Badak jawa

Badak jawa

Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari
lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang
menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak
india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih
kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut "badak jawa", binatang
ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta
Tiongkok. Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak
ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi.Populasi 40-50 badak hidup di Taman
Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional
Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak
jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok,
dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh
kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan
berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang
dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik
menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi
badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan
gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan

banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif
dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.
Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput
basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan
membesarkan anak, walaupun suatu kelompok kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat
mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak jawa biasanya menghindari
manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu
secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti
menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit
dipelajari daripada spesies badak lainnya.

KOMODO

Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di
dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.Biawak ini oleh
penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan
rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan
meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di
pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki

posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam
daftar IUCN Red List.Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas
menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin
sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu
hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak.Bertolak dari kekhawatiran ini, pada tahun 1980
Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi populasi komodo dan
ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar.

HARIMAU SUMATRA

Harimau sumatera (bahasa Latin: Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau
Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam
klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis
Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman
nasional di Sumatera. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan
bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.Penghancuran habitat
merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang
seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau sumatera terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.
arimau sumatera adalah subspesies harimau terkecil.[3] Harimau sumatera mempunyai warna paling gelap di antara

semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet. Harimau
sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke buntut atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga
kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60 cm. Betinanya
rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau sumatera
lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh
harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta
surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba.
Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui
menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi
hijau gelap ketika melahirkan.

ANOA

Anoa adalah hewan endemik Sulawesi, sekaligus maskot provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan letak persebarannya,
hewan ini tergolong fauna peralihan. Sejak tahun 1960-an, anoa berada dalam status terancam punah. Dalam lima tahun
terakhir populasi anoa menurun secara drastis Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan
hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulit, tanduk dan dagingnyaAda dua spesies anoa, yaitu: Anoa pegunungan
(Bubalus quarlesi) dan Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis).Keduanya juga termasuk jenis yang agresif dan
sulit dijinakkan untuk dijadikan hewan ternak (domestikasi). Kedua jenis ini dibedakan berdasarkan bentuk tanduk dan
ukuran tubuh. Anoa dataran rendah relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan lembut, serta memiliki tanduk melingkar.

Sementara anoa pegunungan lebih besar, ekor panjang, berkaki putih, dan memiliki tanduk kasar dengan penampang
segitiga. Penampilan mereka mirip dengan kerbau, dengan berat berat tubuh 150-300 kilogram dan tinggi 75 centimeter.
Saat ini konservasi anoa difokuskan pada perlindungan terhadap kawasan hutan dan penangkaran Banyak yang menyebut
anoa sebagai kerbau kerdil.
Habitat anoa berada di hutan tropika dataran, sabana (savanna), terkadang juga dijumpai di rawa-rawa. Mereka
merupakan penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat. Apabila menjumpai musuhnya, anoa akan
mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa dan jika terpaksa melawan, mereka akan menggunakan tanduknya.
Berbeda dengan sapi yang lebih suka hidup berkelompok, anoa hidup semi soliter, yaitu hidup sendiri atau berpasangan
dan hanya akan bertemu dengan kawanannya jika si betina akan melahirkan. Mereka paling aktif pada saat pagi dan sore
hari, ketika udara masih dingin Karena anoa memiliki kebiasaan mendinginkan tubuh mereka, karena itulah terkadang
mereka suka berendam di lumpur atau air.

Elang jawa

Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga
ujung ekor).Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga
12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang Dampon keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam
dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan
keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, Dampong dada, coret-coret
hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola

garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut
dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan
lebar melintang yang Dampon jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih
besar.Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari)
kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan
atau garis-garis. Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang, namun
cenderung Dampon lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.Bunyi nyaring

tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan
cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas
dalam nadanya.
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di
Semenanjung Blambangan Purwo. Namun penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di
daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh
belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng. Elang Jawa menyukai
ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai
dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas
hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 mdpl.Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai,
meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer
sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan

bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas
menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil,
burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam Dampong. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti
tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni.
Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas
tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarangjarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan
jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor.[5] Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap
kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan
menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa.[6] Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu
orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini
seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.

BERUANG MADU

Beruang madu (Helarctos malayanus) termasuk familia Ursidae dan merupakan jenis paling kecil dari kedelapan jenis
beruang yang ada di dunia. Beruang ini adalah fauna khas provinsi Bengkulu sekaligus dipakai sebagai simbol dari
provinsi tersebut. Beruang madu juga merupakan maskot dari kota Balikpapan. Beruang madu di Balikpapan dikonservasi
di sebuah hutan lindung bernama Hutan Lindung Sungai Wain
panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50 – 65 kg. Bulu beruang madu cenderung

pendek, berkilau dan pada umumnya hitam, matanya berwarna cokelat atau biru,selain itu hidungnya relatif lebar tetapi
tidak terlalu moncong..Jenis bulu beruang madu adalah yang paling pendek dan halus dibandingkan beruang lainnya,
berwarna hitam kelam atau hitam kecoklatan, di bawah bulu lehernya terdapat tanda yang unik berwarna oranye yang
dipercaya menggambarkan matahari terbit. Berbeda dengan beruang madu dewasa, bayi beruang madu yang baru lahir
memiliki bulu yang lebih lembut, tipis dan bersinar. Karena hidupnya di pepohonan maka telapak kaki beruang ini tidak
berbulu sehingga ia dapat bergerak dengan kecepatan hingga 48 kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat
Kepala beruang madu relatif besar sehingga menyerupai anjing yakni memiliki telinga kecil dan berbentuk
bundar.Beruang jenis ini memiliki lidah yang sangat panjang dan dapat dipanjangkan sesuai dengan kondisi alam untuk
menyarikan madu dari sarang lebah di pepohonan. Selain itu, lidah yang panjangnya dapat melebihi 25 cm itu juga

digunakan untuk menangkap serangga kecil di batang pohon.Beruang madu memiliki penciuman yang sangat tajam dan
memiliki kuku yang panjang di keempat lengannya yang digunakan untuk mempermudah mencari makanan. Beruang
madu lebih sering berjalan dengan empat kaki, dan sangat jarang berjalan dengan dua kaki seperti manusia. Lengan
beruang jenis ini cukup lebar dan memiliki kuku melengkung serta berlubang yang memudahkannya memanjat pohon
Kuku tangan yang melengkung digunakan oleh beruang ini untuk menggali rayap, semut dan sarang lebah dan beruang
yang sedang mencari madu akan segera menghancurkan kayu yang masih hidup dan segar dan bahkan berusaha untuk
menggaruk pohon yang kayunya keras. Rahang beruang madu tidak proporsional karena terlalu besar sehingga tidak
dapat memecahkan buah-buah besar seperti kelapa. Gigi beruang ini lebih datar dan merata dibandingkan dengan jenis
beruang lain, gigi taringnya cukup panjang sehingga menonjol keluar dari mulut. Ukuran tulang tengkorak kepala beruang
madu pada umunya memiliki panjang tengkorak 264,5 mm, panjang condylobasal 241,3 mm, lebar zygomatic 214,6 mm,

lebar mastoid 170,2 mm, lebar interorbital 70,5 mm, lebar maxilla 76,2 mm.

ORANG UTAN

Istilah "orang utan" diambil dari kata dalam bahasa melayu, yaitu 'orang' yang berarti manusia dan 'utan' yang berarti
hutan. Orang utan mencakup dua sub-spesies, yaitu orang utan sumatera (Pongo abelii) dan orang utan kalimantan
(borneo) (Pongo pygmaeus) Yang unik adalah orang utan memiliki kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat
kingdom animalia, orang utan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 96.4%.Mereka memiliki tubuh yang gemuk dan
besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor.
Orangutan memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter. Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan Mereka
mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi. Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orangutan
jantan memiliki pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut menjadi panjang dan tumbuh janggut
disekitar wajah Mereka mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman,
pengecap, dan peraba. Berat orangutan jantan sekitar 50–90 kg, sedangkan orangutan betina beratnya sekitar 30–50 kg.
Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan
jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia. Orangutan masih termasuk dalam spesies kera besar seperti gorila dan
simpanse Golongan kera besar masuk dalam klasifikasi mammalia, memiliki ukuran otak yang besar, mata yang
mengarah kedepan, dan tangan yang dapat melakukan genggaman
Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai Critically Endangered oleh IUCN. Di Sumatra, salah satu populasi orangutan

terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara Populasi orangutan liar di Sumatra diperkirakan
sejumlah 7.300 Di DAS Batang Toru 380 ekor dengan kepadatan pupulasi sekitar 0,47 sampai 0,82 ekor per kilometer
persegi. Populasi orangutan Sumatra (Pongo abelii lesson) kini diperkirakan 7.500 ekor. Padahal pada era 1990 an,
diperkirakan 200.000 ekorPopulasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis Kondisi ini menyebabkan
kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah.

KUCING HUTAN

Kucing hutan (Prionailurus planiceps) merupakan keluarga kucing liar kecil yang taburannya bertompok-tompok di
Thailand, Semenanjung Malaysia, Borneo dan Sumatera. Sejak 2008, ia telah disenaraikan sebagai spesies terancam oleh
IUCN akibat kemusnahan tanah rawa (“wetland”) habitat mereka. Kucing ini amat jarang dalam kurungan, dengan kurang
10 ekor – kesemuanya di zoo di Asia Tenggara – direkod oleh (“International Species Information System – ISIS”) pada
Awal tahun 2010. Sebagaimana sesetengah kucing kecil lain, ia pada asalnya ditempatkan dalam genus Felis, tetapi kini
dianggap sebagai salah satu dari lima spesies dalam Prionailurus. Kucing hutan memiliki panjang kepala dan badan
sekitar 41-50 cm (16-20 in), dan ekor yang pendek sepanjang 13-15 cm (5-6 in). It weighs 1.5-2.5 kg (3.5-5.5 lbs). Bulu
tebalnya kebiasaannya perang kemerahan gelap dengan sedikit kelabu, dengan kepala lebih kemerahan dan bahagian
bawah putih. Kecuali bagi garis muka agak pudar, ia tidak berpola. Kakinya agak pendek, dan telinganya pendek dan
bulat.
Selaput antara jari pada kakinya membantu kucing medapat lebih cengkaman di persekitaran berlumpur dan berair, dan
lebih jelas pada kucing ini berbanding kaki (“Fishing Cat”). Sebagaimana cheetah, kukunya hanya separa ditarik masuk.

Bentuk dan kepala adalah biasa bagi kucing; tengkorak agak panjang, sementara atas tengkorak, sebagaimana
dicadangakan oleh nama saintifiknya, agak leper. Matanya agak luar biasa ke hadapan dan dekat, berbanding kucing lain,
memberikannya pandangan stereoskopik lebih baik. Tambahan lagi giginya disesuaikan bagi mencekam mangsa licin, dan
rahangnya agak berkuasa. Ciri-ciri ini membantu kucing hutan bagi menangkap dan mencekam mangsa airm, yang mana
ia sebaik “Fishing Cat” yang berkait.

KUSKUS

Kuskus Beruang atau Kuse atau Ailurops ursinus adalah salah satu dari dua jenis kuskus endemik di Sulawesi. Binatang
ini termasuk dalam golongan binatang berkantung marsupialia, dimana betinanya membawa bayi di dalam kantong yang
terdapat di bagian perut. Panjang badan dan kepala kuse adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya dapat
mencapai 8 kg. Kuse memiliki ekor yang prehensil, yaitu ekor yang dapat memegang dan biasa digunakan untuk
membantu berpegangan pada waktu memanjat pohon yang tinggi.Nasib Kuse di Sulawesi Utara berada dalam bahaya
karena populasinya sudah terlampau kecil.Antara tahun 1980 dan 1995 di Tangkoko telah terjadi pengurangan kepadatan
sebesar 50%, yakni dari 3,9 ekor per km2 menjadi 2,0 ekor per km2.

DUGONG

Duyung atau dugong (Dugong dugon) adalah sejenis mamalia laut yang merupakan salah satu anggota Sirenia atau
lembu laut yang masih bertahan hidup selain manatee. Duyung bukanlah ikan karena menyusui anaknya dan masih

merupakan kerabat evolusi dari gajah. Ia merupakan satu-satunya hewan yang mewakili suku Dugongidae. Selain itu, ia
juga merupakan satu-satunya lembu laut yang bisa ditemukan di kawasan perairan sekurang-kurangnya di 37 negara di
wilayah Indo-Pasifik walaupun kebanyakan duyung tinggal di kawasan timur Indonesia dan perairan utara Australia.
Duyung atau dugong adalah satu-satunya mamalia laut herbivora atau maun (pemakan dedaunan), dan semua spesies sapi
laut hidup pada perairan segar dengan suhu air tertentu. Duyung sangat bergantung kepada rumput laut sebagai sumber
makanan, sehingga penyebaran hewan ini terbatas pada kawasan pantai tempat ia dilahirkan. Hewan ini membutuhkan
kawasan jelajah yang luas, perairan dangkal serta tenang, seperti di kawasan teluk dan hutan bakau. Moncong hewan ini
menghadap ke bawah agar dapat menjamah rumput laut yang tumbuh di dasar perairan.
Duyung menjadi hewan buruan selama beribu-ribu tahun karena daging dan minyaknya. Kawasan penyebaran dugong
semakin berkurangan, dan populasinya semakin menghampiri kepunahan. IUCN mengklasifikasikan dugong sebagai
spesies hewan yang terancam, manakala CITES melarang atau mengharamkan perdagangan barang-barang produksi yang
dihasilkan dari hewan ini. Walau pun spesies ini dilindungi di beberapa negara, penyebab utama penurunan populasinya di
antaranya ialah karena pembukaan lahan baru, perburuan, kehilangan habitat serta kematian yang secara tidak langsung
disebabkan oleh aktivitas nelayan dalam menangkap ikan. Duyung bisa mencapai usia hingga 70 tahun atau lebih, serta
dengan angka kelahiran yang rendah yang mengancam menurunnya populasi duyung Duyung juga terancam punah akibat
badai, parasit, serta hewan pemangsa seperti ikan hiu, paus pembunuh dan buaya.