4.47
17.69
31.78
5.92
32.72
28.39
5.41
15.14
17.07
96.12
0.71
24.66
27.21
6.68
20.54
24.32
3.58
24.57
24.19
94.99
0.85
32.46
31.32
9.72
23.50
21.26
9.09
10.84
20.34
90.95
1.16
28.09
29.61
9.56
36.35
22.11
5.45
18.06
22.40
107.02
1.34
23.85
33.70
13.11
26.58
26.16
11.74
11.83
12.67
99.99
2.98
23.52
33.05
9.80
31.34
27.74
6.24
20.21
21.03
9.02
2.50
4.29
4.54
3.97
6.56
6.70
3.09
7.04
5.18
17
118
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Oktober 1991. Penulis
merupakan putri pertama dari lima bersaudara, pasangan Bapak Asep Warsudin
dan Ibu Ai Sopyanti. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 1 Cisaat dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama kuliah penulis mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) Kabinet Generasi
Pembaharu sebagai Sekretaris Departemen Sosial dan Lingkungan (2010-2011),
anggota Organic farming Club Himasita (2010-2012), anggota Capung Club
Himasita (2010-2011). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa bidang penelitian (PKM-P) pada tahun 2011 dan 2012. Asisten
Praktikum matakuliah Vertebrata Hama tahun (2011-2012). Selain itu, penulis
juga pernah magang di Laboratorium Vertebrata Hama Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2011.
(Otus lempiji Horsfield) TERHADAP UMPAN
ROYHANI LAILY ASWARI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi Burung
Hantu Celepuk Reban (Otus lempiji Horsfield) terhadap Umpan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Royhani Laily Aswari
NIM A34090019
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
ROYHANI LAILY ASWARI. Preferensi Burung Hantu Celepuk Reban
(Otus lempiji Horsfield) terhadap Umpan. Dibimbing oleh SWASTIKO
PRIYAMBODO.
Salah satu komoditas perkebunan yang penting adalah kelapa sawit.
Beberapa kendala yang dihadapi petani kelapa sawit, salah satunya adalah tikus
pohon (Rattus tiomanicus Miller). Tikus memiliki kemampuan reproduksi yang
tinggi dan dapat merusak hasil panen kelapa sawit. Pengendalian yang efektif dan
ramah lingkungan sangat dibutuhkan, salah satunya dengan penggunaan musuh
alami (burung hantu). Celepuk reban (Otus lempiji Horsfield) diuji dengan
beberapa jenis umpan yang berbeda untuk melihat tingkat preferensinya terhadap
umpan. Metode yang digunakan adalah bi-choice test. Pada pengujian ini terdapat
empat perlakuan, yaitu pemberian tikus dengan larva kumbang, tikus dengan
kadal, tikus dengan ikan, dan tikus dengan jangkrik. Sebelum dan sesudah
perlakuan, umpan ditimbang untuk mengetahui jumlah umpan yang dikonsumsi.
Data menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan antara tikus dengan umpan
lain. Konsumsi celepuk reban terhadap tikus lebih tinggi daripada larva kumbang,
kadal, ikan, dan jangkrik.
Kata kunci: celepuk reban, kelapa sawit, preferensi umpan, tikus pohon.
ABSTRACT
ROYHANI LAILY ASWARI. The Preference of Sunda Scops-Owl (Otus
lempiji Horsfield) to Bait. Adviced by SWASTIKO PRIYAMBODO.
One of the essential plantation commodities is oil palm. There are some
constrains faced by oil palm growers, one of them is tree rat (Rattus tiomanicus
Miller). The rat has a high reproduction capability and can damage crops of oil
palm. An effective and environmentally friendly control, using natural enemies,
especially owl is needed to solve this problem. The sunda scops-owl (Otus lempiji
Horsfield) was tested with several different types of bait to see the level of
preference of bait. The method used is a bi-choice test. In this test, there are four
treatments, i.e. rat with larvae of beetle, rat with lizard, rat with fish, and rat with
cricket. Before and after treatment, the bait was weighed to determine the amount
of feed consumed. The data show a significant difference in results between rat
with different baits. The sunda scops-owl consumption in rat is higher than larvae
of beetle, lizard, fish, and cricket.
Keywords: sunda scops-owl, oil palm, bait preference, tree rat.
PREFERENSI BURUNG HANTU CELEPUK REBAN
(Otus lempiji Horsfield) TERHADAP UMPAN
ROYHANI LAILY ASWARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
:
Nama Mahasiswa :
NIM
:
Preferensi Burung Hantu Celepuk Reban (Otus lempiji
Horsfield) terhadap Umpan
Royhani Laily Aswari
A34090019
Disetujui oleh
Dr Ir Swastiko Priyambodo, M.Si
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Pengujian Preferensi Burung Hantu Celepuk Reban (Otus
lempiji Horsfield) terhadap Umpan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor dari bulan September 2012 hingga November 2012.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya doa dan dukungan orangorang terdekat. Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih
kepada Ayahanda, Ibunda, dan adik-adik tercinta atas segala doa, kasih sayang,
dan dukungan yang tidak pernah terputus. Terimakasih juga penulis sampaikan
kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, M.Si selaku pembimbing skripsi yang selalu
memberikan saran, semangat dan dorongan kepada penulis. Dr Supramana selaku
pembimbing akademik yang selalu memberikan kritik yang membangun.
Mohammad Irham, M.Sc Kepala Laboratorium Ornithologi, Bidang Zoologi
Puslit Biologi-LIPI yang telah membantu dalam mengidentifikasi burung hantu
celepuk reban. Kepada teman-teman seperjuangan Ardiana, Lisa dan Tia, Bapak
Ahmad Soban laboran Vertebrata Hama IPB, dan beberapa teman lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu terimakasih telah membantu selama proses
pengambilan data.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Royhani Laily Aswari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Peubah yang Diamati
Konversi Umpan
Analisis Data
Identifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi Burung Hantu
Pengujian Preferensi Umpan dari Celepuk Reban
Perubahan Bobot Tubuh Celepuk Reban
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
ii
ii
1
1
2
2
3
3
3
4
4
5
5
5
6
6
6
9
10
10
10
11
13
DAFTAR TABEL
1 Rerata konsumsi celepuk reban terhadap tikus dan umpan
pembanding
2 Rerata konsumsi celepuk reban terhadap umpan saat
perlakuan dan adaptasi
3 Perubahan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
7
8
9
DAFTAR GAMBAR
1 Jenis umpan. A. Air, jangkrik, Tikus putih, B. Larva kumbang,
C. Kadal, D. Ikan nila
2 Kandang pemeliharaan (A dan B) dan kandang pengujian burung (C)
3 Timbangan elektronik (electronic top-loading for animal)
4 Celepuk reban (O. lempiji)
5 Perbandingan konsumsi burung hantu pada saat perlakuan dengan
adaptasi
3
3
4
6
8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
2 Konversi (g/100 g bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap
larva kumbang
3 Konversi (g/100 gr bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap
kadal, ikan, dan jangkrik
15
16
17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat
berlimpah. Kekayaan alam tersebut meliputi sektor perairan, pertanian, dan
perkebunan. Saat ini, sektor pertanian sedikit menurun karena banyaknya
peralihan fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian. Sementara itu sektor
perkebunan masih berkembang, salah satu diantaranya adalah perkebunan kelapa
sawit. Produksi kelapa sawit menjadi bahan baku pembuatan CPO (crude palm
oil) yang sangat dibutuhkan dalam perdagangan internasional. Hasil produksi
kelapa sawit Indonesia telah diakui kualitasnya oleh beberapa negara di dunia.
Hingga tahun 2012 Indonesia mampu menjadi pemasok CPO terbesar yaitu
sekitar 14 juta ton (BPS 2012).
Rendahnya produksi kelapa sawit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu adanya hama tikus (Rattus tiomanicus Miller) di perkebunan. Pada
tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan, tikus memakan buah sawit yang
masih muda maupun yang sudah tua. Pada buah yang masih muda, keseluruhan
bagian (inti dan daging buah) dapat dimakan oleh tikus (Priyambodo 2009).
Seekor tikus dewasa mampu mengonsumsi buah kelapa sawit antara 5.94 g
sampai 13.7 g per hari (Sipayung dan Thohari 1994). Berdasarkan data tersebut,
total kehilangan produksi CPO per tahun dapat mencapai 10% dari total produksi
(Adidharma 2009).
Sangat diperlukan teknologi tepat guna untuk mengendalikan tikus di
perkebunan sawit. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan
tikus, antara lain cara sanitasi, kultur teknis, fisik, mekanik, biologi, dan kimiawi.
Pada kenyataannya manusia lebih menyukai metode kimiawi untuk mematikan
tikus, karena racun yang diberikan kepada tikus menunjukkan daya bunuh yang
efektif dengan memberikan kematian tikus yang nyata (Priyambodo 2009).
Penggunaan rodentisida merupakan pengendalian yang tidak ramah lingkungan.
Salah satu pengendalian yang saat ini dikembangkan adalah dengan penggunaan
musuh alami berupa predator tikus yaitu burung hantu. Burung hantu yang
digunakan adalah burung hantu putih (Tyto alba).
Penggunaan burung hantu sebagai musuh alami tikus sangat disarankan
untuk pengendalian tikus di perkebunan. BBKP-Surabaya (2012) menyebutkan
bahwa harga burung hantu putih yang dibudidayakan relatif mahal sekitar Rp 300400 ribu per ekor. Kenyataan di lapangan, tidak semua petani memiliki modal
yang cukup untuk menerapkan cara ini. Dengan demikian, diperlukan alternatif
musuh alami lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan tikus. Burung hantu
lain yang berbeda keluarga dengan T. alba salah satunya adalah celepuk reban
(Otus lempiji) yaitu dari famili Strigidae.
Secara ekonomi, celepuk reban lebih murah daripada T. alba yaitu sekitar
Rp 50 000 per ekor. Hal ini karena ukuran tubuhnya yang lebih kecil dan
kemampuan makan tikus yang lebih sedikit dari T. alba. Selain itu, daya predasi
celepuk reban di alam belum diketahui keefektifannya. Celepuk reban digunakan
karena kelimpahan populasinya di alam yang tinggi (Konig et al.1999). Burung
hantu ini termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum
Vertebrata, kelas Aves, ordo Strigiformes, famili Strigidae, genus Otus dan
2
spesies O. lempiji (Suhadi 2007). O. lempiji atau yang biasa disebut celepuk reban
adalah sejenis burung hantu kecil yang dikenal dengan nama-nama lain seperti
celepuk (Indonesia), bueuk (Sunda.), manuk kuwek (Jawa) dan lain-lain. Dalam
bahasa Inggris disebut Sunda Scops-Owl atau Collared Scops-Owl. Celepuk reban
bertubuh kecil, panjang tubuh total sekitar 200-230 mm (Konig et al. 1999).
Celepuk umumnya didapati di wilayah berpohon, sampai dengan ketinggian
1 600 m dpl, di tepi hutan, perkebunan, pekarangan, hingga taman-taman di kota
besar. Celepuk reban menyebar luas di Asia Tenggara, Filipina, Kalimantan,
Sumatera, Bangka, Belitung, Jawa, dan Bali (MacKinnon et al. 2010). Di Jawa
Barat, celepuk reban bereproduksi antara Februari sampai April, terkadang bulan
Juni atau Juli. Celepuk reban menghasilkan 2-3 butir per peneluran. Telur
berwarna putih, hampir bulat, diletakkan dalam sarangnya di lubang pohon, di
sela pelepah kelapa, atau di rumpun bambu (Konig et al. 1999). Penelitian
mengenai celepuk reban belum banyak dilaporkan, sehingga penelitian mengenai
preferensi umpan perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat preferensi celepuk reban (O.
lempiji) terhadap beberapa jenis umpan dibandingkan dengan tingkat
konsumsinya terhadap tikus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang pertanian,
khususnya untuk mengetahui lebih jauh tingkat konsumsi celepuk reban (O.
lempiji) yang merupakan alternatif musuh alami dalam mengendalikan hama tikus
di perkebunan kelapa sawit.
3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen
Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi
spesies burung hantu dilaksanakan di Laboratorium Ornithologi (Zoologi)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Penelitian ini dilaksanakan
dari bulan September sampai November 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah celepuk reban, tikus putih,
larva kumbang, kadal, ikan (nila dan mas), jangkrik, gabah, dan kloroform.
(Gambar 1).
A
A
B
C
D
Gambar 1 Jenis umpan. A. Air, jangkrik, tikus putih, B. Larva kumbang
C. Kadal, D. Ikan nila
Alat yang digunakan adalah kandang pemeliharaan tikus, kandang celepuk
reban, wadah umpan, gelas, sendok, pinset, timbangan, dan besi dengan ujung
pengait. Kandang pemeliharaan tikus dan kandang burung untuk pengujian terbuat
dari alumunium berukuran 50 cm x 34.5 cm x 33 cm (p x l x t) (Gambar 3).
A
B
C
Gambar 2 Kandang pemeliharaan (A dan B) dan kandang pengujian burung (C)
4
Alat yang digunakan untuk menghitung bobot burung dan umpan dalam
pengujian adalah timbangan elektronik (electronic top-loading for animal)
(Gambar 3). Timbangan digunakan untuk mendapatkan bobot burung sebelum
dan sesudah pengujian serta untuk menghitung jumlah umpan sebelum dan
sesudah konsumsi hewan uji.
Gambar 3 Timbangan elektronik (electronic top-loading for animal)
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengujian preferensi umpan pada
celepuk reban dengan dua pilihan (bi-choice test) yaitu pengujian umpan tikus
dengan larva kumbang, tikus dengan kadal, tikus dengan ikan, dan tikus dengan
jangkrik. Umpan tersebut diberikan dengan jumlah berlimpah (ad libitum). Tikus
yang digunakan adalah tikus putih (R. norvegicus) sebagai pengganti dari tikus
pohon (R. tiomanicus). Tikus putih yang digunakan adalah tikus pradewasa yang
memiliki bobot tubuh 25-50 g. Penggunaan larva kumbang dan jangkrik
didasarkan pada pernyataan Konig et al. (1999) yang menyebutkan bahwa O.
lempiji biasa memangsa serangga seperti kumbang, kecoa, belalang, jangkrik, dan
juga burung kecil. Penggunaan kadal sebagai salah satu umpan dalam pengujian
ini mengacu pada penelitian Marks et al. dalam Lok et al. (2009) yang
menyebutkan bahwa di alam O. lempiji memangsa tokek dan tikus. Ketersediaan
tokek di alam sudah sangat sedikit, sehingga umpan yang digunakan dalam
pengujian diganti dengan kadal. Penggunaan ikan dalam pengujian berdasarkan
pada ekosistem air yang ada di perkebunan kelapa sawit. Perbedaan jenis ikan ini
diakibatkan ketersediaan ikan nila di pasar yang lebih sedikit, sehingga
penggunaan ikan mas sebagai pengganti dianggap sama dengan ikan nila.
Masing-masing perlakuan diberikan selama tujuh hari berturut-turut. Selang
setiap perlakuan, celepuk reban melewati masa adaptasi selama tiga hari. Pada
masa adaptasi, celepuk reban hanya diberi pakan berupa tikus sebagai standar
pakan bagi burung hantu. Pada pengujian ini digunakan celepuk reban yang
berbeda antara perlakuan pertama dengan tiga perlakuan berikutnya. Desain
percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan pertama
menggunakan 14 ekor (14 ulangan) sedangkan pada tiga perlakuan berikutnya
digunakan celepuk reban sebanyak 12 ekor (12 ulangan).
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada pengujian ini adalah konsumsi celepuk reban
terhadap umpan yang diberikan saat perlakuan, konsumsi celepuk reban terhadap
tikus pada masa adaptasi, dan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah
pengujian.
5
Konversi Umpan
Semua data yang diperoleh dari pengujian kemudian dikonversi ke 100 g
bobot tubuh celepuk reban dengan rumus sebagai berikut:
Konversi umpan = rerata umpan yang dikonsumsi (g) x 100
rerata bobot burung hantu (g)
Analisis Data
Data hasil pengujian diolah dengan menggunakan program Statistical
Analysis System (SAS) for Windows version 9.0. Uji lanjut menggunakan uji
selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata α=5% dan
1%.
Identifikasi
Proses identifikasi burung hantu sampai tingkat spesies dilaksanakan setelah
semua pengujian selesai dilakukan dan burung dalam keadaan mati. Burung hantu
yang diidentifikasi sebanyak empat ekor yang terlihat berbeda secara morfologi
seperti warna bulu dan panjang tubuh. Identifikasi dibantu dengan menggunakan
pustaka Dickinson 2003, Del Hoyo et al. 1999, Konig et al. 1999, dan MacKinnon
et al. 1992.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi Burung Hantu
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa burung hantu tersebut termasuk
dalam spesies O. lempiji dalam bahasa Indonesia adalah celepuk reban. Celepuk
reban berukuran kecil sekitar 20 cm, berwarna kecoklatan sampai abu-abu
(Gambar 4). Suara celepuk reban yaitu, wuuup dengan nada yang meninggi.
Berkas telinga panjang dan jelas, memiliki kerah di belakang leher berwarna pucat.
Tubuh bagian bawah lebih terang (coklat atau abu-abu muda), terdapat bercakbercak gelap berbentuk mata panah atau jajar genjang. Menurut Konig et al.
(1999) celepuk reban merupakan burung hantu yang memiliki bulu yang sangat
bervariasi dan mungkin juga bervariasi secara individual dalam populasi.
Gambar 4 Celepuk reban (O. lempiji)
Pengujian Preferensi Umpan dari Celepuk Reban
Rerata konsumsi celepuk reban terhadap tikus dan umpan pembanding dapat
dilihat pada Tabel 1. Terdapat empat perlakuan dengan pemberian umpan berbeda.
Pada perlakuan pertama celepuk reban diberi umpan tikus dengan larva kumbang.
Kemampuan makan celepuk reban terhadap tikus (29.68 g) lebih besar dan
berbeda nyata dibandingkan konsumsinya terhadap larva kumbang (0.84 g) (Uji
Duncan α = 5% dan 1%). Hal ini karena celepuk reban adalah jenis burung
pemakan daging yang biasa hidup di lubang-lubang pohon, sedangkan larva
kumbang berukuran kecil dan umumnya hidup di tanah, walaupun terkadang
muncul ke permukaan. Selain itu, celepuk reban lebih menggunakan penglihatan
yang tajam dalam menangkap mangsa. Larva kumbang yang berukuran lebih kecil
daripada tikus sehingga celepuk reban lebih tertarik untuk mengonsumsi tikus
daripada larva kumbang.
Awalnya celepuk reban yang digunakan berjumlah 20 ekor, namun pada
awal perlakuan uji tikus dengan kadal terdapat delapan ekor celepuk reban yang
mati. Dengan demikian, hanya digunakan 12 ekor burung hantu pada perlakuan
kedua, ketiga, dan keempat. Perlakuan kedua yaitu pemberian umpan tikus dengan
kadal. Data menunjukkan bahwa rerata konsumsi celepuk reban terhadap tikus
(23.51 g) lebih besar dan berbeda sangat nyata dibandingkan konsumsinya
terhadap kadal (2.98 g).
Saat perlakuan ini terdapat celepuk reban yang mengalami kematian,
kemungkinan memakan racun yang dimiliki kadal. Racun kadal menyebabkan
konsumsi celepuk reban terhadap umpan menjadi sedikit. Konsumsi celepuk
7
reban yang mati terhadap kadal relatif sedikit (1.40 g) dan berbeda nyata
dibandingkan dengan konsumsinya terhadap tikus (16.75 g) (Uji Duncan α = 5%
dan 1%). Celepuk reban yang bertahan hidup telah mengonsumsi kadal lebih
besar (2.98 g) namun tidak mengalami kematian. Hal ini karena kemampuan
adaptasi dan daya netralisir racun celepuk reban yang berbeda. Celepuk reban
yang mati tidak dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi baru di dalam
kurungan di laboratorium. Celepuk reban lain yang bertahan hidup memiliki
kemampuan adaptasi yang baik dan dapat menetralisir racun dengan baik.
Tabel 1 Rerata konsumsi (g/100 g bobot tubuh) celepuk reban terhadap tikus
dan umpan pembandinga
Konsumsi
Larva
terhadap
Kadal
Ikan
Jangkrik
kumbang
umpan
Umpan
0.84 bB
2.98 bB
9.80 bB
6.24 bB
pembanding
Tikus
29.68 aA
23.51 aA
31.34 aA
20.21 aA
Pr > F
< 0.0001
< 0.0001
< 0.0001
< 0.0001
a
angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
pada taraf α = 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan.
Perlakuan ketiga yaitu pemberian tikus dengan ikan sebagai umpan celepuk
reban. Analisis data menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi celepuk reban
terhadap tikus (31.34 g) lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan konsumsinya
terhadap ikan (9.80 g) (Uji Duncan α = 5% dan 1%). Berdasarkan Konig et al.
(1999) celepuk reban biasa berada di hutan, perkebunan, dan bahkan biasa hidup
di kota-kota besar yang berpohon. Beberapa tempat tersebut memiliki ekosistem
air seperti sungai, danau, kolam, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, di alam
celepuk reban mengenali ikan sebagai mangsa. Burung hantu juga dapat
menangkap ikan yang ada di permukaan air. Hal ini didukung oleh indera
penglihatan celepuk reban yang dapat melihat mangsa dari jarak yang jauh dan
cengkraman yang kuat pada kedua kaki.
Analisis data untuk perlakuan keempat menunjukkan bahwa konsumsi
celepuk reban terhadap tikus berbeda nyata dengan jangkrik (Uji Duncan α = 5%
dan 1%). Celepuk reban mengonsumsi tikus (20.21 g) dalam jumlah yang banyak
dibandingkan konsumsinya terhadap jangkrik (6.24 g). Di alam, jangkrik
merupakan serangga yang termasuk ke dalam jenis pakan yang dimangsa celepuk
reban (Konig et al. 1999).
Secara umum keempat perlakuan bi-choice test yang diberikan kepada
celepuk reban menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Rata-rata konsumsi pada
saat perlakuan dan adaptasi (Tabel 2 dan Gambar 5). Data perbandingan konsumsi
terhadap tikus dengan umpan pembanding dan tikus saat adaptasi pada ketiga
perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Uji Duncan α = 5% dan 1%).
Konsumsi terhadap tikus pada masa adaptasi pasca perlakuan kadal (33.05 g)
lebih tinggi dibandingkan dengan gabungan tikus dan kadal saat perlakuan (26.49
g). Konsumsi tikus saat adaptasi pasca perlakuan ikan (27.61 g) lebih rendah
dibandingkan gabungan tikus dengan ikan (41.13 g). Konsumsi tikus pada masa
8
adaptasi pasca perlakuan jangkrik (20.33 g) lebih rendah dari gabungan tikus
dengan jangkrik (26.45 g).
Tabel 2 Rerata konsumsi (g/100 g bobot tubuh) celepuk reban terhadap umpan
saat perlakuan dan adaptasia
Perlakuan
Kadal
Tikus + umpan
pembanding (saat
perlakuan)
Tikus (saat adaptasi)
Pr > F
Umpan pembanding
Ikan
Jangkrik
26.49 bB
41.13 aA
26.45 aA
33.05 aA
27.61 bB
20.33 bB
0.0010
< 0.0001
0.0075
a
angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
pada taraf α = 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda Duncan.
Jumlah konsumsi
Konsumsi celepuk reban yang lebih rendah saat perlakuan tikus dengan
kadal disebabkan adanya efek racun yang dimiliki oleh kadal, sehingga nafsu
makannya menjadi berkurang. Berbeda dengan konsumsi celepuk reban saat
perlakuan tikus dengan ikan dan tikus dengan jangkrik. Kedua perlakuan tersebut
menunjukkan tidak adanya pengaruh racun dari ikan dan jangkrik, sehingga
konsumsi celepuk reban terhadap tikus saat perlakuan lebih tinggi.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
tikus + umpan
pembanding
tikus (masa
adaptasi)
tikus vs kadal
tikus vs ikan tikus vs jangkrik
Perlakuan
Gambar 5 Perbandingan konsumsi burung hantu pada saat perlakuan
dengan masa adaptasi
Hasil penelitian Rochman (1993) menunjukkan bahwa ikan dan jangkrik
termasuk ke dalam delapan penyedap asal hewan yang dapat meningkatkan
kemampuan makan tikus terhadap umpan di laboratorium. Berdasarkan penelitian
tersebut kemungkinan terjadi pada celepuk reban yang diuji. Konsumsi terhadap
tikus menjadi lebih tinggi karena adanya ikan atau jangkrik yang berperan sebagai
9
penyedap. Faktor lain yang mempengaruhi adalah aroma amis dari ikan, sehingga
konsumsi celepuk reban terhadap ikan lebih tinggi dibandingkan dengan umpan
selain tikus.
Tingginya tingkat preferensi tikus pada celepuk reban diharapkan dapat
mengendalikan tikus di alam (perkebunan kelapa sawit), khususnya tikus masa
pradewasa. Marks et al. (1999) dalam Lok et al. (2009) yang menyebutkan bahwa
O. lempiji menyukai tokek, serangga, dan tikus sebagai mangsa. Selain itu,
populasi yang masih banyak di alam salah satunya di Pulau Jawa. Menurut
Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999, keluarga dari burung hantu
celepuk (famili Strigidae) belum termasuk ke dalam jenis burung hantu yang
dilindungi oleh pemerintah. Oleh karena itu, penggunaan celepuk reban sebagai
musuh alami di lapang perlu diuji lebih lanjut tingkat keefektifannya seperti
halnya T. alba. Jika penggunaan di lapang efektif dan pengembangbiakannya
dapat dilakukan dengan baik, maka celepuk reban dapat digunakan sebagai
alternatif pengendalian hayati.
Perubahan Bobot Tubuh Celepuk Reban
Rerata perubahan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah
perlakuan (Tabel 3).
Tabel 3 Perubahan bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
Perlakuan
Tikus dengan larva
kumbang
Tikus dengan kadal,
ikan, dan jangkrik
Rerata bobot tubuh (g) celepuk reban
Awal
Akhir
Perubahan
95.04
99.61
+4.57
90.54
109.46
+ 18.92
Data menunjukkan bahwa ada pertambahan bobot celepuk reban akibat
mengonsumsi umpan yang diberikan. Perlakuan tikus dan larva kumbang
menunjukkan perubahan yang lebih rendah (4.57 g), sedangkan pada perlakuan
tikus dengan kadal, tikus dengan ikan, dan tikus dengan jangkrik menunjukkan
perubahan yang lebih besar (18.92 g). Hal ini karena pada perubahan bobot yang
pertama hanya ada satu perlakuan saja, sedangkan yang kedua ada tiga perlakuan
berturut-turut. Pertambahan bobot tubuh pada celepuk reban terjadi saat
pemberian umpan tikus dengan ikan, karena konsumsi pada saat perlakuan tikus
dengan ikan adalah yang tertinggi. Perubahan terendah terjadi setelah perlakuan
tikus dengan kadal, karena pengaruh racun yang termakan oleh celepuk reban
mengakibatkan penurunan konsumsi terhadap tikus.
10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Celepuk reban (O. lempiji) yang diuji dengan beberapa pilihan umpan,
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Celepuk reban memiliki tingkat preferensi
yang tinggi terhadap tikus sebagai umpan. Konsumsi umpan selain tikus dapat
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konsumsi celepuk reban terhadap
tikus. Umpan selain tikus yang mengandung racun dapat menurunkan nafsu
makan celepuk reban terhadap tikus. Bobot tubuh celepuk reban mengalami
peningkatan dan berbanding lurus dengan banyaknya jumlah umpan yang
dikonsumsi.
Saran
Perlu pengujian lanjutan untuk mengetahui daya predasi celepuk reban di
lapang terhadap tikus. Pengujian ini untuk mengetahui keefektifan celepuk reban
sebagai musuh alami dari tikus agar dapat diaplikasikan di lapang.
11
DAFTAR PUSTAKA
Adidharma D. 2009. Kajian sosial ekonomi pengendalian hama tikus pohon,
Rattus tiomanicus Miller dengan burung hantu, Tyto alba, pada perkebunan
kelapa sawit. Di dalam: Strategi Perlindungan Tanaman menghadapi
Perubahan Iklim Global dan Sistem Perdagangan Bebas. Prosiding
Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; 2009 Agustus 5-6; Bogor. Bogor
(ID): PKPHT IPB. hlm: 439.
[BBKP-Surabaya] Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. 2012. Burung
Hantu (Tyto alba) Pengendali Tikus yang Ramah Lingkungan. [internet].
Surabaya (ID): BBKP-Surabaya. [diunduh 2012 Nov 20]. Tersedia pada:
file:///D:/jurnal%20Otus%20sp/baru/BBKP%20%20SURABAYA.htm.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi perkebunan besar menurut jenis
tanaman, Indonesia. [internet]. Jakarta (ID): BPS. [diunduh 2013 Jan 31].
Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daf
tar=1&id_subyek=54¬ab=2.
Del Hoyo J, A. Elliott & J. Sargatal. 1999. Handbook of the Birds of the World
Vol. 5 (Barn-owls to Hummingbirds). Lynx edicions, Barcelona.
Dickinson, EC, editor. 2003. The Howard & Moore Complete Checklist of the
Birds of the World. Ed ke-3. Christopher Helm, London.
Konig C, Weick F, Becking JH. 1999. Owls a Guide to the Owls of the World.
Hongkong (HK): Pica Press Sussex.
Lok AFSL, Lee TK, Lim KC. 2009. The biology of Otus lempiji Cnephaues
Deignan, the Sunda scops-owl in Singapore.Nature in Singapore. [internet].
[diunduh 2012 Okt 24]; 2:31-38. Tersedia pada: http://www.rmbr.nus.edu.sg
/nis/bulletin2009/2009nis31-38.pdf.
MacKinnon J, Phillips K, Ballen BV. 1992. Burung-burung di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam).
LIPI-Seri Panduan Lapangan. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI.
MacKinnon J, Phillips K, Ballen BV. 2010. Burung-Burung di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam).
Rahardjaningtrah W, Adikerana A, Martodihardjo P, Supardiono EK, Balen
BV, penerjemah. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI & Birdlife
International-Indonesia Programme. Terjemahan dari: The Birds of
Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan.
Priyambodo S. 2009. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
[RI] Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa
yang dilindungi. Jakarta (ID): RI. [internet]. [diunduh 2012 Jan 20].
lampiran. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/files/LAMPIRAN%20PE
RATURAN%20PEMERINTAH%20REPUBLIK%20INDONESIA%20NO
MOR%207%20TAHUN%201999.pdf.
Rochman. 1993. Pengaruh penyedap asal hewan terhadap daya tarik dan
kemampuan tikus makan umpan di Laboratorium. Risalah Hasil Penelitian
Tanaman Pangan. Bogor (ID): Balittan. [internet]. [diunduh 2012 Des 26];
3:47-51. Tersedia pada: http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/bptpi/lengk
12
ap/IPTANA/fullteks/Balittan/Bogor/1993/pros09.pdf.
Sipayung A, Thohari M. 1994. Penelitian pengembangbiakan burung hantu Tyto
alba dalam perkebunan kelapa sawit. Buletin PPKS. [internet]. [diunduh
2012 Nov 26]; vol: 2. Tersedia pada: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2
29497104.pdf.
Suhadi O. 2007. Mengembangbiakkan Burung Hantu. Surabaya (ID): JP Books.
13
LAMPIRAN
14
15
Lampiran 1 Bobot tubuh celepuk reban sebelum dan sesudah pengujian
Bobot awal (g)
Bobot akhir (g)
No.
24
28
24
28
Mati
Keterangan
celepuk
September
September
Oktober Oktober
2012
2012
2012
2012
1
74.68*
24-09-12
71.89 g
2
92.81
112.80
dimatikan
3
106.30
127.70
dilepas
4
82.83
97.40
dimatikan
5
81.32
112.78
dilepas
6
89.61
106.75
dimatikan
7
79.87
99.24
dilepas
8
98.09
105.75
dimatikan
9
97.63
130.97
dilepas
10
96.67*
26-09-12
76.24 g
11
96.06*
26-09-12
83.18 g
12
91.13
101.12
dimatikan
13
83.99*
29-09-12
68.10 g
14
90.80*
1-10-12
69.42 g
15
90.12
99.87
dilepas
16
84.49*
29-10-12
76.74 g
17
88.03*
1-10-12
73.44 g
18
77.65
104.26
dilepas
19
77.24*
29-09-12
72.23 g
20
99.12
114.93
dilepas
Keterangan : *= otus mati
16
Lampiran 2 Konversi (g/100 g bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap
larva kumbang
No celepuk Rerata bobot
Konsumsi terhadap
Konsumsi terhadap tikus
reban
celepuk reban
larva kumbang
1
100.04
2.56
20.74
2
100.27
1.08
29.00
3
111.12
0.68
25.29
7
100.04
0.52
34.86
8
97.06
0.33
32.25
9
102.75
0.58
29.56
10
103.47
0.50
33.93
11
124.36
1.38
22.07
12
110.98
0.73
30.63
13
96.53
0.46
32.24
14
89.63
0.50
29.50
15
83.35
1.32
34.21
16
101.92
0.45
31.15
17
91.10
0.61
30.10
Rerata
100.90
0.84
29.68
Standar
10.13
0.59
4.29
Deviasi
1
No.
celepuk
reban
2
3
4
5
6
7
8
9
12
15
18
20
Rerata
Standar
Deviasi
Lampiran 3 Konversi (g/100 gr bobot tubuh) konsumsi celepuk reban terhadap kadal, ikan, dan jangkrik
Perlakuan kadal dengan tikus
Perlakuan ikan dengan tikus
Perlakuan jangkrik dengan tikus
Rerata
bobot
Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi
Konsumsi
Konsumsi Konsumsi
celepuk
terhadap
terhadap
saat
terhadap
terhadap
saat
terhadap
terhadap
saat
reban
kadal
tikus
adaptasi
ikan
tikus
adaptasi
jangkrik
tikus
adaptasi
102.80
3.95
19.14
27.64
8.41
38.71
36.58
3.25
30.19
13.75
117
2.21
18.82
27.17
6.98
33.54
24.84
9.21
17.28
12.45
90.11
5.56
22.43
39.70
9.45
33.72
36.34
2.01
32.06
25.21
97.05
1.92
21.11
38.38
8.15
37.80
36.25
3.90
25.52
26.78
98.18
9.29
22.02
36.45
20.29
23.11
21.53
9.04
18.67
27.55
89.55
2.70
27.38
36.77
12.35
39.64
33.51
3.91
24.56
23.99
101.92
1.60
24.53
36.83
6.97
29.88
20.06
8.25
13.85
17.59
114.30
4.47
17.69
31.78
5.92
32.72
28.39
5.41
15.14
17.07
96.12
0.71
24.66
27.21
6.68
20.54
24.32
3.58
24.57
24.19
94.99
0.85
32.46
31.32
9.72
23.50
21.26
9.09
10.84
20.34
90.95
1.16
28.09
29.61
9.56
36.35
22.11
5.45
18.06
22.40
107.02
1.34
23.85
33.70
13.11
26.58
26.16
11.74
11.83
12.67
99.99
2.98
23.52
33.05
9.80
31.34
27.74
6.24
20.21
21.03
9.02
2.50
4.29
4.54
3.97
6.56
6.70
3.09
7.04
5.18
17
118
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Oktober 1991. Penulis
merupakan putri pertama dari lima bersaudara, pasangan Bapak Asep Warsudin
dan Ibu Ai Sopyanti. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 1 Cisaat dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama kuliah penulis mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) Kabinet Generasi
Pembaharu sebagai Sekretaris Departemen Sosial dan Lingkungan (2010-2011),
anggota Organic farming Club Himasita (2010-2012), anggota Capung Club
Himasita (2010-2011). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa bidang penelitian (PKM-P) pada tahun 2011 dan 2012. Asisten
Praktikum matakuliah Vertebrata Hama tahun (2011-2012). Selain itu, penulis
juga pernah magang di Laboratorium Vertebrata Hama Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2011.