BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
The theatre
berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron yang berarti
seing place
atau tempat menyaksikan atau tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orang- orang menontonnya. Sedangkan istilah teater atau dalam bahasa Inggrisnya
theatre
mengacu kepada aktifitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok yang melakukan kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. Namun demikian, teater selalu
dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata yunani kuno,
Draomai
yang berarti bertindak atau berbuat dan
Drame
yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh
Diderot
dan
Beaumarchaid
untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah atau dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap
satu masalah yang punya arti penting tapi tidak mengagungkan tragika. Kata drama juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno 4000-1850 SM, sebelum era Yunani
Kuno 800-277 SM. Hubungan antara teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik
sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra. Santosa, 2008 Tradisi teater sudah ada sejak dulu dalam masyarakat Indonesia. Hal ini
terbukti dengan adanya teater tradisional di seluruh wilayah Tanah Air. Rinurbad, 2008 Diantara sekian banyak jenis teater yang berkembang, terdapat sebuah komunitas
teater yang berdiri secara independent dengan tidak bergantung di bawah naungan lembaga. Mereka menyebut diri mereka sebagai komunitas teater kampung.
1
Komunitas teater ini beranggotakan orang-orang dari satu wilayah yang sama yang kemudian menjadi wadah bagi mereka untuk berkreasi dan berekpresi. Salah satu
komunitas teater kampung yang berkembang di kota Salatiga adalah Komunitas Teater Angka Nol yang yang bertempat di Jl. Pramuka No. 12, Krajan, Salatiga. Teater ini
beranggotakan 50 orang yang notabene merupakan warga dari kampung Krajan itu
sendiri dan sebagian besar dari mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan seni. Angka Nol berdiri pada awalnya dengan tujuan untuk menggiring dan mengarahkan
1
Sebutan teater kampung yang diberikan berdasarkan atas pengertian dari teater itu sendiri, hanya saja berbeda dari teater kebanyakan yang beranggotakan orang-orang yang memiliki latar belakang seni,
sedangkan teater ini berisikan orang-orang kampung yang notabene hanya masyarakat awam.
pemuda-pemuda yang memang kebanyakan dari mereka bisa dikatakan semrawut. Dengan kondisi yang seperti itu, dibentuklah komunitas teater Angka Nol guna
mengubah image masyarakat tentang kampung Krajan. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekedar sekelompok orang yang hanya bisa berbuat onar,
melainkan mereka juga dapat memiliki sebuah prestasi. Hal ini diwujudkan melalui pentas seni pertunjukan. Bergabung di komunitas ini tidak sulit, karena siapapun bisa
ikut dari segala usia baik tua ataupun muda. Pertunjukan merupakan proses seseorang atau sekelompok manusia dalam
rangka mencapai tujuan artistik secara bersama. Dalam proses artistik ini, ada sekelompok orang yang mengkoordinasikan kegiatan tim produksi. Kelompok ini
yang menyediakan fasilitas, teknik penggarapan, latihan-latihan, dan alat-alat guna pencapaian ekspresi bersama. Hasil dari proses ini dapat dinikmati oleh penyelenggara
dan penonton. Bagi penyelenggara, hasil dari proses tersebut merupakan suatu kepuasan tersendiri, sebagai ekspresi estetis, pengembangan profesi, dan penyaluran
kreatifitas. Sedangkan bagi penonton, diharapkan dapat diperoleh pengalaman batin atau juga bisa sebagai media pembelajaran. Santosa, 2008 Terlepas dari bagaimana
mereka menyalurkan ekspresi melalui pentas seni teater, yang terpenting adalah bagaimana pesan yang ingin mereka sampaikan kepada khalayak dapat tersalurkan dan
diterima dengan baik. Bagi komunitas ini, bisa dikatakan bahwa dana bukan merupakan faktor utama agar komunitas ini tetap ada dan dapat terus berjalan, dalam artian asal
biaya operasional sudah terpenuhi, ada tempat serta peralatan, kapan dan dimanapun mereka bisa tampil. Kekurangan dana dapat ditutupi dengan membuat sendiri barang-
barang yang diperlukan pada waktu pentas. Kalau berbicara mengenai seni melukis, kita harus membeli kanvas dan sebagainya. Tapi di teater, saat kita tidak punya gitar,
kita bisa menggunakan ember sebagai pengganti alat musik. Saat kita tidak memiliki kostum, kita masih bisa memakai daster.
Komunitas teater Angka Nol hampir sama sekali tidak menggunakan media iklan dalam berpromosi. Namun begitu kegiatan dalam komunitas ini tetap dapat
berjalan. Iklan di media bukan merupakan satu hal yang harus dan wajib dilakukan, karena bagi komunitas ini tidak ada artinya promosi besar-besaran jika pada akhirnya
mereka tidak bisa memberikan yang terbaik bagi penontonnya. Pada dasarnya, mereka membentuk komunitas ini tidak hanya sekedar ingin tampil di hadapan khalayak,
melainkan mereka ingin berinteraksi dengan masyarakat. Ada pesan yang ingin
disampaikan melalui pentas yang mereka lakukan dimana mereka menampilkan sisi lain dari diri mereka.
Menurut Herzberg 1966, ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor
itu adalah faktor higiene faktor ekstrinsik dan faktor motivator faktor intrinsik. Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya faktor ekstrinsik, sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb faktor intrinsik.
2
Bagi Angka Nol sendiri, apa yang menjadi motivasi mereka bukanlah ketenaran, melainkan diakuinya
keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat. Keberadaan sebuah komunitas tidak melulu diukur dari seberapa besar modal yang mereka miliki. Melainkan bagaimana
komunikasi yang terjalin di dalamnya hingga dapat memperkokoh kelompok tersebut yang pada akhirnya dapat terus ada dan dikenal oleh masyarakat luas.
Dari latar belakang di atas, penulis bermaksud meneliti bagaimana pola komunikasi yang berlangsung dalam komunitas teater Angka Nol, dalam upayanya
untuk menunjukkan eksistensi karya mereka dalam dunia seni teater. Penelitian terdahulu ditulis oleh Aristiani 2012 dengan judul Pola
Komunikasi Organisasi dalam Menangani konflik. Penelitian ini mengangkat pola komunikasi organisasi dengan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa Mitra Gahana memiliki ciri komunkasi lingkaran dan roda. Komunikasi model lingkaran merupakan satu model dimana seluruh anggota organisasi
memiliki hak dan kedudukan yang sama serta memiliki kesempatan yang sama dalam mempengaruhi antar satu anggota kepada anggota yang lain tanpa ada poros atau pusat
komunikasi. Komunikasi model roda hampir sama dengan model lingkaran namun memiliki poros komunikasi yakni
opinion leader
dalam hal ini ketua orrganisasi. Penelitian lain mengenai teater juga pernah dilakukan oleh Soemantri
Sastrosuwondho dengan judul Teater Makyong Riau dan Pengembangannya. Penelitian
ini membahas tentang salah satu bentuk pertunjukan tradisional Melayu, yaitu teater Makyong. Bentuk teater yang lama dimunculkan kembali melalui bengkel kerja pada
2
http:d1maz.blogspot.com200912v-behaviorurldefaultvml-o.html diunduh pada tanggal 27
September 2012, pukul 18.14
awal tahun 1980. Menurut penulis, bengkel kerja itu hendaknya berkesinambungan dan dilanjutkan dengan studi untuk membandingkan berbagai bentuk teater Makyong yang
dikenal dalam kehidupan orang Melayu. Sastrosuwondho, 2012
1.2 Rumusan Masalah