1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan sumber kehidupan manusia dan memiliki arti yang penting bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai
hubungan yang erat dengan keberadaan individu manusia dalam lingkungannya dan kelangsungan hidupnya, juga mempunyai nilai ekonomis yang dapat
dicadangkan sebagai sumber pendukung kehidupan manusia di masa mendatang. Untuk memperoleh suatu hak atas tanah tiap orang atau individu dapat
memperoleh suatu hak atas tanah, tiap-tiap orang atau individu dapat memperoleh hak atas tanah dengan memohonkan tanah yang dapat berstatus tanah negara atau
tanah hak pengelolaan di Kantor Pertanahan Kabupaten Kota. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok
Agraria Pasal 28 ayat 1 menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu
paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Jadi total jangka waktu hak guna usaha selama 60 tahun, guna pertanian,
perikanan, dan peternakan serta perkebunan. Kegiatan pinjam meminjam uang telah lama dilakukan sejak lama dalam
kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.
1
1
M. Bahsan, Hukum Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 1.
Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan
khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang
dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat. Dalam proses pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank
selaku kreditur kepada debitur, kemungkinan terjadi risiko seperti kemacetan dalam pelunasan hutang oleh debitur sangatlah besar. Sehingga diperlukan
jaminan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur guna menjamin pelunasan kredit tersebut. Jaminan yang paling banyak digunakan adalah hak atas
tanah, karena nilai atau harganya yang cenderung meningkat. Lembaga jaminan yang dianggap efektif dan aman oleh lembaga
perbankan adalah Hak Tanggungan, hal ini disebabkan karena mudah dalam mengidentifikasi objek Hak Tanggungan serta jelas dan mudah dalam pelaksanaan
eksekusinya, serta harus dibayar lebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan objek Hak Tanggungan, dan sertifikat Hak Tanggungan
mempunyai kekuatan eksekutorial. Dalam hal tersebut di atas, jelas bahwa perlindungan hukum diberikan kepada kreditur melalui Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang mulai berlaku tanggal 9 April 1996.
Pelaksanaan pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok
yaitu perjanjian utang piutang dan ikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur.
Kredit yang diberikan oleh bank sebagai salah satu lembaga keuangan, sudah semestinya wajib dapat memberikan suatu perlindungan hukum bagi
pemberi dan penerima kredit serta para pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu wadah lembaga jaminan hukum bagi semua pihak yang
berkepentingan dalam kaitannya dengan pemberian kredit. Pada dasarnya jenis-jenis jaminan kredit terdiri dari jaminan perorangan
Personal Guarantee adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan seseorang pihak ketiga guna pemenuhan kewajiban pihak debitur
kepada kreditur dan jaminan kebendaan yang menurut sifatnya jaminan kebendaan ini terbagi menjadi 2 dua yaitu jaminan dengan benda berwujud
material dan jaminan dengan benda yang tak berwujud immaterial. Adapun jenis-jenis hak atas tanah yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit yaitu Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa dan hak- hak lainnya yang ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara. Sebagai salah satu bentuk dari lembaga keuangan, perbankan memiliki
peranan yang strategis sebagai penyedia dana dalam membantu mensukseskan pembangunan nasional khususnya dalam bidang ekonomi. Hal ini tentunya sangat
terkait dengan fungsi perbankan itu sendiri. Seperti yang tercantum pada ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu: “Fungsi utama perbankan Indonesia yaitu penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Oleh
karena itu, dalam menjalankan fungsi tersebut, perbankan harus mendasarkan
kegiatannya pada ketentuan yang mengaturnya dan tidak boleh melakukan penyimpangan. Karena hal itu bisa mempengaruhi tingkat kesehatan perbankan
yang berakibat pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Apabila dalam suatu negara tingkat kesehatan perbankannya buruk, maka negara tersebut akan
mengalami suatu krisis ekonomi dan apabila tingkat kesehatan perbankan baik, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut menjadi baik.
Fungsi perbankan sebagai penyalur dana kepada masyarakat, bank melakukan secara aktif kegiatan usahanya diantaranya dengan memberikan kredit
kepada debitur. Dalam rangka kegiatan pemberian kredit tersebut, terlebih dahulu pihak bank perlu melakukan kegiatan penganalisisan atau penilaian terhadap calon
debiturnya dengan menggunakan prinsip 5 C’s berdasar pada asas kehati-hatian perbankan untuk menilai tingkat kemampuan dari calon nasabah atas kredit yang
akan diberikan. Penilaian modal menyangkut masalah besarnya modal yang dimiliki calon
nasabah debitur. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki oleh calon nasabah debitur akan semakin baik karena keterlibatan calon nasabah debitur terhadap
maju dan mundurnya usaha akan menjadi besar. Penilaian jaminan atau agunan menyangkut tentang harta benda milik calon nasabah debitur atau dapat juga milik
pihak ketiga yang merupakan jaminan tambahan dan merupakan jalan terakhir untuk mengamankan penyelesaian kredit.
Jaminan atas tanah biasanya selalu digunakan atau selalu ada dalam suatu perjanjian antara pihak pemberi kredit kreditur dengan debitur, dalam perjanjian
tersebut benda yang dijadikan objek perjanjian juga digunakan sebagai benda
jaminan oleh pihak debitur kepada kreditur. Suatu hal yang sangat penting dalam masalah piutang adalah adanya kesanggupan dari orang yang berutang untuk
mengembalikan utangnya. Penilaian kemampuan menyangkut kemampuan calon nasabah debitur dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya sehingga
berjalan lancar. Dengan kondisi usaha yang menguntungkan dan kejelasan pertambahan pendapatan calon nasabah debitur, pasti membayar hutang pokok
dan bunganya. Dalam praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari
jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitur diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta aset yang
diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang -Undang
Hukum Perdata, dimana ketentuan dalam Pasal ini sering dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan, yang berbunyi : “Segala
kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatan perseorangan”,serta ketentuan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Kebendaan tersebut menjadi
jaminan bersama-sama bagi semua masyarakat yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu
menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”
2
B. Permasalahan