PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN HIDUP SEMAKIN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di jaman yang penuh dengan persaingan ini makna Pancasila seolah-olah
terlupakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Menghilangnya Pancasila

dalam beberapa tahun terakhir merupakan sebuah keprihatinan kita bersama.
Berbagai fakta telah terjadi sebagai tanda semakin hilangnya Pancasila di
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa dan dasar negara Indonesia semestinya menjadi nilai-nilai yang
hidup dan menjadi acuan bersama dalam berbangsa dan bernegara.
Padahal sejarah perumusan Pancasila melalui proses yang sangat panjang
oleh para pendiri negara ini. Pengorbanan tersebut akan sia-sia apabila kita tidak
menjalankan amanat para pendiri negara yaitu pancasila yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.
Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak
terpisahkan karena setiap sila dalam pancasila mengandung empat sila lainnya
dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar tempatnya
atau dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang bersifat

sistematis dan hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila pancasila itu
menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat-tingkat, dimana
tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan
itu sehingga tidak dapat dipindahkan.
Bagi bangsa Indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila adalah
sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Kedua pengertian
tersebut sudah selayaknya kita fahami akan hakikatnya. Pancasila telah disusun
sedemikian rupa untuk mengayomi dan melindungi warga negara Indonesia dan
juga digunakan sebagai pedoman baik di dalam praktik tata kelola

pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari.

1

Untuk itu kita sebagai generasi penerus, sudah merupakan kewajiban
bersama untuk senantiasa menjaga kelestarian dan selalu mengamalkan nilainilai pancasila sehingga Pancasila tidak tergusur dan dilupakan oleh bangsa
indonesia. Karena pancasila merupakan dasar sekaligus pondasi bagi Negara
Indonesia. Apabila pondasi tersebut runtuh maka runtuh pula bangsa kita begitu
pula sebaliknya kuatnya sebuah pondasi maka akan menentukan kuatnya
bangunan yang berdiri diatasnya yaitu Negara republik Indonesia.


B. Pengertian Judul
A.

Pancasila
Pancasila, yang berarti lima dasar atau lima asas, adalah nama
daripada Dasar Negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah pancasila
telah dikenal sejak jaman Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat di
dalam buku Negarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma
karangan Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah Pancasila di samping
mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dari bahasa sanskerta), juga
mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (pancasila krama),
yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan.
2. Tidak boleh mencuri.
3. Tidak boleh berjiwa dengki.
4. Tidak boleh berbohong.
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan

bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada
Pancasila, namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
dan kita teruskan sampai sekarang.

2

Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan

yang

dipimpin

oleh


hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan
masyarakat Indonesia oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) dijadikan Dasar Negara Indonesia.
B. Pedoman Hidup
Landasan yang digunakan sebagai acuan atau pegangan yang harus
dilakukan sebagai dasar di dalam kehidupan sehari-hari.
C. Pancasila Sebagai Pedoman Hidup
Pancasila yang berarti lima dasar atau lima asas digunakan sebagai
acuan atau pegangan bangsa Indonesia di dalam kehidupan sehari-hari.
D. Pancasila Semakin Hilang di Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila yang menjadi dasar, yang semestinya dilaksanakan sebagai
acuan atau pegangan dalam kehidupan sehari-hari sedikit demi sedikit

ditinggalkan yang disebabkan karena adanya kesenjangan antara Pancasila
sebagai ideologi dan dasar hidup masyarakat Indonesia dengan realitas
sosial yang terjadi.

3

BAB II
PERMASALAHAN
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Hakikat Pengertian Pancasila
2. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
4. Bagaimana orang Indonesia tidak lagi Peduli dengan Pancasila ?
5. Ke depan apakah sebagai pengikat Pancasila masih dapat diandalkan?
6. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk menjaga nilai-nilai luhur

Pancasila?


B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Pendidikan
Pancasila.
2. Untuk memahami hakikat pengertian Pancasila.
3. Untuk memahami Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
4. Untuk memahami Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
5. Untuk mengetahui bagaimana orang Indonesia tidak lagi Peduli dengan
Pancasila.
6. Untuk mengetahui apakah sebagai pengikat Pancasila masih dapat
diandalkan.
7. Untuk mengetahui Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga nilai-nilai
luhur Pancasila.

4

BAB III
PEMBAHASAN

A. Hakikat Pengertian Pancasila

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Allah, Pencipta segala yang
ada dan semua makhluk.
Yang Maha Esa berarti Yang Maha Tunggal, tiada sekutu; esa dalam
zatNya, esa dalam sifatNya, esa dalam perbuatanNya, artinya bahwa Zat
Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat
Tuhan adalah sesempurna-sesempurnanya, bahwa perbuatan Tuhan tiada
dapat disamai oleh siapapun.
Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian dan
keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta Alam semesta beserta
isinya.
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu
kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akalpikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan
yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah, maka Negara Indonesia
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan
kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinannya

dan


untuk

beribadah

menurut

agamanya

dan

kepercayaannya itu.
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang
memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Karena potensi ini manusia
menduduki atau memiliki martabat yang tinggi. Dengan akal budinya,

5

manusia menjadi berkebudayaan. Dengan budi nuraninya manusia

menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia yang merupakan
essensia dan identitas manusia, karena martabat kemanusiaannya (human
dignity).
Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan
didasarkan atas norma-norma yang obyektif, jadi tidak subyektif apalagi
sewenang-wenang.
Beradab berasal dari kata adab yang berarti budaya. Jadi beradab
berarti berbudaya. Ini mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan dan
tindakan selalu berdasarkan nilai-nilai budaya, terutama norma sosial dan
kesusilaan (moral). Adab terutama mengandung pengertian tatakesopanan, kesusilaan atau moral. Dengan demikian beradab dapat
ditafsirkan sebagai berdasar nilai-nilai kesusilaan atau moralitas khususnya
dan kebudayaan umumnya.
Jadi, Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap
dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budinurani
manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan
umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap
alam dan hewan.
Potensi kemanusiaan ini dimiliki oleh semua manusia di dunia, tidak
pandang ras dan warna kulitnya, jadi bersifat universal. Mereka samasama memiliki martabat kemanusiaan yang tinggi. Mereka harus

diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan
fitrahnya sebagai makhluk Tuhan yang mulia.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan bersal dari kata satu, yang berarti utuh atau tidak terpecahpecah. persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam corak
yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.

6

Indonesia mengandung dua makna, pertama: makna geografis, yang
berarti sebagian bumi yang membentang dari 95˚-141˚ Bujur Timur dan 6˚
Lintang Utara sampai 11˚ Lintang Selatan. Kedua: makna bangsa dalam
arti politis, yaitu bangsa yang hidup di dalam wilayah tersebut. Indonesia
sila ke III ini ialah Indonesia dalam pengertian bangsa.
Jadi, Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia yang bersatu karena didorong untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan
berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam
kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan perdamaian yang
abadi.

4. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh himat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata “rakyat”, yang berarti sekelompok
manusia yang bediam dalam satu wilayah tertentu. Kerakyatan dalam
hubungan sila keempat ini berarti bahwa “kekuasaan yang tertinggi berada
di tangan rakyat”. Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat (rakyat yang
berdaulat/berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah).
Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang
sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa,
kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung
jawab serta didorong oleh itikad baik sesuai dengan hati nurani.
Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia
untuk merumuskan dan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan
kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan
pendapat atau mufakat.
Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur)
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan
bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui Badan-badan Perwakilan.

7

Jadi, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan

berarti

rakyat

dalam

menjalankan

kekuasaannya melalui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya
diambil dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikiran yang sehat
serta penuh tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun
kepada rakyat yang diwakilinya.
5. Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan Sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di
segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.
Seluruh Rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi Rakyat
Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia
maupun warga negara Indonesia yang berada di luar negeri.
Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia berarti, bahwa setiap
orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum,
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945,
makna keadilan sosial mencakup pula pengertian adil dan makmur.

B. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Sebagai bangsa/negara yang merdeka dan sederajat dengan bangsa
lain, kita pun mempunyai Pandangan Hidup yang disepakati oleh wakil-wakil
rakyat, menjelang dan sesudah Proklamasi (yang disahkan pada tanggal 19
Agustus 1945), yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
dalam

kehidupan

bermasyarakat,

berbangsa

dan

bernegara.

Tanpa

pegangan/pandangan hidup yang kuat dan tepat, suatu bangsa akan goyah.
Pandangan itu sangat perlu, untuk masa kini maupun masa depan, terlebih
lagi bangsa Indonesia yang dalam pertumbuhannya selalu mengalami cobaancobaan yang berat. Terlebih bagi Negara Republik Indonesia yang masih

8

tergolong muda dalam barisan negara-negara di dunia, maka masalah
pandangan hidup merupakan masalah yang sangat mendasar dan prinsipil.
Negara Republik Indonesia memang tergolong muda dalam barisan
negara-negara di dunia. Tetapi bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan
kebudayaannya yang tua, melalui masa gemilangnya negara Kerajaan
Sriwijaya, Majapahit dan Mataram kemudian mengalami masa penderitaan
penjajahan sepanjang tiga setengah abad, sampai akhirnya dalam tahun 1945.
Bangsa

kami

memproklamasikan

kemerdekaan

setelah

melakukan

perlawanan dan pemberontakan melawan penjajahan yang kejam kesemuanya
itu membentuk kepribadian kami. Kepribadian inilah yang kami tetapkan
menjadi pandangan hidup kami, falsafah Negara kami. Pancasila yang
merupakan kesatuan yang bulat dari Ketuhanan Yang Maha Esa,
Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial. Di
dalamnya mengandung dorongan-dorongan kepada kami untuk nilai-nilai
yang kami anggap luhur. Di dalamnya juga tersimpul kesadaran kami bahwa
manusia pada akhirnya tergantung pada imbangan antara manusia dengan
masyarakatnya,

keseimbangan

antar

manusia

dengan

Tuhan-nya,

keseimbangan antara kemajuan lahir dan kesejahteraan batin. (Presiden
Soeharto, 1979).
Dari penjelasan tersebut, maka pancasila sebenarnya bukan lahir
secara mendadak pada tahun 1945, melainkan melalui proses yang sangat
panjang dan dimatangkan oleh sejarah perjuangan Bangsa Indonesia sendiri,
dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, serta diilhami oleh ide-ide
besar dunia, akan tetapi tetap berpegang pada kepribadian Bangsa Indonesia
sendiri yang telah berakar sejak dahulu nenek moyang kita dan ide-ide besar
para “Pendiri Negara Republik Indonesia” (Anggota BPUPKI dan PPKI).
Maka jelaslah makna pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
adalah “kristalisasi nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia, yang diyakini
kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa Indonesia untuk
mewujudkannya”.

9

Kristalisasi adalah sesuatu yang telah tersaing dari nilai-nilai yang
ada, sehingga ia merupakan inti pokok yang telah mengkristal, kuat, kokoh,
tidak dapat pecah. Kristalisasi niali-nilai Pancasila adalah nilai sosial budaya
bangsa Indonesia yang mengkristal, telah terbentuk dari perjalanan sejarah
bangsa Indonesia, yang baik dan cocok dengan bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut: way of life,
weltanschauung,

wereldbeschouwing,

Wereld

en

levensbeschouwing,

pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup,
petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup
sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam kehidupan sehari-hari). Dengan kata
lain Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas
hidup dan kehidupan di dalam segala bidang. Semua tingkah laku dan tindak
perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran
dari semua sila Pancasila, karena Pancasila sebagai pedoman hidup selalu
merupakan satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain,
keseluruhan sila di dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis.
Pancasila yang harus dihayati ialah Pancasila sebagaimana tercantum di
dalam pembukaan UUD 1945. Dengan demikian jiwa keagamaan (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa), jiwa yang
berperikemanusiaan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila Kemanusiaan
yang adil dan beradab), jiwa kebangsaan (sebagai manifestasi/perwujudan
dari

sila

Persatuan

Indonesia),

jiwa

kerakyatan

(sebagai

manifestasi/perwujudan dari sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/perwakilan)

dan

jiwa

yang

menjunjung tinggi keadilan sosial (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) selalu terpancar dalam segala
tingkah laku dan tindak perbuatan setiap sikap hidup seluruh bangsa
Indonesia.

10

C. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Setiap Negara di dunia ini, supaya kokoh, kuat dan tangguh harus
memiliki fondasi (landasan) yang berakar kuat dan memiliki daya
penyanggah yang handal berupa “Dasar negara” keberadaan dasar negara
dapat dilukiskan bagaikan suatu bangunan yang besar, tinggi dan megah jika
tidak menggunakan fondasi yang kokoh dan memadai tentu lekas runtuh dan
rusak Pancasila dalam pengertian ini sering disebut Dasar Falsafah Negara
(Dasar Filsafat Negara), Philosophische Grondslag dari Negara, Ideologi
Negara, Staatsidee. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar
mengatur tata pemerintahan Negara. Atau dengan kata lain Pancasila
digunakan sebagai dasar negara untuk mengatur Penyelenggaraan Negara.
Mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara ini, Prof. Drs. Notonagoro,
SH, dalam karangan beliau yang berjudul “Berita pikiran ilmiah tentang jalan
ke luar dari kesulitan mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia” antara lain dinyatakan “di antara unsur-unsur pokok kaidah negara
yang pondamental, asas kerokhanian Pancasila adalah mempunyai kedudukan
istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia”. Di bagian
lain beliau mengatakan, “norma hukum yang pokok dan disebut pokok kaidah
pondamental daripada negara itu dalam hukum mempunyai hakikat dan
kedudukan yang tetap, kuat dan tak berubah bagi negara yang dibentuk,
dengan lain perkataan dengan jalan hukum tidak dapat diubah”.
Pendapat di atas menjelaskan, betapa fungsi dan kedudukan Pancasila
sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Hal ini penting sekali karena
UUD baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus bersumber dan
berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu. Artinya segala
peraturan perundangan secara material harus berdasar dan bersumber pada
pancasila. Apabila ada peraturan (termasuk di dalamnya UUD 1945) yang
bertentangan dengan nilai-nilai luhur pancasila, maka sudah sepatutnya
peraturan tersebut dicabut. Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 dan yang
pada hakikatnya adalah sebagai Sumber dari segala sumber hukum atau
sumber dari tertib hukum, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No.

11

XX/MPRS/1966 (Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978).
Maka seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat haruslah
didasari oleh Pancasila. Landasan hukum Pancasila sebagai dasar negara
memberi akibat hukum dan filosofis; yaitu kehidupan negara dari bangsa ini
haruslah berpedoman kepada Pancasila.

D. Bagaimana Orang Indonesia Tidak Lagi Peduli Dengan Pancasila
Mencermati kehidupan berbangsa di Indonesia saat ini, semakin jauh
dari tuntunan Pancasila, baik dalam praktik tata kelola pemerintahan maupun
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Berbagai fakta telah
terjadi sebagai tanda semakin hilangnya Pancasila di sendi-sendi kehidupan
berbangsa. Realitas sosial masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai
masalah sosial seperti kemiskinan, KKN atau konflik seperti tidak dapat
“diobati” oleh Pancasila. Bahkan dalam masyarakat saat ini terdapat
kecenderungan melihat Pancasila dengan apatis atau sinis sebagai sesuatu
ideologi yang pasif, tidak responsif, mudah dimanipulasi atau tidak relevan.
Hal ini bertentangan dengan keadaan sebelumnya di mana di masa Orde Baru
Pancasila justru dianggap sebagai ideologi yang sakral dan sakti. Singkatnya
terdapat suatu masalah penting dimana dirasakan terjadi semacam
kesenjangan antara Pancasila sebagai ideologi dan dasar hidup masyarakat
Indonesia dengan realitas sosial yang terjadi.
Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari
kehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah
berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan
lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah
mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah
pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:
(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya; (2) perkembangan
gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban

12

asasi manusia (KAM); (3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh
masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh
dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi"
informasi dengan segala dampaknya. perubahan tersebut telah mendorong
terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana
terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak
perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. (BJ Habibie,
2011)
Para pejabat negara yang seharusnya lebih memberikan teladan dalam
mengamalkan nilai-nilai Pancasila, sekarang ini justru terjadi sebaliknya.
Pelanggaran nilai-nilai Pancasila kerap terjadi di kalangan pejabat negara.
Korupsi adalah salah satu cerminan pelanggaran nilai-nilai Pancasila yang
dilakukan para oknum pejabat. Begitu banyak kasus korupsi yang terjadi di
negeri ini, mulai dari kasus-kasus besar seperti kasus Bank Century yang
merugikan uang Negara triliunan rupiah, kasus Gayus Tambunan yang
melahap uang pajak dari rakyat, kasus Nazarudin, kasus BLBI, kasus Nunun
Nurbaeti dan begitu banyak kasus korupsi lainnya.
Padahal jika kita lihat sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, seharusnya pejabat Negara lebih mengedepankan
kepentingan rakyat untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Tapi betapa
jahatya para pejabat kita yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan
golongan, memperkaya diri sendiri, tak peduli jutaan rakyat Indonesia yang
masih kelaparan.
Cerminan lain hilangnya Pancasila di sendi kehidupan para pejabat
kita adalah kesewenang-wenangan dan ketidakadilan. Kasus terbaru yang
mengiris hati kita yang di alami seorang anak berusia 15 tahun di Palu yang
mencuri sandal berharga 35.000 milik seorang anggota polisi. Anak tersebut
dimejahijaukan dan dinyatakan bersalah serta diancam hukuman 5 tahun.
Coba bayangkan, mencuri sandal diancam hukuman 5 tahun tapi para
koruptor yang mencuri uang rakyat miliaran rupiah hanya dijatuhi hukuman

13

beberapa bulan saja, dan tidak hanya itu, para koruptor masih dapat
menikmati kemewahan di dalam penjara.
Keadilan di negeri ini hanya tajam ke bawah tapi masih tumpul ke
atas. Pengadilan begitu tegasnya jika menghadapi rakyat kecil namun jika
berhadapan dengan para pejabat, orang besar, keadilan begitu mudahnya
dipermainkan. Kasus terakhir yang sangat menyedihkan adalah kasus bentrok
di Bima. Masyarakat Bima memprotes adanya tambang di daerah mereka
yang dirasa mengancam lingkungan, polisi mengerahkan anggotanya untuk
membubarkan warga, begitu beringasnya polisi membubarkan warga dengan
senjata yang berujung tewasnya 2 orang dan melukai puluhan orang. Polisi
yang seharusnya melindungi masyarakat namun yang terjadi malah polisi
seakan menganggap masyarakat musuh negeri yang harus dilenyapkan.
Hilangnya nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa juga
terjadi dalam kehidupan rakyat biasa. Persatuan bangsa yang semakin lama
terhapus akibat tingginya primordial, yaitu suatu penyempitan fokus perhatian
pada kelompok sendiri dimana kemampuan untuk merasakan kebersamaan
“kita sebangsa” atau “kita sewilayah” diganti oleh perspektif “mereka” dan
“kami”, di mana “kami” semakin sempit dan “mereka” yang lain dirasakan
sebagai ancaman. Akibatnya semakin marak bentrokan antar warga ataupun
antar suku yang seringkali hanya dilatarbelakangi oleh masalah kecil.
Kekerasan atas nama agama semakin marak terjadi di negeri ini,
kerukunan antar umat beragama yang terkandung dalam Pancasila sudah
tidak lagi diamalkan bangsa ini. Belum lagi moral pelajar negeri ini yang
terus memprihatinkan ditambah lagi dengan besarnya arus globalisasi yang
memudahkan masuknya kebudayaan luar yang bertentang dengan nilai-nilai
Pancasila. Aspirasi mahasiswa dalam demo juga sering diwujudkan dengan
tindakan kekerasan, seperti membakar ban di tengah jalan, memblokade jalan,
menghadang bahkan membakar kendaraan yang lewat. Seakan sudah hilang
citra masyarakat Indonesia yang terkenal ramah tamah.

14

E. Apakah Sebagai Pengikat Pancasila Masih Dapat Diandalkan
Tergantung bagaimana orang Indonesia menanggapinya sekarang.
Kalau saya, jujur saja, sangat khawatir. Orang sekarang malas berbicara soal
Pancasila. Saya bertanya, siapa yang mau berdiskusi soal Pancasila sekarang?
Orang kampus saja, sudah ogah. Sebagai warga negara, justru hal seperti itu
sangat saya khawatirkan. Tidak ada sebuah negara yang tidak tegak di atas
sebuah ideologi. Selonggar apa pun pengertian ideologi itu. Amerika punya
ideologi, ideologi demokrasi. Kita punya apa? Angkatan pergerakan nasional
sudah memberikannya kepada kita, yakni Pancasila. Sayangnya, dalam upaya
penerapannya, Pancasila selalu ditawarkan dalam bahasa cuci otak.
Dipaksakan dengan cara indoktrinasi. (Prof. Anhar Gonggong, 2008)
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa orang Indonesia seolah
sudah lupa bahwa mereka memiliki dasar negara yang harus dikembangkan
dan dipahami. Melalui pendidikan, Pancasila dapat disosialisasikan sebagai
ilmu. Dapat dalam bermacam-macam bentuknya. Misalnya, melalui ilmu
sejarah,

dengan

menerangkan

secara

benar

proses

kelahiran

dan

perumusannya atau melalui ilmu kenegaraan, bagaimana kita bernegara
secara Pancasilais. Jadi, Pancasila dapat berkembang dan tidak hanya sekadar
dikunyah-kunyah sebagai alat verbalistik. Pancasila harus menjadi ide
realistik.
Pancasila memang tidak pernah sukses saat diterapkan. Itu adalah
sebuah fakta dari zaman Bung Karno sampai Pak Harto dan sampai sekarang
implementasi Pancasila itu gagal. Di mana-mana, rakyat jauh dari
kesejahteraan dan menderita. Yang sebaiknya dilakukan adalah mencari
pemimpin yang baik. Jelas, persoalan ini ada pada pemimpin. Selama kita
tidak mendapatkan pemimpin yang baik, kehidupan bangsa akan selalu
seperti ini.

15

F.

Upaya Menjaga Nilai-nilai Luhur Pancasila
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan suatu
cerminan dari kehidupan masyarakat Indonesia (nenek moyang kita) dan
secara tetap telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa
Indonesia. Untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus mampu
menjaga nilai – nilai tersebut. Untuk dapat melakukan hal tersebut maka perlu
adanya berbagai upaya yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Upaya-upaya tersebut antara lain :
1. Melalui dunia pendidikan, dengan menambahkan mata pelajaran khusus
pancasila pada setiap satuan pendidikan bahkan sampai ke perguruan
tinggi
2. Lebih memasyarakatkan pancasila dan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya.
3. Menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
4. Memberikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap pancasila.
5. Menolak dengan tegas faham-faham yang bertentangan dengan pancasila.
Demikianlah beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk menjaga
nilai-nilai luhur pancasila sehingga masyarakat yang aman dan sejahtera
dapat terwujud.

16

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila sebagai ideologi negara yang telah direncanakan oleh
para pendiri bangsa, belum begitu terwujud dengan apa yang diinginkan.
Hal ini terlihat dari bagaimana cara pemerintah maupun masyarakat
Indonesia dalam memahami dan melaksanakan pancasila sebagai pedoman
hidup maupun sebagai landasan hukum tertinggi.
Bahkan pada jaman sekarang ini Pancasilan seolah telah terlupakan
oleh bangsa Indonesia baik itu sebagai Pedoman hidup maupun landasan
hukum berbangsa Indonesia. Dan apa yang terjadi dalam negara ini tidak
lain adalah akibat dari terlupakannya nilai arti yang terkandung dalam
Pancasila dan bangsa ini tidak lagi menanamkan Budaya Berpancasila
sebagai ideologi.

B. Saran
Kita sebagai bangsa yang besar yang telah dari setengah abad
mengaku merdeka hendaklah berbenah dan kembali pada jati diri bangsa
yang berpedoman pada Pancasila. Lebih memahami nilai dari kandungan
Pancasila dan melaksanakannya dengan kesadaran dan keikhlasan hidup
berbagsa, sebagai bangsa yang besar. Untuk memwujudkan negara yang
maju disegani negara lain dengan berpegang teguh pada Pancasila.

17

DAFTAR PUSTAKA

M. Aziz Toyibin dan A. Kosasih Djahiri. (1992/1993). Pendidikan Pancasila I.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Pendidikan.
Prof. Darji Darmodiharjo, SH. (1984). Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Jakarta:
Aries Lima.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. (1985). Undang-Undang Dasar.
Indonesia: PT Cicero.
Prof. Drs. C. S. T. Kansil, S.H dan Christine S. T. Kansil, S.H, M. H. (2003).
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Policy paper. (2012). Revitalisasi Pendidikan Pancasila. Jakarta: Sekolah Tanpa
Batas.
Tim Modul Pkn SMA Jakarta Timur. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Galuh Pustaka.
Simposium Pringatan Hari Lahir Pancasila. (2006). Restorasi Pancasila
Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas. Jakarta: GH2J4
Franz Magnism – Suseno. (2007). Berebut Jiwa Bangsa. Jakarta: Kompas
http://habibiecenter.or.id/detilurl/id/117//Pidato.BJ.Habibie.Dalam.Peringatan.Hari
.Lahir.Pancasila
http://nasional.kompas.com/read/2013/06/02/07041698/Pancasila.Makin.Dibutuh
kan.Bangsa.Ini
http://wardonojakarimba.blogspot.com/2012/01/hilangnya-pancasila-di-sendisendi.html
http://nauvallrizal.tumblr.com/post/47541591110/hilangnya-nilai-nilai-pancasiladari-jiwa-anak
http://phenabiru.wordpress.com/2013/04/27/penyimpangan-perilaku-warganegara-terhadap-nilai-nilai-pancasila/
http://suryaden.blogspot.com/2008/11/anhar-gonggong-two-thums-up.html

18

http://www.harianhaluan.com/index.php/haluan-kita/15162-reformasi-dantergerusnya-nilai-nilai-luhur-pancasila

19