KAJIAN RESISTENSI BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO (ORYZA SATIVA L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

(1)

KAJIAN RESISTENSI BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO (ORYZA SATIVA L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

Tesis

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Magister

Program Studi Agronomi

Oleh Yoniar Effendi NIM. S610906004

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2008


(2)

KAJIAN RESISTENSI BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

Disusun oleh : YONIAR EFFENDI

NIM. S610906004

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Susunan Tim Pembimbing

Jabatan Nama Tanda

Tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, M.Sc

NIP. 131 470 935

Juli 2008

Pembimbing II Dr. Samanhudi, SP, M.Si Juli 2008

NIP. 132 130 466

Surakarta, Juli 2008 Mengetahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Supriyono, MS NIP. 131 407 037


(3)

KAJIAN RESISTENSI BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

Disusun oleh : YONIAR EFFENDI

NIM. S610906004

Telah disetujui Oleh Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda

Tangan Tanggal

Ketua Dr. Ir. Supriyono, MS Juli 2008

Sekretaris Dr. Ir. Supriyadi, MS Juli 2008

1. Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, M.Sc Juli 2008 Anggota Penguji

2. Dr. Samanhudi, SP, M.Si Juli 2008

Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Agronomi

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D Dr. Ir. Supriyono, MS NIP. 131 472 192 NIP. 131 407 037


(4)

PERNYATAAN

Nama : Yoniar Effendi NIM : S610906004

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul : KAJIAN RESISTENSI BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Juli 2008 Yang membuat pernyataan


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul “Kajian Resistensi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Kekeringan” dapat diselesaikan.

Penyusunan tesis ini adalah dalam rangka memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh Derajat Magister Program Studi Agronomi pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Kelancaran dalam mempersiapkan dan menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, M.Sc, selaku dosen pembimbing I. 2. Dr. Samanhudi, SP, M.Si, selaku dosen pembimbing II. 3. Dr. Ir. Supriyono, MS, selaku ketua tim penguji tesis. 4. Dr. Ir. Supriyadi, MS, selaku sekretaris tim penguji tesis.

5. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Departemen Pertanian yang telah memberikan bantuan dana pendidikan kuliah.

6. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam bentuk moril maupun materil.

Demi perbaikan di kemudian hari, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

KATA PENGANTAR ………... iii

PERNYATAAN ……….. iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. viii

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR ……….. xii

ABSTRAK ………. xiii

ABSTRACT………. xiv

I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ………. 4

C. Tujuan Penelitian ………. 5

D. Manfaat Penelitian ………... 5

II. KAJIAN TEORI ……….. 6

A.Tinjauan Pustaka ………. 6

1. Botani dan Ekologi Padi ………... 6

2. Mekanisme Ketahanan Tanaman terhadap Kekeringan ….. 8 3. Hubungan antara Potensial Air, Potensial Osmosis,


(7)

Halaman 4. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Perubahan

Fisiologis, Morfologis dan Komponen Hasil Padi Tahan

Kekeringan ………. 13

5. Metode Penyaringan terhadap Cekaman Kekeringan ……… 19

B.Kerangka Pikir ……… 21

C.Hipotesis ………. 22

III. METODE PENELITIAN ……… 23

A. Waktu dan Tempat Penelitian ……… 23

B. Bahan dan Alat Penelitian……….. 23

C. Rancangan Percobaan ……… 24

D. Tata Laksana Penelitian ……… 26

E. Tolok Ukur Pengamatan ……… 28

F. Analisis Data ………. 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 35

A. Percobaan Penyaringan Ketahanan Kekeringan dengan Menggunakan PEG 6000 ……… 35

1. Peubah Daya Kecambah ……….. 35

2. Peubah Indeks Vigor ……… 37

B. Percobaan Cekaman Kekeringan pada Berbagai Tingkat Kadar Lengas Tanah………. 40

1. Peubah Pertumbuhan ………. 41

a. Tinggi tanaman ……….. 42

b. Jumlah anakan………… ……… 43


(8)

Halaman

d. Berat kering akar ……… 46

e. Panjang akar……… 46

f. Luas daun ………... 48

2. Peubah Fisiologis………... 51

a. Shoot-root ratio……… 51

b. Umur berbunga ………. 53

c. Laju pertumbuhan relatif /LPR (Relative growth rate) . 55 d. Kandungan prolin daun ………. 58

3. Tolok Ukur Komponen Hasil ……… 64

a. Jumlah gabah per rumpun ………... 64

b. Persentase gabah hampa ……….. 67

c. Berat 1.000 butir gabah bernas ……… 69

d. Berat gabah kering per rumpun ……….. 73

e. Pengaruh komponen hasil terhadap berat kering gabah.. 75

4. Korelasi Antar Tolok Ukur ……… 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 81

DAFTAR PUSTAKA ……….. 83


(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Pengaruh tingkat kadar larutan PEG 6000 terhadap daya

kecambah (%) padi gogo ………... 35

2. Pengaruh tingkat kadar larutan PEG 6000 terhadap indeks vigor

padi gogo ……… 38

3. Hasil pengamatan terhadap tolok ukur pertumbuhan yang tidak

menunjukkan interaksi ………... 41

4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang akar (cm)

masing-masing varietas……….. 47

5. Penurunan luas daun (cm2) masing-masing varietas akibat

ceka-man kekeringan pada tingkat kadar lengas tanah .………. 47 6. Pengaruh peningkatan intensitas cekaman kekeringan terhadap

luas daun (cm2) pada masing-masing varietas ………... 49 7. Kemunduran umur berbunga (hari setelah tanam) masing-masing

varietas akibat cekaman kekeringan pada berbagai tingkat kadar

lengas tanah ……… 53

8. Pengaruh peningkatan intensitas cekaman kekeringan terhadap

umur berbunga masing-masing varietas ……… 55 9. Pengaruh cekaman kekeringan pada tingkat kadar lengas tanah

terhadap LPR (g/minggu) pada umur 6-8 MST (4 minggu di

cekam kekeringan) ………. 56

10. Penurunan jumlah gabah per rumpun (g) masing-masing varietas

pada tingkat kadar lengas tanah ………. 65 11. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap penurunan jumlah gabah

per rumpun (g) masing-masing varietas pada tingkat kadar lengas

tanah ………... 66

12. Penurunan berat 1.000 butir gabah bernas (g) masing-masing


(10)

No. Judul Halaman 13. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap berat 1000 butir biji

bernas (g) masing-masing varietas ………. 71 14. Penurunan berat kering gabah (g) masing-masing varietas pada

tingkat kadar lengas tanah ……….. 74

15. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap berat kering gabah per


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1a. Analisis varian pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi

dan luas daun ………. 88

1b. Analisis varian pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah anakan dan panjang akar ……… 89

1c. Analisis varian pengaruh cekaman kekeringan terhadap berat kering akar dan shoot-root ratio ……… 90

1d. Analisis varian pengaruh cekaman kekeringan terhadap berat kering tanaman dan umur berbunga ……….. 91

1e. Analisis varian pengaruh cekaman kekeringan terhadap laju pertumbuhan relatif dan persentase gabah hampa ………. 92

1f. Analisis varian pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah gabah per rumpun dan berat 1.000 butir gabah bernas ………… 93

1g. Analisis varian pengaruh cekaman kekeringan terhadap daya kecambah dan indeks vigor ………... 94

2. Data analisis kadar prolin ………. 95

3. Contoh perhitungan kadar prolin……….. 96

4. Perhitungan kebutuhan air ……… 96

5. Hasil analisis korelasi antar tolok ukur ………. 97

6a. Deskriptif varietas padi gogo Towuti, Situ Patenggang, Kalimutu dan Gajah Mungkur ………... 99 6b. Deskriptif varietas padi gogo Situ Bagendit, Limboto, Cirata dan Jatiluhur ………. 100 6c. Deskriptif varietas padi gogo Way Rarem dan Danau Gaung ….. 101


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Histogram penurunan shoot-root ratio pada berbagai tingkat

cekaman kekeringan ………... 51

2a. Grafik laju pertumbuhan relatif umur 6-8, 8-10 dan 10-12 minggu

setelah tanam varietas Situ Patenggang ……… 57 2b. Grafik laju pertumbuhan relatif umur 6-8, 8-10 dan 10-12 minggu

setelah tanam varietas Towuti ……… 57

3. Histogram kadar prolin daun pada berbagai tingkat cekaman

kekeringan masing-masing varietas ……… 59 4. Histogram kadar prolin daun pada berbagai tingkat cekaman

kekeringan ……….. 59

5. Skema sintesis prolin melaui jalur asam glutamat ……….. 62 6. Histogram persentase gabah hampa (%) akibat pengaruh cekaman

kekeringan pada berbagai tingkat kadar lengas tanah ……… 68 7. Histogram rerata pengaruh cekaman kekeringan pada berbagai

tingkat kadar lengas tanah terhadap persentase gabah hampa (%)

masing-masing varietas ……….. 68

8. Histogram persentase kenaikan kadar prolin (µ mol g daun) dari

kadar lengas tanah 50 – 25 persen kapasitas lapang ………... 72 9. Histogram persentase penuruan berat 1.000 butir gabah bernas

(g) antar tingkat cekaman kekeringan (% kapasitas lapang)…… 73 10. Histogram daya kecambah (%) 10 varietas padi gogo pada tingkat

kadar larutan PEG 25 g/l ……… 79

11. Histogram persentase peningkatan kandungan prolin daun (µ mol


(13)

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

No. Judul Halaman

1. PEG (Polyethylene glycol) 6000 ……… 102

2. Tata letak percobaan I ……… 103

3. Pertumbuhan tanaman umur 1 dan 2 minggu setelah tanam ….. 104 4. Pertumbuhan tanaman pada kadar lengas 25% kapasitas lapang

pada umur 6 minggu setelah tanam ……….. 105 5. Pertumbuhan tanaman pada berbagai tingkat cekaman kekeringan

pada umur 10 MST ……… 106


(14)

ABSTRAK

Yoniar Effendi, 2006. “Kajian Resistensi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Kekeringan”. Tesis Program Pascasarjana, Program Studi Agronomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian bertujuan untuk mengkaji tanggap beberapa varietas padi gogo tahap perkecambahan terhadap beberapa tingkat kadar larutan PEG (Polyethylene Glycol) 6000, serta mengkaji karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil dalam menghadapi cekaman kekeringan pada percobaan di pot.

Penelitian terdiri atas 2 percobaan, percobaan I mengkaji perkecambahan dan pertumbuhan awal, sedangkan percobaan II adalah mengkaji pertumbuhan vegetatif dan generatif padi gogo terhadap cekaman kekeringan. Percobaan I dan II dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap faktorial terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Pada percobaan I, faktor perlakuan I adalah macam varietas padi gogo terdiri atas 10 varietas yaitu : Gajah Mungkur, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Danau Gaung, Kalimutu, Towuti, Jatiluhur, Limboto, Cirata, dan Way Rarem. Faktor perlakuan II adalah kadar larutan PEG terdiri atas : 0, 15, 20 dan 25 g/l. Pada percobaan II, faktor perlakuan I adalah macam varietas padi gogo yang memiliki ketahanan kekeringan terbaik pada percobaan I terdiri atas : Gajah Mungkur, Situ Patenggang, Kalimutu dan Towuti. Faktor perlakuan II adalah cekaman kekeringan terdiri atas : kadar lengas pada 100, 75, 50 dan 25 persen kapasitas lapang. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian UNS mulai bulan Oktober 2007 sampai Maret 2008.

Tolok ukur yang diamati pada percobaan I adalah daya kecambah dan indeks vigor. Pengamatan tolok ukur pada percobaan II dilakukan pada karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil. Data dianalisis dengan sidik ragam uji F taraf 5% dan dilanjutkan dengan uji beda Duncan taraf 5%, untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan tolok ukur terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan analisis regresi dan untuk mengetahui keeratan hubungan antar tolok ukur digunakan analisis korelasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya kecambah dan indeks vigor semakin menurun dengan semakin meningkatnya kadar larutan PEG, kadar larutan PEG 25 g/l air merupakan yang paling optimum untuk penyaringan ketahanan kekeringan padi gogo. Varietas Towuti, Situ Patengang, Kalimutu dan Gajah Mungkur menun-jukkan tanggap ketahanan kekeringan paling baik dari varietas lainnya. Peningkatan intensitas cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering tanaman, laju pertumbuhan relatif, luas daun, jumlah gabah per rumpun, berat 1.000 butir gabah bernas, berat kering gabah per rumpun dan berat kering akar, mengakibatkan kemunduran umur berbunga dan dan mengakibatkan peningkatan terhadap persentase gabah hampa. Berdasarkan tolok ukur hasil berat kering gabah per rumpun, varietas Towuti menunjukkan sifat ketahanan terhadap cekaman kekeringan terbaik dibandingkan varietas Gajah Mungkur, Situ Patenggang dan Kalimutu.


(15)

ABSTRACT

Yoniar Effendi, 2006 “A Study of Resistance In Several Varieties of Upland Rice (Oryza sativa L.) on Drought Stress”. Thesis of Postgraduate program, The Study Program of Agronomy, Sebelas Maret University of Surakarta.

The purpose of these experiments were to study effect of some amount levels of PEG (Polyethylene glycol) 6000 solution on germination stage of upland rice varieties, study on characters plant growth, physiological and yields changes on drought stress in field experiment.

The study consists two experiments, which experiment I is study on germination and early seedling, while experiment II is study on vegetative and generative phase on drought stress. The first and second experiments were done with a completely randomized design (CRD), with consists of two factors and three replicates, In the first experiment, the first treatment factor is the variety of upland rice which consists of ten varieties : Gajah Mungkur, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Danau Gaung, Kalimutu, Towuti, Jatiluhur, Limboto, Cirata and Way Rarem. The second treatment factor is the amount level of PEG solution which consists of : 0, 15, 20 and 25 g/l. In the second experiment, the first treatment factor is kinds of upland rice which have the best tenacity drought stress at the first treatment, consist of : Gajah Mungkur, Situ Patenggang, Kalimutu and Towuti. The second treatment factor is the drought stress which consists of : the humidity level in 100, 75, 50 and 25 persen of width capacity. The research was done in Plants Physiology and Biotechnology Laboratory and Green House of Agriculture Faculty in UNS from October 2007 until March 2008.

The measuring rod observed in the first experiment is the measuring rod of sprout capacity and vigor index. The observation of measuring rod in the second experiment was done in the character of growth, the physiology change, and the result. The data were analized with F test and continued by Duncan Multiple Range Test (DMRT), regression analysis was done in order to know the effect of measuring test change towards drought stress, correlation analysis was done to find out the relationship between the measuring rods.

The result showed that the sprout capacity and vigor index decreased when amount of PEG solution increased, PEG solution in level 25 g/l of water was most optimum for the selection on drought stress tenacity in upland rice. Towuti, Situ Patenggang, Kalimutu and Gajah Mungkur varieties showed the best in on drought stress among the other varieties. The increase on drought stress grip intensity gave very obvious effect and brought the decrease in the plant’s height, the number of saplings, the dry weight of plant, relative growth rate, the width, the number of un-hulled rice in each clump, the dry weight of root; gave very obvious effect and made the plant late blooming; gave obvious effect and made the rate of the empty un-hulled rice increase. Based on the measuring yield of the dry weight of un-hulled rice in each clump, Towuti showed the tendency to have the best tenacity towards on drought stress among the other varieties such as Gajah Mungkur, Situ Patenggang and Kalimutu.


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk yang pesat justru memperparah permasa-lahan dunia pertanian, semakin berkurangnya permasa-lahan subur untuk pertanian karena desakan sektor non pertanian (alih fungsi lahan), terjadinya perubahan iklim global yang berdampak langsung terhadap pertanian, misalnya peningkatan suhu dan kandungan karbodioksida, perubahan curah hujan dan lainnya (Prinz, 2004). Permasapermasalahan di atas mengakibatkan semakin berkurangnya lahan-lahan subur untuk pertanaman padi sawah.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memperluas areal pertanaman padi ke lahan kering di luar pulau Jawa dengan memanfaatkan padi jenis gogo. Empat pulau (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua) mempunyai lahan kering mencapai 86,56 juta ha. Produktivitas lahan kering rata-rata 4,5 ton GKG/ha (Noor, 1996). Dengan demikian apabila dalam setahun dapat 2 kali tanam maka potensi lahan kering di Indonesia mencapai 779,04 juta ton GKG per tahunnya.

Permasalahan utama pada lahan kering adalah ketersediaan air yang sangat sedikit serta fluktuasi kadar air tanah yang besar. Hal ini menyebabkan seluruh proses metabolisme tanaman akan terhambat. Upaya pengembangan padi gogo akan dihadapkan pada ketersediaan air yang rendah (Noor, 1996).

Tanaman padi gogo memiliki tipe perakaran serabut yang dangkal, mampu tumbuh mencapai kedalaman tanah hingga 18 cm, penanamannya hanya dilakukan sekali setahun pada awal musim penghujan (AAK, 1992). Proses


(17)

perkecambahan padi dipengaruhi secara nyata oleh cekaman kekeringan, selain dipengaruhi oleh suhu dan udara. Pada kondisi lingkungan yang kekurangan air, perkecambahan padi akan semakin menurun (Vergara, 1995). Purwanto (1999) melaporkan bahwa, terjadi penurunan daya kecambah dengan meningkatnya kadar larutan PEG yang identik dengan semakin tingginya intensitas cekaman kekeringan di lapangan. Fase produktif dan polinasi merupakan stadia pertum-buhan yang sangat peka terhadap cekaman kekeringan (Samaullah et al., 1997). Lubis et al. (1993) melaporkan bahwa cekaman kekeringan pada fase produktif padi gogo akan mengakibatkan penurunan hasil gabah yang diakibatkan oleh tingginya persentase bulir hampa.

Masalah cekaman kekeringan dapat diatasi melalui dua cara, yaitu dengan mengubah lingkungan agar cekamannya dapat diminimumkan serta memperbaiki genotipe tanaman agar tahan terhadap cekaman kekeringan (Soemartono, 1995).

Pemuliaan tanaman padi gogo diarahkan untuk mendapatkan genotipe tanaman tahan kekeringan. Toleransi terhadap cekaman kekeringan ditunjukkan oleh kemampuannya untuk tetap hidup dan berproduksi pada kondisi potensial air yang rendah (Levitt, 1980).

Sifat tahan kekeringan yang dimiliki oleh suatu genotipe padi selalu berkaitan dengan perubahan-perubahan morfologis dan fisiologis sebagai cara adaptasi pada kondisi kekeringan, sehingga suatu genotipe padi tersebut dapat dikatakan tahan. Sifat-sifat tanaman baik morfologis maupun fisiologis dapat digunakan sebagai dasar penilaian sifat ketahanan terhadap kekeringan (Soemartono, 1985; Sammons et al., 1980).


(18)

Salah satu teknik yang dipakai untuk mendapatkan genotipe padi gogo tahan terhadap cekaman kekeringan adalah dengan penyaringan. Soemartono (1985) mengatakan bahwa metode penyaringan untuk memilih varietas tahan kekeringan yang banyak dilakukan ialah dengan mengecambahkan benih dalam larutan dengan tekanan osmosis yang tinggi dan tanggap tanaman terhadap lengas tanah tersedia di lapangan. Metode tersebut sederhana, tidak perlu alat yang canggih, dapat menangani banyak varietas/galur dalam waktu yang singkat, tidak merusak jaringan tanaman, dapat dilakukan oleh tenaga menengah serta hasilnya dapat diandalkan.

Dari berbagai bahan kimia yang digunakan untuk mendapatkan larutan dengan berbagai tingkat tekanan air, PEG (Polyethylene Glycol) merupakan yang terbaik karena bersifat inert, stabil dan diserap dalam jumlah yang sedikit oleh tanaman (Soemartono et al., 1977).

Prinsip metode penyaringan dengan PEG didasari dari tekanan osmotik larutan PEG yang jauh lebih tinggi dari tekanan osmotik air murni. Semakin banyak volume PEG yang dilarutkan maka semakin tinggi tekanan osmotik larutan yang terbentuk, sehingga mengakibatkan terjadinya hambatan proses imbibisi air ke dalam biji ketika dikecambahkan dengan menggunakan larutan osmotikum tersebut. Semakin kuat suatu varietas menghadapi cekaman osmotik tinggi, berarti lebih tahan terhadap cekaman kekeringan (Adwitarsa, 1996). Kadar PEG 1000 yang optimum pada penyaringan varietas Gama 87, Sentani, GM 539, GM 533 dan TNI, adalah pada kadar 20 g/l (Purwanto, 1999).


(19)

Gardner et al. (1991) mengatakan bahwa air yang dapat diserap oleh akar disebut air yang tersedia, yang merupakan perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang (air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi) dan jumlah air dalam tanah pada persentase pelayuan permanen (pada persentase kelembaban tanah ini tanaman akan layu dan tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan kelembaban relatif 100 persen). Van Dat (1986) melaporkan bahwa padi gogo akan mengalami kekurangan air apabila ketersediaan air dalam tanah berkurang hingga 50 persen.

Untuk mengetahui respon tanaman padi gogo terhadap cekaman kekeringan, selain mekanisme ketahanan kekeringan pada tingkat perkecambahan dengan menggunakan senyawa PEG, juga perlu penelitian pengaruh cekaman kekeringan pada berbagai tingkat kadar lengas tanah di pot percobaan dengan tolok ukur karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis serta hasil.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, yang menjadi permasalahan adalah :

1. Bagaimana mendapatkan varietas padi gogo tahan kekeringan dengan teknik penyaringan yang efektif berdasarkan tanggap pertumbuhan awal tanaman? 2. Bagaimana perubahan karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil

padi gogo dalam menghadapi cekaman kekeringan pada tingkat kadar lengas tanah tanah yang berbeda ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji tanggap beberapa varietas padi gogo pada tahap perkecambahan terhadap beberapa tingkat kadar larutan PEG.


(20)

2. Untuk mengkaji karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil padi gogo dalam menghadapi cekaman kekeringan pada beberapa tingkat kadar lengas tanah.

D. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Implikasi Praktis

Dari segi praktis penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi penentu kebijakan, pihak terkait (stakeholders) yang berhubungan dengan pembangunan pertanian, khususnya dalam upaya mempertahankan swasem-bada pangan nasional.

2. Implikasi Teoritis

Dari segi akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan disiplin pemuliaan tanaman dan fisiologi tanaman. Dari segi metodologi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi tentang metode penyaringan/screening sebagai upaya untuk mendapatkan genotipe padi gogo tahan kekeringan.


(21)

II. KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Botani dan Ekologi Padi

Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan. Taksonomi tanaman padi sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Klas : Monocotyledoneae Ordo : Graminales

Famili : Gramineae Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Spesies Oryza sativa L. dibagi atas 2 golongan yaitu utillissima (beras biasa) dan glutinosa (ketan). Golongan utillissima dibagi 2 yaitu communis dan minuta. Golongan yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan communis yang terbagi menjadi 2 sub golongan yaitu indica (padi bulu) dan sinica (padi cere/japonica). Perbedaan mendasar antara padi bulu dan cere mudah terlihat dari ada tidaknya ekor pada gabahnya. Padi cere tidak memiliki ekor sedangkan padi bulu memiliki ekor (Soemartono dan Haryono, 1972).


(22)

Menurut cara dan tempat bertanam, padi dibedakan menjadi yaitu : padi sawah, padi gogo, padi gogo rancah, padi pasang surut, padi lebak dan padi apung. Padi gogo adalah jenis padi yang ditanam pada tegalan atau tanah kering secara menetap dan tanpa menggunakan pengairan (AAK, 1992).

Tanaman padi termasuk tanaman semusim. Bentuk batangnya bulat berongga, daunnya memanjang seperti pita yang terdiri atas ruas-ruas batang, yang memiliki sebuah mata yang terdapat pada ujung batang (Soemartono dan Haryono, 1972).

Tinggi tanaman padi berkisar 1 sampai 1,5 meter, pada tiap-tiap buku batang tumbuh daun yang berbentuk pita dan pelepah. Pelepah ini membalut hampir sekeliling batang. Di dalam tanah dari tiap-tiap buku tumbuh tunas yang dapat menjadi batang (anakan). Anakan padi itu dapat pula beranak sehingga tumbuh 40-50 batang anakan (Soemartono dan Haryono, 1972). Akar padi digolongkan dalam akar serabut, akar yang pertama muncul pada saat berkecambah dari embrio disebut akar primer. Sedangkan akar sekunder yang tumbuh dari buku terbawah dari batang disebut juga akar adventif (Manurung dan Ismunadji, 1988).

Pertumbuhan padi terdiri atas 3 fase, yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pemasakan. Fase vegetatif dimulai dari saat berkecambah sampai dengan primordial malai, fase reproduktif terjadi saat tanaman membentuk malai sampai berbunga dan fase pemasakan dimulai dari pembentukan biji sampai panen. Fase ini terdiri atas 4 stadia yaitu stadia masak susu, stadia masak kuning, stadia masak penuh dan stadia masak mati. Lamanya fase vegetatif berkisar selama 55 hari, fase reproduktif 35 hari dan fase pemasakan selama 30 hari. Lamanya fase vegetatif berbeda-beda tergantung pada varietas (Vergara, 1995).


(23)

2. Mekanisme Ketahanan Tanaman terhadap Kekeringan

Ada banyak batasan yang dikemukakan oleh para pakar mengenai mekanisme ketahanan tanaman terhadap kekeringan, namun batasan yang dikemukakan oleh Levitt (1980) dianggap lebih sistematik dan banyak diterima yaitu :

a. Lolos dari kekeringan (drought escape atau escaping) yaitu kemampuan tanaman mengatur plastisitas pertumbuhan atau menyelesaikan daur hidupnya sebelum mengalami kekeringan. Oleh karena itu genotipe padi yang mampu meloloskan dari ketahanan kekeringan karena memiliki umur berbunga yang lebih pendek.

b. Ketahanan terhadap kekeringan (actual drought resistance), dapat dibedakan menjadi dua mekanisme, yaitu :

1) Mekanisme pengelakan (drought avoidance) yaitu kemampuan tanaman mempertahankan potensial air sel tetap tinggi selaras dengan semakin meningkatnya cekaman kekeringan, sehingga turgiditas sel tetap tinggi, dengan cara mengurangi kehilangan air atau meningkatkan penyerapan air. Menurut Yoshida (1981) bahwa kehilangan air dapat dikurangi dengan cara penggulungan daun, mengurangi jumlah anakan dan luas daun. Cara meningkatkan penyerapan air yaitu dengan memperdalam sistem perakaran. Sehingga genotipe padi yang avoidance kekeringan kemungkian besar akan mengalami perubahan nisbah tajuk-akar.


(24)

2) Mekanisme toleransi (drought tolerance) yaitu kemampuan tanaman melakukan penyesuaian osmotik sel agar pada kondisi potensial air sel yang menurun disebabkan kekeringan, turgiditas tetap tinggi. Menurut Baker (1992), turgiditas sel dapat dipertahankan dengan cara meningkatkan potensial osmotik sel yaitu dengan meningkatkan kadar bahan larut sel. Salah satu bahan larut yang kadarnya meningkat selama terjadi kekeringan adalah asam amino prolin. Oleh karena itu genotipe padi yang toleran kekeringan akan memiliki prolin lebih tinggi.

3. Hubungan antara Potensial Air, Potensial Osmosis, Potensial Turgor dan Penyesuaian Osmosis

Ukuran stress air biasanya diukur dengan nilai potensial air (ψw) yaitu suatu sistem yang menggambarkan tingkah laku air, pergerakan air dalam tanah dan dalam sel tumbuhan yang didasari dari suatu hubungan energi potensial (Gadner et al., 1991).

Air mempunyai kapasitas untuk melakukan kerja, yaitu akan bergerak dari daerah dengan potensial tinggi ke rendah. Energi potensial dalam sistem cairan dinyatakan dengan perbandingan dengan energi potensial air murni. Air dalam tumbuhan dan tanah biasanya secara kimia tidak murni, disebabkan oleh adanya gaya bahan terlarut dan secara fisik dibatasi oleh berbagai gaya, seperti gaya tarik-menarik yang berlawanan, gravitasi dan tekanan, maka energi potensialnya lebih kecil dari pada energi potensial air murni. Sehingga dalam tumbuhan atau tanah energi potensial itu dikatakan sebagai potensi air 0 bar, maka biasanya potensial air dalam tumbuhan atau tanah biasanya kurang dari 0 bar yang berarti mempunyai nilai negatif, makin negatif makin rendah potensial airnya (Gadner et al., 1991).


(25)

Potensial air tumbuhan dan tanah merupakan hasil penjumlahan beberapa komponen esensial yang berasal dari : potensial matrix, potensial osmosis, potensial turgor dan potensial gravitasi (Gadner et al., 1991).

Sistem osmotik sel terdiri dari kompoen-komponen yang dirumuskan sebagai berikut : ψw = ψp+ψs+ψm. Ψw adalah potensial air, ψp adalah potensial turgor, ψs adalah potensial solute/osmotik dan ψm adalah potensial matriks. ψm merupakan cerminan dalam peningkatan defisit air dan sering diabaikan. Nilai ψw nol atau negatif. Nilai ψp minimum sama dengan nol yaitu bila sel sudah mengalami plasmolisis, sedangkan nilai ψs maksimumnya adalah nol, yaitu pada kondisi air murni dan peningkatan kadar bahan air larut nilai ψs semakin negatif (Blum, 1988; Salisbury dan Ross, 1992).

Defisit air meningkat apabila ψw dan ψp menurun. Adanya ψs menyebabkan kecepatan penurunan ψw lebih besar daripada penurunan ψp. Apabila ψs terus meningkat hingga ψp maksimum (kondisi sel turgid) maka ψw akan sama dengan ψs, artinya pada saat tekanan turgor sel maksimum, besarnya potensial air sel ditentukan oleh potensial solute-nya, namun demikian ψp maksimum sulit dicapai apabila dinding sel bersifat elastis. Oleh karena itu hubungan ψw, ψp dan ψs terutama pada kondisi kekeringan sangat tergantung pada elastisitas dinding sel dan kadar bahan larut dalam sel (Salisbury dan Ross, 1992).

Menurut Levitt (1980), salah satu bahan larut yang berperan dalam meningkatkan potensial osmotik sel adalah asam amino prolin, namun tidak dijelaskan lebih lanjut bahwa yang lebih berperan adalah peningkatan kadar prolin atau kandungan prolin totalnya.


(26)

Christiansen dan Lewis (1982) mengatakan bahwa potensial air sel merupakan indikator pergerakan air dari tanah masuk ke tanaman dan keluar ke udara melalui proses transpirasi. Menurut Levitt (1980), potensial air tanaman akan konstan apabila kecepatan penyerapan sama dengan kecepatan transpirasi.

Matsuo et al. (1997), Salisbury dan Ross (1992) mengatakan bahwa pada saat tanah jenuh air (ψw tanah maksimum), potensial air tanaman dari akar ke pucuk menurun dan terendah di udara. Adanya beda potensial air terutama karena transpirasi, maka air akan berdifusi dari bagian yang potensial air selnya tinggi yaitu bagian akar ke bagian yang potensial air selnya rendah yaitu bagian tajuk, artinya air akan berdifusi menurut gradien potensial air melalui sistem larutan sel sepanjang tubuh tanaman dari akar ke tajuk. Adanya gradien potensial air tersebut maka potensial turgor pada sistem yang dituju akan membesar, sehingga larutan lebih encer atau potensial osmotik naik menuju nol.

Pada kenyataannya bahwa potensial air di udara selalu lebih rendah dari potensial air sel tanaman maka air akan berdifusi terus dari sel tanaman ke udara, dengan demikian air akan terus-menerus berdifusi dari sel ke sel dan dari sel ke udara hingga keseimbangan air dalam sel tidak tercapai (Blum, 1988; Matsuo dan Hoshiawa, 1993).

Pada saat kadar lengas tanah menurun hingga tanah dalam kondisi kekeringan maka gradien potensial air dari tanah ke tanaman dan ke udara menjadi tidak curam. Akibatnya gerakan air tanah ke tanaman menjadi lebih lambat sementara gerakan air dari tanaman ke udara tetap tinggi. Kondisi


(27)

demikian mengakibatkan tanaman menjadi layu. Apabila terjadi akumulasi bahan larut dalam sel di bagian tajuk menyebabkan kadar bahan larutan sel lebih pekat sehingga gradien potensial air dapat dipercuram kembali (Blum, 1988; Salisbury dan Ross, 1992).

Menurut Matsuo et al. (1997), mekanisme peningkatan bahan terlarut seperti asam amino prolin selama terjadinya kekeringan disebut penyesuaian osmotik (osmotic adjusment atau osmoregulator). Adanya penyesuaian osmotik tersebut diduga terjadi peningkatan penyerapan air dari tanah ke tanaman dan peningkatan gerakan air sepanjang tanaman serta pengurangan transpirasi, sehingga potensial turgor sel tetap terjaga dibawah potensial air sel yang lebih rendah, dengan demikian diharapkan pertumbuhan tajuk tetap berjalan normal dibawah potensial air yang lebih rendah.

Tangpremsi et al. (1987) mengatakan bahwa genotipe sorgum yang melakukan osmoregulasi lebih tinggi umumnya mempunyai luas daun yang lebih besar, menggunakan air yang lebih banyak dan menghasilkan total bahan kering yang lebih tinggi. Genotipe sorgum dengan osmoregulasi tinggi memberikan hasil yang lebih tinggi pada kondisi kekeringan air dibandingkan dengan genotipe sorgum yang osmoregulasinya rendah. Keragaman genotipe dalam osmoregulasi berhubungan dengan ukuran biji. Osmoregulasi pada sorgum sebagian diasosiasikan dengan ketersediaan asimilat daun sebagai solute atau substansi osmotik. Solute yang terakumulasi berpengaruh pada besarnya potensial air dan potensial osmotik daun.


(28)

4. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Perubahan Fisiologis, Morfologis dan Komponen Hasil Padi Tahan Kekeringan

Air merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi tanaman. Sebagian besar sel dan jaringan tanaman penyusun utamanya adalah air, yaitu sekitar 80 persen. Pada kasus-kasus tertentu jumlah air dalam jaringan tanaman bahkan bisa mencapai 90 persen (Larcher, 1980).

Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Bray (1997) mengatakan cekaman kekeringan pada tanaman dapat disebabkan kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah cukup tersedia.

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan, walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Islami dan Utomo, 1995).

Air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesis. Air juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh-tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas


(29)

bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismail,1979).

Kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1994).

Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kekeringan terdapat 2 macam tanggap yang dapat memperbaiki status air yaitu : a) Tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi. b) Tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990).

Parson (1982) dalam Purwanto (1995), mengemukakan ada 3 macam tanggap tanaman terhadap kekeringan, yaitu : tanggap morfologis, tanggap fisiologis dan tanggap biokimia.

Tanggap morfologis

Tinggi tanaman, luas dan bobot tanaman merupakan ukuran pertumbuhan tanaman yang dapat dilihat dari pertambahan ukuran tanaman. Hal ini diawali dari perbanyakan atau pembelahan sel. Pembesaran dan pembelahan sel hanya dapat terjadi pada tingkat turgiditas sel yang tinggi


(30)

(Kramer, 1983). Pada sel yang sedang tumbuh, air menciptakan penggelembungan (turgidity) sel, sehingga menampakkan bentuk dan strukturnya (Noggle dan Fritz, 1986).

Cekaman air mempengaruhi membran sel. Cekaman air menyebabkan turgor menurun dan selanjutnya menahan laju pembesaran sel. Tanaman yang tercekam air berkepanjangan mengakibatkan laju pertumbuhan terhambat sehingga ukuran dan produksi lebih rendah dibandingkan dengan yang normal (Kramer, 1983).

Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air dari pada penutupan stomata. Peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesis dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Perbandingan perkembangan perakaran terhadap pertumbuhan bagian atas (root-shoot ratio), baik menggunakan metode penyaringan pada pot percobaan maupun dengan PEG pada kedelai memberikan nilai hubungan paling erat dengan sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan (Purwanto, 1995).

Perakaran padi berhubungan erat dengan sifat toleransi tanaman terhadap kekeringan (Vergara, 1995). Menurut Mackill et al. (1996), mekanisme sifat perakaran dalam hubungannya dengan ketahanan kekeringan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Perakaran yang dalam dan padat


(31)

berpengaruh terhadap penyerapan air dengan besarnya tempat penampungan air tanah. 2) Besarnya daya tembus (penetrasi) akar pada lapisan tanah keras meningkatkan penyerapan air pada kondisi dimana penampungan air tanah dalam. 3) Penyesuaian tegangan osmosis akar meningkatkan ketersediaan air tanah bagi tanaman dalam kondisi kekurangan air.

Cekaman air akan mengubah partisi asimilat antar organ; pertumbuhan bagian atas berkurang lebih banyak daripada bagian akar, karena pada bagian atas terjadi defisit air yang berat. Nisbah akar dan bagian atas tanaman dalam kondisi cekaman air akan meningkat, walaupun berat kering akar biasanya lebih rendah. Partisi asimilat yang lebih banyak ke arah akar merupakan tanggapan tanaman terhadap cekaman air. Asimilat tersebut digunakan untuk memperluas sistem perakaran dalam usaha memenuhi kebutuhan transpirasi bagian atas (Kramer, 1983).

Tanggap fisiologis

Kehilangan air dari tanaman melalui proses transpirasi merupakan suatu akibat yang tidak dapat dielakkan dari keperluan membuka dan menutupnya stomata untuk masuknya CO2. Kehilangan air dalam proses transpirasi lebih besar melalui stomata daripada kutikula (Yoshida, 1981).

Cekaman air sebelum berakibat pada fotosintesis, lebih dahulu akan mempengaruhi daya hantar stomata, yaitu kemampuan stomata melewatkan gas terutama uap air dan CO2. Fotosintesis pada tingkat cahaya tinggi menurun karena stomata menutup atau daya hantar stomata menurun. Pada kondisi cekaman air stomata menutup, karena adanya akumulasi asam absisat (ABA) dan interaksinya dengan cahaya tinggi (Kramer, 1983). Kluge (1976)


(32)

mengatakan bahwa cekaman air akan meningkatkan tahanan difusi stomata dan tahanan mesofil. Tahanan difusi stomata adalah kebalikan dari daya hantar stomata, demikian pula tahanan mesofil adalah kebalikan dari daya hantar mesofil. Tahanan difusi stomata yang meningkat karena stomata menutup akan menghambat asimilasi karbon, sedangkan tahanan mesofil yang meningkat akan menurunkan aktivitas enzim karboksilase. Stomata yang menutup mengakibatkan CO2 menurun dan O2 meningkat, sehingga fotorespirasi meningkat.

Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis, karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun. Hal ini menyebabkan stomata menutup (Lakitan,1995). Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada akhirnya akan mengurangi laju fotosintesis (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Disamping itu penutupan stomata merupakan faktor yang sangat penting dalam perlindungan mesophyta terhadap cekaman air yang berat (Fitter dan Hay, 1994). Penutupan stomata pada tanaman yang potensial airnya berkurang juga diakibatkan karena terjadinya penimbunan ABA (abscisic acid) yang akan berakibat pada perangsangan penutupan stomata (Gardner et al., 1991).

Kerapatan stomata berkaitan erat dengan besarnya kehilangan air sebagai akibat transpirasi yang selanjutnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang terjadi di daun. Makin tinggi kerapatan stomata, maka laju transpirasi makin besar dan diduga tanaman tidak tahan terhadap cekaman air (Winaryo et al., 1997).


(33)

Sejalan dengan penguapan air dari tumbuhan, garam dalam protoplasma dapat mencapai taraf yang dapat merusak sejumlah enzim utama. Adaptasi pada tanaman tercekam air lainnya adalah penimbunan bahan organik tertentu, misalkan sukrosa, asam amino (khususnya prolin) dan beberapa zat lainnya yang menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim. Bahan organik itu timbul akibat menurunnya potensial osmotik yang disebut pengaturan osmotic atau osmoregulasi (Salisbury dan Ross, 1992).

Pada tanaman yang tahan cekaman kekeringan, tekanan turgor daun tetap dipertahankan meskipun kandungan lengas tanah maupun air jaringan menurun. Hal ini terjadi melalui penurunan potensial osmotik daun yang disebut penyesuaian osmotik (Salisbury dan Ross, 1992).

Mekanisme adaptasi tanaman yang lain untuk mengatasi cekaman kekeringan menurut Wang et al. (1995) adalah dengan pengaturan osmotik sel. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial osmosis sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor sel, yaitu salah satunya dengan menghasilkan prolin.

Pengaruh terhadap komponen hasil

Menurut Vankateswarlu dan Visperas (1987) bahwa terjadinya kekeringan pada fase vegetatif akan menghambat pertumbuhan daun dan pertumbuhan akar, namun besarnya pengaruh tersebut tidak sama. Pertumbuhan daun akan menurun lebih besar dari pada pertumbuhan akar,


(34)

sehingga terjadi penurunan nisbah tajuk-akar. Pada fase generatif fotosintat banyak dialihkan ke bagian generatif yaitu bunga, buah atau biji sehingga pertumbuhan akar menjadi lebih terhambat daripada pertumbuhan bagian tajuk.

Menurut Vergara (1995), kekeringan akan menurunkan hasil dan komponen hasil padi. Ada tiga stadia pada fase generatif yang sangat rentan terhadap kekeringan yaitu stadia pembentukan malai, penyer-bukan/pembuahan dan pengisian biji. Kekurangan air pada stadia pembentukan bunga akan menurunkan jumlah gabah yang terbentuk atau penurunan jumlah gabah per malai. Pada stadia penyerbukan/pembuahan kekurangan air akan meningkatkan persentase gabah hampa. Hal ini karena tepung sari menjadi mandul sehingga tidak terjadi pembuahan. Kekurangan air pada stadia pengisian biji akan menurunkan berat seribu biji bernas, karena gabah tidak terisi penuh atau ukuran gabah lebih kecil dari ukuran normalnya. Apabila tanaman mengalami cekaman kekeringan pada salah satu dari ketiga stadia tersebut maka dapat dipastikan akan terjadi penurunan hasil biji.

5. Metode Penyaringan terhadap Cekaman Kekeringan

Metode penyaringan untuk memilih galur/varietas dengan ketahanan terhadap kekeringan yang banyak dilakukan ialah dengan mengecambahkan benih pada larutan dengan tekanan osmosis yang tinggi, memperlakukan tekanan kekeringan pada bibit dalam ruang pertumbuhan (growth chamber) dengan suhu, lengas, sinar terkendali, pengukuran langsung perakaran dan metode lapangan (Soemartono, 1985).


(35)

Perkecambahan benih dalam larutan PEG sebagai larutan osmotikum merupakan metode penyaringan tidak langsung untuk ketahanan terhadap cekaman kekeringan karena tekanan osmotik larutan tersebut jauh lebih tinggi dari tekanan osmotik air murni. Semakin banyak volume PEG yang dilarutkan semakin tinggi tekanan osmotik larutan yang terbentuk. Dalam keadaan demikian akan terjadi hambatan proses imbibisi air ke dalam biji ketika dikecambahkan dengan menggunakan larutan osmotikum tersebut. Semakin kuat suatu varietas menghadapi cekaman osmotik tinggi berarti lebih tahan terhadap cekaman kekeringan (Adwitarsa, 1996).

PEG (HO-CH2-(CH2-o-CH2)x-CH2-OH) merupakan senyawa polymer berantai panjang, tidak berubah (inert), bukan ion dan tidak beracun. PEG tersedia dalam formulasi yang berbeda-beda sifat fisik dan berat molekulnya. PEG 600 berupa cair, PEG 1000-1450 bentuk fisiknya padat lunak, sedangkan PEG 3350-14000 bentuk fisiknya berupa serpih atau bubuk. Senyawa PEG 6000-8000 sering digunakan sebagai bahan penelitian fisiologi tanaman dan benih (Rahardjo, 1986).

Menurut Rahardjo (1986), mekanisme kerja PEG sebagai osmotikum dikarenakan dengan pengaturan konsentrasi PEG dapat diketahui konsentrasi yang sama atau hampir sama dengan nilai osmotik benih, sehingga mampu mencegah berlangsungnya proses keluar atau masuknya air ke dalam benih. Dengan demikian proses imbibisi tidak terjadi.

Mumford dan Brett (1982) mengemukakan teori bahwa nilai osmotik larutan PEG dapat mencapai keseimbangan dengan benih, sehingga pengambilan air untuk perkecambahan terhalang dan benih tetap memiliki


(36)

kandungan air yang cukup supaya tidak kekeringan. Membran sel benih bersifat semi permeabel artinya memungkinkan molekul air masuk tetapi mencegah molekul yang besar seperti PEG masuk ke dalam sel benih.

B. Kerangka Pikir

Genotipe padi gogo dikatakan tahan kekeringan karena mampu melakukan penyesuaian fisiologis, morfologis dan mampu memberikan hasil pada kondisi kekeringan. Cara adaptasi tersebut melalui mekanisme avoidance dan tolerance.

Genotipe padi gogo avoidance kekeringan, menjaga turgiditas sel dilakukan dengan mempertahankan potensial air sel tetap tinggi dengan jalan meningkatkan penyerapan air atau mengurangi kehilangan air melalui transpirasi, sedangkan genotipe padi gogo tahan kekeringan dengan mekanisme tolerance, mempertahankan turgiditas sel dengan cara menurunkan potensial osmotik sel yaitu meningkatkan kadar bahan larut sel, yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya senyawa prolin pada daun.

Salah satu cara untuk mendapatkan genotipe padi gogo tahan kekeringan adalah dengan melakukan penyaringan. Salah satu metode penyaringan yang digunakan adalah dengan mengecambahkan benih dalam larutan dengan tekanan osmosis yang tinggi, dan dengan penanaman tanaman pada kadar lengas yang berbeda yang mencerminkan status air dalam kondisi kekeringan, dengan tolok ukur karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil sebagai cara adaptasi suatu genotipe tersebut dalam menghadapi kondisi kekeringan.


(37)

C. Hipotesis

Beberapa dugaan sementara didasarkan hasil dari kajian teori yaitu : 1. Diduga simulasi cekaman air dengan menggunakan PEG akan

meng-akibatkan terjadinya tanggap yang berbeda-beda dari masing-masing va-rietas padi gogo pada aspek perkecambahan dan kadar larutan PEG 6000 yang optimum digunakan untuk melakukan penyaringan tahan kekeringan adalah kadar 25 g/l air.

2. Diduga cekaman kekeringan pada berbagai tingkat kadar lengas tanah akan memberikan tanggap yang berbeda-beda dari masing-masing varietas padi gogo terhadap karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil.


(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, berada pada ketinggian tempat 95 m dpl. Penelitian dimulai bulan Oktober 2007 sampai dengan Maret 2008, terdiri atas 2 percobaan yaitu : percobaan I adalah penyaringan ketahanan kekeringan padi gogo dengan PEG 6000 pada tahap perkecambahan. Sedangkan percobaan II adalah percobaan cekaman kekeringan padi gogo pada berbagai tingkat kadar lengas tanah di pot percobaan.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Percobaan Penyaringan Ketahanan Kekeringan Padi Gogo dengan PEG 6000

Bahan-bahan yang digunakan antara lain : senyawa kimia PEG (Polyethylene glycol) 6000, kertas saring, air suling dan 10 jenis varietas padi gogo berasal dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Subang. Sedangkan alat yang digunakan antara lain : timbangan digital, petridis ukuran diameter 10 cm, botol balsem, pipet, penggaris dan gelas ukur.

2. Percobaan Cekaman Kekeringan Padi Gogo pada Berbagai Tingkat Kadar Lengas Tanah

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : tanah latosol dari Daerah Jumantono, Karanganyar, pupuk kadang sapi,


(39)

pupuk urea, SP-36 dan KCl, benih padi gogo varietas Gajah Mungkur, Situ Patenggang, Kalimutu dan Towuti, polybag ukuran 35 cm x 40 cm, label dan papan nama. Sedangkan alat yang digunakan antara lain : meteran, gembor, cetok, timbangan digital, mortal, penumbuk, gelas piala, tabung reaksi, penangas, lampu spritus, stirer, leaf area meter dan mikroskop elektron.

C. Rancangan Percobaan

Kedua percobaan yang dilakukan merupakan penelitian percobaan (experiment).

1. Percobaan Penyaringan Ketahanan Kekeringan Padi Gogo dengan PEG 6000

Percobaan ini dilakukan di laboratorium, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah macam varietas padi gogo (V), terdiri atas 10 varietas yaitu :

V1 : varietas Gajah Mungkur V2 : varietas Situ Bagendit V3 : varietas Situ Patenggang V4 : varietas Kalimutu V5 : varietas Danau Gaung V6 : varietas Towuti V7 : varietas Limboto V8 : varietas Cirata V9 : varietas Jatiluhur V10 : varietas Way Rarem


(40)

Faktor perlakuan kedua adalah kadar larutan perkecambahan dengan PEG (K), terdiri atas 4 taraf kadar larutan PEG yaitu :

K1 : PEG dengan kadar 0 g/l air K2 : PEG dengan kadar 15 g/l air K3 : PEG dengan kadar 20 g/l air K4 : PEG dengan kadar 25 g/l air

2. Percobaan Cekaman Kekeringan Padi Gogo pada Berbagai Tingkat Kadar Lengas Tanah

Percobaan di pot menggunakan rancangan acak lengkap faktorial terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah macam varietas padi gogo (V) terdiri atas 4 varietas yaitu :

V1 : varietas Gajah Mungkur V2 : varietas Situ Patenggang V3 : varietas Kalimutu V4 : varietas Towuti

Faktor perlakuan kedua adalah cekaman kekeringan (C) yang terdiri atas 4 taraf tingkat kadar lengas tanah yaitu :

C1 : 100 persen kapasitas lapang C2 : 75 Persen kapasitas lapang C3 : 50 persen kapasitas lapang C4 : 25 persen kapasitas lapang


(41)

D. Tata Laksana Penelitian

Persiapan penelitian meliputi beberapa kegiatan diantaranya adalah : 1. Percobaan Penyaringan Ketahanan Kekeringan Padi Gogo dengan

PEG 6000

Untuk pengamatan daya kecambah dan indeks vigor, tiap-tiap varietas padi dikecambahkan pada media perkecambahan dalam petridis yang telah diberi larutan PEG 6000 sesuai dengan tingkat kadar yang telah ditentukan. Uji perkecambahan menggunakan metode substratum petridis tertutup. Petridis yang digunakan dengan ukuran diameter 10 cm, bagian dalamnya diberi alas dengan kertas saring (filter paper) sebanyak 1 lapis. Benih padi yang diperlakukan diletakkan di atasnya sejumlah 15 buah, kemudian petridis ditutup dengan penutupnya.

Benih yang dipakai sebagai bahan penelitian dipilih yang bernas, tidak terdapat bekas hisapan (noda hitam) dan tenggelam dalam air. Sedangkan benih yang melayang dan terapung tidak digunakan.

2. Percobaan Cekaman Kekeringan Padi Gogo pada Berbagai Tingkat Kadar Lengas Tanah

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam percobaan ini meliputi : a. Persiapan

Langkah awal sebelum penelitian adalah menentukan kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan metode gravimetri. Metode ini dilakukan dengan jalan menyiramkan air pada media sampai jenuh, dan dibiarkan hingga air berhenti menetes dari polybag. Media tanam yang


(42)

dipergunakan terlebih dahulu dikering anginkan dan dihaluskan dengan penggilingan dan pengayakan berukuran 2 mm. Tanah yang sudah halus dicampur dengan pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton per ha, pupuk KCl dan SP-36. Setelah itu media dimasukkan ke dalam polybag berukuran 35 cm x 40 cm.

b. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan sistem tanam langsung. Setiap lubang terdiri atas 3 buah benih. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 14 hari, dan dipertahankan 1 tanaman per polybag. Tanaman diperlakukan cekaman kekeringan setelah berumur 28 hari sejak tanam. c. Pemupukan

Pupuk yang digunakan yaitu : pupuk Urea dengan dosis 200 kg/ha, diberikan sebanyak 2 kali pemberian yaitu pada umur 3 minggu sebanyak ½ dosis dan sisanya diberikan pada umur 6 minggu. Pupuk SP-36 diberikan dengan dosis 83,3 kg per ha. Sedangkan pupuk KCl dengan dosis 83,3 kg. Pemupukan Pupuk SP-36 dan KCl dilakukan pada saat tanam.

d. Perlakuan kekeringan

Perlakuan cekaman kekeringan diperlakukan mulai pada umur tanaman 28 hari setelah tanam, dengan memberikan air menurut metode gravimetri sesuai dengan perhitungan pada Lampiran 3. Untuk mempertahankan jumlah air tanah sesuai dengan perlakuan,


(43)

masing-masing perlakuan dilakukan dengan menimbang satu per satu polybag pada pukul 16.00 WIB setiap harinya. Perlakuan cekaman kekeringan dihentikan pada saat tanaman berumur 8 minggu setelah tanam.

e. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan seperti pengendalian hama, penyakit dan gulma dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman dan rekomendasi yang dianjurkan.

f. Pemanenan

Pemanenan dilakukan apabila bulir padi sudah menguning, gabah sudah berisi dan bernas, daun bendera bewarna kuning, sebagian batang telah mati, kering kecoklatan dan tangkai daun sudah kelihatan merunduk.

E. Tolok Ukur Pengamatan

1. Percobaan Penyaringan Ketahanan Kekeringan Padi Gogo dengan PEG 6000

Tolok ukur yang diamati meliputi : a. Daya kecambah

Daya kecambah diamati dengan menghitung persentase benih yang bekecambah selama 7 hari dari total jumlah benih yang dikecambahkan. Benih dikatakan berkecambah apabila telah tumbuh radikal. Pengamatan daya kecambah dilakukan setiap hari.


(44)

b. Indeks vigor

Untuk mendapatkan nilai indeks vigor digunakan rumus sebagai berikut :

G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7

Iv = + + + + + +

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 Keterangan :

Iv : indeks vigor

G : jumlah/banyaknya kecambah pada hari tertentu

D : waktu yang berkorespondensi dengan jumlah benih yang berkecambah

2. Percobaan Cekaman Kekeringan Padi Gogo pada Berbagai Tingkat Kadar Lengas Tanah

Pada percobaan ini pengamatan dilakukan atas 3 tolok ukur utama yaitu karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil.

a. Tolok ukur pertumbuhan meliputi : 1) Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur pada umur 8 minggu setelah tanam, atau pada saat tanaman diperlakukan cekaman kekeringan selama 1 bulan. Pengukuran dilakukan dimulai dari pangkal batang sampai dengan ujung daun tertinggi.

2) Jumlah anakan

Jumlah anakan yang dihitung adalah jumlah anakan setiap rumpun pada umur 8 minggu setelah tanam atau pada saat tanaman diperlakukan cekaman kekeringan selama 1 bulan.


(45)

3) Berat kering tanaman

Berat kering yang digunakan adalah berat kering keseluruhan tanaman (akar, batang, daun, bunga, buah). Bagian tanaman dicabut, kemudian dicuci untuk menghilangkan tanah setelah itu dibungkus dan dilakukan pengeringan pada suhu 70°C sampai kadar airnya konstan. 4) Berat kering akar

Penimbangan berat kering akar dilakukan setelah akar per rumpun dikeringkan dengan oven sampai kadar airnya konstans. Pengukuran dilakukan pada umur 8 minggu setelah tanam atau pada saat tanaman diperlakuan cekaman kekeringan selama 1 bulan.

5) Panjang akar

Pengukuraan panjang akar dilakukan dengan mengukur akar terpanjang setelah dibersihkan dari tanah yang menempel. Pengukuran dilakukan pada umur 8 minggu setelah tanam atau pada saat tanaman diperlakukan cekaman kekeringan selama 1 bulan.

6) Luas daun

Pengukuran luas daun segar dilakukan pada saat tanaman berumur 8 minggu setelah tanam dengan alat leaf area meter di Laboratorium Ilmu Tanaman UGM.


(46)

b. Tolok ukur fisiologi meliputi : 1) shoot – root ratio

Shoot-root ratio adalah suatu perbandingan antara berat kering (g) bagian atas tanaman (daun, batang, bunga dan buah) dengan bagian bawah tanaman yaitu berat kering akar (g). Data diambil dari tanaman pada umur 8 minggu setelah tanam atau pada saat tanaman diperlakukan cekaman kekeringan selama 1 bulan.

2) Umur berbunga

Umur berbunga ditentukan apabila malai dari sejumlah anakan telah muncul, dihitung mulai dari hari ke-n setelah tanam.

3) Laju pertumbuhan relatif/LPR (Relative growth rate)

LPR menunjukkan peningkatan berat kering dalam suatu interval waktu, dalam hubungannya dengan berat asal. LPR dihitung dengan menggunakan persamaan :

LPR = (ln W2 – ln W1) / (T2 – T1) Keterangan :

LPR : laju pertumbuhan relatif (g/minggu) W1 : berat berangkasan kering awal (g) W2 : berat berangkasan kering akhir (g) T : waktu (minggu)

Pengukuran berat kering tanaman per satuan waktu dilakukan pada tanaman korban sebanyak 4 kali yaitu pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu setelah tanam.


(47)

4) Kandungan prolin daun

Kadar prolin dianalisis berdasarkan metode Bates et al. (1973) dengan sedikit perubahan. Bahan tanaman yang digunakan adalah ujung daun bagian atas tajuk yang telah mengembang dengan sempurna sebanyak 0,5 g. Potongan daun yang telah dikeringkan secara dingin ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian digerus dan dihomogenasi dengan 10 ml asam sulfo-salisilat 3 persen. Selanjutnya disentrifus pada 9.000 x g selama 15 menit. Sebanyak 2 ml supernatant direaksikan dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam asetat glacial didalam tabung reaksi dan dipanaskan dalam penangas air pada temperatur 100 °C selama 60 menit. Larutan kemudian didinginkan di dalam es selama 5 menit, larutan diekstraksi dengan 4 ml toluene sampai terbentuk kromoform. Untuk menetapkan kadar prolin, larutan yang bewarna diukur absorsinya dengan spectrinik 20 geneys pada panjang gelombang 5.230 nm. Sedangkan sebagai standar digunakan Dl prolin (sigma) 0,1-3,0 mM yang dilarutkan dalam asam sulfosalisilat 3 persen. Kadar prolin dinyatakan sebagai µ mol g daun basis kering. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 52 hari setelah tanam

c. Tolok ukur hasil meliputi : 1) Jumlah gabah per rumpun

Jumlah gabah per rumpun adalah jumlah gabah dalam satu rumpun yang dihitung pada saat panen.


(48)

2) Persentase gabah hampa

Persentase gabah hampa adalah persentase gabah hampa dari seluruh jumlah gabah per rumpun.

3) Berat 1.000 butir gabah bernas

Berat 1.000 butir gabah bernas merupakan berat 1.000 butir gabah bernas yang telah dibersihkan dan dikeringkan hingga kadar airnya mencapai kurang lebih 14 persen per rumpun.

4) Hasil gabah kering per rumpun

Hasil gabah kering per rumpun merupakan berat gabah bernas/isi yang telah dibersihkan dan dijemur hingga kadar airnya mencapai kurang lebih 14 persen.

F. Analisis Data

Data dianalisis menggunakan sidik ragam dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji beda Duncan taraf 5 persen. Untuk membantu analisis data, digunakan perangkat lunak (software) program SPSS version 12.

Untuk mengetahui pengaruh kadar lengas yang semakin menurun terhadap arah dan besar perubahan sifat-sifat genotipe padi tersebut, maka dilakukan analisis regresi linier yang ditentukan berdasarkan besarnya nilai koefisien regresi (b) yang secara nyata atau koefisien determinan (R2) yang lebih besar. Bentuk persamaan regresi linier sebagai berikut :

Y = a + bx (regresi linier) Keterangan :

Y = angka perubahan sifat/tolok ukur yang diamati x = kadar lengas tanah

a = Intersep


(49)

Sifat-sifat yang interaksi varietas x cekaman kekeringan nyata menunjukkan bahwa perubahan sifat tersebut oleh pengaruh penurunan kadar lengas tanah berbeda pada masing-masing varietas. Perubahan sifat yang berbeda-beda pada masing-masing varietas dapat diperjelas dari hasil regresinya.

Besarnya keeratan hubungan antar sifat dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya. Korelasi yang digunakan untuk menduga besarnya keeratan hubungan antar sifat adalah korelasi fenotipe (Gomez dan Gomez, 1995).


(50)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Percobaan Penyaringan Ketahanan Kekeringan Padi Gogo dengan PEG 6000

Ada dua tolok ukur yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan varietas yang memiliki ketahanan kekeringan terbaik yaitu tolok ukur daya kecambah dan indeks vigor.

1. Daya Kecambah

Dari Tabel 1 terlihat bahwa persentase perkecambahan semakin menurun dengan semakin meningkatnya kadar larutan PEG 6000, penurunan terlihat jelas mulai pada kadar larutan PEG 25 g/l air.

Tabel 1. Pengaruh tingkat kadar larutan PEG 6000 terhadap daya kecambah 10 varietas padi gogo

Varietas

Kadar PEG 0 g / l

Kadar PEG 15 g/l Kadar PEG 20 g/l Kadar PEG 25 g/l Gajah Mungkur 100 a 100 a 97,8 A 46,7 cde Situ Bagendit 100 a 100 a 86,7 A 37,8 cde Situ Patenggang 100 a 100 a 97,8 A 62,2 bc Kalimutu 100 a 100 a 93,3 A 44,4 cde Danau Gaung 100 a 97,8 a 82,2 Ab 4,4 f

Towuti 100 a 100 a 97,8 A 80,0 ab

Limboto 100 a 91,1 a 53,3 Cd 22,2 ef Cirata 100 a 100 a 46,7 Cd 31,1 de Jatiluhur 100 a 91,1 a 35,6 De 8,9 f Way Rarem 100 a 91,1 a 2,2 F 2,2 f Keterangan : Data ditransformasikan ke arcsin √x untuk pengujian ragamnya.

Angka pada kolom dan baris yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan, ά = 0.05


(51)

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa daya kecambah semua varietas pada kadar larutan PEG 0 g/l air sebesar 100 persen. Daya kecambah semua varietas pada kadar larutan PEG 15 g/l air tidak menujukkan perbedaan yang nyata dengan daya kecambah pada kadar larutan PEG 0 g/l walaupun terlihat sudah ada penurunan. Begitu juga daya kecambah pada kadar larutan PEG 20 g/ l, varietas Gajah Mungkur, Situ Bagendit, Situ Patenggang, Kalimutu, Danau Gaung dan Towuti tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan daya kecambah pada kadar larutan PEG 0 g/l. Hal ini berarti bahwa varietas-varietas tersebut belum menunjukkan efek penghambatan perkecambahan akibat semakin tingginya kadar larutan PEG yang merupakan simulasi akibat cekaman kekeringan pada proses perkecambahan.

Penghambatan perkecambahan secara nyata baru terjadi pada kadar larutan PEG 25 g/l, semua varietas menunjukkan daya kecambah yang lebih rendah dan berbeda sangat nyata dengan daya kecambah pada kadar larutan PEG 0 g/l, kecuali pada varietas Towuti, yang tidak mengalami penurunan berarti. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kadar larutan PEG 25 g/l adalah kadar larutan yang optimum digunakan untuk penyaringan varietas padi gogo tahan kekeringan.

Dapat juga dikatakan bahwa pada kadar larutan PEG 15 dan 20 g/l, larutan perkecambahan tersebut memiliki nilai osmotik yang lebih rendah


(52)

dari nilai osmotik benih sehingga proses imbibisi berlangsung. Ini terlihat dari daya kecambah hampir sama dibandingkan dengan kadar larutan PEG 0 g/l. Sedangkan pada kadar larutan PEG 25 g/l, larutan perkecambahan tersebut memiliki nilai osmotik yang hampir sama dengan nilai osmotik benih, sehingga pada semua varietas kecuali Towuti mengalami penurunan daya kecambah yang sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan kadar larutan PEG 0 g/l.

2. Indeks Vigor

Vigor benih merupakan penjumlahan sejumlah sifat yang ditunjukkan dengan tingkat aktivitas dan kenampakannya selama berkecambah dan atau pertumbuhan awal (Nichols, 1987).

Seperti halnya pada persentase perkecambahan indeks vigor semakin menurun dengan bertambahnya kadar larutan PEG dan semakin nyata menurun mulai kadar 25 g/l air. Varietas Towuti, Situ Patenggang, Gajah Mungkur dan Kalimutu tetap memiliki nilai indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang lain.


(53)

Tabel 2. Pengaruh tingkat kadar larutan PEG 6000 terhadap indeks vigor 10 varietas padi gogo

Varietas Kadar PEG 0 g/l

Kadar PEG 15 g/l

Kadar PEG 20 g/l

Kadar PEG 25 g/l

Gajah Mungkur 13.83 A 5.22 ghijk 4.67 ljkl 1.20 klmnop

Situ Bagendit 8.72 Cdefg 8.56 cdefgh 3.82 jklmno 1.90 klmnop Situ Patenggang 13.33 Ab 7.67 defghi 4.93 ljkl 2.21 klmnop

Kalimutu 11.70 Abcd 5.47 ghijk 4.37 ljklm 0.61 klmnop

Danau Gaung 9.61 Cdef 5.07 hijk 3.52 jklmnop 0.15 op

Towuti 11.17 Abcd 6.57 fghij 4.91 ljkl 3.39 jklmnop

Limboto 10.11 Bcde 4.66 ijkl 1.99 klmnop 0.72 mnop

Cirata 11.67 Abc 7.03 efghij 2.06 klmnop 2.52 klmnop

Jatiluhur 13.67 A 5.57 ghijk 1.27 lmnop 0.36 nop

Way Rarem 10.39 abcde 4.07 Ijklmn 0.06 p 0.21 op

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom berarti berbeda tidak nyata pada uji Duncan ά = 0.05 Berdasarkan tolok ukur daya kecambah dan indeks vigor (Tabel 1 dan 2) tedapat 4 varietas yang menunjukkan ketahanan terhadap cekaman kekeringan terbaik yaitu : Towuti, Situ Patenggang, Gajah Mungkur dan Kalimutu. Sedangkan yang tidak menunjukkan ketahanan terhadap cekaman kekeringan adalah varietas Way Rarem.

Perkecambahan benih dalam larutan PEG sebagai larutan osmotikum merupakan metode penyaringan tidak langsung untuk ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Menurut Adwitarsa (1996) bahwa larutan PEG mempunyai tekanan osmotik larutan jauh lebih tinggi dari tekanan osmotik air murni. Semakin tinggi kadar larutan PEG yang dilarutkan maka semakin


(54)

tinggi pula tekanan osmotik larutan yang terbentuk. Hal ini mengakibatkan terjadi penghambatan proses imbibisi air ke dalam biji ketika dikecambahkan. Vergara (1995) juga mengatakan bahwa air yang diserap dalam proses perkecambahan biji akan digunakan dalam proses dehidrasi dan untuk meningkatkan aktivitas metabolisme sel-sel dalam benih. Berarti semakin kuat suatu varietas menghadapi cekaman osmotik yang tinggi maka akan semakin tahan terhadap cekaman kekeringan.

Mekanisme kerja PEG sebagai osmotikum menurut Rahardjo (1986) dikarenakan konsentrasi PEG dapat diatur hingga konsentrasi larutan perkecambahan memiliki nilai yang sama atau hampir sama dengan nilai osmotik benih, dengan demikian mampu mencegah berlangsungnya proses keluar atau masuknya air ke dalam benih.

Mumford dan Brett (1982) mengatakan bahwa penambahan PEG ke dalam larutan perkecambahan mengakibatkan pengambilan air untuk perkecambahan terhalang dan benih tetap memiliki kandungan air yang cukup supaya tidak kekeringan. Membran sel benih bersifat semi permeabel artinya memungkinkan molekul air masuk tetapi mencegah molekul yang besar seperti PEG masuk ke dalam sel benih. Knypl dan Khan (1981) mengatakan bahwa molekul-molekul PEG hanya terdapat di luar membran sel benih, membentuk lapisan tipis yang melingkupi benih dan berfungsi sebagai penyangga kandungan air benih. Itu berarti bahwa pemakaian


(55)

konsentrasi PEG 25 g/l hanyalah bersifat membatasi proses imbibisi tetapi tidak meracuni benih.

B. Percobaan Cekaman Kekeringan Varietas Padi Gogo pada Berbagai Tingkat Kadar Lengas Tanah

Hasil sidik ragam 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh sangat nyata/nyata hampir pada semua tolok ukur kecuali tolok ukur panjang akar dan shoot-root ratio. Perlakuan macam varietas juga berpengaruh sangat nyata/nyata hampir pada semua tolok ukur kecuali tinggi tanaman, berat kering tanaman, panjang akar dan shoot-root ratio. Interaksi antara perlakuan cekaman kekeringan dan perlakuan macam varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur umur berbunga, jumlah gabah per rumpun dan berat 1000 biji bernas; berpengaruh nyata terhadap tolok ukur panjang akar dan berat kering gabah per rumpun (Lampiran 1).

Adanya interaksi sangat nyata/nyata antara perlakuan cekaman kekeringan dan macam varietas menunjukkan bahwa penurunan kadar lengas tanah atau cekaman kekeringan yang semakin berat berpengaruh terhadap perubahan tolok ukur antar varietas yang tidak seragam. Tolok ukur yang menunjukkan terjadinya pengaruh sangat nyata/nyata akibat pengaruh faktor perlakuan 1 dan 2 serta interaksi keduanya, merupakan tolok ukur yang paling baik digunakan untuk menentukan resistensi suatu varietas terhadap cekaman kekeringan.


(56)

Besarnya pengaruh perubahan sifat yang menjadi tolok ukur masing-masing varietas dilihat dari koefisien regresinya (b), sementara seberapa besar pengaruh penurunan kadar lengas terhadap perubahan sifat yang menjadi tolok ukur dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2).

1. Pertumbuhan

Dari 6 tolok ukur yang diamati, 4 tolok ukur menunjukkan tidak adanya saling tindak (interaksi) antara faktor perlakuan macam varietas dengan faktor perlakuan cekaman kekeringan (Tabel 3) dan 2 tolok ukur menunjukkan adanya interaksi (Tabel 4 dan 6).

Tabel 3. Hasil pengamatan terhadap tolok ukur pertumbuhan yang tidak menunjukkan interaksi Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan (buah) Berat kering tanaman (g) Berat kering akar (g) Varietas :

Gajah Mungkur 107,00 ab 3,83 c 6,85 B 5,12 a

Situ Patenggang 101,46 ab 5,83 b 8,36 B 5,67 a

Kalimutu 114,00 a 3,42 c 6,85 B 4,98 a

Towuti 94,79 a 8,92 a 8,85 A 6,07 a

Cekaman kekeringan :

100% kapasitas lapang 112,88 a 6,42 a 11,82 A 8,69 a 75% kapasitas lapang 119,50 a 6,25 ab 10,10 ab 7,25 b 50% kapasitas lapang 96,42 b 5,17 bc 5,77 B 3,95 c 25% kapasitas lapang 88,46 b 4,17 c 3,26 C 1,94 d Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom

yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji Duncan ά = 0,05


(57)

a. Tinggi tanaman

Berdasarkan sidik ragam 5 persen, perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, sedangkan macam varietas dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 1a).

Peningkatan intensitas cekaman kekeringan mengakibatkan terjadinya penurunan tinggi tanaman. Penuruan tinggi tanaman secara nyata mulai terjadi pada kadar lengas tanah 50 persen kapasitas lapang (Tabel 3). Pengaruh penurunan kadar lengas terhadap tinggi tanaman berbentuk linier positif sangat nyata (b = 0,038**) dengan koefisien determinasi yang sangat tinggi (75,1%).

Pada Tabel 3, tinggi tanaman pada kadar lengas tanah 75 persen kapasitas lapang lebih tinggi dibandingkan dengan 100 persen kapasitas lapang, namun berbeda tidak nyata. Hal ini diduga bahwa tanaman pada kadar lengas tanah 100 persen kapasitas lapang tanaman telah mencapai pertumbuhan vegetatif maksimum dan akan memasuki fase generatif, oleh karena itu tanaman lebih banyak mendistribusikan fotosintat mengarah pada organ-organ generatif dibandingkan untuk pertumbuhan tinggi tanaman atau organ vegetatif.

Pertumbuhan tanaman termasuk tinggi, diawali dari proses pemben-tukan tunas, yang merupakan proses pembelahan dan pembesaran sel. Proses pembelahan dan pembesaran sel hanya dapat terjadi pada tingkat


(58)

turgiditas sel yang tinggi (Kramer, 1983). Kedua proses ini dipengaruhi oleh tekanan turgor sel.

Tekanan turgor adalah tekanan aktual yang dikeluarkan oleh protoplasma terhadap dinding sel, yang merupakan tekanan hidrostatis dan sangat ditentukan oleh banyaknya air yang terkandung dalam protoplasma dalam suatu waktu (Muller, 1979).

b. Jumlah anakan

Berdasarkan sidik ragam 5 persen, perlakuan cekaman kekeringan dan macam varietas berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan jumlah anakan, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan (Lampiran 1b).

Pada Tabel 3 terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah anakan seiring meningkatnya intensitas cekaman kekeringan. Penurunan jumlah anakan secara nyata terjadi mulai pada kadar lengas tanah 50 persen kapasitas lapang. Pengaruh penurunan kadar lengas terhadap jumlah anakan berbentuk linier positif sangat nyata (b = 0,031**) dengan koefisien determinasi yang sangat tinggi (R2 = 93%).

Penurunan jumlah anakan padi gogo akibat pengaruh cekaman kekeringan merupakan salah satu daya adaptasi pada kondisi kekeringan. Tanaman yang hidup pada daerah kekeringan akan berusaha untuk mengefisiensikan penggunaan air, dengan terjadinya penurunan jumlah anakan. Penurunan jumlah anakan juga bertujuan untuk mengurangi transpirasi dan mengoptimalkan distribusi asimilat kedalam jumlah anakan


(59)

yang sedikit. Matsuo dan Hoshikawa (1993) mengatakan bahwa yang tergolong genotipe padi gogo yang tahan kekeringan adalah genotipe yang mempuyai jumlah anakan rendah dengan penurunan laju yang rendah pula, penurunan jumlah anakan selaras dengan penurunan lengas tanah.

c. Berat kering tanaman

Berat produksi bahan kering tanaman adalah menggambarkan hasil dari laju fotosintesis bersih tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).

Berdasarkan sidik ragam 5 persen, perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tanaman, sedangkan macam varietas dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering tanaman (Lampiran 1d).

Cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan berat kering tanaman. Penurunan secara nyata terjadi sejak kadar lengas tanah 75 persen kapasitas lapang dan menurun secara tajam pada 25 persen kapasitas lapang. Pengaruh penurunan kadar lengas terhadap penurunan berat kering tanaman berbentuk linier positif sangat nyata (b = 0,120**) dengan koefisien determinasi yang sangat tinggi (R2 = 97,5%).

Pada kadar lengas tanah 100 persen kapasitas lapang, air tersedia bagi tanaman sehingga mampu melarutkan unsur hara secara optimal. Proses metabolisme pada tubuh tanaman akan semakin meningkat, termasuk fotosintesis. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya laju fotosintesis, sehingga semakin banyak fotosintat yang dihasilkan begitu juga sebaliknya bila air tidak tersedia bagi tanaman.


(60)

Kramer (1983) mengatakan bahwa sebelum berakibat pada penurunan fotosintesis, cekaman kekeringan terlebih dahulu mempengaruhi daya hantar stomata, yaitu kemampuan stomata melewatkan gas (terutama uap air) dan CO2. Pada kondisi tercekam kekeringan, stomata akan menutup karena adanya akumulasi penimbunan asam absisat (ABA) serta akibat adanya interaksi dengan suhu yang tinggi.

Kluge (1976) mengatakan bahwa cekaman kekeringan juga berakibat pada peningkatan tahanan difusi stomata dan tahanan mesofil. Tahanan difusi stomata adalah kebalikan dari daya hantar stomata, demikian pula tahanan mesofil adalah kebalikan dari daya hantar mesofil. Tahanan difusi stomata yang meningkat karena stomata menutup akan menghambat asimilasi karbon, sedangkan tahanan mesofil yang meningkat akan menurunkan aktivitas enzim karboksilase. Stomata yang menutup mengakibatkan CO2 menurun dan O2 meningkat, sehingga fotorespirasi meningkat.

Cekaman kekeringan juga mengakibatkan suhu naik, titik kompensasi CO2 naik, serta enzim karboksilase lebih responsif terhadap oksigen karena enzim tersebut bersifat amfoterik dan berubah fungsi menjadi oksigenase. Aktivitas oksigenase mengakibatkan fotorespirasi meningkat yang akhirnya mengakibatkan menurunnya hasil fotosintesis bersih (Salisbury dan Ross 1992).


(61)

d. Berat kering akar

Berdasarkan sidik ragam 5 persen, perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering akar, sedangkan macam varietas dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering akar (Lampiran 1c).

Berat kering akar tanaman akan semakin turun dengan meningkatnya intensitas cekaman kekeringan. Penurunan berat kering akar mulai terjadi pada kadar lengas tanah 75 persen kapasitas lapang, dan penurunan semakin nyata dengan semakin tinggi intensitas cekaman kekeringan (Tabel 3). Pengaruh penurunan kadar lengas terhadap penurunan berat kering akar berbentuk linier positif sangat nyata (b = 0,09x**) dengan koefisien determinasi yang sangat tinggi (R2 = 98%).

Penurunan berat kering akar selain disebabkan oleh penurunan kadar lengas tanah juga disebabkan oleh terjadinya penurunan luas daun. Penuruan luas daun mengakibatkan semakin rendahnya alokasi asimilat untuk pembentukan akar. Hal ini terlihat dari koefisien korelasinya r = 0,999** (Lampiran 4).

e. Panjang akar

Berdasarkan sidik ragam 5 persen, perlakuan cekaman kekeringan dan macam varietas berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Lampiran 1b).


(62)

Tabel 4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang akar (cm) masing-masing varietas

Cekaman kekeringan (% kapasitas lapang) Varietas

100 75 50 25

Gajah Mungkur 37,50 cd 41,00 bcd 37,33 cd 45,66 ab Situ Patenggang 40,50 bcd 43,66 abc 39,33 bcd 36,50 cd Kalimutu 39,00 bcd 48,50 a 39,00 bcd 43,66 abc Towuti 43,00 abc 38,83 bcd 38,66 bcd 33,83 d

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom berarti berbeda tidak nyata pada uji Duncan ά = 0,05 Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pengaruh cekaman kekeringan pada tolok ukur panjang akar dalam penelitian ini tidak menunjukkan fenomena yang sama pada keempat varietas yang dicobakan. Pada varietas Towuti, semakin tingginya intensitas cekaman kekeringan, panjang akar akan semakin menurun, penurunan secara nyata terjadi pada kadar lengas tanah 25 persen kapasitas lapang. Penurunan panjang akar juga terjadi pada varietas Situ Patenggang, tetapi penurunan panjang akar mulai terjadi pada kadar lengas tanah 50 persen kapasitas lapang. Sedangkan pada varietas Gajah Mungkur dan Kalimutu penurunan panjang akar secara nyata mulai terjadi pada kadar lengas tanah 50 persen dan 25 persen kapasitas lapang. Pada varietas Gajah Mungkur, Situ Patenggang dan Kalimutu terjadi peningkatan panjang akar dari kadar lengas 100 persen kapasitas lapang ke 75 persen kapasitas lapang. Hal ini menunjukkan bahwa kadar lengas tanah yang optimum untuk pertumbuhan akar adalah 75 persen kapasitas lapang.


(63)

Dengan demikian pertumbuhan panjang akar masing-masing varietas akibat cekaman kekeringan menunjukkan respon yang berbeda-beda pada setiap varietas, pada varietas tertentu akan mengakibatkan akar semakin panjang (Gajah Mungkur dan Kalimutu) namun pada varietas lain mengakibatkan perakaran semakin pendek, khususnya varietas Towuti dan Situ Patenggang.

Penyebab tidak nyatanya pengaruh cekaman kekeringan terhadap tolok ukur panjang akar pada penelitian ini dikarenakan penanaman dilakukan pada polybag, dengan media yang terbatas, meskipun tanaman mengembangkan ketahanan terhadap kekeringan dengan pemanjangan akar, namun pemanjangan akar tidak terjadi secara signifikan.

Sitompul dan Guritno (1995) mengatakan bahwa tanaman yang tumbuh dalam keadaan kekurangan air akan membentuk jumlah akar yang lebih banyak dengan hasil yang lebih rendah dari tanaman yang tumbuh dalam kecukupan air.

f. Luas daun

Berdasarkan sidik ragam 5 persen, perlakuan cekaman kekeringan, macam varietas dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap luas daun (Lampiran 1a).

Luas daun akan semakin menurun dengan semakin tingginya intensitas cekaman kekeringan. Berdasarkan uji Duncan, penurunan luas daun secara nyata mulai terjadi pada kadar lengas tanah 50 persen kapasitas lapang dan semakin menurun dengan nyata pada 25 persen kapasitas lapang. Pengaruh penurunan kadar lengas terhadap luas daun berbentuk linier positif sangat nyata (b = 0,009**) dengan koefisien determinasi yang sangat tinggi (R2 = 98,2%).


(1)

Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar prolin

Langkah-langkah perhitungan kadar prolin adalah sebagai berikut : 1. Ujung daun bagian tajuk yang mengembang 0,5 g.

2. Ditumbuk dengan mortal dalam larutan asam sulfosalisilat 3% sebanyak 10 ml. 3. Disaring dengan kertas saring Whatman, kemudian 4, 2 ml daun direaksikan dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam asetat glasial dalam tabung reaksi pada suhu 100 °C selama 1 jam setelah itu masukkan tabung dalam gelas piala berisi es.

4. Diekstrak dengan 4 ml toluen dan digojok dengan stirer selama 15-20 detik. 5. Toluen warna merah yang mengandung prolin disedot dengan pipet.

6. Absorban larutan dibaca dengan spektronik 21 D panjang gelombang 520 nm. 7. Dibuat persamaan regresi kadar prolin (x) dengan absorban (y), sehingga

diperoleh persamaan Y = -5,2987 + 64,3649x, dengan r = 0,99.

8. Dengan memasukkan absorban larutan yang mengandung prolin daun perlakuan diperoleh kadar prolin (ug/ml), sehingga dapat dihitung kadar prolin per berat segar daun (u mol prolin/g berat segar daun) = prolin x 0,347 u mol prolin/g berat segar daun.

9. Nilai pembacaan dari spectronic 1,740 (bacaan absorban UL.1/dari data analisis kadar prolin). Nilai tersebut adalah nilai x yang kemudian dimasukkan ke dalam persamaan: Y = -5,2987 + 64,3649x.

10. Dari data bacaan absorban, didapat persamaan Y = -5,2987 + 64,3649(1,740) = 106,6962, untuk mendapatkan kadar prolin maka nilai 11,8223 x 0,347 = 37,0235 mol prolin/g berat segar daun.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)