Kegiatan Menggambar Ilustrasi: Sebuah Metode Alternatif dalam Pembelajaran Mengarang

Kegiatan Menggambar Ilustrasi: Sebuah Metode Alternatif dalam Pembelajaran Mengarang

 Muh. Tontowi

1. Pendahuluan

Dewasa ini pelajaran menulis atau mengarang di sekolah me- rupakan pelajaran yang cukup berat dirasakan oleh siswa. Meski- pun program membaca, menulis, dan berhitung (calistung) sudah diajarkan sejak awal anak kepada siswa di sekolah, namun masih sangat sedikit anak di negeri ini yang memiliki kebiasaan mem- baca dan menulis. Tak heran jika kemudian banyak instansi di nege- ri ini berusaha untuk mengadakan program peningkatan minat baca-tulis.

Kegiatan membaca dan menulis bukanlah suatu kegiatan yang mudah dan ringan untuk dilakukan. Kegiatan ini memerlukan sa- ngat banyak energi. Apabila seorang pembaca buku perlu meng- ingat, menyerap, mengaitkan, dan memaknai apa yang dibacanya, maka menulis merupakan kegiatan yang lebih berat. Seorang pe- nulis disamping harus memaknai dan mengingat apa yang pernah dibaca, ia juga harus memunyai keterampilan menyempaikan pesan lewat tulisannya (Hernowo, 2004:49).

Sampai saat ini, kegiatan menulis di sekolah diwujudkan da- lam sebuah pokok bahasan mengarang, baik karangan narasi, fiksi maupun argumentasi.

Pelajaran mengarang sudah sering kali diajarkan, tetapi masih saja dirasa berat oleh peserta didik. Berdasarkan hasil observasi

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

penulis saat melakukan pengajaran di SD Muhammadiyah Sleman diperoleh keterangan sebagai berikut :

Minat siswa terhadap pelajaran mengarang sangat rendah. Dari 78 siswa 74% tidak berminat terhadap pelajaran mengarang. Hal ini tampak pada beberapa indikasi, yaitu (1) keluhan dan pe- nolakan siswa terhadap tugas mengarang, (2) tidak terpenuhinya target jumlah kata maupun paragraf dalam mengarang, (3) tugas dikerjakan dengan asal-asalan, dan (4) kecenderungan siswa me- lakukan aktivitas lain yang dirasa lebih menarik dibanding menga- rang, misalnya, membuat coret-coretan di kertas atau menggambar di buku tulis. Selain rendahnya minat siswa dalam mengikuti pe- lajaran mengarang, penulis juga memperoleh keterangan bahwa hasil belajar mengarang di SD Muhammadiyah Sleman masih ren- dah.

Rendahnya minat dan hasil belajar mengarang tersebut di- sebabkan oleh banyaknya hambatan yang dialami oleh guru dalam proses belajar-mengajar, yaitu (1) guru tidak menguasai materi pelajaran dan jauh dari aktivitas membaca dan menulis, (2) guru kurang memberdayakan siswa dalam pembelajaran mengarang, dan (3) guru tidak masuk dan menyelami dunia anak ketika mem- berikan pelajaran mengarang. Hal-hal tersebut menyebabkan kesa- lahan dalam penerapan metode pembelajaran saat proses belajar- mengajar (PBM) berlangsung.

Meningkatkan minat dan hasil belajar mengarang pada anak memang tidak mudah. Oleh karena itu, perlu cara-cara yang tepat dan bijaksana dalam membangkitkan minat belajar mengarang. Satu hal yang perlu diperhatikan untuk menarik minat dan sim- pati anak dalam belajar mengarang, yaitu karakter anak usia dasar. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga strategi dalam pembe- lajaran mengarang harus mempertimbangkan aspek tersebut. Bermain sebaiknya menjadi kata kunci bagi para guru yang ber- singgungan langsung dengan siswa pada saat PBM. Dengan demi- kian, saat melakukan aktivitas belajar siswa akan merasa sedang melakukan sebuah permainan.

Muh. Tontowi

Hal lain yang penulis temukan, yaitu banyak siswa yang mengalihkan pelajaran mengarang dengan kegiatan corat-coret dan menggambar untuk menghilangkan kejenuhan. Oleh karena itu, penulis berusaha menyampaikan ide kegiatan menggambar sebagai sebuah strategi untuk meningkatkan minat dan kemam- puan siswa pada pelajaran mengarang. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Asa’ad (1996:76) bahwa minat seseorang dapat dilihat dari pilihan kegiatan yang disukai dan sering dilakukan.

Agar lebih menarik dan mudah bagi guru dalam membim- bing siswa ketika PBM mengarang berlangsung, guru dapat meng- gunakan kegiatan menggambar ilustrasi. Gambar ilustrasi dijadi- kan sebagai sebuah pilihan karena gambar ilustrasi mampu mem- perjelas pesan, baik dalam ilustrasi cerita fiksi maupun non fiksi. Dalam hal ini, gambar ilustrasi bukan lagi sebagai pelengkap untuk memperjelas pesan, namun diposisikan sebagai sumber inspirasi untuk mengarang. Dengan menggunakan gambar ilustrasi diharap- kan siswa akan mengoptimalkan kemampuannya dalam berimaji- nasi dan mengungkapkan berbagai fakta dalam rangkaian gambar yang mereka buat.

2. Pembahasan

Pada umumnya para guru dalam menyampaikan pelajaran mengarang masih menggunakan model konvensional. Ceramah dan penugasan masih menjadi satu-satunya metode dalam me- nyampaikan pokok bahasan mengarang. Namun, banyak pula guru yang menyadari bahwa sebenarnya metode tersebut menyebab- kan siswa merasa bosan dan berat untuk melakukan aktivitas bela- jar mengarang.

Membaca dan menulis memang merupakan kegiatan yang cukup berat. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan menemukan kemanfaatan yang dapat diperoleh dari kegiatan tersebut. Keman- faatan dalam gambaran anak usia sekolah dasar adalah sebuah ke- giatan yang dapat membuat mereka merasa sedang bermain. Oleh karena itu, guru perlu mendesain PBM yang di dalamnya me- ngandung unsur permainan.

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

Untuk membangkitkan minat dan hasil belajar mengarang para guru dituntut mampu menyelami dunia anak. Hal ini dimak- sudkan agar guru dapat menerapkan metode yang tepat dalam PBM. Kegiatan menggambar merupakan kegiatan yang mayoritas anak usia sekolah dasar menyukainya. Pelajaran mengarang yang di desain dengan kegiatan menggambar dapat memberikan hibur- an tersendiri bagi siswa. Oleh karena itu, apabila dalam PBM me- ngarang dimasukkan unsur menggambar diharapkan anak akan lebih tertarik untuk mengikutinya dibandingkan dengan ceramah dan penugasan sebagaimana selama ini dilakukan oleh para guru.

2.1 Gambar Ilustrasi untuk Pembelajaran Mengarang,

Tidak semua jenis gambar dapat digunakan untuk memban- tu siswa dalam kegiatan menggambar. Adapun gambar yang da- pat digunakan dalam kegiatan ini adalah gambar ilustrasi, baik ilustrasi dalam cerita fiksi ataupun tulisan nonfiksi. Gambar ilus- trasi adalah rangkaian gambar yang bermakna, dibuat dengan tujuan untuk memperjelas berbagai pesan. Oleh karena itu, desain PBM mengarang dengan cara menggambar harus diarahkan pada gambar ilustrasi. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah anak dalam mentransfer gambar ke dalam alur sebuah karangan.

Terkait dengan kegiatan menggambar ilustrasi sebagai siasat dalam meningkatkan kemampuan mengarang pada anak, kita bisa belajar dari berbagai komik yang telah ada. Di negeri ini banyak beredar komik yang telah beralih fungsi dari sarana hiburan men- jadi salah satu media komunikasi yang cukup efektif, sebagai- mana dilakukan Toni Masdiono dalam bukunya 14 jurus membuat komik, martabak bandung, dan histeria komikita, semuanya membawa ruh komik sebagai media yang sarat dengan pesan tertentu.

Perpaduan antara gambar dan kata-kata dalam komik mam- pu memicu rasa terharu, terpesona, ketegangan, dan lain sebagai- nya. Pesona gambar dengan kata yang telah berpadu ternyata mampu memberikan empati yang dalam dan luas. Hal tersebut jika bisa dieksplorasi oleh guru secara mendalam tentunya me-

Muh. Tontowi

rupakan satu hal yang sangat berharga dalam PBM. Oleh karena itu, bagi seorang guru sangat mungkin untuk mendesain sebuah pembelajaran mengarang dengan metode menggambar ilustrasi.

Hal senada juga disampaikan oleh Hernowo, yang menyata- kan bahwa metode belajar membaca dan menulis dapat disesuai- kan dengan cara bekerjanya otak (brain-based writing). cara kerja otak anak-anak memiliki kecenderungan minat yang tinggi terhadap berbagai permainan. Dalam hal ini, kegiatan menggambar dan corat-coret termasuk salah satu kegiatan yang diminati oleh anak usia sekolah dasar. Oleh karena itu, pelajaran mengarang yang dipadu dengan menggambar akan lebih efektif dan saling mendu- kung.

Perpaduan antara kecenderungan minat dan cara kerja otak pada anak akan memudahkan proses pentransferan hasil gambar ilustrasi anak ke dalam sebuah karangan. Hal ini merupakan po- tensi yang sangat strategis untuk dikembangkan dalam kegiatan menulis.

Gardner dalam bukunya Multiple Intelegence (2003) menyata- kan bahwa gambar dapat menampakan sel-sel saraf otak atau neuron yang terkoneksikan. Salah satu jenis kecerdasan yang dimiliki oleh manusia adalah spasial-visual, yaitu berfikir dalam citra dan gambar. Oleh karena itu, dalam kegiatan mengarang sebenarnya sangat dimungkinkan disampaikan dengan metode menggambar ilustrasi. Kecerdasan gambar atau smart picture akan menumbuh- kan daya imajinasi yang lebih pada siswa. Dalam hal ini kemung- kinan untuk mengatasi kebuntuan ide dalam membuat sebuah ka- rangan akan lebih mudah teratasi.

Kegiatan menggambar sangat mudah dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah dasar. Hampir setiap siswa menyukai ke- giatan ini dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Usia anak seko- lah dasar memiliki kecenderungan untuk berfantasi dan berimaji- nasi. Melalui kegiatan menggambar siswa diharapkan dapat me- maksimalkan imajinasinya dalam bentuk sebuah karangan. Me- lalui proses menggambar cara kerja otak siswa akan sangat

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

terbantu dalam mengubah rangkaian gambar yang ada menjadi deret-deret kata dalam sebuah paragraf yang bermakna.

2.2 Menggambar Manual untuk Mengarang

Kegiatan menggambar secara manual adalah sebuah aktivi- tas yang murah meriah. Hanya dibutuhkan secarik kertas dan sebuah pensil. Kegiatan ini mudah dilakukan dan tidak terkendala secara teknis untuk dilakukan secara massal di kelas. Kegiatan mengarang dengan gambar sederhana sebenarnya sudah sering diupayakan oleh para guru di sekolah. Di dalam buku paket dan soal tes kendali mutu, kegiatan mengarang dengan merangkai alur cerita berdasarkan gambar yang ada juga sering dilakukan. Hal ini cukup membantu para siswa dalam mengembangkan kemam- puan mengarang mereka.

Menggambar secara sederhana memang menawarkan banyak kemudahan secara operasional. Meskipun demikian, masih terda- pat kendala pada anak-anak tertentu mengingat tidak semua anak memilki kecerdasan gambar (smart picture) yang menonjol. Perma- salahan yang sering dijumpai saat siswa mendapat tugas untuk membuat karangan dengan gambar, yaitu gambar yang disedia- kan dalam buku paket atau lembar soal tes kadang tidak sesuai dengan keinginan dan stok pengetahuan siswa sehingga siswa kesulitan mentransfer ke dalam bentuk karangan. Hal ini dapat ditengarai dari jumlah kata yang ditulis oleh para siswa. Perolehan jumlah kata pada siswa tertentu masih di bawah target penca- paian yang diharapkan oleh para guru di sekolah. Oleh karena itu, para guru harus mampu memberikan solusi dari permasalah- an tersebut sehingga semua anak dapat terlayani dengan baik dan hasil belajarnya pun dapat maksimal.

2.3 Menggambar dengan Tux Paint untuk Mengarang

Kesulitan menggambar secara manual bukanlah sebuah masa- lah yang besar untuk saat ini. Bagi sekolah-sekolah tertentu yang memiliki laboratorium komputer dengan jumlah yang memadai

Muh. Tontowi

dapat mendesain pembelajaran mengarang dengan program tux paint. Kegiatan menggambar ilustrasi dengan program tux paint sangat membantu pada pelajaran mengarang. Program ini sangat mudah dioperasionalkan, sekalipun oleh anak kelas II SD. Selain kaya warna dan ragam bentuk gambar, program tux paint juga dilengkapi dengan fasilitas menempel gambar. Hal ini memberi- kan kemudahan bagi siswa yang tidak dapat menggambar men- jadi mampu mengambar dengan cara merangkai berbagai gambar dengan latar yang sudah tersedia. Latar yang disediakan dalam program ini juga sangat beraneka ragam, seperti latar dunia laut, kutub utara, antariksa, hutan belantara, dan sebagainya. Latar ini sangat membantu siswa untuk berimajinasi saat membuat gam- bar ilustrasi. Ragam karangan dengan tema apa pun dapat digali dengan program ini. Program ini juga sangat membantu siswa dalam memperkaya pokok-pokok pikiran. Kemudahan fasilitas yang dapat diunduh mampu mengayakan hasil gambaran siswa. Hasilnya, karangan siswa menjadi lebih informatif dan menarik untuk dibaca.

Dari tindakan kelas yang penulis lakukan seperti tersebut di atas, diperoleh hasil sebagai berikut (1) minat belajar menga- rang siswa kelas VI SD Muhammadiyah Sleman setelah meng- gunakan metode kegiatan menggambar dengan tux paint, masuk dalam kategori tinggi, yaitu 51 % atau 40 orang dari 78 siswa pada siklus I dan 55 % atau 43 orang pada siklus II, (2) hasil belajar menga- rang siswa setelah menggunakan tux paint mengalami pening- katan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan jumlah siswa yang memperoleh nilai rendah (kurang dari 60) dan kenaikan jumlah siswa yang memperoleh nilai tinggi (75 sampai 100) dari dua siklus. Siswa dengan hasil belajar rendah yang tadinya adalah 17 anak atau

22 % menjadi 8 anak atau 10 % dan siswa yang hasil belajarnya tinggi mengalami kenaikan dari 26 siswa atau 33% menjadi 55 siswa atau 71%.

Kegiatan menggambar ilustrasi dengan cara manual dan tux paint sangat membantu siswa dalam memperkaya ide karangan.

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

Dengan program ini anak yang berkemampuan rendah dapat me- ningkatkan kemampuannya seiring dengan siswa yang mempu- nyai kemampuan tinggi. Metode mengarang melalui kegiatan menggambar ini diharapkan dapat memicu minat siswa terhadap pelajaran mengarang. Dengan meningkatnya minat anak terhadap pelajaran mengarang diharapkan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemampuan dan hasil belajar mengarang siswa.

3. Penutup

3.1 Simpulan

Kegiatan menggambar ilustrasi, baik secara sederhana mau- pun dengan program tux paint dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan mengarang pada siswa. Ada- nya unsur permainan dalam kegiatan menggambar menyebabkan kegiatan mengarang yang tadinya dirasa memberatkan siswa terasa lebih ringan dan mudah untuk dilakukan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bobbi DePorter (2008) yang me- nyatakan bahwa minat dan kesiapan anak untuk melakukan sesuatu sangat di pengaruhi oleh “AMBAK”. AMBAK adalah singkatan dari “Apa Manfaatnya Buat Aku”. Jadi, ketika sebuah pembelajar- an didesain dengan memasukkan unsur permainan, maka siswa akan memeroleh kemanfaatan dari permainan tersebut. Imbasnya mereka merasa senang untuk melakukan kegiatan tersebut.

3.2 Saran

Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan minat dan hasil belajar mengarang siswa adalah metode penyampain guru dalam proses belajar- mengajar. Maka disarankan kepada: (1) Para guru agar selalu berusaha melakukan inovasi pembe-

lajaran dalam aktivitas kesehariannya sebagai seorang guru yang profesional. Dalam hal ini kegiatan menggambar dalam PBM mengarang perlu dicoba sebagai salah satu variasi meto-

de dalam menyampaikan materi pelajaran mengarang,

Muh. Tontowi

(2) Para pemegang kebijakan sekolah agar mengondisikan si- tuasi belajar- mengajar yang memberdayakan segenap warga sekolah sehingga tercipta kenyamanan dalam bekerja sama. Dengan begitu diharapkan produktivitas guru dalam meng- hasilkan berbagai inovasi pembelajaran juga meningkat.

Daftar Pustaka

As’ad, Moh. 1996. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. DePorter, Bobbi et al. 2008. Quantum Teaching; Mempraktikkan

Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas . Diterjemahkan oleh Ary Nilandary dari Quantum Teaching: Orchestrating Student Succes . Cetakan ke-22. Bandung: Kaifa.

Gardner, Howard 2003. Multiple Intelegence. Bandung: Kaifa. Hernowo. 2004. Pendidikan Berbasis Buku. Bandung: Mizan Lear-

ning Centre. —————. 2005. Mengubah Sekolah. Bandung: Mizan Learning Centre. Koendoro, Dwi, 2007. Yuk, Bikin Komik. Bandung: Mizan Learning Centre.

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

Hubungan antara Nilai Hasil Pembelajaran dengan Kemampuan Siswa Sekolah Dasar dalam Berbahasa dan Bersastra Indonesia yang Baik dan Benar

 Endah Nuraini

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Mata pelajaran Bahasa Indonesia biasanya dianggap mudah dan ringan bagi siswa. Hal ini disebabkan oleh proses pembelajar- annya yang dari dahulu hingga sekarang hanya “begitu-begitu saja” sehingga terkesan tidak menarik dan membosankan bagi siswa.

Pada saat ini salah satu penentuan kelulusan siswa SD yang di-UASBN-kan adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia, selain Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Soal ujian Bahasa Indonesia berupa pilihan ganda sebanyak 50 soal, dengan lembar jawab komputer (LJK). Tidak ada lagi soal isian, uraian, ataupun mengarang. Siswa yang mendapatkan nilai memenuhi standar berarti dianggap lulus. Belum lagi, mulai semester genap tahun pe- lajaran 2008/2009, siswa dari kelas I sampai dengan kelas V, untuk tiga mata pelajaran yang di-UASBN-kan dan soal tes kendali mutu (TKM) juga menggunakan LJK. Jadi, otomatis soal yang diujikan juga dalam bentuk pilihan ganda. Lantas, berbanding luruskah hubungan antara nilai dengan kemampuan berbahasa dan ber- sastra Indonesia yang baik dan benar?

Dalam menjawab soal, siswa mungkin dapat memprediksi jawabannya, tetapi belum tentu mereka mengetahui jawaban yang benar. Atau mungkin, siswa menanyakan jawabannya kepada

Endah Nuraini

teman. Padahal, kemampuan berbahasa dan bersastra Indonesia adalah kemampuan mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan mengapresiasi sastra. Dapatkah kemampuan berbahasa dan bersastra siswa diukur hanya dengan menggunakan soal pilihan ganda?

Mata pelajaran Bahasa Indonesia mulai diajarkan kepada siswa pada jenjang SD, sejak di kelas I sampai dengan kelas VI. Dari belajar membaca, menulis yang benar sesuai EYD hingga menulis tegak bersambung. Setelah itu, belajar membuat kalimat dengan pola subjek, predikat, objek, dan keterangan (SPOK), dan belajar kesastraan (puisi dan pantun), serta mengarang berdasar- kan rangkaian gambar berstruktur ataupun mengarang bebas. Begitu juga halnya dengan soal-soal yang diteskan, dahulu meli- puti pertanyaan isian dari bacaan, pilihan ganda, dan menulis atau mengarang. Bentuk soal tersebut berlaku untuk kelas I—V. Akan tetapi, sekarang, soal tes Bahasa Indonesia hanya berupa tes pilih- an ganda, dan berlaku dari kelas I sampai dengan kelas VI.

Kelebihan dari soal pilihan ganda yaitu kecepatan dan kemu- dahan dalam pemeriksaan hingga penentuan nilai yang cepat yang dapat dilakukan dengan komputer. Guru tidak perlu menghabis- kan waktu untuk mengoreksi. Kelemahannya yaitu tidak dapat menunjukkan kemampuan siswa dalam berbahasa dan bersastra Indonesia dengan baik dan benar. Selain itu, kecurangan juga tidak dapat diminimalkan.

1.2 Permasalahan

Dari latar belakang tersebut, ada dua permasalahan pokok yang perlu dipecahkan, yaitu (1) mengapa pembelajaran Bahasa Indonesia terkesan monoton

dan diremehkan? (2) apakah soal ujian dalam bentuk pilihan ganda dapat meng- ukur kemampuan siswa dalam berbahasa dan bersastra Indo- nesia dengan baik dan benar?

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

Buku paket maupun lembar kerja siswa (LKS) masih mendo- minasi dalam proses belajar-mengajar Bahasa Indonesia. Dengan demikian, baik guru maupun siswa hanya akan mengejar tersele- saikannya materi dalam buku paket maupun LKS. Pada akhirnya, dalam proses pembelajaran kurang pelatihan menulis yang benar sesuai dengan EYD, kurang pelatihan membaca sesuai dengan into- nasi yang benar, dan kurang pelatihan memahami bacaan. Penge- nalan sastra beserta tatacara penulisannya juga terabaikan. Apa- lagi kini, didukung dengan soal tes dan ujian yang bentuknya hanya berupa pilihan ganda, seakan-akan sia-sialah pembelajaran sela- ma ini.

Pembelajaran yang monoton, terkesan sama dari tahun ke tahun, dari jenjang kelas satu ke jenjang kelas yang lebih tinggi telah menyebabkan siswa merasa jenuh dan bosan. Kreativitas siswa tidak dibiarkan bebas tergali. Metode pembelajaran yang digunakan juga hampir sama, yaitu ceramah dan mengerjakan LKS. Dengan demikian, siswa akan lebih tertarik dengan mata pelajaran lainnya, dan akan lebih mengutamakan mata pelajaran tersebut, misalnya Matematika dan IPA. Matematika merupakan mata pela- jaran yang mengasyikkan dengan hitungan dan demonstrasinya. Begitu juga dengan IPA, sangat asyik percobaannya. Sementara mata pelajaran Bahasa Indonesia dianggap ringan, mudah, dan diremehkan.

Padahal, Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, baha- sa pemersatu aneka ragam suku yang ada di Indonesia, dan bahasa yang lahir dan dikukuhkan dalam peristiwa Sumpah Pemuda serta diperingati setiap tahunnya. Terlebih pada saat ini, banyak warga negara asing yang justru tertarik mempelajari Bahasa Indo- nesia, baik dilakukan di Indonesia maupun di negara mereka. Hal tersebut sangat ironis jika dibandingkan dengan para siswa, seba- gai generasi penerus bangsa, yang kurang tertarik dengan bahasa nasionalnya sendiri. Akan dibawa ke manakah negara kita kelak, jika warga negara asing malah lebih menguasai Bahasa Indonesia dibandingkan dengan generasi penerus bangsa kita?

Endah Nuraini

Menurut Aribowo (2009), faktor yang menjadi penyebab ke- gagalan pengajaran Bahasa Indonesia, antara lain, adalah sebagai berikut. (1) Pengajar kurang paham teori bahasa, teori pembelajaran,

tujuan pengajaran, silabus, tipe-tipe kegiatan yang akan di- gunakan, peranan pengajar maupun siswa, dan peranan ma- teri yang diajarkan;

(2) Situasi yang tidak mendukung terciptanya kegiatan belajar- mengajar (KBM), yaitu perbedaan kultur sosial dan komuni- kasi lisan yang kurang lancar;

(3) Metode pembelajaran tidak sesuai dan alat bantu pengajar yang kurang memadai.

2. Hubungan Nilai Hasil Pembelajaran dengan Kemampuan Siswa dalam Berbahasa dan Bersastra Indonesia yang Baik dan Benar

2.1 Pengajaran Bahasa dan Sastra yang Menyenangkan

Ada beberapa metode agar Bahasa Indonesia menjadi pelajar- an yang menyenangkan, antara lain, adalah sebagai berikut.

A. Mengarang

Mengarang merupakan pembelajaran Bahasa Indonesia yang efektif. Di dalam mengarang siswa akan menunjukkan pengua- saan kosakata, penyusunan kalimat, dan penggunaan bahasa baku sesuai dengan EYD (Triyanto, 2008). Sementara itu, manfaat mengarang atau menulis, adalah antara lain, (1) siswa terlatih mengenal diksi atau pilihan kata (terlebih yang biasanya sering menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari), (2) siswa terlatih kemampuannya dalam menggunakan EYD (cara menulis yang benar), (3) siswa terlatih berpikir runtut dan siste- matis, (4) siswa terlatih kepekaan sosial dan lingkungannya kare- na mereka berusaha mengungkapkan realitas ke dalam bentuk tulisan, dan (4) siswa dapat ditumbuhkan minat baca-tulisnya.

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

Mengarang dapat dilakukan dengan menggunakan rangkai- an gambar, mengarang bebas, ataupun menulis cerita pengalaman sendiri. Dengan demikian, siswa akan bebas berekspresi dan ber- kreasi sesuai dengan khayalan ataupun kenyataan yang dialami sehingga daya imajinasi mereka tinggi. Menulis karya sastra, misal- nya, puisi atau pantun, selain membuat siswa terbiasa meng- ekspresikan kreativitas dan khayalannya dalam bentuk puisi atau pantun, mereka juga dengan sendirinya akan memahami aturan penulisan puisi atau pantun. Dengan demikian, mereka tidak akan kebingungan ketika dihadapkan pada soal yang menanyakan baris ke berapa yang menjadi sampiran atau isi, misalnya.

Kegiatan mengarang/menulis juga dapat dibuat berselang- seling, kadang mengarang bebas, kadang mengarang berdasarkan rangkaian gambar, baik yang sudah disiapkan guru ataupun rang- kaian gambar yang telah dibuat siswa sebelumnya. Pada saat yang lain, membuat pantun atau puisi. Hal ini dilakukan supaya tidak terkesan monoton.

B. Membaca

Menurut Kurniawan (2008), membaca adalah jendela untuk diperolehnya pengetahuan. Sebaiknya, minat baca anak/siswa ditumbuhkan sejak kecil dari keluarga. Misalnya, orang tua mem- biasakan mengajak anak pergi ke toko buku atau perpustakaan daripada berbelanja ke mal, memberikan hadiah dalam bentuk buku, dan memberi contoh kegiatan membaca daripada ngerumpi dengan tetangga.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, misalnya, setiap seminggu sekali siswa diberi kesempatan untuk membaca dan menceritakan kembali ke dalam tulisan dengan bahasanya sendiri. Selanjutnya siswa diminta membaca di depan kelas dengan suara keras (membaca nyaring). Kemudian, semua siswa diminta membaca dalam hati cerita yang telah ditulis tersebut.

Manfaat dari membaca sangat banyak, diantaranya adalah menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, memun-

Endah Nuraini

culkan ide-ide dan menimbulkan daya kreatif. Agar kegiatan membaca tidak terkesan membosankan perlu dilakukan variasi. Terkadang membaca dilakukan di perpustakaan, pada saat yang lain di dalam kelas. Suatu saat membaca nyaring, pada saat yang berbeda dilakukan membaca dalam hati, baik secara individu maupun bersama-sama.

C. Mendengarkan

Siswa dapat berkomunikasi dengan baik, menjawab lisan dengan benar jika mereka memahami apa yang diucapkan oleh lawan bicaranya (dalam hal ini adalah kemampuan untuk men- dengarkan). Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, untuk meng- ukur kemampuan mendengarkan, siswa dapat memperoleh pem- belajaran mendengarkan dengan media yang bervariasi. Selain dilakukan dengan cara mendengarkan dialog langsung dari guru maupun temannya (siswa lain), sesekali guru juga dapat meng- gunakan tape recorder, radio ataupun televisi dengan materi yang berbeda. Dari dialog maupun siaran individu, guru dapat memin- ta siswa untuk menulis dengan benar apa yang telah mereka dengar lengkap dengan tanda bacanya, sesuai dengan intonasi yang me- reka dengarkan dari tape recorder, radio ataupun televisi. Hal terse- but dilakukan supaya siswa merasa tertarik setiap saat belajar Bahasa Indonesia.

Berbagai metode tersebut, baik mengarang, membaca mau- pun mendengarkan, siswa harus lebih aktif dibandingkan dengan guru. Dengan kata lain, siswa harus belajar aktif (active learning). Guru hanya sebagai motivator dan pembimbing saja. Biarkan para siswa menemukan konsep dari materi-materi pelajaran yang harus dipelajari. Dengan demikian, mereka akan mudah dalam memahaminya jika mereka memperoleh konsep materi pelajaran sendiri.

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

2.2 Soal Tes maupun Ujian yang Mendukung Terukurnya

Kemampuan Siswa

Saat ini, soal tes maupun ujian mata pelajaran Bahasa Indo- nesia berupa soal pilihan ganda dengan lembar jawab komputer (LJK). Hal tersebut memudahkan dan meringankan guru dalam mengoreksi dan menentukan nilai akhir tes maupun ujian. Akan tetapi, kemampuan siswa tidak dapat terukur dengan pasti. Belum tentu, jawaban mereka adalah karena kemampuannya sendiri. Mereka dapat memprediksi jawaban atau bertanya langsung ke- pada temannya mengenai jawaban soal-soal tes atau ujian terse- but. Seringkali, siswa yang hariannya berprestasi bagus, malah kalah dibandingkan dengan siswa yang kurang bagus nilai hariannya.

Menurut Alfianto (2009), nilai sebaiknya bukan hanya dari nilai ujian dengan LJK. Akan tetapi, juga digabungkan dengan nilai selama proses kegiatan belajar-mengajar. Hal ini disebabkan keterampilan berbahasa Indonesia meliputi kemampuan berbi- cara, mendengarkan, menulis dan membaca. Sedangkan keteram- pilan bersastra Indonesia adalah kemampuan mengapresiasi sas- tra Indonesia.

Solusi terbaik untuk mengukur kemampuan siswa dalam ber- bahasa dan bersastra Indonesia, tes atau ujian tidak hanya diberi- kan dalam bentuk soal pilihan ganda dengan LJK, tetapi juga soal tambahan dari masing-masing sekolah atau dari tingkat keca- matan yang terkoordinasi. Soal tambahan tersebut berupa isian, uraian dan mengarang. Dengan demikian, guru dapat mengukur kemampuan siswa yang sebenarnya dalam berbahasa dan ber- sastra Indonesia.

3. Penutup

3.1 Simpulan

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, analisis masalah dan solusi/pemecahannya dapat diambil simpulan sebagai beri- kut.

Endah Nuraini

(1) Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak akan monoton dan mem- bosankan jika guru melakukan kreativitas dan metode pembe- lajaran yang variatif dan menyenangkan;

(2) Soal tes ataupun ujian sebaiknya selain soal pilihan ganda dengan LJK, masing-masing sekolah juga membuat soal tam- bahan berupa isian, uraian, dan mengarang;

(3) Dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yang menyenangkan akan berdampak baik bagi siswa, yaitu siswa menyukai belajar Bahasa Indonesia sebagaimana mata pelajaran yang lain;

(4) Jika no 1—3 dapat dilaksanakan, maka hubungan antara nilai hasil pengajaran dan kemampuan siswa dalam berbahasa dan bersastra Indonesia akan berkorelasi positif. Kemampuan siswa dalam berbahasa dan bersastra Indonesia akan terukur.

3.2 Saran

Dari hasil pengamatan ataupun kenyataan yang ada dari kurangnya ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia, penulis mempunyai saran sebagai berikut. (1) Sebaiknya para pendidik/guru membuat kreativitas dalam

pembelajaran maupun penilaian terhadap hasil pembelajar- an, sehingga siswa tertarik terhadap Bahasa Indonesia;

(2) Para pendidik harus banyak menambah wawasan dengan membaca, browsing internet ataupun melakukan penelitian tin- dakan kelas (PTK) untuk perbaikan kualitas siswa dalam men- cintai Bahasa Indonesia sehingga mereka dapat mengaplikasi- kannya dalam kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka

Alfianto, Achmad. 2009. Artikel Pendidikan dalam http://re- searchengines.com. Aribowo. 2009. “Penyebab Kegagalan dalam Pengajaran Bahasa Indonesia.” Dalam http://mediasauna.multiply.com/journal/ item/7.

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

Kurniawan, Heri. 2008. “Antara Membaca dan Budaya Meng- obrol.” Dalam Candra. Edisi 4 Tahun XXXVIII. Yogyakarta: Dinas Pendidikan Propinsi DIY.

Triyanto, Eko. 2008. “Mengarang sebagai Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Efektif.” Dalam Candra. Edisi 4 Tahun XXXVIII. Yogyakarta: Dinas Pendidikan Propinsi DIY.

Endah Nuraini

BIODATA PENULIS

Yayan Rika Harari, S.S. Guru SD Muhammadiyah Condong- catur, Jalan Ring Road Utara, Gorongan, Depok, Sleman. Yogyakarta. Alamat rumah: Perum POLRI Gowok, Blok C V/153, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta.

Bambang Sukisno, S.Pd. S.D. Guru SD Negeri Prawirotaman, Jalan Prawirotaman 19, Mergangsan, Yogyakarta. Alamat rumah: Sutodirjan GT II/846, Yogyakarta.

Arif Rahmanto, S.Pd. Guru SD Muhammadiyah Sapen, Jalan Bimokurdo 33, Yogyakarta. Alamat rumah: Perum Sedayu Permai C/40, Sedayu, Bantul, Yogyakarta.

Dinar Palupi, S.Pd. Guru SD Muhammadiyah Mulyodadi, Jalan Bekang, Mulyodadi, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta.

Muhammad Arifien Zuhri, S.Pd. Guru SD Negeri I Giripurwo, Nglengkong, Giri Mulyo, Kulon Progo, 55674. Alamat rumah: Cekelan RT 12, RW 05 Karangsari, Pengasih, Kulon Progo, 55652.

Ari Wahyuni, S.Pd. Guru SD Muhammadiyah Condongcatur, Jalan Ring Road Utara, Gorongan, Condongcatur, Depok, Sleman Yogyakarta. Alamat rumah: Cebongan 377 A, RT 14 RW 10 Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.

WAWASAN: Antologi Esai Pengajaran Bahasa dan Sastra

Dede Hermawan, S.Pd. Guru SD Negeri Ungaran I, Jalan Serma Taruna Ramli 3, Kotabaru, Yogyakarta.

Siswanto, S.Pd. Guru SD Muhammadiyah Kauman, Kauman GM I/374, Yogyakarta, 55122. Alamat rumah: Griya Purwa Asri E-342, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.

Muh. Tontowi, S.Pd. Guru SD Muhammadiyah Triharjo, Sleman,

Jalan Kenari 10, Srimulyo, Triharjo, Sleman, Yogyakarta, 55514. Alamat rumah: Semingin, Sumbersari, Moyudan, Sleman, Yogyakarta, 55563.

Endah Nuraini, S.P. Guru SD Negeri Ngino 2, Ngino, Margoagung, Seyegan, Sleman. Alamat rumah: Balangan, Sendangrejo, Minggir, Sleman, Yogyakarta, 55562.