ANALISIS HUBUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBAGIAN PENDAPATAN DI KOTA METRO TAHUN 2004 - 2011

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBAGIAN PENDAPATAN DI KOTA METRO

TAHUN 2004-2011

Oleh

Muhammad Nasir

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKLTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ECONOMIC GROWTH AND INCOME INEQUALITY IN METRO CITY

2004-2011 By

Muhammad Nasir

With the increasing economic growth is expected to be able to reduce the level of income inequality in Metro City in 2006-2012, on the basis of that, the author takes a problem as follows: "do with an increase in economic growth would reduce income inequality in Metro City 2004-2011?. The hypothesis of this research is "suspected of having negative economic growth of income inequality in Metro City." Analysis tools are used to prove the hypothesis that the

correlation coefficient is simple.

Based on the calculation of economic growth with this model, we can see that the economic growth rate highest in Metro City in 2005, amounting to 8.69 percent, while the rate of economic growth of the lowest in Metro City in 2004, amounting to 4.67 percent. The rate of economic growth declined in 2006 by 5.70 percent. due to lower capital expenditures in Metro City, and increased again in the following year it is the year 2007 amounted to 6.24 percent. After that, it decreased in the period of 2008 amounted to 5.21 percent, and continued to increase relatively stable in the following period the year 2009-2011.

From the analysis using SPSS software version 17 above, obtained p-value (sig.) = 0.011 <α (0.05), it can be concluded to reject H0 or there is a linear relationship between inequality and economic growth. The magnitude of the relationship (correlation) between inequality and economic growth of -0830. This means there is a linear relationship between inequality and economic growth. While the negative sign means that the relations are negative or greater

inequality in society resulting in the smaller economic growth.


(3)

ABSTRAK

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI KOTA METRO

TAHUN 2004 – 2011 Oleh

Muhammad Nasir

Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan akan mampu mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan di Kota Metro pada tahun 2004-2011, maka atas dasar itulah, penulis mengambil suatu permasalahan sebagai berikut: “ Apakah dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan mengurangi ketimpangan pendapatan di Kota Metro tahun 2004-

2011? . Hipotesis dari penelitian ini adalah “Diduga pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif terhadap ketimpangan pendapatan di Kota Metro.” Alat analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis tersebut yaitu dengan koefisien korelasi sederhana.

Berdasarkan hasil perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dengan model ini, dapat kita lihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Kota Metro yang tertinggi terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 8,69 persen, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Metro yang terendah terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 4,67 persen. Laju pertumbuhan ekonomi menurun pada periode 2006 sebesar 5,70 persen. disebabkan rendahnya belanja modal di Kota Metro, dan meningkat lagi di tahun berikut nya yaitu tahun 2007 sebesar 6,24 persen. Setelah itu, mengalami

penurunan di periode 2008 sebesar 5,21 persen, dan terus mengalami peningkatan yang relatif stabil di periode berikutnya yaitu tahun 2009 – 2011.

Dari hasil analisis dengan menggunakan software SPSS versi 17 di atas, diperoleh nilai pvalue(sig.)=0.011 < α (0.05), maka dapat diambil kesimpulan untuk

menolak H0 atau ada hubungan linear antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi. Besarnya hubungan (korelasi) antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar -0.830. Hal ini berarti terjadi hubungan linear yang besar antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara tanda negatif artinya hubungan yang terjadi bersifat negatif atau semakin besar ketimpangan yang terjadi di masyarakat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin kecil.


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Konsep Kerangka Pemikiran……….. 11 2. Kurva Kuznet “U” Terbalik... 20 3. Pengukuran Rasio Gini Dengan Menggunakan Kurva

Lorenz………... 25 4. Model Pertumbuhan Domar... 30 5. Grafik Laju Pertumbuhan di Kota Metro Periode 2004-2011... 46 6. Grafik Ketimpangan Pendapatan di Kota Metro Periode 2004-2011….. 47 7. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Kerangka Pemikiran... 9

F. Hipotesis ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 14

1. Koefisien Gini (Gini Ratio)... 14

2. Menurut Bank Dunia... 16

B. Pertumbuhan Ekonomi... 18

C. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 20

D. Identifikasi Yang Mempengaruhi Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi, Koefisien Gini dan Kurva Lorenz ... 24

1. Pertumbuhan Penduduk ... 27

2. Investasi... 28

3. Pengeluaran Pemerintah... 31

E. Otonomi Daerah ... 33


(10)

III. METODE PENELITIAN... 36

A. Sumber Data... 36

B. Gambaran Umum... 40

1. Geografis ... 40

2. Sejarah Singkat... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

A. Hasil Perhitungan ... 43

1. Hasil Perhitungan Laju Pertumbuhan... 43

2. Hasil Perhitungan Ketimpangan Pendapatan ... 44

3. Korelasi Antara Ketimpangan Yang Terjadi di Masyarakat Dengan Pertumbuhan Ekonomi di Daerah Tersebut……… 45

B. Pembahasan... 46

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 46

2. Tingkat Ketimpangan Pendapatan ... 47

3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Ketimpangan Pendapatan………... 48

C. Implikasi Pembahasan ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran - saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. PDRB Harga Konstan dan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Bandar

Lampung Periode 2009 - 2012... 5 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Harga Konstan Tahun 2000 Di Kota Metro,

Tahun (2004–2011)……….. 6 3. Perkembangan Jumlah Penduduk di Kota Metro

Tahun 2004–2011 ... 6 4. Laju Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita Penduduk di Kota Metro

Periode 2004–2011 ... 7 5. Patokan Yang Mengkategorikan Ketimpangan Distribusi Nilai

Koefisien Gini ... 15 6. Kriteria Bank Dunia Mengukur Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Suatu Negara ... 16 7. Ringkasan Penelitian “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun

2006– 2011”, (Angga ArditaMirza, S.E. : 2012) ... 35 8. Ringkasan Penelitian “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,

Aglomerasi, Tingkat Pengangguran, dan Panjang Jalan Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah Menurut Tipologi Klassen Pada 25 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat Tahun 2004– 2008”,

(Asman Al Faiz, S.E: 2011) ………... 35 9. Luas Wilayah Kota Metro Menurut Kecamatan dan Persentasenya

Terhadap Luas Kota Metro dan Propinsi Lampung, 2011 ... 41 10. Hasil Perhitungan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Harga Konstan

2000 di Kota Metro Tahun 2004– 2011………. 43 11. Hasil Perhitungan Tingkat Ketimpangan Pendapatan di Kota Metro .... 44


(12)

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

~ (QS. Al Baqarah: 153)

“Berjalanlah meski tertatih, karena itu lebih baik daripada berbaring dan tidak melakukan apa - apa.


(13)

PERSEMBAHAN

Dengan segala ketulusan hati, doa, serta syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku, Ayah dan Ibu yang selalu memberikan do’a, cinta, kasih sayang, dukungan moral, spiritual, perhatian, material yang tak pernah berhenti dan takkan mampu

terbalas, warna dan kebahagian dalam hidupku.

Saudara - saudariku tersayang, Novrizal, Samsul, Ridwan, Helmistuti, Hanifa, Muslimah, yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus, perhatian, dukungan, doa serta kebahagiaan

dalam hidupku.

Sahabat–sahabat Ekonomi Pembangunan angkatan 2008 yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulang Bawang Provinsi Lampung pada tanggal 28 November 1990. Penulis merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara, dari Bapak Muhammad Nur dan Ibu Asnidar.

Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak (TK) Aisiyah Unit 2 Tulang Bawang, diselesaikan pada tahun 1996, dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 01 DWT Jaya dan diselesaikan pada tahun 2002. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan SLTP Negeri 03 Banjar Agung dan diselesaikan pada tahun 2005, dan pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan SMA Negeri 1 Banjar Agung, diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, kemudian pada tahun 2012 penulis melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan, dan akhirnya pada tahun 2015 penulis menyelesaikan studi Strata Satu (S1) di fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(15)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis

Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pembagian Pendapatan Di Kota Metro Tahun 2004-2011”.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., sebagai Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 3. Ibu Asih Murwiati, S.E.,M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan.

4. Bapak Asrian Hendi Caya, S.E., sebagai dosen Pembimbing Akademik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

5. Bapak M.A. Irsan Dalimunthe, S.E., M.Si., sebagai dosen pembimbing dan penguji skripsi.


(16)

7. Seluruh dosen FEB Universitas Lampung yang telah berjasa dalam

memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingannya selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

8. Keluarga yang selalu kucintai dan kusayangi, Ayah ( Muhammad Nur ), Ibu ( Asnidar ), dan saudara–saudaraku atas semangat, doa, dan dukungan baik berupa moril atau materil demi kelancaran kuliahku hingga selesai. 9. Wanita spesial ( Detty Margiana S.Pd. ) yang selalu mendukung dalam

penyelesaian kuliahku dan tetap menungguku.

10. Staf dan karyawan ekonomi pembangunan, yang telah membantu kelancaran selama proses skripsi saya.

11. Teman-teman Ekonomi Pembangunan Angkatan 2008 teman-teman

seperjuanganku Septoni Permadi, Faisal, Ferly Fernando, Risnanda Juniawan, Aulia Apriyatman, Indra Ahmadi, R. B. Tama, Rinaldi Laresta, Agil Nahar Mubarok, Aditya Wijananto, Odiyansah, Angga Ardita Mirza, Riki Sanjaya, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

12. Semua orang yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT menilai sebagai ibadah atas kebaikan semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Amin.

Bandar Lampung, 2015 Penulis,


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya, sebaran sumber daya alam khususnya minyak dan gas, pertumbuhan pusat perdagangan dan industri yang terkonsentrasi di beberapa daerah yang menyebabkan timbulnya kantong-kantong pertumbuhan, sehingga ketimpangan output antar daerah menjadi lebih tinggi. Dengan adanya ketimpangan output daerah yang tinggi, tingkat

ketimpangan pendapatan per orang antar daerah menjadi relatif terlihat.

Pelaksanaan pembangunan senantiasa diarahkan pada pencapaian tiga sasaran pembangunan, ketiga sasaran tersebut dikenal dengan sebutan“trilogy

pembangunan”. Dalam Pelita I (1969-1974) prioritas pertama diarahkan pada sasaran pemeliharaan stabilitas perekonomian, disusul oleh sasaran pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Urutan ini diubah dalam Pelita II yaitu sasaran pertumbuhan menempati prioritas pertama, baru kemudian sasaran pemerataan dan sasaran stabilitas. Sejak Pelita III (1979-1984) hingga Repelita VI, urutan prioritasnya menjadi pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas. Masalah mulai muncul jika terjadi perubahan ke arah ketimpangan yang makin melebar antara golongan kaya dan golongan miskin. Ketimpangan


(18)

2

distribusi pendapatan pada daerah-daerah dapat disebabkan oleh pertumbuhan dan keterbatasan yang dimiliki masing-masing daerah yang berbeda-beda serta

pembangunan yang cenderung terpusat pada daerah yang sudah maju. Hal ini menyebabkan pola ketimpangan distribusi pendapatan daerah dan merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan daerah semakin melebar.

Dalam pembangunan ekonomi diharapkan adanya dukungan bukan saja dari pertumbuhan kualitas dan kuantitas sumber daya serta kemajuan teknologi tapi juga oleh struktur sosial dan politik yang stabil sehingga mampu mempercepat jalannya pembangunan ekonomi tersebut. Salah satu tolak ukur pembangunan ekonomi suatu negara adalah kesempatan kerja yang diciptakan oleh adanya pembangunan ekonomi. Namun kenyataannya perluasan kesempatan kerja masih merupakan masalah utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini mengingat jumlah penduduk dan angkatan kerja serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kondisi yang demikian akan menjadi masalah jika tidak didukung oleh kekuatan ekonomi.

Usaha pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional Indonesia yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur, mencakup ruang lingkup yang luas, yang di dalamnya terdiri dari lingkup pembangunan daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Pembangunan bukan merupakan tujuan melainkan hanya alat sebagai proses untuk menurunkan kemiskinan dan

mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Jadi berkurangnya


(19)

3

pertumbuhan ekonomi dan hasil-hasil dari pembangunan dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat, maka masalah ketidakmerataan

distribusi pendapatan tidak akan muncul. Jika kinerja ekonominya lebih baik atau mengalami kemajuan maka seluruh rakyat juga harus merasakan dampak

kemajuan tersebut dalam bentuk naiknya pendapatan.

Berdasarkan sasaran tersebut, pembangunan daerah dapat menjadi suatu jembatan dalam realisasi pembangunan nasional. Persoalan ketimpangan antar daerah, misalnya, merupakan salah satu pokok permasalahan dari berbagai persoalan besar lainnya yang hingga kini masih terus-menerus diagendakan. Tidak kurang mulai dari sekedar tuntutan peningkatan porsi keuangan daerah hingga gerakan pembangkangan yang mengarah pada ancaman pemisahan dari wilayah kesatuan Indonesia akhir-akhir ini semakin gencar dilakukan berbagai kalangan.

Tuntutan muncul sebagai respon dari rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh berbagai daerah. Selama ini pemerintah pusat terlalu memikirkan kepentingan dirinya ketimbang kepentingan daerah. Padahal, untuk mewujudkan kepentingan pusat, tidak terhitung lagi beberapa besar sumber-sumber kekayaan daerah yang telah diberikan. Sementara, pola-pola pendistribusian hasil-hasil pembangunan yang selama ini dilakukan dianggap masih kurang sepadan yang mengakibatkan adanya ketimpangan daerah.

Dari sebagian daerah, ketidakadilan yang dirasakan, diperparah oleh minimnya perbaikan program-program pemerataan. Yang terlihat, meskipun secara


(20)

4

jurang pemisah antara pusat dan daerah semakin melebar, sehingga dikotomi pusat dan daerah pun lambat laun menjadi semakin menebal.

Secara sederhana, segenap nilai kegiatan ekonomi baik berupa produksi barang maupun jasa suatu daerah dalam satu satuan waktu (tahun) dapat dijadikan indikator. Dalam hal demikian, perhitungan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dijadikan acuan. Pendekatan demikian secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan atau balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut.

Perhitungan total PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk tiap-tiap propinsi memang menggambarkan kekayaan daerah dari sudut produksi dan kegiatan ekonomi. Namun, apakah kekayaan propinsi juga menjadi kekayaan

penduduknya, itu soal lain lagi. Pasalnya, tidak semua kegiatan ekonomi dimiliki oleh masyarakat disuatu daerah. Bisa saja suatu daerah hanya menjadi tempat terjadinya kegiatan ekonomi, yang kepemilikannya justru datang dari luar. Atau, sumber daya alam berada di daerah tersebut, namun segala produk dan kegiatan ekonominya diatur oleh korporasi global dan oleh pemerintah pusat. Sehingga hasilnya pun lebih banyak yang ditarik keluar daerah tersebut atau ke pemerintah pusat di Jakarta. Dengan kata lain, manfaat dan alokasi investasi dari keuntungan dinikmati olek pemilik modal, sedangkan penarikan sebagian besar keuntungan bagi hasil dan pajak dinikmati oleh pemerintah pusat, untuk itu salah satu

gambaran riil mengenai kamakmuran penduduk bisa digunakan tingkat konsumsi per kapita.


(21)

5

Bangsa Indonesia terdiri dari beberapa Propinsi dan Kabupaten/kota yang menjalankan perekonomian dengan cara dan strategi berbeda-beda. Setiap propinsi juga memberikan sumbangsih bagi perekonomoian yang tidak sedikit. Kota Metro di propinsi Lampung, mempunyai peranan penting dalam

pertumbuhan perekonomian di Lampung. Pertumbuhan ekonomi di kota Metro yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama kurun 7 Tahun (2004–2011) mengalami fluktuasi.

Sebagai pembanding, berikut merupakan laju pertumbuhan ekonomi di Bandar Lampung selama 4 periode.

Tabel 1. PDRB Harga Konstan dan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Bandar Lampung Periode 2009–2012.

Tahun PDRB (Dalam Jutaan Rupiah) Laju Pertumbuhan

2009 6,151,069 6.93

2010 6,540,521 6.01

2011 6,967,851 6.33

2012 7,423,369 6.54

Sumber : BPS Lampung, Bandar Lampung Dalam Angka, 2012

Dari data di atas dapat kita lihat, peningkatan PDRB Kota Bandar Lampung yang signifikan, belum terdapat penurunan pada PDRB harga konstan di Bandar Lampung yang merupakan Kota Madya.

Pada data PDRB Kota Metro yang merupakan Kota kedua setelah Kota Bandar Lampung juga terdapat peningkatan yang relatife stabil pada PDRB nya, tetapi dengan nilai yang tidak terlalu besar pada setiap peningkatan.


(22)

6

Tabel 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Harga Konstan Tahun 2000 Di Kota Metro,

Tahun (2004–2011).

Tahun PDRB (Jutaan Rupiah) Laju Pertumbuhan (%)

2004 392.766 4,67

2005 426.900 8,69

2006 451.254 5,70

2007 479.394 6,24

2008 504.361 5,21

2009 531.202 5,32

2010 562.509 5,89

2011 598.519 6,40

Sumber: BPS Lampung, Kota Metro dalam angka, 2012

Hal yang menarik dari data di atas adalah laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama masa pengamatan pertumbuhan ekonomi mendatar dan relatif stabil. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh BPS, penduduk di Kota Metro pada tahun 2004 berjumlah 123.740 jiwa, lalu pada tahun 2006 penduduk di Kota Metro bertambah sebanyak 11.330 jiwa atau laju pertumbuhan penduduk tahun 2006 sebesar 1,94 persen dari tahun 2005 dan terus mengalami peningkatan di setiap tahun nya.

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penduduk di Kota Metro Tahun 2004–2011.

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan (%)

2004 123.740 2,82

2005 132.501 7,08

2006 135.070 1,94

2007 137.674 1,93

2008 140.314 1,92

2009 142.988 1,91

2010 145.471 1,74

2011 147.050 1,09

Rata - rata 2,51

Sumber: BPS Lampung, Kota Metro dalam angka, 2012

Rata–rata pertumbuhan penduduk di Kota Metro dari tahun 2004–2011 adalah sebesar 2,51% baik di sebabkan kelahiran ataupun migrasi.


(23)

7

Tabel 4. Laju Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita Penduduk Di Kota Metro Periode 2004–2011.

Tahun Pendapatan Per Kapita (Rp) Laju Pertumbuhan (%)

2004 3,174,139 0.04

2005 3,326,243 0.05

2006 3,461,915 0.04

2007 3,630,562 0.05

2008 3,750,344 0.03

2009 3,715,010 -0.01

2010 3,866,815 0.04

2011 4,070,173 0.05

Sumber: BPS Lampung, Kota Metro dalam Angka, 2012.

Pada Tabel 3. menunjukkan laju pertumbuhan pendapatan per kapita penduduk Kota Metro selama Tahun 2004–2011. Laju pertumbuhan pendapatan per kapita sempat turun pada tahun 2009 yaitu sebesar –0,01% atau berada pada posisi Rp 3.715.010, padahal pada tahun sebelumnya, tahun 2008 sebesar Rp 3.750.344. Semenjak tahun tersebut, pendapatan per kapita mulai menunjukkan peningkatan dan pada tahun 2011 pendapatan per kapita mencapai sebesar Rp 4.070.173 atau meningkat sebesar 0,05% dari tahun 2010.

Adapun penulis memilih kota Metro adalah karena ingin melihat apakah

pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perubahan tingkat ketimpangan pendapatan penduduk kota Metro, karena itu penulis memilihjudul ”Analisis Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pembagian Pendapatan Di Kota Metro Tahun 2004– 2011”.

B. Perumusan Masalah

Laju pertumbuhan PDRB dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita Kota Metro pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan peningkatan


(24)

8

walaupun masih dapat dikatakan rendah. Peningkatan tersebut menunjukan bahwa ekonomi Kota Metro terus mengalami perkembangan.

Oleh karena itu lah maka penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut untuk menjadi topik penelitian. Hal ini juga mengingatkan bahwa kemerataan distribusi pendapatan suatu daerah merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembangunan yang akan dikakukan oleh pemerintah kedepannya. Sehingga pertumbuhan ekonomi dapat mendorong kemerataan pendapatan bagi masyarakat Kota Metro.

Maka atas dasar itulah, penulis mengambil suatu permasalahan sebagai berikut: “ Apakah dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan mengurangi ketimpangan pendapatan di Kota Metro tahun 2004-2011? “

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisa Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Kota Metro tahun 2004-2011.

2. Untuk menganalisa Tingkat Ketimpangan Pendapatan di Kota Metro tahun 2004-2011.

3. Untuk melihat dan menganalisa hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Ketimpangan Pendapatan di Kota Metro tahun 2004-2011.


(25)

9

D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Pemerintah Kota Metro

Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan oleh Pemerintah kota Metro sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam pengalokasian dana pembangunan sesuai dengan kondisi alamnya yang dapat dikembangkan.

2. Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan untuk menambah pengetahuan masyarakat.

3. Penulis

a. Sebagai bahan untuk penelititan sendiri dan syarat penyelesaian studi Strata SATU (S1) di fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan kajian bagi peneliti lainnya agar dapat memberikan konstribusi yang positif bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

E. Kerangka Pemikiran

Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan yang terus menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah yang ingin dicapai. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses ke arah pengurangan, penghapusan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan dalam konteks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi yang sedang berkembang (Todaro, 1983:123).

Makin merata distribusi pendapatan, maka makin besar persentase penduduk yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan (Sadono Sukirno, 1985:60).


(26)

10

Kebanyakan pengamat ekonomi menyatakan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan pendapatan akan sangat timpang pada saat pertumbuhan ekonomi diubah pada waktu yang cepat.

Terdapat adanya pertumbuhan pendapatan di antara kelompok-kelompok yang tingkat pendapatannya berbeda-beda. Artinya, jika kelompok yang satu

mengalami peningkatan pendapatan maka posisi yang lain secara relatif akan merosot (Todaro, 2000:220).

Pemerataan akan tercapai jika pendapatan terendah dalam masyarakat dinaikkan sedemikian rupa (Bruce Herrick/Charles P Kindleberger, 1988:163).

Prof. Gunar Myrdall berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat

keuntungan yang semakin banyak dan membuat si miskin semakin terhambat. Dampak balik cenderung memperbesar dampak dampak sebar cenderung mengecil. Secara komulatif kecenderungan ini memperbesar ketimpangan regional (M.L. Jhingan, 1999:211).

Menurut Prof. Simon Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya (Todaro, 2000:144).

Menurut Milton. H. Spencer, pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertambahan output nyata atau pendapatan sebuah perekonomian dengan berlangsungnya waktu (Winardi, 1983:183).

Perkembangan meluasnya pembagian pendapatan ini dilakukan dengan cara pendistribusian pendapatan, dengan penetesan ke bawah dari kelompok penduduk


(27)

11

yang berpendapatan tinggi atau kaya ke kelompok penduduk berpendapatan rendah atau miskin (Emil Salim, 1983:45).

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan pemerataan pendapatan merupakan sasaran dan tujuan dari pembangunan

ekonomi, sehingga ketimpangan pendapatan yang terjadi dalam masyarakat tidak semakin curam (Winardi, 1983:185).

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat kita pastikan dan dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan Kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana Kurva Lorenz itu berada. Sehingga rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini

concentration ratio) yang sering kali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient) (Todaro, 2000:187).

Pada gambar 1. dibawah ini menerangkan alur kerangka pemikiran dari penelitian ini.

Gambar 1. Konsep Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan Ekonomi PDRB Per

Kapita

Distribusi pendapatan


(28)

12

Dari gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh PDRB Per Kapita.

Kemudian pertumbuhan yang diharapkan mampu mengurangi ketimpangan pendapatan yang diukur melalui indeks gini.

Lalu nilai distribusi pendapatan tersebut dijadikan dasar oleh pemerintah untuk mengarahkan pertumbuhan ekonomi yang mampu memberikan pemerataan pendapatan bagi masyarakat. sehingga pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan mampu mempunyai kualitas pemerataan yang baik.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut: “Diduga pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif terhadap

ketimpangan pendapatan diKota Metro”.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Pembahasan, Bab V Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka, serta Lampiran. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, Manfaat Penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan pustaka yang berisikan teori - teori yang berhubungan dengan penulisan ini.


(29)

13

BAB III Metode penelitian yang berisi jenis dan sumber data, tekhnik

pengumpulan data, sampel, analisis, dan gambaran umum Kota Bandar Lampung.

BAB IV Pembahasan yang berisi pembahasan penelitian mengenai analisis pengaruh faktor sosial ekonomi (upah, umur, dan tingkat pendidikan) terhadap migrasi penduduk di Kota Bandar Lampung.

BAB V Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Ada beberapa indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Berikut beberapa contohnya.

1. Koefisien Gini (Gini Ratio)

Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang disebut Kurva Lorenz, seperti yang diperlihatkan kurva di bawah ini. Dalam Kurva Lorenz, Garis Diagonal OE merupakan garis kemerataan sempurna karena setiap titik pada garis tersebut menunjukkan persentase penduduk yang sama dengan persentase penerimaan pendapatan.

Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas bidang A dan ruas segitiga OPE. Semakin jauh jarak garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya. Pada kasus ekstrim, jika pendapatan didistribusikan secara merata, semua titik akan terletak pada garis diagonal dan daerah A akan bernilai nol. Sebaliknya pada ekstrem lain, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan, luas A akan sama dengan luas segitiga sehingga angka koefisien Gininya adalah satu (1). Jadi suatu distribusi


(31)

15

pendapatan makin merata jika nilai koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai koefisien Gininya mendekati satu. Tabel berikut ini memperlihatkan patokan yang mengatagorikan ketimpangan distribusi berdasarkan nilai koefisien Gini.

Tabel 5. Patokan Yang Mengatagorikan Ketimpangan Distribusi Berdasarkan Nilai Koefisien Gini.

Nilai Koefisien Gini Distribusi Pendapatan .... < 0,4 Tingkat ketimpangan rendah 0,4 < 0,5 Tingkat ketimpangan sedang .... > 0,5 Tingkat ketimpangan tinggi Sumber:Eko, Yuli. 2009.

Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Rumus Koefisien Gini adalah sebagai berikut:

dimana:

GR = Koefisien Gini (Gini Ratio)

fpi = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci-1 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelaspengeluaran ke (i-1)


(32)

16

2. Menurut Bank Dunia

Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin. Kriterianya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Kriteria Bank Dunia Mengukur Ketimpangan Distribusi Pendapatan Suatu Negara.

Distribusi Pendapatan Tingkat Ketimpangan

Kelompok 40% termiskin pengeluarannya < 12% dari keseluruhan pengeluaran

Tinggi

Kelompok 40% termiskin pengeluarannya 12%–17% dari keseluruhan pengeluaran

Sedang

Kelompok 40% termiskin pengeluarannya > 17% dari keseluruhan pengeluaran

Rendah

Sumber : Eko, Yuli. 2009.

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini, analisis distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Dalam analisis, dapat menggunakan dua ukuran untuk merefleksikan ketimpangan pendapatan yaitu Koefisien Gini (Gini Ratio) dan Ukuran Bank Dunia.


(33)

17

Para ahli ekonomi pada umumnya membedakan antara dua ukuran utama dari distribusi pendapatan baik untuk tujuan analisis maupun kuantitatif, yaitu:

a) Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income). Distribusi pendapatan perorangan memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan yang diterima oleh individu atau perorangan

termasuk pula rumah tangga. Dalam konsep ini, yang diperhatikan adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima oleh seseorang tidak

dipersoalkan cara yang dilakukan oleh individu atau rumah tangga yang

mencari penghasilan tersebut berasal dari bekerja atau sumber lainnya seperti bunga, hadiah, keuntungan maupun warisan. Demikian pula tempat dan sektor sumber pendapatanpun turut diabaikan.

b) Distribusi pendapatan fungsional

Distribusi pendapatan fungsional mencoba menerangkan bagian dari pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi. Faktor produksi tersebut terdiri dari tanah atau sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal. Pendapatan didistribusikan sesuai dengan fungsinya seperti buruh menerima upah, pemilik tanah memerima sewa dan pemilik modal memerima bunga serta laba. Jadi setiap faktor produksi memperoleh imbalan sesuai dengan kontribusinya pada produksi nasional, tidak lebih dan tidak kurang. Distribusi pendapatan yang didasarkan pada pemilik faktor produksi ini akan

berkaitan dengan proses pertumbuhan pendapatan, adapun pertumbuhan pendapatan dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan faktor produksi dapat


(34)

18

1) Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah atau gaji dan besarnya tergantung tingkat produktifitas.

2) Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, bunga, hadiah atau warisan. Sayangnya relevansi teori fungsional tidak mempengaruhi pentingnya peranan dan pengaruh kekuatan-kekuatan di luar pasar (faktor-faktor non-ekonomis) misalnya kekuatan dalam menentukan faktor-faktor harga (Todaro, 2003).

B. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Hicks dalam kutipan Azulaidin (2003), menarik kesimpulan dari perbedaan yang umum terdapat dalam konteks perkembangan dan pertumbuhan. Pendapat tersebut diperjelas dengan mengatakan bahwa perkembangan ekonomi mengacu pada masalah negara-negara dengan ekonomi yang terbelakang, sedangkan pertumbuhan lebih mengacu pada masalah di negara-negara maju.

Teori Schumpeter (1934) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Pembangunan ekonomi mengacu pada masalah negara berkembang, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kanaikan tabungan, pendapatan dan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada masalah negara maju. Sadono Sukirno (1985), menyimpulkan perbadaan istilah dari pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, sebagai berikut:


(35)

19

a) Pembangunan ekonomi yaitu:

1. Peningkatan dalam pendapatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertumbuhan GDP pada satu tahun tertentu melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.

2. Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat dibarengi oleh

perbaikan dan modernisasi dalam struktur ekonomi (struktur produksi dan struktur kelembagaan) yang umumnya masih bercorak tradisional.

b) Pertumbuhan ekonomi yaitu:

Kenaikan dalam GDP, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pada tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak. Menurut Boediono (1992) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, sehingga persentase

pertambahan output tersebut harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Dalam upaya meningkatkan pendapatan perkapita daerah (PDRB per kapita) juga harus dilibatkan berbagai faktor produksi (sumber-sumber ekonomi) dalam setiap kegiatan produksi. Pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi faktor produksi tenaga kerja, kapital, sumberdaya alam, teknologi dan faktor sosial (seperti adat istiadat, keagamaan, sistem pemerintahan).

Menurut Tarigan (2004) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas


(36)

20

jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjaditransfer-paymentyaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana di luar wilayah.

C. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Simon Kuznets (1955) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik”, karena perubahan longitudinal (time-series) dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern. Koefisien Gini tampak seperti kurva berbentuk “U-Terbalik”, seiring dengan naiknya PDRB, seperti terlihat pada gambar.

Koefisien Gini

Produk Nasional Bruto Per Kapita


(37)

21

Menurut Todaro (2003), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang

merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan antar daerah, tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut, baik itu golongan masyarakat maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda, sedangkan besar kecilnya perbadaan tersebut akan menentukan tingkat pemerataan pendapatan (ketimpangan pendapatan) daerah tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini akan tergantung dari besar kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerima pendapatan. Sehingga timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah Koefisien Gini Produk nasional bruto per kapita tertentu, dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang diterimanya pula.

Ketimpangan pendapatan sebenarnya telah terjadi diseluruh negara di dunia ini, baik negara yang sudah maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Namun perbedaannya adalah ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang baru memulai pembagunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah. Keadaan ini antara lain dijelaskan oleh Todaro (1981), bahwa negara-negara maju secara keseluruhan memperlihatkan pembagian pendapatan yang lebih merata


(38)

22

dibandingkan dengan negara-negara dunia ketiga yakni negara-negara yang tergolong sedang berkembang.

Nicholas Kaldor (1960), menyatakan bahwa semakin tidak merata pola distribusi pendapatan, semakin tinggi pula laju pertumbuhan ekonomi karena orang-orang kaya memiliki rasio tabungan yang lebih tinggi dari pada orang - orang miskin sehingga akan meningkatkanaggregate saving rateyang diikuti oleh peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika laju pertumbuhan PDRB merupakan satu-satunya tujuan masyarakat, maka strategi terbaik adalah membuat pola distribusi pendapatan

setimpang mungkin. Dengan demikian, model Kuznets dan Kaldor menunjukkan adanyatrade offatau pilihan antara pertumbuhan PDRB yang lambat tatapi dengan distribusi pendapatan yang lebih merata. Dua model ketimpangan yaitu teori Harrod-Domar dan Neo-Klasik memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat direpresentasikan dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah untuk menarik kapital kedalam daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada

kemampuan daerah untuk tumbuh sekaligus menciptakan perbedaan dalam kemampuan menghasilkan pendapatan. Investasi akan lebih menguntungkan bila dialokasikan pada daerah-daerah yang dinilai mampu menghasilkan pengembalian (return)yang besar dalam jangka waktu yang relatif cepat. Mekanisme pasar justru akan menyebabkan ketidakmerataan, dimana daerah-daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang kurang maju tingkat

pertumbuhannya justru relatif lambat. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya ketimpangan pendapatan antar daerah, sehingga diperlukan suatu perencanaan dan


(39)

23

kebijakan dalam mengarahkan alokasi investasi menuju suatu kemajuan ekonomi yang lebih berimbang diseluruh wilayah dalam negara. Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Mydral (1957) membangun teori keterbalakangan dan pembangunan ekonominya disekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal tersebut, beliau memakai ide “spread effect” dan “backwash effect” sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan kedaerah sekitar.Spread effect(dampak sebar) didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favorable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan kedaerah sekitar.Backwash effect(dampak balik) didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavorable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti. Terjadinya ketimpangan regional menurut Mydral disebabkan oleh besarnya pengaruh daribackwash effectdibandingkan denganspread effect dinegara-negara terbelakang. Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional, permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya, lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang.


(40)

24

D. Identifikasi Yang Mempengaruhi Faktor–faktor Pertumbuhan Ekonomi Koefisien Gini dan Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk.

Kurvanya terletak pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal

melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk, titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal

melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, garis diagonal tersebut marupakan garis “pemerataan sempurna” (perfect equality). Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang atau tidak merata.

Gambar 2.2 memperlihatkan pengukuran Rasio Gini dengan Kurva Lorenz. Indeks atau Rasio Gini adalah menjelaskan kadar kemerataan (ukuran ketimpangan) distribusi pendapatan nasional yang angkanya berkisar antara 0 hingga 1.


(41)

25

Persentase pendapatan nasional

Persentase jumlah penduduk Sumber: Pembangunan Ekonomi, 2003

Gambar 3. Pengukuran Rasio Gini dengan menggunakan Kurva Lorenz

Semakin kecil (semakin mendekati nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau distribusi merata. Di lain pihak, koefisien yang kian besar (semakin mendekati satu) mengisyaratkan distribusi yang kian timpang atau senjang. Angka Rasio Gini dapat ditaksir secara visual langsung dari Kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas area yang terletak di antara Kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga BCD. Semakin melengkung Kurva Lorenz akan semakin luas area segitiga yang dibagi, rasio Gini-nya akan kian besar, menyiratkan distribusi pendapatan yang kian timpang. Todaro (2003) memberikan batasan bahwa negara-negara yang ketimpangannya tinggi maka koefisien Gininya terletak antara 0,50 sampai 0,70, sedangkan untuk negara-negara yang ketimpangannya relatif rendah atau merata koefisien Gini-nya terletak antara 0,20 sampai 0,35. Rasio Gini juga dapat dihitung secara matematik dengan rumus :

Koefisien Gini =

C B

A


(42)

26

0 < G < 1 Dimana :

G = Rasio Gini

fi = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas-i

Xi = Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i Yi = proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i

Adapun jumlah rumah tangga dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu: 1. 20 persen rumah tangga termiskin

2. 20 persen rumah tangga kedua 3. 20 persen rumah tangga ketiga 4. 20 persen rumah tangga keempat 5. 20 persen rumah tangga terkaya.

Kasus ekstrim dari ketidakmerataan sempurna yaitu apabila terdapat seseorang yang menerima seluruh pendapatan nasional, sementara orang-orang lain sama sekali tidak menerima pendapatan, diperlihatkan oleh Kurva Lorenz yang berimpit dengan sumbu horizontal dan sumbu vertikal kanan. Oleh karena itu, tidak ada satu negara pun yang memperlihatkan kemerataan dan ketidakmerataan sempurna dalam distribusi

pendapatan sehingga dalam prakteknya, Kurva Lorenz dari setiap negara akan selalu berada disebelah kanan diagonal.


(43)

27

1. Pertumbuhan Penduduk

Penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian. Dalam literatur-literatur kuno, pada umumnya penduduk dipandang sebagai penghambat pembangunan. keberadaannya, yang dalam jumlah besar dan dengan pertumbuhan yang tinggi, dinilai hanya

menambah beban pembangunan. Artinya, jumlah penduduk yang besar memperkecil pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah ketenagakerjaan, sedangkan dalam literatur-literatur moderen, penduduk justru dipandang sebagai pemacu

pembangunan. berlangsungnya kegiatan produksi adalah berkat adanya orang yang membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang dihasilkan. Peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang, begitu pula

perekonomian secara kesaluruhan (Dumairy, 1996).

Menurut Ricardo dalam Jhingan (2004), pertumbuhan penduduk pada suatu saat akan mengakibatkan keadaan yang disebut denganstationary state, yaitu suatu saat dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Setelah itu perekonomian akan terus menurun sampai dengan tingkat yang lebih rendah dimana upah buruh sangat minimal, hanya cukup untuk hidup (subsistence level). Ricardo melihat pertumbuhan penduduk dan kemerosotan pertumbuhan modal sebagai akibat bekerjanyaThe Law of Diminishing Returnsebagai penghalang pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, teori Neo Klasik mengganggap penduduk memberikan sumbangan yang sangat positif terhadap pembangunan, terutama karena:

1. Perkembangannya akan memperluas pasar.

2. Perbaikan dalam kemahiran dan mutunya dapat menciptakan berbagai akibat yang positif kepada pembangunan.


(44)

28

3. Penduduk menyediakan pengusaha yang inovatif yang akan menjadi unsur penting dalam menciptakan pembantukan modal.

Thomas Robert Maltus dalam Todaro (2003), merumuskan sebuah konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing returns). Maltus

menggambarkan suatu kecendrungan universal bahwasanya jumlah populasi di suatu negara akan meningkat sangat capat pada deret ukur atau tingkat geometric (pelipatan ganda), kecuali jika hal tersebut terjadi oleh bencana kelaparan. Pada waktu yang bersamaan, karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap yaitu tanah, maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmetik. Oleh karena pertumbuhan pengadaan pangan tidak dapat terpacu secara memadai atau mengimbangi kecapatan pertambahan penduduk, maka pendapatan perkapita cendrung terus mengalami penurunan sampai sedemikian rendahnya sehingga segenap populasi harus bertahan pada kondisi sedikit diatas tingkat subsisten (semua penghasilan hanya cukup dikonsumsi sendiri).

2. Investasi

Investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhakan

perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investor asing. Modal asing dapat memasuki suatu


(45)

29

negara dalam bentuk modal swasta dan modal negara. Modal asing swasta dapat mengambil bentuk investasi langsung dan investasi tidak langsung.

Investasi langsung berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal melakukan pengawasan atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan cara investasi tersebut. Sedangkan investasi tidak langsung lebih dikenal sebagai investasi portfolioyang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas saham yang dapat

dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh pemerintah nagara pengimpor modal), atas saham atau surat utang oleh warga negara dari beberapa negara lain. Penggunaan modal asing tidak hanya mengatasi kekurangan modal tetapi juga keterbelakangan teknologi. Investasi asing negara untuk mempercepat pembangunan ekonomi adalah lebih penting dari pada modal asing swasta, karena kebutuhan keuangan Negara berkembang begitu basar sedangkan investasi asing swasta hanya mampu menyelesaikan sebagian kecil saja. Investasi asing swasta tidak mau terlibat dengan masalah pengeluaran sosial seperti bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, program medis, latihan teknis dan penelitian, dan sebagainya. Sekalipun bidang-bidang tersebut secara tidak langsung meningkatkan efisiensi ekonomi dan produktifitas perekonomian, tetapi dalam jangka panjang tidak memberikan keuntungan langsung dan karena itu hanya dapat diandalkan pada bantuan hibah negara maju. Investasi di bidang ini memerlukan jumlah dan resiko yang besar di mana modal swasta tidak mampu melaksanakannya (Jhingan, 2004).

Argumen yang mendukung perlunya investasi untuk pertumbuhan ekonomi di jelaskan menurut teori Harord Domar. Teori ini menekankan perlunya investasi


(46)

30

I2 I1

dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena investasi menciptakan pendapatan, dan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Kerena itu, selama investasi netto tetap berlangsung, pendapatan nyata dan output akan senantiasa membesar. Namun demikian, untuk mempertahankan tingkat ekuilibrium pendapatan pada pekerja penuh dari tahun ketahun, baik pendapatan nyata maupun output tersebut keduanya harus meningkat dalam laju yang sama pada saat kapasitas produktif modal meningkat. Kalau tidak, setiap perbedaan antara keduanya akan menimbulkan kelebihan kapasitas. Hal ini memaksa para pengusaha membatasi pengeluaran investasinya sehingga akhirnya akan berpengaruh buruk pada perekonomian yaitu menurunkan pendapatan dan pekerjaan pada periode berikutnya dan menggeser perekonomian keluar jalur ekuilibrium pertumbuhan.

Gambar 4. Model Pertumbuhan Domar

S

Tabungan dan investasi

S1 S2

S3

S4

Pendapatan 0

Y1 Y2 Y3 Y4

A

B C


(47)

31

Sumber: Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (2004)

Gambar 4 menjelaskan sumbu horizontal mewakili pendapatan dan sumbu vertikal mewakili tabungan dan investasi. Perubahan pendapatan dari Y1 ke Y2 mendorong investasi I1 menyamai tabungan S1 pada titik A (Y2). Investasi ini pada

gilirannya,meningkatkan pendapatan ke Y3, dan Y3 mendorong I2 menyamai S2 pada B (Y3). I2 pada gilirannya menaikkan pendapatan ke Y4 dan Y4 mendorong I3 menyamai S3 pada C (tingkat pendapatan Y4). Dengan cara inilah perekonomian bergerak melalui lintasan pertumbuhan. Titik silang antara garis investasi (I) dan garis yang sejajar dengan sumbu Y menunjukkan investasi yang diperlukan pada masa berikutnya. Semakin besar proporsi tabungan, harus S4 Tabungan & Investasi Pendapatan semakin besar juga tingkat kenaikanoutput, sehingga mengundang investasi yang memadai untuk mempertahankan keseimbangan, jika koefisien investasi disumsikan tidak berubah.

3. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan agregat. Konsep perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran menyatakan bahwa Y = C + I + G + (X-M). Variabel Y melambangkan pendapatan nasional, sekaligus mencerminkan penawaran agregat. Sedangkan variabel-variabel diruas kanan disebut permintaan agragat. Variabel G melambangkan pengeluaran pemerintah (Government expenditures). Dengan membandingkan nilai G terhadap Y, serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan permintaan agregat atau pendapatan nasional dan seberapa


(48)

32

penting peranan pemerintah dalam perekonomian nasional. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka pengeluaran pemerintah

mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Teori Rostow dan Musgrave dalam Dumairy (1996) menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Dimana pada tiap tahap

pemerintah berlaku sebagai penyedia infrastruktur penunjang pembangunan. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah

perkembangan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun peranan investasi swasta sudah membesar. Tetap besarnya peranan pemerintah adalah karena pada tahap ini banyak terjadi kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan ekonomi itu sendiri. Banyak terjadi kasus eksternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan, yang menuntut pemerintah untuk turun tangan mengatasinya. Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran untuk layanan social seperti kesehatan dan pendidikan.


(49)

33

E. Otonomi Daerah

Menurut UU No. 5 Tahun 1974 pasal 1 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan otonomi daerah ditujukan bagi perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pada hakekatnya penerapan prinsip ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada pusat bagi pelaksanaan pembangunan di daerah.

Otonomi Daerah di kota didasarkan pada prinsip desentralisasi. Dengan tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan dan sumber pembiayaannya dari daerah sendiri. Dengan demikian, daerah leluasa mengimplementasikan kebutuhan dan aspirasi daerahnya dalam bentuk program/proyek pembangunan, yang dikenal sebagai program/proyek regional/daerah. Komponen sumber penerimaan daerah yang paling mungkin untuk melaksanakan hal tersebut adalah Penerimaan Asli Daerah (PAD). Namun sumbangan PAD bagi penerimaan daerahnya relatif kecil, sehingga pembangunan di kota relatif sangat terbatas mewujudkan kebutuhan dan aspirasi daerahnya dalam bentuk program/proyek pembangunan (Purliana, 2003). Kaho (1997), menyatakan bahwa ada empat unsur yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan otonomi :

1. SDM merupakan sektor esensial dari otonomi sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan otonomi.


(50)

34

2. Keuangan merupakan faktor yang sangat menentukan pelaksanaan otonomi daerah karena akan menentukan PAD yang bersumber dari retribusi daerah, pajak, hasil perusahaan daerah dsb.

3. Peralatan yang cukup baik, berupa prasarana dan sarana fisik yang memperlancar pembangunan.

4. Organisasi dan manajemen merupakan lembaga dan organisasi, pemerintah daerah yang akan menjadi eksekutif dan legislatif di daerah.

Menurut Koswara dalam Tambunan (2001) untuk memberikan keleluasaan pada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, tanpa ada lagi intervensi dari pemerintah pusat, menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai kondisi dan potensi wilayahnya, maka lahirlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

F. Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mempelajari hasil - hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini Tabel 6 merupakan ringkasan hasil penelitian yang dilakukan oleh Angga Ardita Mirza (2012) dengan judul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2006 - 2011”, dan pada tabel 7 merupakan jurnal dari penelitian yang dilakukan oleh Asman Al Faiz (2011) dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi, Tingkat Pengangguran,


(51)

35

dan Panjang Jalan Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah Menurut Tipologi Klassen Pada 25 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat Tahun 2004–2008”.

Tabel 7.Ringkasan Penelitian “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan

Ketimpangan Pendapatan di Lampung Selatan Tahun 2006- 2011”, (Angga Ardita Mirza, S.E: 2012)

Studi IESP

Lokasi Bandar Lampung

Variabel

a. Dependen: Pertumbuhan Ekonomi.

b. Independen : Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten Lampung Selatan.

Metode OLS

Hasil Penelitian

- Pertumbuhan Ekonomi memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten Lampung Selatan dapat diterima

- Pertumbuhan Ekonomi dan ketimpangan pendapatan pada Kabupaten Lampung Selatan tahun 20062011 diketahui -0.77, sehingga interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel tersebut didapat di kriteriakan (>0,75– 0,99): Korelasi sangat kuat.

Tabel 8. Ringkasan Penelitian “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi, Tingkat Pengangguran, dan Panjang Jalan Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah Menurut Tipologi Klassen Pada 25 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat Tahun 2004– 2008”, (Asman Al Faiz, S.E: 2011)

Studi IESP

Lokasi Semarang

Variabel

b. Dependen: Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi, Tingkat Pengangguran dan Panjang Jalan.

b. Independen : Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah Pada 25 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat.


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Sumber Data

1. Penelitian Kepustakaan

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan berbagai teori yang berhubungan dengan objek dan tujuan yang diteliti yaitu dengan menggunakan berbagai literatur-literatur, buku-buku tulisan-tulisan lain yang menunjang dan mendukung penelitian ini.

2. Penelitian Lapangan

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung dinas-dinas terkait dalam tulisan ini. adapun dinas-dinas tersebut adalah Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kota Metro, dan Badan Pusat Statistik Nasional.

3. Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dari publikasi dinas atau instansi pemerintah, diantaranya adalah publikasi data dari Badan Pusat Statistik mengenai PDRB, statistik kesejahteraan rakyat, Metro dalam angka, dan lain-lain.

4. Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penulisan ini meliputi alat analisis kuantitatif , kualitatif , dan korelasi sederhana.


(53)

1. Analisis Kuantitatif

a) Alat analisis yang digunakan dalam mengukur laju pertumbuhan ekonomi digunakan formulasi model pertumbuhan:

Keterangan:

g = Laju pertumbuhan ekonomi

PDRBt-1 = PDRB menurut harga konstan tahun 2000, tahun sebelumnya.

PDRBt = PDRB menurut harga konstan tahun 2000, 1 tahun berikutnya.

b) Untuk mengukur besarnya tingkat ketimpangan pendapatan digunakan Koefisien Gini dengan formulasi:

Keterangan:

G = Koefisien Gini

Pi = Persentase rumah tangga

Qi = Persentase komulatif pendapatan*


(54)

✂8

*) Besarnya pendapatan per kapita diperoleh dengan menggunakan pendekatan rata-rata konsumsi/pengeluaran per kapita sebulan dalam setahun.

2. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif ini dimaksudkan sebagai pendukung alat analisis

kuantitatif agar tujuan penelitian tercapai, yaitu dengan menggunakan Data Tabulasi Silang. maksud dari data tabulasi silang ini adalah untuk melihat sejauh mana pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi ketimpangan pendapatan yang disajikan dalam bentuk grafik dengan menggunakan data dari kedua indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

pendapatan.

3. Analisis korelasi sederhana

Kegunaan analisis korelasi sederhana untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel bebas X (independent) dengan variabel terikat Y (dependent). Koefisien korelasi sederhana dilambangkan (r) adalah suatu ukuran arah dan kekuatan hubungan linier antara dua variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y), dengan ketentuan nilai r berkisar dari harga (-1≤ r ≤ +1). Apabila

nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna (menyatakan arah

hubungan antara X dan Y adalah negatif dan sangat kuat), r = 0 artinya tidak ada korelasi, r = 1 berarti korelasinya sangat kuat dengan arah yang positif.


(55)

39

Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1.

Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah (dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Suharsimi:2006):

a. 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

b. >0–0,25: Korelasi sangat lemah

c. >0,25–0,5: Korelasi cukup

d. >0,5–0,75: Korelasi kuat

e. >0,75–0,99: Korelasi sangat kuat


(56)

40

Besar kecilnya sumbangan nilai variable X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinasi sebagai berikut :

r = nilai koefisien korelasi

Pengujian signifikansi berfungsi apabila penelitian ingin mencari makna dari hubungan variabel X terhadap Y, maka hasil korelasi tersebut diuji signifikansi sebagai berikut :

Hipotesis :

H0= Tidak ada hubungan linear antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi.

H1= Ada hubungan linear antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi.

Dasar Pengambilan Keputusan :

1. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau (0,05≤ sig), makaH0ditolak dan H1diterima, artinya tidak signifikan.

2. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau (0,05≥ sig), makaH0diterima dan H1ditolak, artinya signifikan.

B. Gambaran Umum 1. Geografis

Kota Metro meliputi areal daratan seluas 68,74 Km2, terletak pada bagian tengah Propinsi Lampung yang berbatasan dengan :


(57)

41

a. Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur di sebelah Utara. b. Kabupaten Lampung Timur di sebelah Selatan.

c. Kabupaten Lampung Timur di sebelah Timur. d. Kabupaten Lampung Tengah di sebelah Barat.

Tabel 9. Luas Wilayah Kota Metro Menurut Kecamatan dan Persentasenya Terhadap Luas Kota Metro dan Propinsi Lampung, 2011

Sumber : BPS Lampung, 2012

Ibukota Metro adalah Kelurahan Metro, Kecamatan Metro Pusat. Dengan 5 Kecamatan, yaitu : Kecamatan Metro Pusat, Kecamatan Metro Timur, Kecamatan Metro Barat, Kecamatan Metro Utara, dan Kecamatan Metro Selatan.

2. Sejarah Singkat

Kota Metro diresmikan sebagai daerah otonomi berdasarkan UU No.12 Tahun 1999, pada tanggal 27 April 1999. Pada saat diresmikan, Kota Metro terdiri dari 2 (dua) Kecamatan yang meliputi 6 (enam) Kelurahan dan 6 (enam) desa. Kemudian

berdasarkan Perda Kota Metro No.25 Tahun 2000 tentang pemekaran Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro, wilayah administrasi pemerintah Kota Metro mekar menjadi 5 Kecamatan yang meliputi 22 Kelurahan.

Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Persentase Terhadap Luas Metro Persentase Terhadap Luas Lampung

Metro Selatan 1.433 20,85% 0,04%

Metro Barat 1.128 16,41% 0,03%

Metro Timur 1.178 17,14% 0,03%

Metro Pusat 1.171 17,04% 0,03%

Metro Utara 1.964 28,57% 0,06%


(58)

42

Kota Metro di pimpin oleh Drs. Mozes Herman pada tahun 2000–2004, lalu di gantikan oleh Lukman Hakim yang menjabat 2 dekade kepemimpinan, yaitu dari tahun 2005–2009 dan 2010–sekarang.


(59)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .

1. Hasil perhitungan koefisien korelasi antara laju pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Kota Metro tahun 2004 - 2011 sebesar -0.830. Hal ini berarti terjadi hubungan linear yang besar antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara tanda negatif artinya hubungan yang terjadi bersifat negatif atau semakin besar ketimpangan yang terjadi di masyarakat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin kecil dan hubungan nya sangat kuat.

2. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Metro pada tahun 2005 dan tahun–tahun berikutnya ternyata belum memperbaiki ketimpangan pendapatan.

3. Ketimpangan pendapatan di Kota Metro masih berada pada kategori sedang dan belum menunjukkan perbaikan seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan PDRB Per Kapita.

B. Saran-saran

Perlu adanya pemerataan kesejahteraan untuk masyarakat di Kota Metro, karena terlihat masih adanya kesenjangan kesejahteraan dengan meningkatnya PDRB Per


(60)

52

Kapita, tetapi tingkat ketimpangan masih belum menunjukkan perbaikan yang sesuai dengan teori.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, Irma. 1975; Development Economics: A Reassessment of Goals. American Economics Review Paper and Proceedings: 302–309.

Ahluwalia, Montek S. 1976; Income Distribution and Development: Some Stylized Facts.American Economic Review-Papers and Proceedings: 128–135. Al Faiz, Asman. 2011: Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi,

Tingkat Pengangguran, dan Panjang Jalan Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah Menurut Tipologi Klassen Pada 25 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat Tahun 2004–2008.

Ardhita Mirza,Angga. 2012: Analisis Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2006–2011. Arndt, H W. 1987; Pembangunan dan Pemerataan: Indonesia di Masa Orde Baru,

terjemahan Konta Damanik, LP3ES Jakarta.

Baldwin, Robert E. 1986; Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi, terjemahan St.Dianjung, PT Bina Aksara Jakarta.

Bappeda. 2004–2011; Renstra Kota Metro.

Bintoro, TjokroAmidjojo. 1985; Perencanaan Pembangunan, Penerbit PT Gunung Agung–Jakarta.

BPS Provinsi Lampung. 2012; Lampung dalam Angka. . 2012; Kota Metro dalam Angka.

. 2012; Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung. BPS Jakarta. 2011; Statistik Kesejahteraan Rakyat:Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga

Fadil, M Abdel. 1977; A New International Economic Order?.Cambridge Journal of Economics: 205–213.

Handoko,Uppal. 1986; Analisis Ketimpangan Pendapatan Tingkat Nasional Tahun 1976-1980.


(62)

Hendra. 2004; Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Provinsi Lampung.

Herrick, Bruce/Charles P Kindleberger. 1988; Ekonomi Pembangunan, terjemahan Drs. Komarudin, Bina Aksara Jakarta.

Hill, Hal. 2002; Ekonomi Indonesia, terjemahan Tri Wibowo Budi Santoso dan HadiSusilo. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.

Jaenudin,Didin. 2007; Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah DI Jawa Barat Tahun 1997-2005.

Jhingan, M L. 1999; Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, terjemahan D.Guritno, CV Rajawali Jakarta.

Jolly, Richard. 1976; Redistribution and Growth.Employment, Income Distribution,and Development: 43–55.

Kartasasmita, Ginandjar. 1996; Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Pustaka CIDESINDO Jakarta.

Kuznets,Simon S. 1971; Ekonomi Pembangunan, terjemahan Sadono Sukirno. Oshima, Harry T. 1977; Postwar Asian Growth: The Interplay Between Rural

Development, Income Distribution, and Employment.Ekonomi dan Keuangan Indonesia: 312 –329.

. 1977; New Directions in Development Strategies.Economic Development and Cultural Change: 555–567.

Retnosari,Devi. 2006; Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat.

Salim, Emil. 1984; Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan, Inti Dayu Jakarta. Sari,Puput M. 2007; Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota Di

Kawasan Timur Indonesia.

Sitohang, Paul. 1977; Pengantar Perencanaan Regional. LP FE UI Jakarta.

Soelistyo, Sudarsono. 1979; Prospek Kesempatan Kerja dan Pemerataan Pendapatan dalam REPELITA III.Prisma:13–25.


(63)

Sukirno, Sadono. 1985; Ekonomi Pembangunan, Penerbit Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Bina Grafika Jakarta. Suparmoko, M dan Irawan. 1999; Ekonomika Pembangunan, BPFE Yogyakarta. Stewart, Francis dan Paul Streeten. 1976; New Strategies for Development: Poverty,

Income Distrbution, and Growth.Oxford Economic Papers (New Series): 381–405.

Todaro, Michael P. 1983; Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, terjemahan Drs. Mursid, Penerbit Balai Aksara Jakarta.

. 2000: Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi VII, terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga.

Wie, Thee Kian. 1983; Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan: Beberapa Pendekatan Alternatif, LP3ES Jakarta.


(1)

42

Kota Metro di pimpin oleh Drs. Mozes Herman pada tahun 2000–2004, lalu di gantikan oleh Lukman Hakim yang menjabat 2 dekade kepemimpinan, yaitu dari tahun 2005–2009 dan 2010–sekarang.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .

1. Hasil perhitungan koefisien korelasi antara laju pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Kota Metro tahun 2004 - 2011 sebesar -0.830. Hal ini berarti terjadi hubungan linear yang besar antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara tanda negatif artinya hubungan yang terjadi bersifat negatif atau semakin besar ketimpangan yang terjadi di masyarakat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin kecil dan hubungan nya sangat kuat.

2. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Metro pada tahun 2005 dan tahun–tahun berikutnya ternyata belum memperbaiki ketimpangan pendapatan.

3. Ketimpangan pendapatan di Kota Metro masih berada pada kategori sedang dan belum menunjukkan perbaikan seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan PDRB Per Kapita.

B. Saran-saran

Perlu adanya pemerataan kesejahteraan untuk masyarakat di Kota Metro, karena terlihat masih adanya kesenjangan kesejahteraan dengan meningkatnya PDRB Per


(3)

52

Kapita, tetapi tingkat ketimpangan masih belum menunjukkan perbaikan yang sesuai dengan teori.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, Irma. 1975; Development Economics: A Reassessment of Goals. American Economics Review Paper and Proceedings: 302–309.

Ahluwalia, Montek S. 1976; Income Distribution and Development: Some Stylized Facts.American Economic Review-Papers and Proceedings: 128–135. Al Faiz, Asman. 2011: Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi,

Tingkat Pengangguran, dan Panjang Jalan Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah Menurut Tipologi Klassen Pada 25 Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat Tahun 2004–2008.

Ardhita Mirza,Angga. 2012: Analisis Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2006–2011. Arndt, H W. 1987; Pembangunan dan Pemerataan: Indonesia di Masa Orde Baru,

terjemahan Konta Damanik, LP3ES Jakarta.

Baldwin, Robert E. 1986; Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi, terjemahan St.Dianjung, PT Bina Aksara Jakarta.

Bappeda. 2004–2011; Renstra Kota Metro.

Bintoro, TjokroAmidjojo. 1985; Perencanaan Pembangunan, Penerbit PT Gunung Agung–Jakarta.

BPS Provinsi Lampung. 2012; Lampung dalam Angka. . 2012; Kota Metro dalam Angka.

. 2012; Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung. BPS Jakarta. 2011; Statistik Kesejahteraan Rakyat:Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga

Fadil, M Abdel. 1977; A New International Economic Order?.Cambridge Journal of Economics: 205–213.

Handoko,Uppal. 1986; Analisis Ketimpangan Pendapatan Tingkat Nasional Tahun 1976-1980.


(5)

Hendra. 2004; Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Provinsi Lampung.

Herrick, Bruce/Charles P Kindleberger. 1988; Ekonomi Pembangunan, terjemahan Drs. Komarudin, Bina Aksara Jakarta.

Hill, Hal. 2002; Ekonomi Indonesia, terjemahan Tri Wibowo Budi Santoso dan HadiSusilo. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.

Jaenudin,Didin. 2007; Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah DI Jawa Barat Tahun 1997-2005.

Jhingan, M L. 1999; Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, terjemahan D.Guritno, CV Rajawali Jakarta.

Jolly, Richard. 1976; Redistribution and Growth.Employment, Income Distribution,and Development: 43–55.

Kartasasmita, Ginandjar. 1996; Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Pustaka CIDESINDO Jakarta.

Kuznets,Simon S. 1971; Ekonomi Pembangunan, terjemahan Sadono Sukirno. Oshima, Harry T. 1977; Postwar Asian Growth: The Interplay Between Rural

Development, Income Distribution, and Employment.Ekonomi dan Keuangan Indonesia: 312 –329.

. 1977; New Directions in Development Strategies.Economic Development and Cultural Change: 555–567.

Retnosari,Devi. 2006; Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat.

Salim, Emil. 1984; Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan, Inti Dayu Jakarta. Sari,Puput M. 2007; Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota Di

Kawasan Timur Indonesia.

Sitohang, Paul. 1977; Pengantar Perencanaan Regional. LP FE UI Jakarta.

Soelistyo, Sudarsono. 1979; Prospek Kesempatan Kerja dan Pemerataan Pendapatan dalam REPELITA III.Prisma:13–25.


(6)

Sukirno, Sadono. 1985; Ekonomi Pembangunan, Penerbit Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Bina Grafika Jakarta. Suparmoko, M dan Irawan. 1999; Ekonomika Pembangunan, BPFE Yogyakarta. Stewart, Francis dan Paul Streeten. 1976; New Strategies for Development: Poverty,

Income Distrbution, and Growth.Oxford Economic Papers (New Series): 381–405.

Todaro, Michael P. 1983; Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, terjemahan Drs. Mursid, Penerbit Balai Aksara Jakarta.

. 2000: Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi VII, terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga.

Wie, Thee Kian. 1983; Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan: Beberapa Pendekatan Alternatif, LP3ES Jakarta.