106
masa nifas. Informasi dikaji lebih jauh dengan melihat sisi perilaku, pengetahuan, sikap
dan persepsi masyarakat, sumber daya yang mereka miliki dan digunakan dalam perawatan
kehamilan
serta persalinan,
kelompok masyarakat yang d adikan referensi serta dari
sisi budaya yang mendasari praktik-praktik tersebut. Hal yang diobservasi pada penelitian
ini seputar kondisi wilayah setempat, sumber daya alam dan manusia yang ada, serta praktik
perawatan anak. Informasi dari informan dianalisa menggunakan analisis tematik, yang
digunakan untuk memahami secara holistik fenomena kesehatan yang sedang diteliti di
wilayah ini. Triangulasi sumber dan metode digunakan untuk memvalidasi keabsahan
informasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran mengenai
keadaan Kesehatan Ibu dan Anak di Wilayah Cangkeng
akan dilihat dari berbagai sisi, baik itu dari sisi kondisi geogra s, pengalaman-pengalaman
dalam perawatan kehamilan, persalinan dan masa nifas, pengetahuan mengenai
faktor penyebab kematian bayi, dan analisa hambatan yang membuat tingginya kematian
bayi di wilayah ini.
A. Kondisi
Geogra s dan
Sosial Demogra
Dusun Muntigunung terletak di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Kabupaten
Karangasem, Bali.
Wilayah Kelompok
Cangkeng, terlerak di atas perbukitan. Apabila dilihat dari kondisi geogra snya, wilayah
Cangkeng termasuk wilayah yang memiliki akses sulit terhadap pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dasar yang merupakan ujung
tombak kesehatan
masyarakat hendaknya didekatkan untuk memudahkan
masyarakat mendapatkan akses kesehatan. Informan pada penelitian ini sebagian
besar tidak tamat sekolah dasar. Sebagian besar dari mereka, terutama kelompok ibu-
ibu tidak bisa membaca dan menulis. Apabila dilihat dari sisi pekerjaan,
sebagian informan dan hanya sebagaian kecil saja yang tidak bekerja. Mereka bekerja
sebagai penganyam kerajinan tangan, berupa tempat bola golf, box tempat manisan rosella
dan mangga, serta kacang mete hasil budidaya di wilayah ini yang nantinya akan dikirim
ke hotel-hotel di Bali. Pekerjaan mereka merupakan salah satu bagian dari proyek
Yayasan Dian Desa untuk memberdayakan masyarakat daerah ini agar lebih produktif,
karena sebelumnya sebagian besar masyarakat disini banyak yang bekerja sebagai pengemis.
Rentang usia informan sekitar 14 sampai 53 tahun.
Tabel 1. Karakteristik informan dan informan kunci
Karakteristik Jumlah
Persentase Tingkat Pendidikan
Informan Perempuan - Tidak sekolah
buta huruf - Tamat sekolah dasar
Informan Laki-laki - Tidak sekolah.
buta huruf - Tamat SD
- Tamat SMP
Pekerjaan Informan Perempuan
Informan perempuan - Tidak bekerja
- Bekerja membuat anyaman
Informan laki-laki - Tidak bekerja
- Bekerja 21
3 2
6 2
9 15
3 7
87.5 12.5
20.0 60.0
20.0
37.5 62.5
30.0 70.0
B. Perilaku Ibu-Ibu dalam Perawatan
Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas di Kelompok Cangkeng, Dusun
Muntigunung
Beberapa factor yang ada kaitannya dengan kematian bayi di Kelompok Cangkeng,
Muntigunung dibahas dalam beberapa aspek yaitu dari perilaku saat perawatan kehamilan,
melahirkan dan perawatan masa nifas. Kondisi kesehatan ibu dan anak di kelompok
ini begitu kompleks. Sebagian besar ibu- ibu hamil untuk pertama kalinya pada usia
belasan tahun. Jumlah kehamilan mereka beragam, antara 1 sampai 13 kali kehamilan.
Banyaknya
jumlah kehamilan
sering dihubungan karena ingin mendapatkan
anak dengan jenis kelamin tertentu yaitu laki-laki sebagai penerus keturunan. Tidak
ada perawatan khusus yang mereka lakukan selama kehamilan. Tidak banyak ibu-ibu yang
Vol. 2 No. 2 : 104-111
Arc. Com. Health Desember 2013 ISSN: 2302139X
107
memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan. Kondisi geogra s yang sulit dan
biaya menjadi alasan bagi mereka. Beberapa informan melakukan pemeriksaan kehamilan
di bidan, rata-rata sebanyak 1-2 kali. Sebagian besar dari mereka memilih memeriksakan diri
ke klinik swasta terdekat yaitu Klinik Tukad Luah, dibandingkan dengan puskesmas.
Tidak adanya posyandu akhirnya membuat banyak anak di wilayah ini tidak mendapatkan
imunisasi.
Dari sisi kehamilan dan melahirkan, semua informan menyatakan melahirkan di
rumah. Alasan yang mendasarinya karena waktu melahirkan yang terjadi malam hari;
jarak menuju pelayanan kesehatan yang jauh dan sulit ditempuh pada saat mau melahirkan;
masalah biaya; tidak ada komplikasi saat melahirkan dan ada pula yang menyatakan
penyembuhannya lebih cepat kalau melahirkan di rumah.
Joh, keadaan jalanne jelek, biaya masi, .... wenten je orahange bantuan tapi kartu banjar
ten ngelah I2 Artinya : jauh, perjalanan yang ditempuh sulit
dan karena biaya juga. Katanya ada bantuan tetapi tidak punya kartu banjar
Cakupan wilayah kerja yang luas, sulitnya
perjalanan menuju
Cangkeng, terbatasnya tenaga kesehatan serta tidak
tinggalnya petugas kesehatan di wilayah dusun
tersebut membuat
masyarakat Cangkeng semakin jauh dari akses pelayanan
yang bersifat kegawatdaruratan. Alasan dari sisi bapak-bapak di Cangkeng, mereka
juga lebih memilih rumah sebagai tempat bersalin yang aman. Kekhawatirkan istrinya
melahirkan di tengah jalan saat menuju ke bidan karena letaknya cukup jauh dan
sulit menjadi alasannya. Mereka juga takut ditengah jalan akan banyak diganggu mahluk
gaib yang makin mempersulit kelahiran atau bahkan menyebabkan kematian bayinya.
Melahirkan secara mandiri di rumah sudah ada sejak dahulu dan dipraktekkan oleh nenek
ataupun ibunya. Kondisi kegawatdaruratan mereka lihat dari kejadian proses melahirkan
yang sulit hingga kurun waktu sehari sejak sakit yang dirasakan muncul. Dalam kondisi
tersebut barulah mereka mencari bantuan ke petugas kesehatan.
Yen tiang menurut orang tua. Yen jumah kone melah, jumah tiang melahirkan..... yen
di dokter kone melah ke dokter. Biasane amon bahaya mare ke dokter melahirkan. Bayine sing
lekad-lekad nganteg kemani I4 Artinya: Kalau saya, menurut orang tua.
Kalau dirumah katanya bagus, dirumah saya melahirkan. Kalau di dokter katanya bagus ya
di dokter. Biasanya kalau bahaya baru ke dokter melahirkan. Pada saat bayi tidak lahir-lahir
sampai keesokan harinya
Mereka juga menganggap melahirkan di rumah memberikan pemulihan yang lebih
cepat dibandingkan melahirkan di bidan. Persalinan perempuan di Cangkeng biasanya
mereka lakukan secara mandiri di dapur, dengan didampingi suami atau mertua
perempuan. Penolong saat bayi telah lahir biasanya suami atau mertua. Segera setelah
bayi lahir, suami akan segera mengambil bayi dan memotong tali pusatnya dengan bilah
bambu yang diruncingkan ngad.
Komplikasi kehamilan
biasanya disebabkan oleh 4 terlalu yaitu: terlalu
muda melahirkan, terlalu tua melahirkan, teralu banyak anak dan terlalu sering
melahirkan. Ibu-ibu di Cangkeng banyak yang menikah dan melahirkan dalam usia
belasan tahun, menurut UU RI No. 1, tahun 1974 Pasal 7:1, tentang Perkawinan masih
tergolong dibawah umur. Menikah pada usia terlalu muda cenderung memperpanjang
kesempatan mereka untuk memiliki banyak anak. Lebih tingginya nilai anak laki-
laki dibandingkan perempuan, akhirnya akan
membuat perempuan-perempuan
Gambar 1.
Seorang ibu
mensimulasikan cara mereka melahirkan di rumah
Gambar 2. Bambu yang diruncingkan Ngad untuk
memotong tali pusat bayi yang baru lahir
Vol. 2 No. 2 : 104-111
Kurniati, et.al.
108
di Cangkeng makin sering melahirkan
bahkan terlalu tua untuk hamil hanya demi mendapatkan anak laki-laki. Kondisi tersebut
makin meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi kehamilan. Tingkat pendidikan
dan pengetahuan yang rendah, kemiskinan, keterlambatan
mengambil keputusan,
sulitnya transportasi, antenatal care yang tidak lengkap, peran ganda ibu sebagai ibu
rumah tangga dan membantu perekonomian keluarga secara tidak langsung mendukung
pula terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan yang membahayakan kondisi
ibu dan janinnya.
Perawatan setelah bayi lahir biasanya dilakukan oleh mertua atau suami yang
mendampingi. Bayi
kemudian segera
memandikannya dengan air dingin, kemudian diselimuti dengan kain agar hangat.
yen sube panake lekad, langsung keyehange aji yeh nyem ajak rinso pang kedas. Manine mare
je kayehang aji yeh ane anget ajak isinin boreh kunyit ...pang kedas je I7
Artinya: kalau anaknya sudah lahir, langsung dimandikan dengan air dingin dan rinso agar
bersih. Besoknya baru dimandikan dengan air hangat dan diisi ramuan kunyit...ya agar
bersih
Luka pada
pusar bayi
setelah pemotongan dengan ngad dirawat dengan
abu sisa pembakaran kayu bakar yang dicampur dengan minyak kelapa. Abu yang
sudah dicampur minyak itu ditempelkan dipusar si bayi. Campuran abu dan minyak ini
menurut mereka akan mempercepat kering luka dan lepasnya sisa tali pusat si bayi. Perlu
3-5 hari untuk tali pusat itu kering dan terlepas sendiri. Menurut mereka, apabila dikemudian
hari daerah pusar bayi tampak kemerahan, maka akan mereka obati dengan getah dari
pohon pepaya. Persalinan yang dilakukan di dapur, serta pemotongan tali pusat dengan
ngad atau bambu yang diruncingkan,
tanpa didampingi tenaga profesional selama persalinan, menjadikan praktik persalinan di
Cangkeng masih jauh dari aspek persalinan yang bersih dan aman. Penggunaan ngad
yang tidak steril menungkinkan banyak terjadinya infeksi dan komplikasi postnatal
baik pada ibu dan bayinya, dan cukup besar kemungkinannya menimbulkan kematian ibu
ataupun bayi. Salah satu perawatan pada masa nifas
kepada bayi adalah pemberian air susu ibu ASI. Ibu-ibu di Kelompok Cangkeng, air
susu ibu diberikan kepada bayi setelah bayi selesai dimandikan dan ibu sudah sempat
beristirahat.
Sebelum memberikan ASI,
mereka biasa buang sedikit ASInya yang berwarna kekuningan kolostrum, setelah itu
barulah mereka menyusui bayinya. Mereka beranggapan bahwa air susu yang kekuningan
kurang baik untuk bayinya, karena dapat membuat bayi sakit perut. Air susu ibu
yang berwarna kekuningan mereka anggap sebagai susu yang basi. Tidak ada pemberian
kolostrum pada bayi akan membuat daya tahan tubuh bayi menjadi rendah.
ASI eksklusif juga amat jarang dilakukan oleh ibu-ibu di Kelompok Cangkeng. Segera
setelah lahir, bayi sudah diberikan pisang sebagai makanan tambahan selain ASI. Mereka
beranggapan memberikan
pisang akan
membuat bayi kenyang dan tidak rewel pada malam hari. Kebiasaan memberikan makanan
selain ASI saat bayi berusia dibawah 6 bulan, merupakan salah satu penyebab kematian
bayi, Menurut penelitian yang dilakukan oleh Martha 2004, juga menunjukkan bahwa
angka kematian bayi AKB juga dapat dipicu oleh praktek pemberian makan dengan cara
di papak dikunyah yang dikenal dengan nasi papak
Martha, 2004. Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Kelompok Cangkeng ini,
dimana bayi yang lahir tidak segera diinisiasi. Pemberian makanan tambahan berupa pisang
pada bayi sudah dilakukan keesokan harinya. Kekawatiran bayi lapar dan menangis tengah
malam membuat mereka melakukan hal tersebut, dan sangat besar meningkatkan
kesakitan dan kematian bayi karena belum cukup kuat menerima makanan tersebut.
Perawatan lainnya pada masa nifas dapat pula dilihat dari pemberian imunisasi kepada
bayi. Sebagian besar bayi tidak mendapatkan imunisasi, hanya sebagian kecil informan
menyatakan telah memberikan imunisasi kepada anaknya anak di bidan atau posyandu.
Mereka ke posyandu atau bidan setelah anak mereka lepas tali pusatnya. Mereka percaya
bahwa bayi hanya boleh dibawa keluar rumah setelah pusarnya lepas agar tidak ada mahluk
halus yang mengganggu. Kondisi tersebut tentunya menjadi salah satu penyebab
Vol. 2 No. 2 : 104-111
Arc. Com. Health Desember 2013 ISSN: 2302139X
109
yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi terhadap penyakit-penyakit
yang seharusnya dapat dicegah. Akses yang jauh dan sulit menuju pelayanan
kesehatan, serta tidak adanya posyandu di kelompok ini menjadi salah satu kendala
pula dalam upaya pemberian imunisasi wajib ke bayi. Berdasarkan data wilayah Dusun
Muntigunung, jarak Kelompok Cangkeng ke sebuah klinik swasta berjarak sekitar 10 km,
dan jarak posyandu terdekat berjarak kurang lebih 7 km dari Cangkeng dengan kondisi
jalan yang belum beraspal.
C. Pengetahuan dan Persepsi Masyarakat