commit to user program integrasi yang dimulai sejak
berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana
yang bersangkutan. Surat Edaran No.KP.10.1331 tertanggal 8 Februari
1965 tentang Pemasyarakatan Sebagai Proses
Pola Pembinaan Narapidana dapat dibagi ke dalam 2 dua bidang yakni Pembinaan
Kepribadian dan Pembinaan kemandirian Pelaksanaan Pembinaan Tahanan yang
menyatakan bahwa bentuk pembinaan, antara lain:
Pelayanan Tahanan,
Pembinaan Narapidana dan anak didik dan Bimbingan
klien.
2. Konseling dan Psikoterapi
Konseling sebagai hubungan antara seorang petugas bantuan yang terlatih dengan
seseorang yang meminta bantuan, di mana keterampilan petugas bantuan tersebut beserta
suasana yang diciptakannya dapat membantu orang belajar berhubungan dengan dirinya
sendiri dan dengan orang lain dengan cara yang lebih menghasilkan pertumbuhan
Cavanagh M.E., 1982: 1-2.
Definisi ini mengandung tujuh unsur kunci, yaitu petugas bantuan merupakan
professional yang terlatih, konselor memiliki hubungan dengan orang yang sedang
dibantunya, seorang konselor professional perlu memiliki keterampilan konseling dan
kepribadian yang menunjang, seorang konselor membantu orang belajar, orang
belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain dan orang belajar
berhubungan menuju pertumbuhan yang lebih produktif, serta
konseling mengandung konotasi hubungan antara seorang konselor
dengan seseorang yang meminta bantuan Cavanagh, M.E., 1982: 12.
Jika salah satu dari ketujuh unsur tersebut tidak ada, maka konseling tidak dapat
berlangsung betapa pun baiknya niat orang- orang yang terlibat di dalamnya.
3. Narapidana
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
LAPAS Lembaga Pemasyarakatan. Nara- pidana bukan saja objek melainkan juga subjek
yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan
atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus
diberantas adalah faktor-faktor yang dapat dikenakan pidana Pasal 1 angka 3 Undang-
Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Salim Bachtiar Agus, dalam Leonie Fitriani Ndoen mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan narapidana adalah : Orang yang dipenjara karena tindak pidana. Jadi,
narapidana adalah orang yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya,
perilakunya dianggap tidak dapat ditoleransi dan harus diperbaiki dengan penjatuhan sanksi
pengambilan kemerdekaannya sebagai penegakkan norma-norma aturan-aturan oleh
alat-alat kekuasaan negara yang ditujukan untuk melawan dan memberantas perilaku
yang mengancam keberlakuan norma tersebut Leonie Fitriani Ndoen, 2009:8.
4. Tinjauan Umum Tentang Narkotika
Sudarto mengatakan bahwa narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke”, yang
berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa Soedarto, 1986:36. Sedangkan Smith Kline
dan French Clinical Staff mengemukakan bahwa narkotika adalah zat-zat atau obat yang
dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan
dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral
Moh. Taufik Makaro dkk, 2005:17-18. Narkotika menurut Undang-Undang
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi- sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Pasal 1 UU No. 352009.
5.
Teori Sistem Pembinaan Narapidana Narkotika
M. Cherif Bassiouni menegaskan: “kita tidak tahu dan tidak pernah tahu secara pasti
metode-metode tindakan treatment apa yang paling efektif untuk mencegah dan
memperbaiki atau kita pun tidak mengetahui seberapa jauh efektivitas setiap metode
tindakan itu” Barda Nawawi Arief, 1996:62.
Teori klasik Retributif melegitimasi pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas
commit to user kejahatan yang telah dilakukan seseorang.
Kejahatan dipandang sebagai perbuatan yang amoral dan asusila di dalam masyarakat. Oleh
karena itu pelaku kejahatan harus dibalas dengan menjatuhkan pidana. Tujuan
pemidanaan dilepas dari tujuan apapun sehingga pemidanaan hanya mempunyai satu
tujuan yaitu pembalasan.
Tokoh teori retributive adalah Imma- nuel Kant yang menyatakan bahwa “pem-
benaran pidana dan tujuan pidana adalah pembalasan terhadap serangan kejahatan atas
ketertiban sosial dan moral” Priyatno Dwija, 2006:23.
Teori deterrence berakar dari teori klasik tentang pemidanaan. Beccaria menyata
kan bahwa : akhir dari hukuman adalah tidak lain tidak bukan untuk mencegah penjahat
mencederai lebih lanjut masyarakat dan mencegah orang lain dari perbuatan-perbuatan
yang serupa” Cesare Beccaria, 2011:38.
Teori Treatment
sebagai tujuan pemidanaan. Pemidanaan yang dimaksud di
sini adalah memberikan tindakan perawatan treatment dan perbaikan rehabilitation
sebagai pengganti dari penghukuman. Argumen pada positif ini adalah bahwa pelaku
kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan perawatan treatment dan
perbaikan rehabilitation. Teori Utilitaris bukan sekedar menjadi
pembalasan atau pengimbalan bagi pelaku tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan
tertentu menjadi bermanfaat oleh karena itu teori ini sering disebut juga dengan teori
tujuan Utilitarian Theory. Pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat terlaksana
secara komprehensif terhadap narapidana. Sebab terapi medis dan rehabilitasi sosial
terhadap narapidana narkotika memberi manfaat dalam pemulihan pecandu.
Kemanfaatan hukum bagi narapidana sebagai sistem pemidanaan dalam pandangan
utilitarian utilitarian view menyatakan
pemidanaan itu harus dilihat dari segi manfaatnya. Pandangan utilitarian, tujuan
hukum dari segi manfaat dan kegunaannya yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang
ingin dihasilkan dengan dijatuhkan pidana itu. Pembinaan sebagai terobosan yang menjadi
alatsarana di lembaga pemasyarakatan terhadap narapidana.
Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Putusan Hakim berupa Pemidanaan
Pembinaan Narapidana
UU No. 12 Tahun 1999
Pelaksanaan Konseling dan Psikoterapi
Kendala Konseling dan Psikoterapi
Upaya pemecahan Konseling dan Psikoterapi
Pasal 5 UU No. 12 Tahun
1995
UU No. 35 Tahun 2009 Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika
commit to user
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Narapidana Narkoba di Rumah
Tahanan Klas I Surakarta a.
Narapidana narkoba berdasarkan tingkat pendidikan
No Jenis
Kelamin Jumlah
Prosentase 1
2 Laki-laki
Perempuan 51
10 83,61
16,39 Jumlah
61 100
Sumber : Rutan Klas I Surakarta, 2013 b.
Narapidana narkoba berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat
Pendidikan Jumlah
Prosentase 1
2 3
4 SMP
SLTA D III
S 1 9
13 16
23 14.75
21.31 26.23
37.70
Jumlah 61
100
Sumber : Rutan Klas I Surakarta, 2013 c.
Narapidana narkoba berdasarkan kelompok usia
No Kelompok
Usia Jumlah
Prosentase 1
2 3
4 5
6 19-24
25-30 31-36
37-42 43-48
49-54 13
19 8
12 6
3 21.31
31.15 13.11
19.67
9.84 4.92
Jumlah 61
100
Sumber : Rutan Klas I Surakarta, 2013
2. Pembahasan