Potensi Hutan Mangrove Sicanang Sebagai Kawasan Ekowisata

(1)

POTENSI HUTAN MANGROVE SICANANG SEBAGAI

KAWASAN EKOWISATA

KERTAS KARYA

Oleh :

NORMANSYAH PUTRA TARIGAN

092204038

PROGAM STUDI D III PARIWISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KERTAS KARYA : POTENSI HUTAN MANGROVE SICANANG SEBAGAI KAWASASAN EKOWISATA

OLEH : NORMANSYAH PUTRA TARIGAN

NIM : 092204038

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

NIP. 19640821 199802 2 001 Dr. Syahron Lubis, MA

PROGRAM STUDI D III PARIWISATA Ketua,

NIP. 19640821 199802 2 001 Arwina Sufika, SE., M.Si


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

POTENSI HUTAN MANGROVE SICANANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA

OLEH

NORMANSYAH PUTRA TARIGAN 092204038

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,

Drs. HARIS SUTAN LUBIS, M.SP

NIP. 19570322 198602 1 002 NIP. 19550923 198203 1 001 Drs. Ridwan Azhar, M.Hum


(4)

ABSTRAK

Indonesia merupakan daerah yang kaya dengan objek wisata berupa keindahan alam, kuliner, kebudayaan dan beraneka ragam serta tata cara kehidupan masyarakat yang berbeda. Kekayaan itu menyebar ke seluruh Daerah termasuk Sumatera Utara umumnya.Sumatera Utara hampir memiliki seluruh jenis wisata sebagai andalannya.Khususnya wisata bahari yang tersebar hampir di setiap daerah di Sumatera Utara khususnya Sicanang Belawan, Medan. Sicanang memiliki Hutan Mangrove sebagai mayoritas ekosistem yang berada di daerah tersebut. Dengan adanya hutan mangrove di daerah Sicanang, Sicanang sangat memiliki potensi sebagai Ekowisata Mangrove, dimana hampir seluruh daerah di Indonesia telah memiliki Ekowisata Mangrove sebagai objek wisata andalan bagi daerah masing-masing. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi yang sangat kompleks, antara lain peredam gelombang laut dan badai, pelindung pantai dari proses abrasi dan erosi, sebagai tempat berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah berbagai spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil kayu. Dengan adanya hubungan yang baik dan kerja sama yang giat antara penduduk lokal, pemerintah lokal dan pemerintah pusat, bukan tidak mungkin potensi hutan mangrove Sicanang sebagai ekowisata dapat dikembangkan dan menjadi salah satu objek wisata bahari yang sangat digemari dan menjadi andalan bagi Kota Medan khususnya Sumatera Utara.


(5)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan segala puji dan syukur bagi Bapa di Surga yang telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus ke dunia untuk memberikan berkat dan kuasa-Nya yang berlimpah bagi hidup penulis hingga saat ini. Penulis juga mengucapkan syukur kepada Tuhan atas karunia-Nya memberikan Albert Tarigan dan Erna Ginting sebagai orang tua penulis yang dari waktu ke waktu terus memberikan doa dan dukungan penuh hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya yang berjudul “ Potensi Hutan Mangrove Sicanang Sebagai Kawasan Ekowisata “ .

Kertas Karya ini merupakan tugas akhir penulis sebagai salah satu syarat untuk mengakhiri masa studi di Program Studi D-III Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyelesaian kertas karya ini, penulis banyak mendapat kesulitan yang disebabkan keterbatasan waktu, literature, serta kekurangmampuan penulis sendiri dalam menulis dan menganalisa secara ilmiah. Untuk itu penulis dengan kerendahan hati menerima kritik serta saran yang membangun penulis demi kesempurnaan kertas karya ini.

Selama dalam penulisan kertas karya ini, penulis banyak menerima dorongan serta bimbingan baik moral maupun materil. Untuk itu pula penulis pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :


(6)

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Arwina Sufika, S.E. M.Si, selaku ketua Program Studi D III Pariwisata FIB USU.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini.

4. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M.Hum selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan Kertas Karya ini.

5. Juara, Mario, Josapat, Bernad, Desindra, Alvin, Davis, Icheg teman-teman SMA yang selalu membantu dan member semangat kepada penulis.

6. Abangda Murtopo MT, Yogi Satara dan Benry selaku Gubernur Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang memberi semangat dan membantu penulis.

7. Teguh, Iyan dan kawan-kawan Usaha Wisata 2009 yang telah selesai terlebih dahulu, maaf agak lama menyusulnya.

8. Kawan-kawan IMAPA 2010, 2011 dan 2012 yang telah memberikan semangat dan membatu penulis.

9. Kawan-kawan KAM INDEPENDEN USU yang telah banyak memberi semangat dan bantuan kepada penulis, maaf jika selesai duluan.

10.Motor Yamaha Vega Zr yang selalu menemani dalam masa perkuliahan dan dalam menyelesaikan kertas karya ini.


(7)

11.Seluruh hal-hal yang mendukung, menginspirasi penulis sehingga bersemangat kembali mengerjakan kertas karya.

Penulis memohon maaf kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan andil kepada penulis untuk menyelesaikan kertas karya ini. Kiranya segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Tuhan. Penulis berharap kiranya kertas karya ini besar manfaatnya bagi pembaca, bagi dunia pariwisata dan khususnya bagi dunia pendidikan.

Medan, Juli 2013 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar ……… i

Daftar Isi ………... ii

Abstrak ……….. iii

I. PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul……… 1

1.2 Batasan Masalah ……… 2

1.3 Tujuan Penulisan... 3

1.4 Metode Penelitian……… 3

1.5 Sistematika Penulisan……….. 4

II. PENGERTIAN UMUM MENGENAI PARIWISATA 2.1 Pengertian Pariwisata……… 6

2.2 Pengertian Wisata………... 8

2.3 Pengertian Ekowisata……… 9

2.4 Motivasi Berwisata………. 15

2.5 Jenis Pariwisata………... 17

2.6 Ekosistem Mangrove……… 18

III. GAMBARAN UMUM KAWASAN PERENCANAAN 3.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi………. 21

3.2 Topografi dan Ketinggian …………... 21


(9)

3.4 Kondisi Hidrologi ……… 22

3.5 Kondisi Penggunaan Jalan ……… 24

3.6 Kondisi Jaringan Jalan ……… 24

IV. POTENSI PENGEMBANGAN WISATA MANGROVE 4.1 Pengembangan Ekowisata Mangrove Sicanang………. 25

4.2 Potensi Penataan Zonasi………. 25

4.3 Potensi Pengembangan Jaringan Jalan Ekowisata Mangrove Sicanang………. 26

4.4 Potensi Pembangunan Tower di Wilayah Perencanaan……… 28

4.5 Potensi Jenis Bangunan di Wilayah Perencanaa……….. 28

4.6 Potensi Pembangunan Dermaga Wilayah Perencanaan……… 28

4.7 Potensi Pembangunan Gajebo di Pinggiran Sungai Hutan Mangrove Sicanang……… 28

4.8 Potensi Outbound di Ekowisata Mangrove Sicanang……... 29

4.9 Perencanaan Perjalanan Wisata……… 30

4.10 Perencanaan Sarana Kuliner……… 31

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan……… 33

5.2 Saran ……… 34

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

ABSTRAK

Indonesia merupakan daerah yang kaya dengan objek wisata berupa keindahan alam, kuliner, kebudayaan dan beraneka ragam serta tata cara kehidupan masyarakat yang berbeda. Kekayaan itu menyebar ke seluruh Daerah termasuk Sumatera Utara umumnya.Sumatera Utara hampir memiliki seluruh jenis wisata sebagai andalannya.Khususnya wisata bahari yang tersebar hampir di setiap daerah di Sumatera Utara khususnya Sicanang Belawan, Medan. Sicanang memiliki Hutan Mangrove sebagai mayoritas ekosistem yang berada di daerah tersebut. Dengan adanya hutan mangrove di daerah Sicanang, Sicanang sangat memiliki potensi sebagai Ekowisata Mangrove, dimana hampir seluruh daerah di Indonesia telah memiliki Ekowisata Mangrove sebagai objek wisata andalan bagi daerah masing-masing. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi yang sangat kompleks, antara lain peredam gelombang laut dan badai, pelindung pantai dari proses abrasi dan erosi, sebagai tempat berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah berbagai spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil kayu. Dengan adanya hubungan yang baik dan kerja sama yang giat antara penduduk lokal, pemerintah lokal dan pemerintah pusat, bukan tidak mungkin potensi hutan mangrove Sicanang sebagai ekowisata dapat dikembangkan dan menjadi salah satu objek wisata bahari yang sangat digemari dan menjadi andalan bagi Kota Medan khususnya Sumatera Utara.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Indonesia merupakan daerah yang kaya akan objek wisata berupa keindahan alam, kuliner, kebudayaan dan beraneka ragam serta tata cara kehidupan masyarakat yang berbeda-beda. Kekayaan itu menyebar ke seluruh daerah termasuk Sumatera Utara umumnya dan Kota Medan khususnya. Kota Medan mempunyai objek wisata yang tidak kalah indahnya dengan daerah objek wisata lainnya.

Wisata bahari adalah salah satu andalan objek wisata yang ada di Kota Medan. Khususnya objek wisata mangrove yang akan dicanangkan di daerah Sicanang Belawan, Medan. Dengan kondisi luas hutan mangrove yang ada di Sumatera Utara yakni ± 200.000 Ha maka sangat besar potensi dan peluang dari objek wisata mangrove ini sendiri. Selain untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat setempat, hutan mangrove yang adanya adalah berbasis ekowisata juga memiliki fungsi sangat efektif melindungi ekosistem laut.

Berdasarkan penafsiran Citra Landscape, diketahui luasan hutan mangrove di Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan yang sangat cepat dari waktu ke waktu. Dari luas ± 200.000 Ha pada tahun 1987, tinggal 15% atau ± 31.885 Ha yang berfungsi baik pada tahun 2001. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan hutan mangrove Provinsi Sumatera Utara mengalami tekanan yang hebat oleh berbagai


(12)

jenis kegiatan yang mengakibatkan hilangnya sebagian besar kawasan hutan mangrove tersebut.

Sehubungan dengan hal di atas maka sangat efektif peran dari objek wisata mangrove itu sendiri selain dapat memberikan keuntungan dari segi ekonomi juga dapat berpesan penting dalam melindungi ekosistem laut dan kawasan hutan mangrove itu sendiri. Dengan melibatkan semua pihak dalam pencanangan tersebut dan memberikan sosialisasi yang rutin dan tepat terget bagi masyarakat tentang fungsi dan manfaat dari hutan mangrove itu sendiri, maka bukan tidak mungkin tujuan dan manfaat dari pencanangan objek wisata mangrove tersebut dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, dalam kesempatan ini penulis memilih judul

“Potensi Hutan Mangrove Sicanang Sebagai Kawasan Ekowisata” dengan

pertimbangan sebagai berikut :

1. Objek wisata Mangrove memiliki potensi besar khususnya di Kota Medan

2. Telah banyak berkurang jumlah kawasan hutan mangrove yang ada di Provinsi Sumatera Utara

3. Pengelolaan kawasan hutan mangrove sering kali melupakan aspek-aspek lingkungan.

4. Objek wisata Mangrove berbasis wkowisata memiliki peran penting khususnya di sektor ekonomi dan sektor lingkungan.

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembicaraan yang tidak terarah dan menyimpang dari penulisan yang dimaksud, dalam pembatasan masalah penulis membahas mengenai


(13)

potensi hutan mangrove daerah Sicanang Belawan serta manfaat pengembangan ekomangrove bagi lingkungan dan masyarakat setempat.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Program Studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Memperkenalkan objek wisata mangrove, fungsi dan manfaatnya.

3. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca pada umumnya dan mahasiswa pariwisata pada khususnya sebagai tinjauan ilmu pengetahuan.

4. Memperkenalkan daerah Sicanang Belawan, Medan sebagai objek wisata mangrove yang berpotensi besar.

5. Menerapkan teori-teori yang telah dipelajari di kampus dengan mengambil kesimpulan mengenai kepariwisataan

6. Penerapan Tri Darma Perguruan tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian.

1.4 Metode Penelitian

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis mengumpulkan data yang di perlukan dengan menggunakan :

1. Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu pengumpulan data dan informasi berdasarkan literature-literatur, tulisan-tulisan ilmiah, buku, majalah, serta tulisan yang berhubungan dengan judul kertas karya ini.


(14)

2. Field Research (penelitian lapangan )yaitu dengan suatu metode pengumpulan data dan informasi dengan langsung melakukan pengamatan, dan wawancara dengan beberapa narasumber agar data yang didapat lebih akurat.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah kegiatan penulisan kertas karya ini, maka penulis membuat sistematika penulisan yang di bagi dalam 5 (lima) bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab.

Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini menguraikan tentang alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika

penulisan.

Bab II : Pengertian Umum Mengenai Pariwisata

Pada bab ini menguraikan tentang pengertian pariwisata, wisatawan dan kepariwisataan, pengertian ekowisata, motivasi berwisata, jenis-jenis pariwisata.

Bab III : Gambaran Umum Tentang Derah Sicanang Belawan

Dalam bab ini membahas tentang letak geografis, sejarah daerah Sicanang Belawan, sarana dan prasarana serta penduduk dan mata pencaharian.


(15)

BAB IV : Potensi Hutan Mangrove Sicanang Sebagain Kawasan Ekowisata

Dalam bab ini, akan diuraikan potensi hutan mangrove dalam pengembangan ekowisata, dan upaya-upaya yang dilakukan dalam pengembangan ekowisata, peranan pemerintah, swasta, peranan masyarakat dan manfaat yang diperoleh dari hutan mangrove bagi lingkungan dan masyarakat setempat.

BAB V : Penutup DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

BAB II

PENGERTIAN UMUM MENGENAI PARIWISATA

2.1 Pengertian Pariwisata

Menurut Nyoman Pendit. S :

a. Pariwisata adalah segala yang berhubungan dengan perjalanan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan perjalanan.

b. Wisatawan adalah setiap orang yang berpergian.

c. Kepariwisataan adalah lalu lintas manusia dengan tujuan perjalanan untuk keperluan rekreasi/hiburan, kesehatan, pendidikan, keamanan/olah raga, perdagangan, kekeluargaan, pertemuan dan kunjungan muhibah oleh warga Negara sendiri maupun asing tidak bermaksud menetap.

Menurut undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Pengertian pariwisata menurut batasan yang diberikan WATA ( World Assosiation of Travel Agent ) adalah perlawatan keliling yang memakan waktu lebih dari 3 ( tiga ) hari,yang diselenggarakan oleh travel agent di suatu kota dan antara lain acaranya yaitu meninjau beberapa tempat atau kota, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.


(17)

Wall ( 1982) menjelaskan kaitan antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan perjalanan yaitu pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang diluar kegiatan kebiasaannya, termasuk untuk mengisi waktu senggangnya di lokasi selain tempat tinggal dan tempat kerjanya.

Suswantoro (1997) dalam utama (2009), menyatakan pariwisata merupakan suatu proses kepergian sementara seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya sementara seseorang adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, social, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun sekedar untuk belajar.

Pariwisata merupakan suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok sabgai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dengan lingkungann hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu ( Spillane, 1989 ).

Menurut A.J. Norwal :

Seorang wisatawan adalah seseorang yang memasuki wilayah negeri asing dengan maksud dan tujuan apapun asalkan bukan untuk tinggal permanen untuk usaha teratur. Melintasi perbatasan dan mengeluarkan uangnya di negara yang dikunjunginya, yang dibelanjakannya, diperolehnya, bukan di negeri tersebut tetapi di negeri lain. Batasan di atas telah menunjukkan pengertian sempit karena menguraikan dalam ruang lingkup yang terbatas yaiut yang kita sebut saat ini dengan wisatawan


(18)

Menurut F.W. Ogilvie : Wisatawan adalah, semua orang yang melakukan perjalanan dengan memenuhi dua syarat yaitu :

a. Bahwa mereka meninggalkan rumah kediaman mereka untuk jangka Waktu kurang dari satu tahun.

b. Sementara mereka pergi mengeluarkan ditempat yang mereka kunjungi tanpa mencari nafkah di tempat tersebut.

Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1969 : Wisatawan adalah setiap orang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ketempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu.

2.2 Pengertian Wisata

Menurut undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Wisata adalah perjalanan keluar tempat tinggalnya mengunjungi tempat tertentu secara sukarela dan bersifat sementara degan bermaksud berlibur, bertamasya, dan/atau kepentingan lain ditempat lain yang dikunjunginya, bukan untuk mencari nafkah (Warpani, 2007)

Menurut Yulianda (2006), wisata dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktifitas wisata yang ditujukan pada pemanfaatan sumber daya alam atau daya tarik panoramanya.


(19)

2. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai objek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

3. Ecotourism, green tourism atau alternative tourism, merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumber daya alam/lingkungan dan industry kepariwisataan.

2.3 Pengertian Ekowisata

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informative dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan social-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu ; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan social masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung member akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal.Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pentingnya berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di kawasan tersebut.Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai objek wisata ekowisata dan menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat yang berada didaerah tersebut atau daerah setempat (Subadra, 2008).


(20)

keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan yaitu ; ekonomi masyarakat, lingkungan, dan social-budaya. Pengembangan pariwisata alterative berkelanjutan khususnya ekowisata merupakan pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika dan social terhadap masyarakat (Subadra, 2008).

Ekowisata merupakan salah satu produk pariwisata alternative yang mempunyai tujuan seiring dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata yang secara ekologis memberikan manfaat yang layak secara ekonomi dan adik secara etika, memberikan manfaat social terhadap masyarkat guna memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian kehidupan social-budaya, dan member peluang bagi generasi muda sekarang dan yang akan datang untuk memanfaatkan dan mengembangakannya (Subadra, 2008).

Menurut Yilianda (2006), prinsip dasar ekowisata dapat dibagi menjadi : a. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap

alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

b. Pendidikan konservasi lingkungan. c. Pendapatan langsung untuk kawasan. d. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. e. Penghasilan masyarakat.


(21)

g. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan. h. Kontribusi pendapatan bagi negara.

Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupandan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga, ( The Ecotourism Society, 1990 ).

Konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehinggga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat., ( Fandeli, 2002 ).

Industri pariwisata selama ini memiliki peran dan makna begitu tinggi dalam aspek kehidupan manusia. Dalam perkembangannya, sektor pariwisata dunia memiliki kecenderungan untuk berubah secara konsep dari Unsustainable


(22)

forms of tourism menjadi Sustainable Tourism. Dari sisi kepariwisataan, ekowisata merupakan kolaborasi dari tiga macam wisata, diantaranya Rural tourism, Nature Tourism, dan Cultural Tourism. Dimana wisata-alam yang selama ini kita kenal, mempunyai kecenderungan berubah menjadi ekowisata, jika sustainable tourism dijadikan sebagai acuan (Chaniago, 2008). Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu:

A. "Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas."

"Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini." Rumusan di atas hanyalah penggambaran tentan kegiatan wisata alam biasa. Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990 yaitu sebagai berikut: "Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people."


(23)

"Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat”. Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata.

a. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam.

b. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat. c. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif. d. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari.

B. Definisi dari ekowisata yang disepakati dalam semiloka dan symposium ecotourism pada April 1995 oleh PACT/WALHI adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya


(24)

juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan ekowisata.

C. Unsur penting yang dapat menjadi daya tarik dari sebuah Daerah Tujuan Ekowisata (DTE) adalah :

1.Kondisi alamnya,

2. Kondisi flora dan fauna yang unik, langka dan endemik, 3. Kondisi fenomena alamnya,

4. Kondisi adat dan budaya.

Kegiatan ekowisata yang juga merupakan daya tarik dalam sebuah DTE antara lain diving, bird watching, game fishing, wild life viewing, dll. Semakin banyak fasilitas kegiatan akan mampu meningkatkan jumlah dan lama kunjungan.

Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based ecotourism) merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai

perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat.Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata.

Ekowisata sendiri telah menjadi trend baru di dunia Internasional sebagai salah satu dari isu 4T (Transportation, Telecommunication, Tourism dan Technology) dalam milenium ketiga.Ekowisata merupakan sebuah pengembangan konsep dari


(25)

penyelarasan antara kegiatan manusia (aspek wisata) dan lingkungan sekitar (aspek ekologi).

2.4 Motivasi Berwisata

Sudah pernah dilakukan penelitian dalam dua dekade terakhir ini tentang mengapa orang melakukan perjalanan baik secara rombongan terutama mengenai motivasinya dengan alasan yang objektif dan subjektif mengapa orang-orang melakukan perjalanan :

1. Alasan pendidikan dan kebudayaan

- Ingin melihat bagaimana rakyat lain berkerja dan bagaimana cara hidupnya.

- Ingin menyaksikan tempat-tempat bersejarah, peninggalan-peninggalan

kuno, monumen, kesenian rakyat, industry kerajinan, partikel, event, keindahan alam dan lain-lainnya.

- Untuk mendapatkan saling pengertian dan ide-ide baru atau

penemuan-penemuan baru.

- Untuk melihat dan berpartisipasi dalam suatu festival kebudayaan, kesenian

dan sebagainya.

2. Alasan santai, kesenangan dan petualangan.

- Menghindari diri dari kesibukan sehari-hari dan kewajiban rutin.

- Untuk mendapatkan dan menggunakan kesempatan yang ada agar


(26)

- Untuk mendapatkan suasana romantis, yang berkesempatan terutama bagi

pasangan yang sedang melakukan honeymoon. 3. Alasan kesehatan, olah raga dan rekreasi.

- Untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan sesudah bekerja keras dan

ketegangan pikiran.

- Untuk melatih diri dan ikut pertandingan tertentu.

- Untuk menyembuhkan diri dari suatu penyakit.

- Melakukan rekreasi dalam menghabiskan masa liburan.

Jadi Jelaslah bahwa manusia melakukan sesuatu perjalana pasti ada motivasinya. Seperti yang penulis ungkapkan di atas, maka terlihatlah adanya usaha manusia, untuk mengadakan perjalanan ini harus didukung berbagai hal antara lain :

a. Kemampuan biaya. Biaya merupakan factor terpenting untuk mengadakan suatu perjalanan, apakah itu untuk perjalanan biasa atau perjalanan wisata. b. Faktor adanya waktu. Untuk mengadakan suatu perjalanan, maka diperlukan

suatu waktu khusu dengan pengertian dapat dimanfaatkan secara bebas serta dapat digunakan untuk maksud yang telah dijadwalkan. Kemajuan dalam undang-undang perburuhan dapat menunjang tersedianya waktu-waktu di atas karena berhubung erat dengan cuti dan batasan kontrak kerja yang telah diselesaikan.


(27)

c. Hasrat untuk mengadakan perjalanan. Seseorang yang hendak melakukan perjalanan haruslah berbadan sehat dengan pergertian, terkecuali orang sakit yang melakukan perjalanan untuk mencari kesegaran jasmani dan rohani dengan cara melakukan perjalanan yang bertitik tolak pada tujuan untuk berobat.

2.5 Jenis Pariwisata

Dilihat dari motif dan tujuan menurut James J. Spillane (1989), maka terdapat beberapa jenis pariwisata, yaitu sebagai berikut :

1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourist)

Yang termasuk jenis ini adalah apabila motif orang untuk meninggalkan rumahnya adalah berlibur, mencari udara segar baru, ingin tahu, mengendurkan ketegangan syaraf, menikmati keindahan alam, memepelajari budaya, menikmati ketenangan di luar kota atau bahkan sebaliknya menikmati liburan di kota-kota besar.

2. Pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism)

Jenis ini dilakukan oleh orang-orang yang memanfaatkan hari liburnya.Biasanya tinggal selama mungkin di tempat-tempat yang nyaman untuk rekreasi, misalnya di tepi pantai, pegunungan dan lain-lain.Mereka lebih menyukai healt historis. Termasuk kategor ini mereka yang karena alas an kesehatan dan kesembuhan harus tinggal di tempat-tempat khusus untuk memulihkan kesehatan, seperti di daerah sumber air panas, dan lain-lain.


(28)

3. Pariwisata untuk kebudayaan.

Jenis ini didorong oeh keinginan untuk mempelajari adat istiadat, kelembagaan dan cara hidup, monument sejarah, kesenian, keagamaan, atau ikut serta dalam festival-festival music, dan sebagainya.

4. Pariwisata untuk berolah raga

Jenis ini dibagi dalam dua kategori yaitu :

a. Big sport evenst (peristiwa olah raga besar) seperti Olympiade, Asian Games, Sea Games dan lain sebagainya.

b. Sporting tourism of the practitioners, yaitu olah raga atas keinginan seseorang untuk berlatih dan atau mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, berburu, memancing dan sebagainya.

5. Pariwisata untuk usaha dagang (business tourism)

Menurut para ahli, perjalanan usaha ini adalah bentuk professional travel atau perjalanan karena ada kaitannya karena ada kaitannya.

6. Pariwisata untuk berkonvesi (convention tourism)

Jenis ini merupakan perjalanan yang bertujuan mengikuti konvensi, konvensi nasional, symposium, seminar dan sebagainya.Akhir-akhir ini banyak negara yang menyadari besarnya potensi ekonomi dari sector pariwisata, sehingga banyak negara berusaha menjadi tempat diadakannya konferensi, symposium dan sebagainya.


(29)

2.6 Ekosistem Mangrove

Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah ( Rhizopora spp ). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau muara sungai yang menyesuaikan diri pada keadaan asin. Kadang-kadang kata mangrove juga berarti suatu komunitas mangrove ( Romimohtarto, 2001 ).

Ekosistem Mangrove adalah suatu system di dalam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbale balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan di antara makhluk hidup itu sendiri. Terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asih/payau Santoso ( 2000 ) dalam Zulkifly ( 2008 ).

Hutan bakau atau mangal merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai topik didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan yang asin.Sebutan bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.Hutan mangrove adalah hutan yang berkembang baik di daerah pantai yang berair tenang dan terlindung dari hempasan ombak, serta eksistensinya selalu dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran sungai. Definisi lain hutan mangrove adalah suatu kelompok tumbuhan daya adaptasi morfologi dan


(30)

fisiologis yang sama terhadap habitat yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut (Nybakken, 1992).

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur (Bengen, 2004).

Hutan daerah bakau merupakan suatu daerah yang dinamis, dimana tanah lumpur dan daratan secara terus menerus dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi daerah semi teresterial (semi daratan) (Hutabarat dan Evans, 1986).

Menurut Bengen (2004), cirri-ciri hutan mangrove sebagai berikut :

a. Umumnya tumbuh pada daerah intercial yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung dan berpasir.

b. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.

c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. e. Air bersalinitas payau (2-22 per mil) hingga asin (mencapai 38 per mil).

Daerah hutan bakau merupakan suaut daerah yang dinamis, dimana tanah lumpur dan daratan secara terus menerus dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi daerah semi teresterial (semi daratan) (Hutabarat dan Evans, 1986).


(31)

BAB III

GAMBARAN UMUM KAWASAN

3.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi

Secara Geografis Kota Medan ini terletak pada koordinat 2 27’ sampai dengan 2 47’ Lintang Utara dan 98 35’ sampai dengan 98 44’ Bujur Timur memiliki luas 26.510 Ha dan Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 m di atas permukaan laut dengan kemiringan tanah bervariasi antara 0 – 3% yang cenderung datar.

Luas Kecamatan Medan Belawan secara administrasi mencapai2.182 Ha. Luas wilayah terbesar secara adminitrasi adalah Kelurahan Belawan Pulau Sicanang 1.510 Ha, sedangkan yang terkecil adalah Belawan Bahagia 54 Ha, secara adminitrasi batas Wilayah Kecamatan Belawan adalah :

- Sebelah Utara : Berbatasan Selat Malaka.

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan.

- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Topografi dan Ketinggian

Secara umum Kecamatan Medan Belawan berada pada ketinggian 0 sampai 5m di atas permukaan laut.Bentuk topografi wilayah Kecamatan Medan Belawan pada umumnya merupakan daerah dataran, adapun yang bergelombang hanyalah sebagian kecil saja.Dalam hal ini wilayah yang agak bergelombang terdapat pada lahan yang


(32)

memiliki sebagian tambak perikanan dan sebagian pada lahan hutan mangrove serta rawa-rawa.

3.3 Klimatologi

Tipe iklim umumnya di Kota Medan adalah jenis type iklim AF atau iklim hujan tropis dengan suhu rata-rata 32 C pada siang hari dan rata-rata 26 C pada malam hari. Kadar lengas udara relative berkisar antara 70% s/d 90%. Curah hujan tahunan rata-rata 1500 mm. Adapun iklim yang terdapat di kecamatan Medan Belawan adalah sedang dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh dua arah angin yang terdiri dari angin gunung yang membawa hujan dan angin laut yang membawa udara panas dan lembab. Kelembaban udara (RH) Kecamatan Medan Belawan adalah kurang lebih 84 dan curah hujan rata-rata 1.844 mm Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm.

3.4 Kondisi Hidrologi

Kawasan perencanaan merupakan kawasan yang memiliki wilayah perairan dalam bentuk laut, secara umum keadaan hidrologi Kawasan perencanaan terbagi atas tiga jenis yaitu :

1. Air Tanah

Sumber air tanah yang ada, saat ini berasal dari air tanah dangkal yang dimanfaatkan penduduk sebagai sumber air bersih rumah tangga.Dan air tanah dalam yang banyak digunakan jasa dan industri dalam bentuk sumur bor. Air


(33)

tanah dalam juga digunakan sebgai sumber air bersih dari fasilitas kran-kran umum yang terdapat di kelurahan Belawan Sicanang.

2. Air Permukaan

Air permukaan yang ada di kawasan studi pada umumnya adalah berupa kolam dan rawa.Air permukaan ini tidak dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti mencuci pakaian dan mandi karena kualitasnya tidak baik. Salah satu manfaat yang cukup signifikan dari keberadaan air permukaan ini adalah untuk mendukung kegiatan pengembangan perikanan kolam (tambak).

3. Sungai

Adapun sungai yang panjang mengelilingi kawasan perencanaan adalah Sungai Belawan dengan panjang 17.23 Km dan Sungai Deli dengan panjang keseluruhan 5.15 Km serta beberapa anak-anak sungai lainnya.Sehingga air sungai yang ada didaerah tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan sehari-hari dan sector perikanan yang ada.Tipologi sungai di Belawan Sicanang adalah tipologi muara-muara sungai yang sangat tinggi sedimentasinya dan sangat terpengaruh dengan pasang naik permukaan laut khususnya pada masa-masa tertentu tiap bulannya.


(34)

3.5 Kondisi Penggunaan Jalan

Penggunaan lahan kawasan perencanaa merupakan pencerminan dari hubungan antara alam/lahan dengan manusia dan kegiatannya.Apabila jumlah manusia sangat kecil disbanding dengan luas wilayah, maka dapat diartikan penggunaan lahan belum banyak bervariasi sesuai dengan jenis kegiatan yang dilakukan.Pola penggunaan lahan di kawasan perencanaan pada saat ini terdiri penggunaan lahan di Kelurahan Belawan Sicanang berupa pemukiman, fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, tambak dan mangrove dengan luasan keseluruhan 1.510 Ha.

Penggunaan lahan di wilayah ekowisata mangrove seluas ± 575 Ha, terdiri dari jenis penggunaan lahan perencanaan hutan mangrove dengan luas 300 Ha atau 52,17 % dari total wilayah perencanaan hutan mangrove sicanang, dan kawasan budidaya sebesar 275 Ha atau 47,82 % dari wilayah perencanaan mangrove sicanang.

3.6 Kondisi Jaringan Jalan

Pada lokasi studi jaringan jalan belum memadai, masih berupa jalan tanah dengan kondisi buruk, apabila tergenang air jalan akan belumuran lumpur. Pada lokasi perencanaan ekowisata mangrove, jaringan jalan yang tersedia sepanjang ± 2200 m yang berada di tengah-tengah hutan bakau. Jalan yang telah terbangun berbentuk jalan tanah dengan lebar 1,5 – 2,5 meter dengan panjang 750 meter nama jalan jalan Bakau 1, sedangkan sisanya masih dalam rencana jaringan jalan menuju pinggiran sungai belawan.


(35)

BAB IV

POTENSI HUTAN MANGROVE SICANANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA

4.1 Pengembangan Ekowisata Mangrove Sicanang

Pengembangan Ekowisata Mangrove Sicanang meninjau dari tujuan dan fungsi ekowisata mangrove di wilayah perencanaan, pada dasarnya tujuan pengembangan masterplan ekowisata magnrive di Sicanang sesuai dengan tujuan dan fungsi yang akan direncanakan, khususnya pada empat point, yaitu “ sebagai kawasan ekonomi, kawasan rekreasi ( wisata), kawasan edukasi ( pendidikan ) dan kawasan produktif. Ekowisata sendiri merupakan bagian dari pariwisata dan pemanfaatan jasa lingkungan dan bertujuan mendukung upaya konservasi dan memberdayakan masyarakat lokal.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya, pengembangan ekowisata untuk mencapai tujuan dan fungsi tersebut, terutama empat poin diatas masih sulit. Keempat point tersebut sulit terwujud jika tidak didukung dengan terpenuhinya tujuan dan fungsi yang lain. Maka dalam perencanaan ekowisata mangrove Sicanang ada beberapa konsep yang akan dikembangkan demi terlaksananya masterplan ekowisata mangrove sicanang.

4.2 Potensi Penataan Zonasi


(36)

1) Zona Budidaya ( permukiman dan tambak ),

• Permukiman,

• Tambak

2) Zona Konservasi Hutan Mangrove, dan 3) Zona Peralihan atau Buffer.

Ketiga zona tersebut perlu dalam pengembangan ekowisata mangrove Sicanang dimana zona budidaya dapat dimanfaatkan sebagai kawasan tambaaaaak masyarakat yang produktif, dan zona konservasi hutan mangrove yang akan direncanakan sebagai ekowisata mangrove sicanang serta zona peralihan atau buffer yang akan membatasi antara zona budidaya dan zona konservasi hutan mangrove.

4.3 Potensi Pengembangan Jaringan Jalan Ekowisata Mangrove Sicanang

Konsep pengembangan jaringan jalan sangat diprioritaskan dalam rencana pengembangan Ekowisata Mangrove Sicanang, Ekowisata Mangrove yang merupakan sumberdaya alam yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk proditivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut. Mengenal lebih dekat objek wisata Hutan Bakau atau Mangrove di Sicanang, lokasinya di bagian pesisir dari kelurahan belawan sicanang, kalau dari jalan mesjid depa rumah pak sahdan, sekitar ± 500 meter menuju jalan Bakau 1 yang sekarang kondisi jalan setapak yang menelusuri hutan mangrove masih berupa jalan tanah dengan panjang 750 meter yang terbangun


(37)

dari ± 2200 panjang jalan yang akan dibangun di kawasan perencanaan Ekowisata Mangrove Sicanang.

Ekowisata Mangrove ini lokasinya sangat tersembunyi dari hiruk pikuk kota dan Kota Medan yang selalu macet. Kita jarang bias menikmati/melihat hutan mangrove apalagi masuk kekawasan hutan, karena hutan bakau identik dengan kawasan rawa-rawa yang berlumpur, tapi dikawasan ini, kita upayakan untuk bias ditata rapi dengan jembatan kayu, masuk ke kawasan hutan sehingga kita bias menikmati keindahan hutan mangrove Sicanang, oleh karena itu beberapa konsep jaringan jalan yang kana direncanakan yaitu sebagai berikut :

A. Jalan Tanah

• Dari area parkir menuju kawasan menuju kawasan wisata mangrove menggunakan jalan yang terbuat dari timbunan tanah ( pematang ) dengan lebar penampang atas ± 4 meter, kemiringan pematang 1 : 1

• Perkuatan Pemantang dengan

- Tanaman Mangrove di tepi pematang - Pondasi Cerocok pada AS pematang - Timbunan Pematang di padatkan

- Pematang yang berbatasan dengan sungai diberi ‘Berm’ B. Jalan Trek

- Jalan Trek terbuat dari kayu ( kayu dammar laut atau kayu besi yang tahan terhadap air )


(38)

- Pondasi Jalur trek dengan pondasi cerocok.

- Jalur trek terdiri dari 2 jenis dengan railing dan tanpa railing.

4.4 Potensi Pembangunan Tower di Wilayah Perencanaan

Luas hutan bakau sekitar 575 hektar, merupakan luas wilayah yang akan direncanakan. Kawasan wisata ini sangat bagus untuk anak-anak sekolah, untuk bisa mengenal lingkungan lebih dekat, sering juga dijadikan sebagai tempat penelitian. Di beberapa titik disediakan tempat khusus untuk menikmati keindahan hutan dan menghirup udara segar yang jauh dari polusi. Dalam konsep ini di tengah hutan akan disediakan tower untuk bisa melihat seluruh kawasan hutan.

4.5 Potensi Jenis Bangunan di Wilayah Perencanaan

Konsep jenis bangunan yang akan di rencanakan di wilayah perencanaan ekowisata mangrove sicanang disesuaikan dengan konsep arsitektur yang semua massa bangunan terbuat dari bahan kayu dengan pondasi cerocok dan berlantai kayu, untuk ketinggian lantai bangunan minimal 1 meter dari permukaan air pasang.

4.6 Potensi Pembangunan Dermaga Wilayah Perencanaan

Pengembangan dermaga di kawasan ekowisata mangrove sicanang sangat diharapkan untuk meningkatkan daya Tarik Wisatawan yang berkunjung melalui jalur sungai belawan.

4.7 Potensi Pembangunan Gajebo di Pinggiran Sungai Hutan Mangrove Sicanang

Dalam konsep ini Perencanaan Gajeb yang akan direncanakan akan memenuhi criteria bangunan yang terbuat dari kayu yang akan diletakkan di


(39)

pinggiran sungai dari hutan mangrove, dari sini wisatawan bisa menikmati pemandangan alam, melihat habitat flora dan fauna yang ada disekitar hutan bakau, sekaligus tempat untuk bersantai dan menikmati hidangan khas yang disediakan oleh masyarakat setempat.

4.8 Potensi Outbound di Ekowisata Mangrove Sicanang

Outbound merupakan salah satu metode pembelajaran modern yang memanfaatkan keunggulan alam seperti Hutan Bakau.Para peserta yang mengikuti outbound tidak hanya diahadapkan pada tantangan intelegensia, tetapi juga fisik dan mental.Dan ini menjadi sebuah pengalaman yang membekali dirinya dalam menghadapi tantangan yang lebih nyata dalam persaingan di kehidupan sosial masyarakat.

Kegiatan outbound sendiri bertujuan menumbuhkan dan menciptakan suasana saling mendorong, mendukung serta memotivasi dalam sebuah kelmpok.Selain mengembangkan kemampuan apresiasi atau kreativitas dan penghargaan terhadap perbedaaan dalam sebuah kelompok juga memberikan kontribusi memupuk jiwa kepemimpinan, kemandirian, keberanian, percaya diri, tanggung jawab dan empati yang merupakan nilai dasar yang harus dimiliki setiap orang. Yang diterjemahkan melalui eexperiental learning yang akan memberikan pengalaman langsung kepada peserta pelatihan dengan simulasi permainan konsep pembuatan outbound di tengah-tengah hutan bakau dapat direncanakan guna untuk menarik para wisatawan berkunjung ke wisata mangrove sicanang.


(40)

4.9 Perencanaan Perjalanan Wisata

1. Kegiatan ekowisata mangrove di Belawan Sicanang dapat dilakukan dengan menyusuri sungai Belawan di ekosistem mangrove ini. Kegiatan yang dilakukan pada kawasan ini dalam pelaksanaannya harus memperhatikan daya dukung kawasan sebanyak 165 orang/hari.Nilai ini menunjukkan bahwa, dalam satu 4 jam dalam satu harinya, waktu ini disesuaikan dengan rata-rata lama pasang air laut.Hal ini dikarenakan ada beberapa lokasi pada sungai yang tidak bisa dilalui oleh alat transportasi pada saat air surut.

Track ini dapat dilalui dengan menggunakan alat transportasi seperti perahu dayung, canno atau kapal kecil. Fasilitas lain yang diperlukan pada track ini adalah fasilitas keamanan seperti pelampung. Selain itu juga perlu adanya dermaga untuk bersendernya alat-alat transportasi yang akan digunakan pada track ini. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada track ini selain menikmati keindahan mangrove sambil menyusuri sungai, juga dapat dilakukan kegiatan memancing, fotografi, olah raga air ( dayung ) dan pengamatan burung.

Usulan melalui perjalanan perairan yaitu melalui TPI menuju wisata mangrove sicanang dengan panjang track ± 22,7 Km dan melalui Danau Siombak menuju wisata mangrove sicanang dengan panjang track ± 4,9 Km.

2. Daratan

Ekosistem mangrove merupakan salah satu potensi wisata di kawasan Belawan Sicanang. Salah satu cara menikmatinya adalah dengan berjalan menyusuri ekosistem mangrove. Kegiatan ini dapat memberikan pengalaman, seperti


(41)

pengalaman berjalan di tengah hutan mangrove, memberikan pengetahuan mengenai jenis-jenis spesies mangrove dan cirri-ciri khasnya juga mengamati jenis-jenis fauna yang terdapat di sekitar ekosistem mangrove seperti burung air. Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan minat dan kesadaran akan pentingnya ekosistem mangrove.

Sarana prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah boardwalk. Track daratan dibuat dengan pertimbangan dibuat pada daerah yang memenuhi criteria sesuai pada indeks kesesuaian wisata atau kategori sesuai bersyarat. Kegiatan yang dilakukan pada kawasan ini dalam pelaksanaannya harus memperhatikan daya dukung kawasan.

Jumlah maksimal ekowisatawan yang dapat berkunjung ke track daratan ini berjumlah 157 orang per harinya. Waktu yang diberikan ini berjumlah oleh kawasan pada kegiatan track daratan ini adalah sebanyak 8 jam, sesuai dengan rata-rata lama jam kerja ( Yulianda, 2007 ). Track-tack ini tidak begitu dipengaruhi oleh kondisi pasang surut, asalkan tinggi boardwalk yang dibuat disesuaikan oleh kondisi pasang tertinggi. Usulan perjalan wisata melalui darat yaitu dari jalan Yos Sudarso ke tujuan wisata mangrove sicanang dengan panjang track ± 6,5 Km.

4.10 Perencanaan Sarana Kuliner

Konsep sarana kuliner sangat mendukung suatu perencanaan di kawasan wisata mangrove Sicanang, meninjau kawasan setempat berada di pinggiran wilayah pesisir kota Medan makan banyak wisata kuliner yang berasal dari hasil perikanan


(42)

laut, tambak bahkan masyarakat lokal bisa berperan dalam penyediaan wisata kuliner untuk para wisatawan yang berkunjung ke wisata mangrove sicanang.


(43)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian terlebih dahulu diatas, penulis menarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Dengan berkembangnya suatu obyek wisata penghasilan penduduk di daerah obyek wisata tersebut akan bertambah tanpa meninggalkan mata pencaharian semula.

2. Potensi dan kelayakan untuk menjadikan kawasan ekowisata mangrove Sicanang Medan Utara sebagai tujuan wisata cukup baik dan sangat menjanjikan serta dimungkinkan untuk diwujudkan seiring kebijakan “agromarine politan” dan berbagai bentuk koordinasi yang semakin luas dapat dilakukan serta tentunya disesuaikan atau bersesuaian dengan budaya setempat dengan tetap memakai konsep “back to nature”.

3. Telah terjadi kerusakan hutan mangrove baik dengan sengaja maupun factor alam terutama pada daerah tanggul-tanggul paluh/ sungai/ muara yang hingga saat ini telah memberikan dampak negatif bagi masyarakat pesisir Kota Medan.

4. Upaya pengelolaan ekosistem hutan mangrove saat ini masih belum maksimal khususnya di Kelurahan Belawan Sicanang dan bahkan cenderung tidak mampu menghembang lajunya pengrusakan untuk berbagai keperluan


(44)

5. Hambatan dan tantangan terberat dalam pengembangan ekowisata mangrove Sicanang ini adalah banyaknya kawasan mangrove di 3 wilayah pesisir Kota Medan yang sudah dikuasai/dimiliki oleh masyarakat dan pihak-pihak tertentu dan bahkan tumpang tindih surat kepemilikan.

6. Saat ini dibutuhkan pohon mangrove khususnya bakau sebanyak 963.000 pohon untuk ditanam di Kelurahan Belawan Sicanang tepatnya di lingkungan XX ( Medan Belawan )

5.2 Saran

1. Pelarangan dan penindakan ( penutupan ) panglong atau cukong yang menebang bakau atau menerima bakau dari masyarakat.

2. Untuk melengkapi upaya pemeliharaan atas pohon bakau yang baru ditanam, sangat diharapkan dapat dibangun dibangun tanggul penjaring sampah di hulu sungai hingga ke muara-muara sungai yang melintasi Kota Medan, hal ini dimaksudkan agar anak-anak mangrove dan yang baru ditanam tidak langsung mati tertimpa sampah plastic utamanya.

3. Segera disiapkan Perda tentang Ekowisata Mangrove Sicanang Medan Belawan.

4. Hendaknya Instansi Pemerintah, masyarakat dan pihak swasta saling mendukung dan mempunyai pandangan dan gerak langkah terhadap pengembangan kepariwisataan.

5. Pemerintah hendaknya memberikan kesempatan kepada para investor untuk menanamkan modalnya guna pengembangan kepariwisataan


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan.2012. Penyusunan Masterplan Ekowisata Kawasan Mangrove Sicanang.Medan. Artek Utama Consultant Eng

The Ecotourism Society, 1990. Defenisi Ekowisata

Yoeti, Oka. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa

Ghufron H. Kordi K. M. 2012. Ekosistem Mangrove : Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta. Rineka Cipta

Dinas Pariwisata Kota Medan Balai Mangrove Sumatera Utara

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara Dinas Kehutanan Sumatera Utara


(46)

Lampiran Gambar

Gambar 1

Gambar 2

Konsep Rencana Dermaga Yang Akan Di Rencakan Di Ekowisata Mangrove Sicanang

Konsep Rencana Jalan Darat Yang Akan Di Rencanakan Di Ekowisata Wisata Mangrove Sicanang


(47)

Gambar 3

Konsep Rencana Pembangunan Tower Yang Akan Direncanakan Di Ekowisata Mangrove Sicanang

Gambar 4

Konsep Rencana Pembangunan Jalan Darat Yang Akan Direncanakan Di Ekowisata Mangrove Sicanang


(1)

laut, tambak bahkan masyarakat lokal bisa berperan dalam penyediaan wisata kuliner untuk para wisatawan yang berkunjung ke wisata mangrove sicanang.


(2)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian terlebih dahulu diatas, penulis menarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Dengan berkembangnya suatu obyek wisata penghasilan penduduk di daerah obyek wisata tersebut akan bertambah tanpa meninggalkan mata pencaharian semula.

2. Potensi dan kelayakan untuk menjadikan kawasan ekowisata mangrove Sicanang Medan Utara sebagai tujuan wisata cukup baik dan sangat menjanjikan serta dimungkinkan untuk diwujudkan seiring kebijakan “agromarine politan” dan berbagai bentuk koordinasi yang semakin luas dapat dilakukan serta tentunya disesuaikan atau bersesuaian dengan budaya setempat dengan tetap memakai konsep “back to nature”.

3. Telah terjadi kerusakan hutan mangrove baik dengan sengaja maupun factor alam terutama pada daerah tanggul-tanggul paluh/ sungai/ muara yang hingga saat ini telah memberikan dampak negatif bagi masyarakat pesisir Kota Medan.

4. Upaya pengelolaan ekosistem hutan mangrove saat ini masih belum maksimal khususnya di Kelurahan Belawan Sicanang dan bahkan cenderung tidak mampu menghembang lajunya pengrusakan untuk berbagai keperluan manusia.


(3)

5. Hambatan dan tantangan terberat dalam pengembangan ekowisata mangrove Sicanang ini adalah banyaknya kawasan mangrove di 3 wilayah pesisir Kota Medan yang sudah dikuasai/dimiliki oleh masyarakat dan pihak-pihak tertentu dan bahkan tumpang tindih surat kepemilikan.

6. Saat ini dibutuhkan pohon mangrove khususnya bakau sebanyak 963.000 pohon untuk ditanam di Kelurahan Belawan Sicanang tepatnya di lingkungan XX ( Medan Belawan )

5.2 Saran

1. Pelarangan dan penindakan ( penutupan ) panglong atau cukong yang menebang bakau atau menerima bakau dari masyarakat.

2. Untuk melengkapi upaya pemeliharaan atas pohon bakau yang baru ditanam, sangat diharapkan dapat dibangun dibangun tanggul penjaring sampah di hulu sungai hingga ke muara-muara sungai yang melintasi Kota Medan, hal ini dimaksudkan agar anak-anak mangrove dan yang baru ditanam tidak langsung mati tertimpa sampah plastic utamanya.

3. Segera disiapkan Perda tentang Ekowisata Mangrove Sicanang Medan Belawan.

4. Hendaknya Instansi Pemerintah, masyarakat dan pihak swasta saling mendukung dan mempunyai pandangan dan gerak langkah terhadap pengembangan kepariwisataan.

5. Pemerintah hendaknya memberikan kesempatan kepada para investor untuk menanamkan modalnya guna pengembangan kepariwisataan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan.2012. Penyusunan Masterplan Ekowisata Kawasan Mangrove Sicanang.Medan. Artek Utama Consultant Eng

The Ecotourism Society, 1990. Defenisi Ekowisata

Yoeti, Oka. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa

Ghufron H. Kordi K. M. 2012. Ekosistem Mangrove : Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta. Rineka Cipta

Dinas Pariwisata Kota Medan Balai Mangrove Sumatera Utara

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara Dinas Kehutanan Sumatera Utara


(5)

Lampiran Gambar

Gambar 1

Gambar 2

Konsep Rencana Dermaga Yang Akan Di Rencakan Di Ekowisata Mangrove Sicanang

Konsep Rencana Jalan Darat Yang Akan Di Rencanakan Di Ekowisata Wisata Mangrove Sicanang


(6)

Gambar 3

Konsep Rencana Pembangunan Tower Yang Akan Direncanakan Di Ekowisata Mangrove Sicanang

Gambar 4

Konsep Rencana Pembangunan Jalan Darat Yang Akan Direncanakan Di Ekowisata Mangrove Sicanang