PerwatakanPenokohan Setting Klausa Verbal

6 9 Terampil Berbahasa Indonesia Kelas XI Bahasa

2. PerwatakanPenokohan

Perwatakan disebut juga penokohan. Perwatakanpenokohan adalah penggambaran sifat batin seseorang tokoh yang disajikan dalam cerita. Perwatakan tokoh-tokoh dalam drama digambarkan melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku sang tokoh. Penggambaran watak tokoh dalam naskah drama erat kaitannya dalam pemilihan setting atau tempat terjadinya peristiwa. Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi watak dimensional. Penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Keadaan fisik biasanya dilukiskan paling awal, baru kemudian sosialnya. Pelukisan watak tokoh dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon, tetapi dapat juga dijumpai dalam catatan samping catatan teknis dalam teks. a. Keadaan Fisik Keadaan fisik tokoh dapat digunakan untuk menyatakan watak tokoh. Keadaan fisik tokoh seperti umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmani, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggipendek, kurusgemuk, atau suka senyumcemberut. Misalnya: Seorang yang berleher pendek mempunyai watak mudah ter- singgung, seorang yang berleher panjang mempunyai watak sabar. b. Keadaan Psikis Keadaan psikis tokoh meliputi: watak, kegemaran, mental, standar moral, temperamen, ambisi, psikologis yang dialami, dan keadaan emosi. Misalnya: Orang yang sering marah-marah dalam novel dapat dianggap mempunyai watak yang pemarah dan emosional. c. Keadaan Sosiologis Keadaan sosiologis tokoh meliputi: jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, dan ideologi. Misalnya: Penampilan seorang pegawai bank akan berbeda dari penampilan seorang makelar, kendatipun keadaan sosial ekonominya sama. Penampilan istri bupati akan berbeda dengan penampilan istri gubernur atau istri lurah.

3. Setting

Setting diciptakan penulispengarang untuk memperjelas satuan peristiwa dalam cerita agar menjadi logis atau konkretisasi sebuah tempat agar penonton, pembaca mempunyai pembayangan yang tepat terhadap berlangsungnya satuan peristiwa. Selain itu, setting juga diciptakan untuk menggerakkan emosi atau kejiwaan pembaca penonton. Secara emotif penontonpembaca diharapkan mempunyai daya khayal yang lebih dalam sesuai dengan kedalaman pengalaman dan pikirannya. Misalnya: Pelaku yang berada di antara deretan pedagang-pedagang kaki lima, bukan di sebuah plaza atau supermarket, pembacapenonton akan menangkap kesan kesedihan, bahkan kemiskinan. Di unduh dari : Bukupaket.com 7 0 Pelajaran IV Sastra Naratif Setting atau tempat kejadian cerita sering disebut juga latar cerita. Setting meliputi tiga dimensi. a. Setting tempat Setting tempat adalah tempat terjadinya cerita dalam drama. Setting tempat tidak dapat berdiri sendiri. Setting tempat ber- hubungan dengan setting ruang dan waktu. Misalnya: Untuk cerita Diponegoro setting tempatnya jelas di Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 1925–1830, tempatnya di desa, baik di dalam rumah maupun di medan gerilya. b. Setting waktu Setting waktu adalah waktuzamanperiode sejarah terjadinya cerita dalam drama. Setting waktu juga terjadi di waktu siang, pagi, sore, ataupun malam. Setting waktu dapat digambarkan dengan tata lampu. Misalnya: Untuk cerita yang terjadi pada waktu malam digunakan lampu yang berwarna gelap dan lampu dihidupkan redup. c. Setting ruang Setting ruang dapat berarti ruang dalam rumah atau latar rumah. Hiasan, warna, dan peralatan dalam ruang akan memberi corak tersendiri dalam drama yang dipentaskan. Misalnya: Di ruang tamu keluarga modern yang kaya akan berbeda dengan ruang tamu keluarga tradisional yang miskin. Ruang tamu keluarga modern akan dipenuhi dengan barang-barang berharga dan sofa yang nyaman dan besar. Sebaliknya ruang tamu keluarga miskin hanya dapat ditemukan bangku atau kursi yang sudah tua atau reyot. Penokohan dan setting dalam drama tampak jelas dalam dialog.

4. Dialog Percakapan