PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMADATAN TERHADAP NILAI STABILITAS MARSHALL PADA LASTON (AC-WC)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMADATAN TERHADAP NILAI STABILITAS MARSHALLPADA LASTON (AC-WC)

Oleh Serli Carlina

Peningkatan jumlah lalu-lintas sebagai moda angkutan transportasi harus dilayani dan didukung oleh prasarana jalan yang berkualitas sehingga lalu-lintas yang melewati jalan tersebut merasa aman dan nyaman.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur pemadatan terhadap nilai stabilitas marshall pada campuran Asphalt Concrete-Wearing

Course(AC-WC) dengan gradasi kasar pada batas atas dan batas tengah mengacu

pada Spesifikasi Bina Marga 2010. Berdasarkan hasil percobaan nilai kadar aspal optimum yang digunakan untuk batas atas yaitu kadar aspal 6,65% dan batas tengah 6,45%, setelah itu dilakukan pemadatan dengan variasi suhu 100oC, 115oC, 130oC, 145oC dan 160oC.

Dari hasil analisis diperoleh bahwa batas atas dan batas tengah yang memenuhi spesifikasi pada suhu pemadatan 145oC dan 160oC, dikarenakan nilai stabilitas, VMA, VIM, flow, VFA, dan MQ telah memenuhi standar. Pada suhu 100oC, 115oC dan 130oC tidak memenuhi spesifikasi, hal ini dikarenakan nilai MQ mengikuti kondisi dari nilai stabilitas dan flow dan nilai VIM, semakin meningkatnya suhu pemadatan nilai VIM semakin turun karena pada saat pencetakan benda uji, aspal yang panas lebih mudah menyelimuti agregat sedangkan bila suhu pemadatan rendah aspal sulit menyelimuti agregat sehingga aspal dan agregat tidak menyampur secara homogen.

Kata kunci: Temperatur/suhu,Asphalt Concrete-Wearing Course(AC-WC), ParameterMarshall,Spesifikasi Bina Marga 2010.


(2)

THE EFFECT OF THE COMPACTION TEMPERATURE VARIETY ON THE VALUE OFMARSHALLSTABILITY ONLASTON(AC-WC)

By Serli Carlina

The increasing of the traffic as the central public transportation must be served and supported by a quality road infrastructure so that the traffic will be safe and comfortable.

This research was conducted to determine the effect of compaction temperature variety on Marshall Stability values to the Asphalt Concrete Wearing Course

(AC-WC) with the hard grading on the upper and middle limits refers to the

specifications of Highways in 2010. Based on the experimental results the optimum bitumen content values were used for the upper limit was 6,65% for the substance of the asphalt and the middle limit was 6,45%. After that, the substance will be compacted by the temperature 100ºC, 115ºC, 130ºC, 145ºC and 160ºC. From the results of the analysis showed that the upper limit and the middle limit met up the specifications on the compaction temperature 145ºC and 160ºC because the value of stability, VMA, VIM, flow, VFA, and MQ have fulfilled the standard. Meanwhile, the temperature of 100ºC, 115ºC and 130ºC does not met up with the specifications. It caused by the values of MQ followed the conditions of

flowandstabilityof VIM value, the more increase of the compaction temperature,

the lower VIM value will be at the same time the hot asphalt substance which has made will be easier to envelope the aggregate. The other hand, the low compaction temperature asphalt will be hard to envelope the aggregate asphalt. So, those cannot be mixing homogeneously.

Keywords: Temperature, Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC),


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 24 September 1992, anak ketiga dari empat bersaudara dari keluarga pasangan Bapak Soepario, S.H (alm) dan Ibu Eti Meirini, S.H.

Penulis mengawali studi di Taman Kanak-Kanak PGRI Metro Timur pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 2 Metro Timur pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke SMP Negeri 3 Kota Metro dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke SMA Negeri 1 Kota Metro dan lulus pada tahun 2009. Kemudian penulis berhasil masuk ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Lampung dan terdaftar pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil (S1) melalui jalur SNMPTN pada tahun 2009.

Pada tahun 2010-2011 Penulis menjabat sebagai anggota dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HIMATEKS). Selain itu penulis telah mengikuti Kerja Praktik pada Proyek Fly Over Jalan Sultan Agung Dan Jalan Ryacudu Bandar Lampung selama tiga bulan dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Mesuji selama 40 hari. Pada tahun ajaran 2013-2014 penulis diangkat sebagai asisten dosen pada Laboratorium Inti Jalan Raya.


(8)

(9)

PERSEMBAHAN

Teriring do a dan cinta,

Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang saya sayangi untuk ibu ku tersayang, kakak dan adik ku serta teman-teman terima kasih


(10)

“Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, dan bahwa usahanya akan kelihatan nantinya”. (Q.S. An Najm ayat 39-40)

“ Perjuangan adalah awal dari kesuksesan, namun halangan dan rintangan


(11)

vi

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul “PENGARUH

VARIASI TEMPERATUR PEMADATAN TERHADAP NILAI

STABILITAS MARSHALL PADA LASTON (AC-WC)” tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana teknik pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Pada penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung;

2. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung;

3. Bapak Ir. Priyo Pratomo, M.T., sebagai Pembimbing I dan Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., sebagai Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;


(12)

5. Ibu Dr. Rahayu Sulistyorini, S.T., M.T., sebagai dosen penguji skripsi saya yang telah memberikan saran dan kritik dalam menyempurnakan dan melengkapi skripsi penulis ini;

6. Keluargaku Ibu (Eti Meirini), kakakku (Anne Carolina dan Rio Maryata) serta Adikku (Yance Carina) yang selalu tulus memberi cinta kasih, do’a, nasihat, dukungan dan semangat kepada penulis terima kasih banyak.

7. Seluruh staf pengajar dan karyawan di lingkungan Jurusan Teknik Sipil, khususnya Laboratorium Inti Jalan Raya Universitas Lampung, atas apa yang telah penulis rasakan manfaatnya.

8. Teman seperjuangan skripsi penulis, Andi Syah Putra S, Darta Suhendra, Andra Kurnia M yang telah bekerja sama dengan baik;

9. Yoka Pratiwi, Arischa Oktaviana, Dewi Yayu Arfilia, Hertika, serta kepada mahasiswa dan mahasiswi praktikum perkerasan jalan I angkatan 2011 yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium;

10. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung angkatan 2009.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Penulis berharap skripsi ini bisa menjadi referensi bagi pembaca mengenai perkerasan jalan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penyampaiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir


(13)

xiv

kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis


(14)

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Batasan Masalah ... 2

E. Manfaat Penelitian ... 3

F. Sistematika Penulisan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan ... 5

B. Lapis Aspal Beton (Laston) ... 6

C. Bahan Penyusun Campuran Aspal Beton... 7

1. Agregat... 7

2. Aspal... 14

D. Karakteristik Campuran Beraspal... 16

1. Stabilitas (Stability) ... 16

2. Keawetan (Durability) ... 17

3. Kelenturan (Flexibility) ... 17

4. Ketahanan Terhadap Kelelahan (fatique resistance) ... 17

5. Tahanan Geser/Kekesatan (skid resistance) ... 17

6. Kedap Air (impermeability)... 18

7. Kemudahan Pelaksanaan (workability) ... 18

E. Kadar Aspal Rencana ... 18

F. Volumetrik Campuran Aspal Beton ... 19

1. Rongga Udara dalam Campuran (VIM)... 19

2. Rongga pada Campuran Agregat (VMA)... 20

3. Rongga Terisi Aspal (VFA) ... 21


(15)

ii

a. Berat JenisBulkAgregat ... 22

b. Berat Jenis Efektif Agregat ... 23

c. Berat Jenis Maksimum Campuran... 23

G. Suhu/Temperatur ... 24

H. MetodeMarshall... 25

I. Penelitian Terkait... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian ... 31

B. Bahan ... 31

C. Peralatan ... 31

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 33

1. Persiapan... 33

2. Pengujian Bahan ... 33

3. Perencanaan Campuran ... 34

4. Tahapan dalam Merencanakan Campuran Aspal ... 35

5. Pembuatan dan Pengujian Benda Uji ... 38

6. Menghitung ParameterMarshall... 40

7. Pengolahan dan Pembahasan Hasil ... 41

E. Diagram Alir Penelitian... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Aspal dan Agregat ... 43

1. Pengujian Agregat ... 43

2. Pengujian Aspal ... 46

B. Desain Campuran Aspal ... 49

1. Perencanaan Persentase Agregat Campuran ... 49

2. Penentuan Perkiraan Kadar Aspal Rencana ... 51

3. Menghitung Berat Jenis Maksimum ... 53

4. Menghitung Berat Total Agregat ... 56

5. Menghitung Berat Masing-masing Agregat ... 57

6. Membuat Benda Uji dan Pengujian dengan AlatMarshall ... 59

7. Hasil Pengujian Campuran Beraspal dengan Alat Marshall ... 59

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75

1. Variasi Temperatur Pada Campuran Lapis Aspal Beton AC-WC Gradasi Kasar Batas Atas... 76

2. Variasi Temperatur Pada Campuran Lapis Aspal Beton AC-WC Gradasi Kasar Batas Tengah ... 77

3. Analisa PengujianMarshall ... 79

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA


(16)

LAMPIRAN

Lampiran A (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) Lampiran B (Perhitungan Dan Hasil Pengujian Aspal) Lampiran C (Gambar Alat Dan Pengujian Di Laboratorium) Lampiran D (Surat Rekomendasi)


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ketentuan Sifat–Sifat Campuran Laston AC - WC... 7

2. Ketentuan Agregat Kasar. ... 9

3. Ketentuan Agregat Halus ... 10

4. Amplop Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal ... 12

5. Spesifikasi Aspal Keras Pen 60/70... 16

6. Ketentuan Viskositas dan Temperatur Aspal untuk Pencampuran dan Pemadatan ... 25

7. Beberapa Penelitian Terdahulu Yang Relevan……… 27

8. Standar pengujian aspal ... 33

9. Standar pemeriksaan agregat ... 34

10. Ketentuan pembuatan benda uji campuran LASTON AC-WC ... 37

11. Pencampuran setelah didapat nilai KAO ... 37

12. Hasil pengujian agregat kasar ... 44

13. Hasil pengujian agregat halus ... 45

14. Hasil pengujianfiller ... 46

15. Hasil pengujian aspalshellpenetrasi 60/70 ... 47

16. Gradasi agregat untuk campuran laston AC-WC ... 50


(18)

18. Jumlah proporsi pada setiap fraksi ... 51

19. Perkiraan nilai kadar aspal batas atas ... 52

20. Perkiraan nilai kadar aspal batas tengah ... 52

21. Perhitungan berat jenis agegat pada batas atas ... 54

22. Perhitungan berat jenis maksimum pada batas atas ... 54

23. Perhitungan berat jenis agegat pada batas tengah ... 55

24. Perhitungan berat jenis maksimum pada batas teng ... 55

25. Berat masing-masing agregat untuk batas atas ... 57

26. Berat masing-masing agregat untuk batas tengah ... 58

27. Hasil pengujian sampel pada batas atas ... 60

28. Kadar aspal optimum ... 67

29. Hasil pengujian sampel pada batas tengah ... 68

30. Kadar aspal optimum ... 75

31. Hasil pengujian sampel kadar aspal optimum pada batas tengah ... 76


(19)

(20)

Gambar Halaman 1. Grafik Gradasi CampuranAsphalt Concrete-Wearing Course(AC-WC)

Bergradasi Kasar Spesifikasi Bina Marga 2010... 13

2. Diagram Alir Penelitian di Laboratorium ... 42

3. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan stabilitas batas atas ... 61

4. Grafik hubungan antara kadar aspal denganflow(kelelehan) batas atas ... 62

5. Grafik hubungan antara kadar aspal denganMarshall Quotien(MQ) batas atas... 63

6. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VIM batas atas ... 64

7. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VMA batas atas ... 65

8. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VFA batas atas... 66

9. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan stabilitas batas tengah ... 69

10. Grafik hubungan antara kadar aspal denganflow(Kelelehan) batas tengah... 70

11. Grafik hubungan antara kadar aspal denganMarshall Quotien(MQ) batas tengah... 71

12. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VIM batas tengah ... 72

13. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VMA batas tengah ... 73

14. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VFA batas tengah ... 74


(21)

16. Grafik hubungan antara temperatur denganflow ... 81 17. Grafik hubungan antara temperatur dengan MQ (Marshall Quotient) .. 82 18. Grafik hubungan antara temperatur dengan VIM ... 84 19. Grafik hubungan antara temperatur dengan VMA ... 85 20. Grafik hubungan antara temperatur dengan VFA ... 87


(22)

A. Latar Belakang

Jumlah pertumbuhan volume lalu-lintas setiap tahun kian meningkat dikarenakan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dan mengakibatkan peningkatan mobilitas antar daerah, antar provinsi bahkan antar negara. Kondisi tersebut harus didukung oleh konstruksi jalan yang berkualitas, terutama dari kualitas lapis perkerasan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara.

Kerusakan jalan telah menjadi permasalahan yang biasa di hadapi oleh penduduk sekarang ini, beberapa hal yang menjadi penyebab kerusakan di beberapa daerah adalah sebagai berikut: mutu jalan yang kurang baik, kondisi drainase permukaan jalan, pemadatan lanjut akibat pembebanan lalu-lintas di lapangan dapat menyebabkan penurunan struktural dalam campuran sampai mengakibatkanbleeding.

Bleeding terjadi jika dalam pelaksanaan penghamparan, pengontrolan

terhadap temperatur pemadatan yang tidak sesuai dengan syarat suhu pemadatan suatu jenis aspal panas (Hot Mix), sehingga tidak tercapainya nilai kepadatan yang direncanakan banyaknya lokasi perkerasan yang tidak dapat melayani sesuai umur rencana yang direncanakan.


(23)

2

Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan penelitian pengaruh variasi temperatur pemadatan terhadap lapis aspal beton yang diteliti adalah Asphalt

Concrete - Wearing Course (AC-WC) dengan suhu pemadatan standar

sebesar 145oC (Bina Marga 2010). Pada variasi suhu 100oC, 115oC, 130oC, 145oC dan 160oC menggunakan aspal shell 60/70 dan hasilnya akan dibandingkan dengan parameter Marshall yang mengacu pada Spesifikasi Bina Marga 2010.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini yang dibahas ialah mengenai pengaruh variasi temperatur pemadatan terhadap nilai stabilitas

Marshallpada Lapisan aspal beton (AC-WC).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin ditinjau dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur pemadatan terhadap nilai stabilitas Marshall

pada campuranAsphalt Concrete - Wearing Course(AC-WC) dengan gradasi kasar ditinjau dari batas atas dan batas tengah mengacu pada Spesifikasi Bina Marga 2010.

D. Batasan Penelitian

Masalah pada penelitian ini dibatasi pada pengaruh tingkat variasi temperatur dalam campuran aspal beton terhadap nilai stabilitas Marshall dengan melakukan pengujian di Laboratorium. Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :


(24)

1. Tipe campuran yang digunakan adalah Asphalt Concrete - Wearing

Course (AC-WC) dengan bergradasi kasar dengan menggunakan

spesifikasi umum Bina Marga 2010.

2. Penelitian ini memfokuskan pada 5 (lima) variasi temperatur uji pemadatan, yaitu: 1000C, 1150C, 1300C, 1450C dan 1600C.

3. Perkiraan kadar aspal optimum (Pb) yang digunakan adalah lolos di dalam gradasi pada batas atas dan batas tengah dengan variasi perkiraan kadar aspal optimum, yaitu: -1,0, -0,5, Pb, +0,5, +1,0.

4. Bahan pengikat yang digunakan adalah aspalshell60/70.

5. Permasalahan yang diamati adalah parameter - parameterMarshall.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan bisa memberikan informasi kepada pihak - pihak terkait mengenai pengaruh dari perubahan variasi temperatur pemadatan khususnya pada campuran AC-WC untuk gradasi kasar sebagai lapis aus permukaan lentur ditinjau terhadap sifat Marshall {stability, flow, void in mineral aggregate (VMA), void in mix (VIM), void filled with asphalt (VFA)

dan Marshall Quotient} yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan tentang pentingnya pemilihan material dan pengaruhnya pada kualitas perkerasan terhadap perubahan variasi temperatur campuran aspal panas.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Tugas Akhir ini digunakan sistematika penulisan sebgai berikut :


(25)

4

Bab 1 Pendahuluan

Berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini membahas teori-teori serta rumus-rumus yang digunakan untuk menunjang penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini akan menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam proses pengolahan data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini akan berisi tentang pelaksanaan penelitian yang dilakukan mencakup hasil pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan pembahasan data berdasarkan hasil yang diperoleh dan teori yang ada.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini akan berisi kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini dan saran mengenai topik dari Tugas Akhir ini. Pada akhir penulisan ini akan dilampirkan daftar pustaka yang digunakan sebagai referensi penunjang dan lampiran yang berisi data-data penunjang dalam proses pengolahan data.


(26)

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman, 2003). Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari beberapa lapisan konstruksi jalan yang memikul dan menyebarkan beban lalu-lintas diatasnya ke tanah dasar. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu:

1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan


(28)

atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton (slabbeton).

B. Lapis Aspal Beton (Laston)

Lapis beton aspal (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu (Silvia Sukirman, 1999). Material agregatnya terdiri dari campuran agregat kasar, agregat halus dan filler yang bergradasi baik yang dicampur dengan

penetration grade aspal. Laston dikenal pula dengan nama AC (Asphalt

Concrete). Tebal nominal minimum Laston adalah 4 - 6 cm, sesuai fungsinya

Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu:

1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt

Concrete-Wearing Course), dengan tebal nominal minimum adalah 4 cm.

2. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt

Concrete-Binder Course), dengan tebal nominal minimum adalah 5 cm.

3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt

Concrete-Base), dengan tebal nominal minimum adalah 6 cm.

Lapisan aspal beton (laston) yang secara umum digunakan secara luas diberbagai negara dalah direncanakan untuk memperoleh kepadatan yang tinggi, nilai struktural tinggi dan kadar aspal yang rendah. Hal ini biasanya mengarah menjadi suatu bahan yang relatif kaku, sehingga konsekuensi ketahanan rendah dan keawetan yang terjadi rendah pula. Ketentuan tentang sifat-sifat campuran laston AC-WC dapat dilihat pada Tabel 1.


(29)

7

Tabel 1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston AC-WC

Sifat-Sifat Campuran

Laston

Lapis Aus Lapis Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar

Kadar aspal efektif (%) 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5

Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min. 3,5

Maks. 5,0

Rongga dalam agregat (VMA) (%)

Min.

15 14 13

Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 63 60

StabilitasMarshall(kg) Min. 800 1800

Maks. -

-Pelelehan (mm) Min. 3 4,5

Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300

StabilitasMarshallSisa (%)

setelah perendaman Min. 90

selarna 24 jam. 60 °C

Rongga dalam campuran (%)

padaKepadatan membal Min. 2,5

Sumber: Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.3.(1c)

C. Bahan Penyusun Konstruksi Perkerasan Jalan

Bahan lapis aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras. Berikut bahan penyusun konstruksi perkerasan jalan yang digunakan:

1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun buatan. Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat.


(30)

Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75%–85% agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman, 2003).

Pemilihan jenis agregat yang sesuai untuk digunakan pada konstruksi perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu perkerasan jalan. Berdasarkan ukuran butirannya

aggregatedikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Agregat Kasar

Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan di saringan 2,36 mm, atau sama dengan saringan standar ASTM No. 8. Dalam campuran agregat -aspal, agregat kasar sangat penting dalam membentuk kinerja karena stabilitas dari campuran diperoleh dari interlocking antar agregat. Fungsi agregat kasar adalah untuk memberikan kekuatan pada campuran dan memperluas mortar, sehingga campuran menjadi lebih ekonomis. Selain memperkecil biaya, tingginya kandungan agregat kasar juga memberi keuntungan berupa meningkatkan tahanan gesek lapis perkerasan. Tingginya kandungan agregat kasar membuat lapis perkerasan lebih permeabel. Hal ini menyebabkan ronga udara meningkat, sehingga air mudah masuk dan menurunnya daya lekat bitumen, maka terjadinya pengelupasan aspal dari batuan.


(31)

9

Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah Tabel 2 yang berisi tentang ketentuan untuk agregat kasar.

Tabel 2. Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

natrium dan magnesium sulfat SNI 3407:2008 Maks.12 %

Abrasi dengan mesin Los Angeles

Campuran AC bergradasi kasar

SNI 2417:2008

Maks. 30% Semua jenis campuran

aspal bergradasi lainnya Maks. 40%

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI

03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm) DoT’s Pennsylvania Test Method, PTM No.621

95/90 1

Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm) 80/75 1

Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791

Perbandingan 1 :5 Maks. 10 %

Material lolos Ayakan No.200 SNI

03-4142-1996 Maks. 1 %

Sumber: Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(1a)

b. Agregat Halus

Agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antar partikel. Bahan ini dapat terdiri dari butiran-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari keduanya tertera pada Tabel 3.


(32)

Tabel 3. Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Standar Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997

Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70% untuk AC

bergradasi kasar

Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%

Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%

Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm) AASHTO TP-33

atau ASTM C1252-93

Min. 45 Angularitas (kedalaman dari

permukaan 10 cm) Min. 40

Sumber:Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi,

Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(2a)

c. Bahan Pengisi (Filler)

Mineral pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No.200 (0,075 mm).

Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.

d. Sifat Agregat

Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya pelekatan dengan aspal (Silvia Sukirman, 2003). Adapun sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain:


(33)

11

1) Gradasi Agregat

Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074 mm), dimana saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang paling halus terletak paling bawah. Satu saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup (Silvia Sukirman, 1999). Gradasi agregat dapat dibedakan sebagai berikut:

a) Gradasi seragam

Gradasi seragam adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka

(open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus

sehingga terdapat banyak rongga atau ruang kosong antar agregat.

b) Gradasi rapat

Gradasi rapat adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus, sehingga sering juga disebut gradasi menerus atau garadasi baik (well graded). Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kedap air, berat volume besar.

c) Gradasi senjang


(34)

yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali. Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebut diatas.

Tabel 4. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal

Ukuran Ayakan

% Berat Yang Lolos LASTON (AC)

Gradasi Halus Gradasi Kasar

(Inci) (mm) AC-WC AC-BC AC-Base AC-WC AC-BC AC-Base

11/2'' 37,5 - - 100 - - 100

1" 25 - 100 90 - 100 - 100 90 - 100

3/4'' 19 100 90–100 73 - 90 100 90 - 100 73 - 90

1/2'' 12.5 90 - 100 74–90 61 - 79 90 - 100 71 - 90 55 - 76

3/8'' 9.5 72 - 90 64–82 47 - 67 72 - 90 58 - 80 45 - 66

No.4 4.75 54 - 69 47–64 39,5 - 50 43 - 63 37 - 56 28 - 39,5

No.8 2.36 39,1 - 53 34,6–49 30,8 - 37 28 - 39,1 23 - 34,6 19 - 26,8

No.16 1.18 31,6 - 40 28,3–38 24,1 - 28 19 - 25,6 15 - 22,3 12 - 18,1

No.30 0.6 23,1 - 30 20,7–28 17,6 - 22 13 - 19,1 10 - 16,7 7 - 13,6

No.50 0.3 15,5–22 13,7–20 11,4 - 16 9 - 15,5 7 - 13,7 5 - 11,4

No.100 0.15 9–15 4–13 4 - 10 6–13 5 - 11 4,5 - 9

No.200 0.075 4–10 4–8 3–6 4 - 10 4 - 8 3 - 7

Sumber: Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.3


(35)

13

Grafik gradasi agregat campuran Laston AC-WC bergradasi kasar dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Grafik gradasi campuran Laston AC-WC bergradasi kasar Spesifikasi Bina Marga 2010

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0.01 0.1 1 10 100

%

L

ol

os

Diameter Saringan (mm)

Kurva Gradasi Agregat


(36)

2. Aspal

Menurut Silvia Sukirman (2003), Aspal merupakan material perekat yang berwarna hitam atau coklat tua yang berasal dari bekas penyulingan minyak bumi dengan unsur utama bitumen. Pada temperatur ruang tertentu akan berbentuk padat dan bersifat termoplastis, pada suhu dinaikkan atau dipanaskan akan mencair dan dapat digunakan untuk membungkus partikel agregat pada saat pencampuran aspal. Aspal merupakan material visco

elastic dan termoplastis, berarti sifatnya bervariasi dari kental sampai

elastis atau mencair tergantung pada waktu pembebanan dan temperatur selama pencampuran serta pemadatan dari campuran aspal. Sifat aspal dapat dinyatakan sebagai viskositas tetapi pada kebanyakan kondisi pelayanan aspal visco-elasticatility dan sifatnya dapat dinyatakan dalam modulus kekakuan.

Aspal pada lapis keras jalan berfungsi sebagai bahan ikat antar agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan agregat. Aspal yang digunakan pada penelitian ini merupakan aspal keras hasil penyulingan minyak mentah produksi Shell. Jenis-jenis aspal buatan hasil penyulingan minyak bumi terdiri dari:

a. Aspal keras

Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat viskoelastis

sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Aspal yang digunakan dapat berupa aspal keras


(37)

15

penetrasi 60 atau penetrasi 80 yang memenuhi persyaratan aspal keras. Jenis-jenisnya:

1) Aspal penetrasi rendah 40/55, digunakan untuk kasus jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas. 2) Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas sedang atau tinggi, dan daerah dengan cuaca iklim panas.

3) Aspal penetrasi rendah 80/100, digunakan untuk kasus jalan dengan volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.

4) Aspal penetrasi rendah 100/110, digunakan untuk kasus jalan dengan volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.

b. Aspal cair

Aspal cair merupakan aspal hasil dari pelarutan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. Aspal cair digunakan untuk keperluan lapis resap pengikat (prime coat).

c. Aspal emulsi

Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan didispersikan dalam air.

Berikut ini adalah Tabel 5 yang berisi spesifikasi dari aspal keras penetrasi 60/70.


(38)

Tabel 5. Spesifikasi aspal keras pen 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyaratan

1 Penetrasi, 25oC, 100 gr, 5 detik; 0,1 SNI 06-2456-1991 60–70

2 Viskositas 135oC SNI 06-6441-1991 385

3 Titik Lembek (oC) SNI 06-2434-1991 ≥ 48

4 Indeks Penetrasi - ≥- 1,0

5 Daktilitas pada 25oC, (cm) SNI 06-2432-1991 ≥ 100

6 Titik Nyala (oC) SNI 06-2433-1991 ≥232

7 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 ≥1,0

8 Berat yang Hilang SNI 06-2440-1991 ≤ 0.8

Sumber: Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.5

D. Karakteristik Campuran Beraspal

Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser (skid resistance), kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workability). Dibawah ini adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut:

1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur danbleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah :

a. Gesekan internal yang dapat berasal dari kekasaran permukaan butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir-butir atau bentuk butir-butir, gradasi


(39)

17

agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

b. Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.

2. Durabilitas lapis keras jalan adalah kemampuan untuk mencegah terjadinya perubahan pada bitumen, kehancuran agregat, dan mengelupasnya selaput aspal pada batuan agregat. Faktor eksternal yang mempengaruhi durabilitas adalah cuaca, air, suhu udara dan keausan akibat gesekan dengan roda kendaraan.

3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.

4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi.

5. Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya esek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir atau slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas


(40)

bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan asapal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.

7. Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah

dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat effisensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.

E. Kadar Aspal Rencana

Perkiraan awal kadar aspal optimum dapat direncanakan setelah dilakukan pemilihan dan pengabungan pada tiga fraksi agregat. Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut:

Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K...(1) Keterangan :

Pb = Perkiraan kadar aspal optimum CA = Nilai presentase agregat kasar FA = Nilai presentase agregat halus FF = Nilai presentaseFiller

K = konstanta (kira-kira 0,5 - 1,0)


(41)

19

F. Volumetrik Campuran Aspal Beton

Volumetrik campuran beraspal yang dimaksud adalah volume benda uji campuran yang telah dipadatkan. Komponen campuran beraspal secara volumetrik tersebut adalah: Volume rongga diantara mineral agregat (VMA), Volume bulk campuran padat, Volume campuran padat tanpa rongga, Volume rongga terisi aspal (VFA), Volume rongga dalam campuran (VIM), Volume aspal yang diserap agregat.

1. Rongga Udara dalam Campuran /Voids In Mix(VIM)

Voids In Mix atau disebut juga rongga dalam campuran digunakan untuk

mengetahui besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara yang dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel agregat dalam campuran serta ketidakseragaman bentuk agregat. Rongga udara merupakan indikator durabilitas campuran beraspal sedemikian sehingga rongga tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Rongga udara dalam campuran yang terlalu kecil dapat menimbulkanbleeding.Bleedingdisebabkan oleh penurunan rongga udara yang tidak diikuti oleh penurunan kadar aspal, jika penurunan rongga udara seiring dengan penurunan kadar aspal maka campuran tersebut mempunyai kemampuan menahan deformasi permanen sekaligus memberikan durabilitas yang baik. Semakin kecil rongga udara maka campuran beraspal akan makin kedap terhadap air, tetapi udara tidak dapat masuk kedalam lapisan beraspal sehingga aspal menjadi rapuh dan getas. Semakin tinggi rongga udara dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelehan lebih cepat.


(42)

Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus:

VIM = 100 × Gmm× Gmb

Gmm (2)

Keterangan:

VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran

Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara 0 (Nol)

Gmb = Berat jenisbulkcampuran padat

2. Rongga pada Campuran Agregat /Void Mineral Aggregate(VMA)

Rongga pada campuran agregat adalah rongga antar butiran agregat dalam campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan dalam persentase volume total campuran.

Agregat bergradasi menerus memberikan rongga antar butiran VMA yang kecil dan menghasilkan stabilitas yang tinggi tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang kecil menyebabkan aspal menyelimuti agregat terbatas, sehingga menyebabkan lapisan perkerasan tidak kedap air jadi oksidasi mudah terjadi dan menyebabkan terjadinya kerusakan. VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih tebal atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka. Seluruh jenis campuran aspal mempunyai cukup aspal menyelimuti partikel agregat dan juga cukup rongga udara dalam campuran (VIM) untuk mencegah adanya bentuk kerusakan alur plastis. Perhitungan VMA terhadap campuran total dengan persamaan:


(43)

21

a. Terhadap Berat Campuran Total

VMA = 100 × Gmb × Ps

Gsb (3)

Keterangan:

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk

Gsb =Berat jenisbulkagregat

Gmb =Berat jenisbulk campuran padat

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran

b. Terhadap Berat Agregat Total

VMA = 100 x 100

(100 + )x 100 . (4)

Keterangan :

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk

Gsb =Berat jenis bulk agregat

Gmb =Berat jenis bulk campuran padat

Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran

3. Rongga Terisi Aspal /Void Filled with Asphalt(VFA)

Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt(VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Untuk mendapatkan rongga terisi aspal (VFA) dapat ditentukan dengan persamaan:

VFA = 100 (VMA - VIM)


(44)

Keterangan:

VFA = Rongga terisi aspal

VMA = Rongga diantara mineral agregat

VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran Gmm = Berat jenis maksimum campuran

4. Berat Jenis(Specific Gravity)

Berat jenis yang diuji terdiri dari tiga jenis yaitu berat jenis bulk (dry),

berat jenis bulk campuran (density), berat jenis maksimum (theoritis).

Perbedaan ketiga istilah ini disebabkan karena perbedaan asumsi kemampuan agregat menyerap air dan aspal.

a. Berat JenisBulkAgregat

Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat bahan di udara (termasuk rongga yang cukup kedap dan yang menyerap air) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air suling serta volume yang sama pada suhu tertentu pula. Karena agregat total terdiri dari atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda maka berat jenis bulk (Gsb) agregat total dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gsb= PP1+P2+ ………+Pn

1

G2+

P2

G2 + ………+

Pn

Gn

(6)

Keterangan berat jenisbulk agregate:

Gsb = Berat jenisbulktotal agregat


(45)

23

G1, G2… Gn = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat

b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif adalah perbandingan antara berat bahan di udara (tidak termasuk rongga yang menyerap aspal) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air destilasi dengan volume yang sama dan suhu tertentu pula, yang dirumuskan:

Gse= PPmm- Pb

mm

Gmm

- Pb

Gb

(7)

Keterangan:

Gse = Berat jenis efektif agregat

Pmm = Persentase berat total campuran (100%)

Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum (%)

Gb = Berat jenis aspal

c. Berat Jenis Maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran (Gmm) pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum. Berat jenis maksimum campuran secara teoritis dapat dihitung dengan rumus :

Gmm= P Pmm

s

Gse

+ Pb

Gb


(46)

Keterangan:

Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Pmm = Persentase berat total campuran (100%)

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum

Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran Gse = Berat jenis efektif agregat

Gb = Berat jenis aspal

G. Suhu / Temperatur

Aspal pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau masuk kedalam pori-pori saat penyemprotan/penyiraman pada perkerasan macadam ataupun peleburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).

Setiap jenis aspal mempunyai kepekaan terhadap temperatur berbeda – beda, karena kepekaan tersebut dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pemeriksan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi tentang rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan. Pada tabel 6 memperlihatkan nilai viskositas aspal dan batasan suhu selama pencampuran, penghamparan dan pemadatan.


(47)

25

Tabel 6. Ketentuan Viskositas dan Temperatur Aspal Untuk Pencampuran dan Pemadatan

No. Prosedur Pelaksanaan Viskositas aspal (PA.S)

Suhu Campuran

(oC) Pen 60/70 1 Pencampuran benda uji Marshall 0,2 155 ± 1

2 Pemadatan benda uji Marshall 0,4 145 ± 1

4 Pencampuran rentang temperatur sasaran

0,2–0,5 145–155 5 Menuangkan campuran dari

AMP ke dalam truk

± 0,5 135–150 6 Pasokan ke alat penghamparan

(paver)

0,5–1,0 130–150 7 Penggilasan awal (roda baja) 1–2 125–145 8 Penggilasan kedua (roda karet) 2–20 100–125 9 Penggilasan akhir (roda baja) < 20 > 95

Sumber: Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.5.1

H. MetodeMarshall

Metode Marshall ditemukan oleh Bruse Marshall. Pengujian Marshall

bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan Proving ring(cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas,

dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji

Marshall standart berbentuk silinder berdiamater 4 inchi (10,16 cm) dan

tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

Hasil uji akan menunjukkan karakteristik Marshall dan karakteristik akan dipengaruhi oleh sifat-sifat campuran yaitu: kepadatan, rongga diantara agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFA), rongga dalam campuran (VIM),


(48)

rongga dalam campuran pada kepadatan mutlak, stabilitas kelelehan serta hasil bagi Marshall/Marshall Quotient (MQ) yaitu merupakan hasil pembagian dari stabilitas dengan kelelehan dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

= (9)

Keterangan:

MQ =Marshall Quotient(kg/mm)

S = nilai stabilitas terkoreksi (kg) F = nilai flow (mm)

I. Penelitian yang relevan


(49)

27

Tabel 7. Beberapa Penelitian Terdahulu Yang Relevan Dengan Penelitian Ini

No Nama Topik Rekomendasi

1 Nu’man Apandi Pengaruh Temperatur Pemadatan Pada Aspal Modifikasi (Aspal Polymer) Terhadap Nilai Struktural Berdasar

UjiMarshall

Penelitian ini menggunakan jenis campuran beton aspal dengan type gradasi AC-WC, jenis aspal penetrasi 60/70, dengan variasi suhu 1650C, 1450C, 1250C, 1050C, 850C. Hasil uji didapat nilai: VIM mengalami peningkatan dari 4,771% sampai 7,03%, VMA meningkat dari 18,435% sampai 20,704%, VFA menurun dari 74,196% sampai 64,267%, stabilitas menurun dari 1057,155kg sampai

849,785kg, flow meningkat dari 4,1 mm sampai 5,4 mm dan kepadatan menurun dari 2,285 gr/cm3sampai 2,194 gr/cm3.

2 Sutaryo Pengaruh Variasi Temperatur Pemadatan Terhadap SifatMarshall

Dan Indek Stabilitas Sisa Berdasarkan Spesifikasi Baru Beton Aspal Pada Laston (AC-BC) Menggunakan jenis aspal pertamina dan aspalEsso

penetrasi 60/70

Penelitian ini menggunakan jenis aspal pertamina dan aspal

Essopenetrasi 60/70 ditunjukkan bahwa nilai stabilitas aspal jenisEssosampai akhir pelayanan lebih besar, nilai flow lebih kecil, nilai MQ lebih besar dan nilai indek stabilitas sisa pada masa pelayanan yang lebih besar dari jenis

pertamina, menjadikan nilai aspal jenisEssokinerjanya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan aspal jenis

pertamina. Hasil analisis rongga dan pengujianMarshall, direkomendasikan temperatur pemadatan antara 1100C -1600C untuk hal tersebut, temperatur pencampuran AMP antara 1600C - 1700C, temperatur pemadatan awal, dengan menggunakan Tandem Roller dilaksanakan 2 lintasan, temperatur lapangan 1200C sampai 1500C untuk


(50)

28

Achmad Wicaksono dan Ken Pawestri

Dan Tanpa Pemanasan Ulang) Terhadap ParameterMarshall

Campuran Aspal Beton

optimum untuk campuran tanpa pemanasan ulang adalah 104,81ºC untuk campuran dengan pemanasan ulang 75ºC. Campuran tanpa pemanasan ulang memiliki nilai VIM sebesar 11,794%, VMA sebesar 23,224%, Stabilitas sebesar 633,111 kg,flowsebesar 2,968 mm dan MQ sebesar 232,934 kg/mm. Sedangkan campuran dengan pemanasan ulang memiliki nilai VIM sebesar 7,334%, VMA sebesar 19,985%, Stabilitas sebesar 1317,713 kg,flowsebesar 2.201 mm dan MQ sebesar 583,643 kg/mm. Campuran tanpa pemanasan ulang tidak memiliki stabilitas optimum sedangkan campuran dengan pemanasan ulang memiliki stabilitas optimum pada suhu 80,139ºC dengan nilai stabilitas 1329,423 kg. Berdasarakan penelitian ini terlihat bahwa campuran yang dipanaskan ulang mempunyai nilai stabilitas yang lebih besar daripada campuran yang tidak dipanaskan ulang.


(51)

29

4 RE. Sugiarto Pengaruh Variasi Tingkat Kepadatan terhadap SifatMarshallDan Indek Kekuatan Sisa Berdasarkan

Spesifikasi Baru Beton Aspal Pada Laston(AC-WC) Menggunakan Jenis Aspal Pertamina Dan AspalEsso

Penetrasi 60/70

Pada penelitian ini pengaruh variasi tingkat kepadatan

terhadap sifatMarshallberdasarkan spesifikasi pada AC-WC dengan menggunakan aspal Pertamina dan aspal Esso

memenuhi persyaratan untuk konstruksi lapisan lentur dengan lalu lintas berat, dimana untuk menghasilkan kinerja konstruksi jalan yang baik untuk volume lalu-lintas tinggi harus dipilih gradasi agregat gabungan yang lewat didaerah penolakan

5. Joko Susilo Pengaruh variasi suhu pencampuran dan pemadatan campuran beraspal panas menggunakan aspal retona blend 55

Dari hasil pengujian karakteristikMarshallstandar dan rendaman dengan menggunakan nilai KAO masing-masing variasi, diperoleh variasi suhu optimum yaitu pada variasi suhu II, dengan suhu pencampuran 170°C dan suhu penumbukan/pemadatan 156°C.

6. Akem Pengaruh suhu pemadatan pada lapis perkerasan lataston (HRS–WC) yang menggunakan bahan pengikat 55

Hasil pemeriksaan awal nilaiPbyang diperoleh ialah 6,5% maka didapat variasi kadar aspal yaitu 5,5%–6,0%–6,5%– 7,0%–7,5%. Hasil pengujian di laboratorium dengan parameterMarshalldiketahui pengaruh suhu pemadatan pada suhu 135°C, 140°C, 145°C memenuhi syarat, sedangkan pemadatan pada suhu 125°C, 130°C tidak memenuhi syaratMarshall.


(52)

30

pemadatan yang masih memenuhi persyaratan untuk campuran beton aspal AC-BC menggunakan aspal Retona Blend 55 adalah pada suhu 130oC sampai dengan 150oC, sedangkan untuk suhu di bawah suhu 130oC tidak memenuhi lagi persyaratan. Suhu pemadatan yang terbaik adalah pada suhu 150oC yang menghasilkan kinerja campuran yang lebih baik.


(53)

31

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Agregat kasar yang digunakan berasal dari PT. Sumber Batu Berkah (SBB) yang berlokasi di Tanjungan Lampung Selatan.

2. Agregat halus yang digunakan berasal dari PT. Sumber Batu Berkah (SBB) yang berlokasi di Tanjungan Lampung Selatan.

3. Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras produksiShell

pen 60/70.

4. Filler atau material lolos saringan No.200 yang digunakan dalam

penelitian ini adalahPortland Cement.

C. Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Satu Set Saringan (Sieve)


(54)

2. Alat uji pemeriksaan aspal

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi, alat uji titik lembek, alat uji kehilangan berat, alat uji daktilitas, alat uji berat jenis (piknometer dan timbangan).

3. Alat uji pemeriksaan agregat

Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los

Angeles (tes abrasi), alat pengering (oven), timbangan berat alat uji berat

jenis (piknometer, timbangan, pemanas).

4. Alat karakteristik campuran agregat aspal

Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall, meliputi :

a. Alat tekan Marshall yang terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung, cincin penguji berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) yang dilengkapi dengan arloji pengukurflowmeter.

b. Alat cetak benda uji berbentuk silinder diameter 4 inchi (10,16 cm) dan tinggi 3 inchi (7,5 cm).

c. Marshall automatic compactor yang digunakan untuk pemadatan

campuran sebanyak 75 kali tumbukan tiap sisi (atas dan bawah).

d. Ejektoruntuk mengeluarkan benda uji setelah proses pemadatan.

e. Bak perendam (water bath) yang dilengkapi pengatur suhu.

f. Alat-alat penunjang yang meliputi penggorengan pencampur, kompor pemanas, termometer, sendok pengaduk, sarung tangan anti panas, kain


(55)

33

lap, timbangan, ember untuk merendam benda uji, jangka sorong, dan tipe-ex yang digunakan untuk menandai benda uji.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan mulai dari awal sampai akhir seperti pada gambar (gambar alir penelitian) yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Persiapan

Persiapan yang dilakukan yaitu persiapan bahan, dan juga persiapan alat-alat yang digunakan. Persiapan bahan (aspal keras, agregat kasar, agregat halus, filler) dengan mendatangkan bahan-bahan yang diperlukan ke laboratorium inti jalan raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dan menyiapkan serta mengecek peralatan tersebut sebelum digunakan.

2. Pengujian bahan a. Aspalshell60/70

Pada aspal dilakukan uji penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis, dan kehilangan berat. Standar pengujian aspal seperti tertera pada Tabel 8 dibawah.

Tabel 8. Standar Pengujian Aspal

No Jenis Pengujian Standar Uji

1 Penetrasi 25 C (mm) SNI 06-2456-1991

2 Titik Lembek ( C) SNI 06-2434-1991

3 Daktilitas pada 25 (cm) SNI 06-2432-1991

4 Berat Jenis SNI 06-2441-1991

5 Kehilangan Berat SNI 06-2440-1991

Sumber: Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 hal 38


(56)

b. Agregat kasar, Agregat halus, dan filler

Agregat diperlukan sebagai bahan pengisi pada campuran beraspal dengan komposisi gradasi sesuai dengan gradasi terpakai yang memenuhi spesifikasi yang ada. Untuk agregat kasar, agregat halus, dilakukan pengujian analisa saringan, berat jenis, penyerapan danfiller

yang digunakan adalah semen.

Tabel 9. Standar Pemeriksaan Agregat

No Jenis Pengujian Standar Uji

1 Analisa saringan SNI 03-1968-1990

2 Berat jenis (Berat jenis Bulk, Berat jenis SSD dan

Berat Jenis Semu ) dan penyerapan agregat halus SNI 03-1970-1990 3 Berat jenis (Berat jenis Bulk, Berat jenis SSD dan

Berat Jenis Semu ) dan penyerapan agregat kasar SNI 03-1969-1990

4 Los Angeles Test SNI 03-2417:2008

Sumber: Dokumen pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6

3. Perencanaan Campuran

Untuk mendapatkan campuran yang ideal dan memberikan kinerja perkerasan yang optimal maka sebelum membuat campuran diperlukan perencanaan campuran untuk menentukan komposisi masing-masing bahan penyusun campuran agar diperoleh campuran beraspal yang memenuhi spesifikasi antara lain :

a. Pada Penelitian ini gradasi campuran agregat yang digunakan adalah gradasi campuran AC-WC. Perencanaan campuran beraspal AC-WC ini dilakukan dengan mengambil batas atas dan batas tengah dari setiap persen berat lolos saringan, sesuai dengan spesifikasi Bina Marga 2010.


(57)

35

b. Melakukan analisa perhitungan komposisi yang ideal dan memenuhi persyaratan spesifikasi.

c. Setelah didapat komposisi masing-masing fraksi agregat, kemudian mengayak agregat sesuai dengan nomor saringan yang dibutuhkan.

4. Tahapan dalam merencanakan campuran aspal sebagai berikut :

a. Menghitung perkiraan awal kadar aspal optimum (Pb) sebagai berikut : Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (% FF) + Konstanta

Keterangan:

Pb : Kadar aspal tengah/ideal, persen terhadap berat campuran

CA : Persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36 mm) FA : Persen agregat lolos saringan No.8 (2,36 mm) dan

tertahan saringan No.200 (0,075 mm)

Filler : Persen agregat minimal 75 % lolos No.200 (0,075 mm)

K : Nilai Konstanta

Nilai konstanta kira-kira 0,5 sampai 1,0 untuk Laston dan 2,0 sampai 3,0 untuk Lataston, untuk jenis campuran lain gunakan nilai 1,0 sampai 2,5.

b. Bulatkan perkiraan nilai Pb sampai 0,5% terdekat. Jika hasil

perhitungan diperoleh 5,85 % maka dibulatkan menjadi 6 %.

c. Setelah didapat nilai kadar aspal, selanjutnya berat jenis maksimum (BJ Max) dihitung dengan mengambil data dari percobaan berat jenis agregat kasar dan agregat halus.


(58)

d. Jika semua data telah didapatkan, yang dilakukan berikutnya adalah menghitung berat sampel, berat aspal, berat agregat dan menghitung kebutuhan agregat tiap sampel berdasarkan persentase tertahan.

e. Mencampur agregat dengan aspal pada suhu optimum 1550C pada gradasi kasar pada batas atas dan batas tengah.

f. Melakukan pemadatan standard dengan Aoutomatic Marshall

Compactor terhadap sampel sebanyak 2 x 75 kali tumbukan dengan

suhu 1450C.

g. Setelah itu benda uji di tesMarshalldan di dapat nilai KAO.

h. Setelah di dapat nilai KAO maka pada saat pencampuran menggunakan temperatur gradasi kasar yaitu pada suhu 1550C.

i. Melakukan pemadatan standard dengan Aoutomatic Marshall

Compactor terhadap sampel sebanyak 2 x 75 kali tumbukan dengan

variasi suhu temperatur pemadatan yaitu pada:

1) Batas atas : 100oC, 115oC, 130oC, 145oC dan 160oC 2) Batas tengah : 100oC, 115oC, 130oC, 145oC dan 160oC

j. Mendiamkan benda uji terlebih dulu agar mulai mengeras sebelum mengeluarkannya dari cetakan, dan kemudian mendiamkannya selama kurang lebih 24 jam.

k. Mengukur ketebalan, menimbang, dan kemudian merendam benda uji dalam air pada suhu normal selama 24 jam.

l. Menimbang kembali benda uji untuk mendapatkan berat jenuh (SSD). m. Sebelum menguji benda uji dengan alatMarshall, merendam benda uji


(59)

37

Benda uji dibuat sebanyak 3 buah pada masing-masing variasi kadar aspal dengan gradasi batas atas dan batas tengah dan total benda uji adalah 60 benda uji, yang dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 10. Pembuatan Benda Uji Pemadatan LASTON AC-WC Pada Suhu Normal 1450C

Kadar Aspal

Gradasi Batas Atas

Gradasi

Bata Tengah Keterangan

Pb–1,0 (%)

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-WC + kadar aspal minyak Pb–1,0 (%)

3 buah 3 buah

Pb–0,5 (%)

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-WC + kadar aspal minyak Pb–0,5 (%)

3 buah 3 buah

Pb (%)

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-WC + kadar aspal minyak Pb (%)

3 buah 3 buah

Pb + 0,5 (%)

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-WC + kadar aspal minyak Pb + 0,5 (%)

3 buah 3 buah

Pb + 1,0 (%) 3 buah 3 buah

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-WC + kadar aspal minyak Pb +1,0 (%)

Jumlah 30 buah

Tabel 11. Pemadatan Setelah Didapat KAO

Suhu Variasi (oC) Gradasi

Batas Atas

Gradasi Batas Tengah

100 3 buah 3 buah

115 3 buah 3 buah

130 3 buah 3 buah

145 3 buah 3 buah

160 3 buah 3 buah

Jumlah 15 buah 15 buah

n. Melakukan uji Marshall untuk mendapatkan stabilitas dan kelelehan (flow).


(60)

volume, dan parameter lain sesuai parameter yang ada pada spesifikasi campuran.

p. Gambarkan hubungan antara kadar aspal dan parameterMarshall, yaitu gambar hubungan antara :

- Kadar aspal dengan stabilitas - Kadar aspal dengan kelelehan - Kadar aspal dengan VIM - Kadar aspal dengan VMA

- Kadar aspal dengan berat volume

5. Pembuatan dan Pengujian Benda Uji dengan Alat Marshall a. Berikut langkah-langkah pembuatan benda uji :

1) Menimbang agregat sesuai dengan persentase agregat campuran yang telah dihitung, kemudian benda uji dibuat sebanyak tiga buah pada masing-masing variasi kadar aspal.

2) Memanaskan aspal untuk pencampuran, agar temperatur pencampuran agregat dan aspal tetap maka pencampuran dilakukan diatas pemanas dan diaduk hingga rata. Suhu pencampuran antara agregat dengan aspal dilakukan pada suhu 1550C dan pemadatan selalu dikontrol dengan menggunakan termometer digital pada setiap variasi suhu pemadatan yaitu: 1000C, 1150C, 1300C,1450C dan 1600C.

3) Sebelum dilakukan pemadatan, terlebih dahulu memanaskan cetakan benda uji dengan tujuan agar tidak terjadi penurunan suhu


(61)

39

campuran yang terlalu cepat. Benda uji yang dibuat berbentuk silinder dengan tinggi standar 6,35 cm dan diameter 10,16 cm. 4) Kemudian melakukan pemadatan standar dengan alat Marshall

Automatic Compactor dengan jumlah tumbukan 75 kali dibagian

sisi atas kemudian 75 kali tumbukan pada sisi bawah mold.

5) proses pemadatan selesai benda uji didiamkan agar suhunya turun, setelah dingin benda uji dikeluarkan dengan ejektordan diberi kode dengan menggunakan tipe-ex.

6) Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm di keempat sisi benda uji dengan menggunakan jangka sorong dan ditimbang beratnya untuk mendapatkan berat benda uji kering.

7) Benda uji direndam dalam air selama 16–24 jam supaya jenuh. 8) Setelah jenuh benda uji ditimbang dalam air untuk mendapatkan

berat benda uji dalam air.

9) Kemudian benda uji dikeluarkan dari bak perendam dan dikeringkan dengan kain lap sehingga kering permukaan dan didapatkan berat benda uji kering permukaan jenuh (saturated

surface dry,SSD) kemudian ditimbang.

b. Pengujian dengan alatMarshall

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan (flow) dari campuran aspal sesuai dengan prosedur SNI 06-2489-1991. Berikut langkah-langkah pengujian dengan alat


(62)

1) Benda uji direndam dalam bak perendaman pada suhu 60ºC ± 1ºC selama 30 menit

2) Bagian dalam permukaan kepala penekan dibersihkan dan dilumasi agar benda uji mudah dilepaskan setelah pengujian.

3) Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, letakkan benda uji tepat di tengah pada bagian bawah kepala penekan kemudian letakkan bagian atas kepala penekan dengan memasukkan lewat batang penuntun, kemudian letakkan pemasangan yang sudah lengkap tersebut tepat di tengah alat pembebanan, arloji kelelehan (flow meter) dipasang pada dudukan diatas salah satu batang penuntun. 4) Kepala penekan dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji,

kemudian diatur kedudukan jarum arloji penekan dan arloji kelelehan pada angka nol.

5) Pembebanan dilakukan dengan kecepatan tetap 51 mm (2 inch.) per menit, dibaca pada saat arloji pembebanan berhenti dan mulai kembali berputar menurun, pada saat itu pula dibaca arloji kelelehan. Titik pembacaan pada saat arloji pembebanan berhenti dan mulai kembali menurun, itu merupakan nilai stabilitas

Marshall.

6) Setelah pengujian selesai, kepala penekan diambil, bagian atas dibuka dan benda uji dikeluarkan.

6. Menghitung ParameterMarshall


(63)

41

selanjutnya menghitung parameterMarshallyaitu VIM, VMA, dan paremeter lainnya sesuai parameter yang ada pada spesifikasi campuran. 7. Pengolahan dan Pembahasan Hasil

Dari data hasil penelitian di Laboratorium akan membandingkan nilai stabilitas dan karakteristik campuran (rongga dalam campuran, rongga antar agregat dan rongga terisi aspal) akibat pengaruh variasi suhu pemadatan menggunakan dari ke empat jenis benda uji yang berbeda gradasi suhu pemadatan 1000C, 1150C, 1300C, 1450C dan 1600C serta hasil pengolahan akan diuraikan dalam bentuk grafik hubungan antara kadar aspal dan parameterMarshall, yaitu gambar grafik hubungan antara: a. Kadar aspal terhadap Kepadatan

b. Kadar aspal terhadap VIM c. Kadar aspal terhadap VMA d. Kadar aspal terhadap VFA e. Kadar aspal terhadap stabilitas f. Kadar aspal terhadapflow


(64)

Gambar 2. Diagram penelitian

Pengujian Karakteristik Mutu:

1. Pengujian aspal (penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis, kehilangan berat) didapat dari data primer.

2. Pengujian agregat (analisa saringan, berat jenis dan penyerapan agregat kasar, berat jenis dan penyerapan agregat halus, Los

Angeles Test) didapat dari data primerer.

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas,flow)

Hasil dan Analisa

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Persiapan

Pengujian bahan

Agregat Aspal Shell pen 60/70

Ya

Tidak

Suhu Pencampuran 155o

C Memenuhi Spesifikasi

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas,flow) Penentuan KAO

Pembuatan benda uji gradasi batas atas sebanyak 15 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas tengah sebanyak 15 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas atas dengan variasi suhu 100oC, 115oC,

130oC, 145oC,160oC sebanyak 15 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas tengah dengan variasi suhu 100oC, 115oC, 130oC, 145oC,160oC


(65)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil uji material baik aspal, agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) sudah memenuhi spesifikasi Bina Marga 2010.

2. Untuk campuran aspal beton (Laston) lapis aus (Asphal Concrete

Wearing Course) gradasi kasar pada batas atas dan batas Tengah

a. Temperatur pemadatan yang memenuhi syarat spesifikasi bina marga 2010 pada batas atas adalah:

• Suhu 145oC dengan nilai stabilitas rata-ratanya sebesar 1325,534 kg, nilai VMA rata-rata sebesar 18,894%, nilai VIM rata-rata sebesar 3,759%, nilai VFA rata-rata sebesar 80,113%, nilai flow

rata-rata sebesar 4,33 mm dan nilai MQ rata-rata sebesar 306,132 kg/mm.

• Suhu 160oC dengan nilai stabilitas rata-ratanya sebesar 1373,794 kg, nilai VMA rata-rata sebesar 18,550%, nilai VIM rata-rata sebesar 3,351 %, nilai VFA rata-rata sebesar 81,934%, nilaiflow

rata-rata sebesar 5,37 mm dan nilai MQ rata-rata sebesar 256,210 kg/mm.


(66)

marga 2010 pada batas tengah adalah:

• Suhu 145oC dengan nilai stabilitas rata-ratanya sebesar 1189,902 kg, nilai VMA rata-rata sebesar 18,791%, nilai VIM rata-rata sebesar 4,499%, nilai VFA rata-rata sebesar 76,061%, nilai flow

rata-rata sebesar 3,93 mm dan nilai MQ rata-rata sebesar 304,085 kg/mm.

• Suhu 160oC dengan nilai stabilitas rata-ratanya sebesar 1255,966 kg, nilai VMA rata-rata sebesar 18,528%, nilai VIM rata-rata sebesar 4,189 %, nilai VFA rata-rata sebesar 77,394%, nilaiflow

rata-rata sebesar 4,73 mm dan nilai MQ rata-rata sebesar 265,191 kg/mm.

c. Temperatur yang tidak memenuhi spesifikasi bina marga 2010 pada batas atas dan batas tengah yaitu pada suhu 100oC, 115oC dan 130oC. Hal ini dikarenakan nilai MQ mengikuti kondisi dari nilai stabilitas danflow dan nilai VIM, semakin meningkatnya suhu pemadatan nilai VIM semakin turun karena pada saat pencetakan benda uji, aspal yang panas lebih mudah menyelimuti agregat sedangkan bila suhu pemadatan rendah aspal sulit menyelimuti agregat sehingga aspal dan agregat tidak menyampur secara homogen. Pengaruhnya adalah:

• Pengaruhnya terhadap perkerasan yaitu perkerasan cenderung menjadi plastis dan lentur sehingga mudah mengalami perubahan bentuk pada saat menerima beban lalu lintas yang tinggi.


(67)

91

B. Saran

Saran yang dapat di berikan setelah dilakukan penelitian ini adalah:

1. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan berupa pengujian terhadap kekentalan aspal (Uji Viskositas) agar diperoleh suhu pencampuran dan pemadatan optimum

2. Dapat dilakukan penelitian lain jumlah tumbukanmarshall, dan pengujian terhadap lamanya proses perendaman. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan nilai stabilitas serta menurunkan nilai kelelehan sehingga menaikkan nilai kekakuan (MQ).

3 Perbaikan alat pemadat, agar pada saat penumbukan benda uji hasilnya lebih optimal. Jika alat tidak bisa diperbaiki, maka perlu pengadaan alat yang baru.


(68)

Akem. 2012. Pengaruh suhu pemadatan pada lapis perkerasan lataston (HRS

WC) yang menggunakan bahan pengikat 55. jurnal ilmiah teknik sipil

Universitas Tanjungpura.

Apandi, Nu’man. 2006. Pengaruh Temperatur Pemadatan Pada Aspal Modifikasi ( Aspal Polymer) Terhadap Nilai Struktural Berdasar Uji Marshall.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Arifin, Muhamad Zainul. Wicaksono, Ahmad dan Pewastri, Ken. 2008.Pengaruh Penurunan Suhu (Dengan Dan Tanpa Pemanasan Ulang) Terhadap

Parameter Marshall Campuran Aspal Beton. jurnal ilmiah teknik sipil

Universitas Brawijaya Malang.

Sugiarto, RE. 2003. Pengaruh Variasi Tingkat Kepadatan terhadap Sifat Marshall Dan Indek Kekuatan Sisa Berdasarkan Spesifikasi Baru Beton Aspal Pada Laston(AC-WC) Menggunakan Jenis Aspal Pertamina Dan

Aspal Esso Penetrasi 60/70. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas

Diponogoro Semarang.

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya.Bandung. Nova. Sukirman, Silvia. 2003.Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta. Granit.

Susilo, Joko. 2011. Pengaruh variasi suhu pencampuran dan pemadatan campuran beraspal panas menggunakan aspal retona blend 55.

jurnal ilmiah teknik sipil Universitas Riau.

Sutaryo. 2004. Pengaruh Variasi Temperatur Pemadatan Terhadap Sifat Marshall Dan Indek Stabilitas Sisa Berdasarkan Spesifikasi Baru Beton Aspal Pada Laston (AC-BC) Menggunakan jenis aspal pertamina dan

aspal Esso penetrasi 60/70. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas

Diponogoro Semarang.

Syarwan. 2012. Kajian suhu variasi pemadatan pada beton aspal menggunakan

aspal retona blend 55. jurnal ilmiah teknik sipil Politeknik Negeri


(69)

. 1990. Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus,

SNI 03- 1970-1990. Departemen Pekerjaan Umum, Standar Nasional

Indonesia.

. 1990. Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar,

SNI 03-1969-1990. Departemen Pekerjaan Umum, Standar Nasional

Indonesia.

. 1991. Metode Pengujian Berat Jenis Aspal Padat, SNI 06-2441-1991.

Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan PU.

.1991. Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SNI

06-2489-1991. Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan

Pengembangan PU.

_______. 1991. Metode Pengujian Kehilangan Berat Minyak Dan Aspal, SNI

06-2440-1991. Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan

Pengembangan PU.

_______. 1991. Metode Pengujian Daktalitas Bahan-Bahan Aspal, SNI

06-2432-1991. Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan

Pengembangan PU.

_______. 1991. Metode Pengujian Titik Lembek Aspal Dan Ter, SNI

06-2434-1991. Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan

Pengembangan PU.

.1991. Metode Pengujian Penetrasi Bahan-Bahan Bitumen, SNI

06-2456-1991. Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan

Pengembangan PU.

. 2010.Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan

Konstrfuksi,Spesifikasi Umum2010 Devisi 6 Perkerasan Aspal.Jakarta.

. 2010.Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

______. 2012. Panduan Praktikum Pelaksanaan Perkerasan Jalan (PPJ). Laboratorium Inti Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung. 59 hlm.


(70)

(71)

(72)

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PEMERIKSAAN PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN

(Penetrastion of Bituminous Materials)

Jurusan : Teknik Sipil

Universitas : Universitas Lampung

No Kegiatan Uraian

1 Pembukaan Contoh

Contoh dipanaskan Mulai jam = Selesai jam =

Pembacaan suhu oven = 70o C

2 Mendinginkan Contoh

Didiamkan di suhu ruangan Mulai jam =

Selesai jam = 3 Mencapai suhu

pemeriksaan

Direndam pada suhu 25oC Mulai jam =

Selesai jam =

Pembacaan suhu waterbath = 25o C 4. Pemeriksaan

Penetrasi pada suhu 25oC Mulai jam =

Selesai jam =

Pembacaan suhu penetrometer = 25oC No Penetrasi pada 25C, 100gr, 5 detik I II

1. Pengamat I 69 68

2. Pengamat 2 60 71

3. Pengamat 3 69 72

Rata-rata 66 70,3333

Catatan : Rata-rata penetrasi dari kedua sampel tersebut adalah 65,6667. Berdasarkan SNI 06-2456-1991 pen 60/70 berkisar antara 60-79. Jadi penetrasi sampel tersebut masuk dalam spesifikasi.


(73)

LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS LAMPUNG

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PEMERIKSAAN BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER

(Specific Gravity of Semi Solid Bituminous Materials)

Jurusan : Teknik Sipil Universitas : Universitas Lampung

No Kegiatan Uraian

1 Pembukaan Contoh

Contoh dipanaskan Mulai jam = Selesai jam =

Pembacaan suhu oven = 70o C

2 Mendinginkan Contoh

Didiamkan di suhu ruangan Mulai jam =

Selesai jam =

3 Mencapai suhu

pemeriksaan

Direndam pada suhu 25oC Mulai jam =

Selesai jam =

Pembacaan suhu waterbath = 25o C

Sampel 1 Sampel 2

Berat piknometer + air = 51,51 gr 51,50 gr

Berat Piknometer = 27,24 gr 27,26 gr

Berat air / Isi piknometer = 24,27 gr 24,24 gr

Berat piknometer + contoh = 32,45 gr 32,25 gr

Berat piknometer = 27,24 gr 27,26 gr

Berat contoh = 5,21 gr 4,99 gr

Berat piknometer + air + contoh = 51,67 gr 51,67 gr

Berat piknometer + contoh = 32,45 gr 32,25 gr

Berat air = 19,22 gr 19,42 gr

Isi bitumen sampel 1 = 24,27 – 19,22 = 5,05 gr

Isi bitumen sampel 2 = 24,24 – 19,42 = 4,82 gr

Berat jenis sampel 1 =

=

=

1,0317 gr/cm 3

Berat jenis sampel 2 =

=

=

1,0353 gr/cm 3

Catatan : Berat jenis aspal berdasarkan SNI 06-2442-1991 pada suhu 25oC untuk penetrasi 60/70 minimal 1,00 gr/cm3. Jadi sampel tersebut memenuhi spesifikasi.


(74)

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER

(Softening Point of Asphalt and Tar in Ethylene Glycol (Ring and Ball))

Jurusan : Teknik Sipil Universitas : Universitas Lampung

No Kegiatan Uraian

1 Pembukaan Contoh

Contoh dipanaskan Mulai jam = Selesai jam =

Pembacaan suhu oven = 70o C

2 Mendinginkan Contoh

Didiamkan di suhu ruangan Mulai jam =

Selesai jam =

3 Mencapai suhu

pemeriksaan

Direndam pada suhu 25oC Mulai jam =

Selesai jam =

Pembacaan suhu waterbath = 25o C

No. Suhu Yang Diamati (OC) Waktu

Sampel 1 Sampel 2

1. 5 0 0

2. 10 1’41” 1’41”

3. 15 2’49” 2’49”

4. 20 3’53” 3’53”

5. 25 5’00” 5’00”

6. 30 5’56” 5’56”

7. 35 6’51” 6’51”

8. 40 7’45” 7’45”

9. 45 8’40” 8’40”

12. 50 9’35” 9’35”

13. 53 9’40” 9’40”

Catatan : Menurut spesifikasi SNI 06-2434-1991 yaitu untuk jenis aspal 60/70 titik lembek berkisar antara 48C – 58C. Hasil pengujian menunjukkan kedua sampel memenuhi persyaratan.


(75)

LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS LAMPUNG

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PEMERIKSAAN DAKTILITAS BAHAN-BAHAN BITUMEN

(DUCTILITY OF BITUMINOUS MATERIALS)

Jurusan : Teknik Sipil Universitas : Universitas Lampung

No Kegiatan Uraian

1 Pembukaan Contoh

Contoh dipanaskan Mulai jam = Selesai jam =

Pembacaan suhu oven = 70o C

2 Mendinginkan Contoh

Didiamkan di suhu ruangan Mulai jam =

Selesai jam =

3 Mencapai suhu pemeriksaan

Direndam pada suhu 25oC Mulai jam =

Selesai jam =

Pembacaan suhu waterbath = 25o C

Daktilitas pada 25oC, 5 cm per menit Pembacaan pengukuran pada alat Pengamatan I

Pengamatan II

110 cm 110 cm

Rata-rata 110 cm

Catatan : Dari hasil praktikum nilai daktilitas lebih dari 100 cm, dengan demikian aspal tersebut mempunyai daktilitas yang baik, berarti mampu mengikat aspal dengan baik dalam perkerasan.


(76)

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PENGUJIAN KEHILANGAN BERAT MINYAK DAN ASPAL Jurusan : Teknik Sipil

Universitas : Universitas Lampung

No Kegiatan Uraian

1 Pembukaan Contoh

Contoh dipanaskan Mulai jam = Selesai jam =

Pembacaan suhu oven = 70o C

2 Mendinginkan Contoh

Didiamkan di suhu ruangan Mulai jam =

Selesai jam =

3 Mencapai suhu

pemeriksaan

Direndam pada suhu 25oC Mulai jam =

Selesai jam =

Pembacaan suhu waterbath = 25o C

Sampel I Sampel II

Berat cawan + aspal keras = 47,7 gr = 44,09 gr

Berat cawan kosong = 14,12 gr = 14,56 gr

Berat aspal keras = 35,58 gr = 29,53 gr

Berat sebelum pemanasan = 47,7 gr = 44,09 gr Berat sesudah pemanasan = 47,6 gr = 44,03 gr

Berat endapan = 0,1 gr = 0,3 gr

Atau = 0,298 % = 0,203 %

Rata-rata = 0,25%

Catatan : Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan kehilangan berat rata-rata yaitu 0,25 %. Maka hasil yang diperoleh ini memenuhi standar persyaratan SNI yaitu untuk penetrasi 60 – 70 kehilangan berat maksimum 0,4 %.


(77)

LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS LAMPUNG

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PENGUJIAN KEKUATAN AGREGAT TERHADAP TUMBUKAN

(AGGREGATE IMPACT VALUE)

Jurusan : Teknik Sipil Universitas : Universitas Lampung

Item Pengujian Berat (gram)

Sampel I Sampel II

Berat sampel awal (A) 580,591 579,658

Berat sampel setelah penekanan dan tertahan

saringan 2,36 mm (B) 550,419 550,10

Berat sampel setelah penekanan dan lolos

saringan 2,36 mm (C) 30,172 29,55

Aggregate Impact Value (AIV) 5,197 % 5,098 %

Rata-rata AIV (%) 5,147 %

Catatan : Dari percobaan yang telah dilakukan, didapat nilai AIV (Aggregate

Impact Value) untuk sampel I sebesar 8,1086 % dan untuk sampel II

sebesar 6,8769 %. Hasil ini masuk dalam standar spesifikasi Bina Marga untuk perkerasan jalan yaitu < 30 %.


(78)

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS

(Specific Gravity and Water Absorption of Fine Aggregate)

Jurusan : Teknik Sipil Universitas : Universitas Lampung

No. Kegiatan Berat Sampel

1. Mengukur Berat benda uji kering

permukaan jenuh (Bk) 500 gr

2. Mengukur Berat benda uji kering oven

(Bk) 485,5 gr

3. Mengukur Berat Piknometer yangdiisi air

(B) 726,5 gr

4. Mengukur Berat Piknometer + Benda uji

SSD + air (Bt) 1033,8 gr

No. Perhitungan Sampel A

1.

Berat Jenis Bulk

– = 2,5195

2.

Berat Jenis Permukaan Jenuh

– = 2,5947

3.

Berat Jenis Semu

= 2,7245 4. Penyerapan x 100%

x 100% = 2,9866 %

Catatan : Berdasarkan SKBI penterapan maksimum maximum 5% dan berat jenis minimum 2,5 jadi agregat halus tersebut memenuhi standar.


(79)

LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS LAMPUNG

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR

(Specific Gravity and Water Absorption of Coarse Aggregate)

Jurusan : Teknik Sipil Universitas : Universitas Lampung

No. Kegiatan Berat Sampel

1. Mengukur Berat sampel kering

oven (Bk) 4938,3 gr

2. Mengukur Berat sampel kering

permukaan jenuh (Bj) 4998,3gr

3. Mengukur Berat sampel

di dalam air (Ba) 3120,9 gr

No. Perhitungan Sampel A

1.

Berat Jenis Bulk

– = 2,6304

2.

Berat Jenis Permukaan Jenuh

= 2,6624

3.

Berat Jenis Semu = 2,7172 4. Penyerapan x 100%

x 100% = 1,215 %

Catatan : Berdasarkan SKBI penyerapan maximum 3 % dan berat jenis bulk minimum 2,5. Jadi agregat ini memenuhi standar.


(80)

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PENGUJIAN KEKUATAN AGREGAT TERHADAP TEKANAN

(AGGREGATE CRUSHING VALUE)

Jurusan : Teknik Sipil Universitas : Universitas Lampung

Item Pengujian Berat (gram)

Sampel I Sampel II

Berat sampel awal (A) 1000 1000

Berat sampel setelah penekanan dan tertahan

saringan 2,36 mm (B) 988,7 995

Berat sampel setelah penekanan dan lolos

saringan 2,36 mm (C) 11,3 5

Aggregate Crushing Value (ACV) 1,13 % 0,5 %

Rata-rata ACV (%) 0,815 %

Catatan : Dari percobaan yang telah dilakukan, didapat nilai ACV (Aggregate

Crushing Value) untuk sampel I sebesar 2,1125 % dan untuk sampel II

sebesar 3,0625 %. Hasil ini masuk dalam standar spesifikasi Bina Marga untuk perkerasan jalan yaitu < 30 %.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)