Karakteristik fisik daging sapi dara brahman cross dengan pemberian jenis konsentrat yang berbeda

(1)

1

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI DARA BRAHMAN

CROSS DENGAN PEMBERIAN JENIS KONSENTRAT

YANG BERBEDA

SKRIPSI TANTAN RIDWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

2

RINGKASAN

Tantan Ridwan. D14086026. 2011. Karakteristik Fisik Daging Sapi Dara Brahman Cross dengan Pemberian Jenis Konsentrat yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Henny Nuraini M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah M.Si

Hasil produksi utama dari usaha penggemukan ternak adalah daging. Daging sapi adalah bagian dari skeletal karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi manusia. Karakteristik fisik daging seperti keempukan, rasa, aroma, warna dan sari minyaknya merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi konsumen dalam membeli daging. Peningkatan konsumsi daging sapi di Indonesia harus diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai yaitu dengan cara peningkatan populasi

sapi pedaging. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan suatu usaha untuk

memenuhi kebutuhan dan kekurangan daging sapi yaitu dengan mengimpor sapi bakalan maupun sapi siap potong. Sapi yang diimpor ke Indonesia umumnya berasal dari Australia contohnya sapi Brahman Cross, Australian Commercial Cross (ACC) dan Brangus yang berjenis kelamin jantan kastrasi (steer) dan dara (heifer). Sapi

kastrasi dan dara mempunyai perbedaan dalam harga beli maupun perbedaan dari

kualitas karkas dan daging. sapi betina dinilai mempunyai perlemakan daging yang cukup tinggi, oleh karena itu diperlukan suatu kajian untuk mengetahui karakteristik fisik daging sapi dara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik daging sapi dara Brahman Cross dengan pemberian pakan jenis konsentrat yang berbeda. Perbedaannya dilihat dari rasio protein kasar (PK) dan Total Digestible Nutrient (TDN). Kandungan PK dan TDN perlakuan P1 11% ; 70,42%, P2 13,03% ; 70% dan P3 16% ; 65%. Penelitian ini menggunakan sembilan ekor sapi dara Brahman Cross dengan kisaran umur 1,5 - 2 tahun dan rataan bobot awal 330±26,93 kg dan rataan bobot potong 357±26,82 kg.

Rancangan percobaan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan pemberian jenis konsentrat yang berbeda. Analisis data menggunakan ANOVA berdasarkan prosedur general linear model. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu nilai pH P1 5,82±0,05 memiliki hasil yang nyata lebih tinggi dari P2 dan P3 dengan nilai 5,62±0,02; 5,60±0,03, hasil uji nilai daya putus P2 8,79±0,07 berbeda nyata lebih tinggi dari P1 dan P3 yaitu 7,26±0,10; 7,33±0,26, nilai susut masak memiliki hasil yang berbeda nyata pada setiap perlakuan P1, P2 dan P3 yaitu 37,23±0,09; 40,21±0,78; 44,04±0,66, daya mengikat air P1 25,54±0,93 memiliki hasil nyata lebih rendah pada P2 dan P3 yaitu 30,67±0,23;31,50±1,24, pengukuran marbling dan warna daging dilakukan dengan uji deskriptif dengan nilai rataan masing-masing 1,33±0,5 dan 5,33±0,5.


(3)

3

ABSTRACT

Physical Characteristics of Brahman Cross Heifer’s Beef at Different Type of Concentrate

T. Ridwan., H. Nuraini and L. Khotijah

This experiment was conducted to know physical characteristics of Brahman Cross heifer’s beef at different type of concentrate. Nine heads of Brahman Cross heifers (1.5-2 year of age) with initial weight of 330±26.93 kg and the final weight of 357±26.82 kg were used. They were devided into three groups subjected to three dietary treatment. P1 treatment concentrate with 11% of crude protein (CP) and 70.42% of Total Digestible Nutrient (TDN), P2 treatment concentrate with 13.03% of CP and 70% of TDN, and then P3 treatment concentrate with 16% of CP and 65% of TDN. The observation of fattening was done for 60 days (2 month). The data were analyzed by analysis variance based on general linear model procedure and Tukey test. The measurement of meat quality was included : value of pH, shearforce, cooking loss, water holding capacity, meat colour and marbling score. The value of pH P1 5,82±0,05 has a significantly higher result than P2 and P3 with 5,62±0,02; 5,60±0,03, the shearforce of P2 8,79±0,07 which was significantly higher than P1 and P3 which were 7,26±0,10; 7,33±0,26, the cooking loss were significantly different in each treatment of P1, P2, and P3, they are 37,23±0,09; 40,21±0,78; 44,04±0,66 respectively, the water holding capacity of P1 25,54±0,93 were significantly lower than P2 and P3, there are 30,67±0,23;31,50±1,24 respectively, while marbling measurement and meat colour were analyzed by using descriptive test with each of average value 1,33±0,5 and 5,33±0,5. Physical characteristics of Brahman Cross heifer’s beef in the range of normal meat.


(4)

4

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI DARA BRAHMAN

CROSS DENGAN PEMBERIAN JENIS KONSENTRAT

YANG BERBEDA

TANTAN RIDWAN D14086026

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

5 Judul : Karakteristik Fisik Daging Sapi Dara Brahman Cross dengan Pemberian

Jenis Konsentrat yang Berbeda

Nama : Tantan Ridwan NIM : D14086026

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si) (Ir. Lilis Khotijah, M.Si) NIP : 19640202 198903 2 001 NIP : 19660703 199203 2 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP : 19591212 198603 1 004


(6)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1987 di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Yuyus Rusyaman S,Pd dan Ibu Wiwin Carwina S,Pd.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri Parakanyasag II Kota Tasikmalaya dan diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Kota Tasikmalaya sampai tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kota Tasikmalaya dan diselesaikan pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis terdaftar di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam organisasi Kelompok Pemerhati Lingkungan (KPL) Angsana Diploma IPB sebagai pendiri dari organisasi ini.


(7)

7

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan Hadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Karakteristik Fisik Daging Sapi Dara Brahman Cross dengan Pemberian Jenis Konsentrat yang Berbeda” dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian yang dilakukan dengan latar belakang dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka diperkirakan kebutuhan konsumsi akan protein hewani, khususnya yang bersumber dari daging sapi akan meningkat. Pemenuhan kebutuhan akan konsumsi daging sapi terus meningkat yang belum diimbangi dengan penambahan produksi daging sapi. Penelitian karakteristik fisik daging sapi dara dengan pemberian jenis konsentrat yang berbeda terhadap sapi dara Brahman Cross diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang kualitas daging sapi yang berasal dari sapi dara.

Akhir kata, penulis menyadari kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini.

Bogor, Juni 2011


(8)

8

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Sapi Brahman Cross ... 3

Pertumbuhan Ternak ... 3

Sapi Dara ... 4

Pakan Ternak... 4

Konsentrat ... 4

Hijauan ... 5

Kualitas Daging... 5

Nilai pH Daging ... 6

Keempukan... 7

Susut Masak ... 7

Daya Mengikat Air ... 8

Marbling ... 9

Warna Daging ... 10

MATERI DAN METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Materi... ... 11

Prosedur ... 11

Pemeliharaan Ternak ... 11

Pemotongan Ternak... 13

Rancangan Percobaan ... 13


(9)

9

Peubah Yang Diamati... 14

Konsumsi Pakan ... 14

Konsumsi Zat Makanan ... 14

Nilai pH Daging ... 14

Nilai Daya Putus... 14

Susut Masak ... 14

Daya Mengikat Air ... 15

Marbling ... 15

Warna Daging ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Keadaan Umum Lokasi ... 16

Konsumsi Pakan ... 16

Konsumsi Zat Makanan ... 18

Konsumsi Energi ... 18

Konsumsi Protein Kasar ... 19

Karakteristik Fisik Daging ... 19

Nilai pH Daging ... 20

Keempukan... 21

Susut Masak ... 21

Daya Mengikat Air ... 22

Skor Marbling ... 23

Warna Daging ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

Kesimpulan ... 25

Saran... 25

UCAPAN TERIMA KASIH ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(10)

10

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Bahan Baku Konsentrat Selama Penelitian ... 12 2. Kandungan Nutrien Konsentrat dan Rumput Gajah Selama ...

Penelitian Berdasarkan Bahan Kering... 12 3. Rataan Konsumsi BK Konsentrat dan Hijauan Selama Penelitian ... 17 4. Rataan Konsumsi TDN dan Protein Kasar... 18 5. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Daging Sapi Dara Brahman. ...


(11)

11

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan Daya Mengikat Air dengan Nilai pH Daging.. ... 9 2. Proses Pengulitan dan Pengeluaran Organ Hati, Limpa, Ginjal ...

Jantung, Trakea dan Paru-paru ... 13 3. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat dan Hijauan Setiap ...

Minggu Selama Penelitian ... 17 4. Penilaian Skor Marbling Daging Sapi Dara Brahman Cross ... 23 5. Penilaian Skor Warna Daging Sapi Dara Brahman Cross ... 24


(12)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Nilai pH ... 33 2. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Nilai pH ... 33 3. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Keempukan ...

Daging ... 33 4. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Keempukan ...

Daging ... 33 5. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Susut Masak ...

Daging ... 34 6. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Susut Masak ...

Daging ... 34 7. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Daya Mengikat ...

Air Daging ... 34 8. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Daya Mengikat...


(13)

13

PENDAHULUAN Latar Belakang

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat setiap tahun rata-rata sebesar 6%, sementara jumlah penduduk Indonesia meningkat rata-rata 1,15% per tahun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai ± 237,5 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka diperkirakan kebutuhan konsumsi protein hewani khususnya yang bersumber dari daging sapi juga akan meningkat. Hasil produksi utama dari usaha penggemukan ternak sapi adalah daging. Daging sapi menurut SNI-3932 adalah bagian dari skeletal karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi manusia (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Karakteristik fisik daging seperti keempukan, rasa, aroma, warna dan sari minyaknya merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi konsumen dalam membeli daging (Soeparno, 2005).

Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan yang belum diimbangi dengan penambahan produksi daging sapi yang memadai. Berdasarkan Statistik Peternakan (2009), total konsumsi daging nasional pada tahun 2009 sebesar 2.169,7 ribu ton yang sebagian besar konsumsi daging dipenuhi dari daging unggas sebesar 60% atau 1.301,8 ribu ton, berbanding dengan daging sapi yang baru menyumbang sekitar 20% atau 433,9 ribu ton. Sementara itu produksi daging sapi di Indonesia pada tahun yang sama yaitu 404,5 ribu ton, masih lebih kecil dari kebutuhan konsumsi. Pemenuhan kebutuhan konsumsi daging sapi terus meningkat dikarenakan produksi daging sapi lokal tidak mencukupi permintaan tersebut, maka pemerintah melalui Direktorat Jendral Peternakan melakukan impor sapi bakalan dari

Australia yang dikembangkan dengan sistem feedlot.

Sapi bakalan maupun sapi siap potong yang diimpor ke Indonesia umumnya

berasal dari bangsa Australian Commercial Cross (ACC) dan Brahman Cross (BX)

dengan jenis kelamin jantan kastrasi (steer) dan dara (heifer). Sapi kastrasidan dara

mempunyai perbedaan dalam harga beli maupun perbedaan dari kualitas karkas dan daging. Harga sapi dara lebih rendah dibandingkan dengan harga sapi kastrasi, sehingga diharapkan produksi daging sapi dara dapat membantu memenuhi kebutuhan daging di Indonesia.


(14)

14 Pada umumnya sapi betina dinilai mempunyai perlemakan daging yang cukup tinggi, oleh karena itu diperlukan suatu kajian untuk mengetahui karakteristik fisik daging sapi dara. Pemberian jenis konsentrat yang berbeda pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan respon terhadap karakteristik fisik daging sapi dara. Sapi dara yang dipergunakan untuk penggemukan ini yaitu sapi yang mempunyai tingkat reproduksi rendah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari karakteristik fisik daging sapi dara Brahman Cross dengan pemberian jenis konsentrat yang berbeda.


(15)

15

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross

Sapi Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu (Bos Indicus). Sapi Brahman Cross merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Brahman (Bos Indicus) dengan sapi Shorthorn dan Hereford yang merupakan bangsa sapi British (Bos Taurus). Komposisi darah sapi Brahman Cross terdiri atas 50% darah Brahman dan 25% darah Shorthorn dan 25% darah Hereford (Turner, 1977). Sapi Brahman Cross yang diimpor ke Indonesia berasal dari Australia. Sapi-sapi impor ini memiliki kelebihan mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis di Indonesia, memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi dengan waktu yang singkat dan produktivitas karkas yang tinggi (Hafid, 1998).

Pertumbuhan Ternak

Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ. Diferensiasi menghasilkan perbedaan morfologis atau kimiawi, misalnya perubahan sel-sel embrio menjadi sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran pencernaan, organ reproduksi dan alat pernapasan (Soeparno, 2005).

Pertumbuhan dan distribusi komponen-komponen tubuh seperti tulang, otot dan lemak berlangsung secara gradual yaitu tulang meningkat pada laju pertumbuhan maksimal awal, kemudian diikuti oleh otot dan terakhir oleh lemak yang meningkat dengan pesat (Swatland, 1984). Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon dan kastrasi, lingkungan dan manajemen (Aberle et al., 2001). Pertumbuhan ternak pada jenis kelamin yang berbeda, laju pertumbuhannya juga berbeda. Pertumbuhan pada ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama mempunyai bobot badan lebih berat dibandingkan dengan ternak betina (Hammond et al., 1984).


(16)

16

Sapi Dara

Usaha pembesaran sapi dara di tingkat peternakan rakyat masih belum banyak dilakukan karena dipandang belum menguntungkan. Pemeliharaan sapi dara merupakan bagian penting dalam upaya pengembangan sapi pedaging karena merupakan calon penghasil bakalan. Peningkatan efisiensi usaha dalam pemeliharaan sapi pedaging dara perlu dilakukan melalui efisiensi biaya pakan (Ditjennak, 2007). Kuswandi et al. (2003) menyatakan bahwa bobot badan sapi dara minimal 250 kg pada waktu kawin pertama jarang tercapai pada umur 15 bulan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan.

Umiyasih et al. (2003) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang optimal untuk sapi dara yaitu 0,5 kg/hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering (BK) pakan pada sapi dara adalah 3% dari bobot badan. Kearl (1982) menambahkan, bahwa pertumbuhan ideal untuk sapi dara dengan PBBH 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5,99 Mcal bila bobot badannya 100 kg. Perlakuan flushing (2% konsentrat per bobot badan) pada sapi dara turunan Brahman dapat meningkatkan produktivitas pertambahan bobot badan harian dan diikuti oleh perbaikan performans reproduksi (Thalib et al., 2001).

Pakan Ternak

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak (Tillman et al., 1998). Bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat (biji-bijian) dan bahan berserat (jerami atau rumput) merupakan komponen atau penyusun ransum (Blakely dan Bade, 1991).

Konsentrat

Konsentrat atau bahan pakan penguat adalah pakan berkonsentrasi tinggi yang mengandung protein kasar dan energi yang cukup dengan kadar serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa sawit, tetes dan berbagai umbi-umbian. Fungsi konsentrat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan


(17)

17 lain yang nilai gizinya rendah (Church, 1991). Penggunaan konsentrat (terutama yang banyak mengandung biji-bijian) yang lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan lebih baik. Penentuan jumlah konsentrat yang tepat merupakan salah satu cara optimasi kapasitas pencernaan untuk mendapatkan efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih baik (Purbowati, 2001).

Hijauan

Hijauan merupakan kebutuhan pokok bagi pakan ternak ruminansia, adapun ketersediaannya sepanjang tahun tidak selalu mudah didapat. Pada musim kemarau ketersediaannya tidak mencukupi kebutuhan ternak, sedangkan di musim penghujan sangat mudah didapat dan bahkan berlebih. Pemenuhan kebutuhan akan hijauan sepanjang tahun, maka kelebihan produksi di musim penghujan seyogyanya dilakukan penyimpanan dan pengawetan. Hijauan merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Hijauan memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18% dalam bahan kering. Serat kasar merupakan komponen utama dari dinding sel hijauan (Field, 2007).

Rumput gajah merupakan keluarga rumput-rumputan (graminae) yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah biak (ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini biasanya dipanen dengan cara memotong seluruh pohonnya lalu diberikan langsung sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan dengan cara silase dan hay (Manglayang, 2005). Rumput Gajah (Pennisetum

purpureum) atau disebut juga rumput napier, merupakan salah satu jenis hijauan

pakan ternak yang berkualitas dan disukai ternak. Rumput gajah dapat hidup di berbagai tempat 0-3000 dpl (Sutanmuda, 2008). Produksi rumput gajah yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan pakan pada musim hujan dan musim kemarau dan untuk memanfaatkan kelebihan produksi tersebut pada fase pertumbuhan yang terbaik, maka dapat diawetkan dalam bentuk silase, karena rumput gajah merupakan bahan pakan hijauan yang baik untuk dibuat silase(Sutardi, 1991).

Kualitas Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan


(18)

18 gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Lawrie (2003) mendefinisikan daging sebagai jaringan hewan yang dapat digunakan sebagai makanan, sering pula diperluas dengan memasukkan organ-organ seperti hati dan ginjal, otot dan jaringan lain yang dapat dimakan disamping urat daging.

Karakteristik fisik daging segar sangat berpengaruh terhadap daya tarik konsumen untuk membeli daging (Aberle et al., 2001). Pengujian kualitas fisik daging secara objektif dapat dilakukan dengan cara mengetahui daya putus Warner-Bratzler (WB), kekuatan tarik dan kompresi, kehilangan berat selama pemasakan (susut masak), pH, daya ikat air dan keempukan juga merupakan komponen kualitas daging yang diuji (Soeparno, 2005).

Nilai pH Daging

Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya adalah antara 5,4-5,8. Stres sebelum pemotongan, pemberian injeksi hormon atau obat-obatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi pH daging (Soeparno, 2005). Perubahan nilai pH sangat penting untuk diperhatikan dalam perubahan daging postmortem. Nilai pH dapat menunjukkan penyimpangan kualitas daging, karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya mengikat air dan masa simpan (Lukman et al., 2007).

Buckle et al. (1987) nilai pH akhir yang tercapai mempunyai pengaruh yang berarti dalam mutu daging. Nilai pH rendah menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka sehingga sangat baik untuk pengasinan, berwarna merah muda cerah sehingga disukai oleh konsumen, mempunyai flavor yang lebih disukai dan mempunyai stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan oleh mikroorganisme. Nilai pH daging akan berubah setelah dilakukan pemotongan ternak. Ditambahkan oleh Aberle et al. (2001) perubahan nilai pH tergantung dari jumlah glikogen sebelum dilakukan pemotongan, bila jumlah glikogen dalam ternak normal akan mendapatkan daging yang berkualitas baik, tetapi bila glikogen dalam ternak tidak cukup atau terlalu banyak akan menghasilkan daging yang kurang berkualitas.


(19)

19

Keempukan

Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu kualitas daging sapi segar. Komponen utama yang menentukan keempukan adalah jaringan ikat dan lemak yang berhubungan dengan otot (Aberle et al., 2001). Faktor yang mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies, fisiologi, umur, manajemen, jenis kelamin dan stres. Faktor postmortem yang diantaranya meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan dan pembekuan termasuk faktor lama dan temperatur penyimpanan dan metode pengolahan, termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan empuk (Soeparno, 2005). Derajat keempukan dapat dihubungkan dengan tiga kategori protein dalam urat daging yaitu dari tenunan pengikat (kolagen elastis, retikulum, mukopolisakarida dari matriks) dari miofibril aktin, miosin, tropomiosin dan yang sarkoplasma (Lawrie, 2003). Keempukan daging akan menurun seiring dengan meningkatnya umur hewan, jaringan ikat pada otot hewan muda banyak mengandung retikuli dan memiliki ikatan silang yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hewan tua (Epley, 2008).

Pemasakan daging dalam oven 135oC sampai suhu dalam 50oC atau 60oC tidak mempengaruhi nilai daya putus Warner Bratzler (Lawrie, 2003). Perbedaan suhu dalam daging saat pemasakan (60oC, 70oC dan 80oC) akan mempengaruhi keempukan daging, semakin tinggi suhu akhir pemasakan akan menghasilkan daging yang lebih empuk. Suhu akhir (60oC, 70oC dan 80oC) secara akurat dapat digunakan sebagai alat untuk klasifikasi keempukan daging, tetapi pada suhu yang rendah (<60oC) perbedaan suhu dalam daging tidak dapat dijadikan patokan yang akurat untuk klasifikasi keempukan daging karena dipengaruhi oleh waktu pemasakan, jumlah perubahan jaringan dan rendahnya nilai klasifikasi keempukan daging (Wheeler et al., 1999). Fiems et al. (2000) menambahkan bahwa nilai keempukan daging sangat dipengaruhi oleh faktor penanganan ternak sebelum pemotongan, pakan ternak, pH dan perlemakan.

Susut Masak

Susut masak merupakan salah satu indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan diantara serabut otot. Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan.


(20)

20 Semakin tinggi temperatur pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging (Soeparno, 2005). Besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, umur simpan daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air (Shanks et al., 2002). Lawrie (2003) menyatakan bahwa jumlah cairan yang diperoleh dalam pemanasan akan meningkat lebih lanjut pada suhu antara 107oC dan 155oC. Hal ini mungkin menggambarkan beberapa kerusakan protein, dengan kerusakan asam-asam amino yang akan terjadi dalam kisaran suhu tersebut.

Daya Mengikat Air

Daya mengikat air oleh protein daging atau water holding capacity atau water binding capacity (WHC dan WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan absorbsi air atau kapasitas (kemampuan) daging menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (Soeparno, 2005). Bailey et al. (2008) efek peningkatan konsentrasi protein kasar terhadap pertumbuhan karkas dan kualitas daging sapi memberikan hasil terhadap kapasitas daging dalam menyerap air pada sapi heifer lebih rendah dibandingkan dengan sapi steer.

Lawrie (2003) menyatakan bahwa daya mengikat air daging sangat dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi pH akhir semakin tinggi daya mengikat air atau nilai mgH2O rendah. Tingkat penurunan pH postmortem berpengaruh terhadap daya mengikat air. Penurunan pH yang semakin cepat, terjadi karena semakin banyaknya protein sarkoplasmik yang terdenaturasi dan selanjutnya akan meningkatkan aktomiosin untuk berkontraksi, sehingga akan memeras cairan keluar dari protein daging. Daya mengikat air pada daging selain dipengaruhi oleh pH, juga dipengaruhi oleh faktor yang mengakibatkan perbedaan daya mengikat air diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot serta pakan, transportasi, temperatur kelembaban, penyimpanan, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2005).


(21)

21 Daya mengikat air daging pada pH titik isoelektrik protein-protein daging berkisar antara 5,0-5,1. Protein daging ini tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal, sedangkan pada pH yang lebih tinggi dari pH isoelektrik protein daging sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Meningkatnya atau menurunnya pH daging dari titik isoelektrik akan mengakibatkan meningkatnya kapasitas daya mengikat air dengan cara menciptakan ketidakseimbangan muatan (Knipe et al., 1992). Hubungan daya mengikat air dengan nilai pH disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Daya Mengikat Air dengan Nilai pH Daging (a) ekses muatan positif pada miofilamen, (b) muatan positif dam negative seimbang, dan (c) ekses muatan negatif pada miofilamen (Wismer-Pederson, 1971).

Marbling

Lemak marbling atau yang biasa disebut lemak intramuskuler terdapat di dalam jaringan ikat perimiseal diantara fasikuli atau ikatan serabut otot. Lemak marbling merupakan jaringan lemak yang tumbuh paling akhir setelah deposisi lemak visceral, lemak penyelubung ginjal dan lemak subkutan sudah terbentuk. Lemak marbling termasuk faktor yang ikut menentukan kualitas karkas dan mempengaruhi warna daging (hue) menjadi lebih terang, tetapi tidak mempengaruhi mioglobin atau hemoglobin (Soeparno, 2005). Bolink et al. (1999) secara umum nilai marbling pada sapi Limousin jantan berbeda dengan nilai marbling sapi dara Limousin. Diwyanto dan Putu (1995) sapi jantan dan betina Brahman Cross


(22)

22 mempunyai tingkat penyebaran lemak di dalam daging yang hampir sama, hal ini dipengaruhi oleh jenis pakan, waktu penggemukan, breed dan umur.

Kondisi perlemakan karkas disesuaikan dengan keinginan konsumen. Berbeda dengan konsumen pasar khusus, konsumen pasar tradisional lebih banyak memilih daging dengan perlemakan rendah, sedangkan konsumen pasar khusus lebih memilih daging dengan perlemakan tinggi, khususnya lemak marbling. Hal ini terjadi karena konsumen-konsumen pasar khusus lebih memperhatikan kualitas daging untuk menghasilkan suatu hasil akhir yang baik setelah daging dimasak (Halomoan, 2000).

Warna Daging

Warna daging adalah kesan total yang terlihat oleh mata dan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ketika memandang. Warna daging merupakan kombinasi beberapa faktor yang dideteksi oleh mata (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen (Soeparno, 2005). Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam menentukan warna daging. Penampilan permukaan daging bagi konsumen bukan hanya tergantung pada kualitas mioglobin yang ada, tetapi juga pada tipe molekul mioglobin (Lawrie, 2003). Kandungan pigmen dalam daging sapi muda lebih rendah sehingga warna daging lebih pucat. Pada umumnya makin bertambah umur ternak, konsentrasi mioglobin makin meningkat walaupun tidak konstan. Bertambahnya tingkat kedewasaan pada sapi akan menyebabkan perubahan warna daging dari merah muda menjadi merah gelap (Aberle et al., 2001).


(23)

23

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan April dan berakhir pada bulan Juli 2010, bertempat di PT Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), Desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pemotongan dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Cibinong, Kabupaten Bogor. Analisis karakteristik fisik daging sapi dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Jumlah sapi yang digunakan sebanyak sembilan ekor yang mempunyai kisaran umur 1,5–2 tahun dengan rataan bobot awal 330±26,93 kg dan rataan bobot akhir 357±26,82 kg. Sampel daging diambil dari otot longissimus dorsi et lumbarum.

Peralatan yang digunakan adalah timbangan sapi hidup, timbangan daging, pH meter, planimeter, kertas saring, carper press, warner-bratzler shear, marbling score system, Photo Graphic Colour Standard, dan peralatan dari RPH.

Prosedur Pemeliharaan Ternak

Sapi dara Brahman Cross dipelihara secara intensif dalam kandang koloni dengan atap hanya terdapat pada tempat pakan. Waktu adaptasi sapi dari mulai ditempatkan di kandang sampai dimulainya penelitian yaitu satu minggu, setelah melewati masa adaptasi kemudian dilakukan pengelompokan sapi dara Brahman Cross berdasarkan bobot badan, tujuannya agar tidak terjadi persaingan antar sapi dalam mengkonsumsi pakan. Sapi dara Brahman Cross ditimbang untuk mendapatkan bobot badan awal, kemudian ditempatkan dikandang kelompok dan dipisahkan menjadi tiga sekat. Masing-masing sekat diisi dengan tiga ekor sapi. Pengelompokan ternak adalah sebagai berikut kelompok I yaitu 289-314 kg, kelompok II yaitu 340-365 kg dan kelompok III yaitu 328-337 kg.

Penimbangan sapi dilakukan pada hari ke 30 dan pada saat sapi akan dipotong. Pemberian pakan pada penelitian ini terdiri atas konsentrat dan rumput gajah dengan rasio 60:40. Konsentrat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas


(24)

24 tiga jenis konsentrat yang mempunyai bahan baku yang berbeda. Berikut bahan baku konsentrat yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan Baku Konsentrat Selama Penelitian

Konsentrat 1 Konsentrat 2 Konsentrat 3

Dedak Halus Dedak Onggok

Kulit Cokelat Pollard Bungkil Sawit

Bungkil Kelapa Bungkil Kelapa Bungkil Kopra Bungkil Sawit Kulit Kacang Tanah Bungkil Kedelai Bungkil Kedelai Kulit Cokelat Jagung Giling

Onggok Tepung Roti Kulit Kopi

Kulit Kopi Onggok Biji Kapuk

Biji Kapuk Rumput Lapang Pollard

Urea Limestone Premix

Molases DCP Molases

Mineral premix Urea Garam

Garam Molases Kapur

Mineral premix Sodium

Garam Urea

Pemberian konsentrat dilakukan tiga kali dalam satu hari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB. Pemberian rumput gajah dilakukan tiga kali dalam satu hari yaitu pada pukul 09.00, 14.00 dan 19.00 WIB. Pakan yang tersisa ditimbang sebelum pemberian pakan selanjutnya diberikan, kemudian pakan yang tidak dikonsumsi dihitung untuk mendapatkan nilai konsumsi pakan. Pemberian air minum selama penelitian dilakukan ad-libitum. Berikut kandungan nutrien konsentrat dan rumput gajah yang digunakan selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Konsentrat dan Rumput Gajah Selama Penelitian Berdasarkan Bahan Kering

Bahan BK (%) PK (%) TDN (%) SK (%) LK (%)

Konsentrat 1 85,4 11 70,42 19,9 3,12

Konsentrat 2 91,9 13,03 70 13,25 5

Konsentrat 3 83,6 16 65 15 7

Rumput Gajah 22,2 8,69 52,4 33,3 2,71

Sumber : P1 dan P3 : CV. Tani Mulyo (2010), P2 : Daarul Falah (2010), R.Gajah : Sutardi (1981). Keterangan : BK : Bahan Kering PK : Protein Kasar TDN : Total Digestible Nutrient SK : Serat Kasar LK : Lemak Kasar


(25)

25

Pemotongan Ternak

Sebelum dipotong, sapi ditempatkan di kandang karantina yang terdapat di RPH Cibinong. Pemotongan dilakukan pada bagian leher dengan memotong arteri

karotis dan vena jugularis serta oesophagus sehingga pembuluh darah dan trakea

terpotong dan proses pengeluaran darah sempurna. Pemisahan kepala, kaki bagian depan dan kaki bagian belakang (pada sendi carpo-metacarpal dan tarso-metatarsal) dipotong, kemudian sapi digantung pada kaki belakang (tendon achilles). Setelah digantung, dilakukan pengulitan. Kemudian dilakukan pengeluaran organ-organ pada rongga dada dan isi perut dikeluarkan dengan melakukan penyayatan pada dinding

abdomen sampai dada. Organ hati, limpa, ginjal, jantung, trakea dan paru-paru

dikeluarkan. Proses tersebut disajikan pada Gambar 2.

Setelah proses pemotongan, pengulitan dan eviscerasi, kemudian dilakukan pembelahan karkas menjadi dua bagian karkas pada tulang belakang (vertebrae). Kedua karkas tersebut disebut karkas kanan dan karkas kiri. Setelah dipotong menjadi dua bagian, kemudian karkas dipotong menjadi empat bagian pada tulang rusuk ke 5 dan 6. Setelah dipotong menjadi empat bagian, dilakukan pengambilan sampel otot pada bagian Longissimus dorsi et lumbarum, setelah itu sampel daging dianalisa di Laboratorium untuk mengukur nilai pH, daya mengikat air, susut masak, keempukan, marbling dan warna daging.

Gambar 2. Proses Pengulitan dan Pengeluaran Organ Hati, Limpa, Ginjal, Jantung, Trakea dan Paru-paru

Rancangan Percobaan

Pengujian kualitas daging menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Menurut Steel dan Torrie (1995) model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


(26)

26 Yij = μ + Pi + Kj + εij

Keterangan : Yij = Hasil pengamatan variabel respon akibat pengaruh pemberian pakan konsentrat.

μ = Nilai tengah umum.

Pi = Pengaruh perlakuan pakan ke i (i=P1,P2,P3) Ki = Pengaruh kelompok ke j (j=1, 2, 3)

εij = Pengaruh galat percobaan dari faktor perlakuan pakan.

Sebelum dianalisis, data hasil penelitian dilakukan uji asumsi yaitu uji kenormalan, keaditifan, kehomogenan dan kebebasan galat. Apabila telah memenuhi semua asumsi tersebut maka dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Jika diperoleh hasil yang berbeda, dilanjutkan dengan uji Tukey. Penilaian konsumsi pakan dan zat makanan dialkukan dengan penilaian deskriptif.

Perlakuan

Penelitian ini dilakukan dengan tiga taraf perlakuan pemberian konsentrat dengan kandungan nutrien yang berbeda yang dilihat dari perbandingan kandungan Protein Kasar (PK) dan Total Digestible Nutrient (TDN).

1) Perlakuan P1 yaitu kelompok sapi yang diberikan konsentrat dengan kandungan PK 11% dan TDN 70,42%.

2) Perlakuan P2 yaitu kelompok sapi yang diberikan konsentrat dengan kandungan PK 13,03% dan TDN 70%.

3) Perlakuan P3 yaitu kelompok sapi yang diberikan konsentrat dengan kandungan PK 16% dan TDN 65%.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :

Konsumsi pakan. Rataan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh seekor sapi dalam suatu kelompok setiap hari. Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum awal yang diberikan dengan jumlah sisa ransum. Perhitungan sisa ransum dilakukan dengan cara menimbang sisa ransum.

Konsumsi zat makanan. Konsumsi energi diperoleh dari jumlah konsumsi pakan dikalikan dengan kandungan Total Digestible Nutrient (TDN) dari pakan. Konsumsi


(27)

27 protein kasar diperoleh dari jumlah konsumsi pakan dikalikan dengan kandungan protein kasar dari pakan.

Nilai pH daging. Pengukuran pH daging dilakukan dengan menggunakan alat pengukur pH yaitu pH meter. Pengukuran pH daging dilakukan 6 jam setelah pemotongan. Sebelum pengukuran pH dilakukan, pH meter dikalibrasi dengan menggunakan cairan buffer hingga mencapai angka pH 7 dan pH 4. Setelah pH meter ditancapkan ke bagian dalam daging, kemudian hasil nilai pH dilihat pada pH meter.

Nilai daya putus daging. Pengukuran terhadap nilai daya putus (shear) daging dilakukan dengan menggunakan alat Warner Bratzler Shear. Sampel daging seberat 200 g dengan bentuk persegi panjang ditusukkan termometer bimetal hingga masuk ke bagian dalam daging. Sampel daging dimasukkan ke dalam air mendidih dan direbus hingga daging mencapai suhu bagian dalam 81oC, lalu diangkat dan didinginkan. Sampel dicetak dengan alat (corer), dengan diameter 1,27 cm searah dengan serabut otot. Hasil potongan corer dapat diuji secara objektif dengan pengujian daya putus Warner Bratzler Shear dengan satuan kg/cm2.

Susut masak (Soeparno, 2005). Perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan yang biasa disebut dengan cooking loss (susut masak) dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :

berat sebelum dimasak – berat setelah dimasak

Persentase susut masak (%) = x 100

berat sebelum dimasak

Daya mengikat air. Daya mengikat air (DMA) diukur menggunakan metode penekanan Hamm (1972) yaitu sampel daging seberat 0,3 g diletakkan diantara dua kertas saring dan ditekan dengan beban seberat 35 kg selama lima menit. Area yang tertutup sampel daging yang telah menjadi pipih dan luas area basah disekelilingnya pada kertas saring beserta sampel daging ditandai dan setelah pengepresan selesai dapat diukur. Area basah diperoleh dengan mengurangkan area yang tertutup daging areal total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. Pengukuran luas area dilakukan dengan alat planimeter dengan merk Hruden. Kandungan air daging dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(28)

28 area basah (cm2)

 mg H2O = – 8,0

0,0948

Air Bebas =

mgH2O

 Persen air bebas = x 100% 300 mg

Marbling. Tingkat penyebaran lemak intramuskuler (marbling) diukur dengan marbling score system dari AUS-MEAT. Skor marbling tersebut memiliki skala angka dari 1-12, yang semakin besar skornya maka semakin besar derajat marblingnya.

Warna daging. Pengukuran warna daging diukur dengan menggunakan standar warna daging berdasarkan skor warna yaitu Photo Graphic Colour Standard untuk warna daging dan lemak oleh Frapple dan Bond (AUS-MEAT). Skor warna tersebut memilki skala angka dari 1-10, dimana nilai skor warna semakin besar maka warna daging dinyatakan semakin gelap. Pengukurannya dilakukan dengan cara mencocokan warna daging bagian dalam sampel dengan standar warna tersebut.


(29)

29

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC) yang terletak di Desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Letak perusahaan ini tidak terlalu jauh dari jalan raya dan cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Jarak antara perusahaan dan pemukiman penduduk yaitu 300 meter. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah penelitian berada pada ketinggian 195 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 25-28oC, kelembaban udara rata-rata 69-79% dan curah hujan rata-rata diatas 10 bulan basah (Monografi Desa Pasir Jambu, 2010). Keadaan lingkungan tersebut kurang mendukung bagi kenyamanan hidup ternak, sehingga dapat menghambat produktifitas. Suhu dan kelembaban udara yang optimum bagi ternak untuk berproduksi di daerah tropis menurut Yousef (1985) adalah 4oC-24oC dengan kelembaban udara dibawah 75%.

Suhu udara terutama suhu yang tinggi seperti di Indonesia merupakan kondisi yang kurang menguntungkan terhadap kenyamanan hidup ternak sapi. Pengaruh yang kurang menguntungkan ini terlihat dari konsumsi pakan dan air, serta tingkah lakunya. Suhu lingkungan yang tinggi akan mendorong sapi untuk minum lebih banyak sebagai salah satu cara menyeimbangkan suhu tubuhnya dan suhu lingkungan yang tinggi akan menekan nafsu makan sapi. Semakin tinggi suhu lingkungan maka nafsu makan sapi akan semakin berkurang yang berarti produktifitas dari sapi kurang optimum (Kadarsih, 2004).

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak. Pakan tersebut mengandung zat yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ternak, faktor pakan yang diberikan dan faktor lingkungan. Faktor ternak meliputi jenis kelamin, besarnya tubuh ternak dan produktifitas ternak. Faktor pakan yang diberikan meliputi kandungan nutrisi pakan, tekstur pakan dan bentuk pakan. Faktor lingkungan meliputi suhu dan kelembaban. Tingkat konsumsi sapi impor sebagian besar dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mengkonsumsi pakan yang kemungkinan besar disebabkan oleh faktor lingkungan


(30)

30 ataupun karena jenis hijauan yang digunakan (Bakrie dan Sitepu, 1994). Rataan konsumsi bahan kering konsentrat dan hijauan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Konsumsi BK Konsentrat dan Hijauan Selama Penelitian

Konsumsi Perlakuan

P1 P2 P3

………kg/ekor/hari………

Bahan Kering Konsentrat 6,56±0,19 7,11±0,20 6,51±0,11

Rumput Gajah 0,87±0,01 0,87±0,01 0,87±0,01

Total 7,42±2,94 7,99±3,23 7,38±2,91

Rataan konsumsi bahan kering (BK) pada perlakuan P2 sebesar 7,99 kg/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan P1 dan P3, yaitu masing-masing 7,42 kg/ekor/hari dan 7,38 kg/ekor/hari. Menurut NRC (1984) kebutuhan BK untuk sapi dara pedaging bobot hidup 300 kg dengan pertambahan bobot badan 0,5 kg/hari yaitu 7,5 kg/ekor/hari. Konsumsi BK pakan P2 sudah melebihi dari kebutuhan. Tingginya konsumsi BK dipengaruhi oleh palatabilitas pakan. Menurut Tillman et al. (1998) palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan. Grafik rataan konsumsi BK konsentrat dan hijauan selama penelitian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat dan Hijauan

Konsumsi BK konsentrat pada perlakuan P2 diduga karena variasi bahan pakan dalam campuran konsentrat P2 lebih banyak dan terdapat rumput yang digiling dalam campuran konsentrat tersebut, sehingga BK dan palatabilitas konsentrat P2

5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 7.40 7.60

1 2 3 4 5 6 7 8

R at aa n K o n sum si B K K o n se n tr at da n Hi ja ua n ( kg/eko r/h ar i) Waktu (Minggu) P1 P2 P3


(31)

31 lebih tinggi. Field (2007) menyatakan bahwa variasi pakan yang kurang, dapat mempengaruhi nafsu makan sapi. Pada penelitian ini campuran rumput dalam pencampuran bahan konsentrat memiliki fungsi sebagai peningkat palatabilitas ransum secara keseluruhan.

Konsumsi Zat Makanan

Konsumsi zat makanan adalah komponen bahan makanan ternak yang terdiri atas zat organik dan anorganik yang dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidupnya, memelihara keutuhan tubuhnya serta untuk mencapai prestasi produksinya. Zat makanan dalam bahan makanan merupakan bahan baku pembangun tubuh serta produksi ternak dan dibutuhkan dalam proses faali tubuh (Sofyan et al., 2000). Zat makanan yang dihitung pada penelitian ini yaitu konsumsi energi dan konsumsi protein kasar.

Konsumsi Energi

Energi dibutuhkan oleh ternak dalam porsi yang banyak dari pakan yang diberikan. Semua fungsi tubuh termasuk proses pencernaan membutuhkan energi. Mikroba rumen merombak karbohidrat struktural dan karbohidrat non-struktural untuk menghasilkan energi. Rataan konsumsi TDN dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Konsumsi TDN dan Protein Kasar

Rataan Konsumsi TDN

(%)

Protein Kasar (kg/ekor/hari)

P1 64,35 1,18

P2 63,85 1,35

P3 60,77 1,59

Rataan konsumsi TDN untuk masing-masing perlakuan yaitu P1, P2 dan P3 berturut-turut sebesar 64,35; 63,85 dan 60,77%. Menurut NRC (1984) kebutuhan konsumsi TDN untuk sapi dara pedaging sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 300 kg dan pertambahan bobot badan sebesar 0,5 kg/hari membutuhkan TDN minimal 56,0%. Hal ini berarti kebutuhan TDN pada sapi penelitian sudah tercukupi, ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan pada sapi penelitian memiliki kualitas yang cukup baik.


(32)

32 Pemberian energi yang berlebihan pada sapi yang sedang digemukkan juga harus dibatasi karena dapat menyebabkan produksi lemak yang berlebihan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa dalam pertumbuhan hewan, semua zat makanan semula diprioritaskan untuk pembentukan tulang, kemudian untuk pembentukan jaringan lean; kalau masih berlebih baru untuk pembentukan lemak, oleh karena itu kadar energi ransum merupakan pertimbangan utama untuk hewan pedaging.

Konsumsi Protein Kasar

Protein merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis. Protein berfungsi sebagai zat pembangun atau pertumbuhan, zat pengatur dan mempertahankan daya tahan tubuh. Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut sebesar 1,18;1,35 dan 1,59 kg/ekor/hari dari konsumsi bahan kering. Tingginya konsumsi protein kasar P3 disebabkan kandungan protein kasar dalam pakan yang cukup tinggi. Konsumsi protein kasar yang tinggi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis bahan pakan khususnya bahan penyusun konsentrat. Berdasarkan NRC (1984), kebutuhan konsumsi protein kasar untuk sapi pedaging dara sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 300 kg dengan pertambahan bobot badan harian 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar minimal 0,60 kg/hari. Hal ini berarti kebutuhan protein kasar pada sapi penelitian sudah tercukupi. Nilai konsumsi protein kasar pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Ngadiyono dan Nugroho (1996) konsumsi protein kasar (PK) pada sapi dara Brahman cross dengan kandungan PK konsentrat 14,06% memiliki nilai konsumsi PK 1,18 kg/ekor/hari.

Karakteristik Fisik Daging

Daging dari berbagai spesies dan bangsa ternak mempunyai daya terima yang berbeda. Daging sapi dewasa berwarna merah dan akan semakin berwarna gelap serta bertambah kasar serat dagingnya seiring dengan meningkatnya umur sapi (Soeparno, 2005). Hasil penilaian karakteristik fisik daging sapi dara Brahman Cross meliputi nilai pH, nilai daya putus, susut masak, nilai mgH2O, skor marbling dan warna daging disajikan pada Tabel 5.


(33)

33 Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Daging Sapi Dara Brahman Cross

Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Nilai pH

Nilai pH daging normal adalah 5,4 sampai 5,8. Nilai pH pada perlakuan P1 nyata lebih tinggi (P<0,05) dari P2 dan P3. Hal ini memperlihatkan bahwa konsumsi TDN tinggi akan berpengaruh terhadap banyaknya cadangan glikogen yang dapat memperlambat proses penurunan pH. Perbedaan nilai pH tergantung dari lama postmortem dan proses pelayuan setelah pemotongan. Nilai pH daging sapi dara Brahman Cross pada ketiga perlakuan tersebut masih dalam keadaan normal. Rataan nilai pH pada penelitian ini yaitu 5,68±0,11 lebih tinggi dari hasil penelitian Bolink et al. (1999) sapi dara Limousin memiliki rataan nilai pH yaitu 5,44±0,03. Perbedaan nilai pH diduga karena kandungan energi dari pakan yang diberikan berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Aberle et al. (2001) perubahan nilai pH tergantung dari jumlah glikogen sebelum dilakukan pemotongan.

Nilai pH merupakan faktor yang berpengaruh terhadap sifat fisik lainnya seperti warna, daya mengikat air, keempukan dan susut masak. Nilai pH dari jaringan otot merupakan suatu faktor penentu yang penting menyangkut keempukan dari produk daging segar (Silva et al., 1999). Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya adalah 5,4-5,8. Stres sebelum pemotongan, pemberian suntik hormon atau obat-obatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi pH daging (Soeparno, 2005).

Peubah P1 P2 P3 Rataan

Nilai pH 5,82a±0,05 5,62b±0,02 5,60b±0,03 5,68±0,11 Nilai daya putus

(kg/cm2) 7,26b±0,10 8,79a±0,07 7,33b±0,26 7.79±0,76 Susut Masak (%) 37,23c

±0,09 40,21b±0,78 44,04a±0,66 40,5±3,00 Nilai mgH2O (%) 25,54b±0,93 30,67a±0,23 31,50a±1,24 29,24±2,91

Skor Marbling 1 1 2 1,33±0,5


(34)

34

Keempukan

Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, diantaranya adalah struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, daya ikat air oleh protein daging (Lawrie, 2003). Nilai daya putus (shear) daging sapi dara Brahman Cross pada perlakuan P2 menunjukkan hasil yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dari P1 dan P3. Semakin rendah nilai daya putus daging, maka akan menghasilkan daging yang empuk dan semakin meningkatkan kesukaan dari konsumen. Nilai daya putus daging pada P1 dan P3 menghasilkan daging yang lebih empuk dari perlakuan P2.

Rataan hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Bolink et al. (1999) yang mempunyai nilai daya putus daging sapi dara Limousin yaitu 4,3±0,2. Perbedaan ini diduga karena umur dan bangsa yang digunakan berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005) bahwa faktor yang mempengaruhi keempukan daging diantaranya genetik termasuk bangsa, spesies, fisiologi, umur, manajemen, jenis kelamin dan stres. Keempukan daging akan menurun seiring dengan meningkatnya umur hewan (Epley, 2008).

Suryati dan Arif (2005) menyatakan bahwa nilai keempukan daging berdasarkan panelis lokal yang terlatih menyebutkan bahwa daging sangat empuk memiliki daya putus warner bratzler <4,15 kg/cm2, daging empuk 4,15 - <5,86 kg/cm2, daging agak empuk 5,86 - <7,56 kg/cm2, daging agak alot 7,56 - <9,27 kg/cm2, daging alot 9,27 - <10,97 kg/cm2 dan daging sangat alot ≥10,97 kg/cm2. Berdasarkan kategori ini, maka daging sapi dara Brahman Cross pada P1 termasuk ke dalam kategori daging agak empuk, P2 termasuk ke dalam kategori daging agak alot dan P3 termasuk ke dalam kategori daging agak empuk. Rataan nilai daya putus daging sapi pada penelitian ini yaitu 7,79 kg/cm2, nilai rataan ini berada dalam kategori daging agak alot, hal ini dipengaruhi oleh penanganan setelah dipotong.

Susut Masak

Susut masak merupakan indikator utama terhadap nilai nutrisi daging dan berhubungan dengan banyaknya jumlah air yang terikat di dalam sel diantara serabut otot. Nilai susut masak daging sapi dara Brahman Cross pada perlakuan P3 menunjukkan hasil nyata lebih tinggi (P<0,05) dari P1 dan P2, serta P1 menunjukkan hasil nyata lebih rendah dari P2 dan P3. Susut masak daging sapi dipengaruhi oleh


(35)

35 daya ikat air daging, semakin tinggi daya ikat air daging, semakin rendah air bebas yang keluar dari daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shanks et al. (2002) bahwa besarnya susut masak daging dipengaruhi oleh banyaknya air yang keluar dari daging.

Rataan susut masak pada penelitian ini yaitu 40,5±3,00, hasil ini lebih tinggi dari penelitian Bolink et al. (1999) terhadap susut masak daging pada sapi dara Limosin yang mempunyai nilai 31,2±0,6. Perbedaan ini diduga karena waktu dan suhu pemasakan yang dilakukan dari setiap penelitian berbeda. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005) bahwa susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin tinggi temperatur pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Rataan susut masak daging sapi yang didapatkan dari penelitian ini menurun sebanding dengan penurunan kadar air. Daging yang mempunyai susut masak rendah yaitu pada P1, daging ini mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dari pada daging dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini terjadi karena kehilangan nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit.

Daya Mengikat Air

Semakin tinggi nilai mgH2O yang keluar dari daging, maka daya mengikat air daging rendah. Nilai mgH2O pada perlakuan P1 menunjukkan hasil nyata lebih rendah (P<0,05) dari P2 dan P3, dengan demikian daya mengikat air daging pada P1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3. Daya mengikat air dipengaruhi oleh pH akhir daging, seperti yang dinyatakan oleh Lawrie (2003) menyebutkan bahwa tingkat penurunan pH postmortem berpengaruh terhadap daya mengikat air, apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging (5,0-5,1) maka nilai daya mengikat air daging akan tinggi atau nilai mgH2O rendah. Ditambahkan pula oleh Suryati dan Arief (2005) apabila ternak diistirahatkan sebelum dipotong jumlah glikogen di dalam otot dapat dipertahankan tinggi, setelah ternak dipotong glikogen di dalam otot akan berubah menjadi asam laktat dalam keadaan anaerob dan nilai pH ultimat akan tercapai apabila glikogen otot menjadi habis, sehingga nilai daya mengikat air daging meningkat. Hal tersebut sesuai dengan nilai pH pada perlakuan P1 yang mempunyai nilai pH lebih tinggi dari perlakuan P2 dan P3, dengan demikian proses penurunan pH pada P1 berlangsung lambat


(36)

36 dikarenakan cadangan glikogen di dalam tubuh lebih banyak, hal ini dipengaruhi dari kandungan energi dari pakan perlakuan P1 tinggi.

Skor Marbling

Lemak intramuskuler atau marbling merupakan jaringan lemak yang tumbuh paling akhir setelah deposisi lemak visceral, lemak penyelubung ginjal dan lemak subkutan sudah terbentuk (Soeparno, 2005). Skor marbling pada penelitian ini menggunakan uji deskriptif dengan nilai rataan skor marbling 1,33±0,5. Nilai skor marbling hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Diwyanto dan Putu (1995) yang mendapatkan nilai skor marbling pada sapi dara Brahman Cross hasil penggemukan yaitu 2,42±0,08. Adanya perbedaan ini diduga karena pakan, waktu penggemukan serta umur sapi pada penelitian ini lebih tua (2-2,5 tahun), seperti yang dinyatakan oleh Lawrie (2003) bahwa perbedaan tingkat penyebaran lemak di dalam daging dipengaruhi oleh jenis pakan, waktu penggemukan, breed dan umur.

Skor marbling yang terdapat di dalam daging pada penelitian ini masih berada pada nilai yang normal dan mempunyai kualitas yang kurang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lawrie (2003) bahwa daging yang hampir tidak mengandung marbling bisa tampak kering dan mempunyai flavor yang kurang baik dari pada daging yang cukup mengandung marbling. Gambar marbling score system disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Penilaian Skor Marbling Daging Sapi Dara Brahman Cross

Warna Daging

Warna daging yang dihasilkan pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh perbedaan pakan perlakuan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Lawrie (2003) menyatakan bahwa warna daging ditentukan oleh konsentrasi pigmen


(37)

37 daging (mioglobin). Kuantitas mioglobin bervariasi diantara jenis ternak, umur, jenis kelamin, otot, dan aktivitas fisik, yang akan mempengaruhi warna daging.

Skor warna daging yang diperoleh pada penelitian ini mempunyai nilai rataan 5,33±0,5. Hasil warna daging pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilakukan Diwyanto dan Putu (1995) nilai skor warna daging sapi Brahman Cross betina memiliki rataan 4,23±1,51. Perbedaan ini diduga karena daging terlalu lama kontak dengan udara pada saat pengambilan sampel daging dari RPH sehingga warna daging berubah menjadi cokelat, karena terbentuknya

metmyoglobin, sesuai dengan pernyataan Bolink et al. (1999) warna daging

merupakan unsur utama untuk menentukan kualitas dan harga daging. Pada saat daging baru dipotong, pigmen myoglobin berwarna merah gelap sedangkan pada saat kontak dengan udara dimana oksigen membentuk oxymyoglobin yang menyebabkan warna merah terang, apabila daging kontak dengan udara dalam waktu yang relatif lama, maka warna akan berubah menjadi cokelat karena tebentuknya metmyoglobin. Photo Graphic Colour Standard untuk penilaian terhadap warna daging sapi pada penelitian ini disajikan dalam Gambar 5.


(38)

38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Karakteristik fisik daging sapi dara Brahman Cross dipengaruhi oleh kandungan nutrien pakan, konsentrat P1 (PK 11% dan TDN 70,42%) memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas fisik daging sapi dara Brahman Cross. Sifat fisik daging sapi dara Brahman Cross yang meliputi nilai pH, keempukan, susut masak, daya mengikat air, skor marbling dan warna daging berada pada kisaran daging normal.

Saran

Sapi dara Brahman Cross mempunyai kualitas daging yang cukup baik sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu daging disamping sapi jantann dan steer. Namun sapi dara yang akan digunakan harus sapi dara yang kualitas reproduksinya rendah. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan mencoba berbagai sumber pakan yang ada.


(39)

39

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Karakteristik Fisik Daging Sapi Dara Brahman Cross dengan Pemberian Jenis Konsentrat yang Berbeda”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si sebagai dosen pembimbing utama dan Ibu Ir. Lilis Khotijah, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah banyak membantu dengan tulus, baik dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian di lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Kepada panitia siding Ibu Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si dosen penguji Bapak Prof. Dr. Ir. Komang G Wiryawan dan Ibu Ir. Komariah, M.Si terima kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk penulisan skripsi ini. Kepada dosen pembimbing akademik Bapak Ir. Dwi Joko Setyono, M,Si terimakasih telah memberikan pengarahan kepada penulis sampai akhir perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moral, spiritual maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban belajar selama ini. Adikku M. Arief Fadhillah terima kasih atas doa dan dukungannya selama penulis menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Wulan Fauziyah Utami terimakasih perhatian dan dukungannya selama ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pemilik peternakan

“PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre” Bapak Jendral Suprapto yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. Bapak Bramada Winiar Putra S, Pt, Fauzan Latief S, Pt, MM, staf Laboratorium Ruminansia Besar (Bapak Edit Lesa Aditia S, Pt, Bapak Eko dan Dudi Firmansyah S.Pt) serta semua pegawai kandang penulis ucapkan terima kasih atas bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini.

Penulis ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman kuliah terima kasih telah menjadi teman yang selalu memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Kelompok usaha kambing perah “Karya Mandiri” dan teman-teman Tree Climbers


(40)

40 kekompakannya. Teman-teman di Kelompok Pemerhati Lingkungan (KPL) Angsana Diploma IPB terimakasih atas semua doa dan dukungannya. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelasaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan staf di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2011


(41)

41

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D, J.C. Forrest, D.E. Gerrard, & E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4th Ed. Kendall/Hunt Publishing Company.

Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Penduduk Indonesia, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi SNI : 3932. Bailey, C. R., G. C. Duff., S. R. Sanders., J. L. Treichel., L. H. Baumgard., J. A.

Marchello., D. W. Schafer & C. P. McMurphy. 2008. Effect of increasing crude protein concentrations on performance and carcass characteristics of growing and finishing steers and heifers. J. Anim. Feed Sci and Technology. 142: 111-120.

Bakrie, P & P. Sitepu. 1994. Perbandingan tingkat penggunaan pakan berkonsentrat tinggi pada sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Australian Commercial Cross (ACC) Impor. Prosidings Seminar Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.

Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : B. Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Bolink, A. H. H., P. Walstra & W. J. A. Hanekamp. 1999. Effect of sire breed and husbandry system on carcass, meat and eating quality of Piemontese and Limousin crossbred bulls and heifers. J. Livestock Production. Sci. 57 : 273-278.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Food Science. Church, D. C. 1991. Livestock Feed and Feeding. 3rd Ed. Prentice-Hall, Inc.,

Englewood Cliff, New Jersey.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Bagian Ternak Ruminansia Besar. Departemen Pertanian. Jakarta.

Diwyanto, K & I. G. Putu. 1995. Pengaruh sex terhadap karakteristik karkas sapi

Brahman Cross. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

Epley. RJ. 2008. Meat Tenderness. http://www.extension.umn.edu/distribution/02/ nutrition/DJ0856.html [20 Februari 2011].

Field, T. G. 2007. Beef Production and Management Decisions-Fifth Edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey.

Fiems, L. O.,De Campeneere, S., De Smet, S., Van de Voorde, G., Vanaker, J. M., and Boucque, Ch. V. 2000. Relationship between fat depots in carcasses of beef bulls and effect on meat colour and terderness. Meat Science, 56, 41-47. Hafid, HH. 1998. Kinerja produksi sapi Australian Commercial Cross yang

dipelihara secara feedlot dengan kondisi bakalan dan lama penggemukan berbeda. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(42)

42 Halomoan, F. 2000. Karakteristik ternak, karkas dan daging sapi untuk kebutuhan

pasar tradisional dan pasar khusus. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hamm, R. (1972). Kolloidchemie des fleisches-des wasserbindungsvermoegen des muskeleiweisses in theorie und praxis. Verlag Paul Parey, Berlin. Dalam : Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada. University Press, Yogyakarta.

Hammond, Jr., J. C. Bowman and T. R. Robinson. 1984. Hammond’s Farm Animals. 5th Edition. Edward Arnold Ltd, London.

Kadarsih, S. 2004. Performans Sapi Bali berdasarkan ketinggian tempat di daerah transmigrasi Bengkulu : I. Performans Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Kearl, L.C., 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries. InternationalFeedstuff Institute Utah Agriculture Experimants Station. Utah State University, Logan.

Knipe, C. L., R. E. Rust & D. G. Olson. 1992. Some physical parameters involved in the addition of inorganic phosphates to reduced-sodium meat emulsions. J. Food Sci. 55:23.

Kusumastuti, G. 2006. Keempukan, susut masak, daya mengikat air dan pH daging domba jantan muda pada lama penggemukan satu, dua dan tiga bulan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kuswandi, C. Talib, A.R. Siregar & T. Sugiarti. 2003. Manajemen pemberian pakan pada sapi dara FH calon induk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah : Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Lukman, DW, AW. Sanjaya, M. Sudarwanto, RR. Soejoedono, T. Purnawarman, H. Latif. 2007. Higiene Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manglayang. 2005. Hijauan Pakan Ternak Rumput Gajah. Manglayang Farm Online. http://manglayang.blogsome.com/2005/12/31/hijauan-pakan-ternak-rumput-gajah-pennisetum-purpureum/trackback/. [20 Juni 2010].

Miller, M.F., M.A. Carr, C.B. Ramsey, K.L. Crockett & L.C. Hoover. 2001. Consumed treshold for establishing the value of beef terderness. J. Anim. Sci. 79 : 3062-3068.

Monografi Desa Pasir Jambu. 2010. Keadaan Umum Lingkungan dan Wilayah Desa Pasir Jambu. Kantor Kepala Desa Pasir Jambu-Sukaraja, Kabupaten Bogor. Bogor.

Muchtadi, T. R & Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(43)

43

National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Cattle. 6th Revised

Edition. National Academy Press. Washington.

Ngadiyono, N & G, Nugroho. 1996. Pengaruh pemanfaatan fermentasi biji-bijian terhadap pertumbuhan dan produksi karkas sapi Brahman Cross steer hasil penggemukan. Indo. J. Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. Vol 1 (1) : 57-60. Nugroho, W. A. 2008. Produktivitas karkas dan kualitas daging sapi Sumba Ongole

dengan pakan yang mengandung probiotik, kunyit dan temulawak. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta. Purbowati, E. 2001. Balance energi dan nitrogen domba yang mendapat berbagai

aras konsentrat dan pakan dasar yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Shanks, B. C., D.M. Wolf, R. J. Maddock. 2002. Technical note : The effect of freezing on Warner Bratzler shear force values of beef longissimuss steak across several postmortem aging periods. J. Anim.Sci 80 : 2122-2125.

Silva, J. A., L. Patarata, C. Martins. 1999. Influence of ultimate pH on bovine meat ternderness during ageing. Meat sci. 52 : 453-459.

Sofyan, L. A., Aboenawan, L., Laconi, E. B.,Djamil, A.,Ramli, N.,Ridla, M & Lubis, A. D. 2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada. University Press,

Yogyakarta.

Statistik Peternakan. 2009. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Steel, R. G. D & J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan: B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suryati, I & I. I Arief. 2005. Pengujian daya putus Warner Bratzler, susut masak dan organoleptik sebagai penduga tingkat keempukan daging sapi yang disukai konsumen. Laporan penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutanmuda. 2008. Budidaya Rumput Gajah Untuk Pakan Ternak. Sutanmuda Site. http://sutanmuda.wordpress.com/2008/07/22/budidaya-rumput-gajah-untuk-pakan-ternak. [20 juni 2010].

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1991. Aspek Nutrisi Sapi Bali. Makalah Seminar Nasional tentang Pengembangan Sapi Bali. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliff, New Jersey.


(44)

44 Thalib, A., P. Sitepu & R. H. Matondang. 2001. Pengaruh flushing terhadap

performans sapi dara turunan Brahman. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM.

Turner, H. G. 1977. The tropical adaptation of beef cattle. An Australian study. Dalam: Animal Breeding: Selected articles from the Wld. Anim. Rev. FAO Animal Production and Health Paper. 1: 92-97.

Umiyasih, U., Aryogi & Y.N. Anggraeny, 2003. Tinjauan tentang karakteristik tatalaksana pakan, kaitannya dengan limbah tanaman pangan pada usaha sapi potong rakyat di Kabupaten Lumajang. Proseding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Wheeler, T. L., S. D. Shackelford & M. Koohmaraie. 1999. Tenderness classification of beef III: Effect of the interaction between and point temperature and tenderness on Warner-Bratzler shear force of beef longissimus. J. Anim. Sci. 77: 400-407.

Wismer Pendersen, J, J. F. Price, B. S. Schweigert. 1971. Science of Meat and Meat Products. W. H. Freemanand Co, San Fransisco. The 2nd ed. Hal 177.

Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Volume I. CRC Press. Inc.,Boca Raton, Florida.


(45)

45


(46)

46 Lampiran 1. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Nilai pH

Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 0,09162 0,04581 34,1 0,0005

Galat 6 0,00807 0,00134

Total 8 0,09969

Lampiran 2. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Nilai pH

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 5,82 A

2 5,62 B

3 5,60 B

Lampiran 3. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Keempukan Daging

Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 4,49736 2,24868 80,4 0,0000

Galat 6 0,16787 0,02798

Total 8 4,66522

Lampiran 4. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Keempukan Daging

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 7,26 B

2 8,79 A


(47)

47 Lampiran 5. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Susut Masak Daging

Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 69,9907 34,9953 99,3 0,0000

Galat 6 2,1143 0,3524

Total 8 72,1050

Lampiran 6. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Susut Masak Daging

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 44,043 A

2 40,213 B

3 37,230 C

Lampiran 7. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Daya Mengikat Air Daging

Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 62,5274 31,2637 37,8 0,0004

Galat 6 4,9630 0,8272

Total 8 67,4904

Lampiran 8. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Daya Mengikat Air Daging

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 25,54 B

2 30,67 A


(48)

1

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI DARA BRAHMAN

CROSS DENGAN PEMBERIAN JENIS KONSENTRAT

YANG BERBEDA

SKRIPSI TANTAN RIDWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(1)

42 Halomoan, F. 2000. Karakteristik ternak, karkas dan daging sapi untuk kebutuhan

pasar tradisional dan pasar khusus. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hamm, R. (1972). Kolloidchemie des fleisches-des wasserbindungsvermoegen des muskeleiweisses in theorie und praxis. Verlag Paul Parey, Berlin. Dalam : Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada. University Press, Yogyakarta.

Hammond, Jr., J. C. Bowman and T. R. Robinson. 1984. Hammond’s Farm Animals. 5th Edition. Edward Arnold Ltd, London.

Kadarsih, S. 2004. Performans Sapi Bali berdasarkan ketinggian tempat di daerah transmigrasi Bengkulu : I. Performans Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Kearl, L.C., 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries. InternationalFeedstuff Institute Utah Agriculture Experimants Station. Utah State University, Logan.

Knipe, C. L., R. E. Rust & D. G. Olson. 1992. Some physical parameters involved in the addition of inorganic phosphates to reduced-sodium meat emulsions. J. Food Sci. 55:23.

Kusumastuti, G. 2006. Keempukan, susut masak, daya mengikat air dan pH daging domba jantan muda pada lama penggemukan satu, dua dan tiga bulan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kuswandi, C. Talib, A.R. Siregar & T. Sugiarti. 2003. Manajemen pemberian pakan pada sapi dara FH calon induk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah : Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Lukman, DW, AW. Sanjaya, M. Sudarwanto, RR. Soejoedono, T. Purnawarman, H. Latif. 2007. Higiene Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manglayang. 2005. Hijauan Pakan Ternak Rumput Gajah. Manglayang Farm Online. http://manglayang.blogsome.com/2005/12/31/hijauan-pakan-ternak-rumput-gajah-pennisetum-purpureum/trackback/. [20 Juni 2010].

Miller, M.F., M.A. Carr, C.B. Ramsey, K.L. Crockett & L.C. Hoover. 2001. Consumed treshold for establishing the value of beef terderness. J. Anim. Sci. 79 : 3062-3068.

Monografi Desa Pasir Jambu. 2010. Keadaan Umum Lingkungan dan Wilayah Desa Pasir Jambu. Kantor Kepala Desa Pasir Jambu-Sukaraja, Kabupaten Bogor. Bogor.

Muchtadi, T. R & Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(2)

43

National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Cattle. 6th Revised

Edition. National Academy Press. Washington.

Ngadiyono, N & G, Nugroho. 1996. Pengaruh pemanfaatan fermentasi biji-bijian terhadap pertumbuhan dan produksi karkas sapi Brahman Cross steer hasil penggemukan. Indo. J. Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. Vol 1 (1) : 57-60. Nugroho, W. A. 2008. Produktivitas karkas dan kualitas daging sapi Sumba Ongole

dengan pakan yang mengandung probiotik, kunyit dan temulawak. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta. Purbowati, E. 2001. Balance energi dan nitrogen domba yang mendapat berbagai

aras konsentrat dan pakan dasar yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Shanks, B. C., D.M. Wolf, R. J. Maddock. 2002. Technical note : The effect of freezing on Warner Bratzler shear force values of beef longissimuss steak across several postmortem aging periods. J. Anim.Sci 80 : 2122-2125.

Silva, J. A., L. Patarata, C. Martins. 1999. Influence of ultimate pH on bovine meat ternderness during ageing. Meat sci. 52 : 453-459.

Sofyan, L. A., Aboenawan, L., Laconi, E. B.,Djamil, A.,Ramli, N.,Ridla, M & Lubis, A. D. 2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada. University Press,

Yogyakarta.

Statistik Peternakan. 2009. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Steel, R. G. D & J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan: B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suryati, I & I. I Arief. 2005. Pengujian daya putus Warner Bratzler, susut masak dan organoleptik sebagai penduga tingkat keempukan daging sapi yang disukai konsumen. Laporan penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutanmuda. 2008. Budidaya Rumput Gajah Untuk Pakan Ternak. Sutanmuda Site. http://sutanmuda.wordpress.com/2008/07/22/budidaya-rumput-gajah-untuk-pakan-ternak. [20 juni 2010].

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1991. Aspek Nutrisi Sapi Bali. Makalah Seminar Nasional tentang Pengembangan Sapi Bali. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliff, New Jersey.


(3)

44 Thalib, A., P. Sitepu & R. H. Matondang. 2001. Pengaruh flushing terhadap

performans sapi dara turunan Brahman. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM.

Turner, H. G. 1977. The tropical adaptation of beef cattle. An Australian study. Dalam: Animal Breeding: Selected articles from the Wld. Anim. Rev. FAO Animal Production and Health Paper. 1: 92-97.

Umiyasih, U., Aryogi & Y.N. Anggraeny, 2003. Tinjauan tentang karakteristik tatalaksana pakan, kaitannya dengan limbah tanaman pangan pada usaha sapi potong rakyat di Kabupaten Lumajang. Proseding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Wheeler, T. L., S. D. Shackelford & M. Koohmaraie. 1999. Tenderness classification of beef III: Effect of the interaction between and point temperature and tenderness on Warner-Bratzler shear force of beef longissimus. J. Anim. Sci. 77: 400-407.

Wismer Pendersen, J, J. F. Price, B. S. Schweigert. 1971. Science of Meat and Meat Products. W. H. Freemanand Co, San Fransisco. The 2nd ed. Hal 177.

Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Volume I. CRC Press. Inc.,Boca Raton, Florida.


(4)

45


(5)

46 Lampiran 1. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Nilai pH

Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 0,09162 0,04581 34,1 0,0005

Galat 6 0,00807 0,00134

Total 8 0,09969

Lampiran 2. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Nilai pH

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 5,82 A

2 5,62 B

3 5,60 B

Lampiran 3. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Keempukan Daging Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 4,49736 2,24868 80,4 0,0000

Galat 6 0,16787 0,02798

Total 8 4,66522

Lampiran 4. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Keempukan Daging

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 7,26 B

2 8,79 A


(6)

47 Lampiran 5. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Susut Masak Daging

Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 69,9907 34,9953 99,3 0,0000

Galat 6 2,1143 0,3524

Total 8 72,1050

Lampiran 6. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Susut Masak Daging

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 44,043 A

2 40,213 B

3 37,230 C

Lampiran 7. Analisis Ragam Pemberian Konsentrat terhadap Daya Mengikat Air Daging

Sumber

Keragaman db JK KT F hitung P>0,05

Perlakuan 2 62,5274 31,2637 37,8 0,0004

Galat 6 4,9630 0,8272

Total 8 67,4904

Lampiran 8. Uji Lanjut Tukey Pemberian Konsentrat terhadap Daya Mengikat Air Daging

Perlakuan Rata-rata Group Tukey

1 25,54 B

2 30,67 A