ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT FERTILITAS DI SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT FERTILITAS DI SUMATERA UTARA
Azantaro*, Ramli**, Rujiman**
*Alumnus S2 PWD SPs USU/BPS Provinsi Sumatera Utara **Dosen PWD USU
Abstract: Substantially, the goal of development is to bring welfare to the people of a region. The Gross Regional Domestic Product (GRDP) per capita is one of the indicators to measure the welfare rate of the communty members of a region. It means that the result of development of a region is not only obtained by increasing the GRDP but also by reducing the number of population. Reducing fertility rate is one of the ways to control the number of population. To indirectly reduce the fertility rate can also indirectly bring welfare to the population of a region. The many factors influencing the fertility rate in a region are, among other things, level of income, level of education, the age when doing the first marriage, length of marriage, occupation, and the family planning method used. The result of path analysis showed that there were 3 (three) factors that can reduce the fertility rate, namely, to increase income, to improve education, and to mature the age of marriage while length of marriage, occupation, and the family planning method used even had a positive influence on the fertility rate..
Abstrak: Pada hakekatnya tujuan dari Pembangunan adalah mensejahterakan masyarakat suatu wilayah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Artinya hasil pembangunan suatu wilayah tidak hanya didapat dengan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto saja, tetapi dapat juga dengan menekan jumlah penduduk. Menekan jumlah kelahiran merupakan salah satu cara untuk menekan (mengendalikan) jumlah penduduk. Menekan jumlah kelahiran secara tidak langsung juga dapat mensejahterakan penduduk di suatu wilayah secara tidak langsung. Banyak faktor yang memengaruhi tingkat kelahiran di suatu wilayah antara lain tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, usia kawin pertama, lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB. Untuk itu diperlukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menekan tingkat kelahiran di suatu wilayah. Berdasarkan analisis path, ada tiga faktor yang dapat menekan tingkat kelahiran yaitu meningkatkan pendapatan, meningkatkan pendidikan, dan pendewasaan usia perkawinan sedangkan lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB justru berpengaruh positif terhadap tingkat kelahiran.
Kata kunci: Fertitilas, Pengembangan Wilayah, dan Analisis Path
PENDAHULUAN
Pada
hakekatnya
tujuan
Pembangunan adalah mensejahterakan
masyarakat suatu daerah. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) per
Kapita merupakan salah satu indikator
untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu wilayah. Artinya hasil
pembangunan suatu wilayah tidak hanya
didapat dengan meningkatkan Produk
Domestik Regional Bruto saja, tetapi
dapat juga dilakukan dengan menekan
jumlah penduduk.
Fertilitas (kelahiran) merupakan
salah satu dinamika kependudukan selain
mortalitas (kematian), migrasi, dan
perkawinan
yang
memengaruhi
pertumbuhan penduduk di suatu wilayah
(Bogue, 1965). Fertilitas merupakan
faktor yang menambah jumlah penduduk,
sedangkan mortalitas merupakan faktor
1
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
yang mengurangi jumlah penduduk di suatu wilayah.
Tingginya fertilitas berakibat bertambahnya penduduk secara tidak terkendali sehingga akan berdampak kepada penghambat pembangunan, seperti meningkatnya kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kriminalitas, kerawanan, dan kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut menekan jumlah kelahiran perlu dilanjutkan dan lebih di intensifkan lagi.
Banyak Faktor yang menyebabkan tingginya fertilitas di suatu wilayah. (Handiyatmo, 2010) Fertilitas cenderung dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi. Jumlah kelahiran hidup yang terjadi ditentukan oleh faktor demografi misalnya distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, jumlah wanita subur, usia kawin pertama, lamanya usia perkawinan, pendidikan, dan lain-lain.
Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilaksanakan BPS (Badan Pusat Statistik) setiap tahun tidak hanya menyediakan data fertilitas dan keluarga berencana, tetapi juga menyediakan datadata pendukung yang dapat menjelaskan tinggi atau rendahnya fertilitas di suatu wilayah seperti pengeluaran konsumsi per kapita/bulan, pendidikan, usia pekawinan pertama, lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB
METODE Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diperkirakan dapat memengaruhi Tingkat Fertilitas pada Pasangan Usia Subur yaitu wanita berusia 15-49 tahun yang berstatus kawin.
Faktor-faktor yang memengaruhi fertilitas atau jumlah anak yang dilahirkan hidup di Provinsi Sumatera Utara. tersebut antara lain: partisipasi menggunakan alat/cara KB, usia kawin pertama, lamanya usia perkawinan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan.
Jenis dan Sumber Data Penelitian Data yang digunakan dalam
penelitian untuk menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi Tingkat Fertilitas di Provinsi Sumatera Utara adalah data sekunder, yaitu Raw Data (data mentah) Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik.
Susenas 2010 dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dengan ukuran sampel sekitar 285.904 rumahtangga yang tersebar di seluruh provinsi baik wilayah perkotaan maupun perdesaan. Untuk Provinsi Sumatera Utara, jumlah sampel sebanyak 14.313 rumahtangga yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.
Metode Analisis Data Penulis menggunakan metode
analisis jalur untuk melihat pengaruh langsung maupun tidak langsung antara variable bebas (eksogen) dan variabel tidak bebas (endogen).
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 12.982.204 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan, dimana hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 berjumlah 10,26 juta jiwa, dan hasil SP2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk selama periode 19902010 berdampak kepada kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2, meningkat menjadi 161 jiwa per km2 pada tahun 2000, dan selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 188 jiwa per km2. Laju pertumbuhan
2
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 20002010 menjadi 1,22 persen per tahun.
Penduduk laki-laki di Sumatera Utara sedikit lebih banyak dari penduduk perempuan. Pada tahun 2010 penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah sekitar 6.483.354 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 6.498.850 jiwa.
Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur.
Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah wanita usia subur (WUS) di Provinsi Sumatera Utara sebesar 3,46 juta jiwa dimana sebanyak 2,45 juta jiwa berstatus kawin. Dilihat menurut kelompok umur, jumlah pasangan usia subur (PUS) tertinggi berada pada kelompok umur 25-29 tahun sebanyak 468.367 jiwa. Di sisi lain terdapat 106,327 jiwa wanita usia 15-19 tahun yang berstatus kawin.
Pendidikan Angka Partisipasi Sekolah (APS)
merupakan indikator pendidikan yang menggambar persentase penduduk yang masih sekolah menurut kelompok usia sekolah yaitu umur 7-12 tahun dan umur 13-15 tahun sebagai pendidikan dasar, 1618 tahun pada pendidikan menengah dan usia 19-24 tahun pada pendidikan tinggi. Pada umumnya partisipasi sekolah pada tingkat pendidikan dasar masih cukup tinggi, namun angka ini akan semakin turun untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
APS usia 7-12 tahun hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2010 sebesar 98,90 persen, APS usia 13-15 tahun sebesar 92,26 persen, APS usia 16-18 tahun sebesar 66,96 persen, dan APS usia 19-24 tahun sebesar 15,65 persen. Jika diperhatikan APS pada kelompok umur pendidikan yang lebih tinggi semakin
rendah. Hal ini pada akhirnya akan berdampak kepada tingginya kelahiran akibat pernikahan yang dilakukan pada usia dini.
Fertilitas dan Keluarga Berencana
Usia perkawinan wanita mempunyai
pengaruh bagi perkembangan jumlah
penduduk, karena berpengaruh terhadap
fertilitas. Semakin rendah Usia Kawin
Pertama, semakin besar resiko yang
dihadapi
selama
masa
kehamilan/melahirkan, baik keselamatan
ibu maupun anak. Kondisi ini disebabkan
belum matangnya rahim wanita muda
untuk proses berkembangnya janin atau
belum siapnya mental menghadapi proses
kehamilan. Sebaliknya semakin tinggi
usia perkawinan yang melampaui batas
yang dianjurkan juga sangat beresiko
pada masa kehamilan dan melahirkan.
Usia perkawinan di bawah umur (dibawah
umur 17 tahun) untuk wanita, ternyata
cukup tinggi yaitu sebesar 7,24 persen.
Penggunaan
alat/cara
KB
merupakan salah satu upaya untuk
menekan jumlah kelahiran. Hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional tahun 2010
menunjukkan bahwa wanita berumur 15-
49 tahun bersatatus kawin di Sumatera
Utara yang pernah ikut serta dalam
keluarga berencana sebanyak 66,18
persen, dan yang masih menggunakan KB
sebanyak 48,67 persen. Dilihat dari tipe
daerah, pasangan usia subur yang pernah
maupun yang masih menggunakan
alat/cara KB di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di perdesaan.
Alat/cara KB yang digunakan
pasangan usia subur masih di dominasi
oleh metode jangka pendek sebesar 84,76
persen, antara lain menggunakan Suntik
dan Pil KB masing-masing sebesar 48,09
persen dan 30,81 persen, sedangkan yang
menggunakan metode jangka panjang
sebanyak 15,24 persen terdiri dari operasi
6,24 persen susuk dan IUD masing-
masing sebesar 5,13 persen dan 3,79
persen.
3
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
PEMBAHASAN
0,074
Usia Kawin Pertama (Y1)
Tingkat Pendapatan
(X1)
0,339
0,043
Lama Perkawinan
(Y2)
Tingkat Pendidikan
(X2)
-0,300
-0,028
Status Pekerjaan
(Y3)
-0,165
-0,096 -0,042
0,203 0,114
KB (Y4)
0,643
-0,040
0,041
Jumlah Kelahiran
(Y5)
-0,106
0,081 -0,051
PENGEMBANGAN WILAYAH
Gambar 1. Diagram dan Koefisien Jalur Hasil Penelitian
Persamaan-persamaan jalur yang terbentuk adalah :
Y1 = 0,074 X1 + 0,339 X2 Sig (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 13,6 persen
Y2 = 0,043 X1 -0,300 X2 Sig (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 8,4 persen
Y3 = -0,208 X2 Sig (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,001) R2 = 0,1 persen Y4 = – 0,042 X1 + 0,114 X2 - 0,096 Y1 + 0,230 Y2 – 0,106 Y3 Sig (0,000) (0,000) (0,000) (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 6,3 persen
Y5 = - 0,165 X1 - 0,051 X2 - 0,040 Y1 + 0,643 Y2 + 0,081 Y3 + 0,041 Y4 Sig (0,000) (0,000) (0,000) (0,000) (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 53,1 persen
Dimana :
X1 = Tingkat Pendapatan X2 = Tingkat Pendidikan Y1 = Usia Kawin Pertama Y2 = Lama Usia Perkawinan Y3 = Status Pekerjaan Y4 = Penggunaan Alat/Cara KB Y5 = Jumlah Kelahiran
(1) (2) (3) (4) (5)
4
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
Dalam bab pembahasan dilakukan kajian untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan berdasarkan koefisien jalur (standardized regression). Hasil analisis yang telah dijelaskan pada sub bab 4.3, selanjutnya akan dibahas relevansinya dengan teori-teori yang ada, dan penelitian sebelumnya.
Pengaruh Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan Terhadap Usia Kawin Pertama
Muzaffak (2013) menyebutkan terdapat pengaruh signifikan antara status ekonomi orang tua dalam hal mengambil keputusan mengawinkan anak di Desa Karang Duwak Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan, sedangkan Rohmah (2013) menyebutkan bahwa pendapatan orang tua tidak signifikan pengaruhnya terhadap peran orangtua dalam mengawinkan anak.
Berbeda dengan kedua penelitian tersebut tingkat pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini didekati dengan pendekatan pengeluaran konsumsi per kapita per bulan dari rumahtangga responden saat ini, bukan pendapatan dari orang tua wanita usia subur. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang serupa dengan penelitian Muzaffak (2013) yaitu tingkat pendapatan secara signifikan berpengaruh positif usia kawin pertama.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan baik disadari atau tidak semakin lama masyarakat tersebut akan memasuki bahtera rumahtangga. Sejalan dengan hal tersebut penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi usia kawin pertama. Hal ini sejalan dengan penelitian Astuti (2011) yang menyimpulkan bahwa pendidikan formal responden berpengaruh positif secara signifikan terhadap usia perempuan pada perkawinan pertama di Kecamatan Pamulang Tanggerang Selatan.
Pengaruh Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan Terhadap Lama Usia Perkawinan
Zurni (2008) menyebutkan bahwa faktor ekonomi dan faktor ekonomi secara bersama berpengaruh terhadap perceraian
gugat di pengadilan tinggi agama Kota Bukit Tinggi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zurni (2008) yaitu tingkat pendapatan secara signifikan berpengaruh positif terhadap lama usia perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perceraian semakin tinggi pada tingkat pendapatan rendah.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi penduduk tersebut akan memasuki usia perkawinannya, maka semakin pendek lama usia perkawinannya.
Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Status Pekerjaan
Pendidikan berpengaruh negatif terhadap status pekerjaan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kecil kesempatan bagi pasangan usia subur untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini juga dapat dilihat dari data ketenagakerjaan hasil Sensus Penduduk 2010, dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi berada pada pendidikan SMU/SMK yang mencapai 7,4 persen sedangkan TPT untuk tingkat SLTP hanya 5,3 persen, dan SD kebawah hanya 1,9 persen.
Pengaruh Tingkat Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Usia Kawin Pertama, Lamanya Usia Perkawinan, dan Status Pekerjaan Terhadap Penggunaan Alat/Cara KB.
Penelitian ini tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap penggunaan alat/cara KB artinya program KB sudah banyak menjangkau masyakakat bawah, sesuatu hal yang wajar mengingat program KB lebih banyak diprioritaskan untuk keluarga pra KS dan KS 1 yang identik dengan keluarga dengan tingkat pendapatan rendah.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap wawasan dan pengetahuan ibu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin banyak informasi/pengetahuan mengenai kesehatan maupun alat kontrasepsi sehingga ibu dapat mengambil keputusan yang tepat dan
5
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
efektif tentang alat kontrasepsi mana yang akan digunakan.
Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian menyimpulkan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi masyarakat yang menggunakan alat/cara KB. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumini (2009) yang melakukan analisis variabel yang berasosiasi dengan penggunaan alat kontrasepsi berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, Sumini (2009) menyimpulkan bahwa semakin meningkat level pendidikan akan meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi.
Pengaruh Tingkat Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Usia Kawin Pertama, Lamanya Usia Perkawinan, Status Pekerjaan, dan Penggunaan Alat/Cara KB Terhadap Jumlah Kelahiran
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menekan jumlah kelahiran dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara yaitu : meningkatkan pendapatan, meningkatkan pendidikan, dan pendewasaan usia perkawinan. Di sisi lain, penggunaan alat/cara KB yang salah satu fungsinya untuk mengendalikan jumlah kelahiran, justru berpengaruh positif terhadap jumlah kelahiran, dengan perkataan lain pasangan usia subur yang pernah/masih menggunakan alat/cara KB justru mempunyai anak lebih banyak dari pasangan usia subur yang tidak pernah menggunakan alat/cara KB.
Penelitian ini menghasilkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif (menekan) jumlah kelahiran sejalan dengan hasil penelitian bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap wawasan dan pengetahuan ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin banyak informasi kesehatan yang diperolehnya, sehingga pengetahuan atau informasi mengenai alat kontrasepsi akan semakin baik sehingga ibu dapat mengambil keputusan yang tepat dan efektif tentang alat kontrasepsi mana yang akan digunakan.
Selain itu tingkat pendidikan juga dapat menekan jumlah kelahiran secara tidak langsung melalui peningkatan Usia Kawin Pertama dimana wanita yang berpendidikan lebih tinggi otomatis akan menunda perkawinannya yang pada
akhirnya akan menekan jumlah kelahiran
karena masa reproduksi yang semakin
singkat.
Tingkat pendidikan berpengaruh
negatif terhadap jumlah kelahiran atau
fertilitas sejalan pada banyak penelitian
lain, seperti yang dilakukan oleh Israwati
(2009) yang meneliti faktor-faktor penentu
fertilitas di Indonesia dengan menggunakan
data SDKI 2009 dan Ispriyanti (1999) yang
meneliti faktor-faktor yang memengaruhi
fertilitas di Kota Semarang-Provinsi Jawa
Tengah.
Tingkat pendapatan berpengaruh
negatif terhadap jumlah kelahiran sejalan
dengan teori Leibenstein, yang
menyebutkan bahwa anak memiliki 2 (dua)
fungsi yaitu fungsi kegunaan dan fungsi
biaya. Keluarga tidak mampu cenderung
untuk mempunyai anak banyak, karena
anak akan membantu ekonomi keluarga
maupun mengharapkan balas jasa dari
anaknya di kemudian hari, sedangkan
keluarga yang mampu cenderung untuk
mempunyai anak sedikit karena tidak
mengharapkan balas jasa dari anak apabila
dewasa kelak. Bagi keluarga mampu
semakin banyak anak berarti akan semakin
banyak
pengeluaran
untuk
membesarkannya.
Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ispriyanti (1999) di
Kabupaten Semarang, tingkat pendapatan
berpengaruh positif terhadap jumlah
kelahiran di Kabupaten Semarang-Jawa
Tengah. Ini menunjukkan bahwa di
Kabupaten Semarang semakin miskin
semakin sedikit anaknya sedangkan di
Sumatera Utara semakin miskin semakin
banyak anaknya. Keluarga miskin yang
mempunyai anak banyak cenderung akan
menghasilkan generasi yang miskin, namun
apabila keluarga miskin hanya mempunyai
anak sedikit, anak tersebut masih dapat
diberikan pendidikan berkualitas sehingga
dapat bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak yang pada akhirnya
akan terhindar dari kemiskinan setelah
dewasa kelak.
Status pekerjaan yang berpengaruh
positif terhadap jumlah anak yang
dilahirkan tidak sejalan dengan pendapat
Harry. T. Oshima yang menjelaskan tentang
perilaku pasangan usia subur yang bekerja
sebagai buruh pada masa industrialisasi di
6
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
Inggris cenderung untuk memiliki jumlah anak sedikit supaya tidak mengganggu pekerjaannya.
Hal ini disebabkan karena di Sumatera Utara belum terjadi industrialisasi. Selain itu dalam penelitian ini status pekerjaan pasangan usia subur hanya digolongan menjadi tidak bekerja dan bekerja, dimana bekerja di sini tidak hanya sebagai pekerja formal (buruh maupun pengusaha) tetapi juga sebagai pekerja informal.
Penelitian ini juga menghasilkan penggunaan alat/cara KB berpengaruh positif terhadap jumlah kelahiran, disisi lain tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap penggunaan alat/cara KB artinya bahwa program KB sudah banyak menjangkau masyakakat pendapatan rendah. Ini menunjukkan bahwa alat/cara KB yang digunakan oleh masyarakat kurang efektif karena masih di dominasi oleh alat/cara jangka pendek sebanyak 84,76 persen. Penggunaan alat/cara KB yang berpengaruh positif terhadap jumlah kelahiran sejalan dengan penelitian Israwati (2009) yang menggunakan data SDKI 2007 (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) untuk wilayah Indonesia. Namun kesimpulan ini berbeda dengan penelitian Rujiman (2011) yang menyimpulkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi berpengaruh negatif di negara Asia.
Di sisi lain penulis menyadari masih ada beberapa variabel yang memengaruhi jumlah kelahiran seperti pembagian wilayah (perkotaan dan perdesaan), budaya masyarakat maupun jumlah anak yang sudah meninggal yang dapat memengaruhi jumlah kelahiran di suatu wilayah.
Pengaruh Menekan Tingkat Fertilitas Terhadap Pengembangan Wilayah
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. Meningkatkan PDRB per kapita tidak hanya dengan meningkatkan PDRB tetapi juga dengan menekan jumlah penduduk. Di sisi lain kelahiran merupakan salah satu faktor yang dapat menambah jumlah penduduk sehingga menekan jumlah
kelahiran merupakan salah satu langkah
untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk.
Selain PDRB per kapita, IPM (Indeks
Pembangunan Manusia) merupakan
indikator untuk mengukur tingkat
kesejahteraan manusia di suatu wilayah.
IPM merupakan indikator komposit yang
menggabungkan indikator kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi. Menekan
kelahiran secara tidak langsung akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui ketiga komponennya (kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi).
Seorang ibu yang mempunyai jumlah
anak sedikit akan mengurangi resiko
dirinya meninggal pada saat
hamil/melahirkan/nifas maupun resiko
kematian bagi bayi yang dilahirkan, dan
gizi anak. Di bidang pendidikan, dengan
jumlah anak yang sedikit setiap
rumahtangga akan dapat memberikan
pendidikan yang lebih berkualitas kepada
anaknya. Di bidan ekonomi, dengan jumlah
anak yang sedikit setiap rumahtangga akan
mempunyai kesempatan untuk menabung
sehingga akan meningkatkan daya beli
rumahtangganya.
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa ada 6 pilar/aspek
pengembangan wilayah diantaranya adalah
aspek sosial dan aspek ekonomi. Menekan
kelahiran erat kaitannya dengan aspek
sosial dan aspek ekonomi, dimana menekan
jumlah kelahiran berdampak kepada
meningkatnya aspek sosial seperti
meningkatnya kualitas SDM, dan derajat
kesehatan
masyarakat
maupun
meningkatnya aspek ekonomi seperti
meningkatnya daya beli masyarakat.
Secara makro, menekan kelahiran
dapat mengurangi beban pembangunan,
dimana hal ini dapat diukur dengan
dependency ratio (angka beban
ketergantungan).
Angka
beban
ketergantungan Provinsi Sumatera Utara
sebesar 59,05 persen yang berarti bahwa
setiap 100 penduduk usia produktif (15-64
tahun) menanggung sebanyak 59 penduduk
usia tidak produktif. Hal ini jauh berada di
atas negara-negara lain seperti Brunei
Darussalam sebesar 44,6 persen dan
Australia sebesar 45,9 persen.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
maka upaya-upaya yang perlu dilakukan
7
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
yang dapat menekan jumlah kelahiran di Provinsi Sumatera Utara adalah meningkatkan tingkat pendidikan, meningkatkan pendapatan, pendewasaan usia perkawinan, dan menpertajam sasaran program KB.
Meningkatkan pendidikan dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan bersekolah setidaknya sampai dengan tingkat SLTA. Sedangkan pendewasaan usia perkawinan dapat dilakukan melalui sosialisasi merubah pola pikir masyarakat untuk tidak menikah pada usia muda maupun dengan memberikan pelatihan life skill agar wanita usia muda yang putus sekolah sehingga mempunyai kesibukan dengan pekerjaannya. Pemberian pelatihan life skill tidak hanya akan menambah penghasilannya tetapi juga akan menunda usia perkawinannya. Mempertajam segmentasi sasaran program KB kepada pasangan usia muda dengan jumlah anak rendah serta lebih mengintensifkan penggunaan alat/cara KB metode jangka panjang seperti IUD/AKDR/Implant, dan susuk.
KESIMPULAN 1. Tingkat Pendapatan dan Tingkat
Pendidikan berpengaruh positif terhadap Usia Perkawinan Pertama.. 2. Tingkat Pendapatan berpengaruh positif terhadap Lama Usia Perkawinan sedangkan Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif terhadap Lama Usia Perkawinan. 3. Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif terhadap status pekerjaan. 4. Tingkat pendapatan, usia kawin pertama, dan status pekerjaan berpengaruh negatif terhadap penggunaan alat/cara KB sedangkan tingkat pendidikan dan lama usia perkawinan berpengaruh positif terhadap penggunaan alat/cara KB. 5. Tingkat pendapatan, usia perkawinan pertama, dan tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup sedangkan lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB berpengaruh positif terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup.
SARAN 1. Meningkatkan kesempatan untuk
melanjutkan bersekolah sampai dengan tingkat SLTA/sederajat. 2. Sosialisasi pentingnya pendewasaan usia perkawinan serta pemberian life skill kepada wanita usia muda khususnya yang putus sekolah. 3. Mempertajam segmentasi sasaran penggunaan alat/cara KB dengan fokus kepada pasangan usia muda dengan paritas rendah serta lebih banyak menggunakan alat/cara KB metode jangka panjang seperti IUD/Susuk/Implan.
DAFTAR RUJUKAN Astuti, Berlina Dwi. 2011. Pengaruh
Pendidikan Formal Terhadap Usia Perempuan Pada Pernikahan Pertama. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2010. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. BPS Provinsi Sumatera Utara. Medan Ispriyanti, Dwi. Widiharih, Tatik. Sunarsih. Marudani, Asib I dan Sugiarto, Aris. 1999. Analysis Path dan Penggunaannya dalam Fertilitas, Laporan Kegiatan, Fakultas MIPA Universitas Diponegoro. Semarang. Iswarati. 2009. Analisa Lanjut SDKJ 2007Proximate Determinan Fertilitas di Indonesia. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. Jakarta. Muzaffak. 2013. Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Ekonomi Terhadap Pola Keputusan Orang Tua Untuk Mengawinkan Anaknya Di Desa Karang Duwak Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan. Jumal Paradigma Volume OJ Nomor 01 Tabun 2013. Fakultas IImu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Surabaya Rujiman. 2011. Analisis Faktor-Faktor Penentu Fertilitas di Negara Asia. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Swnatera
8
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
Utara. Medan. Vol. 1, NO.2 Desember 2005. Sumini. Tsalatsa, Yam'ah dan Kuntohadi, Wahyono. 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007Analisis Variabe1 variabel yang berasosiasi dengan penggunaan alat kontrasepsi. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. Jakarta. Sumini. Tsalatsa, Yam'ah dan Kuntohadi, Wahyono. 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007Analisis Hubungan antara Jenis Pemakaian Alat Kontrasepsi
dengan Tingkat Fertilitas. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. Jakarta. Todaro, Michael P. 1995. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. USAID-BPS-BKKBN-DEPKES. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. BPS RI. Jakarta. Zurni. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perceraian Gugat Di Pengadilan Agama Bukit Tinggi. Tesis. Universitas Andalas. Padang.
9
Azantaro*, Ramli**, Rujiman**
*Alumnus S2 PWD SPs USU/BPS Provinsi Sumatera Utara **Dosen PWD USU
Abstract: Substantially, the goal of development is to bring welfare to the people of a region. The Gross Regional Domestic Product (GRDP) per capita is one of the indicators to measure the welfare rate of the communty members of a region. It means that the result of development of a region is not only obtained by increasing the GRDP but also by reducing the number of population. Reducing fertility rate is one of the ways to control the number of population. To indirectly reduce the fertility rate can also indirectly bring welfare to the population of a region. The many factors influencing the fertility rate in a region are, among other things, level of income, level of education, the age when doing the first marriage, length of marriage, occupation, and the family planning method used. The result of path analysis showed that there were 3 (three) factors that can reduce the fertility rate, namely, to increase income, to improve education, and to mature the age of marriage while length of marriage, occupation, and the family planning method used even had a positive influence on the fertility rate..
Abstrak: Pada hakekatnya tujuan dari Pembangunan adalah mensejahterakan masyarakat suatu wilayah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Artinya hasil pembangunan suatu wilayah tidak hanya didapat dengan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto saja, tetapi dapat juga dengan menekan jumlah penduduk. Menekan jumlah kelahiran merupakan salah satu cara untuk menekan (mengendalikan) jumlah penduduk. Menekan jumlah kelahiran secara tidak langsung juga dapat mensejahterakan penduduk di suatu wilayah secara tidak langsung. Banyak faktor yang memengaruhi tingkat kelahiran di suatu wilayah antara lain tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, usia kawin pertama, lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB. Untuk itu diperlukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menekan tingkat kelahiran di suatu wilayah. Berdasarkan analisis path, ada tiga faktor yang dapat menekan tingkat kelahiran yaitu meningkatkan pendapatan, meningkatkan pendidikan, dan pendewasaan usia perkawinan sedangkan lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB justru berpengaruh positif terhadap tingkat kelahiran.
Kata kunci: Fertitilas, Pengembangan Wilayah, dan Analisis Path
PENDAHULUAN
Pada
hakekatnya
tujuan
Pembangunan adalah mensejahterakan
masyarakat suatu daerah. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) per
Kapita merupakan salah satu indikator
untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu wilayah. Artinya hasil
pembangunan suatu wilayah tidak hanya
didapat dengan meningkatkan Produk
Domestik Regional Bruto saja, tetapi
dapat juga dilakukan dengan menekan
jumlah penduduk.
Fertilitas (kelahiran) merupakan
salah satu dinamika kependudukan selain
mortalitas (kematian), migrasi, dan
perkawinan
yang
memengaruhi
pertumbuhan penduduk di suatu wilayah
(Bogue, 1965). Fertilitas merupakan
faktor yang menambah jumlah penduduk,
sedangkan mortalitas merupakan faktor
1
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
yang mengurangi jumlah penduduk di suatu wilayah.
Tingginya fertilitas berakibat bertambahnya penduduk secara tidak terkendali sehingga akan berdampak kepada penghambat pembangunan, seperti meningkatnya kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kriminalitas, kerawanan, dan kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut menekan jumlah kelahiran perlu dilanjutkan dan lebih di intensifkan lagi.
Banyak Faktor yang menyebabkan tingginya fertilitas di suatu wilayah. (Handiyatmo, 2010) Fertilitas cenderung dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi. Jumlah kelahiran hidup yang terjadi ditentukan oleh faktor demografi misalnya distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, jumlah wanita subur, usia kawin pertama, lamanya usia perkawinan, pendidikan, dan lain-lain.
Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilaksanakan BPS (Badan Pusat Statistik) setiap tahun tidak hanya menyediakan data fertilitas dan keluarga berencana, tetapi juga menyediakan datadata pendukung yang dapat menjelaskan tinggi atau rendahnya fertilitas di suatu wilayah seperti pengeluaran konsumsi per kapita/bulan, pendidikan, usia pekawinan pertama, lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB
METODE Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diperkirakan dapat memengaruhi Tingkat Fertilitas pada Pasangan Usia Subur yaitu wanita berusia 15-49 tahun yang berstatus kawin.
Faktor-faktor yang memengaruhi fertilitas atau jumlah anak yang dilahirkan hidup di Provinsi Sumatera Utara. tersebut antara lain: partisipasi menggunakan alat/cara KB, usia kawin pertama, lamanya usia perkawinan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan.
Jenis dan Sumber Data Penelitian Data yang digunakan dalam
penelitian untuk menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi Tingkat Fertilitas di Provinsi Sumatera Utara adalah data sekunder, yaitu Raw Data (data mentah) Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik.
Susenas 2010 dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dengan ukuran sampel sekitar 285.904 rumahtangga yang tersebar di seluruh provinsi baik wilayah perkotaan maupun perdesaan. Untuk Provinsi Sumatera Utara, jumlah sampel sebanyak 14.313 rumahtangga yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.
Metode Analisis Data Penulis menggunakan metode
analisis jalur untuk melihat pengaruh langsung maupun tidak langsung antara variable bebas (eksogen) dan variabel tidak bebas (endogen).
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 12.982.204 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan, dimana hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 berjumlah 10,26 juta jiwa, dan hasil SP2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk selama periode 19902010 berdampak kepada kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2, meningkat menjadi 161 jiwa per km2 pada tahun 2000, dan selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 188 jiwa per km2. Laju pertumbuhan
2
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 20002010 menjadi 1,22 persen per tahun.
Penduduk laki-laki di Sumatera Utara sedikit lebih banyak dari penduduk perempuan. Pada tahun 2010 penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah sekitar 6.483.354 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 6.498.850 jiwa.
Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur.
Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah wanita usia subur (WUS) di Provinsi Sumatera Utara sebesar 3,46 juta jiwa dimana sebanyak 2,45 juta jiwa berstatus kawin. Dilihat menurut kelompok umur, jumlah pasangan usia subur (PUS) tertinggi berada pada kelompok umur 25-29 tahun sebanyak 468.367 jiwa. Di sisi lain terdapat 106,327 jiwa wanita usia 15-19 tahun yang berstatus kawin.
Pendidikan Angka Partisipasi Sekolah (APS)
merupakan indikator pendidikan yang menggambar persentase penduduk yang masih sekolah menurut kelompok usia sekolah yaitu umur 7-12 tahun dan umur 13-15 tahun sebagai pendidikan dasar, 1618 tahun pada pendidikan menengah dan usia 19-24 tahun pada pendidikan tinggi. Pada umumnya partisipasi sekolah pada tingkat pendidikan dasar masih cukup tinggi, namun angka ini akan semakin turun untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
APS usia 7-12 tahun hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2010 sebesar 98,90 persen, APS usia 13-15 tahun sebesar 92,26 persen, APS usia 16-18 tahun sebesar 66,96 persen, dan APS usia 19-24 tahun sebesar 15,65 persen. Jika diperhatikan APS pada kelompok umur pendidikan yang lebih tinggi semakin
rendah. Hal ini pada akhirnya akan berdampak kepada tingginya kelahiran akibat pernikahan yang dilakukan pada usia dini.
Fertilitas dan Keluarga Berencana
Usia perkawinan wanita mempunyai
pengaruh bagi perkembangan jumlah
penduduk, karena berpengaruh terhadap
fertilitas. Semakin rendah Usia Kawin
Pertama, semakin besar resiko yang
dihadapi
selama
masa
kehamilan/melahirkan, baik keselamatan
ibu maupun anak. Kondisi ini disebabkan
belum matangnya rahim wanita muda
untuk proses berkembangnya janin atau
belum siapnya mental menghadapi proses
kehamilan. Sebaliknya semakin tinggi
usia perkawinan yang melampaui batas
yang dianjurkan juga sangat beresiko
pada masa kehamilan dan melahirkan.
Usia perkawinan di bawah umur (dibawah
umur 17 tahun) untuk wanita, ternyata
cukup tinggi yaitu sebesar 7,24 persen.
Penggunaan
alat/cara
KB
merupakan salah satu upaya untuk
menekan jumlah kelahiran. Hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional tahun 2010
menunjukkan bahwa wanita berumur 15-
49 tahun bersatatus kawin di Sumatera
Utara yang pernah ikut serta dalam
keluarga berencana sebanyak 66,18
persen, dan yang masih menggunakan KB
sebanyak 48,67 persen. Dilihat dari tipe
daerah, pasangan usia subur yang pernah
maupun yang masih menggunakan
alat/cara KB di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di perdesaan.
Alat/cara KB yang digunakan
pasangan usia subur masih di dominasi
oleh metode jangka pendek sebesar 84,76
persen, antara lain menggunakan Suntik
dan Pil KB masing-masing sebesar 48,09
persen dan 30,81 persen, sedangkan yang
menggunakan metode jangka panjang
sebanyak 15,24 persen terdiri dari operasi
6,24 persen susuk dan IUD masing-
masing sebesar 5,13 persen dan 3,79
persen.
3
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
PEMBAHASAN
0,074
Usia Kawin Pertama (Y1)
Tingkat Pendapatan
(X1)
0,339
0,043
Lama Perkawinan
(Y2)
Tingkat Pendidikan
(X2)
-0,300
-0,028
Status Pekerjaan
(Y3)
-0,165
-0,096 -0,042
0,203 0,114
KB (Y4)
0,643
-0,040
0,041
Jumlah Kelahiran
(Y5)
-0,106
0,081 -0,051
PENGEMBANGAN WILAYAH
Gambar 1. Diagram dan Koefisien Jalur Hasil Penelitian
Persamaan-persamaan jalur yang terbentuk adalah :
Y1 = 0,074 X1 + 0,339 X2 Sig (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 13,6 persen
Y2 = 0,043 X1 -0,300 X2 Sig (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 8,4 persen
Y3 = -0,208 X2 Sig (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,001) R2 = 0,1 persen Y4 = – 0,042 X1 + 0,114 X2 - 0,096 Y1 + 0,230 Y2 – 0,106 Y3 Sig (0,000) (0,000) (0,000) (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 6,3 persen
Y5 = - 0,165 X1 - 0,051 X2 - 0,040 Y1 + 0,643 Y2 + 0,081 Y3 + 0,041 Y4 Sig (0,000) (0,000) (0,000) (0,000) (0,000) (0,000)
Sig (tabel Anova) = (0,000) R2 = 53,1 persen
Dimana :
X1 = Tingkat Pendapatan X2 = Tingkat Pendidikan Y1 = Usia Kawin Pertama Y2 = Lama Usia Perkawinan Y3 = Status Pekerjaan Y4 = Penggunaan Alat/Cara KB Y5 = Jumlah Kelahiran
(1) (2) (3) (4) (5)
4
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
Dalam bab pembahasan dilakukan kajian untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan berdasarkan koefisien jalur (standardized regression). Hasil analisis yang telah dijelaskan pada sub bab 4.3, selanjutnya akan dibahas relevansinya dengan teori-teori yang ada, dan penelitian sebelumnya.
Pengaruh Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan Terhadap Usia Kawin Pertama
Muzaffak (2013) menyebutkan terdapat pengaruh signifikan antara status ekonomi orang tua dalam hal mengambil keputusan mengawinkan anak di Desa Karang Duwak Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan, sedangkan Rohmah (2013) menyebutkan bahwa pendapatan orang tua tidak signifikan pengaruhnya terhadap peran orangtua dalam mengawinkan anak.
Berbeda dengan kedua penelitian tersebut tingkat pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini didekati dengan pendekatan pengeluaran konsumsi per kapita per bulan dari rumahtangga responden saat ini, bukan pendapatan dari orang tua wanita usia subur. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang serupa dengan penelitian Muzaffak (2013) yaitu tingkat pendapatan secara signifikan berpengaruh positif usia kawin pertama.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan baik disadari atau tidak semakin lama masyarakat tersebut akan memasuki bahtera rumahtangga. Sejalan dengan hal tersebut penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi usia kawin pertama. Hal ini sejalan dengan penelitian Astuti (2011) yang menyimpulkan bahwa pendidikan formal responden berpengaruh positif secara signifikan terhadap usia perempuan pada perkawinan pertama di Kecamatan Pamulang Tanggerang Selatan.
Pengaruh Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan Terhadap Lama Usia Perkawinan
Zurni (2008) menyebutkan bahwa faktor ekonomi dan faktor ekonomi secara bersama berpengaruh terhadap perceraian
gugat di pengadilan tinggi agama Kota Bukit Tinggi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zurni (2008) yaitu tingkat pendapatan secara signifikan berpengaruh positif terhadap lama usia perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perceraian semakin tinggi pada tingkat pendapatan rendah.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi penduduk tersebut akan memasuki usia perkawinannya, maka semakin pendek lama usia perkawinannya.
Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Status Pekerjaan
Pendidikan berpengaruh negatif terhadap status pekerjaan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kecil kesempatan bagi pasangan usia subur untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini juga dapat dilihat dari data ketenagakerjaan hasil Sensus Penduduk 2010, dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi berada pada pendidikan SMU/SMK yang mencapai 7,4 persen sedangkan TPT untuk tingkat SLTP hanya 5,3 persen, dan SD kebawah hanya 1,9 persen.
Pengaruh Tingkat Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Usia Kawin Pertama, Lamanya Usia Perkawinan, dan Status Pekerjaan Terhadap Penggunaan Alat/Cara KB.
Penelitian ini tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap penggunaan alat/cara KB artinya program KB sudah banyak menjangkau masyakakat bawah, sesuatu hal yang wajar mengingat program KB lebih banyak diprioritaskan untuk keluarga pra KS dan KS 1 yang identik dengan keluarga dengan tingkat pendapatan rendah.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap wawasan dan pengetahuan ibu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin banyak informasi/pengetahuan mengenai kesehatan maupun alat kontrasepsi sehingga ibu dapat mengambil keputusan yang tepat dan
5
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
efektif tentang alat kontrasepsi mana yang akan digunakan.
Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian menyimpulkan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi masyarakat yang menggunakan alat/cara KB. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumini (2009) yang melakukan analisis variabel yang berasosiasi dengan penggunaan alat kontrasepsi berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, Sumini (2009) menyimpulkan bahwa semakin meningkat level pendidikan akan meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi.
Pengaruh Tingkat Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Usia Kawin Pertama, Lamanya Usia Perkawinan, Status Pekerjaan, dan Penggunaan Alat/Cara KB Terhadap Jumlah Kelahiran
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menekan jumlah kelahiran dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara yaitu : meningkatkan pendapatan, meningkatkan pendidikan, dan pendewasaan usia perkawinan. Di sisi lain, penggunaan alat/cara KB yang salah satu fungsinya untuk mengendalikan jumlah kelahiran, justru berpengaruh positif terhadap jumlah kelahiran, dengan perkataan lain pasangan usia subur yang pernah/masih menggunakan alat/cara KB justru mempunyai anak lebih banyak dari pasangan usia subur yang tidak pernah menggunakan alat/cara KB.
Penelitian ini menghasilkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif (menekan) jumlah kelahiran sejalan dengan hasil penelitian bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap wawasan dan pengetahuan ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin banyak informasi kesehatan yang diperolehnya, sehingga pengetahuan atau informasi mengenai alat kontrasepsi akan semakin baik sehingga ibu dapat mengambil keputusan yang tepat dan efektif tentang alat kontrasepsi mana yang akan digunakan.
Selain itu tingkat pendidikan juga dapat menekan jumlah kelahiran secara tidak langsung melalui peningkatan Usia Kawin Pertama dimana wanita yang berpendidikan lebih tinggi otomatis akan menunda perkawinannya yang pada
akhirnya akan menekan jumlah kelahiran
karena masa reproduksi yang semakin
singkat.
Tingkat pendidikan berpengaruh
negatif terhadap jumlah kelahiran atau
fertilitas sejalan pada banyak penelitian
lain, seperti yang dilakukan oleh Israwati
(2009) yang meneliti faktor-faktor penentu
fertilitas di Indonesia dengan menggunakan
data SDKI 2009 dan Ispriyanti (1999) yang
meneliti faktor-faktor yang memengaruhi
fertilitas di Kota Semarang-Provinsi Jawa
Tengah.
Tingkat pendapatan berpengaruh
negatif terhadap jumlah kelahiran sejalan
dengan teori Leibenstein, yang
menyebutkan bahwa anak memiliki 2 (dua)
fungsi yaitu fungsi kegunaan dan fungsi
biaya. Keluarga tidak mampu cenderung
untuk mempunyai anak banyak, karena
anak akan membantu ekonomi keluarga
maupun mengharapkan balas jasa dari
anaknya di kemudian hari, sedangkan
keluarga yang mampu cenderung untuk
mempunyai anak sedikit karena tidak
mengharapkan balas jasa dari anak apabila
dewasa kelak. Bagi keluarga mampu
semakin banyak anak berarti akan semakin
banyak
pengeluaran
untuk
membesarkannya.
Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ispriyanti (1999) di
Kabupaten Semarang, tingkat pendapatan
berpengaruh positif terhadap jumlah
kelahiran di Kabupaten Semarang-Jawa
Tengah. Ini menunjukkan bahwa di
Kabupaten Semarang semakin miskin
semakin sedikit anaknya sedangkan di
Sumatera Utara semakin miskin semakin
banyak anaknya. Keluarga miskin yang
mempunyai anak banyak cenderung akan
menghasilkan generasi yang miskin, namun
apabila keluarga miskin hanya mempunyai
anak sedikit, anak tersebut masih dapat
diberikan pendidikan berkualitas sehingga
dapat bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak yang pada akhirnya
akan terhindar dari kemiskinan setelah
dewasa kelak.
Status pekerjaan yang berpengaruh
positif terhadap jumlah anak yang
dilahirkan tidak sejalan dengan pendapat
Harry. T. Oshima yang menjelaskan tentang
perilaku pasangan usia subur yang bekerja
sebagai buruh pada masa industrialisasi di
6
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
Inggris cenderung untuk memiliki jumlah anak sedikit supaya tidak mengganggu pekerjaannya.
Hal ini disebabkan karena di Sumatera Utara belum terjadi industrialisasi. Selain itu dalam penelitian ini status pekerjaan pasangan usia subur hanya digolongan menjadi tidak bekerja dan bekerja, dimana bekerja di sini tidak hanya sebagai pekerja formal (buruh maupun pengusaha) tetapi juga sebagai pekerja informal.
Penelitian ini juga menghasilkan penggunaan alat/cara KB berpengaruh positif terhadap jumlah kelahiran, disisi lain tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap penggunaan alat/cara KB artinya bahwa program KB sudah banyak menjangkau masyakakat pendapatan rendah. Ini menunjukkan bahwa alat/cara KB yang digunakan oleh masyarakat kurang efektif karena masih di dominasi oleh alat/cara jangka pendek sebanyak 84,76 persen. Penggunaan alat/cara KB yang berpengaruh positif terhadap jumlah kelahiran sejalan dengan penelitian Israwati (2009) yang menggunakan data SDKI 2007 (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) untuk wilayah Indonesia. Namun kesimpulan ini berbeda dengan penelitian Rujiman (2011) yang menyimpulkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi berpengaruh negatif di negara Asia.
Di sisi lain penulis menyadari masih ada beberapa variabel yang memengaruhi jumlah kelahiran seperti pembagian wilayah (perkotaan dan perdesaan), budaya masyarakat maupun jumlah anak yang sudah meninggal yang dapat memengaruhi jumlah kelahiran di suatu wilayah.
Pengaruh Menekan Tingkat Fertilitas Terhadap Pengembangan Wilayah
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. Meningkatkan PDRB per kapita tidak hanya dengan meningkatkan PDRB tetapi juga dengan menekan jumlah penduduk. Di sisi lain kelahiran merupakan salah satu faktor yang dapat menambah jumlah penduduk sehingga menekan jumlah
kelahiran merupakan salah satu langkah
untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk.
Selain PDRB per kapita, IPM (Indeks
Pembangunan Manusia) merupakan
indikator untuk mengukur tingkat
kesejahteraan manusia di suatu wilayah.
IPM merupakan indikator komposit yang
menggabungkan indikator kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi. Menekan
kelahiran secara tidak langsung akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui ketiga komponennya (kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi).
Seorang ibu yang mempunyai jumlah
anak sedikit akan mengurangi resiko
dirinya meninggal pada saat
hamil/melahirkan/nifas maupun resiko
kematian bagi bayi yang dilahirkan, dan
gizi anak. Di bidang pendidikan, dengan
jumlah anak yang sedikit setiap
rumahtangga akan dapat memberikan
pendidikan yang lebih berkualitas kepada
anaknya. Di bidan ekonomi, dengan jumlah
anak yang sedikit setiap rumahtangga akan
mempunyai kesempatan untuk menabung
sehingga akan meningkatkan daya beli
rumahtangganya.
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa ada 6 pilar/aspek
pengembangan wilayah diantaranya adalah
aspek sosial dan aspek ekonomi. Menekan
kelahiran erat kaitannya dengan aspek
sosial dan aspek ekonomi, dimana menekan
jumlah kelahiran berdampak kepada
meningkatnya aspek sosial seperti
meningkatnya kualitas SDM, dan derajat
kesehatan
masyarakat
maupun
meningkatnya aspek ekonomi seperti
meningkatnya daya beli masyarakat.
Secara makro, menekan kelahiran
dapat mengurangi beban pembangunan,
dimana hal ini dapat diukur dengan
dependency ratio (angka beban
ketergantungan).
Angka
beban
ketergantungan Provinsi Sumatera Utara
sebesar 59,05 persen yang berarti bahwa
setiap 100 penduduk usia produktif (15-64
tahun) menanggung sebanyak 59 penduduk
usia tidak produktif. Hal ini jauh berada di
atas negara-negara lain seperti Brunei
Darussalam sebesar 44,6 persen dan
Australia sebesar 45,9 persen.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
maka upaya-upaya yang perlu dilakukan
7
Azantaro, Ramli, Rujiman: Analisis Faktor-Faktor…
yang dapat menekan jumlah kelahiran di Provinsi Sumatera Utara adalah meningkatkan tingkat pendidikan, meningkatkan pendapatan, pendewasaan usia perkawinan, dan menpertajam sasaran program KB.
Meningkatkan pendidikan dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan bersekolah setidaknya sampai dengan tingkat SLTA. Sedangkan pendewasaan usia perkawinan dapat dilakukan melalui sosialisasi merubah pola pikir masyarakat untuk tidak menikah pada usia muda maupun dengan memberikan pelatihan life skill agar wanita usia muda yang putus sekolah sehingga mempunyai kesibukan dengan pekerjaannya. Pemberian pelatihan life skill tidak hanya akan menambah penghasilannya tetapi juga akan menunda usia perkawinannya. Mempertajam segmentasi sasaran program KB kepada pasangan usia muda dengan jumlah anak rendah serta lebih mengintensifkan penggunaan alat/cara KB metode jangka panjang seperti IUD/AKDR/Implant, dan susuk.
KESIMPULAN 1. Tingkat Pendapatan dan Tingkat
Pendidikan berpengaruh positif terhadap Usia Perkawinan Pertama.. 2. Tingkat Pendapatan berpengaruh positif terhadap Lama Usia Perkawinan sedangkan Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif terhadap Lama Usia Perkawinan. 3. Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif terhadap status pekerjaan. 4. Tingkat pendapatan, usia kawin pertama, dan status pekerjaan berpengaruh negatif terhadap penggunaan alat/cara KB sedangkan tingkat pendidikan dan lama usia perkawinan berpengaruh positif terhadap penggunaan alat/cara KB. 5. Tingkat pendapatan, usia perkawinan pertama, dan tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup sedangkan lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB berpengaruh positif terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup.
SARAN 1. Meningkatkan kesempatan untuk
melanjutkan bersekolah sampai dengan tingkat SLTA/sederajat. 2. Sosialisasi pentingnya pendewasaan usia perkawinan serta pemberian life skill kepada wanita usia muda khususnya yang putus sekolah. 3. Mempertajam segmentasi sasaran penggunaan alat/cara KB dengan fokus kepada pasangan usia muda dengan paritas rendah serta lebih banyak menggunakan alat/cara KB metode jangka panjang seperti IUD/Susuk/Implan.
DAFTAR RUJUKAN Astuti, Berlina Dwi. 2011. Pengaruh
Pendidikan Formal Terhadap Usia Perempuan Pada Pernikahan Pertama. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2010. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. BPS Provinsi Sumatera Utara. Medan Ispriyanti, Dwi. Widiharih, Tatik. Sunarsih. Marudani, Asib I dan Sugiarto, Aris. 1999. Analysis Path dan Penggunaannya dalam Fertilitas, Laporan Kegiatan, Fakultas MIPA Universitas Diponegoro. Semarang. Iswarati. 2009. Analisa Lanjut SDKJ 2007Proximate Determinan Fertilitas di Indonesia. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. Jakarta. Muzaffak. 2013. Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Ekonomi Terhadap Pola Keputusan Orang Tua Untuk Mengawinkan Anaknya Di Desa Karang Duwak Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan. Jumal Paradigma Volume OJ Nomor 01 Tabun 2013. Fakultas IImu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Surabaya Rujiman. 2011. Analisis Faktor-Faktor Penentu Fertilitas di Negara Asia. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Swnatera
8
Jurnal Ekonom, Vol 18, No 1, Januari 2015
Utara. Medan. Vol. 1, NO.2 Desember 2005. Sumini. Tsalatsa, Yam'ah dan Kuntohadi, Wahyono. 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007Analisis Variabe1 variabel yang berasosiasi dengan penggunaan alat kontrasepsi. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. Jakarta. Sumini. Tsalatsa, Yam'ah dan Kuntohadi, Wahyono. 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007Analisis Hubungan antara Jenis Pemakaian Alat Kontrasepsi
dengan Tingkat Fertilitas. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. Jakarta. Todaro, Michael P. 1995. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. USAID-BPS-BKKBN-DEPKES. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. BPS RI. Jakarta. Zurni. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perceraian Gugat Di Pengadilan Agama Bukit Tinggi. Tesis. Universitas Andalas. Padang.
9