Penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas sapi brahman cross heifer dengan pemberian konsentrat yang berbeda

(1)

PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT

BADAN DAN KARKAS SAPI

BRAHMAN CROSS HEIFER

DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT

YANG BERBEDA

SKRIPSI

FRANS HOPETEN DWIHANDIKA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

Frans Hopeten Dwihandika. D14086010. 2011. Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Karkas Sapi Brahman Cross Heifer dengan Pemberian Konsentrat yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Komariah M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah M.Si

Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya permintaan daging sapi. Peningkatan konsumsi daging sapi di Indonesia harusdiimbangi dengan penambahan produksi yang memadai yaitu dengan cara peningkatan populasi sapi pedaging. Sapi bakalan yang dipelihara oleh industripenggemukan sapi potong di Indonesia umumnya berasal dari Australia, contohnya sapi Brahman Cross (BX). Mengingat harga dan kurangnya stok sapisteerpada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapiheiferyang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sapisteer.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas sapi Brahman CrossHeiferdengan pemberian konsentrat yang berbeda, banyaknya sampel yang digunakan sebanyak 9 ekor.Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara deskriptif. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragamannya dihitung menggunakan rumus Walpole (1992). Dengan perlakuantiga jenis konsentratyang berbeda. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot akhir, pertambahan bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging terhadap bobot karkas dan persentase karkas terhadap bobot akhir.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu bobot akhirP1 (325,30±10,90) relatif lebih rendah dibandingkan P2 dan P3masing-masing (380,30±16,20; 365,66±7,47), pertambahan bobot badan P3(0,18±0,11) rendah dibandingkan P1 dan P2 masing-masing (0,43±0,04; 0,79±0,11), bobot karkas P1 (153,97±5,05) relatif lebih rendah dibanding P2 dan P3 yaitu(168,30±9,96; 173,30±1,91), persentase karkas P2 (43,70±1,18) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (47,33±0,51; 47,40±0,45), persentase daging terhadap bobot karkas P2 (62,90±1,82) relatif lebih rendah dibandingkan P1dan P3 yaitu (63,50±1,30; 63,40±1,39), persentase daging terhadap bobot potong P2 (27,48±0,30) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (30,06±0,96; 30,42±0,40), penilaian konsumsi pakan dilakukan dengan uji deskriptif dengan jumlah masing-masing P1, P2 dan P2 yaitu (7,42; 7,99; 7,38).

Secara keseluruhan respon Sapi Brahman Cross Heifer terhadap pakan P2 cenderung lebih baik daripada pakan P1 dan P3.

Kata kunci : penampilan bobot badan, sapi brahman crossheifer, karkas dan konsentrat


(3)

ABSTRACT

Appearance of Body Weight, Body Weight and Carcass Added Brahman Cross Cows with Different Concentrate Giving

F.H. Dwihandika., Komariah and L Khotijah

Beef cattle production in Indonesia can not meet the huge demand for beef. Increased consumption of beef in Indonesia must be balanced with the addition of an adequate production is by way of an increase in beef cattle population. Calves that are kept by the fattening of beef cattle industry in Indonesia generally come from Australia, for example, Brahman Cross cattle (BX). Given the stock price and the lack of beef steer at the time, then to overcome them been procured Heifer cows that have a fairly good quality with a cheaper price than the price of steer beef.

This study aimed to study the appearance of body weight, body weight gain and carcass Heifer Brahman Cross cattle by administering different concentrations, the number of samples used as much as nine calves. Data obtained in this study treated descriptively. The mean, standard deviation and coefficient of variation was calculated using the formula Walpole (1992). With the treatment of three different types of concentrates. Variables observed in this study is the final weight, body weight gain, carcass weight, carcass percentage, meat percentage of carcass weight and carcass percentage of final weight.

The results obtained in this study is the final weight of P1 (325.30±10.90) is relatively lower than P2 and P3 respectively (380.30±16,20; 365,66±7.47), of accretion P3 body weight (0.18±0.11) is relatively lower than P1 and P2 respectively (0.43±0,04; 0,79±0.11), carcass weight P1 (153.97±5.05) was relatively lower than P2 and P3 is (168.30±9.96; 173.30±1.91), percentage of carcass P2(43.70±1.18) was relatively lower than P1 and P3 is (47.33±0.51; 47.40±0.45), meat percentage of carcass weight P2 (62.90±1.82) is relatively lower than the P3 P1dan (63.50±1.30; 63.40±1.39), percentage of meat to cutting the weight of P2 (27.48±0.30) was relatively lower than P1 and P3 is (30.06±0.96; 30.42±0.40) , feed intake assessment conducted by a descriptive test with the amountof each P1, P2 and P2 is (7.42; 7.99; 7.38).

Overall response Cross Heifer Brahman cattle on feed P2 feed tend to be better than the P1 and P3.

Key words : appearance of body weight, cross Heifer Brahman cattle,carcasses and concentrates


(4)

PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT

BADAN DAN KARKAS SAPI

BRAHMAN CROSS HEIFER

DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT

YANG BERBEDA

FRANS HOPETEN DWIHANDIKA D14086010

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT

BADAN DAN KARKAS SAPI

BRAHMAN CROSS HEIFER

DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT

YANG BERBEDA

FRANS HOPETEN DWIHANDIKA D14086010

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Komariah, M.Si) (Ir. Lilis Khotijah, M.Si)

NIP. 19590515 198903 2 001 NIP.1996 0703 199203 2003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sondi Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun pada tanggal 10 Februari 1987, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Darmo Setyo Tjipto dan Ibu Fridani Tarigan. Pendidikan formal penulis diawali di TK Bina Insani Sondi Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun selama 1 tahun (1992-1993), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Inpres Pematang Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun selama 6 tahun (1993-1999) dan melanjutkan di SLTP Negeri 1 Pematang Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun a selama 3 tahun (1999-2002). Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Umum di SMA GKPS Sondi Raya, kota pematang Siantar, Kabupaten Simalungun selesai pada tahun 2005.

Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa diploma di Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat strata 1 di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Sebagai tugas akhir untuk gelar Strata 1, penulis melakukan penelitian di bidang peternakan sapi impor dan menyusun skripsi dengan judul Produktivitas Sapi

Brahman Crossdengan Pemberian Pakan Konsentrat pada Rasio Protein dan Energi yang Berbeda. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah mengikuti magang di dua tempat yang berbeda yaitu CV. DONI FARM Magelang Jawa Tengah dan PT. PIMS di Sumatera Utara pada tahun 2010.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya saya dapat melaksanakan studi, penelitian dan melakukan seminar serta menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Karkas Sapi Brahman Cross Heifer

dengan Pemberian Konsentrat yang Berbeda”, yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka diperkirakan konsumsi akan protein hewani, khususnya yang bersumber dari daging sapi akan meningkat. Penelitian dengan pemberian konsentrat yang berbeda terhadap sapiBrahman Cross Heifermemberi tingkat konsumsi pakan yang berbeda pada setiap perlakuan. Penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas sapi Brahman Cross Heifer memberikan hasil yang berbeda diantaranya bobot akhir, bobot karkas, persentase bobot karkas dan persentase daging terhadap bobot akhir. Pertambahan bobot badan dan persentase daging terhadap bobot karkas tidak berbeda dari setiap perlakuan.

Penulis berharap karya kecil ini bermanfaat secara umum dalam dunia peternakan dan khususnya dalam upaya peningkatan produktivitas sapi potong sebagai penghasil daging yang kompetitif di Indonesia.

Bogor, Agustus 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Bangsa Sapi ... 3

Sapi Potong ... 3

Pertumbuhan Ternak... 5

Penggemukan Sapi Potong... 6

Bahan Pakan Ternak ... 6

Konsumsi Pakan ... 7

Konversi Pakan ... 8

Karkas ... 8

MATERI DAN METODE... 10

Lokasi dan Waktu... 10

Materi ... 10

Prosedur ... 11

Analisis Data ... 12

Peubah yang Diamati ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

Keadaan Umum Lokasi ... 15

Konsumsi Pakan ... 15

Konsumsi Zat Makanan ... 18


(9)

KESIMPULAN DAN SARAN... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

UCAPAN TERIMAKASIH ... 24


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persentase Zat Makanan Konsentrat dan Hijauan Berdasarkan

Bahan Kering... 11

2. Konsumsi Hijauan dan Konsentrat berdasarkan Bahan Kering ... 16

3. Konsumsi TDN Selama Penelitian ... 18

4. Konsumsi Protein Kasar Selama Penelitian ... 18

5. Nilai Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan ... 19

6. Rataan Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda ... 20

7. Rataan Bobot Karkas dan Persentase karkas Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda ... 21

8. Rataan Persentase Daging terhadap Bobot Karkas dan Persentase Daging terhadap Bobot Akhir Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda (%) ... 22


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pemotongan ... 12

2. Pengulitan... 12

3. Pembelahan Karkas... 12

4. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat Selama Penelitian ... 17


(12)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya permintaan daging sapi. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya impor daging sapi (280.472 ton) dan sapi hidup (341.794 ekor) pada tahun 2009 (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Upaya peningkatan produksi daging sapi di Indonesia dapat dilakukan dengan cara peningkatan populasi dan produktivitas sapi. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui usaha penggemukan sapi dengan sistem feedlot. Feedlot merupakan pemeliharaan pada area terbatas (dikandangkan) dengan pakan utama berupa konsentrat dalam waktu relatif singkat.

Pakan dalam penggemukan sapi potong terdiri atas konsentrat dan hijauan. Pemberian hijauan dan konsentrat didasarkan pada kebutuhan sapi dan kemampuan menyediakan bahan pakan tersebut. Hijauan makanan ternak merupakan bahan makanan mengandung serat kasar tinggi yang dibutuhkan untuk memperlancar dan menjaga fungsi normal saluran pencernaan. Konsentrat merupakan pakan yang mengandung nutrisi yang mudah dicerna yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas.

Sapi bakalan feeder stock maupun sapi siap potong yang diimpor ke Indonesia umumnya berasal dari bangsa Australian Commercial Cross (ACC) dan Brahmann Cross (BX) dengan jenis kelamin jantan kastrasi/steeratau dara/heifer. Sapi steer dan heifer mempunyai perbedaan dalam harga beli, oleh karena itu tidak hanya sapisteersaja, melainkan sapiheifersering digemukkan dan dipotong untuk mendapatkan produksi daging. Mengingat harga dan kurangnya stok sapi steer pada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapi heifer yang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sapi steer, dan sapi heifer sangat melimpah di Australia. Sapi heifer yang digunakan untuk penggemukan ini yaitu sapi yang mempunyai tingkat reproduksi rendah. Informasi tentang produktivitas sapiheifer hingga saat ini masih sedikit sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui produktivitas sapi heiferterutama tentang penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas.


(13)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan mempelajari penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan karkas sapi Brahman Cross Heifer (BX) dengan pemberian pakan konsentrat yang berbeda.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi

Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Romans et al., (1974) serta Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :

Phylum :Chordata Subphylum :Vertebrata Class :Mamalia Sub class :Theria Infra class :Eutheria Ordo :Artiodactyla Sub ordo :Ruminantia Infra ordo :Pecora Famili :Bovidae

Genus :Bos

Group :Taurinae Spesies :Bos taurus

Bos indicus Bos sondaicus

Sapi Potong

Sapi tipe potong adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi daging dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan komposisi perbandingan protein dan lemak seimbang hingga umur tertentu. Sapi-sapi yang termasuk tipe sapi potong diantaranya: Sapi Brahman, Ongole, Sumba Ongole (SO), Hereford, Shorthorn, Brangus, Aberdeen Angus, Santa Gertrudis, Droughtmaster, Australian Commercial Cross (ACC), Sahiwal Cross, Limousin, Simmental dan Peranakan Ongole (PO). Sapi Brahman, Ongole, SO dan PO


(15)

merupakan sapi potong spesies Bos Indicus yang mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan panas.

Sapi Brahman Cross (BX)

Sapi Brahman merupakan bangsa sapi yang dibentuk di Amerika Serikat dari hasil persilangan empat bangsa sapi India, yaitu Nellore Ongole, Kankrey, Krishna Valley, dan Gir (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Menurut Ensminger (1991) ciri fisik sapi Brahman ditandai dengan adanya kelasa yang cukup besar melampaui bahu, kulit yang menggantung di bawah kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung.

Sapi Brahman yang berada di daerah Australia jarang diternakkan secara murni, tetapi banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (SH). Hasil persilangan ini kemudian dikenal dengan Brahman Cross (BX). Sapi ini biasanya diseleksi berdasarkan kecepatan pertumbuhan dan daya tahan terhadap caplak (Direktorat Jenderal Peternakan, 1986).

Sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan perbandingan konsentrat dan hijauan masing-masing 85% dan 15% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,8-1,2 kg/ekor/hari dengan persentase bobot karkas 53,21% (Ngadiyono, 1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross (BX) sebesar 0,78 kg dapat menghasilkan persentase bobot karkas sebesar 54,18%.

Direktorat Jenderal Peternakan (1986) menyatakan bahwa Sapi Brahman Cross (BX) banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia dikarenakan memiliki beberapa keunggulan, antara lain memiliki daya tahan terhadap panas dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, memiliki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak.

SapiHeifer

Heiferadalah sapi betina dara yang belum mempunyai anak dan biasanya berumur kurang dari 3 tahun. Pemeliharaan sapiheiferperlu ditingkatkan melalui efesiensi biaya pakan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kuswandi et al. (2003) menyatakan sapi dara dikawinkan pertama minimal memiliki bobot badan 250 kg namun jarang tercapai pada umur 15 bulan. Hal ini diduga disebabkan oleh


(16)

rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan. Pertambahan bobot badan harian sapi dara yang optimal yaitu 0,5 kg/hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3% dari berat badan (Umiyasihet al., 2003).

Menurut penelitian Kearl (1982) pertumbuhan ideal sapi dara dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5,99 Mkal bila berat badanya 100 kg. Perlakuan flushing (2% konsentrat per bobot badan) pada sapi dara turunan Brahman dapat meningkatkan produktivitas pertambahan bobot badan harian dan diikuti oleh perbaikan performans reproduksi (Thalibet al., 2001).

Pertumbuhan Ternak

Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ. Diferensiasi menghasilkan perbedaan morfologis atau kimiawi, misalnya perubahan sel-sel embrio menjadi sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran pencernaan, organ reproduksi dan alat pernafasan (Soeparno, 2005).

Pertumbuhan dan distribusi komponen-komponen tubuh seperti tulang, otot dan lemak berlangsung secara gradual yaitu tulang meningkat pada laju pertumbuhan maksimal awal, kemudian diikuti oleh otot dan terakhir oleh lemak yang meningkat dengan pesat (Swatland, 1984). Pendapat lain menyatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon dan kastrasi, serta lingkungan dan manajemen (Aberle et al., 2001). Pertumbuhan ternak pada jenis kelamin yang berbeda, laju pertumbuhannya juga berbeda. Pertumbuhan pada ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama mempunyai bobot tubuh lebih berat dibandingkan dengan ternak betina (Hammondet al., 1984).


(17)

Menurut Atmodjo et al. (1981), kecepatan pertumbuhan sapi BX (0,42 kg/hari). Kearl (1982) berpendapat pertumbuhan ideal sapi dara dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) 0,5 kg/hari. Ngadiyono (1995), pertumbuhan dapat dilihat pada pertambahan bobot badan per unit waktu. Pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara secara intensif adalah 0,78 kg/ekor/hari.

Penggemukan Sapi Potong

Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging berdasarkan peningkatan bobot badan tinggi melalui pemberian pakan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Secara umum penggemukan sapi dapat dilakukan secara dikandangkan feedlot fattening dan di padang rumput pasture fattening. Jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan sapi yang digemukkan tergantung pada pertambahan bobot badan yang dicapai dalam proses penggemukan, lama penggemukan dan harga daging (Siregar, 2003). Sistem penggemukan sapi di Indonesia semakin berkembang mulai dari penggemukan secara tradisional maupun secara feedlot. Menurut Siregar (2003), metoda penggemukan sapi dipengaruhi oleh jenis pakan, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkan serta lama penggemukan. Penggemukan sapi diluar negeri dikenal dengan sistem pasture fattening, dry lot fattening dan kombinasi keduanya, sedangkan di Indonesia dikenal dengan sistem kereman.

Bahan Pakan Ternak

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al., 1998), konsentrat mengandung serat kasar lebih rendah daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif tinggi tetapi jumlahnya bervariasi dengan kandungan air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993).

Hijauan

Hijauan merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Hijauan memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18% dalam bahan


(18)

kering. Serat kasar merupakan komponen utama dari dinding sel hijauan, komponen ini sangat susah untuk dicerna (Field, 2007). Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) atau disebut juga rumput napier, merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai ternak. Menurut Sutanmuda (2008), rumput gajah dapat hidup di berbagai tempat (0-3000 dpl), tahan lindungan, respon terhadap pemupukan dan tingkat kesuburan tanah yang tinggi.

Konsentrat

Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa sawit, tetes dan berbagai umbi. Fungsi konsentrat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Pemberian pakan konsentrat dalam ransum dapat meningkatkan produktivitas sapi. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa pemberian konsentrat dengan jumlah besar akan meningkatkan jumlah energi ransum dan dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan. Rasio pemberian konsentrat yang digunakan pada pemeliharaan intensif yaitu 60% konsentrat dan 40% hijauan (Blakely dan Bade, 1992). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sapi dewasa (finish-sedang) dapat mengkonsumsi pakan dalam bahan kering sebesar 1,4%, sedangkan untuk sapi yang lebih besar mencapai 3% dari bobot badan. Kebutuhan protein sapi betina yaitu sebesar 10–12 % dari ransum.

Konsumsi Pakan

Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan didalammya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1998). Parakkasi (1999) menegaskan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar zat makanan dalam pakan untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.

Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan


(19)

kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan bau, rasa, tekstur dan suhu lingkungan (Church dan Pond, 1988).

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan dapat digunakan untuk mengetahui efesiensi produksi karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Semakin rendah nilai konversi pakan maka efesiensi penggunaan pakan makin tinggi. Konversi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999).

Menurut Ngadiyono (2000), sapi BX yang diberi ransum 80% konsentrat: 5% ampas bir: 15% rumput raja, konversi pakannya paling bagus pada lama penggemukan 2 bulan yaitu 8,34 jika dibandingkan dengan lama penggemukan 3 dan 4 bulan yang sebesar 9,70 dan 11,52.

Karkas

Karkas domba, sapi dan babi merupakan bagian tubuh tanpa darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestine, kantung urine, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat dalam tubuh ternak). Menurut Soeparno (1992) ginjal, lemak pelvis, otot diafragma dan ekor sering diikutkan pada karkas. Hasil karkas umumnya dinyatakan dalam persentase karkas, yaitu perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen (Forrest et al., 1975). Menurut Soeparno (2005), persentase karkas rata-rata pada sapi adalah 50% dari bobot potong. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak, bobot potong, pakan dan jumlah lemak intramuskular atau marbling.

Komponen utama karkas terdiri atas tulang, daging dan lemak. Tulang sebagai kerangka tubuh merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh daging atau otot, dan terakhir adalah jaringan


(20)

lemak (Forrestet al.,1975). Meningkatnya persentase lemak karkas menyebabkan persentase otot dan tulang menurun. Menurut Tulloh (1978), proporsi komponen karkas stersebut dipengaruhi oleh umur, bangsa, pakan, penyakit dan cekaman. Jenis kelamin mempengaruhi pertumbuhan jaringan dan komposisi karkas. Menurut Berg dan Butterfield (1976), sapi dara menyelesaikan fase penggemukan pada bobot yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sapi kebiri dan sapi kebiri menyelesaikan fase terebut pada bobot yang lebih rendah dari sapi jantan. Bobot potong optimal lebih kecil pada sapi dara dan lebih besar pada sapi jantan bila dibandingkan dengan sapi kebiri atau kastrasi. Penggemukan sapi pejantan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sapi dara atau kebiri.

Perbedaan komposisi tubuh dan karkas terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran atau bobot pada saat dewasa, misalnya bila perbandingan komposisi karkas antara bangsa tipe besar dan tipe kecil didasarkan pada bobot yang sama, maka bangsa tipe besar akan lebih besar perdagingannya dan lebih banyak mengandung protein, proporsi tulangnya lebih tinggi dan proporsi lemak lebih rendah daripada sapi tipe kecil (Black, 1983).

Pola pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat kemudian setelah pubertas laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat. Meningkatnya persentase bobot lemak karkas menyebabkan persentase daging dan tulang menurun. Charles (1987) menyatakan bahwa secara umum setiap peningkatan 3% lemak karkas akan diikuti penurunan otot 2% dan tulang 1%.

Berdasarkan penelitian Kurniawan (2005) sapi BX yang dipelihara selama dua bulan (feedlot) rata-rata bobot badan awal 279,68 kg memiliki bobot karkas rata-rata 193,78 kg. Bobot karkas tersebut diperoleh dari sapi dengan bobot potong rata-rata 388,80 kg dengan kisaran 317-463 kg, dikatakan bahwa persentase bobot karkas sapi BX panas rata-rata 49,86% (Kurniawan, 2005).


(21)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan April dan berakhir pada bulan Juli 2010. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pemotongan sapi dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Cibinong, Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan sapi Brahman Cross Heifer sebanyak 9 ekor dengan kisaran berat hidup 289-365 kg. Ternak tersebut adalah ternak yang diimpor dari Australia.

Pakan

Pakan yang digunakan pada penelitian ini pakan konsentrat komersial terdiri dari dua macam konsentrat P1 dan konsentrat P3 berasal dari CV. Tani Mulyo dan satu macam pakan P2 dari Daarul Falah. Bahan baku konsentrat yang digunakan yaitu, P1: dedak halus, kulit coklat, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil kedelai, onggok, kulit kopi, biji kapuk, urea, Molases, mineral premix dan garam, P2: dedak, pollard, bungkil kelapa, kulit kacang tanah, kulit coklat, tepung roti, onggok, rumput lapang,limestone, DCP, urea, molases, mineral premix dan garam P3: onggok, bungkil sawit, bungkil kopra, bungkil kedelai, jagung giling, kulit kopi, biji kapuk, pollard, premix, molases, garam, kapur, sodium dan urea. Total hijauan selama penelitian yang digunakan sebanyak 2% dari bobot badan, konsentrat yang digunakan sebanyak 3% dari bobot badan. Kandungan zat makanan konsentrat dan hijauan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1. Persentase Zat Makanan Konsentrat dan Hijauan Berdasarkan Bahan Kering

Zat

Makanan BK (%) PK (%) TDN (%) SK (%) LK (%)

P11 85,4 11 70,42 19,9 3,12 P22 91,9 13,03 70 13,25 5

P31 83,6 16 65 15 7

R. Gajah 22,2 8,69 52,4 33,3 2,71

Sumber :1CV. Tani Mulyo,2Daarul Falah (2010), R. Gajah : Sutardi, T (1981). Keterangan : PK : Protein kasar

TDN :Total Digestible Nutrients BK : Bahan Kering

SK : Serat Kasar LK : Lemak Kasar Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang koloni yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Kandang yang dipakai dalam penelitian ini adalah kandang terbuka hanya pada bagian tempat pakan dan air minum yang diberi atap asbes, lantai beton dan dinding pagar besi, luasan kandang rata-rata 2,5 m2/ekor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan pakan, timbangan karkas dan peralatan pemotongan.

Prosedur Pemeliharaan Ternak

Ternak dikelompokkan dalam tiga kandang koloni. Waktu adaptasi sapi dari mulai ditempatkan di kandang sampai dimulainya penelitian yaitu satu minggu. Pemeliharaan dilakukan selama 60 hari dengan pemberian konsentrat dan hijauan diberikan pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang pukul 13.00 WIB dan malam pukul 17.00 WIB, sedangkan pemberian hijauan dilakukan pukul 10.00 WIB dan 15.00 WIB. Air minum diberikanad libitum.

Pemotongan Ternak

Sebelum dipotong, sapi ditempatkan di kandang karantina yang terdapat di RPH Cibinong selama 24 jam. Pemotongan dilakukan selama dua hari (hari pertama 5 ekor dan hari kedua 4 ekor), prosedur pemotongan mengikuti cara yaitu


(23)

pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesophagus sehingga pembuluh darah dan trakea terpotong dan proses pengeluaran darah sempurna. Pemisahan kepala, kaki bagian depan dan kaki bagian belakang (pada sendi carpo-metacarpal dan traso-metatarsal) dipotong, kemudian sapi digantung pada kaki belakang (tendon achilles). Setelah digantung, dilakukan pengulitan. Kemudian dilakukan pengeluaran organ-organ pada rongga dada dan isi perut dikeluarkan dengan melakukan penyayatan pada dinding abdomen sampai dada. Organ hati, limpa, ginjal, jantung, trakea dan paru-paru dikeluarkan.

Setelah proses pemotongan, pengulitan dan eviscerasi, kemudian dilakukan pembelahan karkas pada tulang belakang (vertebrae). Kedua karkas tersebut disebut karkas kanan dan karkas kiri. Setelah dipotong manjadi dua bagian, kemudian karkas dipotong menjadi empat bagian pada tulang rusuk ke 5 dan 6. Setelah dipotong dilakukan penimbangan karkas yang terdiri dari perempat karkas bagian depan (forequarter) dan perempat karkas bagian belakang (hindquarter). Gambar pemotongan sapi dapat dilihat pada Gambar 1, Proses Pengulitan pada Gambar 2, Proses Pembelahan Karkas pada Gambar 3.

Gambar 1. Pemotongan Gambar 2. Pengulitan Gambar 3. Pembelahan Karkas

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara deskriptif. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragamannya dihitung menggunakan rumus Walpole (1992), yaitu:


(24)

Sbx= ∑in- 1(Xi–X)2

n–1 KK=Sbxx 100%

X X=∑x1

n keterangan :

∑ = Jumlah

KK = koefisien keragaman SBx = simpangan baku X1 = perlakuan pakan

X = rata-rata perlakuan pakan dan N = jumlah pengamatan

Perlakuan

Penelitian ini dilakukan dengan tiga taraf perlakuan pemberian konsentrat yang berbeda dengan kelompok umur yang berbeda.

1. Perlakuan P1 yaitu kelompok sapi dengan bobot badan antara 289-313 kg/ekor

2. Perlakuan P2 yaitu kelompok sapi dengan bobot badan antara 340-365 kg/ekor

3. Perlakuan P3 yaitu kelompok sapi dengan bobot badan antara 328-337 kg/ekor.

Peubah yang Diamati Konsumsi Pakan(kg/ekor/hari).

Konsumsi pakan harian adalah rataan jumlah ransum yang dikonsumsi seekor sapi potong dalam satu kelompok setiap hari. Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum awal yang diberikan dengan sisa ransum.


(25)

Pertambahan Bobot Badan(kg/ekor/hari).

Bobot yang dihitung berdasarkan selisih antara hasil penimbangan bobot akhir dengan bobot awal dibagi dengan lama pemeliharaan, dengan persamaan sebagai berikut:

PBBH=Bobot Akhir–Bobot Awal x 100% Lama Penggemukan

Konversi Pakan,

Konversi pakan merupakan hasil dari rataan jumlah konsumsi pakan dalam satu populasi dibagi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu yang sama.

Bobot Akhir(kg/ekor),

Bobot Akhir merupakan besaran bobot badan sapi hidup pada saat sapi telah selesai mengalami masa penggemukan (masa panen).

Bobot Karkas(kg).

Bobot Karkas merupakan bobot yang diperoleh dengan melakukan penimbangan karkas setelah karkas dipisahkan dari bagian non karkasnya.

Persentase Karkas.

Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot badan dikalikan dengan seratus persen, dengan persamaan sebagai berikut:

Persentase Bobot Karkas=Bobot Karkas. x 100% Bobot potong

Persentase Daging terhadap Bobot Karkas (%).

Persentase daging merupakan perbandingan antara bobot karkas dikalikan seratus persen.

Persentase daging dihitung dengan cara :

Persentase daging = Berat daging x 100% Berat karkas

Persentase Daging terhadap Bobot Akhir (%). Persentase daging dihitung dengan cara :

Persentase daging = Berat daging x 100% Berat Potong


(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi

PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah penelitian berada pada 195 m di atas permukaan laut, dengan kisaran suhu 24-28oC, kelembaban 69-79% dan curah hujan rata-rata diatas 10 bulan basah (Monografi Desa Pasir Jambu, 2010). PT PAC ini adalah perusahaan yang sedang merintis usaha penggemukan sapi potong, sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Usaha penggemukan sapi potong di PT PAC ini menggunakan sapi dara Brahman Cross yang didatangkan dari Australia.

Penanganan saat sapi datang adalah identifikasi dengan pemberianear tag. Hal ini untuk mempermudah pengelompokan awal ke dalam kandang. Pengelompokan didasarkan pada bobot badan awal ternak. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan yaitu kandang kelompok, dengan pertimbangan bahwa penggunaan kandang kelompok lebih efisien dibandingkan penggunaan kandang individu.

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan diberikan pada minggu pertama pemeliharaan dengan tujuan untuk adaptasi dan pemulihan kondisi ternak setelah stres akibat transportasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian pakan konsentrat. Hijauan yang digunakan adalah king grass yang dibeli dari petani setempat, sedangkan konsentrat yang digunakan dibeli dari dua perusahaan pabrik pakan khusus untuk ternak sapi yaitu untuk P1 dan P3 dari CV. Tani Mulyo dan P2 dari Daarul Falah.

Konsumsi Pakan

Konsumsi merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis. Konsumsi merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak. Pakan tersebut mengandung zat yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ternak, pakan yang diberikan dan lingkungan. Faktor ternak meliputi jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lain.


(27)

Faktor pakan yang diberikan meliputi kandungan nutrisi pakan, penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa, dan tekstur pakan. Faktor lingkungan meliputi suhu dan kelembaban. Tingkat konsumsi pakan sapi impor sebagian besar dipengaruhi oleh kemampuan mengkonsumsi pakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan ataupun jenis hijauan yang diberikan (Bakrie dan Sitepu, 1994). Rataan konsumsi pakan konsentrat dan hijauan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi Hijauan dan Konsentrat Berdasarkan Bahan Kering

Konsumsi

Perlakuan

P1 P2 P3

...kg/ekor/hari... Bahan Kering

Konsentrat 6,65 7,11 6,51

Hijauan 0,87 0,87 0,87

Total 7,42 7,99 7,38

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa total konsumsi bahan kering (BK) berturut-turut yaitu P1 7,42 kg/ekor/hari, P2 7,99 kg/ekor/hari dan P3 7,38 kg/ekor/hari. Berdasarkan NRC (1984), kebutuhan BK untuk sapi dara potong bobot hidup 300 kg dan pertambahan bobot badan 0,5 kg/hari yaitu 7,5 kg/ekor/hari. Hal ini berarti konsumsi BK pada sapi dalam penelitian ini masih dalam kisaran normal.

Konsumsi pada P2 relatif lebih tinggi dibandingkan P1 dan P3, hal ini diduga karena variasi pakan P2 memiliki palatabilitas yang lebih baik. Field (2007) menyatakan bahwa variasi pakan yang kurang dapat mempengaruhi nafsu makan sapi. Pada penelitian ini komposisi pakan pada P2 lebih bervariasi dibandingkan P1 dan P3. Menurut Ensminger (1993), faktor yang mempengaruhi palatabilitas untuk pakan ternak ruminansia adalah kecerahan warna, bau, rasa, tekstur dan kandungan nutrisi. Rataan konsumsi BK hijauan pada setiap perlakuan memiliki nilai rataan konsumsi yang sama, hal ini disebabkan oleh jumlah rumput yang diberikan dari awal sampai akhir pemeliharaan adalah sama.

Grafik rataan konsumsi konsentrat (Gambar 4) menunjukkan kenaikan konsumsi yang pada P2. Hal ini disebabkan pakan P2 mempunyai palatabilitas yang cukup baik dan kandungan nutrisinya cukup tinggi, warna cerah dan mempunyai aroma yang harum dibandingkan pakan P1 dan P3. Terlihat pada


(28)

grafik 4, konsumsi pakan P2 dari awal sampai akhir pemeliharaan relatif lebih tinggi. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat Selama Penelitian

Grafik rataan konsumsi hijauan (Gambar 5) pada setiap minggu mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan karena kondisi rumput yang diberikan pada setiap minggu berbeda dari segi umur panen dan ukuran rumput setelah dicacah, dikarenakan proses pencacahan rumput dilakukan secara manual. Jumlah konsumsi hijauan selama penelitian mempunyai nilai rataan yang sama pada setiap perlakuan. Grafik Rataan Konsumsi Hijauan dapat dilihat pada Gambar 5.


(29)

Konsumsi Zat Makanan

Konsumsi zat makanan yang diukur dalam penelitian ini adalah Total Digestible Nutrient(TDN) dan protein kasar, disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsumsi TDN Selama Penelitian

Perlakuan TDN (kg)

P1 7,45

P2 7,48

P3 7,12

Konsumsi Energi

Semua fungsi tubuh termasuk proses pencernaan membutuhkan energi. Berdsarkan Tabel 3 menunjukan bahwa rataan konsumsi TDN yang berturut–turut a pakan P1 sebesar 7,45 kg, P2 7,48kg dan P3 7,12 kg. Rendahnya konsumsi energi pada P3 seiring dengan rendahnya konsumsi pakan dan kadar TDN dalam ransum. Jika dibandingkan dengan standar NRC (1984), kebutuhan konsumsi TDN untuk sapi dara pedaging sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 300 kg dengan pertambahan bobot badan sebesar 0,5 kg/hari adalah minimal 6,9 kg/ekor/hari. Konsumsi protein disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Konsumsi Protein Kasar selama penelitian

Perlakuan Protein Kasar (kg)

P1 1,18

P2 1,35

P3 1,59

Konsumsi Protein Kasar

Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut sebesar 1,18; 1,35, dan 1,59 kg/ekor/hari. Rendahnya konsumsi protein kasar pada P1 seiring dengan rndahnya kandungan kadar protein kasar pada ransum. Berdasarkan NRC (1984), konsumsi protein kasar untuk sapi pedaging dara sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 300 kg dan pertambahan bobot badan harian 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar minimal 0,60 kg/hari. Hal ini berarti kebutuhan protein kasar pada sapi penelitian ini sudah terpenuhi. Konsumsi protein kasar pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Ngadiyono dan Nugroho (1996), konsumsi protein kasar (PK) pada sapi


(30)

dara BX dengan kandungan PK konsentrat 14,06% memiliki nilai konsumsi PK 1,18 kg/ekor/hari.

Konversi Pakan

Rataan rasio konversi pakan (Feed Conversion Ratio = FCR) sangat dipengaruhi oleh kualitas atau kandungan nutrisi dari pakan serta kemampuan sapi memanfaatkan nutrisi dalam pakan tersebut untuk pertumbuhan. Rataan FCR diperoleh dari perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan sapi. Semakin tinggi nilai FCR maka semakin rendah tingkat efektivitas dari pakan tersebut untuk menghasilakan pertambahan bobot badan sapi. Nilai rataan konversi pakan terhadap pertambahan bobot badan sapi pada penelitian tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan

Perlakuan Konversi Pakan

P1 17,25

P2 10,39

P3 41,00

Nilai Konversi pakan pada penelitian ini secara umum relatif berbeda, perbedaan tersebut sangat berpengaruh terhadap usaha feedlot terutama jika populasi sapi yang digemukkan lebih banyak. Konversi pakan terbaik adalah pada perlakuan P2 sebesar 10,39 kg artinya, untuk mendapatkan 1 kg pertambahan bobot badan sapi dibutuhkan ransum seperti pada perlakuan P1 sebanyak 17,25 kg kemudian diikuti perlakuan P2 sebesar 10,39 kg dan perlakuan P3 sebesar 41,00 kg. Dilihat dari ke tiga perlakuan dalam penelitian ini pakan yang dapat memberikan tingkat efektifitas paling baik pada perlakuan P2.

Penampilan Produksi SapiBrahman Cross Heifer

Penampilan produksi yang diamati pada penelitian ini adalah bobot akhir, pertambahan bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging terhadap karkas, persentase daging terhadap bobot akhir sapi Brahman Cross Heiferyang dikelompokkan berdasarkan bobot badan pada kelompok pakan yang


(31)

berbeda. Rataan Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Brahman Cross Heifer dapat dilihat pada Tabel 5, Rataan Bobot Karkas dan Persentase Karkas dapat dilihat pada Tabel 6, dan Rataan Persentase Daging terhadap Bobot Karkas dan Persentase Bobot dahing terhadap Bobot Akhir dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 5. Rataan Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Brahman Cross

Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda Kelompok Bobot Akhir

(kg)

Pertambahan Bobot Badan (kg)

P1 325,30±10,90 0,43±0,04

P2 380,30±16,20 0,79±0,11

P3 365,66± 7,47 0,18± 0,11

Bobot akhir pada kelompok P1 relatif lebih rendah dibandingkan kelompok P2 dan P3, sedangkan P3 relatif lebih rendah dibandingkan P2. Hal ini disebabkan oleh konsumsi pakan dan tingkat kecernaan dari ransum yang dikonsumsi. Dilihat dari kandungan nutrisi ransum terutama kandungan proteinnya perlakaun setiap kelompok P1 sebesar 11 %, P2 13,03 % dan P3 16 %. Soeparno (2005) menyatakan bahwa variasi komposisi tubuh atau karkas sebagian besar didominasi oleh variasi bobot tubuh, dan sebagian kecil dipengaruhi oleh umur. Bobot tubuh mempunyai hubungan erat dengan komposisi tubuh dan variasi komponen tubuh yang terbesar adalah lemak.

Pertambahan bobot badan pada kelompok P3 relatif lebih rendah dibandingkan kelompok P1 dan P2, sedangkan P1 relatif lebih rendah dibandingkan P2, hal ini seiring dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Pertambahan bobot badan harian secara umum seiring dengan besarnya rataan jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi, sehingga diduga tingkat konsumsi pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan pertambahan bobot badan harian dari sapi. Menurut Atmodjoet al. (1981), kecepatan pertumbuhan sapi BX adalah 0,42 kg/hari. Berbeda dengan NRC (1984), yang melaporkan bahwa sapi betina muda sedang tumbuh (Heifers) dengan berat badan 600 pounds (=272,2 kg) dengan pertambahan bobot badan 2,5 pounds (=1,14 kg) membutuhkan konsumsi BK, protein dan ME masing-masing sebesar 6,62 kg, 0,74 kg dan 18,39 Mkal. Menurut Basuki (2002), ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada


(32)

sapi potong yaitu faktor internal (bangsa, umur, genetik, jenis kelamin dan hormon) dan faktor eksternal (pakan, suhu lingkungan, penyakit dan stress lingkungan). Ransum penelitian ini untuk P1 dan P2 sudah memenuhi kebutuhan untuk hidup pokok dengan didapatkannya pertambahan bobot badan harian. Tabel 6. Rataan Bobot Karkas dan Persentase karkas Sapi Brahman Cross Heifer

pada kelompok pakan yang berbeda Kelompok Bobot Karkas

(kg)

Persentase Karkas (%)

P1 153,97±5,05 47,33±0,513

P2 168,30±9,96 43,70±1,180

P3 173,30± 1,91 47,40±0,458

Karkas adalah bagian ternak hasil pemotongan tanpa kepala, kaki pada bagian bawah (mulai dari carpus dan tarsus), kulit, darah dan organ dalam seperti hati, jantung, paru-paru, limpa, saluran pencernaan beserta isinya dan saluran reproduksi (Lawrie, 1985). Kelompok bobot karkas tidak berbeda nyata antar kelompok pakan yang berbeda satu dengan yang lain, hal ini dipengaruhi oleh bobot akhir sapi selama pemeliharaan. Menurut Berg dan Butterfield (1976), peningkatan bobot potong nyata mempengaruhi bobot karkas. Semakin meningkat bobot potong, maka akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas. Walaupun bobot karkas dipengaruhi oleh bobot potong (Romans dan Ziegler, 1974), tetapi tidak selalu demikian apabila dihitung persentase karkasnya.

Persentase karkas pada kelompok P2 relatif lebih rendah dibandingkan kelompok P1 dan P3. Perbedaan pertambahan bobot badan juga dapat mempengaruhi persentase karkas. Menurut Aberle et al., (1981) dan Soeparno (1992), sapi yang mempunyai konversi pakan yang lebih baik dan pertambahan bobot badan yang tinggi ada kecendrungan akan menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi. Menurut Kurniawan (2005), sapi BX yang dipelihara selama dua bulan (feedlot) rata-rata bobot badan awal 279,68 kg memiliki bobot karkas rata-rata 193,78 kg. Bobot karkas tersebut diperoleh dari sapi dengan bobot potong rata-rata 388,80 kg dengan kisaran 317-463 kg, dikatakan bahwa persentase bobot karkas sapi BX rata-rata 49,86%. Perbedaan rataan persentase


(33)

karkas juga dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran saluran pencernaan dan organ-organ penting non-karkas lainnya serta kondisi ternak (Ngadiyono, 1988).

Tabel 7. Rataan Persentase Daging terhadap Bobot Karkas dan Persentase Daging terhadap Bobot Akhir Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda

Kelompok Persentase Daging terhadap Bobot karkas (%)

Persentase Daging terhadap Bobot Akhir (%)

P1 63,50±1,30 30,06±0,96

P2 62,90±1,82 27,48±0,30

P3 63,40±1,39 30,42±0,40

Persentase Daging terhadap Bobot Karkas pada kelompok P2 relatif lebih rendah dibandingkan kelompok P1 dan P3, hal ini seiring dengan bobot karkas yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan penelitian Berg dan Butterfield (1976), persentase total daging sapi heifer adalah 59,37%. Persentase daging yang dihasilkan pada penelitian yaitu 63,50% lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Berg dan Butterfield (1976). Berg dan Butterfield, (1976) menambahkan bahwa perbedaan persentase daging dipengaruhi oleh pertumbuhan lemak dan tingkat kedewasaan ternak. Tingkat kedewasaan sapiheiferlebih cepat daripada steer dan bull, pada bangsa yang sama. Bobot potong sapi heifer lebih rendah daripada sapisteer.

Persentase daging terhadap bobot akhir pada P2 relatif lebih rendah dibandingkan P1 dan P3. Hal ini disebabkan oleh komponen non karkas yang diproduksi. Susilawati (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah peningkatan bobot hidup yang diikuti kenaikan bobot karkas dan komponen non karkas seperti perbedaan bobot kepala, kaki, viscera dan isi rumen. Kualitas daging dapat dilihat dari persentase bobot karkas yang dihasilkan. Banyaknya proporsi bagian karkas yang bernilai tinggi, rasio daging dan tulang, kadar dan distribusi lemak karkas serta mutu dagingnya. Peningkatan karkas sejalan dengan meningkatnya bobot potong dan proporsi komponen karkas. Bila salah satu variabel mempunyai proporsi yang lebih tinggi maka proporsi dari salah satu atau kedua variabel lainnya akan menurun (Soeparno, 1992).


(34)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sapi Brahman Cross Heifer dengan pakan konsentrat berbeda (P1, P2 dan P3) didapatkan hasil berturut-turut Bobot akhir = 325,30 kg, 380,30 kg dan 365,66 kg; pertambahan bobot badan = 0,43 kg, 0,79 kg dan 0,18 kg; bobot karkas = 153,97 kg, 168,30 kg P3 173,30; persentase karkas = 47,33 %, 43,70 % dan 47,40 %; persentase daging terhadap bobot karkas sebesar = 63,50 %, 62,90 % dan 63,40 % serta persentase daging terhadap bobot akhir sebesar = 30,06 %, 27,48 % dan 30,42 %.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sistem pemeliharaan individu sehingga konsumsi ransum, penampilan produksi dan karkas serta konversi pakan dapat diuji untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif/luas.


(35)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Karkas Sapi Brahman Cross Heifer dengan Pemberian Konsentrat yang Berbeda”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Komariah M.Si sebagai dosen pembimbing utama dan Ibu Ir. Lilis Khotijah, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah banyak membantu dengan tulus, baik dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian di lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Kepada panitia sidang Bapak Dr. Rudi Afnan, S.pt., M.Sc.Agr dosen penguji Ibu Ir. Sri Rahayu, M.Si dan Bapak Ir. Agus Setiana, MS terima kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk penulisan skripsi ini. Kepada dosen pembimbing akademik Bapak Ir. Dwi Joko Setyono, M,Si terimakasih telah memberikan pengarahan kepada penulis sampai akhir perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moral, spiritual, material, nasihat, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban belajar selama ini. Abang penulis Tyas Christan Fridanto dan Adik penulis Gita Eliyoena Triwidiastuti, terima kasih buat doa dan dukungannya selama penulis menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Kepada Mastarida Sirait terimakasih atas cinta, dukungan, doa dan kasih sayangnya yang sangat berharga bagi penulis. Mudah-mudahan kita bisa meraih semua harapan dan cita-cita kita.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pemilik peternakan Bapak Jendral Suprapto yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. Bapak Bramada Winiar Putra S, Pt, Fauzan Latief S, Pt, MM, serta semua pegawai kandang peternakan PT. PAC penulis ucapkan terima kasih atas bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini.

Penulis ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman kuliah (TMT 42 Diploma IPB dan alih jenis peternakan), terima kasih telah menjadi teman yang selalu memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat sehingga penulis


(36)

dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Kelompok usaha Domba “Bina Karya” (Danang, S.pt dan bang Jepri) dan teman-teman PARMASI (Parsadaan Mahasiswa Simalungun), terimakasih atas doa, dukungan serta kekompakannya. Pemuda GKPS Bogor terimakasih atas doa, dukungan serta kekompakannya. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelasaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan staf di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D., E.S. Reeves, M.D. Judge, R.E. Husley, & T.W Perry. 1981. Palatability and muscle characteristics of cattle with controlled weight gain: Time on high energy diet. J. Anim. Sci. 52 : 757.

Aberle, E.D, J.C. Forrest, D.E. Gerrard, & E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4thEd. Kendall/Hunt Publishing Company, Iowa.

Adkinson, R. W., W. S. Farmer & B. F. Jenn. 1993. Feeding practice-sand income over feed cost on pasture-riented dairy farm in Limousiana. J. Dairy Sci. Vol. 76 No. 11 3547-3554.

Atmodjo, S.P., Sumadi, & W. Hardjosubroto. 1981. Pengaruh perbedaan bangsa terhadap pertumbuhan sapi potong betina pada improved pasture di Bila River Ranch Sulawesi Selatan. Prosidings Seminar Penelitian Peternakan 1981. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.

Bakrie, P, & P. Sitepu. 1994. Perbandingan tingkat penggunaan pakan berkonsentrat tinggi pada sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Australian Commercial Cross (ACC) Impor. Prosidings Seminar Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Basuki, P. 2000. Kajian optimalisasi usaha penggemukan sapi (Feedlot) melalui manipulasi pakan, pertumbuhan kompensasi dari periode waktu penggemukan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Basuki, P. 2002. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Laboratorium Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Berg, T. R. & R. M. Butterfield. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sidney University Press, Sidney.

Black, J. L. 1983. Implication of developments in meat science, production and marketing for lamb production system. National Workshop, Orange, NSW.

Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan : B. Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Boediono. 1980. Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta.

Charles, D. D. 1987. Meat Science. University of Quesland Press, Brisbane. Church, D. C, & W. G. Pond. 1988. Basic Animal and Feeding. Oregon State

University press, Corvallis. Oregon.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1986. Laporan survai evaluasi pengadaan dan penyebaran ternak impor crash program. Direktorat Bina Produksi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.


(38)

Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Ternak Ruminansia Besar. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ensminger, M.E. 1991. Animal Science (Animal Agriculture series). 9th Ed. Interstate Publisher Inc. Denville, Illinois.

Field, T. G. 2007. Beef Production and Management Decisions–5th Ed. Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Forrest, J. C., E. D. Aebrle, H. B. Hendrick, M. D. Judge & R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Francisco. Hardjosubroto, W & J. W. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Gramedia

Widya Sarana Indonesia, Jakarta.

Hammond, Jr., J. C. Bowman & T. R. Robinson. 1984. Hammond’s Farm

Animals. 5thEd. Edward Arnold Ltd, London.

Kasim. 2002. Performa domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami dan onggok yang mendapat cairan rumen. Prosiding. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kearl, L.C. 1982. Nutrient Reqruitments of Ruminant in Developing Countries. International Feedstuffs Institute. Utah Agricultural experiments Station. Utah State University. USA.

Kurniawan, D. 2005. Produktivitas karkas dan kualitas daging sapi Brahmann Cross pada beberapa kategori bobot potong dan ketebalan lemak punggung untuk kebutuhan pasar tradisional. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kuswandi, Chalid Tabib, A. R. Siregar & Tatit Sugiarti. 2003. Manajemen pemberian pakan pada sapi dara FH calon induk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin Prakkasi. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Monografi Desa Pasir Jambu. 2010. Keadaan Umum Lingkungan dan Wilayah Desa Pasir Jambu. Kantor Kepala Desa Pasir Jambu-Sukaraja, Kabupaten Bogor, Bogor.

National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Cattle. 6thEd. National Academy Press, Washington D. C.

Ngadiyono, N. 1988. Studi perbandingan beberapa sifat produksi sapi Peranakan Ongole, Shorthorn Cross, Brahman Cross. Tesis. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.

Ngadiyono, N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(39)

Ngadiyono, N. 2000. Penampilan sapi Brahman cross jantan kastrasi pada berbagai lama waktu penggemukan yang berbeda. Bulletin Peternakan. Vol 24 (2) : 68-75.

Ngadiyono, N & G, Nugroho. 1996. Pengaruh pemanfaatan fermentasi biji-bijian terhadap pertumbuhan dan produksi karkas sapiBrahman Cross steerhasil penggemukan. Indo. J. Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. Vol 1 (1) : 57-60. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press,

Jakarta.

Romans, J. R & P.T. Ziegler. 1974. The Meat We Eat. 10thEd Edisi ke-10. The Interstate Printers and Publisher, Inc., Danville, Illinoiss.

Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Bogor, Bogor.

Siregar, S. B. 2003. Penggemukan Sapi. Edisi ke-7. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-7. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Sutanmuda. 2008. Budidaya rumput gajah untuk pakan ternak. Sutanmuda Site. http://sutanmuda.wordpress.com. [20 juni 2010].

Susilawati, R. 1998. Produktivitas karkas sapi Australian Comercial Cross yang dipelihara secaraFeedlotpada lama penggemukan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makananya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliff, New Jersey.

Thalib, A., P. Sitepu, & R. H. Matondang. 2001. Pengaruh flushing terhadap performans sapi dara turunan Brahman. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, & Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Tulloh, N. M. 1978. Beef Cattle Management and Economics. Academy Press Pty. Ltd., Brisbane.

Umiyasih, U., Aryogi, & Y.N. Anggraeny, 2003. Tinjauan tentang karakteristik tatalaksana pakan, kaitannya dengan limbah tanaman pangan pada usaha sapi potong rakyat di Kabupaten Lumajang. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.


(40)

Wahju. J. 1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Edisi ke-4. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.


(41)

PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT

BADAN DAN KARKAS SAPI

BRAHMAN CROSS HEIFER

DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT

YANG BERBEDA

SKRIPSI

FRANS HOPETEN DWIHANDIKA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(42)

RINGKASAN

Frans Hopeten Dwihandika. D14086010. 2011. Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Karkas Sapi Brahman Cross Heifer dengan Pemberian Konsentrat yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Komariah M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah M.Si

Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya permintaan daging sapi. Peningkatan konsumsi daging sapi di Indonesia harusdiimbangi dengan penambahan produksi yang memadai yaitu dengan cara peningkatan populasi sapi pedaging. Sapi bakalan yang dipelihara oleh industripenggemukan sapi potong di Indonesia umumnya berasal dari Australia, contohnya sapi Brahman Cross (BX). Mengingat harga dan kurangnya stok sapisteerpada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapiheiferyang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sapisteer.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas sapi Brahman CrossHeiferdengan pemberian konsentrat yang berbeda, banyaknya sampel yang digunakan sebanyak 9 ekor.Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara deskriptif. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragamannya dihitung menggunakan rumus Walpole (1992). Dengan perlakuantiga jenis konsentratyang berbeda. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot akhir, pertambahan bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging terhadap bobot karkas dan persentase karkas terhadap bobot akhir.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu bobot akhirP1 (325,30±10,90) relatif lebih rendah dibandingkan P2 dan P3masing-masing (380,30±16,20; 365,66±7,47), pertambahan bobot badan P3(0,18±0,11) rendah dibandingkan P1 dan P2 masing-masing (0,43±0,04; 0,79±0,11), bobot karkas P1 (153,97±5,05) relatif lebih rendah dibanding P2 dan P3 yaitu(168,30±9,96; 173,30±1,91), persentase karkas P2 (43,70±1,18) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (47,33±0,51; 47,40±0,45), persentase daging terhadap bobot karkas P2 (62,90±1,82) relatif lebih rendah dibandingkan P1dan P3 yaitu (63,50±1,30; 63,40±1,39), persentase daging terhadap bobot potong P2 (27,48±0,30) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (30,06±0,96; 30,42±0,40), penilaian konsumsi pakan dilakukan dengan uji deskriptif dengan jumlah masing-masing P1, P2 dan P2 yaitu (7,42; 7,99; 7,38).

Secara keseluruhan respon Sapi Brahman Cross Heifer terhadap pakan P2 cenderung lebih baik daripada pakan P1 dan P3.

Kata kunci : penampilan bobot badan, sapi brahman crossheifer, karkas dan konsentrat


(43)

ABSTRACT

Appearance of Body Weight, Body Weight and Carcass Added Brahman Cross Cows with Different Concentrate Giving

F.H. Dwihandika., Komariah and L Khotijah

Beef cattle production in Indonesia can not meet the huge demand for beef. Increased consumption of beef in Indonesia must be balanced with the addition of an adequate production is by way of an increase in beef cattle population. Calves that are kept by the fattening of beef cattle industry in Indonesia generally come from Australia, for example, Brahman Cross cattle (BX). Given the stock price and the lack of beef steer at the time, then to overcome them been procured Heifer cows that have a fairly good quality with a cheaper price than the price of steer beef.

This study aimed to study the appearance of body weight, body weight gain and carcass Heifer Brahman Cross cattle by administering different concentrations, the number of samples used as much as nine calves. Data obtained in this study treated descriptively. The mean, standard deviation and coefficient of variation was calculated using the formula Walpole (1992). With the treatment of three different types of concentrates. Variables observed in this study is the final weight, body weight gain, carcass weight, carcass percentage, meat percentage of carcass weight and carcass percentage of final weight.

The results obtained in this study is the final weight of P1 (325.30±10.90) is relatively lower than P2 and P3 respectively (380.30±16,20; 365,66±7.47), of accretion P3 body weight (0.18±0.11) is relatively lower than P1 and P2 respectively (0.43±0,04; 0,79±0.11), carcass weight P1 (153.97±5.05) was relatively lower than P2 and P3 is (168.30±9.96; 173.30±1.91), percentage of carcass P2(43.70±1.18) was relatively lower than P1 and P3 is (47.33±0.51; 47.40±0.45), meat percentage of carcass weight P2 (62.90±1.82) is relatively lower than the P3 P1dan (63.50±1.30; 63.40±1.39), percentage of meat to cutting the weight of P2 (27.48±0.30) was relatively lower than P1 and P3 is (30.06±0.96; 30.42±0.40) , feed intake assessment conducted by a descriptive test with the amountof each P1, P2 and P2 is (7.42; 7.99; 7.38).

Overall response Cross Heifer Brahman cattle on feed P2 feed tend to be better than the P1 and P3.

Key words : appearance of body weight, cross Heifer Brahman cattle,carcasses and concentrates


(44)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya permintaan daging sapi. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya impor daging sapi (280.472 ton) dan sapi hidup (341.794 ekor) pada tahun 2009 (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Upaya peningkatan produksi daging sapi di Indonesia dapat dilakukan dengan cara peningkatan populasi dan produktivitas sapi. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui usaha penggemukan sapi dengan sistem feedlot. Feedlot merupakan pemeliharaan pada area terbatas (dikandangkan) dengan pakan utama berupa konsentrat dalam waktu relatif singkat.

Pakan dalam penggemukan sapi potong terdiri atas konsentrat dan hijauan. Pemberian hijauan dan konsentrat didasarkan pada kebutuhan sapi dan kemampuan menyediakan bahan pakan tersebut. Hijauan makanan ternak merupakan bahan makanan mengandung serat kasar tinggi yang dibutuhkan untuk memperlancar dan menjaga fungsi normal saluran pencernaan. Konsentrat merupakan pakan yang mengandung nutrisi yang mudah dicerna yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas.

Sapi bakalan feeder stock maupun sapi siap potong yang diimpor ke Indonesia umumnya berasal dari bangsa Australian Commercial Cross (ACC) dan Brahmann Cross (BX) dengan jenis kelamin jantan kastrasi/steeratau dara/heifer. Sapi steer dan heifer mempunyai perbedaan dalam harga beli, oleh karena itu tidak hanya sapisteersaja, melainkan sapiheifersering digemukkan dan dipotong untuk mendapatkan produksi daging. Mengingat harga dan kurangnya stok sapi steer pada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapi heifer yang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sapi steer, dan sapi heifer sangat melimpah di Australia. Sapi heifer yang digunakan untuk penggemukan ini yaitu sapi yang mempunyai tingkat reproduksi rendah. Informasi tentang produktivitas sapiheifer hingga saat ini masih sedikit sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui produktivitas sapi heiferterutama tentang penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas.


(45)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan mempelajari penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan karkas sapi Brahman Cross Heifer (BX) dengan pemberian pakan konsentrat yang berbeda.


(46)

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi

Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Romans et al., (1974) serta Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :

Phylum :Chordata Subphylum :Vertebrata Class :Mamalia Sub class :Theria Infra class :Eutheria Ordo :Artiodactyla Sub ordo :Ruminantia Infra ordo :Pecora Famili :Bovidae

Genus :Bos

Group :Taurinae Spesies :Bos taurus

Bos indicus Bos sondaicus

Sapi Potong

Sapi tipe potong adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi daging dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan komposisi perbandingan protein dan lemak seimbang hingga umur tertentu. Sapi-sapi yang termasuk tipe sapi potong diantaranya: Sapi Brahman, Ongole, Sumba Ongole (SO), Hereford, Shorthorn, Brangus, Aberdeen Angus, Santa Gertrudis, Droughtmaster, Australian Commercial Cross (ACC), Sahiwal Cross, Limousin, Simmental dan Peranakan Ongole (PO). Sapi Brahman, Ongole, SO dan PO


(47)

merupakan sapi potong spesies Bos Indicus yang mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan panas.

Sapi Brahman Cross (BX)

Sapi Brahman merupakan bangsa sapi yang dibentuk di Amerika Serikat dari hasil persilangan empat bangsa sapi India, yaitu Nellore Ongole, Kankrey, Krishna Valley, dan Gir (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Menurut Ensminger (1991) ciri fisik sapi Brahman ditandai dengan adanya kelasa yang cukup besar melampaui bahu, kulit yang menggantung di bawah kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung.

Sapi Brahman yang berada di daerah Australia jarang diternakkan secara murni, tetapi banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (SH). Hasil persilangan ini kemudian dikenal dengan Brahman Cross (BX). Sapi ini biasanya diseleksi berdasarkan kecepatan pertumbuhan dan daya tahan terhadap caplak (Direktorat Jenderal Peternakan, 1986).

Sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan perbandingan konsentrat dan hijauan masing-masing 85% dan 15% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,8-1,2 kg/ekor/hari dengan persentase bobot karkas 53,21% (Ngadiyono, 1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross (BX) sebesar 0,78 kg dapat menghasilkan persentase bobot karkas sebesar 54,18%.

Direktorat Jenderal Peternakan (1986) menyatakan bahwa Sapi Brahman Cross (BX) banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia dikarenakan memiliki beberapa keunggulan, antara lain memiliki daya tahan terhadap panas dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, memiliki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak.

SapiHeifer

Heiferadalah sapi betina dara yang belum mempunyai anak dan biasanya berumur kurang dari 3 tahun. Pemeliharaan sapiheiferperlu ditingkatkan melalui efesiensi biaya pakan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kuswandi et al. (2003) menyatakan sapi dara dikawinkan pertama minimal memiliki bobot badan 250 kg namun jarang tercapai pada umur 15 bulan. Hal ini diduga disebabkan oleh


(48)

rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan. Pertambahan bobot badan harian sapi dara yang optimal yaitu 0,5 kg/hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3% dari berat badan (Umiyasihet al., 2003).

Menurut penelitian Kearl (1982) pertumbuhan ideal sapi dara dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5,99 Mkal bila berat badanya 100 kg. Perlakuan flushing (2% konsentrat per bobot badan) pada sapi dara turunan Brahman dapat meningkatkan produktivitas pertambahan bobot badan harian dan diikuti oleh perbaikan performans reproduksi (Thalibet al., 2001).

Pertumbuhan Ternak

Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ. Diferensiasi menghasilkan perbedaan morfologis atau kimiawi, misalnya perubahan sel-sel embrio menjadi sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran pencernaan, organ reproduksi dan alat pernafasan (Soeparno, 2005).

Pertumbuhan dan distribusi komponen-komponen tubuh seperti tulang, otot dan lemak berlangsung secara gradual yaitu tulang meningkat pada laju pertumbuhan maksimal awal, kemudian diikuti oleh otot dan terakhir oleh lemak yang meningkat dengan pesat (Swatland, 1984). Pendapat lain menyatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon dan kastrasi, serta lingkungan dan manajemen (Aberle et al., 2001). Pertumbuhan ternak pada jenis kelamin yang berbeda, laju pertumbuhannya juga berbeda. Pertumbuhan pada ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama mempunyai bobot tubuh lebih berat dibandingkan dengan ternak betina (Hammondet al., 1984).


(1)

22 karkas juga dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran saluran pencernaan dan organ-organ penting non-karkas lainnya serta kondisi ternak (Ngadiyono, 1988).

Tabel 7. Rataan Persentase Daging terhadap Bobot Karkas dan Persentase Daging terhadap Bobot Akhir Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda

Kelompok Persentase Daging terhadap Bobot karkas (%)

Persentase Daging terhadap Bobot Akhir (%)

P1 63,50±1,30 30,06±0,96

P2 62,90±1,82 27,48±0,30

P3 63,40±1,39 30,42±0,40

Persentase Daging terhadap Bobot Karkas pada kelompok P2 relatif lebih rendah dibandingkan kelompok P1 dan P3, hal ini seiring dengan bobot karkas yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan penelitian Berg dan Butterfield (1976), persentase total daging sapi heifer adalah 59,37%. Persentase daging yang dihasilkan pada penelitian yaitu 63,50% lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Berg dan Butterfield (1976). Berg dan Butterfield, (1976) menambahkan bahwa perbedaan persentase daging dipengaruhi oleh pertumbuhan lemak dan tingkat kedewasaan ternak. Tingkat kedewasaan sapiheiferlebih cepat daripada steer dan bull, pada bangsa yang sama. Bobot potong sapi heifer lebih rendah daripada sapisteer.

Persentase daging terhadap bobot akhir pada P2 relatif lebih rendah dibandingkan P1 dan P3. Hal ini disebabkan oleh komponen non karkas yang diproduksi. Susilawati (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah peningkatan bobot hidup yang diikuti kenaikan bobot karkas dan komponen non karkas seperti perbedaan bobot kepala, kaki, viscera dan isi rumen. Kualitas daging dapat dilihat dari persentase bobot karkas yang dihasilkan. Banyaknya proporsi bagian karkas yang bernilai tinggi, rasio daging dan tulang, kadar dan distribusi lemak karkas serta mutu dagingnya. Peningkatan karkas sejalan dengan meningkatnya bobot potong dan proporsi komponen karkas. Bila salah satu variabel mempunyai proporsi yang lebih tinggi maka proporsi dari salah satu atau kedua variabel lainnya akan menurun (Soeparno, 1992).


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sapi Brahman Cross Heifer dengan pakan konsentrat berbeda (P1, P2 dan P3) didapatkan hasil berturut-turut Bobot akhir = 325,30 kg, 380,30 kg dan 365,66 kg; pertambahan bobot badan = 0,43 kg, 0,79 kg dan 0,18 kg; bobot karkas = 153,97 kg, 168,30 kg P3 173,30; persentase karkas = 47,33 %, 43,70 % dan 47,40 %; persentase daging terhadap bobot karkas sebesar = 63,50 %, 62,90 % dan 63,40 % serta persentase daging terhadap bobot akhir sebesar = 30,06 %, 27,48 % dan 30,42 %.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sistem pemeliharaan individu sehingga konsumsi ransum, penampilan produksi dan karkas serta konversi pakan dapat diuji untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif/luas.


(3)

26 DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D., E.S. Reeves, M.D. Judge, R.E. Husley, & T.W Perry. 1981. Palatability and muscle characteristics of cattle with controlled weight gain: Time on high energy diet. J. Anim. Sci. 52 : 757.

Aberle, E.D, J.C. Forrest, D.E. Gerrard, & E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4thEd. Kendall/Hunt Publishing Company, Iowa.

Adkinson, R. W., W. S. Farmer & B. F. Jenn. 1993. Feeding practice-sand income over feed cost on pasture-riented dairy farm in Limousiana. J. Dairy Sci. Vol. 76 No. 11 3547-3554.

Atmodjo, S.P., Sumadi, & W. Hardjosubroto. 1981. Pengaruh perbedaan bangsa terhadap pertumbuhan sapi potong betina pada improved pasture di Bila River Ranch Sulawesi Selatan. Prosidings Seminar Penelitian Peternakan 1981. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.

Bakrie, P, & P. Sitepu. 1994. Perbandingan tingkat penggunaan pakan berkonsentrat tinggi pada sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Australian Commercial Cross (ACC) Impor. Prosidings Seminar Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Basuki, P. 2000. Kajian optimalisasi usaha penggemukan sapi (Feedlot) melalui manipulasi pakan, pertumbuhan kompensasi dari periode waktu penggemukan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Basuki, P. 2002. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Laboratorium Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Berg, T. R. & R. M. Butterfield. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sidney University Press, Sidney.

Black, J. L. 1983. Implication of developments in meat science, production and marketing for lamb production system. National Workshop, Orange, NSW.

Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan : B. Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Boediono. 1980. Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta.

Charles, D. D. 1987. Meat Science. University of Quesland Press, Brisbane. Church, D. C, & W. G. Pond. 1988. Basic Animal and Feeding. Oregon State

University press, Corvallis. Oregon.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1986. Laporan survai evaluasi pengadaan dan penyebaran ternak impor crash program. Direktorat Bina Produksi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.


(4)

Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Ternak Ruminansia Besar. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ensminger, M.E. 1991. Animal Science (Animal Agriculture series). 9th Ed. Interstate Publisher Inc. Denville, Illinois.

Field, T. G. 2007. Beef Production and Management Decisions–5th Ed. Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Forrest, J. C., E. D. Aebrle, H. B. Hendrick, M. D. Judge & R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Francisco. Hardjosubroto, W & J. W. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Gramedia

Widya Sarana Indonesia, Jakarta.

Hammond, Jr., J. C. Bowman & T. R. Robinson. 1984. Hammond’s Farm

Animals. 5thEd. Edward Arnold Ltd, London.

Kasim. 2002. Performa domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami dan onggok yang mendapat cairan rumen. Prosiding. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kearl, L.C. 1982. Nutrient Reqruitments of Ruminant in Developing Countries. International Feedstuffs Institute. Utah Agricultural experiments Station. Utah State University. USA.

Kurniawan, D. 2005. Produktivitas karkas dan kualitas daging sapi Brahmann Cross pada beberapa kategori bobot potong dan ketebalan lemak punggung untuk kebutuhan pasar tradisional. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kuswandi, Chalid Tabib, A. R. Siregar & Tatit Sugiarti. 2003. Manajemen pemberian pakan pada sapi dara FH calon induk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin Prakkasi. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Monografi Desa Pasir Jambu. 2010. Keadaan Umum Lingkungan dan Wilayah Desa Pasir Jambu. Kantor Kepala Desa Pasir Jambu-Sukaraja, Kabupaten Bogor, Bogor.

National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Cattle. 6thEd. National Academy Press, Washington D. C.

Ngadiyono, N. 1988. Studi perbandingan beberapa sifat produksi sapi Peranakan Ongole, Shorthorn Cross, Brahman Cross. Tesis. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.

Ngadiyono, N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(5)

28 Ngadiyono, N. 2000. Penampilan sapi Brahman cross jantan kastrasi pada berbagai lama waktu penggemukan yang berbeda. Bulletin Peternakan. Vol 24 (2) : 68-75.

Ngadiyono, N & G, Nugroho. 1996. Pengaruh pemanfaatan fermentasi biji-bijian terhadap pertumbuhan dan produksi karkas sapiBrahman Cross steerhasil penggemukan. Indo. J. Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. Vol 1 (1) : 57-60. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press,

Jakarta.

Romans, J. R & P.T. Ziegler. 1974. The Meat We Eat. 10thEd Edisi ke-10. The Interstate Printers and Publisher, Inc., Danville, Illinoiss.

Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Bogor, Bogor.

Siregar, S. B. 2003. Penggemukan Sapi. Edisi ke-7. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-7. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Sutanmuda. 2008. Budidaya rumput gajah untuk pakan ternak. Sutanmuda Site. http://sutanmuda.wordpress.com. [20 juni 2010].

Susilawati, R. 1998. Produktivitas karkas sapi Australian Comercial Cross yang dipelihara secaraFeedlotpada lama penggemukan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makananya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliff, New Jersey.

Thalib, A., P. Sitepu, & R. H. Matondang. 2001. Pengaruh flushing terhadap performans sapi dara turunan Brahman. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, & Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Tulloh, N. M. 1978. Beef Cattle Management and Economics. Academy Press Pty. Ltd., Brisbane.

Umiyasih, U., Aryogi, & Y.N. Anggraeny, 2003. Tinjauan tentang karakteristik tatalaksana pakan, kaitannya dengan limbah tanaman pangan pada usaha sapi potong rakyat di Kabupaten Lumajang. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.


(6)

Wahju. J. 1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Edisi ke-4. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.