kinds of land use adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum, seperti pertanian, tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan,
atau daerah rekreasi. Penggunaan lahan secara umum biasanya digunakan untuk evaluasi lahan secara kualitatif atau dalam survei tinjau reconaissance.
2. Tipe penggunaan lahan
Tipe penggunaan lahan land utilization type merupakan penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih terperinci sesuai dengan syarat-syarat teknis
untuk suatu daerah yang keadaan fisik dan sosial ekonomi tertentu, yaitu menyangkut pengelolaan masukan yang diperlukan, dan keluaran yang
diharapkan secara spesifik. Tipe penggunaan lahan yang tergolong ganda multiple terdiri atas
lebih dari satu jenis penggunaan komoditas yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari suatu bidang lahan. Tipe penggunaan lahan
yang tergolong majemuk terdiri atas lebih dari satu jenis penggunaan komoditas yang diusahakan pada areal-areal satu bidang lahan dimana untuk
tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini
ditanam secara rotasi atau secara serentak berbarengan tetapi pada areal yang berbeda pada satu bidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang
sama.
3. Kualitas lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau attribute yang bersifat kompleks dari satu bidang lahan. Setiap kulitas lahan mempunyai keragaan perfomance
yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas
Universitas Sumatera Utara
lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan FAO, 1976.
Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan
positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan lahan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan
merugikan merupakan kendala terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas.
4. Karateristik Lahan
Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga. Menurut FAO 1976, karakteristik lahan terdiri atas:
a. Karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah, lereng
dan lain-lain. b.
Karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain-lain.
Lahan Kritis di Indonesia
Lahan kritis di Indonesia telah menacpai 28 juta hektar yang terdapat di kawasan hutan dan non hutan. Namun, pendekatan berdasarkan daerah aliran
sungai mempunyai potensi baik untuk dijadikan basis pengelolaan lahan kritis itu. Hal ini beranjak dari kenyataan bahwa terjadinya erosi umumnya bisa diketahui
dengan perubahan pela aliran sungai Rahim, 2000. Pada mulanya lahan-lahan di tanah air umumnya merupakan hutan tropika
yang subur dan lebat. Lahan hutan yang subur itu dapat kita jumpai di amana- mana mulai dari daerah pesisir hingga di areal pegunungan. Selain sebagai sumber
Universitas Sumatera Utara
diperolehnya hasil hutan yang beraneka ragam jenisnya, hutan merupakan habitat dari kehidupan baik tumbuhan maupun binatang yang beranekaragam.
Bertambahnya penduduk menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan mereka ragam.
Masalah lahan kritis sebetulnya tidak bisa dipisahkan dengan kualitas pengelolaan lahan dan atau tanaman. Dan memang telah banyak bukti
menunjukkan bahwa lahan yang tidak dikelola sebagaimana mestinya pasti mengalami pemunduran kesuburannya. Pemunduran itu selain melalui pengurasan
unsur hara melalui pembakaran pada waktu pembukaan lahan, juga sering terjadi melalui erosi tanah oleh air hujan, angin, dan atau di beberapa negara oleh salju.
Pemunduran oleh kedua penyebab tersebut nyata-nyata menurunkan produktivitas tanah.
Kehilangan unsur hara sesungguhnya memang menurunkan produktivitas lahan. Bila suatu lahan produktivitasnya telah rendah maka lahan itu akan
ditinggalkan dan selanjutnya secara berlahan-lahan berubah menjadi semak belukar. Lahan seperti ini tergolong tidak produktif. Lahan yang tidak produktif
dan telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, danatau biologis merupakan istilah yang digunakan untuk lahan kritis.
Metode kerja yang dilakukan untuk analisa lahan kritis adalah berdasarkan atas Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis tahun 2004 oleh
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial RLPS dan Surat Direktur Jenderal RLPS No. S.296V-SET2004 tanggal 5 Oktober 2004. Pada
dasarnya teknik yang digunakan dalam analisa ini adalah dengan metoda overlaytumpang susun dan pengecekansurvey langsung di lapangan. Guna
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan analisa yang lebih luas untuk kepentingan rehabilitasi hutan dan lahan, maka skoring kekritisan lahan dalam SK Dirjen RRL No. 041KptsV1998
perlu diperluas mencakup seluruh fungsi hutan dan di luar kawasan hutan sebagai berikut;
o Total skor untuk kawasan hutan lindung dapat disetarakan untuk Kawasan
Hutan Lindung dan kawasan hutan konservasi o
Total skor untuk kawasan budidaya pertanian dapat disetarakan untuk areal penggunaan lain di luar kawasan hutan
o Total skor untuk Kawasan Budidaya Kehutanan dapat disetarakan untuk
kawasan hutan produksi hutan produksi tetapproduksi yang dapat dikonversi dan hutan produksi terbatas.
Memperhatikan efektifitas penerapan kriteria inventarisasi lahan kritis berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041KptsV1998 tanggal 21 April 1998 terutama
untuk sub kriteria erosi dan singkapan batuan, maka telah dilakukan kajian terhadap metoda pendukung identifikasi sub kriteria tersebut berdasarkan data-
data yang mudah diakses dan tersedia di seluruh Indonesia. Metoda pendukung tersebut diharapkan dapat dijadikan sumber informasi utama untuk memfokuskan
survei lapangan untuk identifikasi erosi aktual dan outcrop. Salah satu sumber informasi yang dapat digunakan adalah tingkat erosi berdasarkan land system dari
proyek Regional Physical Planning Program for Transmigration yang petanya dalam skala 1:250.000 telah meliputi seluruh 100 wilayah Indonesia. Kajian
komprehensif mengenai pemanfaatan data dari RePPProT telah dilakukan oleh pakar Geomorfologi dengan hasil, bahwa database landsystem yang ada pada
Universitas Sumatera Utara
peta-peta lampiran di RePPProT dapat dimanfaatkan untuk penentuan kekritisan lahan. Junun, 1998.
Peta
Peta merupakan bagian yang dikehendaki dari hasil-hasil suatu inventarisasi. Akan kecil artinya untuk mengetahui banyaknya kayu di dalam
hutan kecuali orang tahu di mana tempatnya, dan suatu sajian pelukisan menjadi penting untuk tujuan ini Hurch,1987.
Peta-peta juga dibutuhkan didalam survei-survei hutan dengan satu atau lain alasan; untuk menetapkan rencana penerbangan guna pemotretan udara; untuk
menetapkan pola pencuplikan lapangan terhadap keadaan hutan; untuk memungkinkan regu survei mencari areal yang diseleksi sebagai cuplikan; dan
akhirnya untuk melayani sebagai peta-peta dasar supaya tegakan-tegakan hutan yang beragam dapat diklasifikasikan menurut ragam tipe, umur dan seterusnya
untuk dapat digambarkan Yuliadji et al, 1994. Penginderaan Jarak Jauh
Penginderaan jarak jauh dalam lingkup luas berarti setiap metodologi yang digunakan untuk mempelajari karakteristik objek dari jarak jauh. Penglihatan,
penciuman, pendengaran manusia merupakan contoh bentuk penginderaan jarak jauh. Banyak diatara sensor yang dibincangkan merekam data citra secara
elektronik, yang menyebabkan data ini dapat diproses dengan komputer. Kemampuan sitem ini untuk melihat atau mengindera energi di luar bagian
tampak spektrum dan menyajikan data citra dalam bentuk digital, sangat meningkat informasi sumber daya bumi yang disajikan oleh penginderaan jarak
Universitas Sumatera Utara
jauh Wolf, 1993. Teknologi penginderaan jauh telah berkembang dengan cepat sejak
manusia semakin sadar akan keseimbangan yang layak antara perkembangan sumber daya dan pemeliharaan lingkungan. Sekarang penginderaan jarak jauh
merupakan cara yang praktis untuk memantau secara berulang dan cermat atas sumber daya bumi secara menyeluruh. Data yang diperoleh dari penginderaan
jauh menyajikan informasi penting untuk memuat keputusan yang mantap dan perumusan kebijaksanaan bagi berbagai penerapan pengembangan sumber daya
dan penggunaan lahan. Teknik penginderaan jauh juga telah dipergunakan untuk penerapan khusus. Untuk kepentingan penelitian geologi, menentukan letak
kebakaran hutan, mendeteksi pohon dan tanaman yang terserang penyakit, memantau pertambahan penduduk, menentukan lokasi dan bentang tumpahan
minyak dan pencemaran air yang lain, hanya merupakan beberapa contoh penerapan penginderaan jauh yang bermanfaat bagi kemanusiaan Wolf, 1993.
Sistem Informasi Geografis SIG
Konsep Dasar dan Pemanfaatan SIG
Sistem informasi dapat dikelompokkan dalam sistem informasi berdasarkan pada manajemen dan pada geografis, yang kemudian dapat dirinci
lagi ke dalam sistem manual dan sistem dengan menggunakan komputer. Sistem Informasi Geografis SIG meliputi kegiatan-kegiatan yang pengelompokannya
terstruktur dengan komputer dan prosedur kerjanya meliputi masukan, penyimpanan dan manipulasi, presentasi dan pemanggilan kembali data yang
berdasarkan dan berkaitan secara spasial. Sistem Informasi Geografis menangani data spasial dalam koordinat x, y dan z dan atribut non spasial data tersebut
Universitas Sumatera Utara
Yuliadji et al, 1994. Sistem informasi Geografik SIG terdiri dari seperangkat alat dan
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menginterpretasi dan merekam informasi geografik. Sistem informasi geografis membantu mengurangi kesalahan
oleh manusia dan menghilangkan beberapa pekerjaan dalam tugas-tugas pemetaan dan penggambaran, dan sistem ini cepat dan efisien dalam memberikan informasi
spasial, termasuk beberapa jenis peta Burrough, 1986. Data sumberdaya alam yang tersedia dalam jumlah besar jarang yang telah
siap dalam bentuk untuk dimasukkan ke dalam komputer dan berujukan geografis secara tepat dan otomatis. Penggunaan setiap SIG akan tergantung terutama pada
jenis, ketelitian, dan detil masukan data yang dimiliki Howard, 1996 Sistem Informasi Geografis Geographic Information System adalah suatu
sistem untuk mendayagunakan dan menghasilgunakan; pengolahan dan analisis data spasial keruangan serta data non spasial tabular, dalam memperoleh
berbagai informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan, baik yang berorientasi
ilmiah, komersil,
pengelolaan maupun
kebijaksanaan Yuliadji et al, 1994.
GIS singkatan dari GeographicInformation System atau Sistem Informasi Geografis. GIS merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola
input, manajemen, proses, dan output data spasial atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut
sebagai data spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan
sampel, dan sebagainya. Data GIS dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu data
Universitas Sumatera Utara
grafis dan data atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular
adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut Nuarsa, 2005.
Komponen dasar dalam penggunaan SIG
Menurut Anam 2005, komponen yang membangun SIG ada lima bagian yaitu :
1. Perangkat Lunak Software
Komponen software ini mencakup didalamnya adalah software GIS dan juga perangkat software pendukung lainnya yaitu operating system dan
software database lainnya seperti oracle. 2.
Perangkat Keras Hardware Hardware komputer ini digunakan untuk mendukung bekerjanya GIS.
Dan juga komponen hardware pendukung lainnya diantaranya adalah plotter, printer, scanner dan digitizer.
3. Sumberdaya Manusia
Untuk menjalankan GIS diperlukan operator komputer GIS, untuk pembuatan aplikasi GIS dibutuhkan ahli programmer, untuk mendesain
suatu sistem GIS diperlukan ahli analisis system GIS. 4.
Data Komponen ini sangat menentukan kualitas informasi dari output GIS.
Pemahaman sistem data, termasuk didalamnya adalah sistem referensi spasial.
Universitas Sumatera Utara
5. Metode
Metode adalah prosedur atau ketentuan pembangunan GIS.
Penafsiran Citra Secara Visual Dasar Teori
Penafsiran citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam
citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya Howard, 1991 . Penafsiran citra merupakan kegiatan yang didasarkan pada deteksi dan
identifikasi obyek dipermukaan bumi pada citra satelit landsat TM7+. Dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsure-unsur utama spectral dan spasial
serta kondisi temporalnya. Teknik penafsiran
Teknik penafsiran citra penginderaan jauh diciptakan agar penafsir dapat melakukan pekerjaan penafsiran citra secara mudah dengan mendapatkan hasil
penafsiran pada tingkat keakuratan dan kelengkapan yang baik. Menurut Sutanto, teknik penafsiran citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan
komponen penafsiran yang meliputi: 1.
data acuan 2.
kunci interpretasi citra atau unsur diagnostic citra 3.
metode pengkajian 4.
penerapan konsep multi spectral
Universitas Sumatera Utara
1. Data acuan Data acuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan kecermatan
seorang penafsir, data ini bisa berupa laporan penelitian, monografi daerah, peta, dan yang terpenting disini data diatas dapat meningkatkan
local knowledge pemahaman mengenai lokasi penelitian. 2. Kunci interpretasi citra atau unsur diagnostic citra
Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis
memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur
interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud disini adalah : Rona warna
Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama
adalah untuk identifikasi batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan Rona bagian tepi yang jelas, hal ini
dapat dibantu dengan teknik penajaman citra enhacement . Rona merupakan tingkat gradasi keabuan yang teramati pada citra
penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya
elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam disbanding obyek yang relative lebih kering.
Universitas Sumatera Utara
Warna Warna merupakan wujud yang yang tampak mata dengan
menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak Sutanto, 1986. Contoh obyek yang
menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan Rona,
perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk
menciptakan citra multispektral. Bentuk
Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam
pada citra penginderaan jauh . Bentuk mempunyai dua makna yakni : a. bentuk luar umum
b. bentuk rinci atau sususnana bentuk yang lebih rinci dan spesifik. Ukuran
Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak , luas ,
tinggi, lereng dan volume Sutanto, 1986. Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang ditempati oleh
kelompok individu. Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra Lillesand dan Kiefer, 1990. Tekstur dihasilkan oleh kelompok
Universitas Sumatera Utara
unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar, halus, ataupun belang-belang Sutanto, 1986. Contoh hutan primer
bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus.
Pola Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk
mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi
banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola alami dan
hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet , kelapa sawit sanagt mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak
tanam yang seragam. Bayangan
Bayangan merupakan unsur sekunder yang sering membantu untuk identifikasi obyek secara visual , misalnya untuk mengidentifikasi
hutan jarang, gugur daun, tajuk hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara
Situs Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Situs bukan ciri suatu obyek secara langsung, tetapi
kaitanya dengan faktor lingkungan. Contoh hutan mangrove selalu
Universitas Sumatera Utara
bersitus pada pantai tropic, ataupun muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut estuaria Sutanto, 1986.
Asosiasi korelasi Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan
tumbuh pada kondisi habitat yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan obyek lainnya. Contoh
permukiman kita identik dengan adanya jaringan transportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan. Konvergensi
bukti dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsur diagnostic citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu
dilakukan karena semakin banyak unsur diagnostic citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya untuk sampai pada suatu
kesimpulan suatu obyek tertentu Lillesand dan Kiefer, 1990.
Sub-sistem SIG
Yuliadji 1994 menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu :
1. Input Data Input data dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial dan data
atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database tersebut meliputi data tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari kenampakan geografis yang
disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan piksel atau grid. Sumber database untuk SIG secara konvensional dibagi dalam tiga kategori :
a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data sensus,
catatan lapangan dan data tabuler lainnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra
penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas. c.
Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari satelit Landsat, SPOT, NOOA.
2. Pemrosesan Data Pemrosesan terdiri dari manipulasi dan analisis data. Fungsi dari
manipulasi dan analisis data dilakukan untuk kepentingan geometrik yang digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pencarian lokasi
atau luas areal yang sesuai dengan kriteria tertentu atau dapat pula dalam pencarian informasi yang ada dalam suatu tempat tertentu. Manipulasi dilakukan
dengan rotasi, pengubahan dan penskalaan koordinat, konversi koordinat geografi, registrasi, analisis spasial dan statistik. Analisis data yang ada pada database
dilakukan dengan menggunakan overlaying beberapa layer tematik yang berkaitan.
3. Output Data Output dari SIG dapat berupa peta hasil cetak warna, peta digital, dan data
tabuler. Peta hasil cetak dapat berupa peta garis dengan menggunakan plotter maupun peta biasa dengan menggunakan printer.
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan penelitian lapangan
dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai dengan
Oktober 2007.
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1.
Peta digital penunjukan kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 44 tahun 2005, skala 1:50000.
2. Citra satelit landsat TM Kabupaten Asahan tahun 2005
3. Data digital DAS Asahan yang bersumber dari BPDAS Barumun,
Pematangsiantar 4.
Peta digital administrasi Kabupaten Asahan 5.
Peta kelerengan lahan 6.
Peta bahaya Erosi
Alat
Alat yang digunakan adalah PC beserta kelengkapannya dengan perangkat lunak software , ArcView 3.3 dan printer untuk mencetak peta. Alat yang
digunakan di lapangan adalah GPS, kamera, kalkulator, dan alat tulis.
Universitas Sumatera Utara
Metode Penelitian 1. Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis data spasial. Data spasial adalah data yang berbentuk peta digital yaitu Citra Satelit Landsat TM
tahun 2005 dan peta digital penunjukan kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Digital Kehutaan, peta digital DAS Asahan dan peta digital
administrasi kabupaten Asahan yang dikeluarkan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPDAS Barumun, Pematangsiantar.
2. Pengolahan citra