Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Suhu Tinggi

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI
(Oryza sativa L.) TERHADAP CEKAMAN SUHU TINGGI

MIFTAKHUL BAKHRIR ROZAQ KHAMID

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Pertumbuhan dan
Produksi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Suhu Tinggi adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Miftakhul Bakhrir Rozaq Khamid
NIM A252120161

RINGKASAN
MIFTAKHUL BAKHRIR ROZAQ KHAMID. Respon Pertumbuhan dan
Produksi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Suhu Tinggi. Dibimbing oleh
AHMAD JUNAEDI dan ISKANDAR LUBIS.
Perubahan iklim global akan meningkatkan suhu atmosfir yang dapat
mempengaruhi stadia sensitif dan mengurangi hasil produksi padi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mempelajari respon pertumbuhan dan produksi
varietas padi yang ditanam pada sistem sawah terhadap cekaman suhu tinggi.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2013 dengan
menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan dua faktor perlakuan yaitu
perbedaan suhu dan varietas padi. Penelitian dilakukan di dalam rumah plastik
polyethylene untuk menciptakan peningkatan suhu harian rata-rata 1.7 °C antara
dua petak utama, dengan suhu maksimum 35.0 °C (T1) dan 37.6 °C (T2). Varietas
padi yang digunakan adalah IR64, Ciherang, IPB-3S, Way Apo Buru, Jatiluhur,
Menthik Wangi dan Silugonggo yang diacak sebagai anak petak. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu sebesar 1.7 °C tidak berpengaruh

terhadap tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, luas daun per rumpun dan
indeks luas daun, nilai SPAD, bobot tajuk, laju pertumbuhan tanaman (LPT), net
assimilation rate (NAR), Jumlah malai per rumpun, panjang malai dan batang,
jumlah dan persentase gabah hampa, isi dan total per rumpun, bobot dan
persentase gabah hampa, isi tidak penuh, isi dan total per rumpun, namun
berpengaruh nyata menurunkan jumlah gabah isi tidak penuh per rumpun, bobot
1000 butir dan indeks panen. Interaksi antara perlakuan suhu dan varietas secara
nyata berpengaruh terhadap persentase anakan produktif dan persentase jumlah
gabah isi tidak penuh per rumpun. Varietas Ciherang, Jatiluhur, IPB-3S dan
Menthik Wangi merupakan varietas yang peka terhadap suhu tinggi karena
mengalami penurunan persentase anakan produktif, jumlah gabah per rumpun,
bobot gabah isi per rumpun dan jumlah gabah per rumpun yang menyebabkan
penurunan hasil produksi hingga 39.5%.
Kata kunci: pemanasan global, padi sawah, varietas, produksi

SUMMARY
MIFTAKHUL BAKHRIR ROZAQ KHAMID. Growth and Production Responses
of Rice (Oryza sativa L.) to High Temperature Stress. Supervised by AHMAD
JUNAEDI and ISKANDAR LUBIS.
Global climate change will imply to increase of atmosphere temperature

which can affect the sensitive stadia of growth and reduce rice yield. The
objective of this research was to study the response of growth and production of
rice varieties to high temperature stress. This research was conducted on January
to May 2013 used randomized completely block design (RCBD) arranged by split
plots design. The research was conducted under polyethylene house to create
temperature differences increase in average 1.7 °C between main-plot, with
maximum temperature 35.0 °C (T1) and 37.6 °C (T2). Rice varieties, namely
IR64, Ciherang, IPB-3S, Way Apo Buru, Jatiluhur, Menthik Wangi and
Silugonggo were randomised as sub-plot. Result showed that increasing of 1.7 °C
temperature have no signifficant effect on plant height, tiller number, leaf number,
leaf area, leaf area index, SPAD-value, biomass weight and crop growth rate
(CGR), net assimilation rate (NAR), panicle number per hill, panicle and stem
length, number and percentage of unfilled, partially filled, filled and total
spikelets, weight and percentage of unfilled, partially filled, filled and total
spikelets. However, weight of 1000 grains, number of partially filled spikelets and
harvest index were signifficantly reduced by increasing of temperature.
Interaction of temperature and varieties signifficantly affected the percentage of
productive tiller and partially filled spikelets. Ciherang, IPB-3S, Jatiluhur and
Menthik Wangi are considered as sensitive varieties to high temperature as
indicated by reduction on percentage of productive tiller number, spikelet number

per hill, weight of filled spikelets and total spikelet per hill that causing decrease
in rice yield up to 39.5%.
Keywords: global warming, lowland rice, varieties, yield

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI
(Oryza sativa L.) TERHADAP CEKAMAN SUHU TINGGI

MIFTAKHUL BAKHRIR ROZAQ KHAMID

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Supijatno, MSi

Judul Tesis : Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) terhadap
Cekaman Suhu Tinggi
Nama
: Miftakhul Bakhrir Rozaq Khamid
NIM
: A252120161

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi
Ketua

Dr Ir Iskandar Lubis, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 21 Juli 2014


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Mei 2013 dengan tema
cekaman suhu tinggi dan berjudul Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza
sativa L.) terhadap Cekaman Suhu Tinggi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi dan Dr Ir
Iskandar Lubis, MS selaku pembimbing dalam penelitian ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa,
dukungan dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada seluruh teknisi dan tenaga kerja di Laboratorium Riset Padi Kebun
Percobaan Babakan, University Farm IPB yang telah membantu selama penelitian
dan pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan rujukan yang
baik.

Bogor, Juli 2014

Miftakhul Bakhrir Rozaq Khamid

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis


1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

2

3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Bahan dan Alat
Metode
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan dan Analisis Data

5
5
5

5
6
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

7

5 SIMPULAN

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

25


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14

Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah anakan dan tinggi
tanaman pada 8 MST
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah daun per rumpun, luas
daun per rumpun dan indeks luas daun pada 6 MST
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah daun per rumpun, luas
daun per rumpun dan indeks luas daun pada saat berbunga
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap nilai SPAD daun
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap bobot tajuk pada saat 6 MST,
berbunga dan panen
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap Laju Pertumbuhan Tanaman
(LPT) dan Net Assimilation Rate (NAR)
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap persentase anakan produktif
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah malai per rumpun,
panjang batang dan panjang malai
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah gabah hampa, jumlah
gabah isi tidak penuh, jumlah gabah isi dan jumlah gabah total per
rumpun
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap persentase jumlah gabah
hampa dan jumlah gabah isi per rumpun
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap persentase jumlah gabah isi
tidak penuh per rumpun
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap bobot gabah hampa, bobot
gabah isi tidak penuh, bobot gabah isi dan total bobot gabah per rumpun
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap persentase bobot gabah
hampa, bobot gabah isi tidak penuh dan bobot gabah isi per rumpun
Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap bobot seribu butir dan indeks
panen

9
10
11
11
12
13
13
14

15
16
16
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2

Rata-rata suhu udara di dalam rumah plastik selama masa penelitian
Rata-rata suhu tanah petakan di dalam rumah plastik selama masa
penelitian

8
8

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Deskripsi varietas IR 64
Deskripsi varietas Ciherang
Deskripsi varietas IPB 3S
Deskripsi varietas Way Apo Buru
Deskripsi varietas Jatiluhur

26
27
28
29
30

6
7
8
9
10

Deskripsi varietas Menthik Wangi
Deskripsi varietas Silugonggo
Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan vegetatif
Rekapitulasi sidik ragam komponen hasil
Pengaruh perlakuan suhu dan varietas terhadap total jumlah gabah,
bobot gabah isi dan total bobot gabah per rumpun
11 Korelasi antar parameter

31
32
33
33
35
35

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk rata-rata Indonesia adalah 1.49% pada tahun
2011. Diperkirakan pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai
252 034 317 jiwa. Apabila konsumsi beras per kapita per tahun 139.15 kg dan laju
penurunan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1.5%, maka kebutuhan
beras pada tahun 2014 sebesar 33 013 214 ton. Perubahan iklim merupakan salah
satu permasalahan dalam peningkatan produksi padi. Perubahan iklim akan
berdampak terhadap perubahan musim dan curah hujan yang selanjutnya juga
berpengaruh pada pola tanam dan serangan organisme pengganggu tanaman,
sehingga dapat menyebabkan penurunan produksi (Deptan 2010).
Isu perubahan iklim global sangat berpengaruh terhadap produksi padi.
Perubahan iklim di beberapa daerah menyebabkan berubahnya pola musim,
meningkatnya suhu udara dan terbatasnya sumber air sebagai akibat dari
kekeringan lahan (Kang et al. 2009). Perubahan pada musim dan iklim merupakan
salah satu faktor yang dapat mengancam keamanan pangan pada suatu negara
(Beath dan Beath 2010). Perubahan suhu juga menjadi salah satu hal yang harus
diantisipasi dampak negatifnya terhadap tanaman. Suhu tinggi yang disebabkan
tingginya suhu udara dapat mengakibatkan cekaman pada tanaman yang
merupakan masalah bagi pertanian di beberapa Negara di dunia (Wahid et al.
2007).
Peningkatan suhu akan memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Pada akhir abad 21, akan terjadi peningkatan suhu
antara 2-4 oC yang akan mempengaruhi dan mengancam produksi padi. Paparan
suhu tinggi tersebut pada stadia sensitif padi akan menurunkan produksi gabah
secara drastis, yakni sebesar 41% (Ceccarelli et al. 2010; Krishnan et al. 2011).
Paparan suhu tinggi sangat mempengaruhi proses pembungaan dan pengisian
gabah pada padi, dimana stadia tersebut sangat sensitif terhadap peningkatan suhu
(Tao et al. 2008; Xiao et al. 2011; Julia dan Dingkuhn 2013).
Penurunan hasil produksi karena terjadinya peningkatan jumlah gabah
hampa dapat disebabkan oleh suhu dingin saat stadia mikrospora, pembentukan
dan pengisian malai yang tidak sempurna saat antesis dan suhu malai yang tinggi
saat antesis (Julia dan Dingkuhn 2013). Variasi waktu antesis pada genotipe yang
berbeda pada padi dapat menjadi pertimbangan sebagai mekanisme penghindaran
terhadap pengaruh buruk suhu tinggi (Julia dan Dingkuhn 2012). Waktu antesis
yang lebih awal pada tanaman padi bukan merupakan satu-satunya langkah
adaptasi terhadap suhu tinggi yang ditemukan. Beberapa kultivar padi telah
menunjukkan toleransi fisiologi pada proses reproduksinya, seperti jumlah polen
yang lebih banyak, morfologi organ reproduktif yang lebih terlindung, dan
regulasi heat shock proteins (Jagadish et al. 2010; Xue et al. 2012). Malai padi
juga dapat menghindari pengaruh buruk suhu tinggi dengan melakukan transpirasi
untuk mendinginkan suhu organ sensitif dan malainya melalui pori epidermal
yang selalu terbuka (Takahashi et al. 2008). Matsui et al. (2007) melaporkan
bahwa dengan melakukan pendinginan evaporasi ini, malai padi dapat mencapai
suhu yang lebih rendah hingga 6 oC dibandingkan dengan suhu udara yang tinggi.

2
Respon pertumbuhan padi yang toleran terhadap suhu tinggi masih sangat
sedikit dipahami. Umumnya varietas padi hanya dapat tumbuh pada daerah yang
optimum bagi pertumbuhannya, namun saat ini banyak diantaranya yang
dibudidayakan pada wilayah yang kurang optimum (Lu et al. 2013). Untuk tujuan
tersebut, pemahaman yang mendalam tentang respon fisiologis tanaman pada
suhu tinggi, mekanisme toleransi suhu tinggi dan kemungkinan strategi untuk
meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman suhu sangat penting untuk
diketahui.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan dan
produksi varietas padi yang ditanam pada sistem sawah terhadap cekaman suhu
tinggi.

Hipotesis
1. Terdapat pengaruh cekaman suhu tinggi terhadap pertumbuhan dan produksi
padi
2. Terdapat keragaman respon varietas padi terhadap cekaman suhu tinggi.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Cekaman abiotik, seperti kekeringan, salinitas, suhu ekstrim, racun kimia
dan stres oksidatif adalah ancaman serius bagi pertanian dan mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Kekeringan, salinitas, suhu ekstrim dan stres oksidatif
sering saling berhubungan, dan dapat menyebabkan kerusakan sel yang sama.
Untuk mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas, tanaman harus
beradaptasi dengan kondisi stres dan memiliki mekanisme toleransi yang spesifik
terhadap kondisi ini (Wang et al. 2003).
Karakterisasi fisiologis tanaman yang mengalami kekeringan, cekaman suhu
tinggi atau kombinasi dari kekeringan dan suhu tinggi mengungkapkan bahwa
kombinasi cekaman memiliki beberapa aspek unik, menggabungkan respirasi
tinggi dengan fotosintesis rendah, menutupnya stomata dan suhu daun yang tinggi
(Rizhsky et al. 2002; Mittler 2006). Penguraian pati yang dilakukan bersama
dengan produksi energi dalam mitokondria menjadi peran kunci bagi tanaman
dalam metabolisme tanaman untuk mengatasi cekaman selama kombinasi
kekeringan dan suhuh tinggi. Pengaruh suhu tinggi pada karakter fisiologi
gandum dapat dilihat pada menurunnya berat kering daun per tanaman secara
signifikan yang disebabkan oleh tingginya suhu tajuk atau akar tanaman (38 ºC).
Selain itu, hal ini juga dapat meningkatkan kandungan klorofil, dan mengurangi
luas daun per tanaman (Tahir et al. 2009).
Perubahan iklim global akan menimbulkan tantangan serius bagi produksi
tanaman di seluruh dunia. Suhu di atas 34 ºC pada saat tanaman padi berbunga

3
dapat menyebabkan sterilitas bunga dan menurunkan hasil, bahkan pada daerah
beriklim sedang seperti Jepang selatan. Pemanasan global diproyeksikan dapat
meningkatkan terjadinya sterilitas bunga pada padi. Terdapat beberapa studi skala
lapang yang bisa membantu dalam memprediksi potensi resiko terhadap hasil padi
dan pengembangan penanggulangan terhadap kehilangan hasil (Tian et al. 2010).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu rata-rata malai adalah setara dengan
suhu udara atau lebih tinggi.
Cao et al. (2009) melaporkan bahwa suhu yang tinggi dapat meningkatkan
suhu daun, berkurangnya aktivitas akar dan laju fotosintesis daun bendera pada
seluruh genotipe padi, sedangkan hasil produksi yang relatif tinggi pada genotipe
padi yang toleran cekaman suhu tinggi dikaitkan dengan suhu daun yang rendah,
aktivitas akar tinggi, dan tingginya tingkat aktivitas ATPase dalam bulir, laju
fotosintesis, dan aktivitas enzim antioksidan dalam daun.
Pembungaan dan karakteristik pengisisan bulir pada padi merupakan stadia
yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi (Farrell et al. 2006; Roy et al. 2012;
Shah et al. 2014). Perlakuan suhu tinggi dapat menurunkan laju pengisian bulir
padi dan meningkatkan bulir yang hampa, namun suhu tinggi tidak berpengaruh
pada jumlah bulir per malai dan berat 1000 butir padi (Tao et al. 2008). Padi
dapat tumbuh optimum pada suhu yang berkisar antara 27 sampai 31 oC (Yin et al.
1996). Oleh karena itu, peningkatan suhu rata-rata atau peningkatan suhu saat
stadia yang sensitif pada padi diprediksi dapat menurunkan hasil panen hingga
41% pada akhir abad 21 (Nagai dan Makino 2009). Selain itu, peningkatan suhu
sebesar 1 oC akan memperlambat pengisian bulir selama 4 sampai 5 hari pada
beberapa genotipe padi (Nakagawa et al. 2001).
Fertilitas bulir merupakan komponen penting dari hasil produksi padi yang
sensitif terhadap suhu tinggi (Prasad et al. 2006; Oh-e et al. 2007). Fertilitas bulir
akan sangat menurun pada suhu diatas 35 oC (Matsui et al. 1997). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa suhu sebesar 5 oC di atas suhu udara rata-rata di Gainesville,
Florida menurunkan fertilitas bulir dari 74% menjadi 38% selama tahun 2001 dan
dari 76% menjadi 37% selama tahun 2002, memperlambat munculnya daun
bendera sekitar 2 hingga 3 hari, dan memperlambat waktu untuk masak fisiologis
sekitar 6 hingga 8 hari dari rata-rata semua kultivar padi, dan hasil gabah dari
kultivar padi yang bervariasi. Efek negatif suhu tinggi pada hasil gabah jauh lebih
besar dari pada biomassa, hal ini menyebabkan indeks panen secara signifikan
lebih rendah pada suhu tinggi. Dalam studi fisiologi selama tahap pembungaan,
pengaruh utama dari suhu tinggi adalah menurunkan produksi serbuk sari karena
tidak pecahnya antera dan hanya menghasilkan sedikit serbuk sari, penurunan
jumlah serbuk sari yang ditangkap oleh stigma (Prasad et al. 2006) dan juga
meningkatnya bulir mengapur (Tsukaguchi dan Iida 2008).
Meningkatnya temperatur tanah dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Arai-Sanoh et al. (2010) melaporkan bahwa suhu
tanah pada 36.5 oC menghasilkan peningkatan jumlah malai per rumpun, tetapi
menurunkan bobot bulir, jumlah bulir per malai, bobot 1000 butir dan tingkat
pematangan, sehingga menghasilkan produksi panen yang lebih rendah daripada
tanaman yang ditanam pada suhu tanah yang lebih rendah. Penurunan laju
fotosintesis dikaitkan dengan konduktansi difusi yang lebih rendah dan nilaiSPAD. Suhu tanah yang tinggi pada saat akhir pembentukan anakan sampai
pembentukan malai akan mempengaruhi proses pengisian bulir.

4
Suhu tanah yang optimum bagi tanaman akan meningkatkan pertumbuhan
dan berat kering akar. Mekanisme potensial yang dapat menyebabkan
meningkatnya pertumbuhan akar pada tanah yang memiliki suhu lebih tinggi
adalah hubungan source dan sink antara bagian pucuk dan bagian tanaman yang
berada di dalam tanah. Peningkatan suhu sampai tingkat optimum akan
meningkatkan laju fotosintesis, hal ini akan meningkatkan kemampuan tanaman
untuk memfiksasi karbon yang sebagian akan ditranslokasi ke bagian bawah tanah
tanaman untuk mempertahankan pertumbuhan akar baru. Selain itu, laju reaksi
enzimatik, pembelahan dan perkembangan sel dipengaruhi langsung oleh suhu,
sehingga kapasitas tanaman untuk membentuk jaringan akar yang baru akan
meningkat pula seiring dengan peningkatan suhu sampai tingkat optimum
(Pregitzer dan King 2005). Sebaliknya, suhu diatas batas optimum akan secara
langsung menurunkan pertumbuhan akar dan fiksasi nitrogen yang akan
menyebabkan hasil panen yang rendah (Prasad et al. 2000).
Selain merusak tanaman, peningkatan suhu ternyata juga sangat
berpengaruh terhadap peningkatan epidemi hama dan penyakit. Hasil perubahan
suhu yang dianalisis selama 30 tahun terakhir pada banyak lokasi di Jepang dan
Cina menunjukkan bahwa peningkatan suhu di atas suhu normal mengakibatkan
ledakan epidemi yang lebih parah. Peningkatan suhu menyebabkan ledakan
epidemi yang lebih rendah pada daerah subtropis lembab (Luo et al. 1998).
Tanaka et al. (2009) menyatakan bahwa produktivitas padi berhubungan
dengan kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap cekaman suhu tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultivar yang toleran suhu tinggi adalah
Nikomaru dan Chikushi64, sedangkan kultivar yang sensitif pada suhu tinggi
adalah Hinohikari yang ditumbuhkan pada suhu 30 ºC dan 25 ºC selama 49 hari
setelah pembungaan. Pada perlakuan suhu 30 ºC, kultivar Nikomaru dan
Chikushi64 menghasilkan hanya beberapa bulir yang belum matang susu, tetapi
sekitar 22% dari bulir kultivar Hinohikari belum mengalami pematangan. Suhu
tinggi (30 ºC) tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering biji, perkembangan
biji, kadar air selama tahap pematangan awal pada kultivar Nikomaru dan
Chikushi64, namun menyebabkan pengahambatan yang jelas terhadap
pengembangan kultivar Hinohikari. Selain itu, suhu tinggi menurunkan kadar
amilosa dan meningkatkan rasio ikatan adhesi pada saat pemasakan beras
sehingga menghasilkan nasi yang bertekstur lebih lembut dan kurang lengket pada
kedua kultivar Nikomaru dan Chikushi64, namun tidak pada Hinohikari.
Viskositas maksimum dan nilai penguraian pati meningkat, tetapi viskositas akhir
menurun pada suhu 30 ºC pada ketiga kultivar. Hasil ini menunjukkan bahwa pati
dalam endosperma biji berubah dari keadaan cair menjadi pati lebih lambat pada
Nikomaru dan Chikushi64 daripada Hinohikari, di mana kadar air menurun, dan
asimilat yang diangkut diakumulasi perlahan selama perkembangan bulir.
Beberapa genotipe tanaman padi yang toleran terhadap suhu tinggi memiliki
beberapa karakter tersendiri. Tanaman yang toleran suhu tinggi memiliki struktur
putik yang dikelilingi atau dinaungi oleh beberapa daun, hal ini mencegah
evaporasi dari kepala putik yang pada akhirnya akan meningkatkan ukuran dari
butiran serbuk sari (Wassmann et al. 2009). Tanaman ini juga memiliki waktu
pembentukan bunga dan antesis yang tidak bertepatan dengan puncak tingginya
suhu atmosfer (Jagadish et al. 2007). Selain itu, tanaman juga memiliki benang
sari yang panjang dan pori stigma yang lebar. Panjangnya benang sari akan

5
meningkatkan jumlah serbuk sari yang terbentuk (Matsui dan Omasa 2002),
sehingga dapat meningkatkan peluang jatuhnya serbuk sari serta pembuahan oleh
stigma yang memiliki pori yang lebar (Matsui dan Kagata 2003).

3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di Laboratoratorium Riset Padi Kebun Percobaan
Babakan, University Farm IPB, Sawah Baru, Dramaga, Bogor dan Laboratorium
Analisis Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Penelitian
dilakukan pada lahan di bawah konstruksi rumah plastik dengan atap polyethylene
pada bulan Januari sampai dengan Mei 2013.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi
varietas Ciherang, Menthik Wangi, Way Apo Buru, Jatiluhur, Silugonggo, IR-64
dan IPB-3S. Pupuk yang digunakan yaitu Urea, SP36 dan KCl. Pestisida
digunakan pada saat dibutuhkan. Alat yang digunakan yaitu alat-alat pertanian,
alat analisis kimia, meteran, timbangan analitik, oven, lux meter, Licor 3000,
thermo recorder (TR-71U, TandD, Japan), klorofil meter (SPAD) dan mikroskop.

Metode
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi
dengan dua faktor perlakuan yaitu perbedaan suhu dan varietas padi. Tanaman
padi ditanam di bawah rumah plastik yang memiliki peningkatan suhu rata-rata
maksimum sebesar 1.7 °C diantara kedua petak utama. Perbedaan suhu sebagai
petak utama terdiri atas 2 taraf perlakuan suhu, yaitu : 1) suhu udara di dalam
rumah plastik plot-1 (T1); 2) suhu udara di dalam rumah plastik dengan
peningkatan (T1 + (1.7 °C)) (T2); sedangkan 7 varietas merupakan anak petak.
Kombinasi 2 faktor perlakuan menghasilkan 14 kombinasi perlakuan yang
diulang 4 kali sehingga terdapat 56 unit percobaan.
Model linier Rancangan Petak terbagi:

Yijk = µ + Kk + αi +
Yijk
µ
Kk
αi
βj

ik +

βj +(αβ)ij +

ijk

: Nilai pengamatan perlakuan perbedaan suhu ke-i, dan varietas ke-j dan
blok ke-k
: Rataan umum
: Pengaruh pengelompokan
: Pengaruh petak utama (perbedaan suhu)
: Pengaruh anak petak (varietas)

6
ik

(αβ)ij
ijk

: Komponen galat dari petak utama (perbedaan suhu)
: Pengaruh interaksi antara petak utama (perbedaan suhu) dan anak petak
(varietas)
: Pengaruh galat dari interkasi antara petak utama (perbedaan suhu) dan
anak petak (varietas)

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan di dalam rumah plastik yang memiliki 8 petak (bak)
yang berukuran 3 x 4 m. Petak dalam rumah plastik diberikan plastik penyekat
untuk masing-masing perlakuan suhu untuk menciptakan perbedaan suhu. Jarak
petak antar perlakuan petak utama 50 cm dan jarak petak antar ulangan 50 cm.
Petak percobaan masing-masing ditanami 7 varietas, tiap varietas terdiri dari 30
tanaman dalam 2 barisan dengan jarak tanam antar varietas 25 cm dan jarak tanam
dalam baris 20 cm. Varietas Ciherang ditanam sebagai tanaman pinggir pada
kedua sisi petak. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan
pemupukkan dalam 3 tahap menggunakan pupuk dasar 37.5 kg N/ha, 36 kg
P2O5/ha, dan 60 kg K2O/ha yang diberikan pada 1 minggu setelah tanam (MST)
dan untuk pemupukan kedua dan ketiga diberikan 37.5 kg N/ha pada 5 MST dan 9
MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai kebutuhan di lapangan.
Pemberian air dilakukan hingga panen. Pengairan dan penggenangan awal
dilakukan dengan menjaga tinggi muka air yang dipertahankan 2.5 cm dari
permukaan tanah.

Pengamatan dan Analisis Data
Pengamatan non destruktif dilakukan pada 5 tanaman contoh dalam satu
unit percobaan, sedangkan pengamatan destruktif dilakukan pada 1 tanaman
contoh. Peubah pengamatan penelitian ini antara lain:
a. Karakter morfologi yang terdiri dari: tinggi tanaman (cm) diukur dari
permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang, jumlah anakan, setiap
minggu sejak 3 MST sampai 8 MST, dan persentase anakan produktif saat
panen.
b. Luas daun dan jumlah daun yang diukur dengan alat Licor 3000, indeks
luas daun dan nilai SPAD pada saat 6 MST dan berbunga.
c. Bobot kering tajuk (g) pada saat 6 MST, berbunga dan panen yang
sebelumnya telah dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 oC selama
72 jam.
d. Komponen hasil dan hasil (panen pada kondisi 85% gabah pada malai
masak kuning, waktu panen tergantung varietas): jumlah malai, panjang
malai dan batang; jumlah dan presentase gabah isi, isi tidak penuh dan
hampa per rumpun; bobot dan persentase gabah isi, isi tidak penuh dan
hampa per rumpun (g); bobot per 1000 butir (g) dilakukan dengan
menimbang butiran gabah yang telah dijemur sampai kadar air mencapai
13%. Indeks panen ditentukan berdasarkan persamaan: indeks panen =
bobot kering gabah/bobot kering tajuk.

7
e. Peubah destruktif yang dilakukan saat tanaman berumur 6 MST, berbunga
dan saat panen, terdiri dari: laju pertumbuh tanaman (LPT) yang
ditentukan dengan menimbang berat kering tanaman dengan rumus (1)
(Fitter dan Hay 1998); laju asimilasi bersih (Net Assimilation Rate) yang
ditentukan dengan menimbang berat kering tanaman dengan rumus (2)
(Vernon dan Allison 1963).
................................................(1)

........(2)
Keterangan:
W1
W2
T1
T2
A1
A2

=
=
=
=
=
=

Total berat kering tanaman pada pengamatan T1
Total berat kering tanaman pada pengamatan T2
Waktu pengamatan pertama (HST)
Waktu pengamatan kedua (HST)
Luas daun pada pengamatan T1
Luas daun pada pengamatan T2

Hasil pengamatan tersebut kemudian diolah dan dianalisis dengan sidik
ragam taraf kesalahan 5% dan apabila pengaruh perlakuan nyata, maka
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT). Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan software SAS.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem penyekatan yang diterapkan pada rumah plastik berhasil
meningkatkan suhu maksimum pada plot T2 dengan peningkatan suhu harian ratarata hingga mencapai 1.7 oC dibandingkan dengan suhu dalam rumah plastik plot
T1. Rata-rata suhu maksimum yang dapat dihasilkan pada siang hari selama masa
penelitian mencapai 37.6 oC pada perlakuan plot T2, sedangkan rata-rata suhu
maksimum pada T1 adalah 35.0 oC (Gambar 1). Pencatatan suhu dimulai sejak
awal tanam hingga panen seluruh tanaman selesai dilakukan.
Ambang batas suhu udara yang dapat menyebabkan pengaruh buruk suhu
tinggi terhadap pertumbuhan dan produksi padi adalah di atas 35 oC. Suhu di atas
35 oC ini merupakan suhu kritis bagi stadia keluarnya bunga (antesis), yang pada
akhirnya akan menyebabkan persentase sterilitas menjadi tinggi. Pada stadia
reproduktif dan pemasakan gabah, suhu tinggi ini akan menyebabkab gabah
menjadi mengapur, jumlah gabah berkurang dan bobot gabah isi menurun
(Yoshida 1981; Sun dan Huang 2011). Suhu di dalam rumah plastik pada
penelitian ini dapat mencapai lebih dari 35 oC. Plot T1 memiliki suhu rata-rata di
atas 35 oC pada pukul 11.30 sampai 12.30, sedangkan pada plot T2 batas suhu ini
sudah dimulai pada pukul 09.30 sampai 13.30.

8
40
38

Suhu (°C)

36

T1

34

T2

32
30
28
26
24
00.30
01.30
02.30
03.30
04.30
05.30
06.30
07.30
08.30
09.30
10.30
11.30
12.30
13.30
14.30
15.30
16.30
17.30
18.30
19.30
20.30
21.30
22.30
23.30

22

Waktu
Gambar 1 Rata-rata suhu udara di dalam rumah plastik selama masa penelitian
Selain itu, juga dilakukan pengamatan pada suhu tanah pada penelitian ini.
Suhu tanah tertinggi tercatat pada pukul 17.30 untuk kedua perlakuan. Suhu pada
perlakuan T2 dapat mencapai suhu maksimum 28.18 oC, sedangkan pada T1
mencapai 27.98 oC (Gambar 2). Suhu tanah yang optimum bagi tanaman akan
meningkatkan pertumbuhan dan berat kering akar dengan meningkatkan laju
fotosintesis, hal ini akan meningkatkan kemampuan tanaman untuk memfiksasi
karbon yang sebagian akan ditranslokasi ke bagian bawah tanah tanaman untuk
mempertahankan pertumbuhan akar baru. Selain itu, laju reaksi enzimatik,
pembelahan dan perkembangan sel dipengaruhi langsung oleh suhu (Pregitzer dan
King 2005). Suhu tanah di atas 36.5 oC terutama pada saat stadia pembungaan
akan mempengaruhi produksi, kualitas gabah dan pertumbuhan tanaman (AraiSanoh et al. 2010).

Suhu (oC)

29

28

27
T1
T2

00.30
01.30
02.30
03.30
04.30
05.30
06.30
07.30
08.30
09.30
10.30
11.30
12.30
13.30
14.30
15.30
16.30
17.30
18.30
19.30
20.30
21.30
22.30
23.30

26

Waktu
Gambar 2 Rata-rata suhu tanah petakan di dalam rumah plastik selama masa
penelitian

9
Pengamatan jumlah anakan dan tinggi tanaman dilakukan setiap 1 minggu
sekali yang dimulai dari usia 3 MST dan dihentikan pada 8 MST karena sudah
terdapat varietas padi yang telah mencapai fase generatif. Fase vegetatif tanaman
padi mencapai maksimum saat terjadinya inisiasi bunga (Shrivastava 2012), untuk
selanjutnya memasuki fase generatif. Faktor tunggal perlakuan suhu dan interaksi
suhu dengan varietas tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan dan tinggi
tanaman pada 8 MST, sedangkan varietas mempunyai perbedaan sangat nyata
pada peubah tersebut (Tabel 1). Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan
suhu tidak memberikan tekanan terhadap pertumbuhan vegetaif tanaman. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Julia dan Dingkuhn (2013)
yang menyatakan bahwa perlakuan suhu tinggi tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap jumlah anakan dan tinggi tanaman.
Tabel 1 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah anakan dan tinggi
tanaman pada 8 MST
Perlakuan

Jumlah anakan

Suhu
T1
T2

6.5
6.9

Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

8.6
6.5
3.7
7.2
5.2
7.5
8.2

Tinggi tanaman (cm)
90.8
89.5

a
cd
e
bc
d
abc
ab

86.3
84.5
107.5
85.4
107.3
74.9
84.9

b
b
a
b
a
c
b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Penggunaan 7 varietas yang berbeda menghasilkan pertambahan jumlah
anakan dan tinggi tanaman yang berbeda sangat nyata antar varietas. Perbedaan
ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik masing-masing varietas.
Varietas IR64 memiliki jumlah anakan yang berbeda sangat nyata lebih tinggi dari
seluruh varietas lain, sedangkan Varietas IPB-3S memiliki jumlah anakan yang
berbeda sangat nyata lebih rendah dibandingkan varietas lain. Varietas IPB-3S
hanya memiliki jumlah anakan sebanyak 3.7, sedangkan varietas IR64 dapat
memiliki jumlah anakan yang nyata lebih tinggi mecapai 8.6 anakan. Varietas
IPB-3S merupakan varietas tertinggi yang dapat mencapai 107.5 cm, sedangkan
Menthik Wangi merupakan varietas dengan ketinggian terendah yang hanya
mencapai 74.9 cm (Tabel 1).
Berdasarkan nilai sidik ragam peubah jumlah daun per rumpun, luas daun
per rumpun dan indeks luas daun pada 6 MST dan pada saat berbunga
menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan peningkatan suhu
dan interaksinya dengan varietas (Lampiran 9). Perbedaan varietas memiliki
perbedaan yang nyata hanya pada peubah jumlah daun per rumpun pada saat 6

10
MST (Tabel 2). Jumlah daun pada usia 6 MST berkisar 20.1 hingga 36.6 helai,
dengan varietas silugonggo yang memiliki jumlah daun terbanyak.
Luas daun secara linear akan berhubungan dengan suhu meristem daun, dan
hubungan yang linear juga akan terjadi antara luas daun per anakan dengan
jumlah bulir per malai pada anakan tersebut. Pada umumnya, lebih tinggi suhu
meristem daun akan menghasilkan luas daun yang lebih lebar dan jumlah bulir per
malai yang lebih banyak (Stuerz et al. 2014). Meskipun terjadi peningkatan
jumlah daun per rumpun, luas daun per rumpun dan indeks luas daun pada
penelitian ini, namun nilainya tidak berpengaruh nyata menurut analisis statistik.
Tabel 2 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah daun per rumpun, luas
daun per rumpun dan indeks luas daun pada 6 MST
Jumlah daun per
Luas daun
Perlakuan
Indeks luas daun
rumpun
per rumpun (cm2)
Suhu
T1
30.3
801.3
1.78
T2
31.4
805.7
1.79
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

36.2
33.4
20.1
31.5
25.1
33.1
36.6

a
ab
c
ab
bc
ab
a

865.4
703.4
736.8
739.9
892.3
851.9
834.8

1.92
1.56
1.64
1.64
1.98
1.89
1.85

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Varietas memiliki perbedaan yang nyata pada peubah jumlah daun per
rumpun, luas daun per rumpun dan indeks luan daun pada saat tanaman berbunga
(Tabel 3). Hal ini dimungkinkan oleh perbedaan karakteristik daun yang berbeda
antar varietas (Lampiran 1-7). Varietas IR64 memiliki jumlah daun terbanyak,
yakni 45.7 helai. Varietas Menthik Wangi merupakan varietas yang memiliki nilai
tertinggi untuk peubah luas daun per rumpun, yakni 1351.4 cm2. Nilai yang tinggi
pada peubah jumlah daun per rumpun dan luas daun pada saat berbunga varietas
Menthik Wangi akan sangat berpengaruh terhadap semakin meningkatnya nilai
indeks luas daun pada varietas tersebut yang dapat mencapai 3.00.
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa indeks luas daun secara nyata
berkorelasi positif dengan jumlah dan bobot gabah total per rumpun (Lampiran
11). Hal tersebut akan meningkatkan luasan kanopi untuk fotosintesis yang
memfasilitasi peningkatan pengisian bulir pada padi. Hasil bulir saat panen akan
meningkat dengan peningkatan indeks luas daun hingga nilai optimum (Jing et al.
2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Shiratsuchi et al. (2007) yang
menyatakan bahwa nilai indeks luas daun memiliki korelasi positif dan sangat
nyata mempengaruhi jumlah bulir dalam satu anakan.

11
Tabel 3 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah daun per rumpun, luas
daun per rumpun dan indeks luas daun pada saat berbunga
Jumlah daun per
Luas daun
Perlakuan
Indeks luas daun
rumpun
per rumpun (cm2)
Suhu
T1
39.2
1201.8
2.67
T2
36.9
1063.7
2.36
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

45.7
39.9
22.4
40.4
35.5
42.6
40.0

a
ab
c
ab
b
ab
ab

1290.6
955.9
1007.1
936.5
1248.7
1351.4
1138.6

a
c
bc
c
ab
a
abc

2.87
2.12
2.24
2.08
2.78
3.00
2.53

a
c
bc
c
ab
a
abc

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Perlakuan suhu dan interaksinya dengan varietas tidak memberikan
pengaruh terhadap peubah nilai SPAD pada saat 6 MST dan berbunga, namun
varietas mempunyai perbedaan yang sangat nyata pada peubah SPAD saat
berbunga (Tabel 4). Hal ini dimungkinkan oleh perbedaan karakteristik daun yang
berbeda antar varietas. Varietas IR-64 memiliki nilai SPAD yang tertinggi
dibandingkan varietas lain pada saat fase berbunga. Nilai SPAD dan kandungan
klorofil sangat dipengaruhi oleh umur tanaman, genotipe (varietas) dan ketebalan
daun (Jinwen et al. 2011).
Tabel 4 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap nilai SPAD daun
Perlakuan

SPAD 6 MST

SPAD berbunga

Suhu
T1
T2

38.62
39.57

40.33
39.70

Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

40.31
38.67
38.43
39.54
38.59
37.39
40.72

43.69
38.08
39.49
40.19
38.09
37.62
42.94

a
bc
bc
b
bc
c
a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

12
Peningkatan suhu yang diberikan secara tunggal tidak mempengaruhi berat
kering tajuk pada saat 6 MST, berbunga dan panen (Tabel 5). Berat kering
mencapai maksimum pada saat stadia panen. Varietas memiliki perbedaan yang
sangat nyata pada peubah berat kering tajuk pada stadia berbunga dan panen
(Lampiran 9). Varietas Menthik Wangi memiliki berat kering tajuk tertinggi pada
kedua stadia tersebut. Hal ini dapat diakibatkan karena karakter tanaman yang
memiliki luas daun tertinggi dibandingkan varietas lain. Hasil uji korelasi juga
menunjukkan bahwa indeks luas daun berkorelasi positif dengan bobot tajuk saat
panen (Lampiran 11). Peningkatan berat kering terjadi secara signifikan pada
varietas ini dari 6 MST menuju stadia berbunga hingga mencapai lebih dari tiga
kali lipat.
Hal ini sesuai dengan penelitian Prasad et al. (2006) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari suhu tinggi terhadap bobot tajuk
tanaman. Dong et al. (2014) juga menyatakan bahwa penurunan secara nyata pada
bobot tajuk hingga mencapai 24.9% akan terjadi apabila dilakukan peningkatan
suhu sebesar 3 °C karena hal tersebut akan memicu penurunan laju fotosintesis
dan meningkatkan respirasi tanaman. Turunnya laju fotosintesis ini terjadi karena
adanya penurunan kandungan klorofil a dan b, yang akan secara nyata
menghasilkan penurunan akumulasi berat kering pada tajuk, terutama pada saat
setelah stadia pembungaan.
Tabel 5 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap bobot tajuk pada saat 6 MST,
berbunga dan panen
Bobot tajuk
Bobot tajuk
Bobot tajuk
Perlakuan
6 MST
berbunga
panen
(g)
(g)
(g)
Suhu
4.58
12.83
15.94
T1
4.57
11.68
14.89
T2
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

4.64
4.03
4.71
4.13
4.81
5.10
4.60

9.88
12.08
13.43
10.80
14.65
15.71
9.23

d
bcd
abc
cd
ab
a
d

12.68
16.85
15.54
12.25
18.36
18.84
13.38

c
ab
abc
c
a
a
bc

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Perlakuan suhu dan varietas secara tunggal serta interaksinya tidak
mempengaruhi nilai peubah LPT pada saat 6 MST sampai berbunga dan pada
stadia berbunga hingga panen (Tabel 6). Hal ini dapat dimungkinkan karena nilai
berat kering tajuk pada stadia tersebut juga tidak terpengaruh oleh perlakuan suhu.
Roy et al. (2012) menyatakan bahwa peningkatan biomass diperoleh dari
peningkatan laju fotosintesis dan asimilasi bersih tanaman, sedangkan Lu et al.

13
(2013) menyatakan bahwa laju fotosintesis tanaman padi tidak dipengaruhi oleh
perlakuan peningkatan suhu dari 32 °C hingga 41 °C.
Tabel 6 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap Laju Pertumbuhan Tanaman
(LPT) dan Net Assimilation Rate (NAR)
NAR
LPT
LPT
6 MSTPerlakuan
6 MST-berbunga
berbunga-panen
berbunga
(g hari-1)
(g hari-1)
(g m-2 hari-1)
Suhu
0.44
T1
0.38
0.18
0.30
T2
0.32
0.15
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

0.33
0.32
0.38
0.31
0.40
0.38
0.31

0.19
0.48
0.40
0.21
0.52
0.41
0.39

0.14
0.18
0.21
0.16
0.17
0.16
0.14

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Interaksi perlakuan suhu dan varietas memberikan pengaruh yang nyata
terhadap persentase anakan produktif. Varietas Ciherang dan Menthik Wangi
merupakan varietas yang mengalami penurunan persentase anakan produktif
secara nyata akibat peningkatan suhu, yaitu sebesar 34.8% pada varietas Ciherang,
dan 21.6% pada varietas Menthik Wangi (Tabel 7). Hasil uji korelasi
menunjukkan bahwa persentase anakan produktif akan berkorelasi positif dengan
jumlah dan bobot gabah total per rumpun serta indeks panen padi (Lampiran 11).
Hasil ini memberikan informasi yang sangat penting terhadap penanaman padi di
Indonesia, karena varietas Ciherang merupakan varietas dengan areal pertanaman
terluas yang banyak ditanam oleh petani.
Tabel 7 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap persentase anakan produktif
Suhu
Varietas
T1
T2
IR64
73.5 abc
73.4 abc
Ciherang
92.4 a
57.6 c
IPB-3S
91.5 a
85.0 ab
Way Apo Buru
77.2 abc
69.7 bc
Jatiluhur
86.2 ab
69.5 bc
Menthik Wangi
86.0 ab
64.4 c
Silugonggo
69.1 bc
74.6 abc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

14
Perlakuan suhu secara tunggal dan interaksinya dengan varietas tidak
berpengaruh terhadap peubah jumlah malai per rumpun, panjang batang dan
panjang malai tanaman padi (Tabel 8). Varietas memiliki perbedaan yang sangat
nyata pada ketiga peubah tersebut. Varietas Silugonggo menghasilkan jumlah
terbanyak untuk peubah jumlah malai per rumpun, yakni 7.7 malai. Panjang
batang tertinggi dihasilkan oleh varietas Jatiluhur dengan panjang 90.16 cm dan
panjang malai terpanjang dihasilkan oleh varietas IPB-3S dengan panjang 28.47
cm.
Tabel 8 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah malai per rumpun,
panjang batang dan panjang malai
Jumlah malai
Perlakuan
Panjang batang (cm) Panjang malai (cm)
per rumpun
Suhu
T1
5.9
68.25
23.68
T2
5.7
66.69
22.66
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

7.0
4.9
3.5
7.1
4.9
6.0
7.7

ab
cd
d
ab
cd
bc
a

56.65
62.05
77.78
57.98
90.16
72.02
55.67

ed
d
b
de
a
c
e

21.03
21.80
28.47
21.92
23.31
24.35
21.30

c
c
a
c
bc
b
c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Perlakuan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah hampa per
rumpun, jumlah gabah isi per rumpun dan total gabah per rumpun, namun
berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi tidak penuh per rumpun dan
interaksinya dengan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata (Tabel 9).
Berdasarkan hasil penelitian Mohammed dan Tarpley (2010), diperlukan
peningkatan suhu sebesar 5 oC agar dapat meningkatkan jumlah gabah hampa,
sedangkan dalam penelitian ini peningkatan suhu yang terjadi tidak mencapai
angka tersebut. Supijatno et al. (2012) menyatakan bahwa suhu yang tinggi dalam
rumah plastik dapat menyebabkan tingginya tingkat kehampaan.
Cekaman suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya peningkatan laju
respirasi dan penurunan transfer fotosintat menuju gabah sebagai akibat kerusakan
membran. Fu et al. (2008) menyatakan bahwa proses diferensiasi pembentukan
biji akan sempurna pada saat stadia pembungaan dan penurunan jumlah total biji
gabah yang dihasilkan dari tanaman yang mengalami cekaman suhu tinggi selama
periode ini dapat disebabkan oleh kerusakan gabah tersebut. Perlakuan
peningkatan suhu dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Hal ini mengindikasikan bahwa kerusakan gabah tersebut bukan terjadi karena
pengaruh suhu tinggi selama stadia pembungaan.

15
Hasil uji korelasi juga menunjukkan bahwa jumlah gabah total per rumpun
berkorelasi positif dengan bobot tajuk saat panen, indeks luas daun dan LPT saat
tanaman berbunga (Lampiran 11). Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya
jumlah gabah total per rumpun akan secara nyata dipengaruhi oleh tingginya
bobot tajuk tanaman, indeks luas daun dan LPT tanaman. Sedangkan dalam
penelitian ini, perlakuan peningkatan suhu tidak berpengaruh terhadap ketiga
peubah yang berkorelasi positif terhadap jumlah gabah total per rumpun tersebut.
Varietas memiliki perbedaan yang sangat nyata pada peubah jumlah gabah
isi tidak penuh, jumlah gabah isi dan jumlah total gabah per rumpun, namun tidak
berbeda pada peubah jumlah gabah hampa per rumpun (Tabel 9). Varietas IPB-3S
menghasilkan jumlah terbanyak untuk peubah jumlah gabah isi tidak penuh per
rumpun, yakni 58.4 butir. Jumlah gabah isi dan total gabah per rumpun terbanyak
dihasilkan oleh varietas Jatiluhur, yakni 509.0 dan 766.7 butir. Jumlah gabah total
per rumpun yang tinggi pada varietas Jatiluhur sangat dipengaruhi oleh
karakteristik varietas ini yang memiliki indeks luas daun dan laju pertumbuhan
tanaman yang tinggi dibandingkan varietas lain.
Tabel 9 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah gabah hampa, jumlah
gabah isi tidak penuh, jumlah gabah isi dan jumlah gabah total per
rumpun
Jumlah gabah
Jumlah gabah
Jumlah gabah
Jumlah
Perlakuan
hampa
isi tidak penuh
isi
gabah total
per rumpun
per rumpun
per rumpun per rumpun
Suhu
T1
194.5
49.8 A
351.5
594.0
T2
182.3
34.2 B
307.0
522.7
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

160.7
143.2
222.4
214.6
211.0
179.1
187.9

28.4
53.1
58.4
27.4
46.7
51.3
28.4

b
ab
a
b
ab
ab
b

277.5
237.4
348.9
305.4
509.0
319.5
306.8

b
b
b
b
a
b
b

466.0
433.2
629.8
546.1
766.7
544.4
522.1

bc
c
ab
bc
a
bc
bc

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Perlakuan suhu, varietas dan interaksi antara kedua perlakuan tidak
berpengaruh terhadap persentase jumlah gabah hampa dan persentase jumlah
gabah isi per rumpun (Tabel 10). Hal ini dimungkinkan karena tidak terdapat
pengaruh yang nyata dari perlakuan suhu dan varietas terhadap jumlah gabah
hampa dan isi per rumpun pada Tabel 9. Persentase jumlah gabah hampa, isi tidak
penuh dan isi diperoleh dengan membaginya dengan jumlah gabah total per
rumpun.

16
Tabel 10 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap persentase jumlah gabah
hampa dan jumlah gabah isi per rumpun
Persentase jumlah
Persentase jumlah
Perlakuan
gabah hampa
gabah isi
per rumpun
per rumpun
Suhu
T1
32.84
58.77
T2
34.62
58.96
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi
Silugonggo

34.23
32.73
35.41
37.52
27.36
31.25
37.63

59.99
56.49
54.99
57.49
66.47
59.59
57.00

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk
masing-masing perlakuan suhu dan varietas tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Interaksi perlakuan suhu dan varietas berpengaruh terhadap persentase
jumlah gabah isi tidak penuh, walaupun hanya varietas Ciherang yang
menunjukkan penurunan nyata secara statistik (Tabel 11). Varietas Ciherang
mengalami penurunan persentase jumlah gabah isi tidak penuh secara nyata
sebanyak 9.7%. Respon tanaman terhadap cekaman suhu tinggi dapat berupa
percepatan laju pertumbuhan gabah, hal ini dapat memacu pemendekan waktu
akumulasi bahan kering dan menyebabkan hasil gabah yang diproduksi akan
berukuran lebih kecil dan berisi tidak penuh atau sempurna (Zakaria et al. 2002).
Tabel 11 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap persentase jumlah gabah isi
tidak penuh per rumpun
Suhu
Varietas
T1
T2
IR64
5.36 bc
6.19 bc
Ciherang
15.64 a
5.90 bc
IPB-3S
9.74 b
9.46 b
Way Apo Buru
6.95 bc
3.01 c
Jatiluhur
6.90 bc
5.44 bc
Menthik Wangi
9.09 b
9.23 b
Silugonggo
5.04 bc
5.70 bc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf α 5%. T2= T1+1.7 °C.

Bobot gabah hampa, gabah isi tidak penuh, gabah isi dan total bobot gabah
per rumpun pada saat panen tidak dipengaruhi oleh perlakuan suhu dan
interaksinya dengan varietas. Varietas memiliki perbedaan yang sangat nyata pada

17
peubah bobot gabah isi dan bobot gabah total per rumpun (Tabel 12). Hasil ini
megindikasikan bahwa peningkatan suhu dalam penelitian ini tidak berpengaruh
terhadap penurunan hasil gabah saat panen.
Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilakukan, terdapat korelasi positif
antara total bobot gabah per rumpun dengan indeks luas daun, laju pertumbuhan
tanaman, jumlah gabah total dan bobot gabah isi per rumpun (Lampiran 11). Hal
ini menunjukkan bahwa penurunan atau peningkatan total bobot gabah per
rumpun akan secara nyata dipengaruhi oleh penurunan atau peningkatan indeks
luas daun, laju pertumbuhan tanaman, jumlah gabah total dan bobot gabah isi per
rumpun. Sedangkan dalam penelitian ini, keempat peubah yang berkorelasi
tersebut tidak dipengaruhi oleh adanya perlakuan peningkatan suhu.
Tabel 12 Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap bobot gabah hampa, bobot
gabah isi tidak penuh, bobot gabah isi dan total bobot gabah per rumpun
Bobot gabah
Bobot
Bobot gabah
Total bobot
isi tidak
gabah
Perlakuan
hampa
gabah
penuh
isi
per rumpun
per rumpun
per rumpun
per rumpun
Suhu
T1
0.82
0.60
8.13
9.54
T2
0.69
0.39
6.65
7.72
Varietas
IR64
Ciherang
IPB-3S
Way Apo Buru
Jatiluhur
Menthik Wangi