Arahan Pengembangan Komoditas Perkebunan Berbasis Daya Dukung Lahan Di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

i

ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN
BERBASIS DAYA DUKUNG LAHAN
DI KABUPATEN MAJENE, SULAWESI BARAT

FATMAWATY D

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan
Komoditas Perkebunan Berbasis Daya Dukung Lahan di Kabupaten
Majene, Sulawesi Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

September 2015

Fatmawaty D
NIM A156120121

ii

RINGKASAN
FATMAWATY D. Arahan Pengembangan Komoditas Perkebunan Berbasis Daya
Dukung Lahan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Dibimbing oleh
DWI PUTRO TEJO BASKORO dan WIDIATMAKA.
Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya
kebutuhan pangan, sandang dan papan. Peningkatan kebutuhan tersebut

mendorong terjadinya eksploitasi lahan yang berlebihan tanpa memperhatikan
daya dukung lahan dan pada akhirnya akan memperbesar penurunan produktivitas
lahan. Penurunan pendapatan dari hasil perkebunan petanikarena adanya
penurunan produktivitas menyebabkan pendapatan petani tidak lagi cukup untuk
menutupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, secara perlahan sebagian petani
mulai merambah areal lain tanpa memperhatikan kemampuan lahannya.
Pemanfaatan lahan yang melampaui kemampuan lahannya dapat mengakibatkan
degradasilahan. Oleh karena itu, pertimbangan aspek daya dukung lahan dalam
perencanaan pemanfaatan ruang menjadi penting, mengingat keterbatasan
sumberdaya lahan yang perlu dipertahankan kelestariannya sehingga dapat
memberikan manfaat yang optimal bagi manusia.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Majene dan bertujuan untuk:
(1) mengidentifikasi komoditas unggulan; (2) mengidentifikasi penggunaan lahan
aktual; (3) mengevaluasi daya dukung lahan berbasis kemampuan lahan, meliputi:
a)mengevaluasi kemampuan lahan, b) mengevaluasi konsistensi antara
penggunaan lahan aktual dengan kemampuan lahan, c) mengevaluasi konsistensi
antara penggunaan lahan aktual dengan RTRW; (4) merumuskan arahan
pengembangan komoditas perkebunan sesuai daya dukung dan strategi yang
sebaiknya dilakukan agar produktivitas perkebunan memberikan nilai lebih
kepada masyarakat. Berdasarkan tujuan tersebut, maka metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah (1) analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share;
(2) interpretasi citra; (3) evaluasi daya dukung lahan berupa : evaluasi
kemampuan lahan, evaluasi penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan dan
evaluasi penggunaan lahan dibandingkan dengan RTRW; (4) penyusunan
strategidengan rumusan AHP dan kompilasi dari semua analisis untuk
menentukan arahan pengambangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Majene terdapat13
jenis komoditas unggulan yaitu kelapa hibrida, sagu, kelapa dalam, pala, kapuk,
aren, jambu mete, cengkeh, lada, kemiri, panili, kakao dan kopi robusta. Dari 12
penggunaan lahan yang di analisa, penggunaan lahan berupa kebun (26.836 ha
atau 29,4%) merupakan penggunaan lahan kedua terbesar setelah hutan sekunder.
Hasil evaluasi kemampuan lahan menghasilkan empat kelas kemampuan lahan,
yaitu kelas III, IV, VI dan VII dengan 12 sub kelas kemampuan lahan. Tiga sub
kelas terbesar adalah sub kelas IV (l, b, k) dengan faktor pembatas berupa lereng,
batuan dan kedalaman tanah seluas 38.196 ha (41,9%) yang kemudian diikuti oleh
kelas VI (l) dengan faktor pembatas lereng seluas 24.871 ha (27,2%) dan
selanjutnya kelas IV (l, b) dengan faktor pembatas lereng dan batuan sebesar
15.304 ha (16,8%). Hasil analisis konsistensi penggunaan lahan aktual terhadap

iii


kemampuan lahan menunjukkan kondisi inkonsistensi sebesar 28% (25.680 ha),
sedangkan inkonsistensi penggunaan lahan aktual terhadap RTRW sebesar 31%
(28.419 ha).
Penentuan arahan pengembangan disusun berdasarkan asumsi bahwa
komoditas unggulan dapat diarahkan pada lahan dengan kelas kemampuan III dan
IV, komoditas unggulan dapat diarahkan pada lahan dengan penggunaan aktual
berupa kebun, tegalan/ladang, semak belukar dan padang rumput serta menurut
RTRW arahan lokasinya berupa perkebunan dan pertanian lahan kering untuk
tanaman semusim. Untuk meningkatkan hasil produksi komoditas perkebunan
maka disusunlah strategi menggunakan AHP sehingga menghasilkan dua strategi
prioritas, yaitu pengembangan sumber daya petani dan pengembangan peran
penyuluh. Dua strategi prioritas tersebut diharapkan dapat membantu
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Kata kunci: arahan pengembangan, daya dukung lahan, komoditas unggulan

iv

SUMMARY
FATMAWATY D. Direction of Land Carrying Capacity Based On Plantation

Commodity Development in Majene Regency, West Sulawesi. Supervised by
DWI PUTRO TEJO BASKORO and WIDIATMAKA.
The total population that continues to grow drives the increasing needs
for food, cloth and shelter, that will in turn leading to excessive land exploitation
without taking into account land carrying capacity and eventually decrease land
productivity. Farmers’ declining income from their plantations due to the
decreasing productivity leads to insufficient income to meet their living needs.
Therefore, some farmers gradually start to cultivate other areas, regardless the
land capability. The utilization of land beyond its capability may lead to land
degradation. Therefore, taking into account land carrying capacity in land use
planning becomes necessary, given the limited land resources that the
sustainability of which needs to be maintained in order to provide optimum
benefits for humans.
This study was conducted in Majene Regency, West Sulawesi and aimed
to: (1) identify the leading commodity; (2) identify the actual land use; (3)
evaluate land carrying capacity of based on land capability, including: a) evaluate
land capability, b) evaluate the consistency between the actual land use and land
capability, c) evaluate the consistency between the actual land use and spatial
plan; (4) formulating the direction of the plantation commodity development in
line with carrying capacity and the best strategy so that plantation productivitycan

provide more to community. Based on these objectives, the methods used in this
study were (1) Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA); (2) image
interpretation; (3) evaluation of land carrying capacity such as evaluation of
landcapability, evaluation of the land use based on land capability and the
evaluation of the land use compared to the spatial plan; (4) formulating
development strategyusing AHP formula and the compilation of all analysis
results to determine the development direction.
The results of the study indicate that in Majene District there are 13 types
of leading commodities, i.e. hybrid coconut, sago, local coconut, nutmeg, kapok,
sugar palm, cashew nuts, cloves, pepper, candlenut, vanilla, cocoa and robusta
coffee. Among 12 types of land use analyzed, garden (26.836 ha or 29,4%) is the
second largest land use after secondary forest. The evaluation result of land
capability indicates four classes of land capability, i.e. class III, IV, VI and VII
with 12 sub-classes of land capability. Three largest sub-classes are sub-class IV
(l, b, k) with limiting factors of slope, rocks and the soil depth on 38,196 ha
(41,9%)land area, followed by class VI (l) with limiting factor of 24,871 ha
(27,2%) slope area, then class IV (l, b) with limiting factors of rock and slope on
15.304 ha (16,8%) land area. A total of 28% land use in some areas is inconsistent
with land capability while the inconsistency between land use and spatial plan was
slightly higher (31%). Therefore, precise directives are necessary for this area to

make it in accordance with leading commodities to achieve sustainable land use.

v

The determination of development direction was based on the assumption
that leading commodity can be directed to lands with capability class of III and
IV, leading commodity can be directed to actual land uses as garden, field, scrub
and grassland, and according to spatial plan the location direction are as
plantations and dry land agriculture for seasonal plants. Two strategies using AHP
was created to increase the production output of plantation commodities, i.e. the
development of farmer resource and the role of agricultural extension agents. Both
are expected to help increase farmers’ income and welfare.
Keywords: development direction, land carrying capacity, leading commodity

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN
BERBASIS DAYA DUKUNG LAHAN
DI KABUPATEN MAJENE, SULAWESI BARAT

FATMAWATY D

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Setia Hadi, MS

ix

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun guna
memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan judul
penelitian Arahan Pengembangan Komoditas Perkebunan Berbasis Daya Dukung

Lahan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesarbesarnya kepada Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Bapak Dr Ir
Widiatmaka, DEA serta Bapak Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc (alm) selaku
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran,
arahan, bimbingan serta kritikan hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua (Bapak Damrah Otte dan Ibu Dra Roswaty Yoesuf) dan adik
tercinta Fitriani Damrah, S.farm atas segala pengertian serta kesabarannya
yang senantiasa mendoakan dan selalu memberikan dukungan dari jauh.
2. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Bapak
Prof. Dr Ir Santun RP Sitorus beserta segenap dosen dan manajemen Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah memberikan ilmu paling
berharga selama penulis mengikuti proses perkuliahan sebagai mahasiswa.
3. Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis.
4. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2012 atas kekeluargaan, kebersamaannya dan
dukungannya selama ini.
5. Teman kostan di P51 dan kostan Ibu Roma, terima kasih untuk kekeluargaan
dan kasih sayangnya selama ini.
6. Semua pihak yang namanya tidak tercantum dan telah turut andil membantu
penulis dalam berbagai hal.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa hasil
dari karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritikan dan saran positif yang bersifat membangun dalam
mengembangkan karya ini, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2015
Fatmawaty D

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan
Penggunaan Lahan
Komoditas Unggulan
Daya Dukung

5
5
6
7
7

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data

12
12
12
13
13

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis Wilayah
Kondisi Demografi
Kondisi Fisik
Karakteristik Ekonomi

21
21
21
22
25

HASIL PEMBAHASAN
Identifikasi Komoditas Unggulan
Identifikasi Penggunaan Lahan Aktual
Evaluasi Daya Dukung Lahan Berbasis Kemampuan Lahan
Penyusunan Arahan Pengembangan Komoditas Perkebunan
Penyusunan Strategi Peningkatan Produksi Tanaman Perkebunan

26
26
29
31
42
45

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

49
49
49

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

53

RIWAYAT HIDUP

67

xii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Klasifikasi kelas kemampuan lahan dan kriteria
Matriks jenis data dan sumber perolehan data
Matriks tujuan, data, metode analisisdan hasil yang diharapkan
Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Luas kecamatan, jumlah desa dan kelurahan di Kabupaten Majene 2014
Jumlah penduduk (jiwa) Kabupaten Majene tahun 2009-2013
Luas dan persentase kemiringan lereng
Satuan tanah di Kabupaten Majene
Nilai LQ luas panen komoditas perkebunan di Kab. Majene tahun 2013
Nilai SSA luas panen komoditas perkebunan di Kabupaten Majene
Komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Majene
Penggunaan lahan aktual di Kabupaten Majene tahun 2014
Kelas kemampuan lahan
Matriks keputusan konsistensi penggunaan lahan terhadap kemampuan
lahan
Konsistensi penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan
Matriks keputusan konsistensi penggunaan lahan terhadap RTRW
Konsistensi penggunaan lahan terhadap RTRW
Pengembangan areal komoditas unggulan
Prioritas strategi peningkatan produksi komoditas perkebunan

10
13
14
18
21
22
22
24
27
28
29
30
35
36
37
39
42
44
46

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kerangka pikir penelitian
Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan
macam penggunaan lahan
Lokasi Penelitian
Bagan alir analisis dan pengolahan data penelitian
Struktur hierarki perumusan strategi peningkatan produksi komoditas
perkebunan di Kabupaten Majene
Distribusi curah hujan bulanan di Kabupaten Majene tahun 2004-2013
Sebaran kelas curah hujan di Kabupaten Majene
PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Majene atas dasar harga
berlaku tahun 2009-2012
Sebaran penggunaan lahan aktual di Kabupaten Majene tahun 2014
Sebaran kemiringan lereng di Kabupaten Majene
Sebaran kedalaman efektif tanah di Kabupaten Majene
Sebaran tekstur tanah di Kabupaten Majene
Sebaran drainase tanah di Kabupaten Majene
Sebaran batuan tersingkap (rock) di Kabupaten Majene
Sebaran kemampuan lahan di Kabupaten Majene
Sebaran konsistensi penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan

4
9
12
15
20
23
24
25
31
32
32
32
32
33
34
38

xiii

17
18

Sebaran konsistensi penggunaan lahan aktual terhadap RTRW
Arahan pengembangan komoditas perkebunan

41
43

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Luas panen komoditi perkebunan tahun 2009
Luas panen komoditi perkebunan tahun 2013
Jumlah produksi komoditas perkebunan tahun 2009
Jumlah produksi komoditas perkebunan tahun 2013
Penggolongan besarnya intensitas faktor penghambat dalam kriteria
klasifikasi kemampuan kelas pada tingkat sub kelas
Sub kelas kemampuan lahan pada setiap lahan homogen
Kuisioner AHP untuk menganalisis prioritas strategi dalam
pengembangan komoditas perkebunan
Hasil pembobotan prioritas aksi dari masing-masing strategi

53
53
54
54
55
57
59
66

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian
Indonesia, seperti sub sektor perkebunan. Dalam UU No. 18 tahun 2004 (Pasal 4)
tentang Perkebunan, dinyatakan bahwa perkebunan dari segi ekonomi berfungsi
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Data BPS (2014)
menunjukkan bahwa luas areal perkebunan mencapai 23.969 juta hektar, yang
terdiri atas perkebunan rakyat 16.794 juta hektar (70,06%) dan perkebunan besar
7.175 juta hektar (29,93%). Kabupaten Majene merupakan salah satu dari lima
Kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang merupakan wilayah dengan
penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian dibidang pertanian. Data BPS
Majene (2013) menunjukkan bahwa Kabupaten Majene memiliki luas lahan
pertanian di Kabupaten Majene adalah 49,12% dari luas keseluruhan wilayah
Kabupaten Majene dengan penggunaan lahan terluas merupakan pertanian lahan
kering 48,13% dari total luas keseluruhan wilayah. Selain itu, terdapat lahan yang
belum dimanfaatkan secara ekonomi yang luasnya sekitar 1,88%. Hal ini
menandakan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Majene pemanfaatannya
belum seutuhnya optimal.
Pendapatan dari usahatani pertanian menyumbang lebih dari 50% terhadap
pendapatan rumah tangga di perdesaan dan merupakan penyumbang utama
pendapatan rumah tangga petani Indonesia (Susilowati et al. 2010 dalam Saliem
et al. 2013). Kabupaten Majene merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian dibidang
pertanian. Perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Kabupaten Majene. Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majene (2014) menyatakan bahwa dua
komoditas perkebunan andalan yakni kelapa dalam dan kakao merupakan
komoditas penopang perekonomian warga karena menyerap banyak tenaga kerja
(±20.000 tenaga kerja), ±10.289 tenaga kerja untuk komoditas kakao dan
selebihnya untuk komoditas kelapa dalam. Dua komoditas andalan ini dianggap
sangat membantu mengangkat perekonomian warga dan dapat memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi PDRB (mencapai 19,76%).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan di Kabupaten Majene.
Data BPS (2014) menunjukkan bahwa produktivitas kakao mencapai
908 kg/ha/tahun pada tahun 2013 dan jauh lebih tinggi dibanding produktivitas
kakao nasional yaitu 821 kg/ha/tahun. Hal ini menandakan bahwa potensi lahan
yang ada di Kabupaten Majene masih tergolong bagus, akan tetapi upaya
pengembangan masih perlu dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan dan
pendapatan petani karena setiap tahunnya luas areal tanaman yang menghasilkan
mengalami penurunan.
Hasil interview dari petani menyatakan bahwa beberapa tahun terakhir ini
pendapatan petani mulai mengalami penurunan yang disebabkan oleh hama,
penyakit, pohon yang sudah berumur dan sebagian akibat pengalihan lahan
pertanian menjadi lahan terbangun. Tahun 2009, setidaknya para petani masih
bisa mendapatkan keuntungan ±Rp.10 juta pertahun. Tetapi, memasuki

2

pertengahan tahun 2011 pendapatan petani mulai mengalami penurunan ±50-70%.
Penurunan pendapatan petani tersebut terutama disebabkan karena penurunan
produktivitas tanaman, selain itu faktor penunjang lain seperti masih terbatasnya
infrastruktur pendukung (penyediaan pupuk/pestisida dan perbaikan jalan desa).
Demi meningkatkan pendapatannya guna memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin meningkat, para petani sering melakukan ekspansi untuk mendapatkan
hasil yang lebih tanpa mempertimbangkan upaya konservasi karena pada
hakekatnya setiap penggunaan lahan diharapkan sesuai dengan daya dukung yang
dimiliki.
Menurut data Bappeda Majene (2014), daerah Majene mempunyai
topografi yang sebagian besar merupakan lahan perbukitan dengan vegetasi yang
mulai rusak akibat adanya pembukaan hutan menjadi ladang sebesar ±30% dari
luas total luas wilayah. Oleh karena itu, pengaturan penggunaan lahan sangat
penting dilakukan mengingat sumberdaya lahan yang bersifat terbatas dan guna
menghindari terjadinya penurunan kualitas lahan. Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) merupakan salah satu acuan yang harus digunakan dalam perencanaan
tataguna lahan dan tata ruang. Evaluasi terhadap pola ruang dalam RTRW perlu
dilakukan karena merupakan salah satu langkah pengelolaan tata ruang yang
diperlukan untuk usaha perbaikan kedepannya (Widiatmaka et al. 2015).
Berdasarkan uraian diatas, perlu disusun strategi untuk pengembangan
penggunaan lahan pertanian guna meningkatkan pendapatan petani dengan tetap
memperhatikan daya dukung.
Perumusan Masalah
Kabupaten Majene mencakup wilayah pesisir sampai wilayah berbukit
yang masih didominasi oleh kawasan hutan. Pertambahan jumlah penduduk
perkotaan mendorong meningkatnya kebutuhan penggunaan lahan seperti
permukiman dan mendorong pula terjadinya penyimpangan penggunaan lahan.
Peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan yang terbatas akan berakibat
terhadap menurunnya kemampuan daya dukung (Ishak 2008). Penurunan
pendapatan dari hasil perkebunan petani karena adanya penurunan produktivitas
menyebabkan pendapatan petani tidak lagi cukup untuk menutupi kebutuhan
hidup yang terus meningkat. Oleh karena itu, secara perlahan petani mulai
merambah kawasan lain yang memiliki daya dukung rendah dan merupakan
kawasan lindung yaitu area hutan. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa areal
kawasan hutan yang telah dirambah dan dialihfungsikan menjadi ladang sebesar
30% dari total luas wilayah. Perkembangan aktivitas tersebut tanpa disadari akan
menimbulkan kerusakan jika penggunaan lahan melampaui kemampuannya.
Pertimbangan aspek daya dukung lahan dalam perencanaan pemanfaatan ruang
menjadi penting, mengingat keterbatasan sumberdaya lahan yang perlu
dipertahankan kelestariannya sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal
bagi manusia. Pemanfaatan ruang yang tidak memperhatikan aspek daya dukung
dapat menyebabkan terjadinya bencana alam seperti tanah longsor dan banjir.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan lahan sudah dapat memberikan hasil baik?
2. Bagaimana kondisi penggunaan lahan saat ini di Kabupaten Majene?

3

3. a) Bagaimana potensi sumber daya lahan jika dilihat dari kemampuan
lahannya?
b) Apakah penggunaan lahan yang ada saat ini sudah sesuai dengan potensi
yang dimiliki?
c) Apakah penggunaan lahan yang ada saat ini sudah sesuai dengan RTRW
yang disusun?
4. Bagaimana arahan agar pengembangan komoditas perkebunansesuai daya
dukung dan strategi yang sebaiknya dilakukan agar penggunaan lahan
memberikan nilai lebih kepada masyarakat?
Tujuan Penelitian
Dengan mempertimbangkan latar belakang dan perumusan masalah, maka
tujuan umum penelitian adalah untuk menyusun strategi dan arahan
pengembangan komoditas unggulan perkebunan sesuai potensi lahan di
Kabupaten Majene sehingga nantinya dapat membantu meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi komoditas unggulan di Kabupaten Majene
2. Mengidentifikasi penggunaan lahan aktual di Kabupaten Majene
3. Mengevaluasi daya dukung lahan berbasis kemampuan lahan, meliputi :
a) Mengevaluasi kemampuan lahan di Kabupaten Majene
b) Mengevaluasi konsistensi antara penggunaan lahan aktual dengan
kemampuan lahan
c) Mengevaluasi konsistensi antara penggunaan lahan aktual dengan RTRW
4. Merumuskan arahan pengembangan komoditas perkebunan sesuai daya
dukung dan strategi yang sebaiknya dilakukan agar produksi perkebunan
memberi nilai lebih kepada masyarakat
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi para stakeholder atau penentu kebijakan pembangunan daerah
khususnya di Kabupaten Majene sebagai bahan pertimbangan bahkan acuan
dalam penyusunan arahan kebijakan pembangunan daerah dengan memperhatikan
kemampuan lahan yang dimiliki.
Kerangka Pemikiran
Indonesia yang merupakan negara agraris, dengan sebagian besar
penduduknya bekerja disektor pertaniandan tentunya menggantungkan hidupnya
dari lahan yang ada. Pemanfaatan lahan bukan merupakan usaha untuk membagi
lahan semata menjadi sebuah permukiman ataupun perkebunan maupun
persawahan dan lainnya. Akan tetapi, lebih kepada penggunaan lahan yang harus
memperhatikan daya dukung, kelestarian fungsi dari sumberdaya dan
kemungkinan kerusakan yang dapat ditimbulkan kedepannya. Hal ini disebabkan

4

karena pemanfaatan lahan merupakan upaya untuk memberi nilai tambah terhadap
kualitas kehidupan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah.
Penetapan penggunaan lahan perlu didasarkan pada daya dukung lahan di
kawasan tersebut sehingga dapat diketahui potensi lahan untuk berbagai
penggunaannya. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disertai dengan
pendapatan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap lahan yang juga tinggi
sehingga menyebabkan sering terjadinya penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuannya. Hal ini menimbulkan dampak negatif seperti penurunan
kualitas lahan dan pada akhirnya menyebabkan kesejahteraan masyarakat
menurun (income petani menurun seiring dengan penurunan produktivitas lahan),
Pada hakekatnya, penggunaan lahan yang diharapkan adalah penggunaan lahan
yang sudah sesuai potensinya dan tentunya dapat mensejahterakan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat dengan pemilihan jenis komoditas yang diusahakan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya maupun strategi terhadap jenis komoditas
yang diusahakan agar produktivitas dan income meningkat seiring dengan
penggunaan lahan yang juga tetap lestari. Diagram alir kerangka pikir penelitian
disajikan pada Gambar 1.
Penggunaan lahan

Peningkatan
kebutuhan lahan

Tidak Sesuai Daya
Dukung

Penurunan kualitas
lahan

Tidak dapat
digunakan sebagai
lahan pertanian

Sesuai Daya Dukung

Komoditas dengan
produktivitas tinggi

Pendapatan
masyarakat petani

Strategi dan Arahan Pengembangan
Komoditas Perkebunan

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan
Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks sehingga membutuhkan
penataan secara baik. Dalam pengelolaan lahan, harus dapat dibedakan secara
seksama antara lahan sebagai sumberdaya (resources) dan lahan sebagai
lingkungan (environtment). Lahan sebagai sumberdaya bersifat dapat
didayagunakan secara optimal (utilitarian dan anthropic) atau oleh pengaruh
manusia (anthropogenic process). Misalnya, setiap satuan lahan dalam suatu
sistem landskap memiliki sifat-sifat yang unik dan berbeda secara vertikal antara
satu dengan yang lainnya, karena disebabkan oleh perbedaan pengaruh satu atau
lebih faktor pembentukan tanah seperti iklim, organisme, relief, bahan induk dan
waktu (Baja 2012).
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan
keadan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang lebih luas
termasuk yang sudah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia baik yang
dimasa lalu ataupun dimasa sekarang. Dari pengertian lahan diatas jelas bahwa
lahan merupakan bentang alam yang berupa geosfer maupun atmosfer yang
membentuk suatu satuan dan saling mempengaruhi (Sastrohartono 2011).
Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang
heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja antara iklim dan jasad
hidup terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu (Arsyad
2010), sedangkan lahan memiliki pengertian yang lebih luas dari tanah, FAO
(1976) menyebutkan bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi
tanah, iklim, relief, hidrologi dan termasuk vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi potensi penggunaannya. Dalam hal ini, termasuk di dalamnya
adalah akibat-akibat dari kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun yang
sedang berlangsung saat ini, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan
hutan, dan lain-lain (Rayes 2007).
Sitorus (2004) menyatakan bahwa, lahan merupakan suatu daerah
dipermukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer,
tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan
manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat
tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia
pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Lahan sangat bervariasi dalam
berbagai faktor seperti keadaan topografi, iklim, geologi, tanah dan vegetasi yang
menutupinya. Berbagai keterangan tentang kemungkinan pemanfaatan dan
pembatas-pembatas dari faktor-faktor lingkungan yang relatif permanen seperti
diatas penting dalam membicarakan perencanaan dan perubahan dalam pola
penggunaan lahan.
Lahan memiliki sifat-sifat tertentu, dimana sifat lahan itu sendiri
dimaksudkan sebagai atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur
atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, jumlah curah hujan,
distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya. Sifat

6

lahan merupakan suatu penciri dari segala sesuatu yang terdapat di lahan tersebut
yang merupakan pembeda dari lahan yang lainnya, serta menunjukkan bagaimana
kemungkinan penampilan lahan jika digunakan untuk suatu penggunaan lahan.
Sifat lahan menentukan atau mempengaruhi keadaan yaitu bagaimana
ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akan kepekaan erosi,
ketersediaan unsur hara, dan sebagainya (Rayes 2007).
Penggunaan Lahan
Pengertian penggunaan lahan juga dikemukakan oleh Arsyad (2010),
“Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil
maupun spiritual”. Dalam penggunaan lahan ini manusia berperan sebagai
pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan komponen-komponen yang
dianggapnya tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen yang
diperkirakan akan menunjang penggunaan lahannya (Mather 1986
dalamGandasasmita 2001).
Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di
permukaan bumi. Istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia
pada bidang lahan tertentu (Liliesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik
penutupan/penggunaan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi
biofisik maupun social ekonomi masyarakatnya (Harjadi 2007).
Menurut Baja (2012), penggunaan lahan berkaitan dengan aktivitas
manusia yang secara langsung berhubungan dengan lahan, dimana terjadi
penggunaan lahan dan sumberdaya yang ada serta menyebabkan dampak pada
lahan. Produksi tanaman, tanaman kehutanan, pemukiman perumahan adalah
bentuk dari penggunaan lahan.Penetapan penggunaan lahan pada umumnya
didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya.
Permasalahan dalam penggunaan lahan sifatnya umum di seluruh dunia, baik di
negara sedang berkembang, terutama akan menjadi menonjol bersama dengan
terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi. Meningkatnya
kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi
pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama
dalam mengambil keputusan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan
yang terbatas.
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar
yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian
Berdasarkan hal ini dapat dikenal macam-macam penggunaan lahan seperti
tegalan, sawah, kebun, hutan produksi, hutan lindung, dan lain-lain.Penggunaan
lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi lahan permukiman, industri, dan
lain sebagainya.Penggunaan lahan untuk membantu bagi kebutuhan hidup
manusia perlu pengolahan yang lebih lanjut. Oleh sebab itulah diperlukan suatu
kebijakan atau keputusan pada suatu penggunaan lahan.Penggunaan lahan (major
kinds of land use) sendiri dimaksudkan oleh Rayes (2007) adalah “Penggolongan
penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi,
padang rumput, kehutanan atau daerah rekreasi”.

7

Identifikasi, pemantauan dan evaluasi penggunaan lahan perlu selalu
dilakukan pada setiap periode tertentu, karena ia dapat menjadi dasar untuk
penelitian yang mendalam mengenai perilaku manusia dalam memanfaatkan
lahan. Dengan demikian, penggunaan lahan menjadi bagian yang penting dalam
usaha melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan
keruangan di suatu wilayah. Prinsip kebijakan terhadap lahan perkotaan bertujuan
untuk mengoptimalkan penggunaan lahan dan pengadaan lahan untuk
menampung berbagai aktivitas perkotaan. Dalam hubungannya dengan
optimalisasi penggunaan lahan, kebijakan penggunaan lahan diartikan sebagai
serangkaian kegiatan tindakan yang sitematis dan terorganisir dalam penyediaan
lahan, serta tepat pada waktunya, untuk peruntukan pemanfaatan dan tujuan
lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro 2002).
Komoditas Unggulan
Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan
komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu
wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara
teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan
(penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur dan
kondisi sosial budaya setempat). Selanjutnya dikatakan lagi bahwa komoditas
unggulan adalah salah satu komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk
diusahakan atau dikembangkan pada suatu wilayah yang memiliki prospek pasar
dan mampu untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani dan
keluarga, serta mempunyai potensi sumberdaya lahan yang cukup luas.
Menurut Hidayah (2010), secara lebih sederhana yang dimaksud
komoditas unggulan adalah komoditas yang layak diusahakan karena memberikan
keuntungan kepada petani baik secara biofisik, sosial dan ekonomi. Komoditas
tertentu dikatakan layak secara biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai
dengan zona agroekologi, layak secara sosial jika komoditas tersebut memberi
peluang berusaha, bisa dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga
berdampak pada penyerapan tenaga kerja, sedangkan layak secara ekonomi
artinya komoditas tersebut menguntungkan.
Metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA),
merupakan dua metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis yang
selanjutnya digunakan sebagai indikasi sektor unggulan. Untuk mengetahui
potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan non-basis
dapat digunakan metode Location Quotient, yang merupakan perbandingan relatif
antara kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas. Untuk melihat
potensi pertumbuhan produksi sektoral dari suatu kawasan/wilayah dapat
digunakan analisis Shift Share (Rustiadi et al. 2011).
Daya Dukung
Daya dukung adalah jumlah manusia yang dapat di tampung di suatu unit
wilayah. Daya dukung ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tingkat
kesuburan tanah, luas lahan yang dapat dimanfaatkan, iklim dan cara manusia

8

memanfaatkan sumberdaya yang ada. Pengertian (konsep) dan ruang lingkup daya
dukung menurut UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan
antar keduanya. Pengertian pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah
rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingungan hidup terhadap tekanan
perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar
tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain
(MENLH 2009).
Menurut Baja (2012) daya dukung (carrying capacity) lahan secara
sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan lahan untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain, sedangkan daya tampung adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen
lain yang masuk atau dimasukkan kedalam tanah/lahan. Soemarwoto (2003)
dalam Baja (2012) menekankan bahwa daya dukung pada hakekatnya terkait
dengan lingkungan alamiah dan sosial. Dari sisi ketersediaan sumberdaya alam,
secara umum sumberdaya alam utama yang paling mendasari daya dukung adalah
sumberdaya lahan dan air.
Dalam Penyempurnaan lampiran Permen LH 17/2009 dikatakan bahwa
keterbatasan lahan dan air akan menjadi pembatas utama dukungan lingkungan
bagi aktivitas manusia di suatu wilayah. Lahan adalah lingkungan fisik yang
meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi potensi penggunaannya. Keperluan penilaian lahan secara umum
dikenali dengan 2 (dua) pendekatan yaitu evaluasi kemampuan lahan dan evaluasi
kesesuaian lahan, yang secara umum dikenal dengan istilah evaluasi lahan.Selain
itu, penghitungan daya dukung lahan juga ditempuh dengan membandingkan
ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di suatu wilayah.
Penggolongan lahan ke dalam kategori kemampuan lahan telah dimulai
oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) sejak tahun 1930-an dan
merupakan bagian dari program pengendalian erosi. Metode klasifikasi
kemampuan lahan kemudian terus berkembang sejalan dengan meningkatnya
kebutuhan akan informasi kemampuan fisik lahan untuk berbagai penggunaan
(Baja 2012). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), pengelompokan
kemampuan lahan dalam sistem USDA dilakukan secara kualitatif dan dapat
dikatakan merupakan pendekatan pertama dari pendekatan dua tahap menurut
FAO (1976). Sistem ini mengenal tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas dan unit.
Penggolongan kedalam kelas, sub-kelas dan unit didasarkan atas kemampuan
lahan tersebut untuk memproduksi pertanian secara umum, tanpa menimbulkan
kerusakan dalam jangka panjang.
Kemampuan lahan merupakan pencerminan kapasitas fisik lingkungan
yang dicerminkan oleh keadaan topografi, tanah, hidrologi dan iklim serta
dinamika yang terjadi khususnya erosi, banjir dan lainnya. Faktor yang dipakai
dalam penilaian kemampuan ini antara lain adalah kemiringan lereng (l),
kedalaman solum tanah (k), tekstur (t), drainase (d), keadaan batuan di permukaan
(b), dan tingkat erosi (e). Sifat terkait iklim tidak secara eksplisit dimunculkan
tetapi dicerminkan oleh kondisi fisik di lahan, seperti drainase dan dinamika fisik
yang diakibatkannya seperti banjir dan kekeringan. Kombinasi semua sifat fisik

9

tersebut akan menghasilkan kelas kemampuan lahan, yang secara umum kelas
akan ditentukan oleh faktor pembatas tertentu (Rustiadi et al. 2010).
Notohadiprawiro (1987) mengemukakan bahwa kemampuan lahan
menyiratkan daya dukung lahan. Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang
dinilai secara menyeluruh dengan pengertian merupakan suatu pengenal majemuk
lahan dan nilai kemampuan lahan berbeda untuk penggunaan yang berbeda.
Dalam kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan manusia, maka kemampuan lahan
terjabarkan menjadi pengertian daya dukung lahan.
Menurut Sitorus (2004), evaluasi kemampuan lahan pada dasarnya
merupakan evaluasi potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian
secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun
tindakan-tindakan pengelolaannya. Lahan dengan kemampuan yang tinggi
diharapkan berpotensi yang tinggi dalam berbagai penggunaan, sehingga
memungkinkan penggunaan yang intensif untuk berbagai macam kegiatan.
Hubungan antara kemampuan lahan dengan intensitas dan jenis penggunaannya
disajikan pada Gambar 2.

HAMBATAN / ANCAMAN
MENINGKAT, KESESUAIAN
DAN PILIHAN PENGGUNAAN
BERKURANG

SANGAT INTENSIF

GARAPAN INTENSIF

GARAPAN SEDANG

GARAPAN TERBATAS

PENGEMBALAAN
INTENSIF

PENGEMBALAAN
SEDANG

PENGEMBALAAN
TERBATAS

PRODUKSI TERBATAS

KELAS KEMAMPUAN LAHAN

CAGAR ALAM / HUTAN
LINDUNG

INTENSITAS DAN PILIHAN PENGGUNAAN LAHAN

I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII

Gambar 2 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan
macam penggunaan lahan (Arsyad 2010)
Penggolongan lahan ke dalam suatu kategori kemampuan lahan mengacu
pada faktor pembatas yang dimiliki oleh satuan-satuan lahan. Faktor pembatas
adalah karakteristik lahan yang berpengaruh negatif terhadap kemampuan lahan.
Dikenal ada dua jenis pembatas, yaitu permanen dan temporer. Pembatas
permanen adalah yang tidak dapat dengan mudah diubah, seperti kemiringan
lereng, kedalaman solum, kemungkinan banjir, dan iklim. Sebagai catatan bahwa
variabel-variabel seperti penggunaan lahan yang ada (existing land use), termasuk
vegetasi bukan merupakan pembatas permanen (Dent dan Young 1981 dalam
Baja 2012).

10

Tanah pada kelas I sampai IV adalah tanah atau lahan yang sesuai
digunakan untuk tanaman pertanian pada umumnya (tanaman semusim dan
tahunan), maupun untuk rumput makanan ternak, padang rumput dan hutan.
Tanah pada kelas V, VI dan VII tidak sesuai untuk pertanian, melainkan sesuai
untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Pada batas-batas
tertentu, tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk
beberapa jenis tanaman tertentu, seperti tanaman hortikultura (buah-buahan,
sayur-sayuran dan tanaman hias asalkan disertai dengan manajemen dan tindakan
konservasi tanah dan air yang tepat. Tanah dalam kelas VIII harus dibiarkan
dalam keadaan alami (Rayes 2007). Secara rinci kriteria setiap kelas kemampuan
lahan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi kelas kemampuan lahan dan kriteria
Kelas

Kriteria

I

1. Tidak mempunyai atau hanya sedikithambatan yang membatasi
penggunaannya.
2. Sesuai untuk berbagai penggunaan, terutama pertanian.
3. Memiliki salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas: topografi
datar, kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah, tidak
mengalami erosi, kedalaman efektif dalam, drainase baik, mudah
diolah, kapasitas menahan air baik, subur, tidak terancam banjir
dan di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan
tanaman pada umumnya.
1. Mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang
mengurangi pilihan penggunaannya atau memerlukan tindakan
konservasi yang sedang.
2. Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan konservasi untuk
mencegah kerusakan.
3. Memiliki salah satu atau kombinasi faktor: lereng landai-berombak,
kepekaan erosi sedang, kedalaman efektif sedang, struktur tanah dan
daya olah agak kurang baik, salinitas sedikit atau sedang, kadang
terkena banjir, kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, dan
keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman dan pengelolaan.
1. Mempunyai beberapa hambatan yang berat yang mengurangi
pilihan penggunaan lahan dan memerlukan tindakan konservasi
khusus dan keduanya.
2. Mempunyai pembatas lebih berat dari kelas II dan jika
dipergunakan untuk tanaman perlu pengelolaan tanah dan tindakan
konservasi lebih sulit diterapkan.
3. Hambatan membatasi lama penggunaan bagi tanaman semusim,
waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi dari pembatas
tersebut.
4. Hambatan dapat disebabkan: topografi miring-bergelombang,
kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi, telah mengalami erosi
sedang, dilanda banjir satu bulan tiap tahun selama lebih 24 jam,
kedalaman dangkal terhadap batuan, terlalu basah, mudah diolah,
kapasitas menahan air rendah, salinitas sedang, kerikil atau batuan
permukaan tanah sedang, atau hambatan iklim agak besar.

II

III

11
Tabel 1 (Lanjutan)
IV
1. Hambatan dan ancaman kerusakan tanah lebih besar dari kelas III,
dan pilihan tanaman juga terbatas.
2. Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman semusim, tindakan
konservasi lebih sulit diterapkan.
3. Memiliki salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas: lereng
miring-berbukit, kepekaan erosi tinggi, mengalami erosi agak berat,
tanah dangkal, kapasitas menahan air rendah, selama 2-5 bulan
dalam setahun dilanja banjir lebih dari 24 jam, drainase buruk,
banyak kerikil atau batuan permukaan, salinitas tinggi dan keadaan
iklim kurang menguntungkan.
V
1. Tidak terancam erosi tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak
mudah untuk dihilangkan, sehingga membatasi pilihan
penggunaannya.
2. Terletak pada topografi datar-hampir datar tetapi sering terlanda
banjir, berbatu atau iklim yang kurang sesuai.
VI
1. Mempunyai faktor penghambat berat sehingga tidak sesuai untuk
penggunaan pertanian.
2. Memiliki pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat
dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor: lereng curam,
telah tererosi berat, sangat dangkal, mengandung garam laut, daerah
perakaran sangat dangkal atau iklim yang tidak sesuai.
VII
Tidak sesuai untuk budidaya pertanian dengan penghambat berat dan
tidak dapat dihilangkan yaitu: lereng curam dan atau telah tererosi
sangat berat dan sulit diperbaiki.
VIII
1. Sebaiknya dibiarkan secara alami.
2. Pembatas dapat berupa: lereng sangat curam, berbatu atau kerikil
atau kapasitas menahan air rendah.
Sumber : Arsyad (2010)
Gambaran umum apakah daya dukung lahan di suatu wilayah dalam
keadaan surplus atau defisit dapat diketahui dengan menggunakan metode neraca
lahan. Daya dukung surplus apabila ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah
masih dapat mencukupi kebutuhan produksi hayati (bioproduct) di wilayah
tersebut, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan
setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi hayati di wilayah
tersebut. Daya dukung di suatu wilayah dari segi penyediaan lahan dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia dinyatakan dalam kemampuan lahan
produktif di wilayah tersebut menghasilkan produk hayati (biocapacity).
Penentuan daya dukung lahan berbasis neraca lahan dilakukan dengan
membandingkan ketersediaan (supply) dan kebutuhan (demand) lahan.
Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual atau
potensial setempat dari setiap komoditas hayati di suatu wilayah, dengan
menjumlahkan produk dari semua komoditas hayati yang ada di wilayah tersebut.
Status daya dukung lahan merupakan gambaran mengenai rasio atau selisih antara
sisi ketersediaan lahan (supply) dan sisi kebutuhan lahan (demand). Jika “supply
> demand” maka status daya dukungnya adalah “surplus” sedangkan jika “supply
< demand” maka status daya dukungnya adalah “defisit” (MENLH 2009).

12

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Majene yang merupakan bagian dari
wilayah Provinsi Sulawesi Barat. Luas wilayah kabupaten ini 91.326 ha dan
terdiri dari 8 kecamatan yaitu Kecamatan Banggae, Banggae Timur, Malunda,
Pamboang, Sendana, Tammerodo, Tubo Sendana dan Ulumanda (Gambar 3).
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Desember 2013 sampai Nopember 2014.
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari: perencanaan penelitian, pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, interpretasi hasil dan penulisan.

Gambar 3 Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan
perangkat lunak Software Microsoft Word, Software Microsoft Excel, Software
ENVI 4.5, Arc-GIS versi 10.2, dan peralatan penunjang lain seperti alat tulis,
kamera digital, Global Positioning System (GPS) dan kuesioner.

13

Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Kegiatan penelitian ini ditunjang dan didukung dengan data dan informasi
yang diperoleh dari berbagai sumber. Data tersebut akan digunakan sebagai bahan
atau dasar melakukan identifikasi, menganalisis dan menyusun strategi serta
arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan, yang terdiri atas data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui
wawancara pada sembilan orang narasumber. Teknik penentuan sampel untuk
menentukan strategi dengan metode AHP menggunakan metode purposive
sampling, dimana seseorang diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap
bahwa seseorang tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Pengumpulan data sekunder didapatkan dengan menginventarisasi dan
penelusuran pada instansi-instansi terkait maupun internet. Secara rinci, kaitan
antara jenis data dan sumber perolehan data dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan
kaitan antara tujuan, data, metode analisis dan hasil akhir disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2 Matriks jenis data dan sumber perolehan data
No
1
2
3
4

5

Data
Citra Satelit Landsat 8 tahun
2014 Path 115 dan Row 062
Peta RBI skala 1:50.000
Peta Sistem Lahan Kabupaten
Majene skala 1:250.000
Data Produksi & Luas
panen/tanam perkecamatan di
Kabupaten Majene
Majene dalam Angka
2009-2013

Sumber Perolehan Data
Diunduh dari internet
(http://glovis.usgs.gov/)
BIG (Badan Informasi Geospasial)
Balai Besar Sumber Daya Lahan
Pertanian (BBSDLP)
Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Badan Pusat Statistik Majene

Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
1) identifikasi komoditas unggulan; 2) identifikasi penggunaan lahan aktual;
3) evaluasi daya dukung lahan berbasis kemampuan lahanmeliputi :a) evaluasi
kemampuan lahan, b) evaluasi konsistensi antara penggunaan lahan aktual dengan
kemampuan lahan, c) evaluasikonsistensi antara penggunaan lahan aktual dengan
RTRW; dan 4) merumuskan arahan pengembangan komoditas perkebunansesuai
daya dukung dan strategi yang sebaiknya dilakukan agar produktivitas perkebunan
memberikan nilai lebih kepada masyarakat. Bagan alir analisis dan pengolahan
data disajikan padaGambar 4.
Penetapan Komoditas Unggulan
Analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA)
digunakan untuk mengetahui komoditas unggulan di suatu wilayah. Analisis LQ
dilakukan terlebih dahulu pada 16 jenis komoditas perkebunan yang ada yaitu
kelapa dalam, kelapa hibrida, kopi robusta, kopi arabika, cengkeh, kakao, lada,

Tabel 3 Matriks tujuan, data, metode analisis dan hasil yang diharapkan
No
1
2

Tujuan
Mengidentifikasi komoditas unggulan di
Kabupaten Majene
Mengidentifikasi penggunaan lahan
aktual di Kabupaten Majene
Mengevaluasi daya dukung lahan
berbasis kemampuan lahan :
a) Mengevaluasi kemampuan lahan di
Kabupaten Majene

3

14

4

b) Mengevaluasi konsistensi antara
penggunaan lahan aktual dengan
kemampuan lahan
c) Mengevaluasi konsistensi antara
penggunaan lahan aktual dengan
RTRW
Merumuskan arahan pengembangan
komoditas perkebunan sesuai daya
dukung dan strategi yang sebaiknya
dilakukan agar produksi perkebunan
memberikan
nilai
lebih
kepada
masyarakat

Data
-

Data produksi
Data Luas panen
Citra Landsat tahun 2014
Google earth

- Peta sistem lahan
- Peta RBI
- Kriteria klasifikasi
kemampuan lahan (Arsyad
1979 dalam Hardjowigeno
dan Widiatmaka 2007)
- Peta penggunaan lahan
- Peta kemampuan lahan

Metode Analisis
- LQ
- SSA
- Interpretasi
visual
- Ground check

- Overlay
- Matching

Hasil
Komoditas unggulan
Peta penggunaan lahan
aktual

Peta kemampuan lahan,
Peta konsistensi