Produktivitas, Potensi Dan Strategi Pengembangan Kerbau Belang Di Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan

PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN KERBAU BELANG
DI KECAMATAN SANGGALANGI’,
KABUPATEN TORAJA UTARA,
SULAWESI SELATAN

SKRIPSI
ARFAN AFANDI H

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
ARFAN AFANDI H. D14063328. 2010. Produktivitas, Potensi dan Strategi
Pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja
Utara, Sulawesi Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Ir. Hj. Komariah, M.Si
: Ir. Dwi Joko Setyono, MS

Kerbau Belang (Tedong Bonga) adalah hewan bernilai paling tinggi dalam
budaya Toraja. Populasi kerbau belang sangat dikhawatirkan akan semakin menurun
setiap tahun karena tingginya permintaan kerbau tersebut dalam hal sosial budaya
terutama penggunaannya untuk upacara adat orang meninggal (Rambu Solo’). Dinas
Peternakan Toraja Utara (2010) menyatakan bahwa populasi kerbau di Kecamatan
Sanggalangi’ pada tahun 2006 yakni sebesar 49.732 ekor menurun menjadi 49.364
ekor pada tahun 2007. Populasi kerbau belang di Kecamatan Sanggalangi’
mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2010 yakni pada tahun 2008 sebesar
1253 ekor dan turun menjadi 1044 ekor pada tahun 2009 dan 909 ekor pada tahun
2010. Penurunan ini diduga berkaitan dengan sistem pengusahaannya yang masih
secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya jumlah pemotongan,
terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami, penampilan produksi belum
maksimal, dewasa kelamin dan selang beranak (calving interval) relatif panjang, dan
kurang tersedianya betina.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas Kerbau Belang serta
menganalisis potensi dan strategi pengembangan populasinya di Kecamatan

Sangallangi’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilakukan di
Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan pada bulan Juli
hingga September 2010. Jumlah sampel peternak yang diwawancarai ialah 90
peternak.
Data produktivitas ditinjau dari aspek reproduksi. Aspek reproduksi diketahui
dengan melakukan wawancara terhadap peternak dan survei langsung. Aspek
reproduksi meliputi karakteristik sifat reproduksi Kerbau Belang serta indeks
reproduksi ternak dan produktivitas ternak induk. Hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut: nilai perbandingan jantan terhadap betina adalah 0,34±0,12, umur
berahi pertama kerbau belang betina ialah 2,48±0,37 tahun, umur kawin pertama
2,87±0,26 tahun, lama berahi 22,6±8,32 jam, panjang siklus berahi 19,5 ± 7,48 hari,
service per conception (S/C) 1,85±0,41 kali, angka kebuntingan 86,5±0,07 %, lama
kebuntingan 387,4±27,20 hari. Umur induk melahirkan pertama ialah pada umur
3,74±0,17 tahun dan kerbau betina memiliki selang beranak (calving interval) selama
2,04 ± 0,22 tahun. Angka kelahiran dan calf crop kerbau yaitu 89±0,05 % dan 77%
±0,58 %. Perbedaan antara angka kelahiran dan calf crop disebabkan oleh adanya
kematian anak (mortalitas) sebesar 2,35±0,01 % pada umur prasapih. Nilai estimasi
dinamika populasi ternak Kerbau Belang selama lima tahun mendatang ialah terjadi
penurunan populasi jumlah ternak sebesar 24,31% per tahun.


i

Nilai Kapasitas Peningkatan Popupasi Ternak Ruminasia (KPPTR) di
Kecamatan Sanggalangi’ bernilai negatif yakni 1124,72 ST. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat keterbatasan sumberdaya lahan dalam pengembangan Kerbau
Belang. Prospek pengembangan kerbau di Kecamatan Sanggalangi’ dianalisis
dengan menggunakan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats
(SWOT) yang ditinjau dari aspek internal dan eksternal. Hasil analisis SWOT
menunjukkan bahwa skor nilai untuk faktor internal ialah -0,11 sedangkan untuk
faktor eksternal ialah 0,88. Hal ini berarti bahwa kedudukan atau posisi Kecamatan
Sanggalangi’ berada pada posisi turnaround sehingga langkah strategi yang perlu
diambil antara lain perlu adanya optimalisasi daya dukung lahan dalam penyediaan
pakan ternak, menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman makanan ternak,
pengolahan / pengawetan hijauan makanan ternak, serta memaksimalkan penggunaan
limbah tanaman pangan atau hasil pertanian; meningkatkan kerjasama pemerintah
dengan peternak (pemberian pinjaman modal ke peternak dari pemerintah atau pihak
bank); serta membenahi transportasi seperti infrakstruktur jalan dan transportasi darat
(angkutan umum).

Kata Kunci : Kerbau Belang, Sifat Reproduksi, Strategi Pengembangan


ii

ABSTRACT
Productivity, Potency and Development Strategy
of Spotted Buffalo in the Sanggalangi’ Subdistrict,
North Toraja District, South Sulawesi
Spotted buffaloes (Tedong Bonga) is one of local livestock that has the
highest value in Torajan’s culture. Population of Torajan's spotted buffalo has been
decreasing since several years ago. The aim of this research was to analyze the
productivity and reproductivity performances of Torajan’s spotted buffalo. Secondly,
to analyze how the potency and development strategy of Torajan's spotted buffalo in
Sanggalangi subdistrict, North Toraja. This research was conducted from July to
September 2010 in the Sanggalangi’ subdistrict, North Toraja District, South
Sulawesi. This research used sampling method were purposive sampling method for
subdistrict samples and farmers samples ( 90 farmers). Two kinds of data were
obtained in this research. The primary data was collected from the farmers by interview
using questioner and observation. The secondary data was collected from North Toraja
Livestock and Fishing Departement, Central Statistics Departement, Agricultural
Departement and Subdistrict Departement. Data collected were analyzed with

descriptive analysis, reproduction characteristic analysis, dynamics of buffalo
population analysis, Capacity of Additional Ruminant Population (CARP) analysis,
and SWOT (strength, weaknesses, opportunities, and threats) analysis. The result
showed that as follow : the ratio between male and female was 1:3; first oestrus was
at 2,48 years of age with the average duration of heat about 22,6 hours and the
oestrous cycle about 18.5 days. The first conception occured at 2.87 years with the
gestation period about 387,4 days. Birth rate and calf crop were relatively high: 89%
and 77%. The difference of birth rate and calf crop caused mortality about 2,35%.
Service per conception (S/C) was 1,85 time and conception rate was 86,5%. CARP
estimation showed that Sanggalangi’ subdistrict’s CARP value was negative. The
strategies formula of development spotted buffalo is turnaround strategies or stability
of weaknesses and opportunities.
Keywords: Productivity, Reproduction characteristic, Development strategies.

iii

PRODUKTIVITAS, POTENSI DAN
STRATEGIPENGEMBANGAN KERBAU BELANG
DI KECAMATAN SANGGALANGI’,
KABUPATEN TORAJA UTARA,

SULAWESI SELATAN

ARFAN AFANDI H
D14063328

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: Produktivitas, Potensi dan Strategi Pengembangan Kerbau Belang
di Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan


Nama

: Arfan Afandi H

NIM

: D14063328

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Ir. Hj. Komariah, MSi)
NIP. 19590515 198903 2 001

(Ir. Dwi Joko Setyono, MS)
NIP. 19601123 198903 1 001


Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 26 Januari 2011

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Arfan Afandi H dilahirkan di Jeneponto Sulawesi
Selatan pada tanggal 13 Desember 1987. Penulis merupakan anak kedua dari
pasangan Ibunda Hj.Supiati dan Ayahanda Hamzah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Inpres 121 Balangloe
Balang pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun
2003 di SMP Negeri 1 Binamu. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Binamu, Jeneponto. Penulis melanjutkan
pendidikan pada jenjang perguruan tinggi pada tahun 2006 terdaftar sebagai

Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.
Semasa menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi IPB, penulis aktif dalam
berorganisasi seperti anggota ROHIS Kelas B26 TPB periode 2006-2007, anggota
Organisasi Mahasiswa Daerah Mahasiswa Sulawesi Selatan (OMDA IKAMI)
periode 2006-2008, sekretaris Komisi B (Pengawasan Program Kerja)

Dewan

Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan (DPM-D) periode 2007-2008, anggota
Paduan Suara Fakultas Peternakan (Graziono Shimponia) periode 2007-2008,
anggota Divisi Informasi dan Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Peternakan (BEM-D) periode 2008-2009, serta anggota Divisi Perekonomian Umat
Lembaga Dakwah Fakultas Peternakan (LDF Famm Al An’nam) periode 2008-2009.
Penulis juga pernah mengikuti berbagai lomba, diantaranya Finalis Program
Kreatifitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) yang dibiayai oleh
Dikti pada tahun 2008 dengan judul “Edukasi Aspek Keamanan Pangan serta
Aplikasi Konsumsi Protein Hewani Terjangkau pada Kasus Kamal Muara, Jakarta

Utara”. Penulis berkesempatan untuk menerima beasiswa Sampoerna Foundation
pada tahun 2006 hingga tahun 2008. Penulis juga senang mencari pengalaman baru
dengan menjadi Asisten Praktikum pada MK. Dasar Teknologi Hasil Ternak, MK.
Teknik Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan Ternak, MK. Metodologi
Penelitian dan Rancangan Percobaan, MK. Teknik Pengolahan Daging.

vi

KATA PENGANTAR
Bismillahiahirromaanirrahiim
Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Produktivitas, Potensi dan Strategi Pengembangan Kerbau
Belang di Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan” ini
dengan lancar. Ucapan shalawat serta salam juga ditujukan kepada junjungan besar
nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.
Penelitian ini dilakukan karena Kerbau Belang merupakan salah satu asset
ternak lokal yang memiliki hubungan sosial budaya yang sangat tinggi dengan
masyarakat etnis Toraja, terutama untuk upacara kematian seseorang yang sering
disebut Rambu Solo’. Kerbau Belang ini sangat unik dengan warna kulitnya,

badannya yang relatif besar, serta umumnya kemungkinan hanya terdapat di Toraja
Utara atau Tanah Toraja. Tren populasi kerbau cantik ini menurun beberapa tahun
terakhir ini karena salah satunya disebabkan oleh jumlah pemotongan pada pejantan
tinggi dan tidak dibenahi dengan manajemen yang baik dalam pembudidayaan.
Manajemen peternakan yang baik akan memberikan dampak yang baik pula terhadap
produktivitas ternak. Penelitian mengenai ternak kerbau belang ini bertujuan untuk
mengetahui produktivitas (performa reproduksi dan populasi), potensi dan strategi
pengembangan populasinya. Hal ini penting agar kelestarian kerbau lokal tersebut
dapat tetap terjaga.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan
kendala yang dihadapi. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun kearah penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan khususnya bagi
perkembangan ternak lokal Indonesia.

Bogor, Januari 2011

Penulis

vii

DAFTAR ISI
RINGKASAN ........................................................................................................... i
ABSTRACT............................................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
Latar Belakang.............................................................................................. 1
Tujuan .......................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
Kerbau Rawa ................................................................................................ 3
Produktivitas Ternak ..................................................................................... 7
Reproduksi ........................................................................................ 7
Pubertas ................................................................................. 8
Siklus berahi dan lama berahi ................................................ 8
Umur kawin pertama ............................................................. 9
Service per conception (S/C) .................................................. 9
Angka kebuntingan ................................................................ 9
Lama bunting......................................................................... 9
Calf crop .............................................................................. 10
Berahi setelah melahirkan .................................................... 10
Selang beranak (Calving Interval) ........................................ 10
Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ...... 11
Dinamika Populasi ...................................................................................... 11
Analisis SWOT ........................................................................................... 12
MATERI DAN METODE ...................................................................................... 13
Lokasi dan Waktu ....................................................................................... 13
Materi ......................................................................................................... 13
Peternak .......................................................................................... 13
Peralatan ......................................................................................... 13
Prosedur ..................................................................................................... 13
Rancangan Percobaan ................................................................................. 13
Analisis Deskriptif .......................................................................... 13
Analisis Sifat Reproduksi ................................................................ 14
Analisis Dinamika Populasi ............................................................. 14

viii

Analisis KPPTR .............................................................................. 14
Analisis SWOT ............................................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 18
Keadaan Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 18
Kecamatan Sanggalangi’ ................................................................. 18
Keadaan Topografi (Potensi Wilayah) ............................................. 19
Keadaan Demografi......................................................................... 20
Mata Pencaharian ............................................................................ 21
Karakteristik Peternak ..................................................................... 22
Karakteristik Usaha Ternak Kerbau ................................................. 23
Populasi Kerbau Belang .............................................................................. 25
Manajemen Pemeliharaan Kerbau Belang ................................................... 27
Perkandangan .................................................................................. 27
Sistem Pemeliharaan ....................................................................... 28
Pakan Kerbau Belang ...................................................................... 28
Perawatan Kerbau Belang ............................................................... 29
Performa Sifat Reproduksi .......................................................................... 30
Dinamika Populasi Kerbau Belang.............................................................. 35
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ................... 38
Analisis SWOT ........................................................................................... 39
Strategi Pengembangan ................................................................... 43
Implementasi Strategi ...................................................................... 44
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................... 46
Kesimpulan................................................................................................. 46
Saran .......................................................................................................... 46
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 48
LAMPIRAN ........................................................................................................... 52

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi’
Tahun 2010.............................................................................................

21

2. Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Sanggalangi’ ...................................

21

3. Sebaran Peternak Berdasarkan Umur ......................................................

22

4. Sebaran Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................................

23

5. Motivasi Peternak untuk Menjalankan Usaha Ternak Kerbau..................

23

6. Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Ternak Kerbau Belang yang
Dipelihara ...............................................................................................

24

7. Jumlah Ternak Kerbau yang Dipelihara Peternak ....................................

24

8. Populasi Ternak di Kecamatan Sanggalangi’...........................................

25

9. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tahun 2008-2010 .....................

26

10. Struktur Populasi Kerbau Belang Tahun 2010 .........................................

26

11. Sifat Reproduksi Kerbau Belang .............................................................

31

12. Tingkat Pengeluaran Kerbau Belang Periode Juni 2009 - Juni 2010 ........

36

13. Tingkat Pemasukan Kerbau Belang Periode Juni 2009 - Juni 2010 .........

36

14. Dinamika Populasi Ternak Kerbau Belang Selama 5 Tahun ....................

37

15. Nilai KPPTR Efektif di Kecamatan Sanggalangi’ ..................................

38

16. Nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi ................................................

39

17. Matriks Perbandingan Faktor Internal .....................................................

40

18. Matriks Perbandingan Faktor Eksternal ..................................................

42

xi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Tedong Sambao’ (Cockrill, 1974) ...........................................................

5

2. Tedong Todi (Cockrill, 1974) ..................................................................

5

3. Tedong Bulang (Cockrill, 1974) ..............................................................

6

4. Tedong Bonga (Cockrill, 1974) ...............................................................

6

5. Pembagian Kuadran Strategi pada Analisis SWOT (Rangkuti, 2000) ......

16

6. Peta Kabupaten Toraja Utara (BPS Toraja Utara, 2010) ..........................

18

7. Bentuk Tofografi Wilayah Kecamatan Sanggalangi’ ...............................

19

8. Kandang Kerbau Belang .........................................................................

27

9. Grafik Posisi Strategi Pengembangan Kerbau Belang .............................

44

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Form Kuesioner Wawancara Peternak ....................................................

52

2. Form Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pengembangan
Kerbau Belang ........................................................................................

57

3. Perhitungan Dinamika Populasi Kerbau Belang ......................................

58

4. Perhitungan Analisis KPPTR di Kecamatan Sanggalangi’ ......................

59

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerbau adalah salah satu hewan khas asli Asia dan menjadi salah satu hewan
penting dalam kebudayaan suku-suku di Asia. Kerbau di Asia Tenggara misalnya,
sangat diandalkan sebagai hewan penghela, terutama digunakan untuk membajak dan
mengangkut hasil bumi. Kerbau seperti halnya gajah dan kuda berperan penting
dalam usaha tani di banyak tempat di Asia (Reid, 1992). Kerbau selain menjadi
hewan penghela, juga menjadi sumber daging yang umumnya dikonsumsi selain
sapi, babi dan ayam.
Kerbau Belang adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja.
Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau karembau, memainkan
peran sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Toraja. Hewan ini selain
rnenjadi hewan pekerja (membantu membajak sawah dan mengangkut barang), alat
transaksi (misalnya dalam jual beli tanah, mahar, warisan), kerbau juga dipakai
sebagai persembahan dalam upacara Rambu Solo' masyarakat Toraja. Berkaitan
dengan tradisi adat masyarakat setempat, maka sangat memungkinkan apabila harga
Kerbau Belang menjadi mahal. Kerbau Belang merupakan jenis kerbau

yang

termasuk bangsa kerbau lumpur atau kerbau rawa (swamp buffalo).
Populasi kerbau nasional menurun selama 4 tahun terakhir yakni pada tahun
2005 sebesar 2.128.491 ekor menurun menjadi 2.045.548 ekor pada tahun 2009
(Ditjetnak, 2010). Propinsi Sulawesi Selatan menyumbang sebesar 7,4% dari
populasi kerbau nasional pada tahun 2005 atau sebesar 151.559 ekor. Populasi total
kerbau di Toraja Utara pada tahun 2008 ialah 49.364 ekor atau menyumbang sebesar
37,94% dari total populasi ternak kerbau Sulawesi Selatan tahun 2008 yakni sebesar
130.109 ekor. Populasi Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi’ mengalami
penurunan dari tahun 2008 hingga 2010 yakni pada tahun 2008 sebesar 1253 ekor
dan turun menjadi 1044 ekor pada tahun 2009 dan 909 ekor pada tahun 2010.
Penurunan ini diduga berkaitan dengan sistem pengusahaannya yang masih
secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya jumlah pemotongan,
terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami, penampilan produksi belum
maksimal, dewasa kelamin dan selang beranak (calving interval) relatif panjang,
kurang tersedianya betina atau induk produktif.

1

Toraja Utara merupakan salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Tanah
Toraja yang berada di Propinsi Sulawesi Selatan. Toraja Utara merupakan daerah
yang dikenal sebagai tempat pariwisata dengan kekayaan alam yang indah dan
budaya yang begitu unik. Toraja Utara juga terkenal dengan kerbau yang sangat
jarang ditemui di daerah atau di negara lain, yakni Kerbau Belang Toraja atau
Spotted Buffaloes of South Sulawesi. Kecamatan Sanggalangi’ memiliki luas wilayah
sebesar 3900 Ha dengan kondisi alam yang sangat potensial untuk usaha ternak
khususnya kerbau. Perlu dilakukan kajian-kajian analisis potensi berdasarkan sumber
daya lokal dan daya dukung yang tersedia dalam pengembangan usaha ternak Kerbau
Belang .
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas Kerbau Belang
serta menganalisis potensi dan strategi pengembangan populasinya di Kecamatan
Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kerbau Rawa
Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang
di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi
atau water bufallo yang ada pada saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies
kerbau lainnya yang masih liar adalah B. mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer
(Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau Asia terdiri atas dua sub spesies yaitu
kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau domestik terdiri atas dua tipe yaitu kerbau
rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Klasifikasi ternak kerbau
(Storer et al., 1971) sebagai berikut.
Kingdom

: Animalia

Kelas

: Mamalia

Sub-kelas

: Ungulata

Ordo

: Artiodactyla

Sub-ordo

: Ruminansia

Famili

: Bovidae

Genus

: Bubalus

Spesies

: Bubalus bubalis Linn.

Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya daerah
belahan Utara tropika (Deptan, 2008). Kerbau ditinjau dari habitatnya, digolongkan
dalam dua tipe, yaitu: swamp bufallo dan river bufallo. Swamp buffalo (kerbau rawa)
tipe habitatnya adalah area daerah rawa yang tempat berkubangnya di lumpur,
sedangkan river buffalo (kerbau sungai) menetap di daerah basah dan lebih suka
berenang di sungai atau kolam yang dasarnya keras. Kerbau sungai umumnya tipe
kerbau penghasil susu, sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging
(Fahimuddin, 1975).
Kerbau rawa banyak terdapat di daerah Asia Tenggara. Kerbau ini tampak
lebih liar dibandingkan dengan kerbau tipe sungai. Fahimuddin (1975) menyatakan
bahwa kerbau rawa merupakan kerbau yang berbadan pendek, besar, bertanduk
panjang, memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat, dan biasanya berwarna
abu-abu dengan warna yang lebih cerah pada bagian kaki. Warna yang lebih terang
dan menyerupai garis kalung juga terdapat di bawah dagu dan leher. Kerbau rawa

3

tidak pernah berwarna coklat atau abu-abu coklat sebagaimana kerbau sungai
(Mason, 1974). Ciri-ciri dari bagian muka adalah dahi datar, muka pendek, moncong
lebar dan terdapat bercak putih di sekitar mata. Fahimuddin (1975) menyatakan
bahwa kerbau rawa jantan memiliki bobot dewasa 500 kg dan kerbau betina 400 kg
dengan tinggi pundak jantan dan betina adalah 135 dan 130 cm.
Chantalakhana (1981) menjelaskan bahwa kerbau rawa dewasa di Indonesia
memiliki tinggi rata-rata 127-130 cm untuk kerbau jantan dan 124-125 cm untuk
kerbau betina. Kerbau rawa mempunyai kemampuan berenang jauh serta menyelam
cukup dalam di dalam air. Cara kerbau dewasa berenang adalah kedua kaki
belakangnya bertumpu di tanah dan mendorong tubuhnya ke depan, sementara kaki
depannya digunakan untuk mengayuh atau mendayung. Hal ini kemungkinan
merupakan salah satu penyebab kedua kaki depan kerbau rawa punya perototan yang
lebih kekar dibandingkan kaki belakang (Dilaga, 1987).
Indonesia mempunyai berbagai bangsa kerbau yang karena lama terpisah dari
tempat asalnya kemudian beradaptasi dengan lingkungan setempat dan diberi nama
sesuai dengan nama tempat seperti Kerbau Pampangan (Pampangan/Sumsel), Kerbau
Binanga (Tapsel/Sumut), Kerbau Rawa (di Sumatera dan Kalimantan), Kerbau
Benuang (Bengkulu), Kerbau Belang Tana Toraja (Sulsel), Kerbau Sumbawa (NTB),
Kerbau Sumba (NTT), Kerbau Moa (Maluku) dan lain-lain yang sebenarnya
termasuk dalam bangsa Kerbau Lumpur (swamp buffalo) (Talib, 2008).
Secara garis besar, masyarakat Toraja mengenal tiga kategori warna kerbau
berikut variasinya yakni kerbau bonga atau kerbau belang, pudu’ atau kerbau hitam,
dan sambao’ atau kerbau abu-abu. Dari tiga kategori ini masih terdapat variasi
warna. Kerbau belang mempunyai nilai relatif mahal, menyusul kerbau pudu’ dan
kerbau sambao’.
Sebuah upacara kematian bangsawan atau upacara kematian gabungan dari
berbagai keluarga dalam kebudayaan etnis Toraja umumnya menggunakan kerbau
(tedong) yang dipersembahkan atau dipotong dan jumlahnya bisa mencapai puluhan
ekor dengan komposisi tingkatan kerbau yang berbeda. Kerbau tingkat pertama
(paling rendah) adalah kerbau abu-abu atau Tedong Sambao’ (Gambar 1), tingkat
kedua ialah kerbau hitam atau Tedong Pudu’, tingkatan yang ketiga ialah kerbau bule
(albino) yang disebut Tedong Bulang (Gambar 3) dan Tedong Todi yang berwarna

4

putih di antara tanduk (Gambar 2), serta yang tertinggi tingkatannya adalah Kerbau
Belang atau Tedong Bonga (Gambar 4) yang berwarna putih dengan bercak hitam
seperti bunga di sekujur tubuhnya (Bodo, 2004).

Gambar 1. Tedong Sambao’ (Cockrill, 1974)

Gambar 2. Tedong Todi (Cokrill, 1974)

5

Gambar 3. Tedong Bulang (Cockriil, 1974)

Gambar 4. Tedong Bonga (Cockrill, 1974)
Kerbau Belang (Tedong Bonga) adalah kerbau yang berwarna kombinasi
hitam dan putih, dianggap paling cantik, harganya puluhan sampai ratusan juta.
Kerbau juga dapat ditemukan di masyarakat TO Bada, Sulawesi Tengah, Sumba,
Flores, Roti dan Timor (Nooy-Palm, 1979). Namun secara proporsional sangat
jarang, dan di Toraja sendiri jenis ini sangat jarang. Kelahiran kerbau belang bagi
pemiliknya merupakan suatu berkah. Upaya untuk perkawinan silang pun jarang
berhasil, sehingga kelahiran Kerbau Belang sangat kebetulan. Satu Kerbau Belang

6

biasanya dinilai antara 10 hingga 20 kerbau hitam. Bonga memiliki beberapa variasi
dari segi kombinasi warna dan tanda-tandanya.
Produktivitas Ternak
Produktivitas ternak ditinjau dari dinamika populasi diartikan sebagai
perkembangan populasi ternak dalam periode waktu tertentu (umumnya satu tahun)
dan sering dinyatakan dalam persentase (%), apabila dibandingkan dengan populasi
ternak secara keseluruhan (Basuki, 1998). Produktivitas Kerbau Rawa di Indonesia
pada umumnya rendah yang disebabkan oleh beberapa kendala, antara lain: peranan
kerbau pada sistem usaha tani tradisional, pengusahaan lahan yang kurang ekonomis,
kurangnya modal, sangat terbatasnya bibit unggul, kualitas pakan yang rendah,
kurangnya pengetahuan petani terhadap produksi kerbau. Kendala-kendala tersebut
dapat diminimalisasi dengan program jangka panjang terutama dalam bidang
reproduksi dan pemuliaan ternak kerbau (Dwiyanto dan Subandryo, 1995).
Basuki (1998) menjelaskan bahwa produktivitas ternak potong dipengaruhi
oleh struktur populasi ternak, natural increase (angka pertambahan alami), angka
panen (calf crop), mortalitas sesudah lepas sapih dan masa aktivitas reproduksi
(melahirkan) bagi induk.
Reproduksi
Daya reproduksi didefinisikan sebagai kemampuan seekor ternak untuk
menghasilkan anak selama hidupnya. Daya reproduksi kelompok ternak yang tinggi
disertai dengan pengelolaan ternak yang baik akan menghasilkan efisiensi produksi
yang tinggi pula. Laju peningkatan populasi ternak akan menjadi lebih cepat bila
efisiensi reproduksinya lebih baik dan rendahnya angka gangguan reproduksi. Tinggi
rendahnya efisiensi reproduksi sekelompok ternak ditentukan oleh lima hal, yaitu: l)
angka kebuntingan (conception rate), 2) jarak antar melahirkan (calving interval), 3)
jarak waktu antara melahirkan sampai bunting kembali (service period), 4) angka
perkawinan per kebuntingan (service per conception), dan 5) angka kelahiran
(calving rate) (Hardjopranjoto, 1995).
Kendala reproduksi diantaranya adalah lambatnya angka pertumbuhan,
keterlambatan pubertas, musim kawin, tingginya umur beranak pertama, panjangnya
calving interval, dan lain-lain (Fahimuddin, 1975). Menurut Cockrill (1974), Kerbau

7

Rawa mampu menghasilkan anak 10-15 ekor selama hidupnya dan dapat hidup
sampai 25 tahun.
Pubertas. Pubertas atau dewasa kelamin dapat didefinisikan sebagai umur
atau waktu organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan terjadi.
Pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi yang normal dan sempurna yang
masih akan tercapai kemudian. Pubertas pada hewan jantan ditandai dengan
kemampuan hewan untuk berkopulasi dan menghasilkan sperma serta perubahanperubahan kelamin sekunder lain, sedangkan pada hewan betina ditandai dengan
terjadinya estrus dan ovulasi. Estrus dan ovulasi pertama disertai oleh kenaikan
ukuran dan berat organ reproduksi secara cepat (Toelihere, 1981).
Hasil penelitian Lendhanie (2005) menyatakan bahwa umur pubertas Kerbau
Rawa tidak diketahui dengan pasti. Meskipun demikian, berdasarkan umur kelahiran
pertama yaitu 3-4 tahun diperkirakan konsepsi pertama terjadi pada umur 2-3 tahun.
Umur konsepsi pertama ini dapat dijadikan patokan sebagai umur dewasa kelamin
dengan asumsi lama kebuntingan selama 12 bulan.
Pubertas terjadi karena dipengaruhi oleh faktor hewannya diantaranya, yaitu :
umur, bobot badan, ras dan genetik. Beberapa faktor yang juga sangat berpengaruh
ialah faktor lingkungan yaitu: suhu, musim dan iklim. Faktor lain yang mempunyai
pengaruh besar terutama nutrisi dan pakan. Pubertas lebih awal akan menguntungkan
karena dapat mengurangi masa tidak produktif dan memperpanjang masa hidup
produktif ternak. Peningkatan genetik dapat terjadi lebih cepat karena selang generasi
lebih pendek, apabila dilakukan seleksi dengan baik dan program seleksi yang efektif
(Tomaszewska et al., l99l).
Siklus berahi dan lama berahi. Berahi adalah saat hewan betina bersedia
menerima pejantan untuk kopulasi. Jarak antara berahi yang satu sampai pada berahi
berikutnya disebut satu siklus berahi, jika berahi yang pertama tidak menghasilkan
kebuntingan maka berahi yang pertama itu akan disusul dengan berahi kedua
(Partodihardjo, 1980). Lama berahi berkisar antara waktu penerimaan pertama
sampai penolakan terakhir (McNitt, 1983).
Mongkopunya (1980) menjelaskan bahwa lama berahi Kerbau Rawa adalah
32 jam. Kerbau Rawa Thailand memiliki siklus berahi 2l hari, sedangkan di Philipina
siklus berahi Kerbau Rawa selama 20 hari (Guzman, 1980). Gejala berahi tidak
8

muncul disebabkan oleh temperatur yang tinggi pada kondisi arid dan semiarid serta
lama berahi menjadi pendek (dari 11,9 jam menjadi 6,1 jam) (Cockrill, 1974).
Umur kawin pertama. Hewan-hewan betina muda tidak boleh dikawinkan
sampai pertumbuhan badannya memungkinkan (dewasa kelamin dan dewasa tubuh)
untuk suatu kebuntingan dan kelahiran normal. Hal ini karena dewasa kelamin terjadi
sebelum dewasa tubuh tercapai (Toelihere, 1981). Umur kerbau betina pada konsepsi
pertama berbeda-beda tergantung pada manajemen pemeliharaan, penggunaan pakan,
dan genetik.
Umur kawin pertama Kerbau Rawa di Malaysia adalah rata-rata 28 bulan atau
2,3 tahun (Fahimuddin, 1975). Menurut hasil penelitian Lendhanie (2005), ternak
kerbau betina di Kalimantan Selatan baru berahi pertama setelah berumur 3 tahun
atau lebih lama dibanding sapi.
Service per conception (S/C). Service per conception adalah penilaian atau
perhitungan jumlah perkawinan (service) inseminasi buatan (IB) atau kawin alam
yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan. Nilai S/C yang
normal adalah 1,6-2,0. Nilai S/C makin rendah maka makin tinggi kesuburan hewan
betina dalam kelompok tersebut, tetapi sebaliknya makin tinggi nilai S/C, maka
makin rendah kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut (Toelihere, l98l).
Betina dara yang beranak pertama selalu membutuhkan service per conception yang
lebih tinggi daripada betina yang lebih tua (Fahimuddin, I975).
Angka kebuntingan. Angka kebuntingan atau conception rate (CR) adalah
persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi atau kawin pertama baik pada
sapi dara maupun pada sapi laktasi. Angka kebuntingan (CR) ditentukan oleh tiga
faktor yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi. Angka
kebuntingan ditentukan berdasarkan hasil diagnosa palpasi per rektal pada 40-60 hari
setelah inseminasi (Toelihere, 1981). Menurut Fahimuddin (1975), conception rate
dipengaruhi oleh musim kawin, umur pejantan dan betina, tingkat nutrisi, dan lainlain. Nilai CR menurut Cockrill (1974) adalah 63% dan CR untuk sapi lebih tinggi
daripada kerbau.
Lama bunting. Periode kebuntingan diukur sebagai jumlah hari antara waktu
kawin sampai kelahiran anak karena ketepatan waktu fertilisasi tidak diketahui.

9

Faktor yang mempengaruhi lama kebuntingan adalah jenis kelamin, keturunan, umur
induk dan yang lebih luas yaitu musim kelahiran dan kondisi lingkungan.
Kebuntingan anak jenis kelamin jantan pada spesies mamalia umumnya sedikit lebih
lama daripada betina dan bunting pertama selalu lebih singkat daripada kebuntingan
selanjutnya (Fahimuddin, 1975).
Lama bunting adalah suatu aspek yang mempengaruhi selang kelahiran.
Menurut Guzman (1980), kerbau rawa memiliki lama bunting berkisar antara 320325 hari, Mongkopunya (1980) menyatakan bahwa lama bunting kerbau rawa adalah
336 hari, dan menurut Toelihere (1981), rata-rata periode kebuntingan adalah 310315 hari dan selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan lama kebuntingan bisa
disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim lingkungan.
Calf crop. Calf crop adalah persentase jumlah anak yang dilahirkan hidup
dalam satu tahun dari seluruh induk yang diteliti dan jika diinginkan angka calf crop
yang tinggi maka harus diperhatikan waktu dan lama berahi, ketepatan saat kawin,
nutrisi dan pengawasan penyakit (Talib, 1988). Rata-rata calf crop kerbau di
Indonesia sangat rendah yaitu 33%.
Berahi setelah melahirkan. Fase kelahiran atau partus akan terjadi apabila
masa kebuntingan telah mencukupi. Organ reproduksi, terutama uterus akan
mengalami proses penyembuhan setelah peristiwa kelahiran yaitu kembali keukuran
semula pada saat tidak bunting. Proses ini disebut dengan istilah involusi uterus.
Berahi kembali akan terjadi setelah involusi uterus selesai. Proses berahi setalah
melahirkan pada tiap individu berbeda beda bergantung kepada lamanya proses
involusi uterus. Guzman (1980) menyatakan bahwa pada Kerbau Rawa berahi
kembali setelah melahirkan adalah 35 hari. Kerbau seperti halnya dengan sapi bahwa
apabila dalam pengelolaan pasca melahirkan induk dihadapkan pada pakan yang
kurang, lingkungan yang tidak serasi, sanitasi kandang yang kurang baik atau kondisi
lain yang tidak mendukung maka pada induk akan terjadi gangguan dalam proses
reproduksi selanjutnya (Hardjopranjoto, 1991).
Selang beranak (Calving Interval). Selang beranak adalah jangka waktu
dari saat induk beranak hingga saat beranak berikutnya. Calving interval dipengaruhi
oleh daya reproduksi dan ditentukan oleh lamanya masa kosong serta angka

10

perkawinan per kebuntingan (S/C). Siklus reproduksi akan diulang kembali sampai
pada kebuntingan berikutnya setelah kerbau mengalami berahi kembali dan
melahirkan. Panjang calving interval sangat bervariasi pada Kerbau Rawa
bergantung kepada semua karakteristik reproduksi. Menurut Guzman (1980), selang
kelahiran Kerbau Rawa berkisar antara l-3 tahun atau rata-rata 1,5 tahun. Calving
interval lebih banyak diatur oleh faktor non genetik yaitu ada kesempatan
menurunkannya dengan efisiensi manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan
yang tepat (Fahimuddin, 1975).
Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Metode KPPTR merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas
wilayah dalam penyediaan makanan ternak sehingga diketahui potensi wilayahnya.
Metode ini

menggunakan kaidah-kaidah kesetaraan dan nilai asumsi Nell dan

Rollinson (Nell dan Rollinson, 1974). Potensi penyediaan hijauan pakan di suatu
daerah

dapat dipertimbangkan dan diperkirakan besarnya dengan menggunakan

kaidah-kaidah kesetaraan dan nilai asumsi Nell dan Rollinson (1974). Potensi
tersebut dapat dinyatakan dalam nilai potensi (ton/BK/tahun) atau nilai riil yakni
jumlah unit ternak (animal unit) yang dapat ditampung di wilayah yang
bersangkutan. Selanjutnya dapat pula diketahui kapasitas peningkatan populasi
ternak di suatu wilayah peternakan apabila populasi ternak ruminansia diketahui.
Dinamika Populasi
Ewusie (1990) mendefenisikan populasi ialah kelompok spesies yang
memiliki genetik yang sama, menempati suatu ruang dan waktu tertentu. Populasi
ternak juga meliputi angka kelahiran, angka kematian, sistem reproduksi, struktur
umur dan sebaran ternak. Michael (1995) menjelaskan bahwa jumlah individu
populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu dalam satuan daerah atau satuan
volume adalah rapatannya. Kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), yang masuk
(imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota populasi akan mempengaruhi
ukuran dan rapatan populasi.
Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu ke waktu mengikuti dua
pola yaitu relatif konstan dan fluktuasi, hal ini disebabkan oleh keseimbangan antara
kelahiran dan kematian dalam populasi. Laju pertumbuhan suatu populasi
berdasarkan perhitungan per kapita biasanya dinyatakan dengan r, untuk organisme

11

yang bereproduksi secara seksual, r biasanya dibatasi hanya pada laju pertumbuhan
yang diukur berdasarkan jumlah betina-betina untuk tiap rata-rata betina, karena
hanya betina yang secara langsung berperan pada pertumbuhan populasi
(McNoughton dan Wolf, 1990).
Analisis SWOT
Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan
jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya. Perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam kondisi saat ini, hal ini yang disebut Analsais situasi dan model yang
paling populer untuk analisis ini adalah analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity dan Threat) (Rangkuti, 2000).
Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi, dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
yang dimiliknya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif
strategis (Rangkuti, 2000). Alternatif strategi tersebut antara lain adalah : 1) strategi
SO yakni strategi yang diterapkan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, 2) strategi ST yakni strategi
dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, 3) strategi
WO : Strategi yang diterapkan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada, dan 4) strategi WT : Strategi ini didasarkan
pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang
ada serta menghindari ancaman.

12

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2010 di
Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan.
Materi
Peternak
Sampel peternak kerbau belang yang diwawancarai dalam penelitian ini
berjumlah 90 peternak. Peternak diwawancarai untuk mendapatkan gambaran
manajeman

pemeliharaan

kerbau

belang

termasuk

mengenai

tatalaksana

pemeliharaan beserta sifat reproduksi kerbau belang.
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah borang kueisioner, alat tulis
dan alat dokumentasi.
Prosedur
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak Kerbau
Belang yang berada di Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara.
Pengambilan sampel desa dan peternak dilakukan dengan metode purposive
sampling (sengaja) yakni di Desa Buntu La’bo’.
Responden dipilih secara sengaja sebanyak 90 peternak berdasarkan
kesediaan untuk diwawancarai. Data sekunder diperoleh dari Subdinas Peternakan
Toraja Utara, Dinas Pertanian Toraja Utara, Badan Pusat Statistik Toraja Utara, dan
Dinas Kecamatan Sanggalangi’. Teknik pengumpulan data berdasarkan observasi
dan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif dengan menggunakan
metode survei pada peternakan kerbau di Kecamatan Sanggalangi’, Toraja Utara.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum dan
potensi usaha pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi’ yaitu
sumberdaya (peternak dan lahan), manajemen dan teknologi pemeliharaan, serta
profil Kecamatan Sanggalangi’.

13

Analisis Sifat Reproduksi
Peubah yang diamati dari aspek reproduksi adalah rasio jantan dan betina,
umur pubertas, siklus berahi, lama berahi, umur kawin pertama, service per
conception (S/C), angka kebuntingan, lama bunting, calf crop dan selang beranak
(calving interval).
Analisis Dinamika Populasi
Estimasi perkembangan atau ukuran populasi untuk waktu tertentu dapat
dihitung metode Turner dan Young (1969) :
Nt = N o x

rmt

,

rm = ln Ro/Lt

Keterangan :
Nt

= jumlah induk yang berproduksi pada tahun yang diharapkan (ekor)

rm

= tingkat penambahan ternak

No

= jumlah populasi awal induk (ekor)

t

= interval waktu (tahun)

Ro

= banyaknya induk pengganti yang dihasilkan oleh seekor induk selama
hidupnya (ekor)

Lt

= umur rata-rata betina pada saat melahirkan pertama kali

Analisis KPPTR
Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia merupakan suatu
pendekatan untuk menunjukkan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam
penyediaan makanan ternak. Nilai KPPTR (Nell dan Rollinson, 1974) dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
KPPTR (SL) = KTTR – Populasi Riil
KPPTR (KK) = KT (KK) – Populasi Riil

1). KTTR =

2). Kapasitas Tampung (KK) = Jumlah Kepala Keluarga (KK) x 3 ST/KK
3). KPPTR efektif / KPPTR (E)
KPPTR (E) = KPPTR (kk), jika KPPTR (kk) < KPPTR (SL)
KPPTR (E) = KPPTR (SL), jika KPPTR (L) < KPPTR (kk)

14

Keterangan :
k

: koefisien ketersediaan lahan penghasil hijauan rumput

Le

: lahan penghasil hijauan rumput

j

: koefisien ketersediaan produksi HHSP

Li

: lahan penghasil Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP)

15 ton/BK/tahun

: rata-rata produksi padang rumput di Indonesia

2,3

: kebutuhan ton BK/tahun setiap ST

3 ST/KK

: setiap KK mampu memelihara 3 ST

KTTR

: kapasitas tampung ternak ruminansia

KPPTR (SL)

: KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan

KPPTR (KK)

: KPTTR berdasarkan tenaga kerja atau kepala keluarga

Analisis SWOT
Analisis ini dilakukan untuk melihat kelemahan, kekuatan, peluang dan
ancaman dalam merencanakan pengembangan ternak Kerbau Belang di Kabupaten
Toraja Utara dilihat dari beberapa aspek seperti sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan kelembagaan. Faktor yang akan dianalisis ialah faktor internal meliputi
kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman.
Ada beberapa langkah dalam analisis ini, yakni :
1. Kolom pertama disusun 5-10 kekuatan dan kelemahan (faktor internal) serta
5-10 peluang dan ancaman (faktor eksternal).
2. Kolom kedua, masing-masing faktor diberi bobot, berkisar antara 1 (sangat
penting) sampai 0 (tidak penting).
3. Kolom ketiga, dilakukan perhitungan rating, dimana rating masing-masing
faktor dihitung dengan memberikan skala mulai dari -4 sampai +4 yang
didasarkan pada besar kecilnya pengaruh faktor tersebut terhadap
pengembangan ternak ruminansia di wilayah tersebut.
4. Pembobotan
Pembobotan untuk masing-masing faktor diperoleh dengan mengalikan bobot
dan ratingnya.

15

5. Menentukan strategi pengembangan


Nilai pembobot didapat dengan menjumlahkan pembobotan (bobot x
rating) untuk faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman.



Nilai axis didapat dari penjumlahan total nilai kekuatan ditambah total
nilai ancaman.



Nilai ordinat didapat dengan menjumlahkan total nilai peluang
ditambah total nilai ancaman.



Kuadran dimana terdapat titik pertemuan nilai axis dengan ordinat
menunjukkan pilihan strategi pengembangan. Adapun pembagian
kuadran tersebut sebagai berikut:

Peluang

IV

I

Kelemahan

Kekuatan
II

III

Ancaman
Gambar 5. Pembagian Kuadran strategi pada analisis SWOT (Rangkuti, 2000).



Kuadran I

= Strategi agresif yaitu pengembangan dengan

memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk meraih peluang yang ada
(SO).


Kuadran II

= Strategi diversifikasi yaitu pengembangan dengan

memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk menghindari ancaman
(ST).

16



Kuadran III

=

Strategi defensif yaitu pengembangan dengan

melakukan usaha-usaha defensif serta menghindari ancaman (WT).


Kuadran IV

= Strategi turnaround yaitu strategi pengembangan

dengan memanfaatkan peluang yang ada dengan cara mengatasi
kelemahan-kelemahan yang dimiliki (WO).

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Sanggalangi’
Kecamatan Sanggalangi’ merupakan satu kecamatan dari dua puluh satu
kecamatan

dalam

wilayah

administrasi

Kabupaten

Toraja

Utara

sebagai

pengembangan wilayah administrasi Tana Toraja yang baru. Luas wilayah
Kecamatan Sanggalangi’ berkisar 39,00 Km2 atau sekitar 3900 ha. Luas wilayah
Kecamatan Sanggalangi’ memiliki 3,39% terhadap luas wilayah Kabupaten Toraja
Utara.
Kecamatan Sanggalangi’ berada pada 119 oBT dan 3 oLS serta berada sekitar
809 meter di atas permukaan

laut (DPL). Batas-batas wilayah administrasi

Kecamatan Sanggalangi’ adalah sebagai berikut : (1) sebelah Selatan berbatasan
dengan Kecamatan Sanggala, (2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Buntao dan Rantebua, (3) sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tondon dan
(4) sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kesu’.

Gambar 6. Peta Kabupaten Toraja Utara (BPS Toraja Utara, 2010)

18

Keadaan Topografi (Potensi Wilayah)
Bentuk wilayah Kecamatan Sanggalangi’ terdiri atas 66,67% daerah berbukit
dan 33,33% daerah datar (Gambar 7). Daerah berbukit mendominasi Lembang
Tallung Penanian, Lembang Pata’padang, Lembang Tandung La’bo’, dan Kelurahan
Pa’paelean, sedangkan daerah datar

mendominasi Lembang Buntu La’bo dan

Lembang La’bo. Bentuk wilayah tidak rata akan sulit berkembang bila dibandingkan
dengan wilayah yang datar karena akan semakin sulit untuk menjangkaunya dan
biaya transportasi semakin tinggi. Biaya transportasi semakin tinggi maka akan
menaikkan harga komoditas baran