Prakarya dan Kewirausahaan 163
2. Pengawetan dengan Suhu Tinggi
Pengawetan dengan suhu panas sebenarnya sudah lama digunakan, sejak manusia dikenalkan dengan istilah memasak. Saat kamu memasak, misalnya
merebus atau menggoreng suatu bahan makanan, sebenarnya kamu sedang melakukan proses pengawetan dengan suhu panas. Tetapi seringkali kita tidak
mengetahui batasan pemanasan yang dilakukan terhadap makanan. Jika pemanasannya tidak tepat, maka akan banyak nilai gizi yang hilang dari
makanan yang dimasak tersebut. Pemanasan yang baik adalah secukupnya agar nilai gizi yang hilang tidak terlalu banyak.
Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan dengan panas, yaitu sebagai berikut.
1 Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pem- busuk dan mikroba pathogen.
2 Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan.
Jumlah panas yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih dari jumlah minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba
yang dimaksud. Dalam proses pemanasan, ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang digunakan rendah, maka waktu pemanasan harus
lebih lama. Jika suhu tinggi, waktu pemanasan singkat. Sebagai contoh misalnya jumlah panas yang diterima bahan jika kita memanaskan selama 10
jam di dalam air mendidih 100 oC kira-kira sama dengan memanaskan bahan tersebut selama 20 menit pada suhu 121 oC.
Berdasarkan penggunaan suhu, waktu dan tujuan pemanasan, proses pemanasan dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu proses pasteurisasi dan sterilisasi.
a. Sterilisasi
Istilah sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua mikroba. Karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas. Maka sterilisasi
biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi misalnya 121 oC 250 oF selama 15 menit. Pada makanan dikenal istilah sterilisasi komersial.
Sterilisasi komersial adalah sterilisasi yang biasanya dilakukan terhadap sebagian besar pangan di dalam kaleng atau botol. Makanan yang steril
secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun toksin dalam makanan tersebut telah dimatikan, demikian juga
semua mikroba pembusuk. Dengan demikian, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi akan mempunyai daya awet yang tinggi; beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Contoh aplikasi proses sterilisasi adalah pada proses pengalengan, seperti pada Gambar IV.4.
P engolahan
diunduh dari
psmk.kemdikbud.go.idpsmk
Kelas X SMAMASMKMAK Semester 1
164
b. Pasteurisasi Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah
umumya dilakukan di bawah 100 oC dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipas-
teurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari misalnya produk susu pasteurisasi sampai beberapa bulan misalnya produk sari
buah pateurisasi. Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan
terutama jika dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu misalnya pada susu.
Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikro- organisme pathogen penyebab penyakit; misalnya pada susu atau inaktivasi
menghentikan aktivitas enzim-enzim yang dapat merusak mutu misalnya pada sari buah.
P engolahan
Sumber : www.cannedfood.org
Gambar 4.4 Tahap-tahap pengalengan buah-buahan
diunduh dari
psmk.kemdikbud.go.idpsmk
Prakarya dan Kewirausahaan 165
Makanan yang dipasteurisasi tidak dapat menyebabkan penyakit tetapi mempunyai masa simpan yang terbatas disebabkan mikroba nonpatogen
dan pembusuk masih ada dan dapat berkembang biak. Oleh karena itu pasteurisasi biasanya disertai dengan cara pengawetan lain, misalnya
makanan yang dipasteurisasi kemudian disimpan dengan cara pendinginan di dalam lemari pendingin.
c. Blanching