Pengisian Gabah Beberapa Varietas Padi pada Periode Cekaman Kekeringan Berbeda dalam Sistem Sawah

i

PENGISIAN GABAH BEBERAPA VARIETAS PADI
PADA PERIODE CEKAMAN KEKERINGAN BERBEDA
DALAM SISTEM SAWAH

IKHSAN NOVIADY
A24080092

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PENGISIAN GABAH BEBERAPA VARIETAS PADI PADA PERIODE CEKAMAN
KEKERINGAN BERBEDA DALAM SISTEM SAWAH
Grain filling of some rice varieties under different periods of drought stress in lowland system
Ikhsan Noviady1, Iskandar Lubis2 , Ahmad Junaedi2
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
Abstract
Rice, the main crop in Indonesia, is facing many problems in its development which is an issue
of drought. Effect of drought on rice causes puso and decreases productivity. The objective of this
research is to study the response of several varieties of rice grain filling at four different periods of
drought. This research was conducted at the University Farm IPB, Babakan, Sawah Baru, Dramaga,
Bogor, on land under Polyethylene roof from October 2011 until June 2012. The treatment design
Randomized Completely Block Design with Split plot design of two factors. The first factor is period
of drought treatments as main plots consist of four standards: dried at 3 weeks after tranplanting
(MST) (K3); dried at 6 MST (K6); dried at 9 MST (K9) and control (K0) (without drying). Varieties as
a subplot consist of eight standards are: IR-64, Ciherang, IPB 3S, Way Apo Buru, Jatiluhur, Menthik
Wangi, Silugonggo and Rokan. Periods of drought affected grain weight and grain number of plant.
Varieties affected number of husk of plant. 1000 grain weight was affected by periods of drought
stress, varieties and interaction of both.
Key words : Grain filling, drought, lowland system

ii

RINGKASAN
IKHSAN NOVIADY. Pengisian Gabah Beberapa Varietas Padi pada Periode

Cekaman Kekeringan Berbeda dalam Sistem Sawah. (Dibimbing oleh
ISKANDAR LUBIS dan AHMAD JUNAEDI).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pengisian gabah
beberapa varietas padi yang ditanam pada sistem sawah dengan perlakuan periode
kekeringan yang berbeda.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (split plot) dengan
dua faktor perlakuan yaitu periode kekeringan sebagai petak utama yang terdiri
atas 4 taraf : dikeringkan saat 3 minggu setelah tranplanting (εST) sampai panen
(K3); dikeringkan saat 6 εST sampai panen (K6); dikeringkan saat 9 εST
sampai panen (K9) dan kontrol (K0) (tanpa dikeringkan). Varietas sebagai anak
petak yang terdiri dari IR-64, Ciherang, IPB 3S, Way Apo Buru, Jatiluhur,
εenthik Wangi, Silugonggo dan Rokan. Pengamatan dilakukan pada 3 tanaman
contoh dalam satu unit percobaan. Peubah yang diamati dalam penelitian adalah :
1) Jumlah gabah isi dan hampa per rumpun pada malai, pangkal malai, ujung
malai, cabang primer dan cabang sekunder, 2) Bobot gabah per rumpun pada
malai, pangkal malai, ujung malai, cabang primer dan cabang sekunder, 3) Bobot
1,000 butir gabah.
Hasil yang didapatkan yaitu jumlah gabah total per rumpun pada malai,
pangkal malai, ujung malai, cabang primer, dan cabang sekunder tertinggi pada
K0 dan K9. Pada K3 bobot rata-rata baik gabah total, isi, dan hampa terendah

pada berbagai posisi gabah. Varietas Rokan memiliki jumlah gabah hampa
tertinggi pada semua posisi dalam malai, sedangkan IR 64 memiliki jumlah gabah
hampa terendah. Jumlah gabah total lebih banyak pada ujung malai dibandingkan
pada pangkal malai, dan pada cabang primer lebih banyak dibandingkan pada
cabang sekunder. Bobot gabah per rumpun pada malai, pangkal malai, ujung
malai, cabang primer, dan cabang sekunder tertinggi pada K0 dan K9. Pada K3
memiliki bobot terendah dari berbagai posisi. Berdasarkan posisi gabah, pangkal
malai menunjukkan bobot yang lebih rendah dibandingkan ujung malai dan

iii

cabang primer menunjukkan bobot yang lebih tinggi dibandingkan cabang
sekunder.
Kesimpulan dari percobaan ini adalah jumlah gabah per rumpun pada
semua posisi gabah kecuali jumlah gabah hampa pada cabang primer dipengaruhi
oleh perlakuan periode cekaman kekeringan.Terdapat pengaruh interaksi antara
periode cekaman kekeringan dengan varietas terhadap jumlah gabah hampa per
malai. Bobot gabah per rumpun dipengaruhi oleh periode kekeringan dan
perlakuan varietas hanya berpengaruh pada cabang sekunder. Interaksi periode
cekaman kekeringan dan varietas berpengaruh terhadap bobot 1,000 butir.


iv

PENGISIAN GABAH BEBERAPA VARIETAS PADI
PADA PERIODE CEKAMAN KEKERINGAN BERBEDA
DALAM SISTEM SAWAH

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

IKHSAN NOVIADY
A24080092

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

v


: PENGISIAN GABAH BEBERAPA VARIETAS

Judul

PADI PADA PERIODE CEKAMAN BERBEDA
DALAM SISTEM SAWAH
Nama

: IKHSAN NOVIADY

NIM

: A24080092

Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II


Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S.
NIP 19610528 198503 1 002

Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si.
NIP 19681101 199302 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Nopember 1990 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Hasan Basri dan Ibu Atikah.

Penulis memulai pendidikan formal di SDN Bojong 1 Kabupaten Bogor
pada tahun 1996-2002, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMP Negeri 6 Bogor. Tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 2
Bogor dan diterima melalui jalur USMI di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor penulis
mengikuti organisasi Koperasi Agrohotplate sebagai anggota Divisi Pemasaran
(2009-2010) dan Forum Komunikasi Rohis Departemen sebagai anggota PKU
(2010). Tahun 2010-2011 penulis mendapatkan pendanaan PKε-Penelitian dari
Dikti dengan judul “εanipulasi Fermentasi Kopi untuk εenciptakan Kopi δuwak
Sintetis” sebagai anggota. Pada tahun 2011-2012 PKε-Penelitian didanai oleh
Dikti dengan judul “Efektivitas Sanitasi Gulma Ageratum conyzoides dan
Pemanfaatannya sebagai Pestisida Nabati dalam εengurangi Penyakit pada
Tanaman Cabai” sebagai ketua. Penulis menjadi asisten εata Kuliah Praktik
Usaha Pertanian pada tahun 2012.

vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta


alam. Atas berkat,

nikmat, dan rahmatNya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
dengan judul “Pengisian Gabah Beberapa Varietas Padi pada Periode Cekaman
Kekeringan Berbeda dalam Sistem Sawah” merupakan hasil penelitian yang
dilaksanakan di University Farm IPB Sawah Baru, Babakan, Dramaga, Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1.

Kedua orang tua, Bapak Hasan Basri dan Ibu Atikah, kedua saudara, Amri
Aulia dan Noviani Rahmatika, serta keluarga yang telah memberikan
dorongan moral dan materi.

2.

Dr. Ir. Iskandar δubis, ε.S dan Dr. Ir. Ahmad Junaedi, ε.Si. sebagai
pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, bimbingan serta arahan
dalam penyusunan skripsi ini.


3.

Dr. Ir. Agus Purwito εSc.Agr. sebagai pembimbing akademik, yang telah
membimbing penulis selama ini.

4.

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, ε.Agr. sebagai penguji skripsi, yang telah
memberikan saran dan masukan untuk memperbaiki skripsi ini.

5.

Pihak yang telah membantu saat penelitian, Bu εaisura, Kak Rifky, Pak
Adang dan semua pegawai Kebun Percobaan Babakan. Teman-teman yang
telah membantu penelitian , Keswari, Tira, Tiara, Ferina, Dwi, Bella, Rahmi,
Sindra, Upy, εelisa, Ayu Ocha, Susi, Rista, Abe, Roby, Wulan, Dira, Kak
Gatra, Rene, Agus Cahyadi, Agus Rachman, εiftah.
6. Teman-teman

seangkatan,


keluarga

besar

Indigenous

45

atas

kebersamaannya.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, November 2012

Ikhsan Noviady

viii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEδ........................................................................................

ix

DAFTAR GAεBAR...................................................................................

x

DAFTAR δAεPIRAN................................................................................

xi

PENDAHUδUAN........................................................................................
δatar Belakang................................................................................
Tujuan .............................................................................................
Hipotesis..........................................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
Jenis-jenis Padi................................................................................
Penggunaan Air pada Tanaman Padi...............................................
Adaptasi Padi terhadap Cekaman Kekeringan...............................
Pengisian Gabah.............................................................................

3
3
4
5
6

BAHAN DAN εETODE...........................................................................
Tempat dan Waktu..........................................................................
Bahan dan Alat...............................................................................
εetode Penelitian..........................................................................
Pelaksanaan....................................................................................
Pengamatan....................................................................................

9
9
9
9
10
11

HASIδ DAN PEεBAHASAN..................................................................
Kondisi Umum..............................................................................
Jumlah Gabah per Rumpun...........................................................
Bobot Gabah per Rumpun.............................................................
Bobot 1,000 Butir..........................................................................

12
12
13
19
23

KESIεPUδAN DAN SARAN.................................................................
Kesimpulan...................................................................................
Saran..............................................................................................

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................

26

δAεPIRAN..............................................................................................

29

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Rekapitulasi sidik ragam jumlah gabah per rumpun pada
berbagai posisi terhadap perlakuan cekaman kekeringan
dan varietas serta interaksi keduanya ................................................. 13

2.

Pengaruh perlakuan periode cekaman kekeringan terhadap
jumlah gabah per rumpun ..................................................................... 14

3.

Pengaruh varietas terhadap jumlah gabah total per rumpun ................. 15

4.

Pengaruh varietas dan posisi gabah pada malai terhadap
jumlah gabah hampa per rumpun ......................................................... 16

5.

Pengaruh interaksi perlakuan cekaman kekeringan dan
varietas terhadap penyebaran gabah hampa pada berbagai
posisi malai .......................................................................................... 18

6.

Rekapitulasi sidik ragam bobot gabah pada berbagai posisi
terhadap perlakuan kekeringan dan varietas serta
interaksi keduanya ............................................................................... 19

7.

Pengaruh periode cekaman kekeringan terhadap bobot gabah
per rumpun ........................................................................................... 20

8.

Pengaruh varietas terhadap bobot gabah per rumpun pada
cabang sekunder................................................................................... 21

9.

Rata-rata bobot 100 butir gabah .......................................................... 22

10.

Pengaruh interaksi perlakuan terhadap bobot 1,000 butir gabah ......... 23

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1. Rumah plastik..................................................................
2. Serangan wereng pada tanaman padi : a. Wereng menyerang
pangkal batang, b. Tanaman menjadi coklat dan kering, c.
Tanaman busuk pangkal dan layu........................................

Halaman
9

12

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Deskripsi varietas IR64..........................................

30

2.

Deskripsi varietas Ciherang....................................

31

3.

Deskripsi varietas IPB 3S.......................................

32

4.

Deskripsi varietas Way ApoBuru...............................

33

5.

Deskripsi varietas Jatiluhur.....................................

34

6.

Deskripsi varietas εenthik Wangi.............................

35

7.

Deskripsi varietas Silugonggo....................................

36

8.

Deskripsi varietas Rokan.........................................

37

9.

Denah percobaan...................................................

38

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi beras per kapita
terbesar di dunia dengan konsumsi per kapita mencapai 139 kg/tahun. Selama
tahun 2002-2006 pertambahan penduduk meningkat dengan laju 1.36%

per

tahun. Dengan pertambahan penduduk tersebut Indonesia membutuhkan pasokan
beras yang semakin besar. Solusi agar kebutuhan beras nasional terpenuhi tanpa
ada impor beras adalah Indonesia harus dapat swasembada beras. Hal tersebut
ditentukan oleh produksi, luas lahan dan produktivitas padi. Produksi padi
nasional pada tahun 2009 mencapai 64,398,890 ton gabah kering giling (GKG)
dengan produktivitas rata-rata 49.9 ku ha-1 (BPS, 2011). Dari total produksi
nasional, padi sawah menyumbang 95.03% produksi dan padi gogo hanya 4.97%.
Angka persentase produksi tersebut dikarenakan luas panen padi sawah pada
tahun 2009 yang mencapai 11,595,661 juta ha dengan produktivitas 51.21 ku ha-1,
sedangkan luas panen padi gogo hanya 1,073,328 juta ha dengan produktivitas
29.5 ku ha-1 (Deptan, 2010). Berdasarkan data, padi sawah masih menjadi fokus
utama dalam pengembangan padi. Dalam perkembangannya padi sawah menemui
beberapa masalah. εasalah utama adalah konversi lahan pertanian subur menjadi
lahan untuk kepentingan nonpertanian. Konversi lahan sawah ke penggunaan lain
di Pulau Jawa dua dekade terakhir mencapai rata-rata 54,716 ha per tahun.
Berkurangnya lahan subur mengakibatkan pertanian harus dapat
dikembangkan di lahan yang kurang kesuburannya, seperti pada tanah masam dan
lahan kering. Pertanian pada lahan yang kurang subur dihadapkan pada cekaman
bagi tanaman, baik itu cekaman abiotik maupun biotik. Indonesia memiliki lahan
kering degan luasan lebih dari 55.6 juta ha. δuasan tersebut merupakan lahan
yang dapat digunakan untuk budi daya padi tahan kering. Terlihat bahwa lahan
kering baru digunakan seluas 1.1 juta ha untuk budi daya padi gogo. Rendahnya

2

penggunaan tersebut dikarenakan padi gogo memilki kualitas dan produktivitas
yang rendah, sehingga kurang disukai oleh petani.
Dunia dalam beberapa tahun terakhir ini juga dihadapkan pada isu
perubahan iklim global, yaitu kenaikan suhu, tingginya kadar CO2, kondisi cuaca
ekstrim yang menyebabkan banjir dan kekeringan serta terbatasnya sumber air.
Akibat perubahan iklim global petani pada umumnya termasuk petani padi juga
menghadapi musim yang sulit diprediksi sehingga resiko pertanian semakin besar.
Periode kemarau yang panjang dan sulitnya memprediksi musim serta keadaan
lahan yang kurang subur membutuhkan penggunaan air yang efisien pada
tanaman padi. Solusi untuk menanggulangi adalah dengan meningkatkan adaptasi
tanaman padi pada kondisi cekaman terutama kekeringan. Hal

tersebut bisa

didapat dengan menggunakan galur toleran cekaman kekeringan dan teknik budi
daya yang lebih efisien dalam menggunakan air. Galur padi yang toleran terhadap
kekeringan dan mempunyai potensi hasil yang tinggi sangat dibutuhkan untuk
menanggulangi masalah pada saat ini.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pengisian gabah
beberapa varietas padi yang ditanam

pada sistem sawah dengan perlakuan

periode kekeringan yang berbeda.

Hipotesis
1.

Terdapat perbedaan respon pengisian gabah pada periode cekaman
kekeringan yang berbeda.

2.

Terdapat perbedaan respon pengisian gabah pada beberapa varietas padi

3.

Terdapat pengaruh interaksi antara periode kekeringan dengan varietas padi
terhadap pengisian gabah.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Jenis-jenis Padi
Genus Padi (Oryza) termasuk dalam suku Oryzae dari famili Poaceae.
Sekitar 20 spesies utama tersebar pada lembah tropis Afrika, Asia Selatan dan
Asia Tenggara, Cina Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan serta Australia
(Chang, 1976). Padi yang banyak ditanam adalah spesies Oryza sativa. Spesies
Oryza glaberrima, juga banyak ditanam di beberapa negara Afrika Barat, yang
secara berangsur digantikan oleh Oryza sativa. Jenis padi (Oryza sativa) secara
umum dikelompokan berdasarkan morfologi menjadi 3 tipe yaitu, indica, japonica
(sinonim sinica), dan javanica (Katayama, 1993). Padi indica adalah jenis padi
indigenous dari wilayah lembah Asia tropis dan subtropis. Padi japonica terdapat
secara terbatas di zona iklim sedang dan subtropis. Padi japonica banyak ditanam
di China, sehingga padi japonica dikenal juga sebagai padi sinica atau keng
(Chang, 1976). Padi javanica sebagian besar tumbuh di Indonesia (De Datta,
1981), saat ini lebih dikenal sebagai tropical japonica.
Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) telah mengembangkan teknologi
perakitan varietas unggul padi berpotensi hasil tinggi melalui perakitan padi tipe
baru (PTB) dan padi hibrida. Teknologi budidayanya dikembangkan antara lain
melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terutama pada 1ahan
sawah irigasi. Padi tipe baru (PTB) memiliki sifat penting, antara lain: 1) jumlah
anakan sedikit (7-12 batang) dan semuanya produktif, 2) malai lebih panjang dan
1ebat (>300 butir/malai), 3) batang besar dan kokoh, 4) daun tegak, tebal, dan
hijau tua, 5) perakaran panjang dan lebat. Potensi hasil PTB 10-25% tebih tinggi
dibandingkan dengan varietas unggul yang ada saat ini. Kalau IR64 dan varietas
unggul lainnya dihasilkan melalui persilangan antar padi jenis indica (padi cere),
PTB dihasilkan melalui persilangan antara padi jenis indica dengan japonica. Padi
hibrida juga berpotensi dikembangkan untuk dapat mengatasi kemandekan
produktivitas padi saat ini. Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena

4

heterosis turunan pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua induk yang
berbeda. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor,
tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat sekitar 1 t/ha lebih
tinggi daripada varietas unggul biasa (inbrida). Namun keunggulan tersebut, tidak
diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Oleh karena itu
produksi benih F1 dalam pengembangan padi hibrida memegang peran penting
dan strategis. Ditinjau dari aspek genetik, PTB dan padi hibrida memiliki potensi
hasil yang lebih tinggi, tetapi sistem dan teknologi produksinya berbeda dengan
varietas unggul biasa ( Las et al., 2003).
Teknik budidaya padi telah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang
lalu. Berdasarkan teknik budidayanya padi dibagi menjadi 4 macam yaitu: 1)
Budidaya padi sawah, diduga dimulai dari daerah lembah Sungai Yangtse di
Tiongkok, 2) Budidaya padi lahan kering, dikenal manusia lebih dahulu daripada
budidaya padi sawah 3) Budidaya padi lahan rawa, dilakukan di beberapa tempat
di Pulau Kalimantan 4) Budidaya gogo rancah atau disingkat gora, yang
merupakan modifikasi dari budidaya lahan kering. Sistem ini sukses diterapkan di
Pulau Lombok, yang hanya memiliki musim hujan singkat. Setiap sistem
budidaya memerlukan kultivar yang adaptif untuk masing-masing sistem (Plantus,
2003).
Penggunaan Air pada Tanaman Padi
Air sangat diperlukan untuk kehidupan tanaman. Kebutuhan air tanaman
dipengaruhi oleh spesies termasuk didalamnya perbedaan struktur tanaman dan
perbedaan periode pertumbuhan (De Datta, 1981). Tanaman dapat merasakan air
yang tersedia di sekitar akar lalu merespon dengan mengirim hidrolik dan/atau
sinyal kimia ke pucuk untuk mendapatkan beberapa respon adaptif, mencakup
penutupan stomata, berkurangnya luas daun, dan pertukaran gas ( Serraj et al.,
2008). De Datta (1981) menyatakan suplai air yang cukup merupakan salah satu
faktor penting dalam produksi padi. εenurut Budi dan Kartaatmadja (2002), air

5

bagi pertanian pangan, khususnya padi, tidak hanya menentukan produktivitas
tanaman, tetapi juga mempengaruhi intensitas pertanaman (IP) dan luas tanam
potensial. Siregar (1981) mengemukakan bahwa kebutuhan air tanaman padi
ditetapkan oleh berbagai macam faktor, seperti: jenis tanah, iklim (basah atau
kering), umur tanaman, dan sebagainya. Selain jenis tanah, kebutuhan air tanaman
padi juga dipengaruhi oleh jenis padi. Varietas padi berumur genjah
membutuhkan air lebih sedikit dari padi berumur dalam. Kesuburan tanah juga
turut mempengaruhi kebutuhan air, padi yang ditanam di lahan yang kurang subur
membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan padi yang ditanam pada lahan
yang lebih subur.
Adaptasi Padi terhadap Cekaman Kekeringan
Padi termasuk tumbuhan C3, pada tumbuhan C3 kekringan mengakibatkan
laju fotorespirasi meningkat dan laju fotosintesis menurun sehingga metode
adaptasinya adalah dengan menutup stomata. Cekaman kekeringan akan
menyebabkan rendahnya laju penyerapan air oleh akar tanaman (Borges, 2003).
Cekaman kekeringan juga berpengaruh terhadap penurunan turgor yang
berdampak pada penurunan perkembangan dan perbesaran ukuran sel, selain itu
adanya peningkatan akumulasi senyawa metabolik osmotik seperti prolin
(Syaidah, 2009). Padi yang relatif tahan terhadap kekeringan adalah padi gogo,
namun padi secara keseluruhan sebagai tumbuhan C3 masih kurang efisien dalam
pemanfaatan air dibanding tumbuhan C4 (δong, 1999). Cekaman kekeringan
selain menghambat laju fotosintesis juga menekan akumulasi N dalam tumbuhan
(Arifai, 2009). εenurut Rauf et al. (2000) unsur N adalah unsur yang paling
terlihat pengaruhnya pada tanaman padi, peranannya adalah: 1) merangsang
pertumbuhan vegetatif, 2) meningkatkan jumlah anakan, 3) meningkatkan jumlah
bulir atau rumpun. Kekurangan unsur N akibat kekeringan dapat menyebabkan
pertumbuhan kerdil, daun tampak kekuning-kuningan dan sistem perakaran
terbatas. Daun merupakan peubah yang mudah diamati untuk melihat respon

6

terhadap kekeringan didasarkan atas fungsinya sebagai penerima cahaya dan
tempat berlangsungnya fotosintesis (Filho dan Paiva, 2006). Respon terhadap
kekeringan dapat dilihat dari daun yang menguning dan menggulung.
Pengaruh kekeringan pada padi sawah menyebabkan puso dan penurunan
produktivitas. Penurunan produktivitas tersebut dikarenakan

pada siklus

pengisian gabah padi tidak menerima pasokan air yang cukup, padi dapat dipanen
tetapi produksi dan mutu gabah menurun (BPS, 2011). Kekurangan air
(kekeringan) selama tahap vegetatif dan reproduktif dapat menekan pertumbuhan
tanaman (De Datta et al., 1975). εenurut De Datta (1981), kekeringan akan
menyebabkan penurunan hasil panen sebesar 20-25%. Sukiman et al. (2010)
menyatakan

pengaruh kekeringan pada masa vegetatif tidak selalu terlihat

langsung namun mempengaruhi pertumbuhan generatifnya. εenurut O’toole dan
Chang (1979) jika kekeringan terjadi saat proses inisiasi malai maka akan
menurunkan pembungaan, dan jika terjadi saat gametogenesis maka akan
meningkatkan jumlah gabah hampa serta jika terjadi saat stadia pengisian gabah
maka akan menurunkan bobot 1,000 butir. Ditambahkan dalam Sukiman et al.
(2010) kekeringan pada tahap primordia dan pembungaan meningkatkan jumlah
gabah hampa per malai, bobot gabah hampa per malai dan persentase gabah
hampa. Sutaryo et al. (2005)

menyatakan jumlah gabah

isi per malai

berpengaruh secara langsung terhadap hasil gabah.
Pengisian Gabah
Pengisian gabah merupakan salah satu tahap reproduktif dari tanaman
padi. Tahap reproduktif dimulai setelah padi mencapai tahap anakan maksimum,
yang berbeda berdasarkan varietas dan lingkungan. Tahap reproduktif ditandai
dengan inisiasi malai primordia pada batang (De Datta, 1981).
Inisiasi malai dimulai ketika primordia malai berdiferensiasi sehingga
mulai nampak. Pada varietas genjah (umur panen 105 hari setelah tanam (HST))
primordia malai berdiferensiasi sekitar 40 HST dan terlihat 11 hari setelahnya.

7

Inisiasi malai terjadi pertama kali pada batang utama kemudian diikuti oleh
anakan dengan pola yang acak. Pada varietas padi umur panjang (panen 135-160
HST), dasar tangkai mengalami pemanjangan sebelum

inisiasi malai. Pada

kondisi keterbatasan air, inisiasi malai mungkin mengalami penundaan. Ini juga
terjadi pada padi sistem tebar langsung pada lahan tanpa pelumpuran (De Datta,
1981).
Saat malai terus berkembang, bulir mulai terlihat dan dapat dibedakan.
εalai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah
daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung. Pengembangan daun ini
disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap
bunting ujung daun layu dan anakan non-produktif terlihat pada bagian dasar
tanaman.
Tahap selanjutnya adalah heading, dikenal juga tahap keluarnya malai atau
bunga. Tahap ini ditandai dengan munculnya ujung malai dari pelepah daun
bendera. εalai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.
Pembungaan (anthesis) terjadi segera setelah heading. Oleh sebab itu heading
diartikan sama dengan antesis ditinjau dari hari kalender. Dalam suatu rumpun
atau suatu komunitas tanaman, tahap ini memerlukan waktu 10-14 hari karena
terdapat laju perkembangan antar tanaman atau antar anakan. Apabila 50% bunga
telah keluar maka pertanaman tersebut dianggap sudah dalam tahap pembungaan.
Anthesis dimulai ketika benang sari bunga yang paling ujung pada tiap
cabang malai telah keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pembungaan
belangsung pada pukul 08.00-13.00 dan pembuahan selesai 5-6 jam setelahnya.
Antesis terjadi 25 hari setelah bunting (Yoshida, 1981).
Tahap berikutnya adalah gabah matang susu, pada tahap ini gabah mulai
terisi cairan kental berwarna putih susu. Apabila ditekan maka cairan itu akan
keluar. εalai berwarana hijau dan mulai merunduk. Pelayuan pada dasar anakan
berlanjut, daun yang tetap hijau adalah daun bendera dan dua daun dibawahnya.
Gabah setengah matang (dough grain stage), pada tahap ini isi gabah berubah
menjadi gumpalan lunak yang selanjutnya mengeras. Gabah pada ujung malai

8

mulai menguning. Pertanaman terlihat menguning, seiring menguningnya malai
ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering. Tahap terakhir yaitu
gabah matang penuh. Setiap gabah matang berkembang penuh, keras, dan
berwarna kuning. Tahap pematangan selesai setelah 90-100% bulir isi menjadi
kuning. Daun bagian atas mengering dengan cepat. Pada varietas tertentu daun
bagian atas tetap hijau (De Datta, 1981).
Di daerah tropis tahap pematangan (dari pembungaan sampai matang)
membutuhkan waktu 25-35 hari tergantung varietas. Di negara-negara dengan
iklim sedang, seperti Jepang, Australia bagian selatan, dan Amerika Serikat,
pematangan membutuhkan waktu 45-60 hari (De Datta, 1981).
Kapasitas limbung (sink size) dalam hal ini ukuran gabah, biasanya
ditentukan sebelum tahap pembungaan, seperti jumlah malai per rumpun dan
jumlah gabah per malai. Jumlah gabah isi dan bobot 1,000 butir ditentukan selama
tahap pematangan atau setelah pembungaan (Yoshida dan Parao, 1976). Jumlah
gabah isi ditentukan oleh kondisi suhu selama pematangan. Cuaca yang tidak
optimal selama tahap reduksi pembelahan dan antesis serta kerapatan tanaman
yang tinggi menentukan jumlah gabah isi per malai. Jumlah malai dan gabah isi
menentukan bobot 1,000 butir. Tingginya suhu harian selama tahap pematangan
menurunkan bobot 1,000 butir dan efisiensi pengisian gabah (Oldeman et al.
1986).

9

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru University farm
IPB, Dramaga, Bogor (Gambar 1). Penanaman dilakukan pada lahan dibawah
konstruksi atap polyethylene, dilaksanakan dari Oktober 2011 sampai dengan Juni
2012.

Gambar 1. Rumah Plastik
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi
varietas Ciherang, IR-64, Way Apo Buru, Silugonggo, εenthik Wangi, Jatiluhur,
Rokan dan IPB 3S. Pupuk yang digunakan yaitu Urea, SP18 dan KCl. Pestisida
digunakan jika dibutuhkan. Alat-alat yang digunakan : Alat-alat pertanian, roll
meter, penggaris timbangan analitik, oven, trai semai dan alat tulis kantor.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi
(split plot) dengan dua faktor perlakuan yaitu periode kekeringan sebagai petak
utama yang terdiri atas 4 taraf : dikeringkan saat 3 minggu setelah tranplanting
(εST) (K3); dikeringkan saat 6 εST (K6); dikeringkan saat 9 εST (K9) dan
kontrol (K0) (tanpa dikeringkan). Varietas sebagai anak petak yang terdiri dari
IR-64, Ciherang, IPB 3S, Way ApoBuru, Jatiluhur, εenthik Wangi, Silugonggo

10

dan Rokan. Kombinasi 2 faktor perlakuan menghasilkan 32 kombinasi perlakuan
yang diulang 3 kali sehingga terdapat 96 unit percobaan.
εodel linier Rancangan Petak terbagi (split plot):
Yijk = µ + Kk + αi +

ik +

βj +(αβ)ij +

ijk

Keterangan :
Yijk

: Nilai pengamatan perlakuan periode kekeringan ke-i, dan varietas ke-j
dan blok ke-k

µ

: Rataan umum

Kk

: Pengaruh pengelompokan

αi

: Pengaruh petak utama (kekeringan)

βj

: Pengaruh anak petak (varietas)

ik

: Komponen galat dari petak utama (Periode kekeringan)

(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara petak utama (periode kekeringan) dan anak
petak (varietas)
ijk

: Pengaruh galat dari interkasi antara petak utama (kekeringan) dan anak
petak (varietas)
Seluruh data percobaan dianalisis menggunakan analisis ragam pada taraf uji

α = 5%. Apabila berpengaruh nyata, dilakukan analisis lanjut menggunakan uji
Duncan’s εultiple Range Test (DεRT).
Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di rumah plastik yang memiliki ukuran 20 x 15 m.
Di dalam rumah plastik terdapat bak tanam dengan ukuran 4 m x 3 m sebanyak
16 bak dengan kedalaman lapisan olah kurang lebih 30 cm. Jarak petak antar
perlakuan petak utama 35 cm dan jarak petak antar ulangan 35 cm. Sebelum
dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan penggenangan selama 5 hari dan
pengolahan tanah dilakukan 2 kali. Pada tiap petak percobaan ditanami 8 varietas,
tiap varietas terdiri dari 30 tanaman dalam 2 barisan tanaman dengan jarak tanam
20 cm x 20 cm, dan jarak tanam antar varietas 25 cm. Pada kedua sisi petak

11

ditanam tanaman pinggir. Jumlah populasi per petak adalah 260 tanaman. Untuk
pemeliharaan tanaman dilakukan

pemupukan

dalam 3 tahap menggunakan

pupuk dasar 37.5 kg N/ha, 36 kg P2O5/ha, dan 60 kg K2O/ha diberikan 1 εST
dan untuk pemupukan kedua dan ketiga diberikan 37.5 kg N/ha pada 5 εST dan
9 εST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai kebutuhan di lapangan.
Pemberian air dilakuan sesuai periode kekeringan tiap perlakuan. Untuk perlakuan
K3 pemberian air dihentikan saat tanaman berumur 3 εST sampai panen,
perlakuan K6 ketika tanaman berumur 6 εST sampai panen, perlakuan K9 ketika
tanaman berumur 9 εST sampai panen dan perlakuan tanpa kekeringan (kontrol)
pemberian air terus dilakukan hingga panen. Pada penggenangan awal tinggi
muka air dipertahankan 2.5 cm dari permukaan tanah. Panen dilakukan serentak
pada 13 εST, karena terserang hama.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 3 tanaman contoh dalam satu unit percobaan.
Peubah yang diamati dalam penelitian adalah : 1) Jumlah gabah isi dan hampa per
rumpun pada malai, pangkal malai, ujung malai, cabang primer dan cabang
sekunder, 2) Bobot gabah per rumpun pada malai, pangkal malai, ujung malai,
cabang primer dan cabang sekunder, 3) Bobot 1,000 butir gabah. Berdasarkan
IRRI (1996) karakter pengisian gabah dilakukan pada stadia 9 (saat mencapai
kriteria panen). Identifikasi gabah isi dilakukan terhadap gabah dengan menekan
bulir dengan jari.
Pengamatan yang dilakukan adalah

mengamati pola pengisian gabah

dengan cara menghitung jumlah dan bobot gabah isi dan hampa per rumpun
tanaman contoh, yang dimaksud gabah hampa adalah gabah yang tidak terisi sama
sekali. Perhitungan gabah dilakukan dengan cara memisahkan malai bagian ujung
dengan bagian pangkal kemudian memisahkannya lagi menjadi cabang primer dan
cabang sekunder.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Percobaan ini dilaksanakan pada lahan di bawah naungan atap polyethylen
(rumah plastik). Hal tersebut dimaksudkan untuk meminimalkan faktor luar
seperti hujan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Suhu maksimum di
dalam rumah plastik mencapai 35o – 38o C.
Hama banyak menyerang pada saat 10 εST diantaranya walang sangit
(Leptocorisa oratorius) yang menghisap bulir padi saat masak susu. Hama wereng
coklat (Nilaparvata lugens) menyerang pada saat padi siap panen, tanaman yang
terkena hama menjadi coklat dan kering. Tanaman juga ada yang menjadi busuk
pada bagian pangkal dan kemudian layu (Gambar 2). Varietas hibrida Rokan yang
berumur lebih dalam dibandingkan varietas lain mengalami kerusakan yang lebih
parah dibandingkan dengan varietas dengan umur genjah seperti Silugonggo.
Karena adanya hama tersebut tanaman padi dipanen lebih awal secara serentak.

a

b

c

Gambar 2. Serangan wereng pada tanaman padi : a. Wereng menyerang pangkal
batang, b. Tanaman menjadi coklat dan kering, c. Tanaman busuk pangkal dan
layu

13

Jumlah Gabah per Rumpun
Jumlah gabah total, gabah isi dan gabah hampa per rumpun pada semua
posisi gabah dalam malai berdasarkan uji F pada taraf uji α = 5% dipengaruhi
sangat nyata oleh perlakuan periode cekaman kekeringan, kecuali jumlah gabah
hampa pada cabang primer yang tidak menunjukkan pengaruh t nyata. Jumlah
gabah hampa per rumpun terlihat dipengaruhi oleh varietas serta terdapat interaksi
antara varietas dengan periode cekaman kekeringan (Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam jumlah gabah per rumpun pada berbagai posisi
terhadap perlakuan cekaman kekeringan dan varietas serta interaksi
keduanya

εalai
Pangkal εalai
Ujung εalai
Cabang Primer
Cabang sekunder

Total
Isi
Hampa
Total
Isi
Hampa
Total
Isi
Hampa
Total
Isi
Hampa
Total
Isi
Hampa

K
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
tn
**
**
**

Perlakuan
V
**
tn
**
tn
tn
**
**
*
**
tn
tn
**
**
*
**

K.V
tn
tn
*
tn
tn
**
tn
tn
*
tn
tn
*
tn
tn
**

Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf uji α = 5%, ** = berpengaruh sangat nyata pada
taraf uji α = 5%, tn = tidak berpengaruh nyata. K: cekaman kekeringan, V: varietas.

Jumlah gabah total per tanaman pada malai, pangkal malai, ujung malai,
cabang primer, dan cabang sekunder tertinggi pada K0 dan K9. Pada K3 bobot
rata-rata baik gabah total, isi, dan hampa adalah terendah pada berbagai posisi
gabah (Tabel 2). εenurut O’toole dan Chang (1979) jika kekeringan terjadi saat

14

proses inisiasi malai maka akan menurunkan pembungaan, dan jika terjadi saat
gametogenesis maka akan meningkatkan jumlah gabah hampa. Pengaruh
kekeringan pada masa vegetatif tidak selalu terlihat langsung namun
mempengaruhi pertumbuhan generatifnya (Sukiman et al., 2010).
Tabel 2. Pengaruh perlakuan periode cekaman kekeringan terhadap jumlah gabah
per rumpun
Posisi gabah
εalai
Pangkal malai
Ujung malai
Cabang primer
Cabang sekunder

Perlakuan
K3
K6
K9
K0
......................................butir/rumpun......................................
Total
366.09 b
424.61 b
624.69 a
743.75 a
Isi
243.59 c
254.48 c
422.87 b
564.70 a
Hampa
122.50 b
170.12 a
201.82 a
179. 05 a
Total
169.92 b
185.94 b
283.33 a
335.95 a
Isi
104.10 c
99.74 c
172.65 b
230.85 a
Hampa
65.82 b
86.20 ab
110.57 a
105.10 a
Total
195.79 b
233.11 b
341.67 a
407.42 a
Isi
139.11 c
155.68 c
250.53 b
333.47 a
Hampa
56.686 b
77.44 a
91.14 a
73.95 ab
Total
219.18 b
235.93 b
309.59 a
349.10 a
Isi
151.47 b
156.47 b
237.01 a
288.50 a
Hampa
67.71 tn
79.46 tn
72.59 tn
60.59 tn
Total
146.91 c
182.19 c
315.10 b
394.25 a
Isi
92.11 c
98.01 c
185.86 b
276.20 a
Hampa
54.70 c
84.18 b
129.23 a
118.46 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DεRT taraf α = 5%, tn = tidak berpengaruh nyata.

Berdasarkan posisi gabah di malai, jumlah gabah total, gabah isi dan gabah
hampa pada pangkal malai lebih sedikit dibandingkan jumlah gabah total gabah
isi dan gabah hampa pada ujung malai. Semua perlakuan periode cekaman
kekeringan menunjukkan hasil yang sama, pengisian gabah pada ujung malai
lebih banyak dibandingkan dengan pangkal malai. Jumlah gabah total pada
cabang sekunder menunjukkan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan jumlah
gabah total pada cabang primer. Hal itu terlihat pada perlakuan K3 dan K6,

15

sedangkan pada K9 dan K0 jumlah gabah total pada cabang sekunder lebih
banyak dari cabang primer. Jumlah gabah isi pada cabang primer perlakuan K9
dan K0 menunjukkan jumlah yang lebih banyak dibandingkan pada cabang
sekunder, hasil ini serupa dengan pelakuan K3 dan K6, dengan hasil ini dapat
dilihat bahwa pengisian gabah lebih banyak terjadi pada cabang primer
dibandingkan pada cabang sekunder.
εenurut Tubur (2011), terdapat perbedaan respon 8 varietas terhadap
kekeringan pada sistem sawah. Berdasarkan parameter jumlah anakan produktif,
skor penggulungan dan skor kekeringan daun, dan indeks kekeringan untuk daya
hasil, kedelapan varietas tersebut dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok,
Jatiluhur dan Way Apo Buru termasuk kelompok yang toleran; Rokan dan
εenthik Wangi termasuk kelompok yang peka; IR64, Ciherang, IPB 3S dan
Silugonggo termasuk pada kelompok agak toleran (εoderat).
Jumlah gabah total per rumpun terlihat dipengaruhi oleh varietas ( Tabel
3). Pengelompokan toleransi varietas terhadap kekeringan pada penelitian Tubur
(2011), sepertinya tidak terlihat berpengaruh pada peubah jumlah gabah total per
rumpun.
Tabel 3. Pengaruh varietas terhadap jumlah gabah total per rumpun
Varietas

Jumlah total
.......................butir/rumpun........................

IR-64
Ciherang
IPB 3S
Way ApoBuru
Jatiluhur
εenthik wangi
Silugonggo
Rokan

467.16 c
419.94 c
626.50 bc
449.57 c
701.47 ab
551.70 bc
464.52 c
839.79 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DεRT taraf α=5%.

16

Hal tersebut dapat dilihat dari varietas Rokan yang merupakan varietas
yang peka tehadap cekaman kekeringan justru memiliki jumlah gabah per rumpun
yang paling tinggi, lebih tinggi dibandingkan Jatiluhur dan Way Apo Buru. IPB 3S
yang merupakan varietas moderat dan εenthik Wangi yang merupakan varietas
peka juga terlihat memiliki jumlah gabah yang lebih tinggi dibandingkan Way
Apo Buru yang merupakan varietas toleran.
Jumlah gabah hampa pada semua posisi malai terlihat dipengaruhi oleh
varietas (Tabel 4). Varietas Rokan memiliki jumlah gabah hampa tertinggi pada
semua posisi dalam malai dan IR64 memiliki jumlah gabah hampa yang paling
rendah. Pada varietas yang toleran seperti Jatiluhur juga terlihat jumlah gabah
hampa yang tinggi. Varietas moderat seperti IPB 3S memiliki jumlah gabah
hampa yang lebih tinggi dibandingkan varietas yang peka terhadap kekeringan
seperti εenthik Wangi meskipun tidak berbeda secara statistik.
Tabel 4. Pengaruh varietas dan posisi gabah pada malai terhadap jumlah gabah
hampa per rumpun
Varietas
IR-64
Ciherang
IPB 3S
Way ApoBuru
Jatiluhur
εenthik wangi
Silugonggo
Rokan

Posisi gabah hampa

Cabang
Sekunder
......................................butir/rumpun......................................
116.93 c
60.76 c
56.17 b
60.89 b
56.03 d
142.57 c
75.50 c
67.07 b
67.98 bc
74.59 cd
168.90 c
88.69 c
80.21 a
60.51 bc
108.39 ab
132.75 c
79.86 c
52.89 b
57.43 bc
75.33 cd
252.58 b 130.16 b 122.42 a
89.57 b
163.01 a
141.79 c
73.40 c
68.39 b
56.18 bc
85.61 bc
124.82 c
75.97 c
48.85 b
52.24 c
72.58 cd
373.73 a 216.76 a 133.19 a
154.08 a
195.87 a
εalai

Pangkal

Ujung

Cabang primer

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada DεRT taraf α = 5%

Dari Tabel 3 dan Tabel 4, terlihat kehampaan gabah berbanding lurus
dengan jumlah total gabah per rumpun. Sesuai dengan Abdullah (2009) yang
menyatakan jumlah gabah per malai yang tinggi juga menyebabkan tingginya

17

kehampaan. Varietas Rokan yang merupakan varietas hibrida yang secara genetik
memiliki jumlah gabah per rumpun yang tinggi memiliki jumlah gabah hampa
yang tinggi pula. Tingginya kehampaan pada juga dikarenakan varietas hibrida
memerlukan kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya sehingga tidak tahan
terhadap kondisi tercekam dibandingkan varietas lainnya.
Berdasarkan posisi gabah, jumlah gabah hampa pada pangkal malai lebih
banyak dibandingkan jumlah gabah hampa pada ujung malai, semua varietas
menunjukkan hasil yang sama. Jumlah gabah hampa pada cabang primer terlihat
lebih sedikit dibandingkan jumlah gabah hampa pada cabang sekunder, kecuali
pada varietas IR64 yang jumlah gabah hampa pada cabang primernya lebih
banyak dibandingkan cabang sekunder. Kehampaan lebih banyak terjadi pada
pangkal malai dan cabang sekunder dibandingkan pada ujung malai dan cabang
primer.
Gabah hampa pada semua posisi malai dipengaruhi oleh interaksi antara
periode cekaman dan varietas (Tabel 5). Jumlah gabah hampa total per rumpun
yang paling tinggi yaitu varietas Rokan yang diberi cekaman kekeringan sejak 9
εST (minggu setelah transplanting) sampai panen, hasil tersebut tidak berbeda
dengan perlakuan tanpa dikeringkan (K0). Jumlah gabah hampa pada interaksi
antara varietas Rokan dengan perlakuan cekaman kekeringan sejak 3 εST sampai
panen (K3) dan perlakuan cekaman kekeringan sejak 6 εST sampai panen (K6)
juga terlihat

lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, hal ini disebabkan

varietas Rokan merupakan varietas yang secara genetik memiliki potensi jumlah
gabah per rumpun yang tinggi, namun karena adanya cekaman kekeringan dan
kondisi lingkungan yang tidak optimum jumlah gabah yang tinggi tersebut tidak
diimbangi dengan pengisian yang tinggi pula sehinggabanyak gabah yang tidak
terisi.
Berdasarkan posisi gabah pada malai, penyebaran gabah semua varietas
pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan terlihat pada pangkal malai lebih tinggi
jumlah gabah hampa dibandingkan ujung malai dan jumlah gabah hampa pada
cabang primer lebih rendah dibandingkan pada cabang sekunder.

18

Tabel 5. Pengaruh interaksi perlakuan cekaman kekeringan dan varietas terhadap
penyebaran gabah hampa pada berbagai posisi malai
Malai
Total

Pangkal
malai

120.18 c-f
61.72 f
106.19 ef
87.07 ef
103.29 ef
108.51 ef
259.00 b-d
263.39 b-c
145.90 c-f
217.52 b-e
153.37 c-f
171.91 c-f
262.65 b-c
119.05 c-f
62.71 f
200.77 b-f
130.13 c-f
148.70 c-f
201.50 b-f
135.55 c-f
319.49 a-b
199.01 b-f
114.67 d-f
420.76 a
71.50 f
144.40 c-f
193.65 b-f
136.48 c-f
324.89 a-b
129.52 c-f
107.63 ef
397.01 a

54.85 ef
33.60 f
47.04 f
48.49 f
51.88 f
57.22 ef
168.25 b
139.05 b-e
81.56 c-f
108.15 b-f
67.33 d-f
96.04 b-f
144.14 b-d
59.03 d-f
36.11 f
119.38 b-f
65.59 d-f
75.48 c-f
108.25 b-f
89.05 b-f
156.54 bc
102.87 b-f
67.55 d-f
257.19 a
41.04 f
84.77 b-f
118.28 b-f
85.86 b-f
168.10 b
69.09 d-f
62.74 d-f
263.88 a

Ujung
malai

Cabang
primer

Cabang
sekunder

......................................butir/rumpun......................................

K3

K6

K9

K0

IR 64
Ciherang
IPB 3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo
Rokan
IR 64
Ciherang
IPB 3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo
Rokan
IR 64
Ciherang
IPB 3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo
Rokan
IR 64
Ciherang
IPB 3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo
Rokan

65.33 c-g
28.12 g
59.15 d-g
38.58 f-g
51.42 e-g
51.29 e-g
90.75 b-g
124.34 a-d
64.34 c-g
109.37 a-f
86.04 c-g
75.87 c-g
118.51 a-e
60.01 d-g
26.60 g
81.39 c-g
64.54 c-g
73.22 c-g
93.25 b-g
46.50 f-g
162.95 a
96.14 b-g
47.12 f-g
163.58 a
30.46 g
59.64 d-g
75.37 c-g
50.62 e-g
156.80 a-b
60.43 d-g
44.89 f-g
133.12 a-c

74.83 d-i
38.96 h-i
67.56 e-i
49.95 f-i
60.26 f-i
65.35 e-i
98.96 b-h
150.81 ab
80.63 c-i
123.92 b-e
63.47 e-i
80.49 c-i
102.89 b-g
48.75 g-i
36.08 i
139.49 a-c
56.01 f-i
61.07 f-i
61.96 f-i
49.19 g-i
83.34 c-i
66.37 e-i
51.91 f-i
184.18 a
32.09 i
45.67 g-i
51.40 f-i
50.09 f-i
111.81 b-f
47.32 g-i
37.58 h-i
132.90 a-d

45.35 f-h
22.77 h
38.63 gh
37.12 gh
43.04 gh
43.16 gh
160.04 b-d
112.58 d-h
65.26 d-h
93.60 d-h
89.90 d-h
91.43 d-h
159.76 b-d
70.29 d-h
26.63 h
61.28 e-h
74.11d-h
87.62 d-h
139.53 c-f
86.36 d-h
236.15 ab
132.64 c-g
62.76 e-h
236.58 ab
39.41 g-h
98.73 d-h
142.25 c-e
86.39 d-h
213.08 a-c
82.20 d-h
70.06 d-h
264.11 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada DεRT taraf α = 5%

19

Bobot Gabah per Rumpun
Hasil sidik ragam menunjukkan bobot gabah per rumpun pada malai,
pangkal malai, ujung malai, cabang primer malai, cabang primer pangkal malai,
cabang primer ujung malai, cabang sekunder malai, cabang sekunder pangkal
malai, cabang sekunder ujung malai dipengaruhi oleh perlakuan periode cekaman
kekeringan. Varietas hanya berpengaruh pada ujung malai, cabang sekunder
pangkal malai dan ujung malai. Bobot gabah tidak dipengaruhi interaksi antara
kedua perlakuan (Tabel 6).
Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam bobot gabah pada berbagai posisi terhadap
perlakuan kekeringan dan varietas serta interaksi keduanya
Posisi Gabah
εalai
Pangkal malai
Cabang primer
Cabang sekunder
Ujung malai
Cabang primer
Cabang sekunder
Cabang primer Total
Cabang sekunder Total
Bobot 1,000 butir

K
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**

Perlakuan
V
tn
tn
tn
**
*
tn
**
tn
**
**

VK
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**

Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf uji α = 5%, ** = berpengaruh sangat nyata pada
taraf uji α = 5%, tn = tidak berpengaruh nyata.

Bobot gabah per rumpun pada malai, pangkal malai, ujung malai, cabang
primer, dan cabang sekunder tertinggi pada K0 dan K9. Perlakuan K3
menunjukkan bobot terendah pada semua posisi gabah (Tabel 7). Bobot gabah
per rumpun total pada kondisi tidak diberi cekaman kekeringan atau kontrol (K0)
mencapai 11.33 g, menurun menjadi 8.71 g saat dikeringkan dari 9 εST (K9),
kemudian menjadi 4.55 g saat dikeringkan dari 6 εST (K6), dan pada perlakuan
cekaman kekeringan dari 3 εST (K3) hanya berbobot 3.80 g (Tabel 7). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Bouman and Tuong (2001) pada kondisi air terbatas

20

atau dibawah kejenuhan (cekaman kekeringan) maka akan terjadi pengurangan
ukuran sink sehingga menurunkan bobot.
Tabel 7. Pengaruh periode cekaman kekeringan terhadap bobot gabah per rumpun
Posisi Gabah
εalai
Pangkal malai
Cabang primer
Cabang sekunder
Ujung malai
Cabang primer
Cabang sekunder
Cabang primer total
Cabang sekunder total

Perlakuan
K3
K6
K9
K0
.....................................g.....................................
3.80 c
4.63 c
8.71 b
11.33 a
1.58 c
1.75 c
3.47 b
4.68 a
1.23 b
1.27 b
2.23 a
2.76 a
0.35 c
0.48 c
1.24 b
1.92 a
2.21 c
2.87 c
5.23 b
6.64 a
1.18 c
1.56 c
2.58 b
3.18 a
1.04 b
1.31 b
2.65 a
3.46 a
2.41 b
2.83 b
4.81 a
5.95 a
1.39 c
1.80 c
3.89 b
5.38 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DεRT taraf α = 5%

Berdasarkan posisi gabah, bobot gabah pada pangkal malai lebih rendah
dibandingkan ujung malai, dan bobot gabah pada cabang primer lebih tinggi
dibandingkan cabang sekunder. Semua perlakuan periode cekaman kekeringan
menunjukkan hasil yang sama. Bobot gabah cabang primer pada ujung malai
menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan cabang primer pada pangkal malai,
kecuali pada perlakuan K3 dimana bobot gabah cabang primer pada ujung malai
menunjukkan hasil yang lebih rendah. Bobot gabah cabang sekunder pada ujung
malai lebih tinggi dibandingkan bobot gabah cabang sekunder pada pangkal
malai.
Varietas terlihat mempengaruhi bobot gabah per rumpun pada cabang
sekunder (Tabel 8). Varietas IPB 3S memiliki bobot gabah per rumpun pada
cabang sekunder yang paling tinggi mencapai 6.01 g pada malai, dan yang
terendah pada varietas Ciherang dengan 1.51 g pada malai. Semua varietas
memiliki bobot gabah cabang sekunder pada ujung malai yang lebih tinggi
dibandingkan pada pangkal malai.

21

Tabel 8. Pengaruh varietas terhadap bobot gabah per rumpun pada cabang
sekunder
Varietas
IR 64
Ciherang
IPB 3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
εenthik Wangi
Silugonggo
Rokan

Posisi cabang sekunder
εalai
Pangkal
Ujung
.......................................g.................................................
2.81 b
1.09 b
1.71 bc
1.51 b
0.28 b
1.24 c
6.01 a
2.08 a
3.94 a
2.34 b
0.82 b
1.53 bc
3.52 b
0.86 b
2.66 b
3.65 b
0.99 b
2.66 b
2.46 b
1.05 b
1.42 bc
3.33 b
1.07 b
2.27 bc

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
pada DεRT taraf α = 5%

Pola pengisian gabah di berbagai posisi malai berdasarkan rata-rata bobot
per 100 butir gabah terlihat menunjukan perbedaan antar varietas pada empat
periode cekaman kekeringan yang berbeda. Bobot 100 butir gabah terendah
terlihat pada perlakuan cekaman kekeringan sejak 3 εST sampai panen,
kemudian meningkat pada perlakuan cekaman kekeringan sejak 6 εST sampai
panen,

dan bobot 100 butir yang paling tinggi secara umum terlihat pada

perlakuan tanpa cekaman kekeringan.
Bobot 100 butir yang paling tinggi dimiliki oleh gabah ujung malai
varietas IPB 3S pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan yaitu sebesar 2.38 g,
pada perlakuan ini terlihat pada pangkal malai memiliki bobot 100 butir yang
lebih rendah dibandingkan ujung malai, dan bobot 100 butir pada cabang primer
memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan cabang sekunder. Secara umum
semua varietas memiliki pola