ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDIDAT BAKTERI PROBIOTIK DARI TERASI UDANG REBON (Mysis relicta)

(1)

Dianur Pawe

ABSTRACT

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF PROBIOTIC CANDIDATE BACTERIA FROM INDONESIAN SHRIMP PASTE (Mysis relicta)

By

DIANUR PAWE

Lactic acid bacteria (LAB) many found in fermented product and has been reported to function as probiotic. Indonesian shrimp paste (terasi) is a

fermentation product of shrimp which wellknown as food flavour for Indonesian. The objectives of this research was to isolate and identify probiotic candidate bacteria of terasi origin Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Starting with sampling the terasi from Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur, following by isolating fermentative bacteria from terasi and selecting LAB on MRSA medium. Probiotic candidate bacteria acquired inhibitory test by using pathogenic bacteria: Staphylococus aureus, Salmonella enteritidis, Salmonella pullorum, and Escheria coli. T1a2 isolate ware discribed as LAB capable to inhibit pathogenic bacteria growt, i.e : Staphylococus aureus, Salmonella enteritidis, Salmonella pullorum and Escheria coli with zone of inhibition 7.16; 12.74; 7.15; 9.16cm2 respectively. Physiological, morphological


(2)

Dianur Pawe and biochemical identification indicate T1a2 Isolate has nearly characteristic as Corynebacterium sp.


(3)

Dianur Pawe

ABSTRAK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDIDAT BAKTERI PROBIOTIK DARI TERASI UDANG REBON (Mysis relicta)

Oleh

DIANUR PAWE

Bakteri asam laktat (BAL) banyak ditemukan pada produk fermentasi dan telah dilaporkan banyak berfungsi sebagai probiotik. Terasi merupakan salah satu produk fermentasi dari udang yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan oleh masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi kandidat bakteri probiotik dari terasi udang asal Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Diawali dengan sampling terasi udang dari Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur, selanjutnya isolasi bakteri dilakukan menggunakan metode pengenceran bertingkat diikuti dengan seleksi BAL pada media MRS Agar. Kandidat bakteri probiotik yang diperoleh diuji daya hambatnya terhadap bakteri patogen yang meliputi: Staphylococus aureus, Salmonella enteritidis, Salmonella pullorum, dan Escheria coli. Hasil penelitian menunjukkan isolat dengan kode T1a2 merupakan BAL yang mampu menghambat Staphylococus aureus, Salmonella enteritidis, Salmonella pullorum,


(4)

Dianur Pawe

12,74cm2, 7,15cm2 dan 9,16cm2. Hasil identifikasi secara fisiologi, morfologi dan biokimiawi menunjukkan bahwa isolat T1a2 memiliki kesamaan sifat dengan genus Corynebacterium sp.


(5)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDIDAT BAKTERI PROBIOTIK DARI TERASI UDANG REBON (Mysis relicta)

Oleh DIANUR PAWE

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(6)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDIDAT BAKTERI PROBIOTIK DARI TERASI UDANG REBON (Mysis relicta)

(Skripsi)

Oleh DIANUR PAWE

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015 


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Udang rebon (Mysis relicta) ... ... 8

2. Tingkat asam glutamate bebas (mg/100g) dalam produk udang fermentasi di berbagai Negara ... 14

3. Skema Pelaksanaan Penelitian ... 21

4. Skema produksi terasi udang rebon pada IRT milik Ibu Marni Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur ... 54

5. Pertumbuhan bakteri pada isolasi di media Nutrient Agar ... 55

6. Penyimpanan stok isolat murni pada media SIM .... ... 55

7. Bakteri Asam Laktat (BAL) pada media MRS agar ... 56

8. Skema isolasi bakteri dari terasi udang rebon asal Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur ... 57

9. Zona Jernih yang terbentuk dalam pengujian aktifitas Penghambatan bakteri patogen (Escherichia coli) ... ... 58

10. Zona Jernih yang terbentuk dalam pengujian aktifitas Penghambatan bakteri patogen (Staphylococus aureus) ... ... 58

11. Zona Jernih yang terbentuk dalam pengujian aktifitas Penghambatan bakteri patogen (Salmonella enteritidis) ... ... 58

12. Zona Jernih yang terbentuk dalam pengujian aktifitas Penghambatan bakteri patogen (Salmonella pullorum) ... ... 59

13. Uji pewarnaan gram + bentuk basil (T1a2) ... 59

14. Uji MR VP (Methyl Red/Voges Proskauer) ... 59


(8)

v

16. Uji katalase ... 60

17. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar) ... 61

18. Uji MIO (Motility Indol Ornithyn)... ... 61

19. Uji LIA (Lysine Iron Agar) ... 62

20. Uji SCA (Simmons Citrate Agar) ... 62


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Udang Rebon (Mysis relicta) ... 7

2.2. Terasi Udang Rebon (Mysis relicta) ... 9

2.3. Bakteri Asam Laktat ... 14

2.4. Bakteri Probiotik ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2. Bahan dan Alat ... 19

3.3. Metode Penelitian ... 20

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 20

1. Pengambilan Sampel Terasi ... 22

2. Isolasi Bakteri Terasi Udang ... 22

3. Tahap Pemurnian Kultur Bakteri ... 23

4. Seleksi Isolat Bakteri Asam Laktat ... 24


(10)

ii

6. Identifikasi Isolat Terpilih ... 26

a. Uji Pewarnaan Gram ... 26

b. Uji Motilitas ... 26

c. Uji Katalase ... 27

d. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar) ... 27

e. Uji MIO (Motility Indol Ornithin) ... 28

f. Uji SCA (Simmons Citrate Agar) ... 29

g. Uji MR (Methyl Red) ... 29

h. Uji VP (Voges Proskauer) ... 30

i. Uji O/F (Oksidative/Fermentative) ... 30

j. Uji LIA (Lysine Iron Agar) ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Pengambilan Sampel Terasi Udang Rebon (Mysis relicta) ... 32

4.2. Isolasi Bakteri Terasi Udang Rebon (Mysis relicta) ... 33

4.3. Seleksi Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 35

4.4. Uji Aktifitas Penghambatan Bakteri Patogen ... 37

4.5. Identifikasi Isolat Kandidat Probiotik ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1. Kesimpulan ... 45

5.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 52

Tabel 8 – 10 ... 53


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan gizi udang rebon per 100 gram ... 9

2. Kandungan gizi terasi udang ... 10

3. Sifat – sifat morfologi koloni hasil isolasi ... 34

4. Isolat bakteri asam laktat dengan media MRS agar ... 37

5. Pengujian aktifitas antibakteri isolat BAL terhadap bakteri patogen ... 39

6. Luas zona hambat kandidat bakteri probiotik terhadap bakteri patogen ... .. 40

7. Identifikasi isolat kandidat bakteri probiotik ... ... 41

8. Perhitungan luas sumuran pada pengujian aktifitas penghambatan bakteri patogen ... 53

9. Perhitungan luas zona jernih dengan luas sumuran kandidat bakteri probiotik (Isolat T1a2) terhadap bakteri patogen ... 53

10. Perhitungan luas zona jernih kandidat bakteri probiotik (Isolat T1a2) terhadap bakteri patogen ... 53


(12)

(13)

(14)

(15)

Dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT

Ku Persembahkan Karya Sederhana ini Kepada:

Mama dan Papa tercinta,

Kakak dan Adikku tersayang

,

keponakan-keponakanku tersayang,

Keluarga besarku

Sahabatku

Serta

Para Pendidikku dan


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Panjang, pada tanggal 30 Oktober 1993 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Abd Jumar Pawe dan Ibu Mariana.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak di TK Setia Kawan Panjang pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Panjang Selatan pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 23 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Taman Siswa Teluk Betung, Bandar Lampung pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tertulis (SNMPTN Tertulis).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Uji Sensori, Teknologi hasil Hewani dan Teknologi Hasil Hortikultura. Penulis dipercaya sebagai anggota Bidang Dana dan Usaha Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila) periode 2012 - 2013. Pada Januari tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Kedatun, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan serta melaksanakan Praktik Umum (PU) pada bulan Juli 2014 di PT. Indolakto (Ice Cream Manufacturing), Cicurug, Kabupaten Sukabumi- Jawa Barat dengan topik “Produksi Milk Ice dan Water Ice di Line POLO–8 di PT. Indolakto (Ice Cream Manufacturing), Cicurug Kabupaten Sukabumi–Jawa Barat”.


(17)

SANWACANA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Kandidat Bakteri Probiotik dari Terasi Udang Rebon (Mysis relicta)” adalah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. 3. Ibu Dyah Koesoemawardani, S.Pi.,M.P selaku pembimbing Akademik dan

Pembimbing Utama atas kesediaanya memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan, nasihat saran kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.

4. Bapak Mahrus Ali S.Pi.,M.P.,selaku pembimbing kedua atas segala bimbingan, pengarahan, saran, dukungan, serta bantuannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Samsul Rizal, M.Si., selaku Penguji atas saran, dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.


(18)

6. Para staf di Laboratorium Bakteriologi Balai Veteriner Lampung drh. Ari, Ibu Ima, Ibu Ngatini, Pak Ujang dan Pak Kamso dan seluruh staf dan karyawan Balai Veteriner Lampung atas bantuan yang telah diberikan kepada Penulis. 7. Papa (Jumar Pawe), Mama (Mariana), Abang (Firman) dan Adikku (Tri dan

Tika) tercinta atas segala dukungan, dorongan, kasih sayang, serta doa yang selalu terucap ditiap sujudnya untukku.

8. Mamak, Gunes SP, Nunuk Amd, Bu Desi, Jao, Dio dan saudara – saudaraku tercinta atas bantuannya selama ini.

9. Abi Sutriono atas bantuan, semangat, kepedulian, kasih sayang dan doanya untuk membantu menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabatku tercinta Ani, Artha, Fida, Neri dan Via terima kasih atas bantuan, canda tawa, motivasi dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis. 11.Tim penelitian Kakak Putra dan Devi atas bantuan dan kerjasama dalam

menyelesaikan penelitian.

12. Keluargaku THP 11 “Janji Gerhana”, atas semangat yang kalian tularkan serta rasa kekeluargaan yang sangat berkesan.

13. Seluruh keluarga besar THP FP UNILA terima kasih atas kebersamaannya.

Penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan diridhoi oleh Allah SWT. Amin

Bandar Lampung, 19 Agustus 2015 Penulis


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu komoditas yang cukup besar di perairan Indonesia atara lain udang rebon (Mysis relicta). Kandungan gizi dalam 100 gram udang rebon segar adalah protein 16,2 gram dan mengandung kalsium 757 mg (Direktorat Gizi Depkes, 1992). Udang rebon (Mysis relicta) tergolong dalam perishable product, memiliki masa simpan pendek dan sifat yang mudah busuk jika tidak diberikan perlakuan untuk mengawetkan yaitu dengan cara fermentasi. Hasil studi pada produk fermentasi udang asin, ikan asin, gatot, growol, tape, tempe, asinan buah dan asinan sayuran mengandung bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum, Streptococcus thermophilus dan Pediococcus pentosaleus yang mampu mengawetkan produk (Rahayu, 2000). Produk fermentasi udang rebon yang banyak beredar dipasaran yaitu terasi. Salah satu produsen terasi yang cukup besar di Provinsi Lampung yaitu Kecamatan Labuhan Maringgai kabupaten Lampung Timur.

Berdasarkan SNI (1992), terasi adalah jenis penyedap makanan yang memiliki bentuk padat dengan bau yang khas hasil fermentasi udang/ikan atau campuran keduanya dengan garam atau bahan tambahan lainnya. Bahan baku pembuatan terasi digunakan udang rebon karena memiliki kulit dan cangkang yang lunak


(20)

2 sehingga memungkinkan untuk dihancurkan secara sempurna (Suprapti, 2002). Selama proses fermentasi umumnya menggunakan kadar garam yang cukup tinggi (20% sampai 30%), untuk menyeleksi mikroba yang dapat menghasilkan racun (Reed, 1982). Selain penambahan garam, pada proses fermentasi juga diperlukan sumber karbohidrat yang merupakan sumber energi bagi mikroba yang berperan dalam fermentasi tersebut. Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan terasi adalah tepung tapioka, tepung beras, atau tepung lainnya. Bahan-bahan inilah yang selanjutnya menentukan mutu dan cita rasa terasi yang dihasilkan. Fungsi tapioka pada produksi terasi adalah sebagai substrat bagi pertumbuhan

mikroorganisme dan penambah volume terasi (Astawan dan Astawan, 1989).

Pembuatan produk-produk fermentasi ikan/udang lainnya juga ditambahkan garam dalam jumlah yang optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat misal pada rusip dengan penambahan garam dan beras sangrai terdapat bakteri asam laktat yaitu Streptococcus dan Lactobacillus, sedangkan pada rusip dengan penambahan garam dan gula merah yaitu Streptococcus dan Leuconostoc (Dessi, 1999). Lactobacillus sp dan Streptococcus sp merupakan isolat BAL yang berhasil diisolasi dari cincalok alamiah (Widhyastuti, 2011). Proses fementasi selama produksi terasi berlangsung karena ada aktivitas enzim yang berasal dari tubuh udang itu sendiri atau berasal dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan terkontrol. Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi (Alfianto dan Livianawaty, 2005).


(21)

3 Pada fermentasi pembuatan terasi udang rebon (Mysis relicta) terjadi proses autolisis atau enzimatis dengan adanya aktivitas bakteri, dalam hal ini halofilik atau halotoleran. Proses fermentasi berlangsung secara anaerobik oleh mikrobia anaerob atau obligat anaerob. Fermentasi ini dapat menghasilkan

bakteri/metabolit bakteri asam laktat yang dapat membunuh bakteri patogen (bersifat probiotik). Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme yang bukan golongan patogen, jika dikonsumsi memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan inangnya (Schrezenmeir dan de Vrese, 2001). Manfaat bakteri probiotik sangat baik sehingga perlu dilakukan isolasi dan identifikasi dari produk hasil pertanian yang banyak ditemukan di pasaran salah satunya yaitu produk terasi udang. Mengingat informasi mengenai identifikasi dari bakteri yang berpotensi sebagai probiotik dari produk terasi udang masih sangat terbatas, maka perlu dilakukan isolasi kandidat bakteri probiotik yang terdapat pada terasi udang.

1.2.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengisolasi kandidat bakteri probiotik dari terasi udang rebon asal Lampung Timur.

2. Mengidentifikasi kandidat bakteri probiotik dari terasi udang rebon asal Lampung Timur.


(22)

4 1.3.Kerangka Pemikiran

Terasi (Indonesian shrimp paste) merupakan produk awetan ikan–ikan kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, penggilingan atau penumbukan, dan penjemuran (Sharif et al, 2008). Pembuatan terasi di Desa Margasari, Kecamatan Labuan Maringgai Kabupaten Lampung Timur masih dilakukan secara tradisional yaitu bahan mentah berupa rebon atau udang dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air laut hingga bersih dengan menyeleksi ikan dan kotoran yang ada. Penggunaan air laut pada saat pencucian agar rebon tidak rusak karena jika diberi air tawar maka akan berbau busuk saat dilakukan pengolahan. Setelah bersih rebon diberikan garam dengan perbandingan udang rebon dan garam sebesar ± 10:1. Selanjutnya dilakukan penyimpanan selama semalam dalam keadaan tertutup rapat sehingga tidak terkontaminasi. Rebon yang sudah difermentasi dilakukan penjemuran di atas para-para hingga kering dan ditumbuk halus dengan menggunakan lesung. Setelah halus dibuat menjadi bongkahan–bongkahan dan dilakukan penjemuran hingga kering.

Rahayu et al (1992) menduga bahwa pada terasi terdapat mikroba jenis Micrococcus, Corynebachterium, Cytophaga, Bacillus, HaloBacterium, dan Acinobacter. Saisthi (1967), menemukan bahwa bakteri Gram positif batang yang menghasilkan aroma asam organik yang khas, Gram negatif oval batang nonmotil yang memproduksi bau khas daging yang merangsang, dan Gram positif

berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam amino. Pada awal proses fermentasi setiap mikroorganisme dapat tumbuh karena tersedianya sumber nutrisi. Setelah terjadinya perombakan sumber nutrisi akan


(23)

5 terjadi penurunan pH akibat penambahan garam dan perombakan karbohidrat oleh bakteri asam laktat. Semakin lama waktu fermentasi akan menyebabkan pH semakin turun yang disebabkan perombakan karbohidrat oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat.

Setiap mikroorganisme memiliki kisaran pH yang masing–masing mempunyai pH optimum. Pada produk fermentasi yang ditambahkan garam terdapat dua jenis mikroba yaitu bakteri obligat halofilik dan bakteri halofilik. Bakteri obligat halofilik tumbuh pada suhu 5-50oC dan tumbuh optimum pada suhu 35-40oC, pH antara 6-10. Pada konsentrasi garam yang tinggi menghasilkan gas H2S dan indol dengan warna koloni merah muda (Sjafi, 1988). Selain itu dilaporkan bahwa beberapa produk fermentasi juga menghasilkan bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai probiotik karena sifat biokimia dari senyawa-senyawa sederhana yang terbentuk akibat fermentasi.

Pada produk bekasang (makanan fermentasi ikan dari wilayah timur Indonesia) adalah Staphylococcus dan Lactobacillus sp (Ijong dan Otha, 1996), sedangkan pada fermentasi saus ikan dengan penambahan 25% garam dan disimpan suhu 500C, bakteri asam laktat yang berkembang yaitu Staphylococcus, Micrococcus dan Bacillus (Lopetcharat dan Park, 2002) dan saus ikan dari Thailand yang ditambahkan garam sebanyak 30%, dengan penambahan nasi panggang, padi atau kulit padi panggang dengan ikan air tawar dilaporkan berkembang bakteri

Streptococcus, Staphylococcus, Micrococcus dan Bacillus sp (Adams et al,1985). Produk Tempoyak terdapat bakteri asam laktat yang berkembang yaitu genus Lactobacillus dan Leuconostoc (Nurainy, 1991). BAL dari Boza (minuman


(24)

6 fermentasi tradisional dari Turki) merupakan genus Lactobacillus, Lactococcus dan Leuconoctoc (Sahingil et al, 2009). Selain itu, BAL Lactobacillus casei juga berhasil diisolasi dari Filzetta (makanan fermentasi tradisional dari Itali) (Conter et al, 2005). Setiap BAL tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda. Studi formulasi cincalok skala laboratorium telah dilakukan oleh Dyastuti (2012) melaporkan BAL dari cincalok formulasi merupakan genus Lactobacillus, Lactococcus, Streptococcus dan Enterococcus.

Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non patogen, jika dikonsumsi memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan inangnya (Schrezenmeir dan de Vrese, 2001). Syarat probiotik adalah tidak patogen, toleran terhadap asam dan garam empedu, mempunyai kemampuan bertahan pada proses pengawetan dan dapat bertahan pada penyimpanannnya serta memiliki kemampuan memberi efek kesehatan yang sudah terbukti (Shortt, 1999). Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi bakteri probiotik yang termasuk dalam golongan bakteri asam laktat pada produk fermentasi udang yaitu terasi. Melihat kurangnya informasi mengenai identifikasi bakteri yang berpotensi sebagai probiotik dalam produk terasi udang asal Lampung, maka perlu dilakukan penelitian untuk pelaporan bakteri probiotik golongan BAL yang terdapat pada terasi udang asal Lampung.


(25)

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Udang Rebon (Mysis relicta)

Udang rebon merupakan salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan dengan ukuran kecil yang mana bila dibandingkan dengan udang jenis lain. Ukuran yang kecil membuat jenis udang ini disebut “rebon”. Gambar udang rebon dapat dilihat pada Gambar 1. Mancanegara lebih terkenal dengan namashrimp paste. Udang rebon merupakan zooplankton dengan ukuran panjang 1-1,5cm yang terdiri dari kelompok Crustacea yaitu Mysidocea acetes dan larva peraedae yang ditemukan disekitar muara (Nontji, 1986). Udang ini adalah salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan terasi. Udang jenis ini lebih mudah ditemukan dalam bentuk terasi ataupun dikeringkan dibandingkan dalam bentuk segar.

Rebon merupakan sumber protein namun tidak terkenal seperti daging sapi, ikan, ataupun ayam dan udang lainnya. Rebon kering 100g mengandung 59,4g protein. Berlawanan dengan tingginya kandungan proteinnya, udang jenis ini memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu 3,6g lemak dalam 100g rebon kering. Keunggulan rebon terdapat pada kalsium, fosfor dan zat besinya. Rebon kering 100g mengandung kalsium sebesar 2.306mg setara dengan 16 kali kandungan kalsium 100g susu sapi. Kandungan fosfor rebon kering sebesar 625g dan zat besi


(26)

8

 

sebesar 21,4g atau setara dengan 8 kali kandungan gizi 100g daging sapi (Persagi, 2009).Kandungan gizi 100g rebon segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Klasifikasi udang rebon yaitu: kingdom : Animalia filum : Crustaceae class : Arthropoda ordo : Malacostraca famili : Penaeidae

genus : Penaeus

species : Mysis relicta

Gambar 1. Udang rebon (Mysis relicta)

Rebon selain kaya zat gizi protein, kalsium dan zat besi ternyata terdapat satu manfaat unik dari udang rebon yaitu memiliki kulit yang berbeda. Udang rebon secara keseluruhan dapat dikonsumsi tidak seperti jenis udang lainnya yang hanya dimakan dagingnya saja tanpa kulitnya. Kulit udang selain mengandung kalsium juga memiliki zat unik yang sama ditemukan dalam cangkang serangga dan cangkang kepiting, yaitu kitosan. Kulit udang menurut beberapa penelitian sangat


(27)

9

 

bermanfaat dalam mengikat kolesterol sehingga sangat bermanfaat mengingat memakan seafood seringkali terdapat dampak negatif berupa kenaikan kolesterol darah. Kitosan mulai bekerja saat bercampur dengan asam lambung.

Pencampuran ini akan menjadikan gel sehingga mengikat kolesterol dan lemak dari makanan. Sehingga LDL menurun dan perubahan perbandingan HDL terhadap LDL. Kandungan gizi udang rebon per 100g dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Kandungan gizi udang rebon per 100 g.

Kandungangizi Udangrebonkering Udangrebonsegar

Energi (kkal) 299 81 Protein (g) 59,4 16,2 Lemak (g) 3,6 1,2 Karbohidrat (g) 3,2 0,7 Kalsium (mg) 2.306 757 Fosfor (mg) 265 292 Besi (mg) 21,4 2,2 Vitamin A (SI) 0 60 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,04 Air (g) 21,6 79,0

Sumber: Direktorat Gizi Depkes (1992).

2.2.Terasi Udang Rebon (Mysis Relicta)

Terasiadalahbumbumasak yang dibuatdariikandanudang yang difermentasiberbentukseperti pasta danberwarnahitamcoklat,

kadangditambahibahanpewarnahinggamenjadikemerahan.Terasiberbautajamdanbi asadigunakandalam membuatsambal dandalamberbagaireseptradisional

Indonesia.Menurut AlfiantodanLiviawaty (2005), terasiadalahprodukfermentasi berbahan dasarudangatauRebon.Tahapan proses


(28)

10

 

sertapenambahangaram yang kemudiandilanjutkandenganfermentasi.Proses fermentasi dalam pembuatan terasi berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Kandungan gizi terasi udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel2.Kandungangiziterasiudang rebon

Komposisi Kimia Jumlah

Energi (mg) 0,00 Protein (mg) 0,24 Lemak (IU) 0,00 Karbihidrat (mg) 0,00 Kalsium (mg) 726,00 Fosfor (mg) 3812 ZatBesi (gr) 9,90 Vitamin A (gr) 2,90 Vitamin B (gr) 22,30 Vitamin C (kkal) 155,00

Sumber :Direktorat Gizi Depkes(1992)

Cara pengolahan terasi secara tradisional yaitu bahan mentah berupa rebon atau udang dicuci terlebih dahulu kemudian dilakukan proses penjemuran. Setelah kering, ditumbuk halus, untuk hasil yang baik dapat ditambah garam selama ditumbuk. Garam ditambahkan sedikit saja agar tidak terlalu asin, tetapi cukup memberi rasa (Hadiwiyoto, 1993). Prinsip proses fermentasi adalah adanya enzim proteolitik pada tubuh ikan dan mikroba karena penggunaan konsentrasi garam yang tinggi. Hasil penguraian protein ini adalah peptida asam amino dan komponen cita rasa.

Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut: Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaman, sedangkan amonia


(29)

11

 

dan amin menyebabkan bau anyir. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan, dan disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi. Senyawa-senyawa karbonil besar sekali kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada hasil-hasil perairan yang diawetkan dengan cara pengeringan, penggaraman, ataudengan cara fermentasi. Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalamterasiberasal dari lemakmelalui proses oksidasi dan karena adanyaaktivitas mikroba. Kandungan karbonil volatil merupakan kandungan senyawa volatil yang terbesar diantara komponen volatil lainnya. Senyawa tersebut merupakan senyawa yang sangat menentukan citarasa dari terasi.

Terasi dihasilkan dari proses fermentasi dengan menggunakan garam sebagai pengawet dan penyelaksian mikroba yang tumbuh. Pembuatan terasi dapat berlangsung karena adanya aktifitas enzim yang berasal dari tubuh udang itu sendiri dan mikroorganisme yang tumbuh selama proses fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses penguraian menjadi senyawa – senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang berasal dari mikroorganisme dalam kondisi tertentu. Fermentasi yang berlangsung secara spontan yaitu fermentasi yang dilakukan tanpa

penambahan mikrooganisme tertentu. Mikroorganisme tertentu dari lingkungan tetap bisa berkembang biak dalam media yang terseleksi.Selama proses

fermentasi, terasi mengalami perubahan-perubahan meliputi hidrolisis protein, perubahan pH, perubahan warna, dan pembentukan cita rasa.

1. Hidrolisis Protein

Proses fermentasi dari substrat tidak diharapkan sempurna dalam pembuatan terasi karena produk harus mengandung protein yang terhidrolisis atau tahap


(30)

12

 

hidrolisis. Protein dihidrolisis oleh enzim proteinase ekstraseluler menjadi turunannya yaitu pepton, peptida dan asam amino. Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa hari, yaitu selama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein sehingga kandungan nitrogen terlarut naik. Pada suhu fermentasi yang tinggi 55ºC dapat mempercepat proses hidrolisis. Tetapi setelah 1 minggu fermentasi kandungan protein terlarut dalam cairan lebih tinggi bila fermentasinya dilakukan pada suhu 45ºC (Rahayu et al, 1992).

2. Perubahan pH

Campuran garam, rebon dan bahan lain pada awalnya mempunyai pH 6 dan selama proses fermentasi pH terasi naik menjadi 6,5 dan pada tahap akhir turun menjadi 4,5. Bila fermentasi dilanjutkan akan terjadi peningkatan pH dan produksi ammonia.

3. Perubahan warna dan tekstur

Terasi yang dibuat dari udang memiliki warna khas coklat kemerahan. Warna merah dipengaruhi oleh pigmen apstaxanthin pada cangkang udang. Menurut Shahidi dan Botta (1994), warna kemerahan pada terasi udang berasal dari pigmen

astaxanthin pada cangkang udang sehingga pigmen tersebut membentuk warna merah. Suzuki (1981), berpendapat sebagian besar tubuh udang mengandung

astaxanthin. Kandungan astaxanthin dalam udang utuh beku sebesar 3,12 mg/ 100 g berat basah.

Warna kecoklatan pada terasi udang disebabkan karena adanya enzim


(31)

13

 

penggelapan warna pada terasi udang. Penambahan garam (NaCl) bertujuan untuk menghambat kerja enzim bersebut. Menurut Ozdemir (1997) dan Garcia dan Barrett (2002), sodium klorida atau NaCl dapat menghambat kerja PPO sehingga reaksi pencokelatan dapat dihalangi. Proses penghambatannya meningkat ketika pH menurun.

Perubahan lain yang diharapkan selama fermentasi yang diharapkan adalahliquid fiksi. Setelah proses penggaraman, cairan dari dalam ikan (udang) terekstrak keluar. Penurunan kadar air ini akan membentuk tekstur yang diinginkan. Nooryantinietal, (2010), menambahkan bahwa pembentukan tekstur terasi ditentukan oleh penjemuran dan penumbukan.

4. Pembentukan Cita Rasa

Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma khas pada terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis protein selama fermentasi. Saisthi (1967), menemukan bahwa bakteri gram positif batang yang menghasilkan aroma asam organik yang khas, gram negatif oval batang nonmotil yang memproduksi bau khas daging yang merangsang, dan gram positif berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam amino.

Terasi sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan untuk memberikan rasa umami. Selama proses fermentasi, asam amino spesifik disintesis dalam jumlah besar. Mikroorganisme yang dipilih dengan sumber nitrogen dan karbohidrat, selama proses fermentasi terbentuk L-asam amino. Salah satu senyawa glutamate yang merupakan pembentuk rasa umami didapatkan dari


(32)

2-14

 

okso-glutarat (2-oxopentanedioic acid) oleh reduktif amonia fiksasi yang

menggunakan enzim dehidrogenase glutamat selama proses fermentasi (Hajep dan Jinap, 2012). Rasa umami produk fermentasi tergantung pada konsentrasi

glutamat didalamnya.

Gambar 2. Tingkat asam glutamate bebas (mg/100g) dalam produk udang fermentasi Di berbagai Negara(Hajep dan Jinap, 2012).

2.3. Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang termasuk dalam filum Firmicute. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah Corynebacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera, Leuconostoc,


(33)

15

 

Melissococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella (Jay, 1992). Kelompok bakteri ini termasuk bakteri Gram positif, tidak berspora, tidak berpigmen mesofil, serta berbentuk kokus dan batang. Bakteri ini dapat hidup pada temperatur antara5 – 50 ºC dan bersifat katalase negatif (Perry et al, 1997).Bakteri asam laktat diperoleh dari

kemampuannya dalam memfermentasi gula menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat juga terdapat dalam tubuh manusia sebagai flora normal tubuh (Prescott et al, 2002).Media selektif untuk pertumbuhan spesies bakteri asam laktat adalah deMan-Rogosa-Sharpe Agar (MRS Agar).Berdasarkan jalur metabolisme

saccharolytic, bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (Prescott et al, 2002) :

1. Homofermentatif : Bakteri dalam kelompok ini akan mengubah heksosa menjadi asam laktat dalam jalur Embden-Meyerhof (EM), dan tidak dapat memfermentasikan pentosa atau glukonat.

2. Heterofermentatif : Heksosa difermentasikan menjadi asam laktat, karbon dioksida, dan etanol (atau asam asetat sebagai akseptor elektron alternatif). Pentosa lalu diubah menjadi laktat dan asam asetat.

Beberapakeunggulan yang dimiliki BAL yaitu:

1. BAL mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat memberikan rasa dan aroma spesifikpada makanan fermentasi (Rahayu, 2001).

2. BAL mampu meningkatkan nilai cerna pada makanan fermentasi karena dapat melakukan pemotongan pada bahan makanan yang sulit dicerna sehingga dapat langsung diserap oleh tubuh, misalnya protein diubah menjadi asam - asam amino (Guerra et al, 2006).


(34)

16

 

3. BAL menghasilkan senyawa antimikroba yang mampu menghambat

pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk pada bahan makanan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk tersebut.

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang paling banyak

menghasilkan bakteriosin. Secara umum, bakteriosin yang disekresikan oleh BAL merupakan peptida kationik kecil dengan 30 sampai 60 residu asam amino dan tahan terhadap pemanasan (Balasubramanyam et al, 1995).Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sebanyak lebih dari 50 jenis bakteriosin berbeda yang dihasilkan oleh BAL. Beberapa bakteriosin dari BAL yang telah

dikarakterisasi adalah Nisin yang dihasilkan dari beberapa strain Lactococcus lactis, Lactococcus A dan B dari Lactococcus lactissubsp.cremoris, Pediocin dari

Pediococcus acidilactici, Lactacin dari Lactobacillus jhonsonii, Lactostrepsin dari

Streptococcus cremoris, dan Curvacin dari Lactobacillus curvatus (Neetles et al, 1993).Senyawa-senyawaantimikroba yang dihasilkan BAL antaralain:asamlaktat, hidrogenperoksida, CO2, danbakteriosin (Holzapfel et al, 1995).

Produkutamanyayaituasamlaktat yang dapatterakumulasipadalingkungan di sekitarnyasehingga pH dapatmenurunhingga pH 4,0-4,8. Hal

inimenyebabkanmikrobapatogendanpembusuk yang umumnyahiduppada pH 6,0-8,0tidakdapattumbuh.

2.4.Bakteri Probiotik

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang dikonsumsi untuk memperbaiki secara keseimbangan mikroflora usus. Keseimbangan yang baik dalam ekosistem


(35)

17

 

mikrobiota usus dapat menguntungkan kesehatan konsumen kita dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi dalam ilmu fisiologi human maupun mikroorganisme

memungkinkan dengan tepat penentuan kriteria seleksi mikroorganisme dan yang secara ilmiah membuktikan aktivitasnya bagi promosi kesehatan. Kemampuan probiotik ini tidak terikat pada spesies, melainkan pada strain tertentu dalam suatu spesies. Karakterisitik probiotik yang diinginkan dari satu strain spesifik,

misalnya:

1. Mempunyai kapasitas untuk bertahan hidup (survive), untuk melakukan

kolonisasi (colonize), serta melakukan metabolisme (metabolize) dalam saluran cerna.

2. Mampu mempertahankan suatu keseimbangan mikroflora usus yang sehat melalui kompetisi dan inhibisi kuman-kuman patogen.

3. Dapat menstimulasi bangkitnya pertahanan imunitas, bersifat non-patogenik, dan non-toksik.

4. Harus mempunyai karakteristik teknologik yang baik, yaitu mampu bertahan hidup secara optimal dan stabil selama penyimpanan (storage) dan penggunaan (use) dalam bentuk preparat makanan yang didinginkan dan dikeringkan, agar dapat disediakan secara massal dalam industri.

Mekanisme probiotik melindungi atau memperbaiki kondisi inangnya antara lain dengan menghambat pertumbuhan bakteri patogen melalui beberapa cara antara lain dengan (Simadibrata, 2010):

1. Memproduksi substansi-substansi penghambat. Probiotik mampu


(36)

18

 

negatif. Zat-zat ini termasuk asam organik, hidrogen peroksida (H2O2), bakteriosin, reuterin yang mampu menghambat tidak hanya bakteri hidup namun juga produksi toksin.

2. Menghambat perlekatan bakteri patogen dengan berkompetisi di tempat perlekatan permukaan mukosa saluran cerna diduga juga merupakan salah satu cara probiotik menghambat invasi dari bakteri patogen.

3. Kompetisi nutrisi. Bakteri-bakteri yang menguntungkan (probiotik) akan berkompetisi dengan bakteri patogen dalam hal memperebutkan nutrisi dalam saluran cerna.


(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penyelidik dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015.

3.2. Bahan dan Alat

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terasi yang telah siap dipasarkan (produksi dari Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur). Bahan yang digunakan terdiri dari Isolat bakteri patogen (Staphylococus aureus, Salmonella enteritidis, Salmonella pullorum, Pasteurella multocida type B dan Escheria coli), media NB (Nutrien Broth), alkohol, aquades, medium NA (Natrium Agar), medium MRSA (Man Ragosa Shape Agar), medium MRSB (Man Ragrosa Shape Broth), medium SIM (Sulfit Indol Motility), medium MR-VP (Methyl Red-Voges Proskauer), larutan NaCl fisiologis, reagen H2O2, Medium O/F, Parafin cair steril, medium TSIA (Triple Sugar Iron Agar), reagen methyl-red, reagen alpha naftol, KOH 40%, Indikator Brom hymol Blue, Indikator Brom Crose Purple, Medium LIA, Medium MIO (Motility Indole Ornitin), dan Simon Sitrat oxoid®.


(38)

20 Alat-alat yang digunakan adalah mortal, pastel, autoklaf, labu erlenmeyer, cawan petri, hot plate stirrer, pipet volume, kapas, kain kasa, alumunium foil, sprayer, gelas ukur, cuvet, gelas objek, vortex, inkubator, bunsen, mikropipet, pipet tip, gelas preparat, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung reaksi, timbangan digital, oven, jangka sorong, pH meter dan alat non gelas lain.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan isolasi dan identifikasi kandidat bakteri probiotik terasi udang asal Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga tahap metode yaitu isolasi bakteri terasi udang rebon asal Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur , Pengujian isolat kandidat bakteri probiotik terhadap aktifitas penghambatan pertumbuhan bakteri patogen dengan metode difusi sumur agar dan Identifikasi isolat terpilih dengan pengujian secara biokimiawi. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel yang dianalisis dengan metode deskriptif.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam lima langkah yang meliputi (1) pengambilan sampel terasi, (2) Isolasi bakteri terasi udang, (3) Tahap pemurnian kultur bakteri, (4) Uji aktifitas penghambatan bakteri patogen dengan metode difusi sumur agar, dan (5) Identifikasi isolat terpilih dengan melihat morfologi dan uji biokimiawi mengacu pada Cowan and Steels “Manual for the Identification of medical Bacteria” (1974).


(39)

21 Pengambilan Sample Terasi Isolasi (Media Na) Persiapan Isolasi Pemurnian Isolat

Penyimpanan Kultur Murni

Seleksi Isolat BAL (Media MRSA)

Bakteri tidak tumbuh (Negatif (-) BAL)

Bakteri tumbuh (Positif (+) BAL)

Uji Aktifitas Penghambatan Patogen (Metode Difusi Sumur Agar)

Tidak Menghasilkan Zona Bening ( Negatif (-) Kandidat Probiotik )

Menghasilkan Zona Bening (Positif (+) Kandidat Probiotik)

Pengamatan Morfologi

Bentuk Koloni Warna Koloni Ukuran Koloni Bentuk & Gram

Identifikasi Isolat Trpilih

Uji Biokimiawi

Uji Morfologi

- Uji Motilitas - Uji Sitrat - Uji Katalase - Uji MR - Uji O/F - Uji VP - Uji TSIA - Uji LIA

Pewarnaan Gram

Penentuan Genus


(40)

22 1. Pengambilan Sampel Terasi

Sampel terasi yang digunakan diambil dari industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel diambil dari produk jadi yang siap

dipasarkan dalam bentuk bongkahan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sebanyak lima bongkahan terasi secara acak dari satuan produksi. Diambil sebagian dari beberapa bongkahan tersebut dan dimasukkan ke dalam wadah steril secara aseptis. Wadah yang telah diisi dengan sampel diberikan label. Sampel yang terlah dikemas tersebut diletakkan didalam sterofoam kemudian disimpan dalam coolbox dengan penambahan es di sekelilingnya sehingga suhu dalam sterofoam tetap terjaga. Sampel dibawa menuju laboratorium untuk dilakukan pengujian lebih lanjut.

2. Isolasi Bakteri Terasi Udang

Sampel yang masih dalam bentuk bongkahan selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mortal dan pastel di laboratorium secara aseptis. Sampel yang telah halus dimasukkan kedalam tabung reaksi steril sebanyak 1 gram dan diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis steril dengan pengenceran 10-1– 10-5. Tujuan dilakukan pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Selanjutnya dilakukan pengujian lebih lanjut dengan mengisolasi bakteri terasi udang yang merupakan kandidat bakteri probiotik (Waluyo, 2008).


(41)

23 Penelitian ini dilakukan isolasi kandidat bakteri probiotik. Tahap isolasi bakteri kandidat probiotik ini digunakan media isolasi yang nonselektif yaitu Nutrien agar (NA). Media nonselektif ini digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara bakteri. Media NA steril dalam erlenmeyer steril dituangkan ke dalam cawan petri steril. Isolasi bakteri terasi udang dilakukan di dalam 3 cawan petri. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa dalam masing-masing 3 ulangan ini didapatkan hasil yang sama. Sampel dalam tabung reaksi pada pengenceran 10-1 hingga pengenceran 10-5 diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet volume 1 ml steril, kemudian dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri yang telah dituangkan media Nutrien Agar steril. Selanjutnya masing-masing cawan petri dibungkus dan dimasukkan ke dalam inkubator

dengan suhu 37o C selama 2–3 x 24 jam (Hardiningsing et al, 2006). Seleksi awal dilakukan dengan memilih bakteri yang memiliki kenampakan koloni, bentuk, ukuran, dan warna yang berbeda. Bakteri yang memiliki karakter berbeda selanjutnya dimurnikan kembali di media yang sama.

3. Tahap Pemurnian Kultur Bakteri

Pada tahap pemurnian dimulai dengan memilih koloni-koloni yang berbeda sehingga didapatkan koloni tunggal (isolat murni). Mensterilkan jarum ose bulat, lalu disentuhkan pada permukaan koloni bakteri kemudian diinokulasikan pada permukaan medium NA dengan metode gores untuk mendapatkan koloni yang terpisah, ini dilakukan beberapa kali sehingga didapatkan koloni yang benar-benar murni. Diinkubasikan pada suhu 370C selama 48 jam (Hardiningsing et al, 2006). Tahap pemurnian dapat dilakukan 2-3 kali, untuk lebih menyakinkan bahwa


(42)

24 koloni yang terbentuk benar-benar murni atau tidak (Oxoid, 1982). Setiap koloni tunggal yang berbeda baik bentuk coloni, warna hingga bentuk dan gram setelah pemurnian kemudian ditanam pada medium SIM untuk persiapan pengujian selanjutnya.

4. Seleksi Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL)

Penelitian ini dilakukan isolasi kandidat bakteri probiotik yang merupakan golongan bakteri asam laktat (BAL). Sehingga perlu dilakukan seleksi pada media seleksi agar untuk mengidentifikasi bahwa isolat merupakan bakteri asam laktat (BAL) untuk mendapatkan kandidat probiotik. Pada seleksi BAL ini digunakan media isolasi yang spesifik yang sering disebut sebagai media selektif. Media selektif ini digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara bakteri

tertentu. Dengan sifat kekhususannya maka akan menyeleksi BAL secara

langsung. Pada media ini hanya bakteri tertentu yang dapat tumbuh. Pada isolasi BAL, media yang digunakan ialah media de Man Rogosa Sharpe Agar / MRS agar (Oxoid, 1982). Seleksi dilakukan dengan cara menginokulasi isolat murni ke dalam media MRS agar dengan metode gores. Selanjutnya jika isolat positif BAL maka akan tumbuh pada media MRS agar namun jika tidak maka tidak tumbuh pada media MRS agar.

5. Uji Aktifitas Penghambatan Bakteri Patogen

Koloni murni (Isolat tunggal) yang telah didapat dilakukan pengujian terhadap terhadap daya hambat aktifitas bakteri patogen. Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui bahwa isolat bakteri yang berasal dari bagian terasi udang tersebut


(43)

25 mempunyai potensi sebagai kandidat bakteri probiotik. Penelitian ini melakukan uji aktifitas penghambatan bakteri patogen dengan menggunakan metode difusi sumur(Garriga et al, 1993). Metode ini memungkinkan senyawa antimikroba yang dihasilkan dapat berfungsi dengan baik pada media semipadat sehingga didapat zona bening yang terlihat jelas. Bakteri patogen yang digunakan adalah Staphylococcus aureus (bakteri gram positif), Escherichia coli (bakteri gram negatif) , Pasteurella multocida type B (bakteri gram negatif), Salmonella

pullorum (bakteri gram negatif) dan Salmonella enteritidis (bakteri gram negatif). Media pertumbuhan yang digunakan untuk masing-masing bakteri uji adalah Nutrien Agar yang merupakan media non selektif.

Media yang telah diinokulasi kultur bakteri uji tersebut dituang ke dalam cawan - cawan dan dibiarkan hingga membeku. Kemudian dibuat empat lubang (sumur) secara aseptis dengan diameter 4,20 mm dengan menggunakan tip pipet steril yang dibelah dua. Sebanyak 65μL kultur kandidat bakteri probiotik masing – masing diteteskaan kedalam lubang sumur yang berbeda dalam satu cawan kemudian dengan posisi cawan tidak terbalik pada suhu 37oC selama 2 hari (48 jam). Pada setiap cawan tersebut dibuat sebuah lubang kontrol yang berisi MRSB (kontrol negatif) dan isolat bakteri yakult (kontrol positif) . Zona bening disekitar sumur sebagai zona penghambat terhadap bakteri patogen (Scheved et al, 1993). Diameter zona hambat (mm) merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan resistensi bakteri. Menurut Pratiwi (2008), Area jernih

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar.


(44)

26 6. Identifikasi Isolat Terpilih

Identifikasi bakteri dilakukan dengan menggunakan serangkaian uji morfologi dan biokimiawi, yaitu uji pewarnaan gram, uji Motilitas, uji katalase, uji oksidative fermentative (O/F), uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA), uji Sitrat, uji Methyl Red (MR), uji Voges Proskauer (VP), uji lysine Iron Agar (LIA) dan uji Motility Indol Ornithyn (MIO). Identifikasi isolat terpilih mengacu pada Cowan and Steels

Manual for the Identification of medical Bacteria” (1974). Berikut ini cara kerja dari indentifikasi isolat terpilih dengan uji biokimia menurut Gani (2003).

a. Uji Pewarnaan Gram

Pengamatan morfologi koloni dilakukan dengan teknik pewarnaan gram. Pertama-tama ulasan bakteri dibuat pada gelas objek dan dilakukan fiksasi. Sebanyak 2-3 tetes gram A (kristal violet) diteteskan pada koloni bakteri, diamkan selama 60 detik. Kemudian preparat dicuci dengan menggunakan air mengalir lalu dikeringanginkan. Sebanyak 2-3 tetes gram B (larutan lugol) diteteskan di atas preparat dan dibiarkan selama 60 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir lalu dikeringanginkan. Preparat kemudian ditetesi 2-3 tetes larutan alkohol-aseton dan dibiarkan selama 60 detik lalu dicuci kembali dan dikeringanginkan.

Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan safranin sebanyak 2-3 tetes dan didiamkan selama 60 detik, lalu dicuci dan dikeringanginkan. Setelah itu diamati di bawah mikroskop.

b. Uji Motilitas

Menurut Cowan (1974), uji motil digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk bergerak. Sebanyak 1 ose (ose lurus) isolat dari stok kultur lalu


(45)

27 diinokulasikan dengan cara ditusuk pada medium SIM tegak, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 x 24 jam. Hasil positif (motil) apabila terdapat rambatan-rambatan di sekitar bekas tusukan jarum pada medium dan hasil negatif (non motil) bila tidak terdapat rambatan-rambatan disekitar bekas tusukan jarum ose pada medium.

c. Uji Katalase

Uji ini dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam menghasilkan enzim katalase, maka dilakukan uji katalase. Uji katalase merupakan uji untuk

mengidentifikasi mikroba yang mampu menghasilkan enzim katalase, digunakan untuk memecah hidrogen peroksida yang terbentuk dari proses respirasi aerob dan bersifat toksik terhadap bakteri, menjadi dihidrogen oksida (H2O) dan oksigen (O2). Isolat bakteri diambil sebanyak 1 ose (ose bulat) dari masing-masing stok kultur kemudian dicelupkan ke dalam reagen H2O2 yang telah diisi ke dalam tabung reaksi. Hasil positif apabila terbentuk gelembung gas pada ose, dan hasil negatif apabila tidak terbentuk gelembung gas.

d. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

Uji TSIA merupakan uji biokimiawi untuk mengetahui kemampuan mikrob dalam memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa yang terkadung pada medium. Proses fermentasi pada medium TSIA akan dihasilkan Asam format yang kemudian dioksidasi sempurna menjadi gas hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2) dengan bantuan enzim Formate Hydrogenase. Gas H2 bersifat tidak larut dalam media sehingga terakumulasi dalam bentuk gelembung udara di sepanjang jalur inokulasi, antara media dan tabung, atau di bagian dasar tabung. Gas H2


(46)

28 tersebut menyebabkan media agar menjadi terangkat atau pecah. Berbeda dengan gas CO2 yang bersifat lebih mudah larut dalam media sehingga tidak terbentuk gelembung udara di jalur inokulasi.

Isolat bakteri diambil sebanyak 1 ose (ose lurus) dari masing-masing stok kultur kemudian diinokulasikan dengan cara ditusukkan pada medium TSIA. Kemudian diambil lagi 1 ose (ose bulat) isolat bakteri dari masing-masing stok kultur dan digores pada permukaan medium. Selanjutnya diinkubasi selama 2 sampai 3x24 jam pada suhu 37oC. Perubahan yang diamati setelah inkubasi adalah warna medium menjadi kuning menandakan asam, warna medium menjadi lebih merah menandakan medium menjadi basa, warna menjadi hitam menandakan

terbentuknya H2S dan bila medium terangkat menandakan bahwa mikroba tersebut mampu untuk memproduksi gas.

e. Uji MIO

Uji Indolbertujuan untuk mendeteksi kemampuan mikroba mendegradasi asam amino triptofan (Cappucino dan Sherman, 1996). Koloni yang akan diidentifikasi diambil menggunakan ose. Koloni diinokulasi pada satu media uji motil indol urea yang berupa agar semisolid dengan cara ditusuk. Media diinkubasikan pada suhu kamar selama 18-24 jam. Pergerakan bakteri ditunjukan dengan adanya penyebaran koloni di sekitar tusukan. Reaksi urea positif ditunjukkan perubahan warna media menjadi merah muda. Reaksi indol positif ditunjukkan dengan penambahan pereaksi kovac yang kemudian akan menghasilkan cincin merah di atas permukaan, dan menunjukan negatif jika menghasilkan cincin jingga di atas permukaan.


(47)

29 f. Uji Sitrat

Uji ini untuk mengetahui jenis bakteri yang mengutilisasi sitrat. Bakteri yang bermanfaat sitrat sebagai sumber karbon akan menghasilkan Natrium Karbonat yang bersifat alkali, sehingga dengan adanya indikator Brom Thymol Blue menyebabkan warna biru pada media. Koloni yang akan diidentifikasi diambil menggunakan ose. Koloni ditanamkan secara gores zig-zag pada media

perbenihan simmons citrate yang berupa agar miring. Kemudian media diinkubasikan pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Koloni berwarna biru

menunjukkan hasil positif sedangkan koloni berwarna hijau menunjukkan reaksi negatif.

g. Uji MR (Methyl Red)

Uji ini bertujuan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran. Beberapa bakteri memfermentasikan glukosa dan menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan pH media pertumbuhan menjadi 5,0 atau lebih rendah. Penambahan indikator pH “methyl red” dapat menunjukkan adanya perubahan pH menjadi asam. Sebanyak 1 ose (ose bulat) isolat bakteri diambil dari stok kultur dan diinokulasikan pada medium MR-VP cair dalam tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu 37oC. Sebanyak 5 tetes methyl-red ditambahkan di atas preparat isolat bakteri. Hasil positif apabila terbentuk kompleks berwarna merah muda sampai merah yang menandakan bahwa mikroba tersebut menghasilkan asam.


(48)

30 h. Uji VP (Voges Proskauer)

Tujuan uji ini adalah untuk mendeteksi adanya acethyl methyl carbinol yang diproduksi oleh bakteri tertentu dalam pembenihan VP. Adanya bakteri tertentu yang dapat memproduksi acethyl methyl carbinol dapat diketahui dengan penambahan reagen 5% alpha naftol dan ml KOH 40%. Koloni sebanyak 1 ose (ose bulat) isolat bakteri diambil dari stok kultur dan diinokulasi pada medium MR-VP cair dalam tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan reagen alpha naftol 0,6 ml dan 0,2 ml KOH 40%. Suspensi tersebut dikocok selama 20-30 detik. Reaksi VP positif, bila terjadi pembentukan asam yang ditandai berubahnya warna medium menjadi merah muda setelah penambahan pereaksi.

i. Uji O/F

Tujuan uji oksidative fermentative adalah untuk mengetahu sifat oksidasi dan fermentasi suatu bakteri terhadap glukosa. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme untuk menggunakan karbohidrat dengan cara

fermentasi atau oksidasi (Cowan and Steel’s, 1974). Dua medium O/F dalam tabung reaksi disediakan selanjutnya dilakukan inokulasi bakteri ke medium. Pada medium yang telah diinokulasikan bakteri ditambahkan paraffin cair steril setebal 1 cm pada salah satu tabung reaksi. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 18-24 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan warna yang terjadi dalam medium. Bakteri bersifat fermentative jika kedua medium yang diinokulasi berubah warna menjadi kuning. Bakteri bersifat oksidatif jika tabung terbuka berwarna kuning, sedangkan yang ditutup paraffin warnanya tetap.


(49)

31 j. Uji Lysine Iron Agar (LIA)

Uji LIA dilakukan untuk mengetahui jika bakteri hanya memfermentasi dekstrosa maka dasarnya akan berwarna kuning, tetapi bakteri yang memfermentasi

dekstros serta memotong ikatan karboksil asam amino lysine, maka pH kembali menjadil alkali sehingga akan terlihat medium secara keseluruhan bewarna ungu dengan adanya indikator Brom crose purple. Terjadinya warna ungu pada seluruh bagian media uji berarti tes positif. Jika tidak ada perubahan warna atau dasarnya berwarna kuning maka tes dinyatakan negatif. Bakteri yang telah didapatkan diinokulasi ke media LIA, Kemudian diinkubasi pada inkubator selama 18-24 jam. Pengamatan stelah inkubasi dengan mengamati perubahan reaksi yang terjadi, bakteri dikatakan memiliki enzim Lysin decarboxilase ditandai dengan perubahan warna yang makin merah, sebaliknya jika medium semakin pudar maka bakteri dikatakan tidak memiliki enzim tersebut.


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Isolat T1a2 berhasil diisolasi dari terasi udang asal Lampung Timur dan diidentifikasi sebagai kandidat bakteri probiotik karena memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbukan bakteri patogen dengan melihat dari zona jernih yang dibentuk selama proses pengujian aktifitas antibakterinya.

2. Isolat T1a2 telah diidentifikasi melalui uji fisiologis, morfologi dan uji biokimia sederhana sebagai genus Corynebacterium sp.

5.2. Saran

Penelitian ini hanya mengisolasi bakteri yang bersifat sebagai kandidat probiotik. Sehingga diperlukan penelitian dan identifikasi lebih lanjut guna mengetahui spesies dari isolat dan mengetahui klasifikasi bakteri probiotik dengan memenuhi syarat sebagai bakteri probiotik seperti : Uji Toksisitas, Uji Ketahanan terhadap Asam Lambung (pH), Uji Ketahanan Garam Empedu dan Uji Ketahanan Temperatur.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M.R., Cooke, R.D and Rattagool, P. 1985. Fermented Fish Products of S.E Asia. Trop. Sci. 25 : 61 -73.

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 137 hlm.

Alfianto dan liviawaty. 2005. Pembuatan Terasi. Available from URL : http://khadik-astro.com. Diakses tanggal 05 Oktober 2014.

Anihouvi, V.B., Dawson, E.S., Ayenor, G.S and Hounhouigan, J.D. 2007. Microbiological Changes in Naturally Fermented Cassava Fish (Pseudotolithus sp) for Lanhouin Production. Journal of Food Microbiology. 116; 287-291.

Astawan, M.W dan Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor. 120 hlm.

Balasubramanyam, B.V and Varadaraj, M.J. 1995. Antibacterial Effect of Lactobacillusspp. On Foodborne Pathogenic Bacteria in an Indian Milk Based Fermeted Culinary Food Item. Cultured Dairy Product J. 30 : 22-24.

Burkovski, A. 2008. Corynebacteria: Genomics and MolecularBiology.http:// www. horizonpress.com. Diakses tanggal 1 Juni 2015.

Cappuccino, J.G and N. Sherman. 1996. Microbiology: A Laboratory Manual. 4th edition. California : The Benjamin.Cumming Publishing Company. 464 hlm.

Cardici, B.H and S. Citak. 2005. A Comparison of Two Methods Used for Measuring Antagonistics Activity of Lactic Acid Bacteria. Pakistan Journal of Nutrition. 4 (4): 237-241.

Conter, M., Muscariello, T., Zanardi, E., Ghidini, S.,Vergara, A.,Campanini, G., Ianieri, A. 2005. Characterization of Lactic Acid Bacteria Isolated from An Italian Dry Fermented Sausage. Ann. Fac. Medic. Vet. Parma. 25 : 167 -174.


(52)

47 Cowan, S.T. 1974. Cowan and Steel’s. Manual for the Identification of Medical

Bacteria. 2nd ed. Cambridge University Press Cambridge. London. 238 hlm.

Dessi. 1999. Sifat Kimia dan Ciri – Ciri Bakteri Pada Rusip yang Dibuat dengan Berbagai Sumber Karbon. (Skripsi). Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Dyastuti, E.A. 2012. Pengaruh Penambahan Serbuk Bawang Putih (Allium sativum) dan Serbuk Cabai (Capsium Annuum L.) terhadap Karakteristik Cincalok. (Skripsi). Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura. Pontianak.

FAO/WHO. 2001. Joint FAO/WHO Expert Consultation on Evaluation of Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Amerian Córdoba Park Hotel. Córdoba. Argentina. 34 hlm.

Gani, A. 2003. Metode Bakteriologi Diaknoktik. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK). Makasar. Hlm 98 – 99.

Garcia, E and Barrett D.M. 2002. Fresh-cut Fruits and Vegetables: Science, Technology, and Market – Preservative Treatments for Fresh-cut Fruits and Vegetables, Edited by Olusola Lamikanra. CRC Press.Florida. 452 hlm.

Garriga, M, M. Hugas, T. Aymerich and J. M. Monfort. 1993. Bacteriocinogenic Activity of Lactobacilli from Fermenter Sausages. J. Appl. Bact. 75 : 142 – 148.

Guerra, N.P., Bernardez, P.F., Mendez, J., Cachaldora, P andCastro, L.P. 2006. Production of Four Potentially Probiotic Lactic Acid Bacteria and Their Evaluation as Feed Additives for Weaned Piglets. Animal Feed Science and Technology. 134 : 89-107.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Liberty. Yogyakarta. 275 hlm.

Hajeb dan Jinap. 2012. Fermented Shrimp Products as Source of Umami in Southeast Asia. Journal Nutrition & Food Science. Sci Saf 10 : 006. ISSN: 2155-9600.

Hardiningsih, R., Rostanti N. R. N dan Titin Y. 2006. Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus pada pH Rendah. Biodiversitas. Vol 7 (1) : 15-17. ISSN : 1412-033x.


(53)

48 Hasanah, Ratifah. 2013. Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari Produk Fermentasi

Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii C.V). Jurnal Ilmu

Perikanan Tropis. Vol. 19. No. 1, Oktober 2013 – ISSN 1402-2006 44. Holzapfel, W.H., Haberer, P., Geisen, R., Bjorkroth, J and Schillinger, U. 2001. Taxonomy and Important Features of Probiotic Microorganisms in Food and Nutrition. American Journal of Clinical Nutrition. 73 (2) : 365S – 373S.

Ibrahim, S.M and Desouky, S.G. 2009. Effect of Antimicrobial Metabolites Produced by Lactic Acid Bacteria on Quality Aspect of Frozen Tilapia (Oreochromis niloticus) Filets. World Journal of Fish and Marine Scienes. 1 (1) : 40-45.

Ijong, F.G. and Otha, Y. 1996. Pysicochemical and Microbiological Changes Associated with Bakasang Processing a Traditional Indonesian Fermented Sauce. Journal of the Science of Food an Agrikulture. 71 (1) : 69 – 74. Jay, J.M. 1992. Modern Food Microbiology. 4th edition. hapman and Hall. New

York. Hlm : 268 – 277, 371 – 403.

Kanmani, P., Kumar, R. S., Yuvaraj, N., Paari, K. A., Pattukumar, V and Arul, V. 2010. Comparison of Antimicrobial Activity of Probiotic Bacterium Streptococcus phocae P180, Enterococcus faeciumMC13 and

Carnobacterium divergensAgainst Fish Pathogen. World Journal of Dairy and Food Sciences. 5(2): 145-151.

Lopetcharat, L and Park, J.W. 2002. Characteristik of Fish Sauce Made From Pacific Whiting and Surimi By-Product During Fermentation Stage. Journal of Food Science. Vol. 67 No. 2.

Marliana. 1992. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gula Merah dan Garam

Terhadap Mutu Efisiensi Terasi Udang. (Skripsi). Jurusan hasil perikanan IPB. Bogor. 132 hlm.

Melia, Sri dan Juliyarsi, Indri. 2007. Potensi Dadih Susu Sapi Mutan Lactococus lactis dengan Kandungan Bakteriosin terhadap Bakteri Patogen. Artikel Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. 17 hlm.

Murray, P.R., Rosenthal, K.S and flaller, M.A. 2005. Medical Microbiology. Publisher : Elsevier Mosby. Philadelphia. hlm 221 – 258.

Neetles, C.G and Barefoot, S.F. 1993. Biochemical and Genetic Characteristics of Bacteriocin of Food-Associated Lactic Acid Bakteria. Journal Food Prot. Vol. 56 : 338-356.


(54)

49 Noor, Wahud. 2012. Identifikasi Molekuler dan Pengaruh Pemberian Probiotik

Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Dadih dari Kabupaten Sijunjung

terhadap Kadar Kolesterol Daging pada Itik Pitalah Sumber Daya Genetik Sumatera Barat. Artikel Penelitian. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang. 32 hlm.

Nooryantini, S, Yuspihana, F, dan Rita, K. 2010. Kualitas Terasi Udang dengan Suplementasi Pediococcus Halophilus (FNCC-0033). Jurnal Hasil Perikanan. 1 : 55-56.

Nurainy, F. 1991. Aspek Kimia dan Mikrobiologi Fermentasi Tempoyak. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.

O. Tsuzukibashi, S. Uchibori, N. Kuwahara, T. Kobayashi, K. Takada and M. Hirasawa. 2014. A Selective Medium for The Isolation of

Corynebacterium Species in Oral Cavities. Journal of Microbiological Methods Vol. Xxx : xxx – xxx.

Oxoid. 1982. The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other Laboratory Services. Fifth Edition. Published by Oxoid Limited, Wade Road. Basingtoke. Hampshire. England. 371 hlm.

Ozdemir, M. 1997. Food Browning and Its Control. Muhendislik Gida Ticaret Ltd. http://www.okyanusbilgiambari.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2014.

Perry, J.J. and Stanley, J.T. 1997. Microbiology, Dynamics and Diversity. USA : Saunders College Publishing. Hlm : 480 – 490, 864 – 869.

Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 27 hlm.

Prado, F. C., J. L. Parada, A. Pandey, and C. R. Soccol. 2008. Trends in Non-Dairy Probiotic Beverages. Food Res. Int. 41:111-123.

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta. 237 hlm. Prescott, L.M., Harley, J.P. and Aklein, D. 2002. Microbiology. Fifth edition.

McGraw-Hill Companies Inc. New York. Hlm 529 – 532.

Purwati, E., S. Syukur, dan Z. Hidayat. 2005. Lactobacillus sp. Isolasi dari Biovicophitomega sebagai Probiotik. Di dalam Proceeding Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta 24 -25 Januari 2005.

Rahayu, W.P., Ma’oen, S., Suliantari dan Fardiaz, S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 140 hlm.


(55)

50 Rahayu, S.E. 2000. Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi dan Pengawetan

Makanan. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. PATPI. Surabaya. 10 – 11 Oktober. Hlm 298 – 307.

Rahayu, E. 2001. Potensi Bakteri Asam Laktat di Bidang Industri Pangan. Prosiding Seminar Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Kalimantan Selatan. 30 Agustus – 1 September. Hlm : 349 – 356.

Rahman. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB-Bogor.

Reed, G. 1982. Economic Microbiology Fermentation Food. Vol 7. Academic Press. New York.

Sahingil, D., Isleroglu, H., Yildirim, Z., Akcelik, M and Yildirim, M. 2009. Characterization of Lactococcin BZ Produced by Lactococcus lactis subsp. Lactis BZ Isolated from Boza. TUBITAK. Turk Journal Biol. 35 : 21-33. Saitshi, P. 1967. Traditional Fermented Fish Product with Special Reference to

Thai Products. Asean food journal. Vol 3 : 3-10.

Schved, F, Lalazar, A. and Hens, Y. 1993. Purification, Partial, Characterization, and Plasmids Linkage of Pediococcins SJ-1, a Bacteriocins Prodused by Pediococcus acidilactici. Journal of Applied Environmental Microbiology. 76 (1): 67-77.

Schrezenmeir, J and M. de Vrese. 2001. Probiotics, Prebiotics and Symbiotics-Approaching a Definition. American Journal of Clinical Nutrition. 73 (suppl) : 361S-364S.

Shahidi, F and Botta, J.R. 1994. Seafoods: Chemistry, Processing Technology and Quality. Blackie Academic and Professional. Wester Cleddens Road, Bishopbriggs. Glasgow G64 2NZ. United Kingdom. London. hlm 3 – 9. Sharif, R., Ghazali, A. R., Rajab, N. F., Haron, H., & Osman, F. 2008.

Toxicological evaluation of some Malaysian locally processed raw food products. Food and Chemical Toxicology. 46 : 368-374.

Shortt, C. 1999. Probiotic Century : Historical and Current Perspectives Trends . Food Science Tecnologi. 10 : 411-417.

Simadibrata, M. 2010. Probiotik-Peranannya dalam Dunia Medis. Cermin Dunia Kedokteran (CDK) Januari – Februari 2010. Vol 38 no 1 : 65-68. ISSN: 0125 – 913XI 182.

Sjafi’i, A. 1988. Mutu Mikrobiologi Beberapa Ragam Peda. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hlm.


(56)

51 Stamer, J.R. 1979. The Lactic Acid Bacteria. Microbes of Diversity. Food

Technol. Vol (1): 60 – 65.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Terasi Udang. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01.2716.1992.

Sujaya, I N., Y. Ramona, N.P. Widarini, N.P. Suariani, N.M.U. Dwipayanti, K.A. Nocianitri dan N.W. Nursini. 2008.Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat dari Susu Kuda Sumbawa . J. Vet. 9 (2) : 52 – 59.

Suprapti, L. 2002. Membuat Terasi. Kanisius. Yogyakarta. 43 hlm.

Susanto, T. 1993. Pengantar Pengolahan Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Science Publishers Ltd. London. ISBN 0-85334-954-1. 260 hlm

Verschuere.L, Rombaut, G. Sorgeloos,P dan Verstraete,W. 2000. Probiotic Bacteria as Biological Control Agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biologi Review. 64: 655-671.

Vine, N.G, W.D. Leukes, H. Kaiser, S. Daya, J. Baxter & T. Hecht. 2004. Competition for Attachment of Aquaculture Candidate Probiotic and Pathogenic Bacteria on Fish Intestinal Mucus. J. Fish Dis. 27: 319–326. Waluyo, L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas

Muhammadiyah Malang Press. Malang. 366 hlm.

Widhyastuti, H. 2011. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Makanan Fermentasi Tradisional Cincalok dan Tempoyak. (Skripsi). Jurusan Kimia, Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura. Pontianak.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M.R., Cooke, R.D and Rattagool, P. 1985. Fermented Fish Products of S.E Asia. Trop. Sci. 25 : 61 -73.

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 137 hlm.

Alfianto dan liviawaty. 2005. Pembuatan Terasi. Available from URL : http://khadik-astro.com. Diakses tanggal 05 Oktober 2014.

Anihouvi, V.B., Dawson, E.S., Ayenor, G.S and Hounhouigan, J.D. 2007. Microbiological Changes in Naturally Fermented Cassava Fish (Pseudotolithus sp) for Lanhouin Production. Journal of Food Microbiology. 116; 287-291.

Astawan, M.W dan Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor. 120 hlm.

Balasubramanyam, B.V and Varadaraj, M.J. 1995. Antibacterial Effect of Lactobacillus spp. On Foodborne Pathogenic Bacteria in an Indian Milk Based Fermeted Culinary Food Item. Cultured Dairy Product J. 30 : 22-24.

Burkovski, A. 2008. Corynebacteria: Genomics and Molecular Biology.http:// www. horizonpress.com. Diakses tanggal 1 Juni 2015.

Cappuccino, J.G and N. Sherman. 1996. Microbiology: A Laboratory Manual. 4th edition. California : The Benjamin.Cumming Publishing Company. 464 hlm.

Cardici, B.H and S. Citak. 2005. A Comparison of Two Methods Used for Measuring Antagonistics Activity of Lactic Acid Bacteria. Pakistan Journal of Nutrition. 4 (4): 237-241.

Conter, M., Muscariello, T., Zanardi, E., Ghidini, S.,Vergara, A.,Campanini, G., Ianieri, A. 2005. Characterization of Lactic Acid Bacteria Isolated from An Italian Dry Fermented Sausage. Ann. Fac. Medic. Vet. Parma. 25 : 167 -174.


(2)

Cowan, S.T. 1974. Cowan and Steel’s. Manual for the Identification of Medical Bacteria. 2nd ed. Cambridge University Press Cambridge. London. 238 hlm.

Dessi. 1999. Sifat Kimia dan Ciri – Ciri Bakteri Pada Rusip yang Dibuat dengan Berbagai Sumber Karbon. (Skripsi). Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Dyastuti, E.A. 2012. Pengaruh Penambahan Serbuk Bawang Putih (Allium sativum) dan Serbuk Cabai (Capsium Annuum L.) terhadap Karakteristik Cincalok. (Skripsi). Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura. Pontianak.

FAO/WHO. 2001. Joint FAO/WHO Expert Consultation on Evaluation of Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Amerian Córdoba Park Hotel. Córdoba. Argentina. 34 hlm.

Gani, A. 2003. Metode Bakteriologi Diaknoktik. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK). Makasar. Hlm 98 – 99.

Garcia, E and Barrett D.M. 2002. Fresh-cut Fruits and Vegetables: Science, Technology, and Market – Preservative Treatments for Fresh-cut Fruits and Vegetables, Edited by Olusola Lamikanra. CRC Press.Florida. 452 hlm.

Garriga, M, M. Hugas, T. Aymerich and J. M. Monfort. 1993. Bacteriocinogenic Activity of Lactobacilli from Fermenter Sausages. J. Appl. Bact. 75 : 142 – 148.

Guerra, N.P., Bernardez, P.F., Mendez, J., Cachaldora, P andCastro, L.P. 2006. Production of Four Potentially Probiotic Lactic Acid Bacteria and Their Evaluation as Feed Additives for Weaned Piglets. Animal Feed Science and Technology. 134 : 89-107.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Liberty. Yogyakarta. 275 hlm.

Hajeb dan Jinap. 2012. Fermented Shrimp Products as Source of Umami in Southeast Asia. Journal Nutrition & Food Science. Sci Saf 10 : 006. ISSN: 2155-9600.

Hardiningsih, R., Rostanti N. R. N dan Titin Y. 2006. Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus pada pH Rendah. Biodiversitas. Vol 7 (1) : 15-17. ISSN : 1412-033x.


(3)

Hasanah, Ratifah. 2013. Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii C.V). Jurnal Ilmu

Perikanan Tropis. Vol. 19. No. 1, Oktober 2013 – ISSN 1402-2006 44. Holzapfel, W.H., Haberer, P., Geisen, R., Bjorkroth, J and Schillinger, U. 2001. Taxonomy and Important Features of Probiotic Microorganisms in Food and Nutrition. American Journal of Clinical Nutrition. 73 (2) : 365S – 373S.

Ibrahim, S.M and Desouky, S.G. 2009. Effect of Antimicrobial Metabolites Produced by Lactic Acid Bacteria on Quality Aspect of Frozen Tilapia (Oreochromis niloticus) Filets. World Journal of Fish and Marine Scienes. 1 (1) : 40-45.

Ijong, F.G. and Otha, Y. 1996. Pysicochemical and Microbiological Changes Associated with Bakasang Processing a Traditional Indonesian Fermented Sauce. Journal of the Science of Food an Agrikulture. 71 (1) : 69 – 74. Jay, J.M. 1992. Modern Food Microbiology. 4th edition. hapman and Hall. New

York. Hlm : 268 – 277, 371 – 403.

Kanmani, P., Kumar, R. S., Yuvaraj, N., Paari, K. A., Pattukumar, V and Arul, V. 2010. Comparison of Antimicrobial Activity of Probiotic Bacterium Streptococcus phocae P180, Enterococcus faeciumMC13 and

Carnobacterium divergensAgainst Fish Pathogen. World Journal of Dairy and Food Sciences. 5(2): 145-151.

Lopetcharat, L and Park, J.W. 2002. Characteristik of Fish Sauce Made From Pacific Whiting and Surimi By-Product During Fermentation Stage. Journal of Food Science. Vol. 67 No. 2.

Marliana. 1992. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gula Merah dan Garam

Terhadap Mutu Efisiensi Terasi Udang. (Skripsi). Jurusan hasil perikanan IPB. Bogor. 132 hlm.

Melia, Sri dan Juliyarsi, Indri. 2007. Potensi Dadih Susu Sapi Mutan Lactococus lactis dengan Kandungan Bakteriosin terhadap Bakteri Patogen. Artikel Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. 17 hlm.

Murray, P.R., Rosenthal, K.S and flaller, M.A. 2005. Medical Microbiology. Publisher : Elsevier Mosby. Philadelphia. hlm 221 – 258.

Neetles, C.G and Barefoot, S.F. 1993. Biochemical and Genetic Characteristics of Bacteriocin of Food-Associated Lactic Acid Bakteria. Journal Food Prot. Vol. 56 : 338-356.


(4)

Noor, Wahud. 2012. Identifikasi Molekuler dan Pengaruh Pemberian Probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Dadih dari Kabupaten Sijunjung

terhadap Kadar Kolesterol Daging pada Itik Pitalah Sumber Daya Genetik Sumatera Barat. Artikel Penelitian. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang. 32 hlm.

Nooryantini, S, Yuspihana, F, dan Rita, K. 2010. Kualitas Terasi Udang dengan Suplementasi Pediococcus Halophilus (FNCC-0033). Jurnal Hasil Perikanan. 1 : 55-56.

Nurainy, F. 1991. Aspek Kimia dan Mikrobiologi Fermentasi Tempoyak. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.

O. Tsuzukibashi, S. Uchibori, N. Kuwahara, T. Kobayashi, K. Takada and M. Hirasawa. 2014. A Selective Medium for The Isolation of

Corynebacterium Species in Oral Cavities. Journal of Microbiological Methods Vol. Xxx : xxx – xxx.

Oxoid. 1982. The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other Laboratory Services. Fifth Edition. Published by Oxoid Limited, Wade Road. Basingtoke. Hampshire. England. 371 hlm.

Ozdemir, M. 1997. Food Browning and Its Control. Muhendislik Gida Ticaret Ltd. http://www.okyanusbilgiambari.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2014.

Perry, J.J. and Stanley, J.T. 1997. Microbiology, Dynamics and Diversity. USA : Saunders College Publishing. Hlm : 480 – 490, 864 – 869.

Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 27 hlm.

Prado, F. C., J. L. Parada, A. Pandey, and C. R. Soccol. 2008. Trends in Non-Dairy Probiotic Beverages. Food Res. Int. 41:111-123.

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta. 237 hlm. Prescott, L.M., Harley, J.P. and Aklein, D. 2002. Microbiology. Fifth edition.

McGraw-Hill Companies Inc. New York. Hlm 529 – 532.

Purwati, E., S. Syukur, dan Z. Hidayat. 2005. Lactobacillus sp. Isolasi dari Biovicophitomega sebagai Probiotik. Di dalam Proceeding Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta 24 -25 Januari 2005.

Rahayu, W.P., Ma’oen, S., Suliantari dan Fardiaz, S. 1992. Teknologi Fermentasi

Produk Perikanan. Bogor. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 140 hlm.


(5)

Rahayu, S.E. 2000. Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi dan Pengawetan Makanan. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. PATPI. Surabaya. 10 – 11 Oktober. Hlm 298 – 307.

Rahayu, E. 2001. Potensi Bakteri Asam Laktat di Bidang Industri Pangan. Prosiding Seminar Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Kalimantan Selatan. 30 Agustus – 1 September. Hlm : 349 – 356.

Rahman. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB-Bogor.

Reed, G. 1982. Economic Microbiology Fermentation Food. Vol 7. Academic Press. New York.

Sahingil, D., Isleroglu, H., Yildirim, Z., Akcelik, M and Yildirim, M. 2009. Characterization of Lactococcin BZ Produced by Lactococcus lactis subsp. Lactis BZ Isolated from Boza. TUBITAK. Turk Journal Biol. 35 : 21-33. Saitshi, P. 1967. Traditional Fermented Fish Product with Special Reference to

Thai Products. Asean food journal. Vol 3 : 3-10.

Schved, F, Lalazar, A. and Hens, Y. 1993. Purification, Partial, Characterization, and Plasmids Linkage of Pediococcins SJ-1, a Bacteriocins Prodused by Pediococcus acidilactici. Journal of Applied Environmental Microbiology. 76 (1): 67-77.

Schrezenmeir, J and M. de Vrese. 2001. Probiotics, Prebiotics and Symbiotics-Approaching a Definition. American Journal of Clinical Nutrition. 73 (suppl) : 361S-364S.

Shahidi, F and Botta, J.R. 1994. Seafoods: Chemistry, Processing Technology and Quality. Blackie Academic and Professional. Wester Cleddens Road, Bishopbriggs. Glasgow G64 2NZ. United Kingdom. London. hlm 3 – 9. Sharif, R., Ghazali, A. R., Rajab, N. F., Haron, H., & Osman, F. 2008.

Toxicological evaluation of some Malaysian locally processed raw food products. Food and Chemical Toxicology. 46 : 368-374.

Shortt, C. 1999. Probiotic Century : Historical and Current Perspectives Trends . Food Science Tecnologi. 10 : 411-417.

Simadibrata, M. 2010. Probiotik-Peranannya dalam Dunia Medis. Cermin Dunia Kedokteran (CDK) Januari – Februari 2010. Vol 38 no 1 : 65-68. ISSN: 0125 – 913XI 182.

Sjafi’i, A. 1988. Mutu Mikrobiologi Beberapa Ragam Peda. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hlm.


(6)

Stamer, J.R. 1979. The Lactic Acid Bacteria. Microbes of Diversity. Food Technol. Vol (1): 60 – 65.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Terasi Udang. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01.2716.1992.

Sujaya, I N., Y. Ramona, N.P. Widarini, N.P. Suariani, N.M.U. Dwipayanti, K.A. Nocianitri dan N.W. Nursini. 2008.Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat dari Susu Kuda Sumbawa . J. Vet. 9 (2) : 52 – 59.

Suprapti, L. 2002. Membuat Terasi. Kanisius. Yogyakarta. 43 hlm.

Susanto, T. 1993. Pengantar Pengolahan Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Science Publishers Ltd. London. ISBN 0-85334-954-1. 260 hlm

Verschuere.L, Rombaut, G. Sorgeloos,P dan Verstraete,W. 2000. Probiotic Bacteria as Biological Control Agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biologi Review. 64: 655-671.

Vine, N.G, W.D. Leukes, H. Kaiser, S. Daya, J. Baxter & T. Hecht. 2004. Competition for Attachment of Aquaculture Candidate Probiotic and Pathogenic Bacteria on Fish Intestinal Mucus. J. Fish Dis. 27: 319–326. Waluyo, L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas

Muhammadiyah Malang Press. Malang. 366 hlm.

Widhyastuti, H. 2011. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Makanan Fermentasi Tradisional Cincalok dan Tempoyak. (Skripsi). Jurusan Kimia, Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura. Pontianak.