Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kependudukan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi
hampir semua negara berkembang di dunia. Perubahan penduduk dipengaruhi oleh
tiga komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan
perpindahan (migrasi) (Lucas David, 1995). Khususnya akibat tingkat fertilitas
(kelahiran) yang tinggi. Pertambahan penduduk yang besar akan mempunyai dampak
terhadap berbagai aspek kehidupan (Ahmadi, 1982). Tingkat kelahiran di masa lalu
mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di
masa lalu disertai dengan penurunan kematian bayi akan menyebabkan bayi-bayi
tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya disaat kematian bayi masih tinggi. Lima belas tahun kemudian
bayi-bayi ini akan membentuk kelompok perempuan usia subur (Musyafir, 2012).
Fertilitas merupakan salah satu komponen utama kependudukan selain
kematian dan migrasi yang menyebabkan terjadinya perubahan penduduk. Fertilitas
menyangkut banyaknya anak lahir hidup yang dilahirkan oleh wanita atau
sekelompok wanita. Banyaknya anak yang dilahirkan sangat erat kaitannya terhadap
beban rumah tangga. Semakin banyak jumlah anak, berarti semakin besar tanggungan
kepala rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan anggota rumah tangganya. Bagi
rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang lemah, maka pembatasan jumlah anak


1
Universitas Sumatera Utara

2

merupakan salah satu cara bagi tercapainya keluarga yang sejahtera. Dalam upaya
melakukan pembatasan jumlah anak yang akan dilahirkan, maka penduduk wanita
pada usia tertentu menjadi sasarannya yaitu usia antara 15-49 tahun. Hal ini
disebabkan kemungkinan wanita melahirkan pada usia tersebut cukup besar (BPS,
2012).
Pertumbuhan Penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara
kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah
penduduk. Secara terus menerus penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang
lahir (menambah jumlah penduduk) tetapi secara bersamaan pula akan dikurangi oleh
jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Isu kependudukan saat ini
telah menjadi isu aktual di Indonesia seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan
dinamika kependudukan global. Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia
telah mendorong terjadinya perubahan paradigma kebijakan kependudukan secara
mendasar di Indonesia. Hal ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, salah satu nya
fertilitas. Fertilitas akan membawa konsekuensi yang cukup besar pada dinamika

pertumbuhan dan perkembangan penduduk dengan segala kompleksitas sosialnya
pada masa-masa mendatang. Oleh karenanya, pemerintah perlu mendorong berbagai
kebijakan terkait dengan hal ini (UGM, 2004).
Upaya pemerintah dalam mengendalikan fertilitas dilakukan melalui instansi
BKKBN yang telah membuat rumusan kebijakan terkait kependudukan, salah satunya
adalah

Undang-Undang

Nomor

52

Tahun

2009

tentang

Perkembangan


Universitas Sumatera Utara

3

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Tujuan pengendalian penduduk tersebut
termaktub secara jelas pada pasal 18 dari undang-undang tersebut, yaitu
“Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan untuk mewujudkan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah penduduk dengan lingkungan hidup
baik yang berupa daya dukung alam maupun daya tampung lingkungan serta kondisi
perkembangan sosial ekonomi dan budaya”. Pada pasal 20 UU tersebut menyebutkan
bahwa “Untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas,
Pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan
program keluarga berencana”. Salah satu program dalam keluarga berencana adalah
pengendalian kelahiran dengan menggunakan alat kontrasepsi yang telah diakui
secara nasional dan internasional sebagai salah satu program yang telah berhasil
menurunkan angka fertilitas (Sari, 2014).
Menurut Kotmanda (2010) yang mengutip pendapat Hatmadji (1981),
ferttilitas merupakan kemampuan seorang wanita untuk menghasilkan kelahiran
hidup. Fertilitas merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau sekelompok

wanita, sedangkan dalam pengertian demografi menyatakan banyaknya bayi yang
lahir hidup. Menurut Ali (2011) yang mengutip pendapat Pollard (1984), fertilitas
adalah suatu istilah yang dipergunakan di dalam bidang demografi untuk
menggambarkan jumlah anak yang benar- benar dilahirkan hidup. Fertilitas juga
diartikan sebagai suatu ukuran yang diterapkan untuk mengukur hasil reproduksi
wanita yang diperoleh dari statistik jumlah kelahiran hidup. Menurut Sukarno (2010)
Fertilitas merupakan jumlah dari anak yang dilahirkan hidup dengan pengertian

Universitas Sumatera Utara

4

bahwa anak yang pernah dilahirkan dalam kondisi hidup menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Jika anak pada saat dilahirkan dalam kondisi hidup kemudian meninggal
pada waktu masih bayi tetap dikatakan anak lahir hidup (ALH).

Populasi penduduk dunia pada bulan September 2011 telah mencapai 6,77
miliar dan Jumlah penduduk dunia yang mencapai 7 miliar di bulan Oktober 2011.
Jumlah ini lebih banyak 1 miliar dibandingkan 12 sampai 13 tahun lalu. Artinya,
setiap 13 tahun penduduk dunia bertambah 1 miliar orang. Padahal dulu perlu waktu

130 tahun untuk tambah 1 miliar penduduk dunia. Sekjen PBB Bank Ki-moon
menyinggung lahirnya bayi ke-7 miliar ini dalam Sidang Umum PBB-66 yang tengah
berlangsung di New York seperti dilaporkan Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K),
MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, yang tengah mengikuti Sidang
Majelis Umum PBB (Saripedia, 2011).

Menurut Saripedia (2011), dari jumlah 7 miliar orang di dunia, Indonesia
adalah negara penyumbang pertambahan penduduk kelima terbesar di dunia.
Sedangkan negara yang jumlah penduduknya besar belum tentu menjadi penyumbang
terbanyak. Meski saat ini China memiliki populasi terbanyak penduduk dunia (1,34
miliar), namun untuk pertambahan penduduknya China kalah jauh dari India.
Indonesia yang jumlah penduduknya lebih sedikit dari Amerika justru pertambahan
penduduknya melebihi Amerika. Secara keseluruhan, negara yang menjadi

Universitas Sumatera Utara

5

penyumbang terbanyak terhadap jumlah penduduk dunia, yaitu: 1) India (18 juta per

tahun), 2) China (11 juta per tahun), 3) Nigeria, 4) Pakistan, 5) Indonesia (3,5-4 juta
per tahun).

Dengan angka fertilitas total 2,01 per wanita, tingkat kesuburan Perancis
termasuk yang paling tinggi di Eropa, di belakang Irlandia. Dengan demikian,
Perancis berbeda dengan negara-negara Eropa lainnya yang indikator kesuburan rataratanya sekitar 1,6 anak per wanita (terutama karena rendahnya tingkat kesuburan di
negara-negara Eropa Timur dan Selatan) (Ambafrance, 2013).

Menurut laporan analis yang berbasis di Jerman, tingkat kelahiran di Jerman
turun di bawah Jepang. Tingkat kelahiran itu tidak hanya terendah di Eropa tapi juga
secara global. Menurut penelitian yang dilakukan perusahaan audit Jerman, BDO, dan
Hamburg Institute of International Economics (HIIE), rata-rata 8,2 anak lahir per
1.000 penduduk selama lima tahun terakhir di Jerman. Sedangkan di Jepang, dalam
periode yang sama tercatat 8,4 anak lahir per 1.000 penduduk. Di Eropa, Portugal dan
Italia menempati posisi kedua dan ketiga, dengan rata-rata 9,0 dan 9,3 anak lahir.
Perancis dan Inggris memiliki rata-rata 12,7 kelahiran per 1.000 penduduk.
Sementara itu, rata-rata kelahiran tertinggi terjadi di Afrika, dengan Nigeria berada di
posisi puncak, yaitu 50 kelahiran per 1.000 orang (Yuliawati, 2015).

Pemerintah Indonesia telah berhasil melaksanakan program keluarga

berencana sejak tahun 1971, yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas dari

Universitas Sumatera Utara

6

5,6 anak pada tahun-tahun 1970-an menjadi 2,4 anak per wanita menjelang tahun
2000. Meskipun tingkat fertilitas sudah menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai
akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu serta perbaikan kesehatan, maka
jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya. Tiap-tiap
tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi. Di kabupaten
atau kota yang masih mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-nya kurang
berhasil, jumlah bayi yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan
dengan kabupaten atau kota yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat
fertilitas (Musyafir, 2012).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, secara
nasional terjadi stagnasi tetap dalam angka total fertilitas (kelahiran) yaitu 2,6.
Fertilitas pada kelompok usia remaja (15-19 tahun) mengalami kenaikan dari 35
menjadi 48 kelahiran/1.000 perempuan, padahal target RPJMN 2010-2014 adalah 30

kelahiran/1.000 perempuan (2,1). Fertilitas tertinggi terdapat di Papua Barat yaitu
3,7. Fertilitas terendah terdapat di Yogyakarta yaitu 2,1. Sementara Provinsi
Sumatera Utara jauh lebih tinggi dari angka nasional yaitu 3,0.

Menurut Kotmanda (2010), besar kecilnya jumlah kelahiran dalam suatu
penduduk, tergantung pada beberapa faktor misalnya, struktur umur, tingkat
pendidikan, umur pada waktu kawin pertama, banyaknya perkawinan, status
pekerjaan wanita, penggunaan alat kontrasepsi dan pendapatan/kekayaan. Menurut

Universitas Sumatera Utara

7

Mantra (2009), faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhi tinggi
rendahnya fertilitas dapat dibagi menjadi dua, yakni faktor demografi dan faktor non
demografi. Faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, struktur perkawinan,
umur kawin pertama, paritas, disrupsi (gangguan) perkawinan, dan proporsi yang
kawin. Sedangkan faktor non demografi antara lain, keadaan ekonomi penduduk,
tingkat pendidikan, perbaikan status perempuan, urbanisasi dan industrialisasi.
Variabel-variabel di atas dapat berpengaruh langsung terhadap fertilitas, ada juga

berpengaruh tidak langsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukarno (2010), hanya
saja yang membedakan adalah faktor non demografi antara lain, faktor sosial,
ekonomi dan psikologi.

Tingkat fertilitas dapat diukur dengan jumlah anak lahir hidup. Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mendefinisikan kelahiran hidup
sebagai peristiwa kelahiran bayi, tanpa memperhitungkan lamanya berada dalam
kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan pada saat dilahirkan;
misalnya bernafas, ada denyut jantung, atau denyut tali pusat, atau gerakan-gerakan
otot. Anak lahir hidup ini merupakan tolok untuk mengukur tingkat fertilitas dari
sekelompok wanita (Kotmanda, 2010).

Menurut Wati (2012) yang mengutip datastatistik (2010), pengetahuan
tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikator-indikatornya sangat berguna
bagi para penentu kebijakan dan perencana program untuk merencanakan

Universitas Sumatera Utara

8


pembangunan sosial terutama pengendalian kependudukan. Indikator tersebut terdiri
dari: 1) Angka kelahiran tahunan (current fertility) seperti, jumlah kelahiran, angka
kelahiran kasar (Crude Birth Rate – CBR), angka kelahiran menurut umur (Age
Specific Fertility Rate/ASFR), angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR), 2)
Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH) seperti, Anak Lahir Hidup
(ALH) atau Children Ever Born (CEB), Anak Masih Hidup (AMH) atau Children
Still Living (CSL), Rasio Anak-Wanita atau Child Women Ratio (CWR), 3) Paritas,
4) Keluarga Berencana seperti, angka prevalensi pemakaian kontrasepsi atau
Contraception Prevalence Rate (CPR) dan angka tidak terpenuhinya kebutuhan KB
(Unmet-need).
Pemakaian alat kontrasepsi (CPR) akan mempengaruhi fertilitas wanita
melalui status fekunditasnya (kemampuan melahirkan). Melalui pemakaian alat KB
wanita dapat mengatur panjang-pendeknya masa ekspose terhadap kehamilan. Hasil
SDKI 2012 menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi diantara wanita kawin di
Provinsi Sumatera Utara adalah 56% untuk semua cara dan 43 % untuk cara
kontrasepsi modern. Diantara cara KB modern, cara KB suntikan adalah yang paling
umum dipakai baik oleh wanita pernah kawin maupun wanita berstatus kawin
(masing-masing 12 % dan 18 %). Kontrasepsi pil juga cukup populer, digunakan oleh
7 % wanita pernah kawin dan 11 % wanita berstatus kawin. Pemakaian kontrasepsi di
Provinsi Sumatera Utara tentunya jauh di bawah angka nasional yakni sebesar 62 %.

Dengan demikian, peningkatan cakupan pemakaian kontrasepsi melalui revitalisasi

Universitas Sumatera Utara

9

program dengan sasaran wanita kawin umur muda tentunya merupakan prioritas.
Konstribusi pemakaian alat/obat kontrasepsi terhadap penurunan fertilitas sangat
dipengaruhi pula oleh jumlah PUS menurut usia dan jumlah anak yang telah dimiliki
(Pemprovsu, 2014).
Hasil SDKI tahun 2007 juga menunjukkan bahwa 2 (dua) dari setiap 10
(sepuluh) kelahiran yang terjadi dalam 5 (lima) tahun sebelum survey merupakan
kelahiran yang tidak direncanakan. Penurunan unmet need akan meningkatkan
prevalensi kontrasepsi secara signifikan. Selain itu, dengan meningkatkan pelayanan
pada kelompok unmet need sehingga mereka menjadi akseptor dapat membantu
pasangan usia subur untuk mengatur kehamilan dan meningkatkan status sosial
ekonominya serta dapat mengurangi kematian ibu dan anak (Julian, 2009).
Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 11,4% wanita berstatus
kawin merupakan unmet need dengan 4,5% untuk menjarangkan kelahiran untuk
jangka waktu 2 (dua) tahun atau lebih, sedangkan 6,9% untuk membatasi kelahiran.
Wanita berstatus kawin di Indonesia dengan kebutuhan KB yang terpenuhi sebesar
61,9%, dengan 26,7% untuk menjarangkan kelahiran dan 35,2% untuk membatasi
kelahiran. Persentase wanita kawin yang memerlukan pelayanan KB pada saat ini
adalah sebesar 73,2%, dengan 84,5% diantaranya telah terpenuhi kebutuhannya. Jika
semua pelayanan KB terpenuhi, maka prevalensi kontrasepsi diantara wanita kawin di
Indonesia pada saat ini dapat ditingkatkan dari 61,9% menjadi 73,2% (Ojakaa, 2008).
Menurut Westoff (2006) perempuan yang tidak terpenuhi pelayanan keluarga

Universitas Sumatera Utara

10

berencana dan tidak berniat untuk menggunakan kontrasepsi di masa depan, adalah
populasi yang menjadi perhatian khusus dari program keluarga berencana. Kelompok
ini membutuhkan motivasi dan lebih banyak ketersediaan kontrasepsi.
Penurunan tingkat fertilitas di Provinsi Sumatera Utara telah berlangsung
cukup lama. Penurunan tersebut masih akan berlangsung tetapi dengan percepatan
yang semakin melambat. Pengalaman menunjukkan bahwa penurunan tingkat
fertiltas dipengaruhi oleh meningkatnya faktor sosial ekonomi masyarakat. Oleh
karenanya, selain dikarenakan program KB, penurunan fertilitas juga disebabkan oleh
semakin tingginya

tingkat

pendidikan

yang dicapai

yang nantinya

akan

mempengaruhi umur pada saat perkawinan pertama. Usia perkawinan pertama
mempunyai pengaruh cukup besar terhadap fertilitas yang merupakan salah satu
komponen pertumbuhan penduduk. Pada dasarnya ada dua macam bentuk
perkawinan. Pertama, menunjukkan perubahan status dari belum kawin menjadi
berstatus kawin. Kedua, perubahan dari status cerai menjadi status kawin. Dalam
kaitan dengan sub bagian ini, defenisi yang digunakan adalah yang pertama, yaitu
perubahan dari status belum kawin menjadi kawin (BPS, 2012).
Masalah kemiskinan memang disebut-sebut sebagai salah satu faktor
terganggunya angka

fertilitas pada negara berkembang. Di antara negara

berkembang di Asia, hanya China, Thailand dan Sri Lanka saja yang telah
mengurangi rata-rata fertilitas. Di negara seperti Pakistan, Nepal dan Filipina, di
mana fertilitas tetap tinggi walaupun sudah direncanakannya program keluarga
berencana. Data yang ada menunjukkan bahwa masalah utama dalam membatasi

Universitas Sumatera Utara

11

fertilitas bukanlah rendahnya informasi atau akses kontrasepsi tetapi, lebih ke arah
rendahnya kualitas pelayanan KB, terutama pelayanan yang tersedia untuk para
penduduk miskin. Lalu adanya rasa takut akan efek samping medis, serta hambatan
sosial, budaya dan agama untuk menggunakan alat KB. Seperti halnya dengan negara
Kamboja, Laos dan Myanmar. Kurangnya kemajuan dalam mengurangi fertilitas juga
merefleksikan rendahnya pengetahuan dan akses untuk alat KB. Di seluruh wilayah
Asia, fertilitas cenderung lebih tinggi pada penduduk miskin. Hal itu menyebabkan,
faktor lainnya seimbang, dalam peningkatan proporsi penduduk yang hidup miskin
(Iyas, 2013).
Semakin tinggi fertilitas pada penduduk miskin, menyebabkan perbedaan
dalam hal pengetahuan dan akses terhadap alat KB. Contohnya, angka pemakaian
kontrasepsi tidak bervariasi seperti halnya pendapatan di negara seperti Indonesia dan
Bangladesh yang mempunyai program KB yang mapan dan efektif, ataupun di negara
di mana program KB itu kurang berhasil seperti di Pakistan dan Nepal. Namun
demikian, fertilitas yang lebih tinggi di antara penduduk miskin dapat merefleksikan
kebutuhan yang besar untuk mempunyai anak. Di negara yang sukses mengurangi
fertilitas, rasio ketergantungan sudah rendah. Hal itu mendorong pertumbuhan
ekonomi yang berhubungan dengan transisi fertilitas,yang dikenal sebagai bonus
kependudukan (Iyas, 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini penulis
mengambil judul faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas di Provinsi Sumatera

Universitas Sumatera Utara

12

Utara tahun 2014. Faktor-faktor tersebut antara lain, status kawin, umur kawin
pertama, CPR (Contraception Prevalence Rate), unmet need, tingkat pendidikan dan
status ekonomi. Fertilitas diukur berdasarkan banyaknya anak/bayi yang lahir hidup
pada tahun 2014 di Provinsi Sumatera Utara.
1.2 Permasalahan Penelitian
Adakah faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas di Provinsi Sumatera
Utara tahun 2014 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh status kawin pertama terhadap fertilitas di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2014.
2. Untuk mengetahui pengaruh umur kawin pertama terhadap fertilitas di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2014.
3. Untuk mengetahui pengaruh CPR (Contraception Prevalence Rate) terhadap
fertilitas di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara

13

4. Untuk mengetahui pengaruh unmet need terhadap fertilitas di Provinsi Sumatera
Utara tahun 2014.
5. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap fertilitas di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2014.
6. Untuk mengetahui pengaruh status ekonomi terhadap fertilitas di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2014.
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh status kawin terhadap fertilitas di Provinsi Sumatera Utara tahun
2014.
2. Ada pengaruh umur kawin pertama terhadap fertilitas di Provinsi Sumatera Utara
tahun 2014.
3. Ada pengaruh CPR (Contraception Prevalence Rate) terhadap fertilitas di
Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.
4. Ada pengaruh unmet need terhadap fertilitas di Provinsi Sumatera Utara tahun
2014.
5. Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap fertilitas di Provinsi Sumatera Utara
tahun 2014.
6. Ada pengaruh status ekonomi terhadap fertilitas di Provinsi Sumatera Utara
tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara

14

1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai bahan masukan dalam upaya
pengendalian laju pertumbuhan penduduk dengan melihat faktor-faktor yang
mempegaruhi fertilitas di wilayahnya dalam rangka pengambilan kebijakan dan
pembangunan kependudukan.
2. Bagi pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara sebagai gambaran
dalam intervensi program guna penurunan fertilitas.
3. Bagi fakultas sebagai bahan bacaan dan informasi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara