Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian fertilitas (kelahiran)
Fertilitas (kelahiran) sebagai istilah demografi sebagai hasil reproduksi yang

nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir (FEUI, 1981). Dari pengertian ini, kelahiran
merupakan banyaknya bayi yang lahir dari wanita. Ada bayi yang disebut lahir hidup
yaitu lahirnya seorang bayi yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan, tidak
diperkirakan berapa lama bayi tersebut menunjukkan tanda-tanda kehidupan tersebut.
Tanda-tanda kehidupan antara lain bernafas, ada denyutan jantung dan lain-lain. Ada
pula bayi lahir mati artinya bayi tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan
(Sinuraya, 1990).
Fertilitas adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam bidang demografi

untuk menggambarkan jumlah anak yang benar-benar dilahirkan hidup (Pollard,
1989). Disamping istilah fertilitas ada juga istilah fekunditas (fecundity) sebagai
petunjuk kepada kemampuan fisiologis dan biologis seorang perempuan untuk
menghasilkan anak lahir hidup (Mantra, 2006). Fertilitas biasanya diukur sebagai
frekuensi kelahiran yang terjadi di dalam sejumlah penduduk tertentu. Disatu pihak
mungkin akan lebih wajar bila fertilitas dipandang sebagai jumlah kelahiran per

orang atau per pasangan, selama masa kesuburan (Barcla, 1984).

15
Universitas Sumatera Utara

16

Menurut Kotmanda (2010) yang mengutip pendapat Hatmadji (1981),
ferttilitas merupakan kemampuan seorang wanita untuk menghasilkan kelahiran

hidup. Fertilitas merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau sekelompok
wanita, sedangkan dalam pengertian demografi menyatakan banyaknya bayi yang
lahir hidup. Menurut Ali (2011) yang mengutip pendapat Pollard (1984), fertilitas
adalah suatu istilah yang dipergunakan di dalam bidang demografi untuk
menggambarkan jumlah anak yang benar- benar dilahirkan hidup. Fertilitas juga
diartikan sebagai suatu ukuran yang diterapkan untuk mengukur hasil reproduksi
wanita yang diperoleh dari statistik jumlah kelahiran hidup. Menurut Sukarno (2010)
Fertilitas merupakan jumlah dari anak yang dilahirkan hidup dengan pengertian

bahwa anak yang pernah dilahirkan dalam kondisi hidup menunjukkan tanda-tanda

kehidupan. Jika anak pada saat dilahirkan dalam kondisi hidup kemudian meninggal
pada waktu masih bayi tetap dikatakan anak lahir hidup (ALH).
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran
mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat
melahirkan lebih dari seorang bayi. Seorang perempuan yang telah melahirkan
seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut menurun.
Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami
dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja. Masalah lain yang
dijumpai dalam pengukuran fertilitas ialah tidak semua perempuan mengalami resiko
melahirkan karena ada kemungkinan dari mereka tidak mendapat pasangan untuk
berumah tangga. Juga ada beberapa perempuan yang bercerai, menjanda.

Universitas Sumatera Utara

17

Memperhatikan masalah-masalah diatas, terdapat variasi pengukuran fertilitas yang
dapat diterapkan yaitu pengukuran fertilitas tahunan, dan pengukuran fertilitas
kumulatif. Pengukuran fertilitas kumulatif ialah mengukur jumlah rata-rata anak yang
dilahirkan oleh seorang perempuan hingga mengakhiri batas usia subur. Sedangkan

pengukuran fertilitas tahunan (vital rates/current fertility) ialah mengukur jumlah
kelahiran pada tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah penduduk yang
mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut (Mantra, 2006).
2.2 Ukuran Fertilitas
2.2.1 Ukuran Fertilitas Tahunan (Vital Rates/Current Fertility)
a. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR)
Angka kelahiran kasar didefenisikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada
suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun (Mantra, 2006).
Perhitungan CBR ini sangat sederhana karena hanya memerlukan keterangan tentang
jumlah anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun, namun
CBR ini mempunyai kelemahan yakni tidak memisahkan penduduk laki-laki dan
perempuan yang masih anak-anak dan yang berumur 50 tahun ke atas sehingga angka
yang dihasilkan sangat kasar (BKKBN, 2006).
Angka kelahiran ini disebut “kasar” karena sebagai penyebut digunakan
jumlah penduduk yang berarti termasuk penduduk yang tidak mempunyai peluang
melahirkan juga diikutsertakan, seperti anak-anak, laki-laki, dan wanita lanjut usia.

Universitas Sumatera Utara

18


Angka ini dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat fertilitas secara umum
dalam waktu singkat, tetapi kurang sensitif untuk:
1) Membandingkan tingkat fertilitas dua wilayah
2) Mengukur perubahan fertilitas karena perubahan pada tingkat kelahiran akan
menimbulkan perubahan pada jumlah penduduk (Mubarak, 2012).
Rumus :

CBR =

xk

Dimana:
CBR = Crude Birth Rate atau Tingkat Kelahiran Kasar
Pm

= Penduduk pertengahan tahun

k


= Bilangan konstanta yang biasanya 1.000

B

= Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

b. Angka Kelahiran Umum (General Fertility Rate /GFR)
Perbandingan antara jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk perempuan
usia subur (15-49 tahun). Jadi sebagai penyebut tidak menggunakan jumlah penduduk
pertengahan tahun umur 15-49 tahun.

Universitas Sumatera Utara

19

Rumus :

GFR=

xk


Dimana :
GFR

= Tingkat Fertilitas Umum

B

= Jumlah kelahiran

Pf(15-49) = Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun.
c. Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (Age Specific Fertility
Rate/ASFR)

Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (ASFR) ialah jumlah kelahiran
hidup oleh ibu pada golongan umur tertentu yang dicatat selama satu tahun per 1.000
penduduk wanita pada golongan umur tertentu pada tahun yang sama (Mubarak,
2012).
Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi
kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan pada

tiap-tiap kelompok umur (age specific fertility rate ) (Mantra, 2006). Angka ini
menunjukkan banyaknya kelahiran menurut umur wanita yang berada dalam
kelompok umur antara 15-49 tahun per wanita pada kelompok umur yang sama.
Dengan demikian semakin banyak ibu yang berada di suatu kelompok umur tersbut

Universitas Sumatera Utara

20

akan lebih memungkinkan kelompok umur tersebut memiliki angka kelahiran yang
lebih tinggi (BKKBN, 2006).
Angka fertilitas menurut golongan umur dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan angka kelahiran kasar karena tingkat kesuburan pada setiap golongan
umur tidak sama hingga gambaran kelahiran menjadi lebih teliti. Perhitungan
fertilitas menurut golongan umur biasanya dilakukan dengan interval 5 tahun hingga
bila wanita dianggap usia subur terletak antara umur 15-49 tahun, akan di peroleh
sebanyak 7 golongan umur. Dengan demikian dapat di susun menjadi distribusi
frekuensi pada setiap golongan umur. Dari distribusi frekuensi tersebut, dapat
diketahui pada golongan umur berapa yang mempunyai tingkat kesuburan tertinggi.
Hal ini penting untuk menentukan prioritas program keluarga berencana (Mubarak,

2012).
Rumus :

=

xk

Dimana:
= Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i
= Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun
k = Angka konstanta = 1.000

Universitas Sumatera Utara

21

d. Angka Kelahiran Menurut Urutan (Birth Order Specific Fertility
Rates/BOSFR)

Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur

tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istrimenambah
kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri
mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu, dan
juga umur anak yang masih hidup.
Rumus :
BOSFR = ∑

xk

Dimana :
BOSFR = Birth Order Specific Fertility Rate
= Jumlah kelahiran urutan ke I
= Jumlah perempuan umur 15-49 pertengahan tahun
K

= Bilangan konstanta = 1.000
Penjumlahan dari Tingkat Fertilitas menurut urutan kelahiran menghasilkan

Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate ).
GFR = ∑


xk

Universitas Sumatera Utara

22

2.2.2 Ukuran Fertilitas Kumulatif (Cumulative Fertility/Reproductive History)
a. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/ TFR)
TFR didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan
tiap 1000 perempuan yang hidup hingga akhir masa reproduksinya (BKKBN, 2006).
Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki
dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya
dengan catatan :
a. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa
reproduksinya.
b. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu
(Mantra, 2006).
Menurut Mantra (2006), tingkat fertilitas total menggambarkan riwayat
fertilitas dari sejumlah perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Hal ini

sesuai dengan riwayat kematian dari tabel kematian penampang lintang ( cross
sectional life table ). Dalam praktek Tingkat Fertilitas Total dikerjakan dengan

menjumlahkan Tingkat Fertilitas perempuan menurut umur, apabila umur tersebut
berjenjang lima tahunan, dengan asumsi bahwa fertilitas menurut umur tunggal sama
dengan rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan.
Kelemahan pada perhitungan TFR ialah pada TFR semua wanita selama masa
subur dianggap tidak ada yang meninggal, semuanya menikah, serta mempunyai anak
dengan pola seperti ASFR, padahal hal ini tidak sesuai dengan kenyataan (Mubarak,
2012).

Universitas Sumatera Utara

23

Rumus :
TFR = 5 ∑
Dimana :
TFR

= Total Fertility Rate

å

= Penjumlah tingkat fertilitas menurut umur

ASFRi = Tingkat fertilitas menurut umur ke 1 dari kelompok berjenjang 5 tahunan.
b. Angka Reproduksi Nyata (Gross Reproduction Rates/GRR)
Gross Reproduction Rate ialah jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1.000

perempuan sepanjang masa reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang
perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya, seperti angkat
kelahiran total.
Rumus :
GRR = 5 ∑
Dimana :
adalah tingkat fertilitas menurut umur ke-I dari kelompok berjenjang 5
tahunan.

Universitas Sumatera Utara

24

c. Angka Reproduksi Kotor (Net Reproduction Rate/NRR)
Net Reproductio Rate /NRR ialah jumlah kelahiran bayi perempuan oleh

sebuah

kohor

hipotesis

dari

1.000

perempuan

dengan

memperhitungkan

kemungkinan meninggalkan perempuan-perempuan itu sebelum mengakhiri masa
reproduksinya. Misalnya sebuah kohor yang terdiri dari 1.000 bayi perempuan
tersebut mempunyai kesempatan melahirkan hingga umur 20, sebagian hingga umur
30, sebagian hingga umur 40, dan seterusnya dan hanya sebagian yang dapat
melewati usia 50 tahun (usia reproduksi). Jadi dari kohor tersebut dihitung jumlah
perempuan-perempuan yang dapat bertahan hidup pada umur tertentu dengan
mengalihkannya dengan kemungkinan hidup dari waktu lahir hingga mencapai umur
tersebut.
Rumus :
NRR = ∑

x

2.3 Indikator Fertilitas
Menurut Wati (2012) yang mengutip datastatistik (2010), indikator fertilitas
adalah :
2.3.1 Angka Kelahiran Tahunan (Current Fertility)
a. Jumlah Kelahiran
b. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate – CBR)

Universitas Sumatera Utara

25

c. Angka Kelahiran Menurut Umur
d. Angka fertilitas Total
2.3.2 Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH)
a. Anak Lahir Hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB)
b. Anak Masih Hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL)
c. Rasio Anak-Wanita atau Child Women Ratio (CWR).
2.3.3 Paritas
2.3.4 Keluarga Berencana
a. Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)
b. Angka tidak terpenuhinya kebutuhan KB (Unmet-need)
2.4 Konsep Fertilitas

Menurut Nadeak (2013) yang mengutip buku Dasar-dasar Demografi terbitan
FEUI, dijelaskan konsep-konsep penting yang harus dipegang dalam mengkaji
fenomena fertilitas, diantaranya:

2.4.1 Lahir Hidup
Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, adalah suatu kelahiran seorang bayi
tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan
tanda-tanda kehidupan, misal : bernafas, ada denyut jantungnya atau tali pusat atau
gerakan-gerakan otot.

Universitas Sumatera Utara

26

2.4.2 Lahir Mati

Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

2.4.3 Abortus

Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kurang dari 28
minggu. Ada dua macam abortus : disengaja ( induced) dan tidak disengaja
(spontaneus). Abortus yang disengaja mungkin lebih sering kita kenal dengan istilah
aborsi dan yang tidak disengaja lebih sering kita kenal dengan istilah keguguran.

2.4.4 Masa Reproduksi
Masa reproduksi (Childbearing age ) adalah masa dimana perempuan
melahirkan, yang disebut juga usia subur (15-49 tahun).
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas Menurut Para Ahli
Faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya
fertilitas dapat dibagi menjadi dua, yakni faktor demografi dan faktor non demografi.

Faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, struktur perkawinan, umur kawin
pertama, paritas, disrupsi (gangguan) perkawinan, dan proporsi yang kawin.
Sedangkan faktor non demografi antara lain, keadaan ekonomi penduduk, tingkat
pendidikan, perbaikan status perempuan, urbanisasi dan industrialisasi. Variabel-

Universitas Sumatera Utara

27

variabel di atas dapat berpengaruh langsung terhadap fertilitas, ada juga berpengaruh
tidak langsung (Mantra, 2009).
Dalam buku Pegangan Bidang Kependudukan dikatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kelahiran (fertilitas) adalah : struktur umur, tingkat pendidikan, umur
pada waktu perkawinan pertama, banyaknya perkawinan, status pekerjaan wanita,
penggunaan alat kontrasepsi dan pendapatan/kekayaan (FEUI, 1984). Pendapat lain
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelahiran dapat dilihat dalam buku
Kependudukan Liku-liku Penurunan Kelahiran oleh Masri Singarimbun mengatakan
faktor-faktor yang menurunkan kelahiran adalah industrilisasi, urbanisasi, perbaikan
keadaan ekonomi, kemajuan pendidikan, pebaikan status wanita, pebaikan keadaan
kesehatan, dan penurunan angka kematian (UGM,1982). Kedua pendapat ini hampir
sama, yang perlu diambil kesimpulan dari kedua pendapat ini bahwa banyak faktor
yang dapat mempengaruhi/memperkecil kelahiran, tetapi salah satu diantaranya yang
mempunyai kaitan dengna keluarga berencana adalah penggunaan alat kontrasepsi,
sedangkan faktor lain merupakan penunjang dari pada keluarga berencana (Sinuraya,
1990).
Jumlah anak dari seorang wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
termasuk tingkat pendidikan (penundaan perkawinan), umur kawin pertama, umur
melahirkan anak pertama, jumlah anak yang diinginkan, dan penggunaan metode
kontrasepsi (SDKI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

28

Menurut Davis dan Blake (1956) yang dikutip oleh Mantra (2009), dalam
tulisan berjudul The Social Structure of Fertility : An Analitical Framework,
menyatakan bahwa faktor-faktor sosial mempengaruhi fertilitas melalui variabel
antara. Dalam bukunya itu Davis dan Blake menulis mengenai proses reproduksi
seorang wanita usia subur melalui tiga tahap, yaitu hubungan seks, konsepsi,
kehamilan dan kelahiran.

Faktor Sosial

Variabel Antara

Fertilitas

Gambar 2.1 Skema dari Faktor Sosial yang Mempengaruhi Fertilitas Melalui
Variabel Antara
2.5.1 Menurut Kingsley Davis & Judith Blake
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi.
Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis
tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan
menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan
(selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and
Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah mengembangkan berbagai
kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis
(Mundiharno, 1997).

Universitas Sumatera Utara

29

Dalam tulisannya yang berjudul “The social structure and fertility: an
analytic framework (1956)” Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis

sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara”
(intermediate variables). Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan
budaya yang mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel
antara yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga
tahap proses reproduksi sebagai berikut:
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan diadakan persetubuhan atau
hubungan kelamin (Intercourse Variables).
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi diadakan atau terputusnya hubungan
kelamin pada masa reproduksi.
i. Usia mulai mengadakan hubungan kelamin atau persetubuhan.
ii. Selibat tetap : proporsi wanita yang tidak pernah kawin atau mengadakan
persetubuhan.
iii. Lamanya suatu reproduksi yang hilang setelah atau diantara masa
hubungan kelamin
a. Bila hidup sebagai suami istri itu putus karena perceraian, berpisah,
atau mingggat (salah seorang melarikan diri).
b. Bila hidup sebagai suami istri itu putus karena kematian sang suami.
b) Faktor-faktor yang mempengaruhi diadakan persetubuhan atau hubungan
kelamin.

Universitas Sumatera Utara

30

iv. Pantang sukarela.
v. Pantang terpaksa (karena impoten, sakit, berpisah sementara yang tak
dapat dielakkan).
vi. Frekuensi persetubuhan (tidak termasuk masa pantang).
2) Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kemungkinan

kehamilan

(Conception

Variables).

vii. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oeh hal-hal yang tidak
diinginkan atau diluar kemauan.
viii. Menggunakan atau tidak menggunakan alat-alat kontrasepsi.
a. Alat mekanik dan bahan kimiawi.
b. Dan lain-lain.
ix. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh hal-hal yang
diinginkan atau disengaja, (sterilisasi, sub-insisi (pembelahan bagian
bawah penis sehingga semen tidak keluar melalui kepala penis), obatobatan, dan sebagainya).
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi masa hamil dan kelahiran dengan selamat
(Gestation Variables).
x. Kematian fetus (janin) karena hal-hal yang tidak disengaja.
xi. Kematian fetus karena hal-hal yang disengaja (Fawcett, 1982).

Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua
masyarakat. Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positip dan

Universitas Sumatera Utara

31

negatipnya sendirisendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak
dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai positip terhadap fertilitas.
Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian
ketidak-adaan variabel tersebut juga menimbulkan pengaruh terhadap fertilitas, hanya
pengaruhnya bersifat positip. Karena di suatu masyarakat masing-masing variabel
bernilai negatip atau positip maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung
kepada neraca netto dari nilai semua variabel. Lebih lanjut dalam artikelnya Davis
dan Blake menguraikan tetang pengaruh pola-pola institusional terhadap fertilitas
melalui 11 variabel antara yang telah dikemukakan dimuka (Mundiharno, 1997).
2.5.2 Menurut Ronald Freedman
Menurut Fawcett (1984) yang mengutip pendapat R. Freedman (1961-1962),
dalam tulisannya tentang sosiologi fertilitas manusia, menggabungkan skema Davis
dan Blake tersebut dalam ruang lingkup sosiologis yang lebih luas. Berdasarkan
variabel-variabel antara tersebut, freedman menyusun konsep-konsep sosiologi yang
lebih luas. Berdasarkan variabel-variabel antara tersebut, Freedman menyusun
konsep-konsep sosiologi yang lebih luas, dan kemudian ia membahas cara-cara
bagaimana norma-norma sosial dan aspek-aspek organisasi sosial mempengaruhi
fertilitas melalui variabel-variabel antara tersebut.
Sebagai contoh, untuk mencapai norma-norma besarnya keluarga yang telah
ditetapkan, pemerintah bisa menggunakan insentif keuangan atau hukuman sebagai
cara untuk mencapainya, atau program-program keluarga berencana secara langsung

Universitas Sumatera Utara

32

diarahkan untuk mengubah variabel-variabel antara yang menyangkut penggunaan
kontrasepsi. Aspek-aspek organisasi sosial lainnya, seperti peranan kesempatan kerja
bagi kaum wanita, tidak bisa secara langsung mempengaruhi fertilitas tetapi aspekaspek sosial itu bisa mempengaruhi fertilitas melalui beberapa variabel antara.
Faktor-faktor lingkungan juga turut berperan, misalnya kondisi kesehatan
mempengaruhi tingkat kematian bayi dan oleh karena itu utuk mencapai jumlah
tertentu dari anak-anak yang hidup, diperlukan sejumlah kelahiran tertentu dan bisa
juga

mempengaruhi

kesuburan

dan

frekuensi

kemungkinan

mengadakan

persetubuhan.
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap
fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu

masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma
yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel antara
itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan variabel antara
di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di
masyarakat. Kerangka analisis fertilitas yang dikemukakan oleh Freedman
digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

33

Mortalitas
L
I
N
G
K
U

Struktur sosial

Norma tentang

N

dan ekonomi

besar keluarga

G

Variabel
antara

A

Program

Norma tentang

N

KB

variabel antara

Fertilitas

Gambar 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas oleh Ronald Freedman 1962

Sumber : World Fertility Survey 1977

Universitas Sumatera Utara

34

Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake
menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas” yang
sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki ( outcome). Ia
mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh
masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang. Selain itu, norma
social dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara umum Freedman mengatakan
bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu
masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan
membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu
cara penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara penyelesaian ini
merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam suatu situasi tertentu,
menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat mengindoktrinasikan kepada
para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma tersebut baik melalui
ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ... Karena
jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan masalah
yang sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu
penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang
normatif untuk mengatasi masalah ini”

Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian tingkah laku
tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori
sosiologi tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility

Universitas Sumatera Utara

35

decline: a reappraisal ” (1979) Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat
fertilitas yang cenderung terus menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan

semata-mata akibat variabel-variabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan
industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi
berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta
berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi. Menurut Freedman,
tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang penting
terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori
sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat
bahwa “masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah normatif” jika
kaum miskin mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan
karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada
kaum kaya (Mundiharno, 1997).

Ronald

Freedman

mempengaruhi

tingkat

mempengaruhi

fertilitas

berpendapat

fertilitas.

yaitu

Selain

tingkat

bahwa
adanya
mortalitas,

faktor
faktor
norma

lingkungan
lingkungan

juga
yang

tentang besarnya

keluarga, struktur sosial ekonomi dan juga norma mengenai variabel antara
(Urip, 2014).

Dari skema diatas. terlihat bahwa variabel antara secara langsung
mempengaruhi fertilitas sementara variabel antara itu sendiri dipengaruhi oleh

Universitas Sumatera Utara

36

banyak faktor. Diawali dengan keadaan lingkungan yang memberi pengaruh terhadap
tingkat kematian dan struktur sosial ekonomi. Keadaan ini sangat bervariasi antardaerah karena setiap daerah memiliki ciri dan karakteristik penduduk yang berbeda.
Lingkungan dan struktur sosial ekonomi saling mempengaruhi satu sama lain.
Tingkat kematian dan struktur sosial ekonomi memberi pengaruh pada norma ukuran
keluarga. Tingkat kematian memotivasi keluarga untuk membatasi jumlah anggota
rumah tangga. Sementara struktur sosial ekonomi berkorelasi timbal balik dengan
ukuran keluarga. Begitupula hubungan antara struktur sosial ekonomi dengan norma
tentang variabel antara. Norma yang terbentuk dalam masyarakat ini secara langsung
mempengaruhi variabel antara yang kemudian mempengaruhi fertilitas. Jadi pada
akhirnya perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh norma yang ada.

2.5.3 Menurut Bongaarts
Bongaarts (1979) yang dikutip oleh Urip (2014), menyatakan bahwa
variabel antara dibagi menjadi 7, yaitu :
1) Variabel perkawinan
2) Kemandulan permanen
3) Lamanya tidak subur sesudah melahirkan (post partum)
4) Kemampuan melahirkan
5) Penggunaan alat-alat kontrasepsi yang efektif
6) Pengguguran secara spontan
7) Pengguguran secara tidak sengaja

Universitas Sumatera Utara

37

Bongaarts (1980) mempersempit lagi menjadi 4 variabel antara, yaitu :
1) Perkawinan
2) Kontrasepsi
3) Laktasi (menyusui)
4) Pengguguran

2.5.4 Menurut Moni Nag
Menurut Urip (2014) yang mengutip pendapat Moni Nag (1979), seorang
antropolog,

mengemukakan 10 variabel fertilitas

yang

dipengaruhi

oleh

modernisasi. Dasar pemikirannya adalah bahwa industrialisasi, urbanisasi, dan
beberapa

bentuk

perubahan

sosial,

diantaranya proses

modernisasi,

pada

umumnya dapat menyebabkan turunnya fertilitas melalui tindakan pengendalian
kelahiran (seperti kontrasepsi dan usaha pengguguran) serta penundaan usia
kawin. Di negara-negara sedang berkembang menunjukkan adanya pengaruh
modernisasi terhadap fertilitas.
Ada 4 faktor utama yang dapat dikemukakan dalam pemikiran Moni Nag,
yaitu :
1) Mulai keluarnya ovulasi dan menstruasi sesudah melahirkan, sebagai akibat
dari pengurangan praktek menyusui atau laktasi.
2) Berkurangnya praktek pantang senggama sesudah melahirkan.
3) Berkurangnya

atau

hilangnya

masa

reproduksi

pada

seorang

wanita

disebabkan oleh karena menjanda pada usia muda.

Universitas Sumatera Utara

38

4) Pengurangan pengaruh pemandulan atau sterilisasi sebagai akibat pengobatan
yang bertambah baik terhadap penyakit kelamin.

Ada 10 variabel (yang dipengaruhi modernisasi) yang mempengaruhi naikturunnya fertilitas :
1) Fekunditas

(amenorrhea

dan

ovulasi),

yang

dipengaruhi

oleh

laktasi

(lamanya menyusui). Pada wanita modern banyak meninggalkan kebiasaan
menyusui anaknya. Hal ini juga dipengaruhi oleh gencarnya susu kaleng,
sehingga menyebabkan kesuburan wanita cepat datang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seorang wanita, maka semakin tinggi pula untuk meninggalkan
laktasi.
2) Fekunditas dalam hal ini amenorrhea (periode mati haid atau berhentinya
haid secara alami setelah melahirkan),

menarche (periode haid yang

pertama), dan menopause (periode berhentinya haid), yang dipengaruhi oleh
gizi

(nutrisi). Dalam

hal

ini modernisasi

menyebabkan

meningkatnya

ekonomi dan kesehatan, sehingga pemenuhan gizi dapat meningkat. Gizi
yang

baik

akan

mempengaruhi fekunditas

dan

akan

mempengaruhi

menarche, sehingga usia reproduksi meningkat dan menopause bisa lebih lama.
3) Keguguran (miscarriage ) dan lahir mati (stillbirth) lebih sedikit karena
kesehatan yang terpelihara dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

39

4) Kemandulan yang disebabkan oleh penyakit kelamin akan menurun karena
kesehatan meningkat dan bertambah baik, sehingga kesuburan wanita
meningkat.
5) Abstinensi (pantang) sukarela terutama sesudah melahirkan tidak tinggi lagi,
sehingga fertilitas naik.
6) Keadaan

menjanda

dan

janda

(widowerkrod)

prosentasenya

menurun,

sehingga menyebabkan fertilitas naik.
7) Perceraian dan perpisahan juga berkurang karena ekonomi membaik,
sehingga fertilitas naik.
8) Usia kawin dan proporsi wanita yang tidak pernah kawin (selibat). Usia
kawin meningkat dan proporsi wanita tidak kawin menurun karena ekonomi
membaik, sehingga fetilitas naik.
9) Frekuensi hubungan kelamin (intercouse ) makin tinggi terutama dalam hubungan
dengan keluarga luasnya, sehingga fertilitas naik.
10) Abstinensi terpaksa atau tidak sengaja berkurang, sehingga fertilitas naik.
2.5.5 Menurut Hill, Stycos, dan Back
Menurut Fawcett (1984) yang mengutip pendapat Hill, Stycos, dan Back
(1959), faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas, yaitu :
a. Faktor-faktor latar belakang demografis :
1. Tempat tinggal
2. Pekerjaan
3. Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

40

4. Agama
5. Status ekonomi (nilai sewa)
6. Pola perkawinan
7. Usia ketika kawin

a.1 Pengaruh kelompok referensi yang memegang peranan kunci:
1. Penduduk yang menjadi referensi
2. Rekan kerja
3. Teman kelas
4. Sesama anggota jamaah, dan lain-lain
5. Besarnya partisipasi sosial
6. Langganan klinik-klinik bersalin
b. Sistem Nilai Umum
1. Fatalisme – usaha kerja
2. Tradisionalisme – modernism
3. Aspirasi terhadap diri sendiri dan terhadap anak-anak
4. Kecenderungan kepada rencana umum
c. Atribut informasi dan sikap
1. Informasi tentang metode
2. Sikap terhadap pengendalian kelahiran
3. Tingkat persetujuan mengenai pengendalian kelahiran
d. Sikap-sikap khusus terhadap besarnya keluarga

Universitas Sumatera Utara

41

1. Sikap terhadap pentingnya anak
2. Besar keluarga yang ideal (sekarang dan dahulu)
3. Indeks ringkas mengenai pilihan besarnya keluarga
4. Rasa adanya tekanan dari fertilitas terhadap sumber-sumber hidup keluarga
5. Minat untuk menjarangkan anak
e. Kemungkinan-kemungkinan tindakan keluarga
1. Kebahagiaan perkawinan
2. Persetujuan terhadap masalah-masalah umum
3. Kepuasan seksual
4. Komunikasi mengenai masalah-masalah umum
5. Komunikasi mengenai besarnya keluarga yang ideal dan pengendalian kelahiran
6. Hambatan sopan santun
7. Pola-pola organisasi kekeluargaan :
a. Kadar otonomi istri
b. Kadar kekuasaan suami/laki-laki
c. Luasnya larangan-larangan yang ditentukan suami
d. Kesediaan keluarga untuk menjalankan pengendalian kelahiran
f. Keberhasilan keluarga berencana
1. Proporsi penggunaan metode pengendalian kelahiran lama dan keteraturan
pemakaiannya
2. Tingkat keberhasilan

Universitas Sumatera Utara

42

g. Fertilitas

Langkah-langkah yang berbeda.
2.5.6 Menurut H. Leibenstein
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori
„transisi demografis‟ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan
diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu
proses ekonomis dari pada proses biologis. Berbagai metode pengendalian fertilitas
seperti penundaan perkawinan, senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan
oleh pasangan suami isteri yang tidak menginginkan mempunyai keluarga besar,
dengan anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti memikul beban ekonomis
dan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal
pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang
menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19.
Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan “teori
ekonomi tentang fertilitas”. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas
adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor -faktor yang
menentuka jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya
juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive).
Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang
dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan kasar mengenai

Universitas Sumatera Utara

43

jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan perhitungan-perhitungan yang
demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasa n atau kegunaan (utility)
yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik berupa uang maupun
psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak

sebagai suatu „barang konsumsi‟ misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua;
(b) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam
beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu
dan menambah pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak
sebagai sumbe r ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya”.

Menurut H. Leibenstein yang dikutip oleh FEUI (2007), anak dilihat dari 2
segi yaitu segi kegunannya (utility) dan biaya (cost). Kegunaannya ialah memberikan
kepuasan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan
berproduksi serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa
depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari
mempunyai anak tersebut. Apabila ada kenaikan pendapatan, aspirasi orang tua akan
berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kwalitas yang baik. Ini berarti
biayanya naik. Sedangkan kegunaannya turun sebab walaupun anak masih
memberikan kepuasan akan tetapi balas jasa ekonominya turun. Di samping itu orang
tua juga tak tergantung dari sumbangan anak. Jadi biaya membesarkan anak lebih
besar dari pada kegunaannya. Hal ini mengakibatkan demand terhadap anak turun
atau dengan kata lain fertilitas turun.

Universitas Sumatera Utara

44

Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak
berkurang bila pendapatan meningkat. New household economics berpendapat bahwa
(a) orang tua mulai lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam
jumlah yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan
pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang
digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal (Saragih, 2012).
Menurut Mundiharno (1997) yang mengutip pendapat Leibenstein (1958),
biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan
biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan
dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak
sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah
kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang
ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan
selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai
tanggungan keluarga besar. Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan
maka aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas
yang baik. Ini berarti biayanya naik.
2.5.7 Menurut Gary Becker

Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertilitas dilakukan oleh Gary
S.Becker (1960) dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “ An Economic Analysis
of Fertility”. Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap

Universitas Sumatera Utara

45

sebagai barang konsumsi (a consumption good, consumer‟s durable) yang
memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua,
anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan ( satisfaction). Secara ekonomi
fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan selera.

Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku A
Treatise on the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut

kemudian membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga
(household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker
kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove,
Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic growth
and population: Perspective of the new home economics , Nerlove mengemukakan:

“Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu
fungsi kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik
melainkan berbagai kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi
produksi rumah tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan
sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah tangga menjadi komoditi pasar;
dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari
harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk
melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia
dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga

Universitas Sumatera Utara

46

sumberdaya manusia (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya
manusia dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku
generasi-generasi yang akan datang maupun untuk kepentingan tingkah laku

sendiri”
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak
berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan
anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan
meningkat? New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih
menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit
sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat
maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat
anak. Jadi anak menjadi lebih mahal (Mundiharno, 1997).
Menurut FEUI (2007) yang mengutip pendapat Gary Becker (1960),
menganggap anak sebagai barang konsumsi tahan lama (durable goods). Orang tua
mempunyai pilihan antara kuantitas dan kualitas anak. Kualitas diartikan pengeluaran
(biaya) rata-rata untuk anak oleh suatu keluarga yang didasarkan atas 2 asumsi, a)
selera orang tua tidak berubah; b) harga anak dan barang-barang konsumsi lainnya
tidak dipengaruhi keputusan rumah tangga untuk berkonsumsi. Jika seandainya harga
anak (Ha) = Rp.3.000,- dan harga televise (Htv) = Rp.2.000,- sedangkan pendapatan
orang tua (Y) = Rp.60.000,-

Universitas Sumatera Utara

47

2.5.8 Menurut Robinson, Harbinson dan Bulatao
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai
hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan
fungsi utility ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan
tidak langsung, keterbatasan sumber daya, selera. Robinson dan Harbinson
menggambarkan kerangka analisis ekonomi terhadap fertilitas dalam bagan berikut:

Pendapatan

Biaya langsung

Biaya tdk langsung &

keluarga

per anak

opportunity cost per anak

Selera thd

Potensi permintaan

anak

akan anak

Keterbatasan “supply”

Kompetisi cara penggunaan

fisiologis thp kesuburan

sumberdaya utk mencapai
manfaat yang sebanding

FERTILITAS

Gambar 2.3 Model Analisis Ekonomi tentang Fertilitas: Robinson

Menurut Robinson dan Harbinson (1982), yang dikutip oleh Saragih (2012),
menggambarkan kerangka analisis ekonomi terhadap fertilitas. Pertimbangan
ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung maupun

Universitas Sumatera Utara

48

tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya. Menurut Bulatao (1982) yang
dikutip oleh Mundiharno (1997), modernisasi berpengaruh terhadap demand for
children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao,
demand for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya

anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas
masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih detail.
Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara berkembang
merupakan “net supplier “ atau tidak.
Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan
hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu.
Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup.
Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami ( natural fertility).

Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal
utama, yaitu a) Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality); b)
Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception ); c) Kematian dalam
kandungan (intraurine mortality); d) Sterilisasi permanen (permanent sterility); e)
Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span ) (Mundiharno, 1997).
Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan
pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas
anak). Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income,
biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya. Sejalan
dengan apa yang telah dikemukakan Becker (1960) dan Bulatao (1982) menulis

Universitas Sumatera Utara

49

tentang konsep demand for children and supply of children . Konsep demand for
children dan supply of children dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic
determinan factors dari fertilitas (Mundiharno, 1997).

Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang
dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas,
waktu memliki anak dan sebagainya. Konsep demand for children diukur melalui
pertanyaan survey tentang “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau
diinginkan”. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children berlaku di negara
berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang dapat memformulasikan
jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat
memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep
latent demand dimana jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika

mereka ditanya (Mundiharno, 1997).
2.5.9 Menurut Richard A. Easterlin
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A.
Easterlin. Menurut Easterlin (1983) yang dikutip oleh Mundiharno (1997),
permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu
seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap
keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh
karakteristik diatas. Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat
determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya
regulasi fertilitas) yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal

Universitas Sumatera Utara

50

ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural fertility) dan
kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa. Fertilitas alami
sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya
tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka
terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor
biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan
pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam
suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.
Menurut Saragih (2012) yang mengutip pendapat Easterlin (1983),
berpendapat bahwa bagi negara-negara yang berpendapatan rendah permintaan
mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan
biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan “berlebihan”
(excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak
menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat
pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya
tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over supply) dan meluasnya
praktek keluarga berencana.
2.5.10 Menurut John C. Caldwell
John C. Caldwell (1983) juga melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan
ekonomi sosiologis. Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam

Universitas Sumatera Utara

51

masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi
bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam
masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan
psikologis. Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam
arus kekayaan netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam
pada regim demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa
“sifat hubungan ekonomi dalam keluarga” menentukan kestabilan atau ketidakstabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada dikenakannya tingkah
laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu kelompok keluarga
yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh “norma-norma” yang
sudah diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu
terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap
kelompok atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan
manfaat individu (Mundiharno, 1997).
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas dalam Penelitian Ini
2.6.1 Status Kawin
Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi
rendahnya tingkat fertilitas, yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan
penduduk. Perkawinan merupakan perubahan dari status perkawinan lain menjadi
status “kawin”, misalnya perubahan dari status “belum kawin” atau bujangan ( single)
menjadi status “kawin” atau nikah (Balatbang, 2010).

Universitas Sumatera Utara

52

Perkawinan bukan merupakan komponen yang langsung mempengaruhi
pertambahan penduduk akan tetapi mempunyai pengaruh cukup besar terhadap
fertilitas yang merupakan salah satu unsur pertumbuhan penduduk (FEUI, 2007).

Faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan seorang wanita untuk hamil selain
penggunaan kontrasepsi adalah antara lain perkawinan. Perkawinan merupakan awal
dari kemungkinan untuk hamil bagi seorang wanita (SDKI, 2012).
Menurut Balatbang (2010) yang mengutip UU Perkawinan No 1 Tahun 1974,
perkawinan adalah ikatan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Batasan untuk kawin yang ditetapkan
oleh UU ini adalah minimal berusia 19 tahun bagi laki-laki boleh kawin sedangkan
bagi perempuan adalah minimal usia 16 tahun. Dan jika mereka menikah dibawah
usia 21 tahun harus dengan ijin kedua atau salah satu orang tua atau yang ditunjuk
sebagai wali.
Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam perkawinan pada saat
pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka
yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara, dan sebagainya) tetapi juga
mereka yang hidup bersama oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai
suami istri. BPS mengambil kriteria “kawin” selain terkandung unsur legalitas
hukum, juga termasuk sepasang laki-laki dan perempuan yang oleh masyarakat
sekeliling “dianggap” sebagai “kawin” (PBS, 2000).

Universitas Sumatera Utara

53

Status kawin termasuk salah satu dari faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya fertilitas. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli, diantaranya 1) Hill,
Stycos, Back (1959) tentang pola perkawinan; 2) Bongaarts (1979) tentang variabel
perkawinan dan Bongaarts (1980) tentang perkawinan; 3) FEUI (1984) tentang
banyaknya perkawinan; 4) Mantra (2009) tentang struktur perkawinan; 5) Sukarno
(2010) tentang lama perkawinan.
2.6.2 Umur Kawin Pertama
Usia kawin memegang peranan yang penting dalam fertilitas (jumlah anak
lahir hidup), alasannya adalah bahwa peningkatan usia kawin wanita berarti
memperpendek masa subur. Untuk menentukan kejadian memulai berhubungan
kelamin, umumnya digunakan pendekatan umur ketika pertama kali menikah. Pada
setiap kelompok masyarakat proses bereproduksi atau memiliki keturunan dilegalkan
melalui institusi perkawinan walaupun tidak dipungkiri bahwa terdapat hubungan
kelamin diluar pernikahan, baik yang menghasilkan kelahiran maupun tidak. Seorang
perempuan yang menikah pada usia yang sangat muda, sangat dimungkinkan
memiliki beberapa orang anak sebelum mereka menyelesaikan masa subur. Pada
kelompok masyarakat yang tidak memilki program pencegahan kelahiran seperti
program keluarga berencana, maka penundaan umur kawin pertama merupakan salah
satu cara untuk menghambat kelahiran (Apriyanti dkk, 2014).

Universitas Sumatera Utara

54

Usia perkawinan pertama mempunyai pengaruh cukup besar terhadap
fertilitas yang merupakan salah satu komponen pertumbuhan penduduk. Pada

dasarnya ada dua macam bentuk perkawinan. Pertama, menunjukkan perubahan
status dari belum kawin menjadi berstatus kawin. Kedua, perubahan dari status cerai
menjadi status kawin. Dalam kaitan dengan penelitian ini, defenisi yang digunakan
adalah yang pertama, yaitu perubahan dari status belum