ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN PERKAPITA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2005-2011

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ECONOMIC GROWTH, AND CAPITA INCOME IN THE DISTRICT INCOME INEQUALITY WEST LAMPUNG

YEAR 2005-2011 BY

ARDIO VANNY PRATAMA

Each region in implementing economic development supported by the available resources, both natural resources and human resources on hakekatna aimed at improving the economic progress and improving welfare. In addition to the economic development is basically meant to reduce income inequality that occurred in an area, so it is able to create economic development and equitable distribution of income distrbusi public welfare. The problem in this study is whether the economic development that occurred in West Lampung regency from 2005 to 2011 were relatively high (average 6.28 percent) followed by the reduction of income inequality.

This research aims to determine whether economic development will reduce the level of income inequality. Measurement of the degree of inequality that occurred in West Lampung regency period from 2005 to 2011, the Gini coefficient is used, while for see the extent to which economic growth can reduce income inequality then used a qualitative analysis tool, the analysis is done based on the processing of data obtained by means of analysis of the formula associated with the problem, the Gini coefficient and the rate of economic growth based on the variable per capita income growth and income inequality observed in West Lampung in the year 2005-2011. The hypothesis of this paper is: "Allegedly showed a negative relationship between economic growth and inequality: an inverted U-shaped effect in West Lampung regency."

Along with the advanced state of the economy and the high rate of economic growth in the West Lampung regency, Has driven the improvement in the level of welfare in the community, although as we all know the level of income inequality in the West Lampung still classified as severe inequality.

The occurrence of relatively severe income inequality in West Lampung not happen does not mean peace in society.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN PERKAPITA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI KABUPATEN

LAMPUNG BARAT TAHUN 2005-2011

Oleh

ARDIO VANNY PRATAMA

Setiap daerah dalam melaksanakan pembangunan ekonominya yang didukung oleh sumber daya yang tersedia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia pada hakekatnya bertujuan meningkatkan kemajuan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Selain itu pembangunan ekonomi pada dasarnya dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi di suatu daerah, sehingga pembangunan ekonomi mampu menciptakan pemerataan distrbusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pembangunan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Lampung Barat dari tahun 2005 hingga tahun 2011 yang relative tinggi (rata-rata 6.28 persen) diikuti juga dengan pengurangan ketimpangan pendapatan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembangunan ekonomi akan mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan.

Pengukuran tingkat ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Lampung Barat periode 2005 hingga tahun 2011, digunakan koefisien Gini, sedangkan untuk melihat sejauh mana pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi ketimpangan pendapatan maka digunakan suatu alat analisis kualitatif, analisis dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dengan alat analisis berupa formula yang berhubungan dengan permasalahan, yaitu koefisien gini dan laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi pendapatan perkapita dan ketimpangan pendapatan yang diamati di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2005 - 2011.

Hipotesis yang diajukan dalam penulisan ini adalah: “Diduga menunjukkan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan yang berbentuk U terbalik berlaku di Kabupaten Lampung Barat.”

Seiring dengan majunya keadaan ekonomi dan tingginya laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat, telah mendorong semakin membaiknya tingkat kesejahteraan di masyarakat, walaupun seperti kita ketahui tingkat


(3)

ketidaksejahteraan dalam masyarakat.

Kata kunci : PDRB, Pendapatan Per kapita, Distribusi Pendapatan Lampung Barat.


(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau

tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya,

sehingga konsep pembangunan desentralistik harus dilakukan dengan penuh

tanggung jawab baik menyangkut pengelolaan keuangan daerah maupun tanggung

jawab pengelolaan sumber daya yang tersedia.

Pembangunan daerah sebagai bagian dari integral pembangunan nasional makin

mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

pengembangan daerah serta kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi

diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi tingkat

ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.

Pada hakekatnya ketimpangan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah lebih

terasa pada ketimpangan pendapatan, yang sesungguhnya merupakan suatu

keadaan dimana distribusi pendapatan di masyarakat menunjukkan keadaan yang

tidak merata dan lebih menguntungkan golongan-golongan tertentu. Pada sisi lain

ada sekelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan tertentu yang merasa

kurang diperhatikan dan cenderung sedikit sekali menikmati hasil-hasil


(5)

Perekonomian suatu daerah mengalami pertumbuhan, kondisi ini merupakan

gambaran seberapa jauh usaha dalam meningkatkan produksi barang dan jasa.

Pendapatan regional adalah besarnya produksi barang dan jasa yang dihasilkan

suatu daerah tersebut yang lazim diukur dari besaran Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) dalam periode tertetu dan biasanya dihitung dalam satu tahun.

Pembangunan pada prinsipnya bertujuan mengubah atau mengganti pola

keinginan secara keseluruhan dan dasar pertimbangan penghasilan dengan secara

khusus menitik beratkan pada masalah mempercepat target pertumbuhan

penghasilan untuk kelompok-kelompok miskin. Kabupaten Lampung Barat

mengarahkan pembangunan daerahnya untuk menggali potensi yang tersedia, baik

potensi sumber daya alam, maupun sumber daya manusia guna mencapai

pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, partisipasi serta pertumbuhan ekonomi

yang cukup tinggi.

Perkembangan Ekonomi Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada tabel 1

berikut ini mengenai Produk Domestik Regional Bruto.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Lampung Barat tahun 2005 – 2011.

Tahun PDRB

(jutaan rupiah)

Laju Pertumbuhan

(%)

2005 7.579.363 -

2006 7.698.301 5,07

2007 7.774.796 4,76

2008 8.189.735 5,04

2009 8.618.452 5,27

2010 9.108.034 5,70

2011 9.629.014 5,73

Rata-rata 5, 26


(6)

Dari tampilan data pada tabel 1 adalah, bahwa pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Lampung Barat relative selama lima tahun tren perkembangannya

merata rata-rata mencapai 5,26 persen, keadaan ini menunjukkan bahwa

perkembangan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat terus meningkat dan tidak

mengalami fluktuasi yang ekstrim meskipun perkembangan ekonomi regional dan

internasional berfluktuasi. Keadaan ini menunjukkan bahwa perekonomian di

Kabupaten Lampung Barat tidak terpengaruh langsung dengan gejolak ekonomi

diluar Kabupaten ini.

Dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh BPS,

penduduk di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2005 berjumlah 1.253.962

jiwa, lalu pada tahun 2008 penduduk di Kabupaten Lampung Barat bertambah

sebanyak 17,71 persen atau bertambah sebanyak 222.034 jiwa. Laju pertumbuhan

yang tinggi ini pada saat Kabupaten Lampung Barat masih bersatu dengan

Kabupaten Lampung utara. Setelah pemisahan pada tahun 2010 jumlah penduduk

kabupaten Lampung Barat hanya 912.490 yang bertempat tinggal di 17

kecamatan.

Sejak pemisahan menjadi Kabupaten pemekaran perkembangan jumlah penduduk

di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2010 berjumlah 932.435 jiwa atau laju

pertumbuhan 2,16 persen dan pada tahun 2011 jumlah penduduk 965.184 jiwa

atau tumbuh sebesar 3,51 persen saja.

Perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten lampung Barat relative rendah di


(7)

Provinsi Lampung, pertumbuhan terendah urutan nomor tiga (3) setelah

pertumbuhan terendah lainnya.

Tabel 2. Perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Barat tahun 2005 – 2011

Tahun Jumlah

Penduduk (jiwa)

Laju Pertumbuhan (%)

2005 1.253.962 -

2006 1.298.794 3,54

2007 1.381.358 6,36

2008 1.475.996 6,85

2009 912.490 -

2010 932.435 2,16

2011 965.184 3,51

Sumber : Badan Pusat Statistik, Lampung Barat dalam Angka, 2012. Keterangan: *data SUSENAS tahun 2005.

Tabel 3 menunjukkan laju pertumbuhan pendapatan per kapita penduduk

Kabupaten Lampung Barat selama Tahun 2005 – 2011. Laju pertumbuhan pendapatan per kapita Kabupaten Lampung Barat masih bergabung dengan

Kabupaten pemekaran pada tahun 2010 terus mengalami peningkatan dan hingga

tahun 2010 pendapatan perkapita sebesar Rp. 774.675,00 suatu angka yang

memberikan gambaran tingkat kesejahteraan yang relative rendah. Akan tetapi

sejak tahun 2000 setelah terjadi pemekaran Kabupaten Lampung Barat dan

Kabupaten Waykanan, Pendapatan perkapita di Kabupaten yang memiliki 17

kecamatan ini menjadi relative naik yaitu sebesar Rp. 839.534,00 suatu angka

yang relative lebih baik jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita disaat


(8)

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita Penduduk Di Kabupaten Lampung Barat Periode 2005 – 2011.

Tahun Pendapatan Per Kapita (Rp)

Laju Pertumbuhan (%)

2005 796.301 -

2006 810.196 1,74

2007 727.367 -6,14

2008 731.695 0,60

2009 749.936 2,49

2010 774.065 3,22

2011 839.584 3,29

Sumber: Badan Pusat Statistik, Lampung Barat dalam Angka, 2012.

Secara umum, ketimpangan pendapatan di Provinsi Lampung dapat dilihat

melalui tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Distribusi Pendapatan Penduduk Menurut Bank Dunia dan Indeks Gini Provinsi Lampung.

Tahun 40%

Rendah

40% Sedang

20%

Tinggi Indeks Gini

2005 23,50 38,06 38,44 0,276

2008 22,80 37,99 39,20 0,288

2011 19,66 44,89 35,45 0,298

Sumber: Badan Pusat Statistik, Lampung dalam Angka, 2008.

Pada tabel 4 di atas, Indeks Gini pada tahun 2005, 2008, dan 2011 menunjukkan

angka kurang dari 0,35 itulah sebabnya ketimpangan pendapatan di Provinsi

Lampung pada umumnya dikategorikan sebagai ketimpangan pendapatan yang

ringan. 40% penduduk dengan pendapatan rendah juga memperlihatkan angka

yang cukup memuaskan, yaitu pada tahun 2005 mencapai 23,50% dan bahkan

setelah itu yaitu pada tahun 2008 sebesar 22,80%. Sedangkan tahun 2011, 40%

penduduk dengan pendapatan rendah berjumlah 19,66%. Dengan melihat

perkembangan distribusi pendapatan pada 40% penduduk dengan pendapatan

rendah maka dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan


(9)

Bila dilihat secara global, negara-negara yang tergolong negara miskin biasanya

mengalami ketimpangan pendapatan yang tidak terlalu menonjol. Jadi, hampir

dapat dipastikan masyarakatnya memiliki pendapatan yang sama atau tidak jauh

berbeda. Hal ini terjadi karena tiap penduduk memiliki kesempatan yang sama

dalam mengusahakan kehidupannya.

Secara teoritis orang menjadi miskin disebabkan karena ruang kapabilitas mereka

kecil, bukan karena mereka tidak memiliki barang. Dengan kata lain, orang

menjadi miskin karena mereka tidak bisa melakukan sesuatu, bukan karena tidak

memiliki sesuatu. Implikasinya, kesejahteraan tercipta bukan karena barang yang

kita miliki tetapi karena akses yang memungkinkan kita memiliki barang tersebut.

Dari konferensi 55 negara di PBB pada tanggal 20 September 2004, tercatat

bahwa kesenjangan antara si kaya dan si miskin telah melebar dalam empat

dekade terakhir sejak 1960-an, laporan tersebut menyatakan bahwa mayoritas

penduduk dunia tidak bisa memetik manfaat positif dari globalisasi.

B. Permasalahan

Strategi pembangunan Kabupaten Lampung Barat mengutamakan pertumbuhan

ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, dengan meningkatnya pertumbuhan

ekonomi yang diikuti dengan kenaikan pendapatan perkapita maka dengan

sendirinya tingkat ketimpangan pendapatan akan berkurang atau lebih jelasnya

pertumbuhan ekonomi tersebut akan mengurangi ketimpangan pendapatan dan


(10)

Laju pertumbuhan PDRB dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita Kabupaten

Lampung Barat pada periode 2005 hingga tahun 2011 menunjukkan peningkatan

walaupun masih dapat dikatakan rendah. Hal ini merupakan beberapa kondisi

tahap pertumbuhan awal seperti yang dikatakan Prof. Kuznet.

Prof. Kuznet yang telah berjasa besar dalam mempelopori analisis pola-pola

pertumbuhan historis di negara-negara maju telah mengemukakan bahwa pada

tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan atau kesejahteraan

cenderung memburuk namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik

(Todaro, 2000:207).

Ketidak merataan distribusi pendapatan suatu daerah bukanlah merupakan suatu

hal yang harus terjadi tetapi merupakan sesuatu hal yang sebenarnya dapat

dihindari atau dikurangi.

Atas dasar itulah, penulis mengambil suatu permasalahan sebagai berikut: “

Apakah dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan diikuti dengan naiknya

pendapatan perkapita akan mengurangi ketimpangan pendapatan di Kabupaten

Lampung Barat?“

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi

akan mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan.

2. Sebagai sumbang saran kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung


(11)

D. Kerangka Pemikiran

Pengertian pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan yang

terus menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah yang

ingin dicapai. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses ke arah

pengurangan,penghapusan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan dalam

konteks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi yang sedang berkembang (Todaro,

1983:123).

Perkembangan dan proses pertumbuhan ekonomi yang cepat tidaklah secara

langsung memberikan jawaban, namun demikian hal ini masih tetap merupakan

bahan yang penting dalam program yang nyata yang difokuskan pada kemiskinan,

lagi pula pertumbuhan ekonomi yang cepat dan pemerataan penghasilan yang

lebih adil tidak selalu bertentangan atau tidak cocok terhadap tujuan

pembangunan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa gejala kemajuan ekonomi mendorong

activity ekonomi dan pembangunan, makin tinggi pendapatan masyarakat, makin

kecil proporsi penduduk yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Akan

tetapi perlu juga diingat bahwa disamping tergantung pada pendapatan per kapita,

besarnya persentase penduduk di bawah garis kemiskinan tergantung pula corak

distribusi pendapatan. Makin merata distribusi pendapatan, maka makin besar

persentase penduduk yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan (Sadono


(12)

Kebanyakan pengamat ekonomi menyatakan bahwa antara pertumbuhan ekonomi

dengan pemerataan pendapatan akan sangat timpang pada saat pertumbuhan

ekonomi diubah pada waktu yang cepat.

Terdapat adanya pertumbuhan pendapatan di antara kelompok-kelompok yang

tingkat pendapatannya berbeda-beda. Artinya, jika kelompok yang satu

mengalami peningkatan pendapatan maka posisi yang lain secara relatif akan

merosot (Todaro, 2000:220).

Prof. Kuznet yang telah berjasa besar dalam mempelopori analisis pola-pola

pertumbuhan historis di negara-negara maju telah mengemukakan bahwa pada

tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan atau kesejahteraan

cenderung memburuk namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik.

Pada tahap-tahp pertumbuhan awal ini lapangan pekerjaan terbatas, namun tingkat

upah dan produktivitas terhitung tinggi. Kesenjangan pendapatan antara sektor

industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya akan melebar

dengan cepat sebelum pada akhirnya menyempit kembali. Pada tahap ini

langkah-langkah transfer pendapatan dan pengeluaran dalam rangka mengurangi

kemiskinan belum dapat dilaksanakan oleh pemerintah sehubungan dengan begitu

rendahnya tingkat penghasilan yang ada (Todaro, 2000:207).

Apabila kita menganalisa determinan-determinan yang nyata mengenai

pemerataan penghasilan maka yang sangat timpang adalah pemerataan pemilikan

kekayaan atau harta yang produktif seperti tanah dan modal dalam

segmen-segmen yang berbeda dalam masyarakat, pada umumnya menyebabkan perbedaan


(13)

Pemerataan akan tercapai jika pendapatan terendah dalam masyarakat dinaikkan

sedemikian rupa (Bruce Herrick/Charles P Kindleberger, 1988:163).

Prof. Gunar Myrdall berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan

suatu proses sebab menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat

keuntungan yang semakin banyak dan membuat si miskin semakin terhambat.

Dampak balik cenderung memperbesar dampak dampak sebar cenderung

mengecil. Secara komulatif kecenderungan ini memperbesar ketimpangan

regional (M.L. Jhingan, 1999:211).

Menurut Prof. Simon Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas

dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai

barang ekonomi kepada penduduknya (Todaro, 2000:144).

Menurut Milton. H. Spencer, pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertambahan

output nyata atau pendapatan sebuah perekonomian dengan berlangsungnya

waktu (Winardi, 1983:183).

Semula banyak ahli berpendapat bahwa proses pembangunan akan mampu

menyebarkan hasilnya secara otomatis kepada penduduknya dengan pendapatan

yang berlainan tingkat. Mula-mula kelompok-kelompok penduduk berpendapatan

tinggi akan memetik hasil pembangunan lebih cepat dan lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok penduduk berpenghasilan rendah.

Peningkatan pembangunan memungkinkan pemerataan hasil pembangunan yang


(14)

Perkembangan meluasnya pembagian pendapatan ini dilakukan dengan cara

pendistribusian pendapatan, dengan penetesan ke bawah dari kelompok penduduk

yang berpendapatan tinggi atau kaya ke kelompok penduduk berpendapatan

rendah atau miskin (Emil Salim, 1983:45).

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat merupakan hal yang sangat diperlukan

dalam pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan pemerataan pendapatan merupakan

sasaran dan tujuan dari pembangunan ekonomi, sehingga ketimpangan pendapatan

yang terjadi dalam masyarakat tidak semakin curam (Winardi, 1983:185).

Dalam perkembangan pembangunan, bagian-bagian pendapatan nasional yang

diterima kelompok penduduk berpendapatan tinggi lebih besar dari pada

kelompok berpendapatan rendah sehingga terbentang jurang yang semakin

melebar, diantara penduduk berpendapatan tinggi dan kelompok penduduk

berpendapatan rendah dalam bentuk huruf U yang terlentag horizontal. Apabila

tingkat pendapatan semakin naik maka jurang perbedaan antara pendapatan

kelompok berpendapatan tinggi pada kaki atas huruf U dengan kelompok

berpendapatan rendah pada kaki bawah huruf U ini berangsur-angsur akan lebih

baik atau mengecil (Emil Salim, 1983:45).

Ada bebagai metode perhitungan yang dipakai oleh para ahli ekonomi dalam

mengukur ketimpangan pendapatan.

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif


(15)

bidang yang terletak antara garis diagonal dan Kurva Lorenz dibagi dengan luas

separuh bidang di mana Kurva Lorenz itu berada. Rasio inilah yang dikenal

sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang sering kali

disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient) (Todaro, 2000:187).

E. Hipotesis

Dengan memperhatikan latar belakang dan permasalahan, tujuan penelitian dan

kerangka pemikiran, maka penulis menyusun hipotesis sebagai berikut:

“Diduga menunjukkan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan yang berbentuk U terbalik berlaku di Kabupaten Lampung Barat

Pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan disarankan agar

memprioritaskan daerah yang relatif tertinggal tanpa mengabaikan daerah yang

sudah maju, memperhatikan aspek pemerataan dengan pemerataan hasil - hasil

pembangunan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan di


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep dan definisi Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat

dalam jangka panjang (Sadono Sukirno, 1985:13).

Pembangunan ekonomi meliputi usaha masyarakat untuk mengembangkan

kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakat, sedangkan

keseluruhan usaha-usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan

sosial, politik, dan kebudayaan.

Berdasarkan definisi, artinya bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat

penting, yaitu:

1. Suatu proses, yang berarti perubahan yang dilakukan secara terus menerus.

2. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita.

3. Kenaikan tingkat pendapatan per kapita tersebut terjadi secara terus menerus


(17)

Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan

kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,

memperluas lapangan kerja, meratakan pembagian pendapatan masyarakat,

meningkatkan hubungan ekonomi dan mengusahakan pergeseran kegiatan

ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Rostow mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu usaha dan proses yang

menyebabkan perubahan dari ciri-ciri penting dalam masyarakat, yaitu perubahan

dalam keadaan sistem politiknya, struktur sosialnya, nilai-nilai masyarakat dan

struktur kegiatan ekonominya (Sadono Sukirno, 1985:103).

Definisi lain dari pembangunan ekonomi adalah usaha untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat secara mantap dan stabil sehingga tercapainya suatu

tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.

Para ahli ekonomi mengartikan pembangunan ekonomi sebagai:

1. Peningkatan dalam pendapatan per kapita masyarakat, yaitu tingkat

pertambahan GDP pada suatu tahun tertentu melebihi dari tingkat

pertambahan penduduk.

2. Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi

oleh perombakan dan modernisasi dalam struktur ekonominya, yang pada

umumnya masih bercorak tradisional (Sadono Sukirno, 1985:14).

Agar pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan lancar dan mencapai sasaran

yang lebih tepat maka diperlukan suatu perencanaan pembangunan ekonomi.


(18)

harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk

memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material harus

muncul dari warga negara itu sendiri (M L Jhingan, 1999:41).

Pengertian lain mengenai pembangunan ekonomi adalah perubahan komposisi

permintaan dan produksi serta lapangan kerja bagi buruh/pekerja, perdagangan

luar negeri dan keuangan (Bruce Herrick/Charles P Kindleberger, 1988:76).

Pembangunan ekonomi pada negara berkembang pada hakekatnya cenderung

menciptakan jurang pendapatan yang bertambah lebar di antara golongan

masyarakat dan perkembangan situasi ekonomi yang tidak berimbang di berbagai

daerah (Sadono Sukirno, 1985: 15 – 16).

2. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila tingkat kegiatan

ekonominya adalah lebih tinggi dari yang dicapai sebelumnya, artinya

pertumbuhan ekonomi baru tercipta bila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa

yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada

tahun-tahun berikutnya.

Pertumbuhan ekonomi adalah merupakan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku

dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 1985:19).

Tidak selamanya pertumbuhan ekonomi dihasilkan dari pertumbuhan

sumber-sumber, baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas teknologi yang baik saja


(19)

Dari beberapa definisi diatas maka pertumbuhan ekonomi adalah sebagai

cerminan kenaikan GDP, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau

lebih kecil dari pada tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan

struktur ekonomi yang berlaku atau tidak (Sadono Sukirno, 1985:14).

Faktor-faktor lain yang penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi adalah

investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumber daya

manusia dan fisik yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas sumber daya

produktif dan yang bisa menaikan produktivitas seluruh sumber daya melalui

penemuan-penemuan baru, inovasi, dan kemajuan teknologi (Todaro, 2000:143).

Prof. Simon Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan

jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin

banyak jenis barang-barang ekonomi pada penduduknya, kemampuan ini tumbuh

sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang

diperlukan (M L Jhingan, 1999:57).

Pengertian lain mengenai pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output per

kapita dalam jangka panjang (Boediono, 1982:9).

3. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori petumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan faktor-faktor

penentu kenaikan output per kapita dalam jangka panjang serta penjelasan

mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinterksi antara satu dengan yang


(20)

Menurut Adam Smith, proses pertumbuhan ekonomi dibedakan atas dua aspek

utama, yaitu pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk.

Proses pertumbuhan ekonomi menurut Ricardo adalah proses tarik menarik antara

dua kekuatan yang dinamis, yaitu antara teknologi dengan penggunaan salah satu

input tetap, sedangkan input-input lainnya ditambah penggunaannya, maka

tambahan output yang dihasilkan dari setiap unit tambahan input variabel tersebut

mula-mula menaik, akan tetapi untuk tingkat yang selanjutnya terjadi penurunan

yang diakibatkan oleh terus bertambahnya input variabel.

Menurut Arthur Lewis, bahwa proses pertumbuhan ekonomi terjadi bila tenaga

kerja bisa dipertemukan dengan kapital. Solow-Swan memusatkan perhatiannya

kepada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan

teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi

(Boediono, 1982:10-87).

4. Pertumbuhan Ekonomi: Konsep Dasar dan Ilustrasi.

Faktor-faktor atau komponen pertumbuhan ekonomi terpenting di dalam

masyarakat manapun juga adalah:

1. Akumulasi modal, termasuk investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik

dan sumber daya manusia.

2. Perkembangan populasi (penduduk) yang dapat mengakibatkan pertumbuhan

angkatan kerja.


(21)

1. Akumulasi Modal

Akumulasi modal terjadi apabila sebagian pendapatan yang ada ditabung dan

diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output dan penghasilan di

kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan

baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu negara dan

hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan output di masa-masa

mendatang. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus

dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi

infrastruktur ekonomi dan sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan-jalan

raya, penyediaan listrik, persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi,

pembangunan fasilitas komunikasi dan sebagainya, yang kesemuanya itu

mutlak dibutuhkan dalam rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap

aktivitas ekonomi produktif (Todaro, 2000:137).

Akumulasi modal akan menambah sumber daya baru atau meningkatkan

kualitas sumber daya yang sudah ada. Satu hal penting yang harue dipahami di

sini adalah bahwasanya untuk mencapai maksud investasi tersebut selalu

dituntut adanya pertukaran antara konsumsi sekarang dan konsumsi

mendatang. Artinya, pihak-pihak pelaku investasi harus bersedia

mengorbankan atau mengurangi konsumsi mereka pada saat sekarang ini demi

memperoleh konsumsi yang lebih baik di kemudian hari (Todaro, 2000:138).

2. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi

beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional


(22)

ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah

tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan pertumbuhan penduduk yang

lebih besar berarti ukuran pasar domestiknyalebih besar (Todaro, 2000:138)

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi adalah hasil cara-cara yang baru dan telah diperbaiki

dalam melakukan pekerjaan tradisional, ada tiga klasifikasi pokok kemajuan

teknologi, yaitu:

1. Teknologi netral.

2. Teknologi penghematan tenaga kerja.

3. Teknologi penghematan modal.

(Todaro, 2000:141)

Kemajuan teknologi yang netral terjadi apabila teknologi tersebut

memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan

menggunakan jumlah dan kombinasi input yang sama. Kemajuan teknologi

yang hemat tenaga kerja adalah penggunaan teknologi tersebut

memungkinkan kita memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input

tenaga kerja atau modal yang sama. Sedangkan kemajuan teknologi hemat

modal merupakan fenomena yang relatif langka, hal ini dikarenakan hampir

semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di

negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk

menghemat modal. Kemajuan teknologi yang menghemat modal akan

menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih efisien (yakni yang


(23)

5. Definisi dan Konsep Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto adalah besarnya nilai tambah bruto yang

dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan usaha yang berada di dalam satu wilayah

dalam kurun waktu tertentu, atau merupakan nilai barang dan jasa akhir yang yang

digunakan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi, investasi, dan ekspor (BPS, 2002:1)

Dari konsep di atas, metode perhitungan PDRB dapat dilakukan dengan tiga

pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi; PDRB merupakan selisih antara nilai barang dan jasa

yang dihasilkan oleh unit-unit kegiatan usaha, dengan biaya antara untuk

menghasilkan barang dan jasa tersebut dalam kurun waktu tertentu.

2. Pendekatan pendapatan; PDRB merupakan nilai balas jasa yang diterima oleh

pemilik faktor produsi yang ikut serta dalam proses produksi. Balas jasa faktor

produksi yang dimaksud dalam bentuk balas jasa tenaga kerja (upah/gaji),

sewa lahan, bunga modal, dan keuntungan sebelum dipotong pajak

penghasilan dan pajak langsung lainnya. Jika komponen balas jasa ini

ditambah dengan penyusutan barang modal dan pajak tidak langsung neto

maka akan menjadi suatu besaran yang disebut Nilai Tambah Neto (NTN).

Jadi dengan mengetahui PDRB maka kita akan mengetahui pertumbuhan ekonomi

yang dimiliki oleh suatu daerah.

6. Definisi Ketimpangan Pendapatan

Pemerataan penghasilan dikatakan timpang apabila individu yang kaya dapat


(24)

bobot dalam pasar barang-barang konsumsi dibandingkan orang-orang yang

miskin (Todaro, 1983:189).

Usaha-usaha yang secara langsung memerangi sumber-sumber kemiskinan di

dalam suatu daerah tidak ada manfaatnya apabila tidak disertai pengetahuan dan

pemahaman yang lebih baik mengenai faktor-faktor yang menentukan

pembagian-pembagian penghasilan dan tingkat pertumbuhan yang relatif di dalam

kelompok-kelompok penghasilan yang berbeda-beda.

Keprihatinan terhadap rendahnya tingkat pendapatan menurut standar kewajaran

apapun diperberat oleh masalah ketimpangan distribusi pendapatan (Bruce

Herrick/Charles P Kindleberger, 1988:234).

Menurut Myrdall, bahwa ketimpangan pendapatan terjadi karena kuatnya dampak

balik dan lemahnya dampak sebar di negara-negara berkembang (M L Jhingan,

1999:212).

Apabila kita menganalisa faktor-faktor yang menentukan mengenai pemerataan

penghasilan yang timpang adalah pemerataan pemilikan kekayaan atau harta yang

produktif dan menghasilkan seperti tanah dan modal dalam segmen-segmen yang

berbeda dalam masyarakat dunia ketiga yang pada umumnya menyebabkan

perbedaan penghasilan yang besar sekali antara yang kaya dan yang miskin atau

antar golongan dalam lapisan masyarakat.

Ketimpangan pendapatan dapat juga diartikan sebagai perbedaan kemakmuran

ekonomi antara yang kaya dengan yang miskin tercermin dari perbedaan


(25)

Masalah ketimpangan pendapatan juga sering juga diikhtisarkan, bahwa

pendapatan riil dari yang kaya terus bertambah sedangkan yang miskin terus

berkurang. Ini berarti bahwa pendapatan riil dari yang kaya tumbuh lebih cepat

daripada yang miskin (Bruce Herrick/Charles P Kindleberger, 1988:171).

Definisi lain mengenai ketimpangan pendapatan adalah perbedaan pendapatan

yang dihasilkan masyarakat sehingga terjadi perbedaan pendapatan yang

mencolok dalam masyarakat (Todaro, 1983:178).

Menurut Parvez Hasan, bahwa ketimpangan pendapatan menyebabkan

kesempatan untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan pokok semakin kecil

(Bintoro, 1986:88).

Ketimpangan pendapatan lebih besar lagi negara yang memulai pembangunannya

dari tingkat keterbelakangan yang rendah, semakin rendah tingkat

keterbelakangan ini semakin besar proses pembangunan akan menimbulkan

ketimpangan pendapatan yang lebih besar (Emil Salim, 1984:22).

Jadi dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa ketimpangan pendapatan

adalah perbedaan jumlah pendapatan yang diterima masyarakat sehingga

mengakibatkan perbedaan pendapatan yang lebih besar antar golongan dalam

masyarakat tersebut. Akibatnya yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin


(26)

Indikator untuk mengetahui ketimpangan pendapatan dapat dilakukan dengan:

1. Kurva Lorenz

Cara lain yang umum untuk melihat penghasilan pribadi adalah dengan

membuat apa yang dikenal dengan Kurva Lorenz.

Pada gambar 1 diperlihatkan bagaimana cara membuat Kurva Lorenz. Jumlah

penerimaan penghasilan ditempatkan di atas sumbu horizontal sedangkan

sumbu vertikal menggambarkan bagian jumlah penghasilan yang diterima

oleh masing-masing persentase populasi. Kedua sumbu tersebut

dikomulatifkan sampai dengan 100 persen. Dengan demikian kedua sumbu

tersebut sama panjang dan semua angka ditempatkan dalam bujur sangkar.

Pada garis diagonal, yang merupakan garis persamaan digambarkan dari sudut

bawah sebelah kiri bujur sangkar menuju ke arah sebelah kanan pada sudut

atas bujur sangkar Kurva Lorenz tersebut.

Gambar 1. Kurva Lorenz

Persentase Penghasilan

Garis Persamaan

Kurva Lorenz

KKK

0 Persentase

Persentase Penerima

Pendapatan Sumber: Todaro, 2000:183


(27)

Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif yang aktual antara

persentase penerimaan penghasilan yang mereka terima sebenarnya.

Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal berarti semakin besar tingkat

ketimpangan pendapatan yang terjadi, dan sebaliknya semakin dekat Kurva

Lorenz dengan garis diagonal maka semakin kecil tingkat ketimpangan

pendapatan yang terjadi.

2. Koefisien Gini

Dalam gambar 2 berikut ini adalah rasio area A yang diberi arsiran

dibandingkan dengan jumlah area segitiga ABC. Rasio ini dikenal dengan

dengan nama Rasio Konsentrasi Gini atau singkat lagi dikenal dengan nama

Koefisien Gini. Nama Koefisien Gini diambil dari nama seorang ahli statistik

Italia yaitu C. Gini, beliau adalah orang pertama yang memformulasikan hal

tersebut pada tahun 1912.

Gambar 2. Perhitungan Koefisien Gini

Persentase C

Penghasilan

Koefisien Gini = Area yang diarsir Luas ABC

Kurva Lorenz

A B

Persentase Penerima Pendapatan


(28)

Koefisien Gini adalah persamaan ukuran ketimpangan dan bisa berbeda-beda dari

nol (persamaan sempurna sampai satu (ketimpangan yang senpurna).

Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasrkan Koefisien Gini adalah:

1. Lebih dari 0,5 adalah berat.

2. Antara 0,35 dan 0,5 adalah sedang.

3. Kurang dari 0,35 adalah ringan.

Untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan perlulah pula

membagi penduduk dalam kelompok-kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari

jumlah penduduk.

2. Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah yang merupakan 40% dari

jumlah penduduk.

3. Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari

jumlah penduduk (Emil Salim, 1984:20).

Tingkat kepincangan pembagian pendapatan lazimnya diukur menurut besarnya

bagian pendapatan nasional atau regional yang dinikmati oleh kelompok

penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk

yang dikenal dengan kelompok rendah 40%. Apabila kelompok rendah 40%

menerima pendapatan nasional atau regional sebesar 17% atau lebih maka tingkat

kepincangan pembagian pendapatan tergolong bisa dibilang rendah. Apabila

terletak antara 12% sampai dengan 17% maka digolongkan dalam tingkat


(29)

digolongkan dalam tingkat kepincangan pembagian pendapatan yang tinggi (Emil

Salim, 1984:21).

7. Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan

Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan

perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan

lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi,

pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan (Todaro, 1983:124 – 125).

Pemerataan akan tercapai bila pendapatan terendah dalam masyarakat dinaikkan

sedemikian rupa sehingga semakin kecil persentase penduduk yang menerima di

bawah minimum sosial dengan berlakunya waktu (Bruce Herrick/Charles P

Kindleberger, 1988:163).

Sekumpulan teori menyatakan bahwa menyatakan bahwasanya distribusi

pendapatan yang sangat tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa

dikorbankan demi memacu laju pertumbuhan ekonomi secara cepat (Todaro,

2000:212).

Prof. Kuznet yang telah berjasa besar dalam mempelopori analisis pola-pola

pertumbuhan historis di negara-negara maju telah mengemukakan bahwa pada

tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan atau kesejahteraan

cenderung memburuk namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik


(30)

Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan merupakan hal yang sering

menjadi problema di negara yang sedang berkembang karena

negara-negara berkembang biasanya memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi

pemerataan pendapatan juga sering kali diabaikan sehingga mengalami

ketimpangan pendapatan diantara lapisan masyarakat.

Pada akhirnya, segenap analisis membawa kita kepada kesimpulan bahwa

anggapan akan adanya semacam kondisi pertukaran (Trade off) antara

pertumbuhan yang lebih cepat dan distribusi pendapatan yang lebih merata

ternyata tidak tepat. Dalam kenyataannya, pertukaran itu memang ada tetapi tidak

di antara peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kondisi distribusi

pendapatan, melainkan terdapat dalam pertumbuhan pendapatan di antara

kelompok-kelompok yang tingkat pendapatannya berbeda-beda. Artinya, jika

kelompok yang satu mengalami peningkatan pendapatan maka posisi yang lain

secara relatif akan merosot (Todaro, 2000:220).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangatlah diperlukan pada era pembangunan,

terutama pembangunan ekonomi. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi

hendaknya juga dapat memperingan tingkat ketimpangan pendapatan yang terjadi

dalam masyarakat sehingga jurang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin

semakin mengecil. Atau dengan kata lain, bahwa hubungan pertumbuhan ekonomi

dapat memperingan tingkat ketimpangan pendapatan sehingga pemerataan


(31)

B. Penelitian Terdahulu NO NAMA

PENELITI

JUDUL

PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

1 SUPRIYANTORO

(2005)

Analisis Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten-Kota di Provinsi Jawa Tengah

Ketimpangan pendapatan antar daerah yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi dalam sepuluh wilayah pembangunan tergolong dalam taraf ketimpangan

yang rendah dengan nilai indeks ketimpangan antara 0,2768 sampai 0,3427 yang berarti masih berada dibawah 0,35 sebagai batas taraf ketimpangan rendah.

2 UPPAL

HANDOKO (1986)

Analisis Ketimpangan Pendapatan Tingkat Nasional Tahun 1976-1980

Terdapat tendensi menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan belum mengarah pada perbaikan ketimpangan dan faktor yang cenderung menurunkan ketimpangan pendapatan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan kepada propinsi

3 PUPUT

MALAHAYATI SARI (2007) Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota Di Kawasan Timur Indonesia Ketimpangan tersebut cenderung menurun pada tahun 1996-2004. Nilai CVw yang diperoleh pada tahun 1993 sebesar 0,99113, sedangkan pada tahun 1996 nilainya meningkat menjadi 0,99136, dan pada tahun 1998 menurun menjadi 0,99077


(32)

4 HENDRA (2004) Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Provinsi Lampung

Tingkat ketimpangan pendapatan yang terjadi di Provinsi Lampung selama periode analisis yaitu tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 cenderung menurun, walaupun penurunan itu tidak sinifikan Tahun 1995 indeks ketimpangan pendapatan sebesar 0.4404 dan pada tahun 2001 indeks ketimpangan turun menjadi sebesar 0.4068

5 DEVI

RETNOSARI (2006)

Analisis Pengaruh Ketimpangan

Distribusi Pendapatan Terhadap

Pertumbuhan

Ekonomi Jawa Barat

Indeks ketimpangan di Jawa Barat cenderung meningkat. Dengan ketimpangan tertinggi terjadi di tahun 2005 sebesar 0,680.


(33)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Penelitian Kepustakaan

Adalah penelitian dengan mengkupas data terbaik dalam penelitian ini

yang diambil dari buku dan literatur serta hasil-hasil penelitian terdahulu.

2. Penelitian Lapangan

Adalah penelitian dengan mencari informasi atau data-data yang

diperlukan untuk dianalisis serta dikaji. Penelitian lapangan dilakukan

pada dinas-dinas, dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung, Badan Pusat

Statistik Provinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung

Barat, dan Badan Pusat Statistik Nasional.

3. Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dari publikasi dinas atau

instansi pemerintah, diantaranya adalah publikasi data dari Badan Pusat

Statistik mengenai PDRB, statistik kesejahteraan rakyat, Lampung Barat


(34)

4. Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penulisan ini meliputi alat analisis

kuantitatif dan kualitatif.

1. Analisis Kuantitatif

a) Alat analisis yang digunakan dalam mengukur laju pertumbuhan

ekonomi digunakan formulasi model pertumbuhan:

g = PDRBt – PDRBt-1 X 100%

PDRBt-1

Keterangan:

g = Laju pertumbuhan ekonomi

PDRBt-1 = PDRB menurut harga konstan tahun 2000,

sebelum tahun perhitungan.

PDRBt = PDRB menurut harga konstan tahun 2000, tahun

perhitungan

b) Untuk mengukur besarnya tingkat ketimpangan sesudah digunakan

Koefisien Gini dengan formulasi:

∑Pi (Qi + Qi – 1) G = 1 – i 10.000

Keterangan:

G = Koefisien Gini

Pi = Persentase rumah tangga

Qi = Persentase komulatif pendapatan*


(35)

*)Besarnya pendapatan per kapita diperoleh dengan menggunakan

pendekatan rata-rata konsumsi/pengeluaran per kapita sebulan dalam

setahun.

2. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif ini dimaksudkan sebagai pendukung alat analisis

kuantitatif agar tujuan penelitian tercapai, yaitu dengan menggunakan

Data Tabulasi Silang. Maksud dari Data Tabulasi Silang ini adalah

untuk melihat sejauh mana pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi

ketimpangan pendapatan.

5. Terminologi Ketimpangan

Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan dan bisa berbeda (bervariasi)

dari nol (persamaan sempurna) sampai satu (ketimpangan sempurna).

Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini

adalah:

a) Lebih dari 0,5 adalah berat.

b) Antara 0,35 sampai dengan 0,5 adalah sedang.

c) Kurang dari 0,35 adalah ringan.

B. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Lampung Barat.

1. Kondisi Wilayah

Kabupaten Lampung Barat dimana Ibu kota Kabupaten ini terletak di Liwa

merupakan salah satu daerah yang bisa dianggap sangat penting di


(36)

penyangga bagi Kota madya Bandar lampung terutama dalam hal

penyediaan bahan pangan dan hasil pertanian serta perkebunan.

Secara geografis, Kabupaten Lampung Barat berada antara koordinat

antara 40 47’16” – 50 56’ 42” Lintang Selatan dan 103035’ 8” – 1040 33’

51” Bujur Timur. Daerah ini terletak di bagian Barat Pulau Sumatera. Kabupaten Lampung Barat beriklim tropis.

Berdasarkan UU No. 6 tahun 1991 tanggal 6 agustus 1991 tentang

Pembentukan Kabupaten Lampung Barat dari pemekaran wilayah

Kabupaten Lampung utara, maka batas-batas wilayah Kabupaten

Lampung Barat adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan

Komering Ulu Selatan (OKUS) Provinsi

Sumatera Selatan.

b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia dan Selat Sunda..

c. Sebelah Barat : dengan Samudera Hindia.

d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara,

Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung

Tengah dan Kabupaten Tanggamus.

Wilayah Kabupaten Lampung Barat mayoritas merupakan daerah

pedesaan yang sudah dianggap modern sehingga memungkinkan untuk

terus berkembang. Tetapi masih ada beberapa daerah di kabupaten ini


(37)

Bila melihat dari segi tata guna tanah maka lahan yang tersedia dapat digunakan untuk berbagai sektor, seperti sektor pertanian, industri, jasa, dan untuk penyelenggaraan fasilitas sosial kemasyarakatan lainnya seperti Puskesmas, sekolah, dan balai warga.

2. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan di Wilayah Lampung Barat

Kabupaten Lampung Barat terdiri dari 17 kecamatan. Pada tabel 5 berikut

disajikan luas wilayah Kabupaten Lampung Barat menurut kecamatan.

Tabel 5. Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat menurut Kecamatan.

Sumber: data diolah

Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat 4.950,4 km2 atau 13,99 persen

dari luas wilayah Provinsi Lampung yang membujur dari wilayah Timur

yang berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus hingga sebelah utara yang

berbatasan dengan wilayah Kabupaten lampung Utara dan Kabupaten Way

Kecamatan

Luas

(Km2) %

Pesisir selatan 699,52 14,13

Bengkunat 634,41 12,82

Bengkunat Belimbing 634,41 12,82

Ngambur 131,99 2,67

Pesisir tengah 110,01 2,22

Karya Penggawa 62,46 1,26

Pesisir Utara 307,18 6,21

Lemong 327,25 6,61

Balik Bukit 195,50 3,95

Sukau 218,48 4,41

Belalau 395,06 7,89

Sekincau 270,90 5,47

Suoh 231,62 4,68

Batu Brak 189,67 3,83

Sumber Jaya 295,12 5,96

Way Tenong 185,48 3,75

Gedong Surian 61,34 1,24


(38)

Kanan. Bila dilihat dari luas daerah kecamatan maka kecamatan dengan

daerah terluas adalah kecamatan Pesisir Selatan yaitu 699,52 km2,

sedangkan kecamatan dengan luas tersempit adalah Kecamatan Gedong

Surian yaitu 61,34 km2 .

Tabel 6. Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Lampung Barat

Luas Kabupaten Lampung Barat Menurut Penggunaannya (Ha).

A. Lahan Sawah 58875

 Irigasi teknis 3486

 Irigasi setengah teknis 2785

 Irigasi sederhana 1712

 Irigasi desa/non PU 7694

 Tadah hujan 48621

 Pasang surut 718

 Lebak 612

 Polder lainnya 2436

B. Bukan lahan sawah 57624

 Pekarangan 25372

 Tegal/kebun 76376

 Ladang/huma 55462

 Padang rumput 741

 Hutan rakyat 14615

 Hutan negara 39872

 Perkebunan 32531

 Lain-lain 15343

 Sementara tidak diusahakan 1219

 Rawa-rawa 1445

 Tambak 4747

 Kolam/tebat/empang

5

89

Jumlah A+B 417526

Dari tabel di atas terlihat bahwa 17,8947% atau sebesar 56919 merupakan

daerah lahan sawah sedangkan sisanya sebesar 82,1053% merupakan


(39)

3. Ketenagakerjaan

Setiap tahunnya muncul permasalahan umum yang pasti dialami suatu

daerah yaitu tingkat angkatan kerja yang semakin tinggi yang juga saling

berlomba untuk mendapatkan pekerjaan. Seperti kita ketahui bahwa terjadi

ketidak seimbangan antara pencari kerja dengan lowongan yang tersedia.

Berikut ini adalah tabel 7 mengenai kondisi angkatan kerja di Kabupaten

Lampung Barat.

Tabel 7. Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Lampung Barat Periode 2005 - 2011.

Tahun Angkatan Kerja (jiwa)

2005 3870

2006 5134

2007 5732

2008 6183

2009 6928

2010 7264

2011 8116

Sumber: Badan Pusat Statistik, Lampung Barat dalam Angka,2012.

C. Gambaran Ketimpangan Ekonomi Lampung Barat

Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten

Lampung Barat dalam pembangunan daerahnya adalah:

Rendahnya ketersediaan infrasturuktur, terutama akses transportasi

keperintisan dan komunikasi serta listrik pedesaan Sehingga dengan kondisi

yang seperti itu menjadi penghambat distribusi pendapatan masyarakat

Lampung Barat. Dengan dominannya sektor primer maka kebutuhan sarana

dan prasarana sangat mendesak.

Rendahnya tingkat pelayanan sosial dasar terutama pendidikan dan kesehatan.


(40)

ekonomi lokal, terutama dalam hal koordinasi dan kerjasama kelembagaan,

baik di pusat maupun di daerah dan keuangan daerah, sehingga adanya

kelemahan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dalam mengelola

potensi sumber daya lokal dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat

setempat. Belum optimalnya peran kota kecil dan menengah dalam

menstimulan pertumbuhan wilayah sehingga peran kota – kota kecil dan menengah sebagai kota perantara dari proses produksi di perdesaan, di kota – kota besar dan metropolitan belum efektif.

Untuk itu pemerintah kabupaten lampung barat perlu upaya maksimal dalam

menyusun dan menyiapkan struktur perkotaan dalam usaha menetapkan peran

serta fungsi kota untuk mendukung pengembangan kota – kota secara hirarkis dan memiliki keterkaitan kegiatan ekonomi antar kota yang sinergis dan

saling mendukung. Mengembangkan dan mengoptimalkan peran kota kecil

dan menengah sebagai pendukung ekonomi perdesaan serta meningkatkan

kapasitas pemerintah daerah kabupaten lampung Barat dalam pelayanan

publik dan pengelolaan lingkungan Sehingga masyarakat kabupaten Barat


(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada tahun 2005 ketimpangan pendapatan sebesar 0,7545123 yang merupakan ketimpangan pendapatan dengan kategori ketimpangan pendapatan berat, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi 2005 adalah 5,08 % dengan pendapatan perkapita Rp. 796.301,00. Keadaan ini menyebabkan meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, masalah ketimpangan pendapatan tetap menjadi masalah pokok yang disebabkan rendahnya pendapatan perkapita, sehingga pola konsumsi masyarakat Kabupaten Lampung Barat terpaku pada pola permintaan untuk barang-barang makanan. Periode 2008 ketimpangan pendapatan lebih baik dari periode 2005 meskipun masuk katagori berat 0,62754501 akan tetapi pendapatan perkapita lebih rendah dibanding periode 2005 yaitu Rp. 736.695 keadaan inilah yang menyebabkan pola pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk jenis konsumsi makanan relative lebih tinggi 73,74 %.

Periode 2011 walaupun ketimpangan pendapatan masih pada golongan berat 0,64173139 akan tetapi pertumbuhan ekonominya tertinggi mencapai 5,72 % sehingga pola pengeluaran rumah tangga rata-rata untuk jenis


(42)

makanan menjadi turun hanya 69,44 % dan untuk bukan makanan naik menjadi 30,56 %

B. Saran-saran

1. Membangun pertanian modern dengan mendorong dan memfasilitasi pengembangan industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri), membangun infrastruktur pertanian, penyuluhan pertanian terpadu, memfasilitasi pembangunan pasar komoditas hasil pertanian, dan menerapkan teknologi pertanian terkini yang mampu meningkatkan produktivitas lahan.

2. Demi menciptakan iklim usaha yang sehat maka Pemda Kabupaten Lampung Barat diharapkan dapat membangun infrastruktur ekonomi dan memberikan kepastian usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembangunan sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi, mendorong peningkatan penyediaan energi dan listrik, mendorong tumbuhnya lembaga keuangan dan pembiayaan, mendorong dan memfasilitasi pembangunan pasar, memberikan kemudahan perizinan, serta memberikan jaminan hak milik dan usaha. Dengan iklim usaha yang sehat diharapkan dapat menarik simpati investor agar menanamkan modalnya di Lampung Barat.

3. Mengoptimalkan pemanfaatan SDA, mencari sumber daya baru, menciptakan dan menerapkan teknologi tepat guna adalah cara-cara yang dapat dilakukan Pemda Kabupaten Lampung Barat guna menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pengangguran dapat ditekan.

4. Pengawasan terhadap distribusi dan harga barang-barang kebutuhan pokok juga diharapkan dapat diperhatikan sehingga masyarakat golongan pendapatan yang rendah tetap mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau dan kualitas baik.


(43)

Adelman, Irma. 1975; Development Economics: A Reassessment of Goals.

American Economics Review Paper and Proceedings: 302 – 309.

Ahluwalia, Montek S. 1976; Income Distribution and Development: Some Stylized Facts. American Economic Review-Papers and Proceedings: 128 – 135. Amidjojo, Bintro Tjokro. 1985; Perencanaan Pembangunan, Penerbit PT Gunung

Agung – Jakarta.

Arndt, H W. 1987; Pembangunan dan Pemerataan: Indonesia di Masa Orde Baru, terjemahan Konta Damanik, LP3ES Jakarta.

Baldwin, Robert E. 1986; Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi, terjemahan St.Dianjung, PT Bina Aksara Jakarta.

Bappeda Kabupaten Lampung Barat. 2001 – 2005; Renstra Kabupaten Lampung Barat

Bintoro, TjokroAmidjojo. 1985; Perencanaan Pembangunan, Penerbit PT Gunung Agung – Jakarta

BPS Provinsi Lampung. 2011; Lampung dalam Angka.

BPS Provinsi Lampung. 2011; Lampung Barat dalam Angka.

BPS Provinsi Lampung. 2011; Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung.

BPS Jakarta. 2011; Statistik Kesejahteraan Rakyat:Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Fadil, M Abdel. 1977; A New International Economic Order?. Cambridge Journal of Economics: 205 – 213.

Hill, Hal. 2002; Ekonomi Indonesia, terjemahan Tri Wibowo Budi Santoso dan Hadi Susilo. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.


(44)

Jhingan, M L. 1999; Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, terjemahan D.Guritno, CV Rajawali Jakarta.

Jolly, Richard. 1976; Redistribution and Growth. Employment, Income Distribution, and Development: 43 – 55.

Kartasasmita, Ginandjar. 1996; Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Pustaka CIDESINDO Jakarta.

Oshima, Harry T. 1977; Postwar Asian Growth: The Interplay Between Rural Development, Income Distribution, and Employment. Ekonomi dan Keuangan Indonesia: 312 – 329.

______________. 1977; New Directions in Development Strategies. Economic Development and Cultural Change: 555 – 567.

Salim, Emil. 1984; Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan, Inti Dayu Jakarta.

Sitohang, Paul. 1977; Pengantar Perencanaan Regional. LP FE UI Jakarta.

Soelistyo, Sudarsono. 1979; Prospek Kesempatan Kerja dan Pemerataan Pendapatan dalam REPELITA III. Prisma:13 – 25.

Sukirno, Sadono. 1985; Ekonomi Pembangunan, Penerbit Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Bina Grafika Jakarta.

Suparmoko, M dan Irawan. 1999; Ekonomika Pembangunan, BPFE Yogyakarta.

Stewart, Francis dan Paul Streeten. 1976; New Strategies for Development: Poverty, Income Distrbution, and Growth. Oxford Economic Papers (New Series): 381 – 405.

Todaro, Michael P. 1983; Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, terjemahan Drs. Mursid, Penerbit Balai Aksara Jakarta.

_______________. 2000: Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi VII, terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga.

Wie, Thee Kian. 1983; Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan: Beberapa Pendekatan Alternatif, LP3ES Jakarta.


(1)

3. Ketenagakerjaan

Setiap tahunnya muncul permasalahan umum yang pasti dialami suatu daerah yaitu tingkat angkatan kerja yang semakin tinggi yang juga saling berlomba untuk mendapatkan pekerjaan. Seperti kita ketahui bahwa terjadi ketidak seimbangan antara pencari kerja dengan lowongan yang tersedia. Berikut ini adalah tabel 7 mengenai kondisi angkatan kerja di Kabupaten Lampung Barat.

Tabel 7. Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Lampung Barat Periode 2005 - 2011.

Tahun Angkatan Kerja (jiwa)

2005 3870

2006 5134

2007 5732

2008 6183

2009 6928

2010 7264

2011 8116

Sumber: Badan Pusat Statistik, Lampung Barat dalam Angka,2012.

C. Gambaran Ketimpangan Ekonomi Lampung Barat

Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam pembangunan daerahnya adalah:

Rendahnya ketersediaan infrasturuktur, terutama akses transportasi keperintisan dan komunikasi serta listrik pedesaan Sehingga dengan kondisi yang seperti itu menjadi penghambat distribusi pendapatan masyarakat Lampung Barat. Dengan dominannya sektor primer maka kebutuhan sarana dan prasarana sangat mendesak.

Rendahnya tingkat pelayanan sosial dasar terutama pendidikan dan kesehatan. Belum optimalnya pemanfaatan Sumber daya dan pengembangan potensi


(2)

37

ekonomi lokal, terutama dalam hal koordinasi dan kerjasama kelembagaan, baik di pusat maupun di daerah dan keuangan daerah, sehingga adanya kelemahan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dalam mengelola potensi sumber daya lokal dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat. Belum optimalnya peran kota kecil dan menengah dalam menstimulan pertumbuhan wilayah sehingga peran kota – kota kecil dan menengah sebagai kota perantara dari proses produksi di perdesaan, di kota – kota besar dan metropolitan belum efektif.

Untuk itu pemerintah kabupaten lampung barat perlu upaya maksimal dalam menyusun dan menyiapkan struktur perkotaan dalam usaha menetapkan peran serta fungsi kota untuk mendukung pengembangan kota – kota secara hirarkis dan memiliki keterkaitan kegiatan ekonomi antar kota yang sinergis dan saling mendukung. Mengembangkan dan mengoptimalkan peran kota kecil dan menengah sebagai pendukung ekonomi perdesaan serta meningkatkan kapasitas pemerintah daerah kabupaten lampung Barat dalam pelayanan publik dan pengelolaan lingkungan Sehingga masyarakat kabupaten Barat dapat menikmati pendapatan secara adil dan merata.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada tahun 2005 ketimpangan pendapatan sebesar 0,7545123 yang merupakan ketimpangan pendapatan dengan kategori ketimpangan pendapatan berat, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi 2005 adalah 5,08 % dengan pendapatan perkapita Rp. 796.301,00. Keadaan ini menyebabkan meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, masalah ketimpangan pendapatan tetap menjadi masalah pokok yang disebabkan rendahnya pendapatan perkapita, sehingga pola konsumsi masyarakat Kabupaten Lampung Barat terpaku pada pola permintaan untuk barang-barang makanan. Periode 2008 ketimpangan pendapatan lebih baik dari periode 2005 meskipun masuk katagori berat 0,62754501 akan tetapi pendapatan perkapita lebih rendah dibanding periode 2005 yaitu Rp. 736.695 keadaan inilah yang menyebabkan pola pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk jenis konsumsi makanan relative lebih tinggi 73,74 %.

Periode 2011 walaupun ketimpangan pendapatan masih pada golongan berat 0,64173139 akan tetapi pertumbuhan ekonominya tertinggi mencapai 5,72 % sehingga pola pengeluaran rumah tangga rata-rata untuk jenis


(4)

53

makanan menjadi turun hanya 69,44 % dan untuk bukan makanan naik menjadi 30,56 %

B. Saran-saran

1. Membangun pertanian modern dengan mendorong dan memfasilitasi pengembangan industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri), membangun infrastruktur pertanian, penyuluhan pertanian terpadu, memfasilitasi pembangunan pasar komoditas hasil pertanian, dan menerapkan teknologi pertanian terkini yang mampu meningkatkan produktivitas lahan.

2. Demi menciptakan iklim usaha yang sehat maka Pemda Kabupaten Lampung Barat diharapkan dapat membangun infrastruktur ekonomi dan memberikan kepastian usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembangunan sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi, mendorong peningkatan penyediaan energi dan listrik, mendorong tumbuhnya lembaga keuangan dan pembiayaan, mendorong dan memfasilitasi pembangunan pasar, memberikan kemudahan perizinan, serta memberikan jaminan hak milik dan usaha. Dengan iklim usaha yang sehat diharapkan dapat menarik simpati investor agar menanamkan modalnya di Lampung Barat.

3. Mengoptimalkan pemanfaatan SDA, mencari sumber daya baru, menciptakan dan menerapkan teknologi tepat guna adalah cara-cara yang dapat dilakukan Pemda Kabupaten Lampung Barat guna menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pengangguran dapat ditekan.

4. Pengawasan terhadap distribusi dan harga barang-barang kebutuhan pokok juga diharapkan dapat diperhatikan sehingga masyarakat golongan pendapatan yang rendah tetap mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau dan kualitas baik.


(5)

Adelman, Irma. 1975; Development Economics: A Reassessment of Goals. American Economics Review Paper and Proceedings: 302 – 309.

Ahluwalia, Montek S. 1976; Income Distribution and Development: Some Stylized Facts. American Economic Review-Papers and Proceedings: 128 – 135. Amidjojo, Bintro Tjokro. 1985; Perencanaan Pembangunan, Penerbit PT Gunung

Agung – Jakarta.

Arndt, H W. 1987; Pembangunan dan Pemerataan: Indonesia di Masa Orde Baru, terjemahan Konta Damanik, LP3ES Jakarta.

Baldwin, Robert E. 1986; Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi, terjemahan St.Dianjung, PT Bina Aksara Jakarta.

Bappeda Kabupaten Lampung Barat. 2001 – 2005; Renstra Kabupaten Lampung Barat

Bintoro, TjokroAmidjojo. 1985; Perencanaan Pembangunan, Penerbit PT Gunung Agung – Jakarta

BPS Provinsi Lampung. 2011; Lampung dalam Angka. BPS Provinsi Lampung. 2011; Lampung Barat dalam Angka.

BPS Provinsi Lampung. 2011; Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung. BPS Jakarta. 2011; Statistik Kesejahteraan Rakyat:Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga

Fadil, M Abdel. 1977; A New International Economic Order?. Cambridge Journal of Economics: 205 – 213.

Hill, Hal. 2002; Ekonomi Indonesia, terjemahan Tri Wibowo Budi Santoso dan Hadi Susilo. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Herrick, Bruce/Charles P Kindleberger. 1988; Ekonomi Pembangunan, terjemahan Drs. Komarudin, Bina Aksara Jakarta.

Jhingan, M L. 1999; Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, terjemahan D.Guritno, CV Rajawali Jakarta.

Jolly, Richard. 1976; Redistribution and Growth. Employment, Income Distribution, and Development: 43 – 55.

Kartasasmita, Ginandjar. 1996; Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Pustaka CIDESINDO Jakarta.

Oshima, Harry T. 1977; Postwar Asian Growth: The Interplay Between Rural Development, Income Distribution, and Employment. Ekonomi dan Keuangan Indonesia: 312 – 329.

______________. 1977; New Directions in Development Strategies. Economic Development and Cultural Change: 555 – 567.

Salim, Emil. 1984; Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan, Inti Dayu Jakarta. Sitohang, Paul. 1977; Pengantar Perencanaan Regional. LP FE UI Jakarta.

Soelistyo, Sudarsono. 1979; Prospek Kesempatan Kerja dan Pemerataan Pendapatan dalam REPELITA III. Prisma:13 – 25.

Sukirno, Sadono. 1985; Ekonomi Pembangunan, Penerbit Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Bina Grafika Jakarta. Suparmoko, M dan Irawan. 1999; Ekonomika Pembangunan, BPFE Yogyakarta. Stewart, Francis dan Paul Streeten. 1976; New Strategies for Development: Poverty,

Income Distrbution, and Growth. Oxford Economic Papers (New Series): 381 – 405.

Todaro, Michael P. 1983; Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, terjemahan Drs. Mursid, Penerbit Balai Aksara Jakarta.

_______________. 2000: Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi VII, terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga.

Wie, Thee Kian. 1983; Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan: Beberapa Pendekatan Alternatif, LP3ES Jakarta.