Arahan pengembangan sektor pertanian kabupaten sumbawa berbasis komoditas unggulan daerah

(1)

ARAHAN PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

KABUPATEN SUMBAWA BERBASIS KOMODITAS

UNGGULAN DAERAH

IWAN SETIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Arahan Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Sumbawa berbasis Komoditas Unggulan Daerah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Iwan Setiawan NRP A156080144


(3)

IWAN SETIAWAN. Developing Agricultural Sector in Sumbawa Regency Based on Local Primary Commodities. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and MUHAMMAD FIRDAUS.

The agricultural sector had been playing an important role in Sumbawa Regency development program. Accelerating process of agricultural development could be done by developing local primary commodities. This research purposes were to determine alternatives and the development strategies of the primary food crop commodities in Sumbawa Regency. Research was carried out by collecting stakeholder’s perception, productivity and economic value of the food crops in Sumbawa Regency and West Nusa Tenggara Province. The analysis methods used were Klassen typology, analytical hierarchy process and spatial analysis. The results showed that local primary food crop commodities were corn (score 0,33), mung beans (score 0,23), soybean (score 0,19), chilli (score 0,16), and sweet potatoes (score 0,09). The development of corn and mung beans were more focussed on marketing accessibility to other regions through cooperation contract to be more guaranteed prices. For soybeans, chilli and sweet potatoes, development could be done by extending the harvest area, use of superior seeds, use of water pumps to overcome the limitations of water, intercropping planting patterns, and develop microfinance institutions in the rural district.

Keywords:regional planning, primary commodity, analytical hierarchy process, spatial analysis


(4)

RINGKASAN

IWAN SETIAWAN. Arahan Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Sumbawa berbasis Komoditas Unggulan Daerah. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan MUHAMMAD FIRDAUS.

Sektor pertanian yang tetap berperan penting dalam pembangunan Kabupaten Sumbawa menjadi titik tolak arah pembangunan ke depan. Hal ini dinyatakan dalam visi Kabupaten Sumbawa sebagai daerah agribisnis berdaya saing menuju masyarakat sejahtera. Untuk itu, diperlukan upaya identifikasi sumberdaya agribisnis yang diunggulkan di daerah. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menentukan alternatif komoditas unggulan tanaman pangan, 2) menentukan prioritas komoditas untuk dikembangkan, 3) memetakan wilayah pengembangan, dan 4) merumuskan arahan strategis pengembangannya.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa tingkat produktivitas dan nilai ekonomi tanaman pangan di Kabupaten Sumbawa dan Nusa Tenggara Barat, serta data primer berupa persepsi berbagai pihak terkait. Metode analisis yang digunakan berupa tipologi Klassen untuk menentukan alternatif komoditas tanaman pangan unggulan di Kabupaten Sumbawa. Penentuan prioritas pengembangan dengan proses hirarki analitik oleh responden pakar yang dipilih secara purposive sampling. Wilayah pengembangan dianalisis secara spasial tematik dengan mempertimbangkan tingkat produksi saat ini. Serta arahan pengembangan dirumuskan secara deskriptif berdasarkan proyeksi konsumsi dan hasil analisis spasial zona agroekologi dengan pola penggunaan lahan yang ada.

Hasil analisis tipologi Klassen menunjukkan bahwa komoditas jagung, kedelai, kacang hijau, ubi jalar, dan cabe rawit merupakan alternatif komoditas unggulan daerah Kabupaten Sumbawa. Indikator keunggulan ditunjukkan oleh estimasi nilai ekonomi dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata daerah acuan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan proses hirarki analitik, urutan prioritas komoditas tersebut dari yang lebih penting sampai kurang penting adalah jagung (skor 0,33), kacang hijau (skor 0,23), kedelai (skor 0,19), cabe rawit (skor 0,16), dan ubi jalar (skor 0,09). Prioritas tersebut dipengaruhi oleh faktor pasar (skor 0,30), modal (skor 0,24), lahan (skor 0,20), nilai tambah (skor 0,18), dan preferensi (skor 0,09).

Tingkat produksi yang ada saat ini memberikan peluang pengusahaan komoditas jagung untuk dikembangkan di Kecamatan Labangka, Plampang, Lunyuk, dan Utan. Kacang hijau di Moyo Hilir, Empang, Lopok, dan Plampang. Komoditas kedelai, cabe rawit, dan ubi jalar berpotensi untuk dikembangkan pada areal yang lebih luas secara lebih intensif. Wilayah yang dapat dijadikan sentra pengembangan kedelai adalah Kecamatan Alas Barat, Alas, Lantung, Buer, Empang, Ropang, Rhee, Lenangguar, Tarano, serta Lunyuk. Wilayah pengembangan cabe rawit meliputi Kecamatan Buer, Batu Lanteh, Plampang, Tarano, dan Labangka. Dan ubi jalar dapat dikembangkan di Kecamatan Labuhan Badas, Batu Lanteh, Sumbawa, dan Buer.

Produksi jagung dan kacang hijau saat ini sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi regional dengan indeks kecukupan masing-masing sebesar 2,58 dan 8,09. Sedangkan kedelai, cabe rawit, dan ubi jalar produksi saat ini masih belum mencukupi secara relatif kebutuhan konsumsi regional Nusa Tenggara Barat dengan indeks kecukupan kurang dari satu (<1). Bila


(5)

diperhatikan secara biogeofisik karakteristik wilayah potensial untuk pengembangan komoditas unggulan tersebut menyebar hampir secara merata di seluruh wilayah kecamatan yang ada. Dengan demikian, pengembangan jagung dan kacang hijau lebih ditekankan pada aksesibilitas pemasaran ke luar daerah melalui kontrak kerjasama agar harga dapat lebih terjamin. Untuk kedelai, cabe rawit, dan ubi jalar, pengembangannya dapat dilakukan dengan meningkatkan intensifikasi berupa penggunaan benih unggul, penggunaan pompa air untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan air, menerapkan pola tanam tumpang sari, dan menumbuhkembangkan lembaga keuangan mikro di pedesaan.

Kata kunci: perencanaan wilayah, komoditas unggulan, proses hirarki analitik, analisis spasial


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

ARAHAN PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

KABUPATEN SUMBAWA BERBASIS KOMODITAS

UNGGULAN DAERAH

IWAN SETIAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

(9)

Judul Tesis : Arahan Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Sumbawa berbasis Komoditas Unggulan Daerah

Nama : Iwan Setiawan

NRP : A156080144

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. Muhammad Firdaus, S.P., M.Si, Ph.D

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(10)

Untuk I

buku yang selalu kurindu… Tenry

Ayahku yang kubangga… Badaruddin Noor


(11)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang maha menentukan dan maha mengetahui segala ilmu. Atas taufik dan karunia-Nya, tesis Arahan Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Sumbawa berbasis Komoditas Unggulan Daerah ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Ilmu Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor.

Arahan, dukungan, dan diskusi membangun dari berbagai pihak memberikan andil dalam menentukan penyelesaian tesis ini, mulai dari penyusunan rencana penelitian hingga menjadi tesis seperti yang ada sekarang. Untuk itu, kepada Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. dan Bapak Muhammad Firdaus, S.P, M.Si., Ph.D penulis sampaikan terima kasih atas segala bentuk bimbingannya. Terima kasih juga kepada Bapak Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S. atas arahan dan perbaikan dalam ujian tesis, serta kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. atas masukan penyempurnaannya. Kepada teman-teman di PWL08, diskusi-diskusi ilmiah yang terjalin selama ini menjadi catatan sejarah tersendiri, terima kasih.

Penulis juga menyampaikan terima kasih atas pastisipasi aktif dari berbagai kalangan atas penyediaan data-data pendukung. Kepada para petani yang telah menyisihkan sebagian waktunya untuk berbincang-bincang tentang pertanian Sumbawa yang penulis pilih sebagai wilayah penelitian. Rekan-rekan kerja di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumbawa, Bappeda, Dinas Pertanian NTB, BPTP NTB, dan BBSDLP Bogor, semoga komunikasi kita tetap terjalin demi pembangunan pertanian ke depan. Kepada keluarga besar Badaruddin Noor dan Asthohar Mastur, terima kasih atas do‟a dan dukungannya. Dan tentu saja kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) atas pembiayaan program ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2010 Iwan Setiawan


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lantung Sepukur Kabupaten Sumbawa pada tanggal 22 Oktober 1976 dari ayah Badaruddin Noor dan ibu Tenry. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sumbawa Besar dan pada tahun yang sama lulus seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri di Universitas Mataram. Penulis memilih program studi Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten dosen pada beberapa mata kuliah praktikum.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumbawa sejak Desember 2002. Sampai dengan saat ini ditempatkan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Program magister di program studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB sejak tahun 2008 ditempuh atas beasiswa pendidikan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I.

PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Perumusan Masalah ... 2

1.3

Tujuan Penelitian ... 6

1.4

Manfaat Penelitian ... 6

II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1

Tinjauan Teoritis ... 7

2.1.1 Penetapan Komoditas Unggulan ... 7

2.1.2 Sistem Usaha Tani ... 8

2.1.3 Permintaan dan Penawaran Komoditas ... 10

2.1.4 Zona Agroekologi (ZAE) ... 11

2.1.5 Perencanaan Wilayah ... 13

2.2

Tinjauan Studi Terdahulu ... 14

2.3

Tinjauan Kebijakan yang Terkait ... 17

III.

METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1

Kerangka Pemikiran ... 18

3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.3

Sumber Data dan Instrumen ... 21

3.4

Metode Analisis Data ... 22

3.4.1 Location Quotient ... 23

3.4.2 Analisis Tipologi Klassen ... 24

3.4.3 Proses Hirarki Analitik (PHA) ... 25

3.4.4 Analisis Spasial ... 26

3.4.5 Proyeksi Konsumsi ... 27


(14)

IV.

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 28

4.1

Letak, Batas, dan Luas Wilayah ... 28

4.2

Topografi ... 30

4.3

Keadaan Iklim dan Cuaca ... 30

4.4

Geologi ... 32

4.5

Jenis Tanah ... 33

4.6

Hidrologi ... 34

4.7

Penggunaan Lahan ... 34

4.8

Prasarana Perhubungan ... 36

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1

Alternatif Komoditas Unggulan Daerah ... 37

5.2

Prioritas Komoditas untuk Dikembangkan ... 42

5.3

Wilayah Pengembangan Komoditas ... 48

5.4

Arahan Strategis Pengembangan ... 54

5.4.1 Tingkat Konsumsi dan Kebutuhan Lahan ... 55

5.4.2 Zona Agroekologi Potensial untuk Tanaman Pangan ... 58

5.4.3 Rumusan Strategi ... 62

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1

Kesimpulan ... 67

6.2

Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Matriks hubungan tujuan penelitian, metode analisis,

data yang diperlukan, sumber data, dan output ... 22 2. Matriks tipologi Klassen penentuan komoditas unggulan

daerah Kabupaten Sumbawa ... 24 3. Luas wilayah Kabupaten Sumbawa dirinci per

kecamatan tahun 2008 ... 29 4. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Sumbawa

Tahun 2004-2008 dirinci perbulan (mm) ... 31 5. Rata-rata Karakteristik cuaca di Kabupaten Sumbawa

tahun 2008 ... 32 6. Keadaan luas lahan berdasarkan potensi wilayah di

Kabupaten Sumbawa tahun 2008 ... 35 7. Nilai LQ produksi tanaman pangan di Kabupaten Sumbawa

Tahun 2004-2007 ... 38 8. Rata-rata produktivitas dan nilai ekonomi komoditas tanaman

pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi NTB

tahun 2004-2007 ... 39 9. Posisi masing-masing komoditas tanaman pangan di

Kabupaten Sumbawa berdasarkan tipologi Klassen ... 40 10. Proyeksi kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Nusa

Tenggara Barat tahun 2025 terhadap komoditas unggulan

Kabupaten Sumbawa ... 55 11. Indeks kecukupan produksi komoditas unggulan daerah

Kabupaten Sumbawa (2008) terhadap kebutuhan konsumsi

NTB (2025) ... 56 12. Kebutuhan lahan di Nusa Tenggara Barat untuk memenuhi

tingkat konsumsi 2025 berbagai komoditas unggulan

Kabupaten Sumbawa ... 57 13. Persentase penggunaan lahan (2008) untuk komoditas

unggulan di Kabupaten Sumbawa terhadap kebutuhan lahan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Laju pertumbuhan PDRB Provinsi NTB ADH konstan 2000

menurut kabupaten/kota 2004-2006 ... 3

2. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Sumbawa menurut lapangan usaha ADH konstan 2000 tahun 2004-2006 ... 3

3. Aliran barang dan jasa dalam suatu sistem usaha tani sederhana .... 9

4. Kerangka pemikiran penelitian ... 20

5. Wilayah administrasi kecamatan di Kabupaten Sumbawa ... 21

6. Hirarki penentuan prioritas komoditas unggulan ... 26

7. Jarak dari ibukota kabupaten ke kota kecamatan dalam Kabupaten Sumbawa tahun 2008 ... 29

8. Keadaan topografi Kabupaten Sumbawa ... 30

9. Skor masing-masing kriteria dalam penentuan prioritas komoditas unggulan daerah ... 44

10. Skor masing-masing alternatif dalam penentuan prioritas komoditas unggulan daerah ... 46

11. Hirarki skor prioritas kriteria dan alternatif penentuan komoditas unggulan daerah Kabupaten Sumbawa ... 47

12. Sebaran produksi jagung di Kabupaten Sumbawa Tahun 2008 ... 49

13. Sebaran produksi kacang hijau di Kabupaten Sumbawa 2008 ... 50

14. Sebaran produksi kedelai di Kabupaten Sumbawa Tahun 2008 ... 51

15. Sebaran produksi cabe rawit di Kabupaten Sumbawa Tahun 2008 .. 52

16. Sebaran produksi ubi jalar di Kabupaten Sumbawa Tahun 2008 ... 53

17. Sebaran zona agroekologi di Kabupaten Sumbawa ... 59

18. Sebaran zona potensial pengembangan komoditas unggulan daerah Kabupaten Sumbawa ... 60

19. Pola penggunaan lahan di Kabupaten Sumbawa berdasarkan citra Landsat tahun 2006 ... 61

20. Arahan wilayah pengembangan komoditas unggulan daerah Kabupaten Sumbawa ... 66


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rata-rata produksi komoditas pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan data tahun 2004-2007

2. Rata-rata luas panen komoditas pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan data tahun 2004-2007

3. Rata-rata produktivitas komoditas pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan data tahun 2004-2007

4. Rata-rata nilai ekonomi komoditas pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan data tahun 2004-2007

5. Daftar identitas responden expert dalam analisis AHP

6. Sintesis detil prioritas pada level kriteria dan alternatif dalam analisis AHP 7. Proyeksi penduduk Nusa Tenggara Barat menurut kelompok umur tahun

2009-2025 (x1000)

8. Zona agroekologi dan zonasi alternatif pengembangan pertanian dan kehutanan di Kabupaten Sumbawa

9. Luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi jagung di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan tahun 2008

10. Luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi kacang hijau di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan tahun 2008

11. Luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi kedelai di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan tahun 2008

12. Luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi cabe rawit di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan tahun 2008

13. Luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan tahun 2008


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan Timur Indonesia (KTI) dewasa ini terus mendapat prioritas pengembangan dan pembangunan termasuk dalam sektor pertanian, karena wilayah tersebut mempunyai cadangan sumber daya lahan yang cukup luas. Prioritas pengembangan tersebut terkait dengan upaya mengejar ketertinggalan kawasan timur terhadap kawasan barat Indonesia. Sejalan dengan diterapkannya sistem otonomi daerah, setiap daerah berlomba-lomba untuk dapat mengangkat potensi spesifik lokasi agar memiliki daya saing dengan daerah lainnya. Otonomi daerah juga memberikan pengaruh terhadap kompleksitas perencanaan dan pengendalian pembangunan sebagai akibat dinamika kehidupan masyarakat.

Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki cadangan sumber daya lahan cukup luas. Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumbawa menyebutkan bahwa luas lahan pertanian sekitar 2.880,33 km2 dari keseluruhan luas wilayah 6.643,98 km2. Sampai dengan saat ini, sektor pertanian di Kabupaten Sumbawa masih berperan besar dalam menentukan keberhasilan pembangunan daerah. Data BPS Sumbawa (2008) menunjukkan bahwa pada tahun 2007 produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Sumbawa masih disumbangkan sebesar 42,69 persen dari sektor pertanian. Peranan sektor ini ditunjang oleh subsektor tanaman pangan yang menyumbang sebesar 26,68 persen. Untuk itu, sektor pertanian perlu mendapat perhatian khusus dengan berbagai kebijakan pembangunan yang didukung oleh ketersediaan informasi yang akurat tentang potensi wilayah yang dimiliki.

Salah satu langkah inventarisasi potensi wilayah adalah dengan menginventarisasi produk-produk (komoditas) potensial, andalan, dan unggulan daerah. Komoditas unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan komoditas, menciptakan nilai tambah, memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya, serta mampu menangkal produk sejenis di pasaran.


(19)

Dalam mengembangkan komoditas-komoditas unggulan tersebut juga perlu diketahui potensi dan karakteristik lahan. Lahan mempunyai kemampuan beragam dari segi biofisik, ditentukan oleh karakter bentuk permukaan, kemiringan, ketinggian tempat, serta sifat tanah seperti tekstur, struktur, tingkat kemasaman, dan sifat kimia tanah lainnya. Produktivitas suatu komoditas sangat ditentukan oleh karakteristik lahan tersebut sebagai tempat tumbuh dan berkembang, dan setiap komoditas mempunyai persyaratan tumbuh yang berbeda.

Syafruddin et al. (2004) mengemukakan bahwa untuk membangun sektor pertanian yang kuat, berproduksi tinggi, efisien, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan perlu dilakukan penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan di setiap wilayah pengembangan disertai kebijakan pemerintah daerah yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang arahan pengembangan komoditas unggulan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan pembangunan Kabupaten Sumbawa ke depan.

1.2 Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi wilayah di Nusa Tenggara Barat terus mengalami peningkatan. Namun demikian, pertumbuhan tersebut tidak serta merta mengurangi ketimpangan pembangunan (disparitas) yang terjadi di dalam wilayah tersebut. BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat (2008) menyebutkan bahwa pada tahun 2006, laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Sumbawa hanya sebesar 4,68 persen dan berada di bawah rata-rata laju pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 4,93 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Sumbawa masih kurang mampu bersaing dengan wilayah-wilayah lain yang ada di Nusa Tenggara Barat. Wilayah yang paling dekat adalah Kabupaten Sumbawa Barat yang merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sumbawa sejak tahun 2003, laju pertumbuhan PDRBnya mencapai 6,99 persen jauh di atas Kabupaten Sumbawa. Persentase laju pertumbuhan PDRB masing-masing kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat tahun 2004 sampai dengan 2006 disajikan dalam Gambar 1.


(20)

Gambar 1 Laju pertumbuhan PDRB Provinsi NTB ADH Konstan 2000 menurut kabupaten/kota 2004-2006.

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Sumbawa sampai dengan saat ini masih disumbang secara signifikan oleh sektor pertanian (Gambar 2). BPS Kabupaten Sumbawa (2007) menyebutkan bahwa sampai dengan tahun 2006, sektor pertanian masih menyumbang sebesar 43,51 persen terhadap PDRB Kabupaten Sumbawa. Sektor pendukung PDRB selanjutnya adalah perdagangan, hotel, dan restoran yang relatif menunjukkan peningkatan setiap tahun, namun masih jauh di bawah sektor pertanian.

Gambar 2 Distribusi persentase PDRB Kabupaten Sumbawa menurut lapangan usaha ADH Konstan 2000 tahun 2004-2006. 0 2 4 6 8 10 12 Per sen (% ) 2004 2005 2006 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2004 2005 2006

Per sen (% ) Tahun Pertanian

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas, an Air Bersih Bangunan

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan


(21)

Sektor pertanian yang masih berperan penting tersebut menjadi titik tolak arah pembangunan Kabupaten Sumbawa. Hal ini dinyatakan dalam visi pembangunan Kabupaten Sumbawa 2005-2025 yang terangkum dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) yaitu Terwujudnya Kabupaten Sumbawa sebagai Daerah Agribisnis Berdaya Saing Menuju Masyarakat Sejahtera. Daerah agribisnis adalah daerah yang kegiatan utama masyarakat berbasis pada bisnis sumberdaya pertanian (dalam arti luas) meliputi kegiatan budidaya, pascapanen, proses pengolahan dan pemasaran. Daerah agribisnis yang dituju oleh Kabupaten Sumbawa merupakan proses transformasi kehidupan masyarakat dari proses produksi untuk pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten) ke arah peningkatan produksi dan nilai tambah yang berorientasi pasar (market oriented). Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada skala mikro perusahaan. Daya saing dalam konteks perekonomian daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional

Pencapaian visi tersebut memerlukan tahapan-tahapan pembangunan dan skala prioritas yang menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM). Pada tahap pertama (2006-2010), untuk menyiapkan landasan bagi pembangunan daerah agribisnis yang berdaya saing diprioritaskan pada ekplorasi, inventarisasi, dan identifikasi sumberdaya agribisnis yang dapat diunggulkan serta penyiapan sarana prasarana budidaya dan pasca panen.

Identifikasi sumberdaya agribisnis yang dapat diunggulkan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Salah satunya adalah permintaan pasar. Permintaan pasar bukanlah sesuatu yang tetap tetapi lebih bersifat dinamis yang dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk, preferensi masyarakat, dan peningkatan pendapatan atau kesejahteraan. Sementara satuan lahan yang sesuai untuk komoditas tersebut bisa dikatakan tetap atau bahkan semakin menurun dengan perkembangan aktifitas perekonomian lainnya. Peningkatan permintaan pasar seringkali menimbulkan konflik pemanfaatan lahan. Komoditas tradable yang diusahakan di lahan tersebut belum tentu sesuai dengan karakteristik lahan. Untuk itu inovasi-inovasi teknologi dan alternatif pengelolaan perlu terus dikembangkan. Karena pertanian berkelanjutan akan terwujud apabila sumberdaya lahan yang ada dipergunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengelolaan yang sesuai.


(22)

Pengusahaan komoditas dibatasi oleh karakteristik lahan, bahwa setiap komoditas pertanian hanya akan mampu berproduksi optimal pada lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh (crop recuirement) sehingga hanya memerlukan input yang relatif rendah untuk berproduksi. Lahan sebagai satuan input dasar pengembangan sektor pertanian mempunyai kondisi cukup beragam di masing-masing daerah, dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah, terrain/topografi, dan hidrologi. Keragaman kondisi ini sangat berpengaruh terhadap potensi lahan dan jenis penggunaan lahan yang dapat dikembangkan atau diusahakan. Karakteristik potensial suatu lahan untuk pengembangan komoditas dikenal dengan zona agroekologi (ZAE) yaitu unit-unit lahan yang dibagi berdasarkan kemiripan sifat tanah, iklim, dan terrain/topografi.

Dengan memperhatikan bahwa suatu wilayah mungkin hanya sesuai untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain atau tidak selalu suatu komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah, maka diperlukan pewilayahan masing-masing komoditas yang potensial untuk diusahakan. Perencanaan wilayah dalam bentuk dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sumbawa harus mempertimbangkan kondisi tersebut. Deliniasi kawasan kegiatan ekonomi sektor pertanian dalam RTRW yang ada saat ini dipandang belum mempertimbangkan kondisi biofisik dan agroklimat serta sosial ekonomi wilayah yang bersangkutan.

Pengembangan sektor pertanian Kabupaten Sumbawa menuju daerah agribisnis harus diutamakan pada komoditas-komoditas unggulan daerah yaitu komoditas yang mampu memberikan hasil yang optimal dan nilai tambah yang besar dengan tetap mempertahankan kemampuan lahan demi pencapaian tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat seutuhnya. Dan sektor pertanian tanaman pangan merupakan bagian penting yang tidak dapat ditinggalkan dalam pembangunan terkait dengan hajat hidup manusia yang tetap memerlukan pangan. Pangan adalah kebutuhan dasar manusia, karena itu mengkonsumsi pangan merupakan suatu keharusan siapa pun dan apa pun status seseorang. Bagi manusia makan dan minum adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Manusia memang tidak hanya hidup dari pangan, namun manusia tidak bisa selamanya hidup tanpa pangan, meskipun pada situasi dan kondisi tertentu manusia bisa menahan lapar dan haus yang dialaminya.

Identifikasi sumberdaya agribisnis yang dapat diunggulkan memunculkan beberapa permasalahan yang mendasari penelitian ini, berupa:


(23)

1. Jenis komoditas apa saja yang dapat menjadi unggulan daerah Kabupaten Sumbawa?

2. Komoditas manakah yang menjadi prioritas untuk dikembangkan?

3. Wilayah mana saja yang dapat menjadi sentra pengembangan komoditas tersebut?

4. Langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dengan memanfaatkan komoditas unggulan tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menentukan alternatif komoditas unggulan daerah Kabupaten Sumbawa sektor pertanian tanaman pangan.

2. Menentukan prioritas komoditas unggulan daerah untuk dikembangkan. 3. Memetakan wilayah pengembangan komoditas unggulan daerah.

4. Merumuskan arahan strategis pengembangan komoditas unggulan daerah.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan tersebut maka hasil penelitian yang akan didapatkan, diharapkan bermanfaat bagi para pengambil kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa sebagai rujukan dalam menentukan rencana program peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pertanian tanaman pangan, sedangkan bagi masyarakat/petani maupun investor dapat menjadi rujukan komoditas apa yang layak untuk diusahakan.


(24)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Penetapan Komoditas Unggulan

Pengembangan suatu komoditas di daerah yang sesuai dengan kondisi lahan dan berskala luas dapat meningkatkan efisiensi usaha tani, menjaga kelestarian sumberdaya lahan dan meningkatkan aktivitas perdagangan antar pulau dan daerah sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Agar hal ini dapat berjalan dengan baik diperlukan penetapan kawasan pengembangan dan komoditas unggulan yang didukung oleh ketersediaan data dan informasi kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani.

Konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah tertentu. Pengertian tersebut lebih dekat dengan pengertian locational advantages. Sedangkan dilihat dari sisi permintaan, komoditas unggulan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Dengan pengertian tersebut maka komoditas unggulan bersifat dinamis baik dilihat dari sisi penawaran karena adanya perubahan teknologi maupun dilihat dari sisi permintaan karena adanya pergeseran permintaan konsumen (Syafa‟at dan Priyatno 2000).

Dalam laporan akhir Kajian Peluang Perencanaan Investasi Pertanian Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian bekerjasama dengan SUCOFINDO melaporkan bahwa, berdasarkan hasil survey yang dilakukan dengan melakukan diskusi dan konfirmasi dengan instansi terkait, diperoleh beberapa faktor yang dijadikan dasar dalam penentuan komoditas unggulan diantaranya adalah: (1) kesesuaian lahan, (2) historikal budaya masyarakat, (3) ketersediaan lahan pengembangan, (4) keunggulan teknis yang dimiliki oleh masing‐masing komoditas dimaksud, dan (5) belum adanya investor untuk komoditas dimaksud. Selain faktor tersebut di atas penentuan komoditas unggulan juga didasarkan pada kriteria:


(25)

a. Kandungan lokal yang cukup menonjol dan inovatif

b. Mempunyai daya saing tinggi di pasaran baik ciri, kualitas, harga yang kompetitif, dan jangkauan pemasaran

c. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat)

d. Mempunyai jaminan kandungan bahan baku lokal yang cukup banyak, stabil dan berkelanjutan

e. Difokuskan pada komoditas yang mempunyai nilai tambah tinggi baik kemasan maupun pengolahannya

f. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM, dan

g. Ramah lingkungan serta tidak merusak budaya setempat.

Siahaan (2003) dalam tesisnya mengemukakan bahwa kriteria yang berpengaruh dalam penentuan produk unggulan adalah:

1. Harga, terdiri atas: a) harga bahan baku, b) harga mesin/investasi, c) harga jual

2. Perspektif pasar, terdiri atas: a) distribusi pemasaran, b) persaingan, c) mutu produk

3. Sifat bahan baku, terdiri atas: a) kontinuitas, b) dapat menjadi bahan dasar bagi banyak produk, c) tingkat teknologi olahan yang diperlukan

2.1.2 Sistem Usaha Tani

Usaha tani tidak terlepas dari budaya dan sejarah. Peluang dan hambatan ekologis dan geografis dalam zona agroekologi tercermin dalam budaya setempat. Hal ini kemudian tercermin dalam pertanian setempat yang merupakan hasil dari suatu proses interaksi antara manusia dan sumberdaya yang dimiliki. Nilai-nilai masyarakat pedesaan, pengetahuan, keterampilan, teknologi, dan institusi sangat mempengaruhi jenis budaya pertanian yang telah dan terus berkembang. Istilah „sistem pertanian‟ mengacu pada suatu susunan khusus dari kegiatan usaha tani (misalnya budidaya tanaman, peternakan, pengolahan hasil pertanian) yang dikelola berdasarkan kemampuan lingkungan fisik, biologis, dan sosioekonomis serta sesuai dengan tujuan, kemampuan, dan sumberdaya yang dimiliki petani (Shaner et al 1982 dalam Reijntjes et al. 2006).


(26)

Sistem usaha tani merupakan sistem yang terbuka: berbagai input (unsur hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar, dan sebagian output meninggalkan sistemnya, misalnya dijual. Model yang sangat sederhana ditunjukkan pada Gambar 3, membantu menjelaskan konsep input dan output (Reijntjes et al. 2006).

Konsep sistem agribisnis dewasa ini dimunculkan untuk mengubah paradigma petani bahwa petani bukanlah hanya sebagai pekerja tani atau pengusaha usahatani, tetapi harus dapat bertindak sebagai pengelola atau “manajer perusahaan agribisnis,” yang berkedudukan setara dengan perusahaan agribisnis lainnya yang berada di subsistem agribisnis hulu maupun di subsistem agribisnis hilir. Petani seharusnya senantiasa berorientasi kepada kebutuhan pasar, bersama-sama perusahaan agribisnis lainnya bersinergi untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kebersamaan dan saling ketergantungan antar perusahaan agribisnis dalam menghasilkan produk yang berkualitas sesuai permintaan pasar itulah disebut dengan “sistem agribisnis”. Makna secara harfiah agribisnis adalah kegiatan bertani yang sudah dipandang sebagai sebuah kegiatan bisnis, tidak lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri (Syahyuti 2006)

Sistem agribisnis terdiri dari lima subsistem, yaitu: 1) agribisnis hulu ( up-stream agribusiness) berupa ragam kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi pertanian, 2) pertanian primer atau disebut subsistem budidaya ( on-farm agribusiness), 3) agribisnis hilir (down-stream agribusiness) atau subsistem

Masyarakat/Pasar

Input luar Hasil (dijual/

ditukar)

Konsumsi Input

rumah tangga dalam

Sumberdaya usaha tani

Gambar 3 Aliran barang dan jasa dalam suatu sistem usaha tani sederhana. Kerugian Input alami

Batas sistem usaha tani


(27)

pengolahan, adakalanya disebut dengan agroindustri, 4) subsistem perdagangan atau tata niaga hasil, dan 5) subsistem jasa pendukung berupa kegiatan penelitian, penyediaan kredit, sistem transportasi, pendidikan dan penyuluhan, serta kebijakan makro (Syahyuti 2006).

Premis dasar paradigma agribisnis adalah usaha pertanian haruslah bersifat profit oriented. Dengan demikian, pasar berperan besar dalam menentukan keberhasilan agribisnis. Berbicara tentang pasar, dalam era globalisasi dan perdagangan bebas tentunya produk yang akan dipasarkan perlu mempunyai daya saing tinggi, dan perlu mempunyai keunggulan kompetitif. Sehubungan dengan hal tersebut, konsep keunggulan kompetitif merupakan konsep yang menekankan pada kedinamikaan pelaku ekonomi dalam menembus pasar melalui inovasi dan pengembangan proses kreativitas lainnya. Melalui proses tersebut, hal-hal yang ketinggalan zaman harus segera diganti dengan hal-hal baru yang lebih baik, lebih murah, lebih disukai dan lebih bermanfaat (Siahaan 2003).

2.1.3 Permintaan dan Penawaran Komoditas

Permintaan (demand) merupakan keinginan dan kebutuhan pembeli atau konsumen terhadap suatu produk dalam jumlah tertentu pada berbagai tingkat selama periode tertentu. Secara spesifik, permintaan komoditas pertanian merupakan keseluruhan atau banyaknya jumlah komoditas pertanian yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pembeli berdasarkan harga yang sudah ditentukan oleh produsen. Hukum dasar permintaan mengindikasikan bahwa bila harga suatu komoditas naik dan faktor lain tetap maka jumlah komoditas yang diminta akan berkurang, begitu juga sebaliknya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas pertanian dapat dirumuskan secara matematis dan sederhana sebagai berikut (Rahim dan Hastuti 2008):

D = f (Px, Py, I, T, N, Q, EsP) Dimana:

D : Permintaan akan komoditas (produk) Px : Harga komoditas itu sendiri

Py : Harga komoditas lain (substitusi dan komplementer) I : Pendapatan


(28)

N : Jumlah penduduk Q : Kualitas komoditas

EsP : Perkiraan harga di masa mendatang

Penawaran dalam pertanian merupakan banyaknya komoditas pertanian yang disediakan atau ditawarkan oleh berbagai produsen di suatu daerah. Hubungan antara harga dengan jumlah yang ditawarkan atau sering disebut hukum penawaran, menyebutkan bahwa makin tinggi harga suatu barang semakin banyak pula jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh produsen. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dirumuskan secara matematis sebagai berikut (Rahim dan Hastuti 2008):

S = f (Pi, Ppl, T, Nlp, Hpro) dimana:

S : Penawaran akan komoditas pertanian Pi : Harga input

Ppl : Harga komoditas lain T : Teknologi

Nlp : Jumlah lembaga pemasaran

Hpro : Harapan produsen terhadap harga komoditas di masa datang

2.1.4 Zona Agroekologi (ZAE)

Zona Agroekologi (ZAE) merupakan salah satu cara dalam menata penggunaan lahan melalui pengelompokan wilayah berdasarkan kesamaan sifat dan kondisi wilayah. Pengelompokan bertujuan untuk menetapkan area pertanaman dan komoditas potensial, berskala ekonomi, dan tertata dengan baik agar diperoleh sistem usaha tani yang berkelanjutan. Komponen utama dalam penetapan ZAE adalah kondisi biofisik lahan (kelerengan, kedalaman tanah, dan elevasi), iklim (curah hujan, kelembaban, dan suhu), dan persayaratan tumbuh tanaman agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimum (Syafruddin et al. 2004). Agroekologi didefinisikan sebagai penerapan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ekologi dalam membentuk dan mengatur agroekosistem yang berkelanjutan (Gliessman 2004). Secara spesifik dikatakan bahwa agroekologi menggambarkan interaksi diantara tanaman, hewan, manusia, dan lingkungan dalam suatu sistem pertanian (Dalgaard et al. 2003).


(29)

Dengan demikian, dalam pengembangan pertanian diperlukan suatu strategi yang didasarkan pada kemampuan lahan (carrying capacity) suatu wilayah untuk mewujudkan pertumbuhan (growth), keseimbangan (equity), dan berkelanjutan (sustainability). Fauzi (2006) menjelaskan bahwa pengukuran carrying capacity didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan/aktifitas dan pertumbuhan yang terus menerus akan menimbulkan kompetisi terhadap ruang sampai daya dukung lingkungan tidak mampu lagi mendukung pertumbuhan. Kondisi tersebut mengharuskan adanya sistem pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam (Reijntjes et al. 2006). Sistem pertanian berkelanjutan harus mengatur atau meningkatkan produktivitas biologis dan ekonomis. Produktivitas biologis dibutuhkan untuk pemenuhan konsumsi pangan individu dan masyarakat di sekitarnya. Sedangkan produktivitas ekonomis dibutuhkan untuk peningkatan pendapatan petani (Edwards et al. 1993).

Melalui pendekatan zona agroekologi, pemanfaatan potensi lahan dapat diidentifikasi dengan cepat dan lebih tepat. Dengan dikelompokkannya variasi lahan ke dalam satuan-satuan unit lahan berdasarkan keadaan lahan, hidrologi, dan iklim, maka hasil inventarisasi sumberdaya lahan akan lebih mudah dipahami oleh pengguna. Dengan demikian, informasi ZAE juga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menilai sumberdaya lahan sebagai dasar untuk perencanaan penggunaan lahan, perencanaan pengembangan pertanian atau manajemen sumberdaya lahan lainnya.

Penyusunan keragaan zona agroekologi mengacu pada konsep sistem pakar (Expert System), yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Prinsip metode didasarkan pada pendekatan pencocokan (matching) antara karakteristik iklim dan sumberdaya lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Menurut sistem pakar pembagian zonasi agroekologi dibedakan berdasarkan perbedaan rejim iklim dan relief (kisaran lereng). Rejim iklim yang digunakan ialah rejim kelembaban dan suhu (Rumayar et al. 2005).


(30)

2.1.5 Perencanaan Wilayah

Secara historis kegagalan program-program pembangunan dalam mencapai tujuannya seringkali bukan semata-mata kegagalan dalam program atau pelaksanaannya, tetapi ada sumbangan “kesalahan” karena berkembangnya kepercayaan terhadap kebenaran teori-teori atau konsep-konsep pembangunan yang melandasinya (Rustiadi et al. 2009). Dalam bahasa sehari-hari biasa disebut dengan pergeseran paradigma atau lahirnya paradigma baru. Biasanya perubahan paradigma ini dilakukan untuk menampilkan wajah baru untuk menggantikan atau menghilangkan kesan negatif atas kekurangan yang ada di masa lampau. Paradigma baru perencanaan wilayah adalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainability). Menurut Komisi Brundtland (Fauzi 2006) menyatakan bahwa, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Salah satu peran perencanaan adalah sebagai arahan bagi proses pembangunan untuk berjalan menuju tujuan yang ingin dicapai disamping sebagai tolak ukur keberhasilan proses pembangunan yang dilakukan. Definisi perencanaan adalah upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut (Widodo 2006). Sedangkan perencanaan wilayah menurut Tarigan (2008) adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan.

Perencanaan pengembangan wilayah secara umum ditunjang oleh empat pilar pokok (Rustiadi et al. 2009), yaitu: 1) Inventarisasi, klasifikasi, dan evaluasi sumberdaya, 2) Aspek ekonomi, 3) Aspek kelembagaan (institusional), dan 4) Aspek lokasi/spasial. Sumberdaya selalu memiliki sifat langka dan nilai guna yang tidak merata. Sehingga pengalokasian sumberdaya harus dimanfaatkan secara efisien dan efektif yang diatur secara kelembagaan dengan tetap memperhatikan aspek tata ruang.


(31)

Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi spatial suatu daerah akan mampu mengembangkan harmonisasi fungsi ruang secara berkelanjutan, penataan ruang juga diharapkan dapat menjadi landasan koordinasi pembangunan, yang mengedepankan kepentingan wilayah atau kawasan yang lebih luas melalui pelaksanaan prinsip-prinsip sinergi pembangunan dan pemanfaatan bersama (complementary benefit). Melalui sinergi antar wilayah, antar sektor, dan antar pelaku, nantinya diharapkan dapat memberikan hasil-hasil yang efektif bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungannya (Riyadi dan Bratakusumah 2004).

Kebijakan pembangunan selalu dihadapkan pada pilihan pendekatan pembangunan yang terbaik. Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi yaitu demand side strategy dan supply side strategy (Rustiadi et al. 2009). Demand side strategy diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal untuk meningkatkan taraf hidup penduduk. Sedangkan supply side strategy diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi ke luar yang diproses dari sumberdaya alam lokal yang akan menjadi daya tarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah tersebut.

Selanjutnya konsep pengembangan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip: (1) berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi.

2.2 Tinjauan studi terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Nurwahidah (2004), selama kurun waktu 1997–2002 sektor pertanian di Kabupaten Sumbawa masih memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB. Analisis LQ menunjukkan sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan sektor basis di Kabupaten Sumbawa. Sedangkan hasil analisis Klassen typology menunjukkan Kabupaten Sumbawa termasuk daerah maju tapi tertekan.

Sebagai upaya pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa agar dapat lebih maju, maka sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor basis


(32)

tersebut perlu terus dikembangkan. Untuk itu, perlu ditetapkan komoditas pertanian yang dapat menjadi unggulan untuk dikembangkan dalam berbagai bentuk kebijakan program. Penetapan komoditas unggulan dapat dilakukan dengan berbagai metode analisis.

Pendekatan secara biofisik dapat dilakukan dalam menetapkan komoditas unggulan, yaitu pendekatan pedo-agroklimat atau zona agroekologi. Djaenuddin et al. (2002) dalam penelitiannya di Kawasan Timur Indonesia (KTI) memberikan arahan pewilayahan komoditas pertanian secara biofisik di Nusa Tenggara Barat ke dalam komoditas unggulan utama yaitu: tembakau, jagung, kedelai, dan pisang, serta komoditas unggulan pendukung/alternatif yaitu: padi sawah, padi gogo, srikaya, sayuran dan umbi-umbian dataran tinggi, bawang merah, dan bawang putih. Penelitian lebih spesifik dilakukan oleh Suparto et al. (2006) di Kecamatan Buer Kabupaten Sumbawa untuk mendukung prima tani. Komoditas yang disarankan adalah kedelai, kacang hijau, padi gogo, dan jagung.

Secara nasional penentuan komoditas unggulan diaplikasi dengan metode Location Quotient (LQ) seperti yang dikemukakan oleh Hendayana (2003). Namun metode LQ memiliki beberapa keterbatasan seperti hambatan dalam akurasi data yang dikumpulkan di lapangan dan kesulitan deliniasi wilayah kajian sehingga hasil LQ terkadang aneh, misalnya suatu wilayah yang diduga memiliki keunggulan di sektor nonpangan namun hasil LQ dapat menunjukkan keunggulan sektor pangan. Variabel yang dipakai dalam penelitian tersebut adalah luas areal panen yang dipandang dapat memenuhi kriteria unggul dari sisi penawaran. Hasil analisis LQ tersebut menunjukkan bahwa komoditas unggulan Nusa Tenggara Barat adalah padi sawah, kedele, kacang hijau, kacang tanah, cabe, bawang merah, mangga, dan pisang.

Metode analisis yang lain adalah model Input – Output seperti yang dilakukan oleh Syafa‟at dan Priyatno (2000). Metode ini lebih menekankan pada penetapan komoditas unggulan dari sisi demand, hasil analisis disajikan dalam matriks komoditas berdasarkan pengganda permintaan akhir terhadap nilai tambah dan tenaga kerja di Sulawesi tahun 1995. Kuadran I dengan nilai tambah tinggi dan tenaga kerja tinggi adalah komoditas padi dan jagung. Kuadran II dengan nilai tambah tinggi dan tenaga kerja rendah adalah komoditas kentang, kedele, ubi kayu, hortikultura dan pangan lainnya. Kuadran III dengan nilai tambah rendah dan tenaga kerja tinggi adalah komoditas jeruk, bawang merah,


(33)

bawang putih, dan umbi-umbian lainnya. Sedangkan kuadran IV dengan nilai tambah rendah dan tenaga kerja rendah adalah komoditas perkebunan.

Kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dalam matriks komoditas yang disajikan ke dalam bentuk kuadran dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen. Dengan analisis Tipologi Klassen, keunggulan dari sisi penawaran (supply) maupun sisi permintaan (demand) dapat digabungkan secara simultan. Berbagai komoditas unggulan yang dihasilkan dari analisis tersebut belum tentu sepenuhnya sesuai dengan preferensi masyarakat. Sementara produktivitas komoditas tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat kesukaan atau preferensi berbagai pihak terkait. Preferensi terkait dengan pengambilan keputusan atau skala prioritas dari berbagai alternatif komoditas yang ada. Metode yang banyak dikembangkan saat ini dalam pengambilan keputusan adalah the analythic hierarchy process (AHP).

Oddershede et al. (2007) menggunakan the analythic hierarchy process untuk mendukung kebijakan pengembangan masyarakat pedesaan di Chile. Hal ini dilakukan karena melihat bahwa ada inconsistency (ketidaktepatan) antara apa yang diinginkan oleh masyarakat, program yang ditawarkan, dan tujuan yang ada. AHP yang disusun dalam penelitian tersebut mengangkat tujuan umum mengembangkan pembangunan daerah. Pada level 0 diletakkan sasaran umum yaitu pembangunan daerah, pada level 1 berisikan sektor-sektor yang berkontribusi dalam pembangunan daerah, pada level 2 terdiri dari aspek-aspek yang berpengaruh nyata terhadap sektor-sektor tersebut, dan pada level 3 terdiri dari alternatif-alternatif kegiatan pembangunan yang memungkinkan untuk memacu pertumbuhan aspek-aspek pada level sebelumnya. Hasilnya menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan prioritas dengan pendidikan sebagai aspek yang paling mendukung sektor tersebut.

Berbagai contoh penggunaan AHP dalam sektor pertanian di negara berkembang juga dikemukan oleh Alphonce (1997). Misalnya dalam memutuskan bagian lahan yang akan dialokasikan untuk tanaman jagung, padi, dan ketela. Kriteria yang berpengaruh adalah biaya produksi, resiko kerusakan, kesukaan, dan ketersediaan di pasaran saat surplus. Berdasarkan studi dan metode tersebut, maka penelitian ini mensintesa faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam penentuan prioritas komoditas yang diusahakan.


(34)

2.3 Tinjauan kebijakan yang terkait

Pemerintah Kabupaten Sumbawa melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan sampai dengan akhir tahun 2008 masih tetap memprioritaskan peningkatan produksi pertanian pada peningkatan/pemantapan produksi padi/beras, palawija (kedele, jagung, kacang hijau, ubi kayu) dan pengembangan hortikultura terutama tanaman sayuran dan buah-buahan. Kegiatan lain yang menjadi skala prioritas adalah pembangunan sarana dan prasarana penunjang meliputi pembangunan check dam, jaringan irigasi, dan jalan usaha tani serta pengembangan alat dan mesin pertanian untuk mempercepat pengolahan lahan pertanian (Diperta 2009).

Saat ini telah dikembangkan kawasan Agropolitan Alasutan di bagian barat Kabupaten Sumbawa yang meliputi Kecamatan Alas Barat, Alas, Buer, utan, dan Rhee. Agropolitan Alasutan merupakan kebijakan program Provinsi Nusa Tenggara Barat dan pemerintah Kabupaten Sumbawa masih sebatas pendukung program. Kawasan ini terdiri dari 15 subkawasan unggulan dengan komoditas unggulan masing-masing seperti sapi, kelapa, rambutan, srikaya, pisang, anggur, jambu mete, mangrove, dan ikan. Namun perkembangannya sampai dengan saat ini belum menunjukkan kemajuan yang nyata.

Sementara itu, untuk mendukung keberhasilan pembangunan pertanian ke depan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumbawa melaksanakan lima program utama (Diperta, 2009) yaitu: 1) Peningkatan kesejahteraan petani, 2) Peningkatan ketahanan pangan, 3) Peningkatan pemasaran hasil, 4) Peningkatan penerapan teknologi pertanian, dan 5) peningkatan produksi pertanian


(35)

3.1 Kerangka Pemikiran

Sasaran akhir pembangunan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun upaya meningkatkan pendapatan tersebut menghadapi berbagai kendala baik secara teknis, alamiah, sumber daya, maupun sosial budaya. Kendala-kendala tersebut dapat dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal dilihat dari sisi penawaran (supply) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa besar suatu komoditas mampu dihasilkan dalam satuan wilayah. Faktor tersebut berupa agroklimat seperti iklim, tanah, dan hidrologi serta kemampuan petani itu sendiri dalam mengelola usaha taninya. Faktor ekternal dilihat dari sisi permintaan (demand) yaitu faktor-fakor yang mempengaruhi jumlah yang diperlukan atau diapresiasi dalam kebutuhan penduduk. Faktor tersebut dapat berupa adanya pasar dan stimulus kebijakan dari pemerintah. Kedua faktor tersebut berperan dalam menentukan tingkat keunggulan suatu komoditas. Faktor internal menentukan keunggulan komparatif sedangkan keunggulan kompetitif ditentukan oleh faktor ekternal.

Penentuan komoditas unggulan biasanya dilalukan dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Analisis LQ dapat mengukur tingkat konsentrasi suatu komoditas bila dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Analisis yang lain adalah Tipologi Klassen. Analisis ini menggunakan matriks perbandingan dari faktor yang berpengaruh. Keunggulan komparatif dapat dinyatakan dengan keberlimpahan sumberdaya untuk mendukung produksi dalam satuan wilayah yang dikenal dengan produktifitas. Sedangkan keunggulan kompetitif berupa estimasi nilai ekonomi suatu komoditas yang diapresiasi secara teknis oleh pasar. Keunggulan tersebut diperbandingkan dan diletakkan dalam empat kuadran, setiap kuadran merupakan interaksi suatu komoditas di suatu daerah (Kabupaten Sumbawa sebagai daerah penelitian) terhadap daerah acuan pasar yang lebih tinggi (Provinsi Nusa Tenggara Barat).

Kendala-kendala dalam pengembangan komoditas unggulan menjadi indikator atau kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan prioritas komoditas apa yang harus diusahakan. Kriteria-kriteria tersebut berupa kesesuaian lahan, peluang nilai tambah, permintaan pasar, kebutuhan modal, maupun preferensi petani. Dengan menggunanakan proses hirarki analisis


(36)

(PHA), berbagai kriteria tersebut diberikan pertimbangan tingkat prioritasnya terhadap suatu tujuan yang diinginkan. Langkah yang dilakukan adalah membangun hirarki pada beberapa level, yaitu:

 Level 0 merupakan tujuan secara umum yaitu menentukan prioritas komoditas unggulan.

 Level 1 merupakan kriteria-kriteria yang mempengaruhi penentuan prioritas, berupa lahan, nilai tambah, pasar, modal, dan preferensi.

 Level 2 merupakan sekumpulan alternatif komoditas unggulan yang telah ditetapkan melalui analisis tipologi Klassen.

Terkait dengan pangan sebagai kebutuhan dasar manusia, maka tingkat konsumsi di daerah acuan merupakan salah satu rujukan dalam pengusahaan suatu komoditas. Tingkat konsumsi komoditas secara langsung digunakan sebagai estimasi tingkat permintaan pasar. Dalam penelitian ini, permintaan pasar di luar konsumsi langsung tidak diperhitungkan. Tingkat konsumsi mengacu pada proyeksi kebutuhan pangan penduduk Nusa Tenggara Barat pada tahun 2025 sebagai masa akhir rencana pembangunan jangka panjang (RPJP). Untuk melihat kemampuan wilayah dalam memenuhi kebutuhan tersebut maka tingkat konsumsi dibandingkan dengan kemampuan produksi saat ini.

Di sisi lain, produktivitas komoditas ditentukan oleh karakteristik yang terdapat pada lahan. Karakteristik dalam satuan lahan homogen disusun sebagai zona agroekologi (ZAE). Masing-masing zona menentukan bentuk pengelolaan dan potensi kesesuaian bagi komoditas tertentu. Dalam satu zona bisa menjadi potensial untuk beberapa komoditas sekaligus dan juga terdapat beberapa komoditas yang cocok pada beberapa zona. Namun demikian, zona-zona potensial tersebut dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya petani dapat saja berubah pemanfaatannya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi eksisting pola penggunaan lahan (land use) yang ada. Zona agroekologi dan perkembangan land use tidak terikat dengan batas-batas wilayah administrasi. Sementara berbagai program dan kebijakan pengembangan yang dijalankan oleh pemerintah daerah menggunakan wilayah administrasi sebagai lokasi pelaksanaannya. Implikasinya terhadap bentuk perencanaan adalah menyusun wilayah-wilayah pengembangan dengan satuan dasar batas wilayah administrasi.


(37)

Berbagai implikasi dari analisis yang dilakukan dirangkum dalam arahan strategis pengembangan. Program yang ditawarkan harus mampu mengatasi berbagai kelemahan yang ada. Kebijakan-kebijakan yang sudah ada selama ini seperti tertuang dalam rencana strategis (renstra) maupun rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) serta arahan tata ruang dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) dirujuk sebagai dasar arahan strategi. Kerangka pemikiran secara ringkas mengenai arah alur penelitian yang dilaksanakan disajikan dalam Gambar 4.

ZAE : Zona Agroekologi

LU : land use (penggunaan lahan) PHA : proses hirarki analisis

Pembangunan Pertanian

e i gkatka pe dapata da kesejahteraa

Internal:

 Agroklimat

 SDM

Eksternal:

 Pasar

 Kebijakan

Keunggulan Komparatif:

Produktivitas

Keunggulan Kompetitif:

Pendapatan

Komoditas Unggulan: Tipologi Klassen

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian. Prioritas Pengembangan:

PHA

Zona potensial:

ZAE, LU

Tingkat konsumsi:

NTB 2025

Kebutuhan lahan untuk berproduksi Wilayah

Pengembangan

Kriteria yang mempengaruhi


(38)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah administrasi Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat meliputi 24 Kecamatan (Gambar 5), pada bulan Juli sampai dengan September 2009.

Gambar 5 Wilayah administrasi kecamatan di Kabupaten Sumbawa. 3.3 Sumber Data dan Instrumen

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan data dan informasi sekunder yang telah ada di berbagai instansi sumber baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Peta Zona Agroekologi skala 1:250.000 diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Bogor, Peta Administrasi dan Peta Penggunaan Lahan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumbawa. Sedangkan data-data tabular sosial ekonomi diperoleh dari Bappeda, BPS, dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Sedangkan data primer berupa kondisi lapangan dikumpulkan dengan metode survei langsung di lapang.

Responden (expert) dalam penentuan prioritas dipilih secara purposive sampling dengan pertimbangan expert yang dipilih merupakan pihak yang cukup berperan penting dalam pengembangan pertanian di Kabupaten Sumbawa.


(39)

Expert yang dimaksud berjumlah dua puluh lima responden yang terdiri atas Kepala dan Sekretaris Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kepala Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Kepala Bidang PPS dan Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencaanaan Pembangunan, satu orang pimpinan DPRD, satu orang pengusaha, dan delapan belas orang petani dari tujuh belas kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan.

Instrumen pendukung dalam penelitian berupa seperangkat komputer dengan software ArcGIS ver. 9.3, Expert Choice 2000, Microsoft Word, dan Microsoft Excel, serta daftar pertanyaan (kuesioner).

3.4 Metode Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh baik melalui studi primer maupun sekunder selanjutnya dianalisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria data yang diperlukan seperti tertuang dalam Tabel 1.

Tabel 1 Matriks hubungan tujuan penelitian, metode analisis, data yang diperlukan, sumber data, dan output

No. Penelitian Tujuan Analisis Metode Data yang diperlukan Sumber Data Output

1. Menentukan

komoditas unggulan daerah LQ Tipologi Klassen Produktivitas, produksi, dan harga komoditas pertanian Sumbawa dan NTB dalam angka Dinas Pertanian NTB dan Kab. Sumbawa

Alternatif komoditas unggulan daerah

2. Menentukan

prioritas komoditas unggulan

AHP Persepsi Wawancara Prioritas

komoditas unggulan daerah

3. Memetakan

wilayah pengembangan

Spasial tematik

Produksi saat ini, preferensi dalam AHP Dinas Pertanian Kab. Sumbawa, wawancara Wilayah pengembangan komoditas unggulan

4. Merumuskan

arahan strategis pengembangan Proyeksi konsumsi Analisis spasial Deskriptif Konsumsi perkapita, jumlah penduduk Keragaan biofisik wilayah Kondisi lapangan SUSENAS 2007 Peta ZAE, Peta Administrasi, land use RPJP/RPJM, Renstra Arahan strategis pengembangan


(40)

Berbagai metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ), Tipologi Klassen, proses hirarki analitik (PHA), analisis spasial, dan analisis deskriptif.

3.4.1 Location Quotient

Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk melihat indikasi komoditas basis di Kabupaten Sumbawa. Rumayar et al. (2005) menyatakan bahwa LQ digunakan untuk mengetahui apakah suatu komoditas merupakan komoditas basis atau nonbasis atau suatu komoditas mempunyai keunggulan komparatif atau tidak. Untuk komoditas berbasis lahan perhitungan LQ didasarkan pada areal tanam/panen, produksi, atau produktivitas (Hendayana 2003). Dalam penelitian ini LQ dihitung berbasis produksi masing-masing komoditas dengan formula:

��

=

/

.

.

/

�..

Dimana:

= produksi komoditas j di Kabupaten Sumbawa

. = total produksi komoditas yang diuji di Kabupaten Sumbawa

�.

= produksi komoditas j di NTB

�..

= total produksi komoditas yang diuji di NTB

Nilai LQ yang diperoleh akan berada dalam kisaran lebih kecil atau sama dengan satu sampai lebih besar dari angka satu (1 ≤ LQ > 1). Besaran nilai LQ menunjukkan besaran derajat spesialisasi atau konsentrasi komoditas tersebut di wilayah Kabupaten Sumbawa terhadap wilayah referensi/acuan Nusa Tenggara Barat. Interpretasi nilai LQ adalah:

 LQ > 1; Indikasi komoditas tersebut menjadi basis karena produksinya terkonsentrasi secara relatif di Kabupaten Sumbawa.

 LQ = 1; Indikasi komoditas tersebut secara relatif sama atau peluang usahanya menyebar secara merata di seluruh wilayah NTB.

 LQ < 1; Indikasi komoditas tersebut di Kabupaten Sumbawa masih relatif lebih kecil dari pengusahaan rata-rata NTB.


(41)

3.4.2 Analisis Tipologi Klassen

Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditas prioritas atau unggulan suatu daerah. Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi atau secara nasional. Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah (Widodo 2006).

Indikator atau kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai ekonomi yang diapresiasi dengan harga komoditas di pasar (keunggulan kompetitif) dan produktivitas masing-masing komoditas (keunggulan komparatif) baik di tingkat Kabupaten Sumbawa maupun Nusa Tenggara Barat. Matriks klasifikasi kriteria dalam Tipologi Klassen disajikan ke dalam empat klasifikasi (Syafa’at dan Priyatno 2000). Empat klasifikasi tipologi Klassen tersebut disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Matriks tipologi Klassen penentuan komoditas unggulan daerah Kabupaten Sumbawa

Nilai Ekonomi Produktivitas

Psbw≥ Pntb Psbw < Pntb

Wsbw≥ Wntb  Komoditas Unggulan

 Komoditas Berkembang Wsbw < Wntb  Komoditas

Potensial

 Komoditas Inferior

dimana:

Psbw = estimasi nilai ekonomi komoditas i di Kabupaten Sumbawa Pntb = estimasi nilai ekonomi komoditas i di daerah acuan NTB Wsbw = produktivitas komoditas i di Kabupaten Sumbawa Wntb = produktivitas komoditas i di daerah acuan NTB


(42)

Klasifikasi dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa kuadran I merupakan komoditas unggulan dengan indikator estimasi nilai ekonomi dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah acuan NTB. Kuadran II sebagai komoditas berkembang (spesifik lokasi) dengan indikator estimasi nilai ekonomi lebih rendah tapi produktivitasnya lebih tinggi. Kuadran III sebagai komoditas potensial dengan indikator estimasi nilai ekonomi lebih tinggi tetapi produktivitasnya lebih rendah. Sedangkan kuadran IV merupakan komoditas inferior dengan indikator estimasi nilai ekonomi dan produktifivas yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah acuan NTB.

3.4.3 Proses Hirarki Analitik (PHA)

Skala prioritas dari berbagai komoditas unggulan perlu ditentukan untuk memudahkan pengambilan kebijakan berdasarkan preferensi berbagai pihak. Kriteria-kriteria yang berpengaruh disintesis dalam hirarki. Analisis yang dipergunakan adalah proses hirarki analitik (PHA) atau yang biasa dikenal dengan theanalytic hierarchy process (AHP). Menurut Firdaus dan Farid (2008), AHP digunakan pada kondisi dimana terdapat proses pengambilan keputusan secara kompleks yang melibatkan berbagai kriteria, seperti prioritas diantara beberapa alternatif kebijakan dan sasaran. Prasyarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan analisis ini adalah pihak yang akan memberikan penilaian terhadap tingkat kepentingan faktor yang dianalisis harus yang benar-benar memahami situasi yang sedang ditelaah.

Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu masalah kompleks yang tidak terukur menjadi bagian-bagian, serta menata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain untuk kemudian ditetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk memperngaruhi hasil pada sistem tersebut. Menurut Saaty (1993), ada tiga prinsip dasar proses hirarki analitik yaitu:

1. Menyusun hirarki dengan mengurai berbagai persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah.

2. Penetapan prioritas dengan memberikan bobot pada kriteria-kriteria secara relatif terhadap kriteria lainnya.

3. Konsistensi logis, yaitu menjamin pengelompokan kriteria ke dalam hirarki yang logis.


(43)

Hierarki dalam penentuan prioritas komoditas unggulan Kabupaten Sumbawa disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Hirarki penentuan prioritas komoditas unggulan.

Kriteria-kriteria yang mempengaruhi suatu komoditas lebih penting untuk diusahakan dibandingkan dengan komoditas lain adalah:

 Lahan: tingkat kesesuaian yang optimal

 Nilai tambah: banyaknya peluang memberikan manfaat lainnya  Pasar: tingginya peluang permintaaan pasar yang ada

 Modal: relatif kecil diperlukan untuk berproduksi  Preferensi: lebih disenangi untuk diusahakan

Sedangkan berbagai alternatif komoditas didapatkan dari hasil analisis tipologi Klassen yang masuk ke dalam kategori di kuadran I. Expert yang telah ditentukan secara purposive memberikan pertimbangan (judgment) seberapa penting satu kriteria atau satu alternatif terhadap lainnya dalam perbandingan berpasangan (pairwise comparison) melalui kuesioner yang diajukan.

3.4.4 Analisis spasial

Tingkat produksi masing-masing komoditas pada saat ini menjadi acuan untuk mengetahui sebaran wilayah pengembangan. Dengan menggunakan perangkat sistem informasi geografis, wilayah pengembangan dideliniasi mengikuti batas wilayah administrasi kecamatan dan disajikan secara tematik.

Menentukan Prioritas Komoditas Unggulan

Lahan Nilai

Tambah Pasar Modal Preferensi Kriteria

Alternatif Tujuan

Komoditas A

Komoditas B

Komoditas C

Komoditas D

Komoditas E


(44)

Wilayah-wilayah tersebut terlebih dahulu dilihat tingkat kesesuaiannya untuk pengembangan komoditas dalam peta zona agroekologi (ZAE) yang di-overlay dengan peta administrasi Kabupaten Sumbawa. Hasil overlay juga dipadukan dengan kondisi eksisting penggunaan lahan (land use) berdasarkan citra landsat. Dengan melakukan extract akan didapatkan wilayah-wilayah mana yang cocok untuk pengembangan komoditas unggulan tersebut sesuai potensi sumberdaya.

3.4.5 Proyeksi Konsumsi

Proyeksi konsumsi dihitung untuk mengestimasi tingkat permintaan pasar. Tingkat konsumsi komoditas perkapita dari data SUSENAS 2007 dikalikan dengan proyeksi jumlah penduduk NTB tahun 2025 yang telah dianalisis oleh BPS. Proyeksi kebutuhan konsumsi tersebut dibandingkan dengan kemampuan produksi yang ada saat ini juga terhadap kebutuhan areal lahan untuk berproduksi berdasarkan produktivitas. Kekurangan ataupun kelebihan produksi akan berimplikasi terhadap wilayah pengembangan komoditas yang direkomendasikan.

3.4.6 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan, menguraikan, menggambarkan, menganalisis, mensintesis, dan menjabarkan fenomena-fenomena yang diperoleh dari hasil analisis sebelumnya, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih objektif terhadap keadaan yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif merupakan penjabaran dari berbagai kondisi lapangan dikaitkan dengan hasil analisis yang dilakukan sebelumnya.

Implikasi dari penentuan prioritas, wilayah pengembangan, maupun berbagai kendala lapangan dideskripsikan untuk merumuskan strategi yang dapat diterapkan sebagai upaya pengembangan sektor pertanian. Berbagai program dalam RPJP/RPJM maupun rencana strategis daerah sektor pertanian juga menjadi rujukan dalam penyusunan strategi tersebut.


(45)

IV.

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Letak, Batas, dan Luas Wilayah

Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis Kabupaten Sumbawa terletak di antara 116°42’-118°22’ Bujur Timur dan 8°8’-9°7’ Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores

 Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia  Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Dompu

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa Barat

Posisi ini merupakan lintas perdagangan yang menghubungkan antara pusat perdagangan Surabaya dan Makassar maupun Provinsi Nusa Tenggara Timur serta merupakan lintas pariwisata yaitu Provinsi Bali, Pulau Lombok, Taman Nasional Komodo, dan Tanah Toraja Sulawesi Selatan.

Secara administratif daerah Kabupaten Sumbawa terbagi dalam dua puluh empat kecamatan yaitu Kecamatan Tarano, Labangka, Empang, Lunyuk, Plampang, Maronge, Moyo Hilir, Moyo Utara, Moyo Hulu, Batu Lanteh, Sumbawa, Unter Iwis, Labuhan Badas, Rhee, Utan, Buer, Alas, Alas Barat, Orong Telu, Lape, Lopok, Ropang, Lenangguar, dan Lantung dengan ibukota kabupaten adalah Kota Sumbawa Besar. Luas wilayah secara keseluruhan sekitar 6.643,98 km2.

Tinjauan geografis kedekatan jangkauan pelayanan pemerintahan pada setiap tingkat administrasi pemerintahan dapat diukur dengan indikator tingkat aksesibilitas atau jarak jangkauan antar wilayah administrasi. Secara rata-rata jarak jangkauan ibukota kecamatan terhadap pusat pelayanan pemerintahan di ibukota Kabupaten Sumbawa adalah 45,46 km dengan jarak terjauh dari ibukota kabupaten adalah 103 km (kecamatan Tarano).

Luas wilayah Kabupaten Sumbawa dirinci per kecamatan berdasarkan data tahun 2008 disajikan dalam Tabel 3. Sedangkan jarak jangkauan ibukota kecamatan terhadap ibukota kabupaten disajikan dalam Gambar 7.


(46)

Tabel 3 Luas wilayah Kabupaten Sumbawa dirinci per kecamatan tahun 2008

No Kecamatan Luas Wilayah (km2) Proporsi (%)

1 Lunyuk 513,74 7,73

2 Orong Telu 465,97 7,01

3 Alas 123,04 2,64

4 Alas Barat 168,88 1,16

5 Buer 137,01 2,66

6 Utan 155,42 2,80

7 Rhee 230,82 3,01

8 Batulanteh 391,40 5,89

9 Sumbawa 44,83 0,66

10 Labuhan Badas 435,89 6,69

11 Unter Iwes 82,38 1,13

12 Moyo Hilir 186,79 2,81

13 Moyo Utara 90,80 1,37

14 Moyo Hulu 311,98 4,70

15 Ropang 444,48 6,69

16 Lenangguar 504,32 7,59

17 Lantung 167,45 2,52

18 Lape 204,43 3,07

19 Lopok 155,59 2,34

20 Plampang 418,69 7,11

21 Labangka 243,08 2,52

22 Maronge 274,75 4,46

23 Empang 558,55 8,41

24 Tarano 333,71 5,02

Total 6.643,98 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa, 2009

Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa, 2009

Gambar 7 Jarak dari ibukota kabupaten ke kota kecamatan dalam Kabupaten Sumbawa Tahun 2008.

0 20 40 60 80 100 120 Sum b aw a U n ter Iw e s Mo y o U ta ra Mo y o h il ir La b u h a n Ba d a s Bat u lan teh Mo y o H u lu Lo p o k La p e Rh e e La n tu n g Lena n ggua r Ma ro n ge U ta n Rop an g Oro n g T e lu Pl am p an g Bu e r Al as La b an gka Al as Ba ra t Lu n y u k E m p an g Tar a n o Jar ak (k m )


(47)

4.2 Topografi

Sumber: Citra SRTM, 2009

Gambar 8 Keadaan topografi Kabupaten Sumbawa.

Menurut karakteristik topografinya (Gambar 8), Kabupaten Sumbawa merupakan daerah dengan permukaan tanah tidak rata atau cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 0 sampai 1.730 meter di atas permukaan air laut, sebagian besar diantaranya berada pada ketinggian di atas 100 meter. Sementara itu ketinggian untuk kota-kota kecamatan di Kabupaten Sumbawa berkisar antara 10 meter sampai 650 meter di atas permukaan air laut. Ibukota Kecamatan Batulanteh (Semongkat) merupakan ibukota kecamatan yang tertinggi sedangkan Sumbawa Besar merupakan yang terrendah.

4.3 Keadaan Iklim dan Cuaca

Karakteristik iklim Kabupaten Sumbawa dipengaruhi oleh musim hujan dan musim tropis. Hujan merupakan faktor yang paling menentukan keadaan iklim di daerah survei. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Kabupaten Sumbawa termasuk beriklim tipe D3 dengan panjang bulan basah (curah hujan >200 mm) selama 3 bulan dan panjang bulan kering (curah hujan <100mm) selama 6 bulan.


(48)

Tabel 4 Rata-rata curah hujan di Kabupaten Sumbawa tahun 2004– 2008 dirinci perbulan (mm)

Bulan 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata

Januari 106,80 90,40 166,80 43,30 288,20 139,10

Pebruari 91,70 271,10 630,40 179,80 293,20 293,24

Maret 124,20 226,90 210,40 443,20 113,00 223,54

April 1,50 219,20 190,60 102,10 111,70 125,02

Mei 93,80 0,00 54,00 8,90 5,10 32,36

Juni 0,60 45,10 0,00 14,50 7,90 13,62

Juli 0,00 0,00 0,00 0,00 1,10 0,22

Agustus 0,00 12,00 0,00 0,10 0,00 2,42

September 0,00 4,30 0,00 0,00 0,60 0,98

Oktober 9,00 85,70 0,00 1,50 86,20 36,48

November 144,70 110,30 12,90 151,20 106,40 105,10

Desember 248,30 202,80 336,50 230,60 182,10 240,06

Jumlah 820,60 1267,80 1.601,60 1.175,20 1.195,50 1.212,14

Sumber: BMKG Sumbawa dalam BPS Kabupaten Sumbawa, 2005 - 2009

Tabel 4 menunjukkan bahwa bulan Pebruari, Maret, dan Desember merupakan bulan basah. Sedangkan bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober merupakan bulan kering. Bulan Januari, April, dan November dikatakan sebagai bulan lembab. Data diambil pasca pemekaran wilayah dengan Kabupaten Sumbawa Barat.

Pada tahun 2008 temperatur rata-rata adalah 26,9oC dengan temperatur maksimum mencapai 35,5oC yang terjadi pada bulan Oktober dan temperatur minimum 20,4oC yang terjadi pada bulan Juli.Tekanan udara maksimum 1.010,7 mb, dan tekanan udara minimum 1.006,4 mb. Arah mata angin terbanyak adalah SE (tenggara) dengan kecepatan tertinggi sebesar 21 knots yang terjadi pada bulan Februari. Tabel 5 menunjukkan rata-rata karakteristik cuaca di Kabupaten Sumbawa selama tahun 2008.


(1)

Zona Sub-Zona

I I 0 - 750 Panas Lembab Pegunungan, > 40 Udults, Ustults, Baik Kehutanan Vegetasi Alami

isohyper- Perbukitan, Udand, Ustands

thermic Volkan Tropepts

II IIay 0 - 750 Panas Agak kering Bukit Kapur, 16 - 40 Udults, Ustults, Baik Perkebunan Tanaman keras penghasil Pegunungan, Uderts, Usterts, (budidaya tahunan) minyak, getah, dan buah-buahan

Perbukitan, Udalfs, Ustalf, dataran rendah

Volkan Udand, Ustands

III IIIay 0 - 750 Panas Agak kering Dataran, 8 - 15 Tropepts, Udands, Baik Wana tani Pepohonan dan perdu, palawija,

Bukit Kapur, Udalfs, Uderts, padi ladang

Volkan Udults

IIIby 750 - 2000 Sejuk Agak kering Pepohonan dan perdu,

sayur-sayuran dataran tinggi IV IVax1 0 - 750 Panas Basah Aluvial < 8 Aquents, Aquepts, Buruk Pertanian lahan basah Padi sawah

IVax2 Lembab Volkan, Dataran Udand, Uderts, Baik Pertanian lahan kering Sayur-sayuran dataran tinggi,

IVay2 Agak kering Udults, Tropepts serealia, kacang-kacangan,

umbi-umbian

Kelompok Komoditas Utama ZONA AGROEKOLOGI DAN ZONASI ALTERNATIF PENGEMBANGAN PERTANIAN DAN KEHUTANAN DI KABUPATEN SUMBAWA

Simbol

Elevasi (m) Rejim Suhu Kelembaban Fisiografi Lereng (%)

Sub-Ordo Tanah


(2)

No. Kecamatan Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha)

Jumlah Produksi (ton) 1 Lunyuk 1,761 3.54 6,226

2 Orong Telu 50 3.36 168

3 Alas 116 3.50 406

4 Alas Barat 762 3.57 2,721 5 Buer 53 3.51 186

6 Utan 1,333 3.53 4,707 7 Rhee 263 3.50 920

8 Batu Lanteh 325 3.54 1,152 9 Sumbawa 191 3.57 682

10 Labuan Badas 735 3.58 2,632 11 Unter Iwes 119 3.55 423

12 Moyo Hilir 215 3.53 759

13 Moyo Utara 123 3.50 431

14 Moyo Hulu 107 3.52 377

15 Ropang 10 3.50 35

16 Lenangguar 15 3.53 53

17 Lantung 10 3.50 35

18 Lape 145 3.36 487

19 Lopok 47 3.49 164

20 Plampang 1,353 3.60 4,867 21 Labangka 7,549 3.74 28,244 22 Maronge 27 3.48 94 23 Empang 353 3.48 1,229 24 Tarano 401 3.49 1,398 Jumlah 16,063 3.64 58,396

Luas Panen, Produktivitas, dan Jumlah Produksi Jagung di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan Tahun 2008


(3)

No. Kecamatan Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha)

Jumlah Produksi (ton)

1 Lunyuk 664 0.93 620

2 Orong Telu 350 0.93 327

3 Alas 53 0.91 48

4 Alas Barat 472 0.93 438

5 Buer 314 0.92 288

6 Utan 1,489 0.89 1,329 7 Rhee 90 0.92 83

8 Batu Lanteh 200 0.89 177

9 Sumbawa 511 0.91 465

10 Labuan Badas 434 0.82 357

11 Unter Iwes 439 0.90 396

12 Moyo Hilir 5,048 0.95 4,815 13 Moyo Utara 332 0.87 290

14 Moyo Hulu 1,967 0.92 1,816 15 Ropang - - -16 Lenangguar 10 0.80 8

17 Lantung 20 0.85 17

18 Lape 2,087 0.97 2,033 19 Lopok 3,871 0.94 3,648 20 Plampang 3,236 0.95 3,075 21 Labangka 139 0.94 130 22 Maronge 1,267 0.94 1,194 23 Empang 3,864 0.93 3,601 24 Tarano 1,099 0.92 1,014 Jumlah 27,956 0.94 26,169

Luas Panen, Produktivitas, dan Jumlah Produksi Kacang Hijau di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan Tahun 2008


(4)

No. Kecamatan Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha)

Jumlah Produksi (ton)

1 Lunyuk 172 1.04 179

2 Orong Telu 100 1.17 117

3 Alas 814 1.14 931

4 Alas Barat 835 1.26 1,056 5 Buer 701 1.15 809

6 Utan 1,130 1.23 1,394 7 Rhee 473 1.12 528

8 Batu Lanteh 25 1.08 27

9 Sumbawa 80 1.06 85

10 Labuan Badas 63 1.08 68

11 Unter Iwes 84 1.14 96

12 Moyo Hilir - - -13 Moyo Utara 2 1.00 2

14 Moyo Hulu 46 1.11 51

15 Ropang 495 1.22 604

16 Lenangguar 224 1.10 246

17 Lantung 704 1.16 815

18 Lape 1 1.00 1

19 Lopok - - -20 Plampang 2 1.00 2

21 Labangka - - -22 Maronge 1 1.00 1

23 Empang 530 1.22 648

24 Tarano 210 1.11 233 Jumlah 6,692 1.18 7,893

Luas Panen, Produktivitas, dan Jumlah Produksi Kedelai di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan Tahun 2008


(5)

No. Kecamatan Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha)

Jumlah Produksi (ton)

1 Lunyuk 18 5.06 91

2 Orong Telu - - -3 Alas 5 5.00 25

4 Alas Barat 8 11.63 93

5 Buer 186 6.76 1,258 6 Utan 6 5.50 33

7 Rhee 3 16.00 48

8 Batu Lanteh 30 13.90 417

9 Sumbawa 2 15.00 30

10 Labuan Badas 4 4.75 19

11 Unter Iwes 2 7.00 14

12 Moyo Hilir 6 10.17 61

13 Moyo Utara 7 12.14 85

14 Moyo Hulu 7 8.57 60

15 Ropang 6 6.00 36

16 Lenangguar 6 11.00 66

17 Lantung 3 10.67 32

18 Lape 10 9.40 94

19 Lopok 3 11.00 33

20 Plampang 13 19.08 248

21 Labangka 12 12.50 150

22 Maronge 2 22.00 44

23 Empang 6 18.83 113

24 Tarano 4 52.50 210 Jumlah 349 9.34 3,260

Luas Panen, Produktivitas, dan Jumlah Produksi Cabe Rawit di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan Tahun 2008


(6)

No. Kecamatan Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha)

Jumlah Produksi (ton) 1 Lunyuk - - -2 Orong Telu - - -3 Alas - - -4 Alas Barat - -

-5 Buer 6 11.50 69

6 Utan 5 11.40 57

7 Rhee - - -8 Batu Lanteh 10 11.60 116

9 Sumbawa 8 11.63 93

10 Labuan Badas 12 11.33 136

11 Unter Iwes 3 11.67 35

12 Moyo Hilir - - -13 Moyo Utara - - -14 Moyo Hulu 2 11.50 23

15 Ropang 2 11.50 23

16 Lenangguar 5 11.60 58

17 Lantung 2 11.50 23

18 Lape - - -19 Lopok - - -20 Plampang 2 11.50 23

21 Labangka - - -22 Maronge - - -23 Empang - - -24 Tarano - - -Jumlah 57 11.51 656

Luas Panen, Produktivitas, dan Jumlah Produksi Ubi Jalar di Kabupaten Sumbawa dirinci perkecamatan Tahun 2008