Karakter Vegetatif dan Generatif Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Cekaman Aluminium

(1)

SKRIPSI

OLEH:

WIWIK MAYA SARI 080307008/Pemuliaan Tanaman

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SKRIPSI

OLEH:

WIWIK MAYA SARI 080307008/Pemuliaan Tanaman

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Nama : Wiwik Maya Sari

NIM : 080307008

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Eva Sartini Bayu, MP Ir. Syafruddin Ilyas NIP. 1961 050 61993032 001 NIP. 1958 101 71984032 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Agroekoteknologi

Ir. T. Sabrina, M.Agr, Sc, Ph.D NIP. 196406201989032001 Tanggal lulus:


(4)

WIWIK MAYA SARI : Karakter Vegetatif dan Generatif Beberapa Varietas Padi Terhadap Cekaman Aluminium. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Syafruddin Ilyas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui padi yang sensitif dan toleran aluminium, dan untuk mempelajari karakter vegetatif dan generatif beberapa varietas padi tercekam aluminium. Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu pertama pengujian panjang akar dengan menggunakan Karakter Root Regrowth (RRG) dilaboratorium Pemuliaan Tanaman dan selanjutnya pengujian di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juni hingga Oktober 2012 dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin, dengan 6 Varietas yaitu Hawarabunar, Ciherang, Inpari 1, Mekongga, Cibogo dan Cigelis. Dari hasil pengamatan karakter RRG diperoleh 3 varietas padi yang toleran yaitu Hawarabunar, Ciherang dan Mekongga dan 3 varietas padi yang sensitif yaitu Inpari 1, Cibogo dan Cigelis. Dari hasil analisis data diperoleh karakter vegetatif yang dipengaruhi oleh aluminium adalah tinggi tanaman, jumlah anakan dan lama stadia vegetatif. Karakter generatif yang dipengaruhi oleh aluminium adalah jumlah anakan produktif, umur berbunga, panjang malai, panjang daun bendera, umur panen, bobot 1000 butir.

Kata Kunci : Varietas Padi, Aluminium, Root Regrowth.


(5)

WIWIK MAYA SARI: Character Vegetative and Generative Some Varieties of Rice Under Aluminum stress. Supervised by Eva Sartini Bayu and Syafruddin Ilyas.

The purpose of this research was to find the sensitive and tolerant rice aluminum, and to learn the character of vegetative and generative several varieties of rice seized aluminum. This research was conducted two stages, the first stages was the root length test by using the Character Root Regrowth (RRG) of Plant Breeding laboratory and further testing in the greenhouse of the Agriculture Faculty, University of North Sumatra, Medan from June until October 2012 by using Latin Square Design, with variety treatment that consists of six varieties that were Hawarabunar, Ciherang, Inpari 1, Mekongga, Cibogo and Cigelis. From the observations of RRG character obtained three tolerant rice varieties, that were Hawarabunar, Ciherang and Mekongga and three sensitive rice varieties that were Inpari 1, Cibogo and Cigelis. From the data analysis obtained vegetative character of rice affected by aluminum that were plant height, number of tillers and vegetative stadia stage. Generative character of rice affected by aluminum that were the number of productive tillers, flowering, panicle length, flag leaf length, harvesting, 1000 grain weight.

Keywords: Rice Varieties, Aluminum, Root Regrowth.


(6)

Wiwik Maya Sari, lahir di Medan, 20 April 1990. Anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Alm.Suyetno dan Sugiati, yang bertempat tinggal di Helvetia, Medan, Sumatera Utara.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh hingga saat ini adalah : Sekolah Dasar di SD Alwashliyah tamat tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Markus tamat tahun 2005, Sekolah Menengah Atas di SMA PAB 6 Helvetia tamat tahun 2008.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman pada tahun 2008 melalui jalur PMP. Pengalaman penulis dibidang kemasyarakatan diperoleh saat mengikuti PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Silau Dunia, Kabupaten Simalungun, pada bulan Juni sampai Juli 2011.


(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Karakter Vegetatif dan Generatif Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Cekaman Aluminium”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Syafruddin Ilyas selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan selama menjalankan penelitian hingga menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta, ibunda Sugiati atas kasih sayang, doa dan dukungannya.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman – teman BDP 2008 yang telah melewati dan menjalani perkuliahan bersama – sama dan membantu dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini.

Medan, Januari 2013 Penulis


(8)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 7

Iklim ... 7

Tanah ... 8

Cekaman Aluminium ... 9

Mekanisme Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Aluminium ... 11

Varietas ... 13

Heritabilitas ... 15

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 16

PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Larutan Hara Minimum ... 19

Perlakuan Kultur Hara dan Cekaman Aluminium ... 19

Analisis Panjang Akar dengan Karakter RRG ... 19

Pengambilan Sampel Tanaman ... 20

Penanaman di Rumah Kaca ... 20

Pemeliharaan Tanaman ... 20

Penyiraman ... 20

Penyiangan ... 20


(9)

Karakter Vegetatif ... 21

Tinggi Tanaman ... 21

Jumlah Anakan ... 21

Warna Batang ... 21

Warna Daun ... 21

Warna Kaki ... 22

Warna Telinga Daun ... 22

Warna Lidah Daun ... 22

Warna Gabah ... 22

Bentuk Gabah ... 22

Lama Stadia Vegetatif ... 22

Karakter Generatif ... 22

Umur Berbunga ... 22

Jumlah Anakan Produktif ... 22

Panjang Malai ... 23

Panjang Daun Bendera ... 23

Jumlah Gabah Berisi per-Rumpun ... 23

Jumlah Gabah Hampa per-Rumpun ... 23

Bobot Gabah per-Rumpun ... 23

Bobot 1000 Butir Gabah ... 23

Umur Panen ... 24

Lama Stadia Generatif ... 24

Pengujian Heritabilitas ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Analisis Panjang Akar Dengan Karakter RRG ... 25

Karakter Vegetatif ... 27

Tinggi Tanaman ... 27

Jumlah Anakan ... 28

Lama Stadia Vegetatif ... 27

Karakter Generatif ... 30

Jumlah Anakan Produktif ... 30

Umur Berbunga ... 29

Panjang Malai ... 30

Panjang Daun Bendera ... 29

Umur Panen ... 29

Bobot 1000 Butir ... 31

Lama Stadia Generatif ... 31

Gabah Berisi per-Rumpun ... 31

Gabah Hampa per-Rumpun ... 31

Bobot Gabah per-Rumpun ... 31

Heritabilitas ... 32

Gejala Visual Padi Tercekam Al ... 33

Pembahasan ... 36


(10)

Kesimpulan ... 43 Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

No Hal

1. Data Analisis Panjang Akar Dengan Karakter RRG... 25

2. Rataan Jumlah Anakan 2-12 MST ... 28

3. Rataan Lama Stadia Vegetatif ... 28

4. Rataan Jumlah anakan produktif ... 30

5. Rataan Umur Berbunga ... 29

6. Rataan Panjang Malai ... 30

7. Rataan Panjang Daun Bendera ... 30

8. Rataan Umur Panen... 29

9. Rataan Bobot 1000 Butir ... 30

10. Rataan Lama Stadia Generatif ... 31

11. Rataan Gabah Berisi per-Rumpun ... 31

12. Rataan Gabah Hampa per-Rumpun ... 31

13. Rataan Bobot Gabah per-Rumpun ... 31

14. Nilai Heritabilitas ... 32


(12)

No Hal

Analisis Tanah ... 47

Komposisi Media Larutan Hara Minimum ... 47

Prosedur Penelitian ... 48

Bagan Penelitian... 50

Jadwal Kegiatan Penelitian ... 51

Deskripsi Tanaman ... 52

Nilai RRG Hawarabunar Berpotensi Toleran Al ... 58

Nilai RRG Ciherang Berpotensi Toleran Al ... 59

Nilai RRG Inpari 1 Berpotensi Sensitif Al ... 60

Nilai RRG Mekongga Berpotensi Toleran dan Sensitif Al ... 61

Nilai RRG Cibogo Berpotensi Sensitif Al ... 62

Nilai RRG Cigelis Berpotensi Sensitif Al ... 63

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST ... 64

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 2 MST ... 64

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST ... 64

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 3 MST ... 65

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST ... 65

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 4 MST ... 65

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST ... 66

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 5 MST ... 66

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST ... 66

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 6 MST ... 67

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 7 MST ... 67

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 7 MST ... 67

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 8 MST ... 68

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 8 MST ... 68

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 9 MST ... 68

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 9 MST ... 69

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 10 MST ... 69

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 10 MST ... 69

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 11 MST ... 70

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 11 MST ... 70

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 12 MST ... 70

Sidik Ragam Rataan Tinggi Tanaman 12 MST ... 71

Data Pengamatan Jumlah Anakan 2 MST ... 71

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 2 MST ... 71

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 2 MST ... 72

Data Pengamatan Jumlah Anakan 3 MST ... 72

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 3 MST ... 72

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 3 MST ... 73

Data Pengamatan Jumlah Anakan 4 MST ... 73

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 4 MST ... 73


(13)

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 5 MST ... 75

Data Pengamatan Jumlah Anakan 6 MST ... 75

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 6 MST ... 75

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 6 MST ... 76

Data Pengamatan Jumlah Anakan 7 MST ... 76

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 7 MST ... 76

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 7 MST ... 77

Data Pengamatan Jumlah Anakan 8 MST ... 77

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 8 MST ... 77

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 8 MST ... 78

Data Pengamatan Jumlah Anakan 9 MST ... 78

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 9 MST ... 78

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 9 MST ... 79

Data Pengamatan Jumlah Anakan 10 MST ... 79

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 10 MST ... 79

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 10 MST ... 80

Data Pengamatan Jumlah Anakan 11 MST ... 80

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 11 MST ... 80

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 11 MST ... 81

Data Pengamatan Jumlah Anakan 12 MST ... 81

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan 12 MST ... 81

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan 12 MST ... 82

Data Pengamatan Lama Stadia Vegetatif ... 82

Sidik Ragam Rataan Lama Stadia Vegetatif ... 82

Data Pengamatan Umur Berbunga ... 83

Daftar Sidik Ragam Rataan Umur Berbunga ... 83

Data Pengamatan Umur Panen... 83

Sidik Ragam Rataan Umur Panen ... 84

Data Pengamatan Jumlah Anakan Produktif... 84

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Anakan Produktif ... 84

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Anakan Produktif ... 85

Data Pengamatan Panjang Malai ... 85

Sidik Ragam Rataan Panjang Malai ... 85

Data Pengamatan Panjang Daun Bendera ... 86

Sidik Ragam Rataan Panjang Daun Bendera ... 86

Data Pengamatan Bobot 1000 Butir ... 86

Sidik Ragam Rataan Bobot 1000 Butir ... 87

Data Pengamatan Lama Stadia Generatif ... 87

Sidik Ragam Rataan Lama Stadia Generatif ... 87

Data Pengamatan Jumlah Gabah Berisi per-Rumpun ... 88

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Gabah Berisi per-Rumpun... 88

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Gabah Berisi per-Rumpun ... 88

Data Pengamatan Jumlah Gabah Hampa per-Rumpun ... 89

Transformasi Data Pengamatan Jumlah Gabah Hampa per-Rumpun... 89

Sidik Ragam Transformasi Rataan Jumlah Gabah Hampa per-Rumpun ... 89


(14)

Sidik Ragam Transformasi Rataan Bobot Gabah per-Rumpun ... 90

Gejala visual padi varietas Hawarabunar yang tercekam Al ... 91

Gejala visual padi varietas Ciherang yang tercekam Al ... 92

Gejala visual padi varietas Inpari 1 yang tercekam Al ... 93

Gejala visual padi varietas Mekongga yang tercekam Al ... 94

Gejala visual padi varietas Cibogo yang tercekam Al ... 95

Gejala visual padi varietas Cigelis yang tercekam Al ... 96

Foto Supervisi ... 97


(15)

WIWIK MAYA SARI : Karakter Vegetatif dan Generatif Beberapa Varietas Padi Terhadap Cekaman Aluminium. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Syafruddin Ilyas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui padi yang sensitif dan toleran aluminium, dan untuk mempelajari karakter vegetatif dan generatif beberapa varietas padi tercekam aluminium. Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu pertama pengujian panjang akar dengan menggunakan Karakter Root Regrowth (RRG) dilaboratorium Pemuliaan Tanaman dan selanjutnya pengujian di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juni hingga Oktober 2012 dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin, dengan 6 Varietas yaitu Hawarabunar, Ciherang, Inpari 1, Mekongga, Cibogo dan Cigelis. Dari hasil pengamatan karakter RRG diperoleh 3 varietas padi yang toleran yaitu Hawarabunar, Ciherang dan Mekongga dan 3 varietas padi yang sensitif yaitu Inpari 1, Cibogo dan Cigelis. Dari hasil analisis data diperoleh karakter vegetatif yang dipengaruhi oleh aluminium adalah tinggi tanaman, jumlah anakan dan lama stadia vegetatif. Karakter generatif yang dipengaruhi oleh aluminium adalah jumlah anakan produktif, umur berbunga, panjang malai, panjang daun bendera, umur panen, bobot 1000 butir.

Kata Kunci : Varietas Padi, Aluminium, Root Regrowth.


(16)

WIWIK MAYA SARI: Character Vegetative and Generative Some Varieties of Rice Under Aluminum stress. Supervised by Eva Sartini Bayu and Syafruddin Ilyas.

The purpose of this research was to find the sensitive and tolerant rice aluminum, and to learn the character of vegetative and generative several varieties of rice seized aluminum. This research was conducted two stages, the first stages was the root length test by using the Character Root Regrowth (RRG) of Plant Breeding laboratory and further testing in the greenhouse of the Agriculture Faculty, University of North Sumatra, Medan from June until October 2012 by using Latin Square Design, with variety treatment that consists of six varieties that were Hawarabunar, Ciherang, Inpari 1, Mekongga, Cibogo and Cigelis. From the observations of RRG character obtained three tolerant rice varieties, that were Hawarabunar, Ciherang and Mekongga and three sensitive rice varieties that were Inpari 1, Cibogo and Cigelis. From the data analysis obtained vegetative character of rice affected by aluminum that were plant height, number of tillers and vegetative stadia stage. Generative character of rice affected by aluminum that were the number of productive tillers, flowering, panicle length, flag leaf length, harvesting, 1000 grain weight.

Keywords: Rice Varieties, Aluminum, Root Regrowth.


(17)

Latar Belakang

Permasalahan yang dihadapi pada budidaya padi saat ini adalah menyempitnya areal tanah sawah diakibatkan pengalihan areal tanah sawah menjadi tanah non pertanian seperti pembangunan perumahan dan areal industri serta perkebunan. Pembangunan sering terjadi diareal yang subur, sehingga menyisakan lahan-lahan yang kering. Lahan kering yang berada diiklim basah biasanya bersifat masam (Mulyani dkk, 2009; Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Secara umum tanah masam dilahan kering memiliki status kesuburan tanah yang rendah dimana pH rendah menurunkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, menurunkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan keracunan aluminium (Damanik dkk, 2010).

Terutama kejenuhan aluminium yang tinggi, dimana aluminium dapat menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh cekaman Al tidak sama pada semua tanaman, bahkan dalam spesies yang sama. Akar merupakan bagian tanaman yang paling sensitif terhadap keracunan Al. Gejala awal yang tampak pada tanaman yang keracunan Al, yaitu tidak berkembangnya sistem perakaran (terjadi pemendekan dan penebalan) sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel. Hal ini disebabkan terjadinya penggabungan Al dengan dinding sel dan penghambatan pembelahan sel, sehingga menghambat penyerapan air dan hara. Selain itu percabangan tidak normal, tudung akar rusak dan berwarna cokelat atau merah (Purnamaningsih dan Ika, 2008; Hadiatmi, 2002).


(18)

Cara terbaik untuk menanggulangi masalah tersebut adalah penggunaan varietas yang toleran terhadap kondisi lahan masam yang mengandung kejenuhan aluminium tinggi, sehingga pengapuran untuk meningkatkan pH tanah dapat diminimalkan. Salah satu cara untuk mengetahui sifat toleransi suatu genotip/varietas yaitu dengan melakukan pengujian menggunakan metode root regrowth (RRG) dan pengadaptasian langsung pada tanah masam yang mengandung aluminium tinggi dirumah kaca.

Metode Root Regrowth (RRG) merupakan suatu metode pengadaptasian akar padi pada larutan hara minimum dengan penambahan cekaman aluminium pada taraf tertentu. Menurut Miftahuddin et al (2002) Root Regrowth adalah kemampuan akar untuk tumbuh kembali setelah diberi cekaman aluminium.

Dengan alasan itulah dilakukan pengujian beberapa varietas padi sawah pada kondisi tercekam Al, dengan menggunakan metode RRG akan didapatkan varietas yang berpotensi toleran maupun sensitif terhadap aluminium. Kemudian dilanjutkan di rumah kaca untuk mengetahui karakter vegetatif dan generatifnya, karena toleransi tanaman terhadap keracunan aluminium berbeda-beda baik antarspesies maupun antarvarietas dalam satu spesies (Sanchez, 1976).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan padi yang toleran dan sensitif aluminium, dan untuk mempelajari karakter vegetatif dan generatif beberapa varietas padi tercekam aluminium.


(19)

Adanya pengaruh cekaman aluminium terhadap karakter vegetatif dan generatif padi.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(20)

Botani Tanaman

Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman padi (Oryza sativa L.) dalam taksonomi adalah Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, sub Divisi: Angiospermae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Graminales, Famili: Graminaceae Genus: Oryza,Spesies : Oryza sativa L.

Akar padi dapat dibedakan menjadi beberapa bagian. Pertama, akar tunggang yaitu akar lembaga yang tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang. Kedua, akar serabut, akar ini tumbuh setelah 5-6 hari dari terbentuknya akar tunggang. Ketiga akar rambut yaitu bagian akar yang keluar dari akar tunggang, merupakan saluran pada kulit akar yang berada di luar, dan ini penting dalam pengisian air serta zat-zat makanan (Tjitrosoepomo, 2001).

Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling terdapat satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helaian

daun yang menempel pada buku melalui pelepah daun, pelepah daun yang membungkus ruas diatasnya dan kadang-kadang pelepah daun dan helaian daun ruas berikutnya, telinga daun (auricle) pada dua sisi pangkal helaian daun, lidah daun (ligula) yaitu struktur segitiga tipis tepat di atas telinga daun, dan daun bendera adalah daun teratas dibawah malai (Suharno, 2005).

Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Jumlah buku sama dengan jumlah daun ditambah dua yakni satu buku untuk tumbuhnya koleoptil dan yang satu lagi buku terakhir yang menjadi dasar malai. Ruas yang terpanjang adalah ruas yang teratas dan


(21)

tanah (Tobing, dkk, 1995).

Anakan terbentuk dari umur 10 hari dan maksimum pada umur 50-60 hari sesudah tanam. Sebagian dari anakan yang telah mencapai batas maksimum akan berkurang karena pertumbuhannya yang lemah, bahkan mati. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya disebabkan karena persaingan antara anakan, saling terlindung, kekurangan nitrogen dan juga jarak tanam. Anakan yang tegak mengahsilkan penyebaran cahaya yang lebih baik daripada anakan yang menyebar (Hasyim, 2011).

Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Malai terdiri dari 8-10 buku

yang menghasilkan cabang-cabang primer selanjutnya menghasilkan cabang-cabang sekunder. Dari buku pangkal malai pada umumnya akan muncul

hanya satu cabang primer, tetapi dalam keadaan tertentu buku tersebut dapat menghasilkan 2-3 cabang primer (Tobing dkk, 1995).

Butir biji adalah bakal buah yang matang, dengan lemma, palae, lemma steril dan ekor gabah (kalau ada) yang menempel sangat kuat. Butir biji padi tanpa sekam (kariopsis) disebut beras. Buah padi adalah sebuah kariopsis, yaitu biji tunggal yang bersatu dengan kulit bakal buah yang matang (kulit ari), yang membentuk sebuah butir seperti biji. Komponen utama butir biji adalah sekam, kulit beras, endosperm, dan embrio (Suharno, 2005).

Menurut (Sudarmo, 1991) ada tiga stadia umum proses pertumbuhan tanaman padi dari awal penyemaian hingga pemanenan :

1. Stadia vegetatif : dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir. Pada varietas padi yang berumur pendek (120 hari) stadia ini lamanya sekitar 55 hari,


(22)

sedangkan pada varietas padi berumur panjang (150 hari) lamanya sekitar 85 hari.

2. Stadia reproduktif : dari terbentuknya bulir sampai pembungaan. Pada varietas berumur pendek lamanya sekitar 35 hari dan pada varietas berumur panjang sekitar 35 hari juga.

3. Stadia pembentukan gabah atau biji : dari pembungaan sampai pemasakan biji. Lamanya stadia sekitar 30 hari, baik untuk varietas padi berumur pendek maupun berumur panjang.

Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh sembilan stadia. Masing-masing stadia mempunyai ciri dan nama tersendiri. Stadia tersebut adalah:

1. Stadia 0 : dari perkecambahan sampai timbulnya daun pertama, biasanya memakan waktu sekitar 3 hari.

2. Stadia 1 : stadia bibit, stadia ini lepas dari terbentuknya daun pertama sampai

terbentuk anakan pertama lamanya sekitar 3 minggu atau sampai pada umur 24 hari.

3. Stadia 2 : stadia anakan, ketika jumlah anakan semakin bertambah sampai batas maksimum lamanya sampai 2 minggu atau saat padi berumur 40 hari.

4. Stadia 3 : stadia perpanjangan batang, lamanya sekitar 10 hari yaitu sampai terbentuknya bulir saat padi berumur 52 hari.

5. Stadia 4 : stadia saat mulai terbentuknya bulir, lamanya sekitar 10 hari atau sampai padi berumur 62 hari.

6. Stadia 5 : perkembangan bulir, lamanya sekitar 2 minggu saat padi sampai berumur 72 hari. Bulir tumbuh sempurna sampai terbentuknya biji.


(23)

7. Stadia 6 : pembungaan, lamanya 10 hari saat mulai muncul bunga, polinasi, dan fertilisasi.

8. Stadia 7 : stadia biji berisi cairan menyerupai susu, bulir kelihatan berwarna hijau, lamanya sekitar 2 minggu yaitu padi berumur 94 hari.

9. Stadia 8 : ketika biji yang lembek mulai mengeras dan berwarna kuning, sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan. Lama stadia ini sekitar 2 minggu, saat tanaman berumur 102 hari.

10. Stadia 9 : stadia pemasakan biji. Biji berukuran sempurna, keras dan

berwarna kuning, bulir mulai merunduk, lama stadia ini sekitar 2 minggu sampai padi berumur 116 hari.

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan tempratur 22- 27˚ C. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Rata- rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman (Ristek, 2011).

Tanaman padi tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-60 meter dpl, di dataran tinggi 650-1500 meter dpl (Warintek, 2000).


(24)

Pada intensitas cahaya rendah terjadi gangguan translokasi karbohidrat. Penyediaan, mobilitas dan serapan hara oleh tanaman padi juga dipengaruhi radiasi surya serta suhu udara dan suhu tanah (Yoshida, 1981). Pada suhu tinggi maka suhu tanah naik akan berakibat berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga unsur hara sulit diserap tanaman. Akibatnya aktivitas akar/respirasi semakin rendah mengakibatkan translokasi dalam tubuh tanaman jadi lambat sehingga proses distribusi unsur hara jadi lambat dan akhirnya pertumbuhan tanaman jadi lambat (Handoko, 1994).

Tanah

Kondisi tanah tempat tumbuh padi adalah tekstur tanah dari pasir sampai liat, kandungan bahan organik 1-50%, pH 3-10, kandungan garam hampir 0-1% dan zat makanan yang berguna dari kritis sampai melimpah, pH optimum untuk tanah yang tergenang adalah 6,5-7,0. Padi dataran rendah dan padi dengan air yang dalam mungkin dipengaruhi oleh kekeringan atau perendaman yang sempurna (Vargarra dan Datta, 2012).

Tanaman padi dapat tumbuh pada pH tanah berkisar antara 4,5-8,2. Nilai pH tanah yang optimum untuk tanaman padi berkisar antara 5,5-7,5.Permeabilitas tanah pada subhorizon kurang dari 0,5 cm/jam. Adanya fragmen kasar (butiran yang berdiameter > 2 mm) pada permukaan tanah dapat menyebabkan tanah tidak atau kurang sesuai untuk tanaman padi (Hardjowigeno dan Luthfi, 2005).

Padi sawah ditanam ditanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm dibawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Pada padi sawah penggenangan


(25)

berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak

mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 1982).

Cekaman Aluminium

Aluminium merupakan ion rhizotoksik yang menghambat pertumbuhan

dan produktifitas tanaman di tanah mineral masam ultisol (Huang dan Violante, 1997). Walaupun Al menghambat proses metabolisme dan

pertumbuhan tanaman, akan tetapi sampai ambang tertentu pengaruh Al dapat ditoleransi oleh tanaman yang toleran (Sopandie, 1999).

Batas kritis kejenuhan Al di tanah masam ultisol untuk tanaman padi yaitu sebesar 70% untuk padi. Selain itu juga dilaporkan bahwa konsentrasi Al sebesar 3 ppm dalam larutan tanah, dapat merusak varietas padi yang rentan terhadap keracunan Al. (IRRI, 1979) Sedangkan pada konsentrasi 10 ppm, semua varietas baik yang rentan maupun yang tahan mengalami kerusakan (Soemarsono, 2011).

Berikut adalah kriteria penilaian sifat tanah yang mengandung Al: Sifat Tanah Satuan Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kejenuhan Al % <10 10-20 21-30 31-60 >60 (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 dan BPP Medan, 1982).

Pengaruh keracunan Al terutama membatasi kedalaman maupun percabangan akar, sehingga akan menghambat daya serap tanaman terhadap hara lain. Pada beberapa tanaman, keracunan Al memperlihatkan gejala daun yang mirip defisiensi P, kekerdilan menyeluruh, dedaunan mengecil berwarna hijau gelap dan lambat matang; batang, daun dan urat daun berwarna merah atau ungu, ujung daun menguning dan mati. Pada tanaman lain menunjukkan gejala


(26)

defisiensi Ca yang terinduksi atau tertekannya transportasi Ca dalam tanaman yaitu dedaunan muda mengeriting atau menggulung dan titik tumbuh atau tangkai daun tumbang. Akar yang terluka secara khas terlihat menggemuk dan rapuh. Pucuk akar dan akar lateral menjadi tebal dan berubah cokelat. Sistem perakaran secara keseluruhan tampak bergerombol, dengan banyak akar lateral yang menggemuk tapi tanpa cabang/bulu-bulu akar sehingga tidak efektif dalam penyerapan hara (Hanafiah, 2009).

Cekaman yang dialami tanaman pada tanah masam tidak hanya berasal dari keracunan aluminium tetapi juga kekurangan hara. Dengan demikian pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh efisiensi dalam menyerap dan memanfaatkan hara yang tersedia (Fageria et al, 1993).

Kemampuan pertumbuhan tanaman pada tanah dengan kandungan Al tinggi, adalah dengan menghasilkan eksudat akar (dalam bentuk anion-anion asam organik, gula, vitamin, asam amino, purin, nukleotida, ion-ion anorganik, dan sebagainya). Senyawa-senyawa ini membantu perakaran tanaman terhindar dari akibat buruk ion Al, sehingga akar sebagai fungsi penyerap hara dan air dapat menjalankan fungsinya (Felix dan Donald, 2002).

Menurut Kemas Ali Hanafiah (2009) Secara fisiologis dan biokimiawi, keracunan aluminium menyebabkan:

1. Terganggunya pembelahan sel pada pucuk akar dan akar lateralnya. 2. Pengerasan dinding sel akibat terbentuknya jalinan peptin abnormal

3. Berkurangnya replikasi DNA akibat meningkatnya kekerasan helix ganda DNA.


(27)

4. Terjadinya penyematan (fiksasi) P dalam tanah menjadi tidak tersedia atau pada permukaan akar

5. Menurunnya replikasi akar

6. Terganggunya enzim-enzim regulator fosforilasi gula 7. Terjadinya penumpukan polisakarida dinding sel

8. Terganggunya penyerapan, pengangkutan dan penggunaan beberapa unsur essensial seperti Ca, Mg, K, P dan Fe.

Mekanisme Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Aluminium

Tanaman padi yang toleran menurut penelitian Soemarsono (2011) bahwa akar mampu mengambil (menyerap) unsur Ca, Mg, dan K, akar mampu berkembang dengan baik dengan ujung-ujung akar dan akar lateral tidak menunjukkan kerusakan akibat keracunan Al pada tanah masam. Varietas yang toleran terhadap Al dapat meningkatkan pH didaerah perakaran sedangkan yang sensitif menurunkan pH dimedia tanah masam sehingga produksinya lebih rendah dibandingkan varietas yang toleran. Semakin tinggi tingkat toleransi kultivar padi terhadap Al, semakin besar jumlah anakan, jumlah anakan produktif, berat kering akar dan makin kecil kandungan Al pada akar (Soemarsono, 2011).

Tanaman yang mampu beradaptasi pada Al tinggi disebabkan oleh tanaman tersebut memiliki suatu mekanisme tertentu untuk menekan pengaruh buruk Al sehingga tidak mengganggu serapan hara dan air, juga mampu mengefisienkannya (Blum, 1996).

Menurut Fitter dan Hay (1991) terdapat empat mekanisme utama ketahanan tanaman terhadap ion-ion toksik, yaitu: I) penghindaran (escape) fenologis, apabila cekaman yang terjadi pada tanaman bersifat musiman, tanaman


(28)

dapat menyesuaikan siklus hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang sesuai saja; 2) eksklusi, tanaman dapat mengenal ion toksik dan mencegah agar tidak terambil sehingga tidak mengalami toksisitas; 3) ameliorasi atau penanggulangan, tanaman barangkali mengabsorbsi ion toksik tersebut, tetapi bertindak sedemikian rupa untuk meminimumkan pengaruhnya, jenisnya meliputi pembentukan khelat, pengenccran, lokalisasi dan ekskresi; 4) toleransi, tanaman dapat mengembangkan sistem metabolisme yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik yang potensial, mungkin dengan molekul enzim (Firmansyah, 2010).

Mekanisme toleransi cekaman Al berbeda antartanaman dan antarvarietas dalam satu spesies. Keanekaragaman genetik toleransi tanaman terhadap Al telah dilaporkan pada beberapa spesies tanaman pertanian terutama tanaman serealia dari family Triticeae. Pada tanaman padi toleransi cekaman Al bersifat multigen dan kuantitatif. Menurut Miftahudin et al (2002) menduga bahwa gen-gen toleran cekaman Al kemungkinan memiliki fungsi yang sama dalam mengendalikan sifat toleransi cekaman Al. Respon tanaman padi terhadap toksisitas Al berbeda antar varietas karena sifat ini dikendalikan secara genetik (Foy dan Fleming, 1978).

Sifat toleransi tanaman terhadap faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pertumbuhan tanaman berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini berinteraksi mempengaruhi fenotip tanaman. Berdasarkan Penelitian Rahmawati (2002) yang menyatakan bahwa salah satu karakter yang dipengaruhi Al adalah jumlah anakan dimana jumlah anakan berpengaruh pada jumlah anakan produktif. Sedikitnya jumlah anakan yang terbentuk secara langsung akan berpengaruh pula pada jumlah anakan produktif yang dihasilkan. Dan berdasarkan literatur Asfaruddin (1997) bahwa jumlah


(29)

anakan berkorelasi negatif dengan karakter tinggi tanaman, ini diduga karena tanaman yang tinggi lebih banyak menggunakan asimilatnya untuk pembentukan batang dan daun dibandingkan untuk pembentukan tunas anakan. Selain itu hasil analisis penyerapan unsur hara pada tanaman padi didaerah tropis menunjukkan bahwa pembentukan malai dipengaruhi oleh penyerapan N oleh tanaman dan defisiensi hara P yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh sejumlah Al yang terakumulasi dalam jaringan tanaman sehingga aktivitas metabolisme tanaman

menurun. Hal tersebut terjadi karena Al mengikat P dalam bentuk fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman akibatnya terjadi defisiensi hara (Rahmawati, 2002; Asfaruddin, 1997).

Varietas

Suatu varietas padi adalah segolongan tanaman yang satu sama lain mempunyai sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tanaman itu diwariskan oleh tanaman-tanaman itu kepada turunannya, unggul secara singkat, berarti lebih dari lainnya. Jadi varietas unngul adalah varietas dimana tanaman-tanaman mempunyai sifat-sifat yang lebih dari pada sifat yang dimiliki varietas padi lainnya. Sifat unggul itu bisa merupakan: daya hasil yang lebih tinggi, umur yang lebih pendek, ketahanan terhadap gangguan serangga dan cendawan, tahan terhadap kerebahan, mutu beras dan rasa nasi yang lebih tinggi atau lebih enak (Siregar, 1981).

meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. Dengan tersedianya varietas padi yang telah dilepas pemerintah, kini petani dapat memilih varietas yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, berdaya hasil tinggi . Varietas


(30)

padi merupakan teknologi yang paling mudah diadopsi petani karena teknologi ini murah dan penggunaannya sangat praktis. Badan Litbang Pertanian telah merakit sejumlah varietas unggul baru (VUB) padi sawah, masing-masing memiliki keunggulan tersendiri. Varietas padi yang digunakan adalah varietas unggul yang telah dilepas, yang mempunyai ciri -ciri sebagai berikut : dapat menyesuaikan diri/beradaptasi terhadap iklim dan jenis tanah setempat, cita rasanya disenangi dan memiliki harga yang tinggi di pasar lokal, daya hasil tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, dan tahan rebah (Pustaka.litbang.go.id, 2008).

Pembentukan varietas dilakukan dengan mengadakan persilangan-persilangan antar beberapa tetua, kemudian dipilih tanaman- tanaman

yang baik dari keturunan persilangan tersebut. Secara alamiah, semua individu dari bastar populasi yang dihasilkan program hibridisasi susunan genetiknya akan mengalami proses mendelisasi pada tiap generasi. Oleh karena itu kondisi heterogenheterozigot dari suatu bastar populasi dengan keragaman maksimum pada F2 akan beralih menjadi populasi yang heterogen- heterozigot pada F6-F7. Hasil nyata dari suatu persilangan berupa pelepasan varietas unggul, baru dapat dirasakan petani paling cepat 3- 4 tahun sesudah persilangan dilakukan (Harahap dan Silitongga, 1989).

Heritabilitas

Kemajuan dalam proses seleksi yang bergantung pada evaluasi visual pada fenotip dapat menyebabkan kesalahan yang lebih besar, khususnya jika heritabilitas rendah. Variasi genotip suatu karakter sukar diperkirakan secara visual, misalnya jumlah daun, kekuatan tanaman dan komponen panen. Pada karakter yang heritabilitasnya rendah, pertumbuhan gen berlangsung lambat


(31)

walaupun penggabungan gen-gen dapat dicapai. Tanaman yang heritabilitasnya tinggi akan mudah terlihat dalam populasi (Welsh, 1991).

Heritabilitas merupakan suatu tolak ukur yang bersifat kuantitatif untuk menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dibandingkan dengan lingkungan (Alnopri, 2004).

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase. Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan lingkungan, sedangkan dengan nilai 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip. Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya makin mendekati 0

heritabilitasnya makin rendah. Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu populasi maka akan semakin memungkinkan untuk dilakukan seleksi (Poespodarsono, 1988).

Heritabilitas dapat didefenisikan sebagai bagian keragaman genetik dan keragaman total (keragaman fenotif). Besarnya heritabilitas suatu karakter kuantitatif dapat diduga melalui suatu desain persilangan galur murni.

(σ²p) = (σ²g) + (σ²e) (σ²g) = ragam genetik (σ²p) = ragam fenotip (σ²e) = ragam lingkungan


(32)

Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan dirumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut pada bulan Juni hingga Oktober 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih padi varietas Ciherang, Inpari 1, Mekongga, Cibogo, dan Cigeulis yang diperoleh dari Balai Benih Murni Tanjung Morawa, Medan dan Hawarabunar yang diperoleh dari Balai Penelitian Padi Muara Bogor. Kemudian larutan NaOCl 0,5 %, akuades steril, larutan

AlCl3.6H2O 15 ppm, larutan hara minimum (CaCl2.2H2O 120 mg, K2SO4

195 mg, MgSO4.7H2O 75 mg, NH4Cl 3 mg, NH4NO3

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, gelas erlenmeyer, magnetic stirrer, wadah perkecambahan (kotak plastik), pasir steril, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, meteran, dan kamera digital.

12 mg) (Miftahuddin et al, 2002), label nama, pupuk Urea, SP-36, dan KCl, tanah yang

memiliki kejenuhan Aluminium 84,9% dari Desa Pekan Kuala Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat, Medan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan bujur sangkar latin, dengan 6 varietas.


(33)

V2 : Ciherang V3 : Inpari 1 V4 : Mekongga V5 : Cibogo V6 : Cigelis

Jumlah ulangan : 6 ulangan

Jumlah polibeg/plot : 3 polibeg

Jumlah tanaman/polibeg : 1 tanaman Jumlah sampel/polibeg : 1 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 108 tanaman Jumlah biji yang diuji : 300 biji Jumlah seluruh sampel : 36 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + Bi + Kj + Tk + € Y

ijk

ijk

µ = nilai tengah umum

= respon pengamatan dari varietas ke-i, baris ke-j dan kolom ke-k.

Bi K

= pengaruh baris ke-i

j

T

= pengaruh kolom ke-j.

k

= pengaruh perlakuan ke-k.

ijk

Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5% (Bangun, 1991).


(34)

Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas, berdasarkan rumus:

h²= �²

²� =

²� �²�+�²

Dimana:

h2 = heritabilitas σ2 σ

g = varians genotipe

2

p = varians fenotipe σ2

Dengan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut: e = varians lingkungan

h² >0,51 : tinggi h² 0,21 – 0,50 : sedang h²<0,20 : rendah (Poespodarsono, 1988).

Untuk menghitung varians fenotipe (σ2p) dan varians genotipe (σ2

Tabel 1. Model Sidik Ragam Dan Nilai Kuadrat Tengah

g) disajikan pada tabel 1

Sumber Keragaman Db JK KT Estimasi Kuadrat Tengah Baris (r-1) JK (B) KT (B)

Kolom (r-1) JK (K) KT (K)

Varietas (r-1) JK (V) KT (V) σ2e + 6 σ2 Error

g (r-1)(r-2) JK (E) KT (E) σ2 Total

e


(35)

Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan dirumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut pada bulan Juni hingga Oktober 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih padi varietas Ciherang, Inpari 1, Mekongga, Cibogo, dan Cigeulis yang diperoleh dari Balai Benih Murni Tanjung Morawa, Medan dan Hawarabunar yang diperoleh dari Balai Penelitian Padi Muara Bogor. Kemudian larutan NaOCl 0,5 %, akuades steril, larutan

AlCl3.6H2O 15 ppm, larutan hara minimum (CaCl2.2H2O 120 mg, K2SO4

195 mg, MgSO4.7H2O 75 mg, NH4Cl 3 mg, NH4NO3

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, gelas erlenmeyer, magnetic stirrer, wadah perkecambahan (kotak plastik), pasir steril, penggaris, alat tulis, timbangan analitik, meteran, dan kamera digital.

12 mg) (Miftahuddin et al, 2002), label nama, pupuk Urea, SP-36, dan KCl, tanah yang

memiliki kejenuhan Aluminium 84,9% dari Desa Pekan Kuala Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat, Medan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan bujur sangkar latin, dengan 6 varietas.


(36)

V2 : Ciherang V3 : Inpari 1 V4 : Mekongga V5 : Cibogo V6 : Cigelis

Jumlah ulangan : 6 ulangan

Jumlah polibeg/plot : 3 polibeg

Jumlah tanaman/polibeg : 1 tanaman Jumlah sampel/polibeg : 1 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 108 tanaman Jumlah biji yang diuji : 300 biji Jumlah seluruh sampel : 36 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + Bi + Kj + Tk + € Y

ijk

ijk

µ = nilai tengah umum

= respon pengamatan dari varietas ke-i, baris ke-j dan kolom ke-k.

Bi K

= pengaruh baris ke-i

j

T

= pengaruh kolom ke-j.

k

= pengaruh perlakuan ke-k.

ijk

Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5% (Bangun, 1991).


(37)

Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas, berdasarkan rumus:

h²= �²

²� =

²� �²�+�²

Dimana:

h2 = heritabilitas σ2 σ

g = varians genotipe

2

p = varians fenotipe σ2

Dengan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut: e = varians lingkungan

h² >0,51 : tinggi h² 0,21 – 0,50 : sedang h²<0,20 : rendah (Poespodarsono, 1988).

Untuk menghitung varians fenotipe (σ2p) dan varians genotipe (σ2

Tabel 1. Model Sidik Ragam Dan Nilai Kuadrat Tengah

g) disajikan pada tabel 1

Sumber Keragaman Db JK KT Estimasi Kuadrat Tengah Baris (r-1) JK (B) KT (B)

Kolom (r-1) JK (K) KT (K)

Varietas (r-1) JK (V) KT (V) σ2e + 6 σ2 Error

g (r-1)(r-2) JK (E) KT (E) σ2 Total

e


(38)

Pembuatan Larutan Hara Minimum

Dengan menimbang bahan kimia yaitu 120 mg CaCl2.2H2O, 195 mg

K2SO4, 75 mg MgSO4.7H2O, 3 mg NH4Cl, dan 12 mg NH4NO3

Perlakuan Kultur Hara dan Cekaman Aluminium

. Kemudian dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 1 liter yang berisi aquades steril dan untuk melarutkan diletakkan pada magnetic stirrer. Setelah larutan benar-benar larut, kemudian diletakkan pada pH meter untuk diukur pH nya hingga kisaran pH 4. jika pH terlalu tinggi ditambahkan NaCl dan Jika pH terlalu rendah ditambahkan KOH hingga mencapai pH 4.

Semua benih varietas padi yang diuji direndam dalam larutan NaOCl 0,5% selama 15 menit, lalu dicuci dengan akuades, direndam dalam akuades selama 24 jam pada suhu ruang. Kemudian dikecambahkan dikotak plastik selama 2-3 hari diruang gelap. Kecambah yang tumbuh diadaptasikan pada wadah yang

diletakkan diatas kotak plastik berisi larutan hara minimum pH 4 selama 24 jam. Larutan hara kemudian diberi cekaman Al dalam bentuk AlCl3.6H2

Analisis Panjang Akar Dengan Karakter RRG

O 15 ppm (15 mg/l) selama 72 jam. Kecambah yang telah mendapat cekaman Al, lalu dilakukan pemulihan dalam larutan hara minimum pH 4 selama 48 jam.

Pengujian dilakukan dengan cara menggunakan metode root regrowth (RRG) yaitu dengan cara menentukan selisih panjang akar utama saat akhir masa pemulihan dan akhir masa perlakuan cekaman aluminium. Jika diketahui nilai RRG akar lebih dari 2,5 cm maka digolongkan kedalam tanaman toleran


(39)

aluminium dan jika RRG akar kurang dari 2,5 cm maka digolongkan kedalam tanaman sensitif aluminium.

Berikut rumusnya:

RRG= Panjang akar setelah pemulihan – Panjang akar setelah cekaman Al (Miftahuddin et al, 2002).

Pengambilan Sampel Tanaman

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil kecambah Hawarabunar, Ciherang dan Mekongga yang dinyatakan berpotensi toleran Al, dan mengambil kecambah Inpari 1, Cibogo dan Cigelis yang dinyatakan berpotensi sensitif Al berdasarkan karakter RRG.

Penanaman di Rumah Kaca

Sampel yang terpilih kemudian dibiarkan tumbuh selama 10 hari di wadah perkecambahan pada suhu ruang. Kemudian dipindah tanam didalam polibeg berisi tanah yang mengandung kejenuhan Al 84,9% di Rumah Kaca. Penanaman di setiap polibeg penanaman berisi 1 kecambah padi.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada pagi hari, dan disesuaikan dengan kondisi media penanaman.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma dengan tangan, ini dilakukan untuk mengurangi persaingan antara tanaman utama dengan gulma untuk mendapatkan air dan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan sesuai kondisi lahan.


(40)

Pemupukan

Dengan memberikan pupuk Urea sebanyak 3 gr/polibeg, SP-36 sebanyak 2,5 gr/polibeg, KCl sebanyak 2 gr/polibeg. Pemberian pupuk dilakukan 2 kali yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman mulai berbunga (Rahmawati, 2002). Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif dimehipo 290 SL dan pengendalian penyakit dengan menyemprotkan fungisida berbahan aktif Propineb 70% pada masing-masing tanaman yang terkena serangan.

Peubah Amatan Karakter Vegetatif Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST sampai 12 MST.

Jumlah Anakan

Jumlah anakan dihitung dengan menghitung seluruh jumlah batang per tanaman kemudian dikurangi satu (1) batang. Pengamatan jumlah anakan dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST sampai 12 MST.

Warna Batang

Warna batang diamati secara visual ketika akhir masa vegetatif. Warna Daun


(41)

Warna Kaki

Warna kaki dilihat secara visual ketika akhir masa vegetatif. Warna Telinga Daun

Warna telinga daun dilihat secara visual ketika akhir masa vegetatif. Warna Lidah Daun

Warna lidah daun dilihat secara visual ketika akhir masa vegetatif. Warna Gabah

Warna gabah dilihat secara visual ketika akhir masa generatif. Bentuk Gabah

Bentuk gabah diamati secara visual pada saat panen diakhir masa generatif Lama Stadia Vegetatif (hari)

Lama stadia vegetatif dihitung mulai dari penanaman kecambah sampai munculnya primordia.

Karakter Generatif Umur Berbunga

Umur berbunga dihitung pada saat muncul primordia yang pertama sampai terbentuknya seluruh bunga.

Jumlah Anakan Produktif per Tanaman (anakan)

Jumlah anakan tanaman padi produktif dihitung berdasarkan jumlah anakan tanaman padi yang menghasilkan malai dan bulir padi. Perhitungan dilakukan satu minggu sebelum panen.


(42)

Panjang Malai

Pengukuran dimulai dari pangkal batang (titik tumbuh) hingga ujung malai. Pengukuran panjang malai dilakukan satu minggu sebelum panen dengan menggunakan meteran.

Panjang Daun Bendera

Panjang daun bendera diukur mulai dari pangkal daun hingga ujung daun, dilakukan satu minggu sebelum panen dengan menggunakan meteran.

Jumlah Gabah Berisi per Rumpun

Jumlah gabah berisi per rumpun dihitung dari seluruh malai yang ada dan dilakukan pada saat bulir padi telah mengalami pemasakan yang sempurna yaitu pada waktu pemanenan dari masing-masing sampel.

Jumlah Gabah Hampa per Rumpun (butir)

Jumlah gabah hampa per rumpun dihitung dari seluruh malai yang tidak berisi pada waktu pemanenan dari masing-masing sampel.

Bobot Gabah per Rumpun (sampel)

Gabah yang berasal dari satu rumpun (sampel) ditimbang dengan timbangan analitik. Hasil perhitungan bobot gabah per-rumpun dinyatakan dalam gram.

Bobot 1000 Butir Gabah (g)

Bobot 1000 butir gabah tiap sampel diperoleh dengan menghitungnya dengan rumus:

Rumus 1000 butir (g) = Bobot gabah berisi Jumlah gabah berisi


(43)

Umur Panen (hari)

Umur panen ditentukan dengan pengamatan visual yaitu setelah 90-95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan (30-33 hari setelah berbunga).

Lama Stadia Generatif (hari)

Lama stadia generatif dihitung mulai dari munculnya primordia sampai pemanenan.

Pengujian Heritabilitas

Heritabilitas dari seluruh sampel dihitung dengan rumus :

h

²=

� 2

�2

=

�2 �2�+�2 � �


(44)

Hasil

Analisis Panjang Akar Dengan Karakter RRG

Aluminium memiliki pengaruh merugikan pada perkembangan akar dimana akar yang tercekam aluminium akan mengalami gangguan metabolisme sel sehingga sistem perakaran tidak berkembang dengan baik. Padi yang tercekam aluminium akan menunjukkan respon yang berbeda-beda baik antarspesies maupun antarvarietas dalam satu spesies. Hasil analisis RRG dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 sedangkan perbandingan akar dapat dilihat pada gambar 1.

Tabel 1. Data Pengamatan Analisis Panjang Akar Varietas Padi yang Berpotensi Toleran Al Berdasarkan RRG

Varietas Jumlah biji

yang diuji Jumlah biji potensi toleran Al Rataan panjang akar setelah cekaman Al Rataan panjang akar setelah pemulihan Al Rataan nilai RRG

V1 (Hawarabunar) 50 20 6,95 10,05 3,12

V2 (Ciherang) 50 22 4,77 8,82 4,05

V4 (Mekongga) 50 19 6,78 9,63 2,84

Tabel 2. Data Pengamatan Analisis Panjang Akar Varietas Padi yang Berpotensi Sensitif Al Berdasarkan RRG

Varietas Jumlah biji

yang diuji Jumlah biji potensi sensitif Al Rataan panjang akar setelah cekaman Al Rataan panjang akar setelah pemulihan Al Rataan nilai RRG

V3 (Inpari 1) 50 50 5,36 7,05 1,69

V5 (Cibogo) 50 50 6,93 8,30 1,37

V6 (Cigelis) 50 50 5,48 7,05 1,57

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah biji berpotensi toleran Aluminium dari 50 biji yang diuji setiap varietas pada cekaman 15 ppm di media larutan hara minimum hanya terdapat pada V1 (Hawarabunar) sebanyak 20 biji dengan rataan nilai RRG sebesar 3,12 cm, V2 (Ciherang) sebanyak 23 biji dengan


(45)

rataan nilai RRG sebesar 4,05 cm, dan V4 (Mekongga) sebanyak 19 biji dengan rataan nilai RRG sebesar 2,84 cm. Sedangkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa V3 (Inpari 1), V5 (Cibogo) dan V6 (Cigelis) tidak terdapat biji yang toleran semuanya berpotensi sensitif Aluminium. Dimana V3 (Inpari 1) memiliki rataan nilai RRG sebesar 1,69 cm, V5 (Cibogo) memiliki rataan nilai RRG sebesar 1,37 dan V6 (Cigelis) memiliki rataan nilai RRG sebesar 1,57 cm.

Gambar 1. Perbandingan Morfologi akar padi setelah pemulihan dari cekaman aluminium 15 ppm : a) Hawarabunar, b) Ciherang,

c) Inpari 1, d) Mekongga, e) Cibogo, f) Cigelis.

Pada kondisi pemulihan setelah cekaman Al 15 ppm menunjukkan bahwa V1 (Hawarabunar), V2 (Ciherang) dan V4 (Mekongga) lebih mampu menekan

pengaruh aluminium sehingga akar utama dan lateralnya berkembang dengan baik. Sedangkan V3 (Inpari 1), V5 (Cibogo), dan V6 (Cigelis) mengalami


(46)

Karakter Vegetatif Tinggi Tanaman (cm)

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman 2 MST sampai 12 MST dapat dilihat pada lampiran 17 s/d 38. Cekaman

aluminium mempengaruhi tinggi tanaman, terlihat pada grafik perbandingan tinggi tanaman 2 – 12 MST pada beberapa varietas.

Grafik 1. Perbandingan tinggi tanaman 2 – 12 MST beberapa varietas.

Pada grafik 1 menunjukkan bahwa adanya pola pertumbuhan tanaman yang berbeda diantara varietas. V1 (Hawarabunar) memiliki pola pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan varietas lainnya yaitu 145,02 cm dan pertumbuhan terendah terdapat pada V5 (Cibogo) yaitu 78,27 cm.

Jumlah Anakan

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah anakan pada 2 MST sampai 12 MST dapat dilihat pada lampiran 39 s/d 71. Dari sidik ragam

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 2 4 6 8 10 12

T

in

ggi

T

an

am

an

(

c

m

)

MST

V1 V2 V3 V4 V5 V6


(47)

tersebut menunjukkan bahwa cekaman aluminium mempengaruhi karakter jumlah anakan, hal ini terlihat dari sidik ragam bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah anakan. Rataan jumlah anakan pada 2 MST sampai 12 MST dari beberapa varietas dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah anakan pada 2 MST sampai 12 MST

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan jumlah anakan 12 MST yang tertinggi terdapat pada V2 yaitu 10,50 anakan dan terendah pada V1

Lama Stadia Vegetatif

yaitu 2,83 anakan.

Data pengamatan rata-rata lama stadia vegetatif serta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 72 s/d 73. Cekaman aluminium mempengaruhi karakter lama stadia vegetatif, hal ini terlihat dari sidik ragam bahwa varietas berbeda nyata terhadap lama stadia vegetatif. Untuk mengetahui perbedaan lama stadia vegetatif masing-masing varietas dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan lama stadia vegetatif

Varietas Lama Stadia Vegetatif

V1 (Hawarabunar) 80,67 a

V2 (Ciherang) 75,67 ab

V3 (Inpari 1) 68,17 c

V4 (Mekongga) 65,33 c

V5 (Cibogo) 68,83 bc

V6 (Cigelis) 66,67 c

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %.

Varietas MST

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

V1 (Hawarabunar) 0,00 0,50 1,00 1,33 1,33b 1,33c 1,67b 2,00b 2,83b 2,83b 2,83ab V2 (Ciherang) 0,17 0,33 2,33 4,83 6,00a 7,67a 9,67a 10,17a 10,33a 10,33a 10,50a V3 (Inpari 1) 0,00 1,33 2,50 4,33 4,67ab 5,50abc 6,00abc 7,00a 7,00ab 7,00ab 7,00ab V4 (Mekongga) 0,33 1,50 3,00 5,17 5,673a 6,33ab 7,17ab 7,33a 7,33ab 7,33ab 7,33ab V5 (Cibogo) 0,17 1,17 2,50 3,50 4,17ab 4,67abc 4,83ab 5,17ab 5,33ab 5,33ab 5,50ab V6 (Cigelis) 0,50 1,33 2,83 4,00 5,00ab 5,67abc 6,67ab 7,00a 7,00ab 7,00ab 7,17ab


(48)

Dari tabel 4 menunjukkan bahwa rataan lama stadia vegetatif yang terlama terdapat pada V1 yaitu 80,67 hari dan yang tercepat terdapat pada V4

Karakter Generatif yaitu 65,33 hari.

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari karakter generatif dapat dilihat pada Lampiran 74 s/d 97. Dari sidik ragam tersebut menunjukan bahwa cekaman aluminium mempengaruhi karakter jumlah anakan produktif, umur berbunga, panjang malai, panjang daun bendera, umur panen, bobot 1000 butir.

Tetapi tidak mempengaruhi karakter lama stadia generatif, gabah berisi per-rumpun, gabah hampa per-rumpun dan bobot gabah per-rumpun. Rataan

karakter generatif dari masing-masing varietas dapat dilihat pada tabel 5 sampai tabel 7.

Umur berbunga dan Umur panen

Data pengamatan rataan umur berbunga dan umur panen serta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 74 sampai 77. Untuk mengetahui perbedaan umur berbunga dan panen masing-masing varietas dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Rataan umur berbunga dan umur panen

Varietas Umur berbunga Umur panen

V1 (Hawarabunar) 87,67 a 114,33 a

V2 (Ciherang) 82,67 ab 110,33 b

V3 (Inpari 1) 74,67 c 99,50 c

V4 (Mekongga) 72,67 c 96,17 c

V5 (Cibogo) 75,83 bc 98,33 c

V6 (Cigelis) 73,50 c 98,33 c

Dari data pada tabel 5 di atas diketahui bahwa umur berbunga berbeda nyata terhadap varietas, pembungaan paling lama terjadi pada V1 (Hawarabunar) yaitu 87,67 hari dan yang paling cepat pada V4 (Mekongga) yaitu 72,67 hari.


(49)

Umur panen berbeda nyata terhadap varietas, dengan umur panen terlama terdapat pada V1 (Hawarabunar) yaitu 114,33 hari, dan yang tercepat adalah V4 (Mekongga) dengan 96,17 hari.

Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Panjang Daun Bendera dan Bobot 1000 Butir

Data rataan jumlah anakan produktif, panjang malai, panjang daun bendera dan bobot 1000 butir serta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 78 sampai 86. Tabel 6 menyajikan data rataannya.

Tabel 6. Rataan jumlah anakan produktif, panjang malai, panjang daun bendera dan bobot 1000 butir.

Varietas Jumlah Anakan Produktif

Panjang malai

Panjang Daun Bendera

Bobot 1000 butir V1 (Hawarabunar) 3,00 c 33,78 a 54,53 a 47,19 a

V2 (Ciherang) 8,83 a 20,69 b 22,17 b 29,04 b V3 (Inpari 1) 7,33 ab 21,33 b 23,30 b 23,13 b V4 (Mekongga) 7,83 ab 21,43 b 23,95 b 22,91 b V5 (Cibogo) 6,17 ab 21,37 b 24,64 b 21,64 b V6 (Cigelis) 6,83 ab 20,55 c 22,82 b 21,78 b Ket : Angka yang diikuti oleh huruf notasi yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %.

Dari data pada tabel 6 diatas diketahui bahwa jumlah anakan produktif berbeda nyata terhadap varietas, rataan jumlah anakan produktif terbanyak terdapat pada V2 (Ciherang) yaitu 8,83 anakan dan paling sedikit pada V1 (Hawarabunar) yaitu 3,00 anakan.

Panjang malai berbeda nyata terhadap varietas, dengan rataan malai terpanjang terdapat pada V1 (Hawarabunar) yaitu 33,78 cm dan terpendek terdapat pada V6 (Cigelis).

Panjang daun bendera berbeda nyata terhadap varietas, dengan rataan daun bendera terpanjang terdapat pada V1 (Hawarabunar) yaitu 54,53 cm dan terpendek pada 22,17 cm.


(50)

Bobot 1000 butir gabah berbeda nyata terhadap varietas, dimana rataan bobot 1000 butir tertinggi pada V1 (Hawarabunar) yaitu 47,19 gram dan terendah pada V5 (Cibogo) yaitu 21,64 gram.

Lama Stadia Generatif, Gabah Berisi per-Rumpun, Gabah Hampa per-Rumpun dan Bobot Gabah per-Rumpun.

Data rataan lama stadia generatif, gabah berisi per-rumpun, gabah hampa per-rumpun dan bobot gabah per-rumpun serta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 87 sampai dengan 97. Tabel 6 menyajikan data rataannya

Tabel 7. Rataan lama stadia generatif, gabah berisi per-rumpun, gabah hampa per-rumpun dan bobot gabah per-rumpun.

Varietas

Lama stadia generatif

Gabah berisi per-rumpun

Gabah Hampa per-rumpun

Bobot gabah per-rumpun

V1 (Hawarabunar) 33,50 321,00 92,00 15,52

V2 (Ciherang) 34,00 772,00 210,00 22,00

V3 (Inpari 1) 33,00 609,17 78,17 14,63

V4 (Mekongga) 30,83 627,67 97,83 15,22

V5 (Cibogo) 29,50 519,33 75,83 11,87

V6 (Cigelis) 32,33 495,50 115,33 11,57

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %.

Dari data pada tabel 7 diatas diketahui bahwa lama stadia generatif, gabah berisi per-rumpun, gabah hampa per-rumpun dan bobot gabah per-rumpun tidak berbeda nyata terhadap varietas.


(51)

Heritabilitas

Nilai Heritabilitas setiap varietas perparameter pengamatan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai heritabilitas setiap varietas pada setiap parameter

Parameter H

perparameter

H pervarietas

V1 V2 V3 V4 V5 V6

Tinggi Tanaman (cm) 0,91 T 0,75 T 0,38 S 0,09 R 0,31 S 0,15 R 0,29 S Jumlah Anakan 0,36 S 0,56 T 0,66 T 0,36 S 0,47 S 0,24 S 0,36 S Lama Stadia Vegetatif 0,69 T 0,68 T 0,40 S 0,43 S 0,32 S 0,66 T 0,40 S Umur Berbunga 0,69 T 0,68 T 0,41 S 0,39 S 0,32 S 0,66 T 0,37 S Jumlah Anakan Produktif 0,52 T 0,51 T 0,73 T 0,42 S 0,60 T 0,45 S 0,10 R Panjang Malai 0,92 T 0,65 T 0,37 S 0,24 S 0,16 R 0,28 S 0,75 T Panjang Daun Bendera 0,93 T 0,75 T 0,25 S 0,30 S 0,20 R 0,39 S 0,24 S Jumlah Gabah Berisi per-Rumpun 0,12 R 0,31 S 0,78 T 0,41 S 0,46 S 0,33 S 0,40 S Jumlah Gabah Hampa per-Rumpun 0,20 R 0,60 T 0,49 S 0,38 S 0,24 S 0,36 S 0,15 R Bobot Gabah per-Rumpun (g) 0,12 R 0,37 S 0,77 T 0,44 S 0,53 T 0,37 S 0,45 S Bobot 1000 Butir (g) 0,81 T 0,76 T 0,57 T 0,15 R 0,07 R 0,07 R 0,07 R Umur Panen 0,74 T 0,60 T 0,30 S 0,15 R 0,39 S 0,71 T 0,43 S Lama Stadia Generatif 0,14 R 0,59 T 0,39 S 0,19 R 0,47 S 0,53 T 0,15 R Keterangan : R (Rendah ; <0.20), S (Sedang ; =0.21-0.50), T (Tinggi ; >0.51)

Dari data di atas, pada Heritabilitas perparameter diketahui bahwa parameter yang memiliki kriteria nilai Heritabilitas yang tinggi antara lain adalah tinggi tanaman (cm), lama stadia vegetatif, umur berbunga, jumlah anakan produktif, panjang malai, panjang daun bendera, bobot 1000 butir (g) dan umur panen. Kriteria sedang terdapat pada parameter jumlah anakan. Sedangkan kriteria rendah ada pada parameter jumlah gabah berisi per-rumpun, jumlah gabah hampa per-rumpun, bobot gabah per-rumpun, dan lama stadia generatif.

Sedangkan pada Heritabilitas pervarietas menunjukkan seberapa besar pengaruh genotipe atau lingkungan terhadap parameter tertentu pada setiap varietas, bahwa bila kriteria heritabilitas suatu varietas tergolong tinggi pada suatu parameter maka pengaruh genotip varietas tersebut lebih dominan dari pada pengaruh lingkungannya pada parameter tersebut, begitu sebaliknya.


(52)

Gejala Visual Padi Tercekam Aluminium

Gambar Gejala visual padi yang tercekam aluminium dapat dilihat pada lampiran 98 sampai 103.

1. Gejala visual padi varietas Hawarabunar yang tercekam aluminium

Keracunan aluminium pada varietas Hawarabunar memperlihatkan pada batang berwarna hijau terdapat bercak warna ungu gelap, dan pada kaki Hawarabunar berwarna hijau terdapat bercak warna ungu gelap. Pada daun memperlihatkan daun menggulung, warna hijau tua dan sebagian daun terdapat

bercak-bercak berwarna merah kecoklatan pada permukaan daunnya, bercak-bercak ini terlihat jelas bila diamati secara langsung dilapangan. Pada

telinga daun memperlihatkan warna kecoklatan disertai bercak-bercak kecoklatan dan pada lidah daun berwarna putih.

Sedangkan pada pengamatan warna dan bentuk gabah lebih dipengaruhi oleh karakter genetik dari varietas Hawarabunar itu sendiri. Gabah Hawarabunar berwarna kuning dan bentuk gabah lonjong sedikit agak besar bila dibandingkan dengan varietas yang diuji lainnya.

2. Gejala visual padi varietas Ciherang yang tercekam aluminium

Keracunan aluminium pada varietas Ciherang memperlihatkan batang berwarna hijau terdapat bercak ungu gelap, begitu pula pada kaki Ciherang berwarna hijau dan terdapat bercak ungu gelap. Pada daunnya mengecil dan menggulung serta memperlihatkan warna hijau tua. Pada Ciherang daun yang berada dibawahnya tampak menguning pada bagian tepi dan ujung daun yang kelamaan akan layu dan mati. Pada pengamatan telinga dan lidah daun memperlihatkan warna kecoklatan disertai bercak-bercak kecoklatan.


(53)

Sedangkan pada pengamatan warna dan bentuk gabah berbeda dengan varietas Hawarabunar. Pada Ciherang memperlihatkan gabah berwarna kuning bersih seperti keemasan dan bentuk gabah panjang ramping. Perbedaan ini diakibatkan oleh karakter genetik yang dimiliki oleh masing-masing varietas. 3. Gejala visual padi varietas Inpari 1 yang tercekam aluminium

Keracunan aluminium pada varietas Inpari 1 memperlihatkan batang berwarna hijau terdapat bercak ungu gelap yang sangat pekat, begitu pula pada kaki Inpari 1 berwarna hijau dan terdapat bercak ungu gelap. Pada daunnya memperlihatkan warna hijau tua. Pada pengamatan telinga daun memperlihatkan warna putih dan lidah daun memperlihatkan warna putih terdapat bercak-bercak kecoklatan.

Sedangkan pada pengamatan warna dan bentuk gabah Inpari 1 memperlihatkan gabah berwarna kuning bersih seperti keemasan dan bentuk gabah panjang ramping.

4. Gejala visual padi varietas Mekongga yang tercekam aluminium

Keracunan aluminium pada varietas Mekongga memperlihatkan batang berwarna hijau terdapat bercak keunguan, begitu pula pada kaki Mekongga berwarna hijau dan terdapat bercak keunguan, namun tidak terlalu pekat seperti gejala yang ditunjukkan pada varietas Inpari 1. Pada daunnya menggulung dan memperlihatkan warna hijau tua. Pada pengamatan telinga dan lidah daun memperlihatkan warna putih dan terdapat bercak-bercak kecoklatan seperti varietas lainnya.

Sedangkan pada pengamatan warna dan bentuk gabah Mekongga memperlihatkan gabah berwarna kuning bersih seperti keemasan dan bentuk


(54)

gabah panjang ramping. Warna dan bentuk gabah sama seperti varietas Ciherang dan Inpari 1.

5. Gejala visual padi varietas Cibogo yang tercekam aluminium

Keracunan aluminium pada varietas Cibogo memperlihatkan batang berwarna hijau terdapat bercak ungu gelap, begitu pula pada kaki Cibogo berwarna hijau dan terdapat bercak ungu gelap. Daunnya menggulung dan memperlihatkan warna hijau tua. Pada pengamatan telinga daun berwarna putih sedangkan lidah daun memperlihatkan warna putih yang terdapat bercak-bercak kecoklatan.

Sedangkan pada pengamatan warna dan bentuk gabah Cibogo memperlihatkan gabah berwarna kuning bersih seperti keemasan dan bentuk gabah panjang ramping. Warna dan bentuk gabah sama seperti varietas Ciherang, Inpari 1dan Mekongga.

5. Gejala visual padi varietas Cigelis yang tercekam aluminium

Keracunan aluminium pada varietas Cigelis memperlihatkan batang berwarna hijau terdapat bercak keunguan yang sangat pekat sama seperti pada varietas Inpari 1, dan pada kaki Cigelis berwarna hijau dan terdapat bercak keunguan. Daunnya menggulung dan memperlihatkan warna hijau tua sama seperti varietas lainnya. Pada pengamatan telinga daun berwarna putih sedangkan lidah daun memperlihatkan warna putih yang terdapat bercak-bercak kecoklatan.

Sedangkan pada pengamatan warna dan bentuk gabah Cigelis memperlihatkan gabah berwarna kuning bersih seperti keemasan dan bentuk gabah panjang ramping. Warna dan bentuk gabah sama seperti varietas Ciherang, Inpari 1, Mekongga dan Cibogo.


(55)

Pembahasan

Pengamatan Panjang Akar Berdasarkan Karakter RRG

Root regrowth (RRG) adalah kemampuan akar untuk tumbuh kembali setelah diberi cekaman aluminium (Miftahuddin et al, 2002). Dengan menggunakan larutan hara minimum pada benih beberapa varietas padi, diperoleh beberapa varietas yang menunjukkan toleran berdasarkan karakter RRG.

Dari tabel 1 pengamatan panjang akar berdasarkan karakter RRG diperoleh V1 (Hawarabunar), V2 (Ciherang) dan V4 (Mekongga) berpotensi toleran Al dengan jumlah biji sebanyak 20, 23, dan 19 biji yang diikuti rataan nilai RRG 3,12 cm, 4,05 cm, dan 2,84 cm dari 50 biji yang diuji setiap varietas pada

cekaman 15 ppm di media larutan hara minimum. Hal ini dikarenakan V1 (Hawarabunar), V2 (Ciherang) dan V4 (Mekongga) mampu menumbuhkan

kembali akarnya setelah mengalami cekaman Al 15 ppm selama 72 jam. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar perbandingan morfologi akar setelah

pemulihan cekaman Al 15 ppm pada larutan hara minimum bahwa akar V1 (Hawarabunar), V2 (Ciherang) dan V4 (Mekongga) kelihatan lebih panjang

dan akar utamanya dapat tumbuh dengan baik dibandingkan varietas yang dinyatakan sensitif Al akarnya lebih pendek dan tebal. Menurut Soemarsono (2011) bahwa akar tanaman padi yang toleran akan mampu berkembang dengan baik dengan ujung-ujung akar dan akar lateral tidak menunjukkan kerusakan akibat keracunan Al.


(56)

Karakter Vegetatif

Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa karakter vegetatif yang dipengaruhi oleh aluminium memperlihatkan berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah anakan dan lama stadia vegetatif.

Pada grafik 1 perbandingan tinggi tanaman 2 sampai 12 MST beberapa varietas menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda. Varietas Hawarabunar (V1), Ciherang (V2) dan Mekongga (V4) yang dinyatakan toleran Al menurut RRG memiliki pola pertumbuhan yang tinggi bila dibandingkan dengan varietas yang dinyatakan sensitif Al. Dimana varietas Hawarabunar (V1) memiliki pola pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 145,02 cm dan terendah pada Cibogo sebesar 78,27. Varietas yang dinyatakan toleran seperti Hawarabunar memiliki nilai heritabilitas tinggi, Ciherang dan Mekongga memiliki heritabilitas sedang itu artinya ketiga varietas tersebut memiliki respon genotip yang baik sehingga pengaruh genotip lebih dominan dari pada pengaruh lingkungannya. Berbeda dengan varietas yang dinyatakan sensitif Al memiliki nilai heritabilitas rendah sehingga pertumbuhan tanaman lebih dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya. Diantaranya adalah adanya kehadiran kejenuhan Al pada media tanam yaitu sebesar 84.9%. Dengan adanya kejenuhan Al pada media tanam dapat menghambat tanaman untuk menyerap unsur hara yang tersedia dari dalam tanah, sehingga aktivitas metabolisme tanaman menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fageria et al (1993) bahwa cekaman yang dialami tanaman pada tanah masam tidak hanya berasal dari keracunan aluminium tetapi juga kekurangan hara. Dengan demikian pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh efisiensi dalam menyerap dan memanfaatkan hara yang tersedia. Selain itu suhu


(57)

lingkungan rumah kaca yang tinggi dapat mempengaruhi suhu tanah dan kandungan air yang terdapat pada tanah, Hal ini didukung oleh pernyataan Handoko (1994) bahwa apabila suhu tanah naik akan berakibat berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga unsur hara sulit diserap tanaman. Akibatnya aktivitas akar/respirasi semakin rendah mengakibatkan translokasi dalam tubuh tanaman jadi lambat sehingga proses distribusi unsur hara jadi lambat dan akhirnya pertumbuhan tanaman jadi lambat. Dengan demikian varietas yang dinyatakan toleran dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan tumbuh yang mengandung kejenuhan aluminium sebesar 84.9%, dan dapat menyerap serta memanfaatkan hara yang tersedia.

Parameter jumlah anakan 12 MST dari tabel 2 menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap varietas, baik yang dinyatakan toleran Al maupun sensitif Al berdasarkan RRG. V2 (Ciherang) memiliki jumlah anakan terbanyak yaitu sebesar 3,21 anakan dan terendah pada V1 (Hawarabunar) yaitu sebesar 1,70 anakan. Hal ini dikarenakan defisiensi hara dimana unsur hara yang diserap lebih banyak digunakan oleh varietas Ciherang untuk proses pembentukan anakan. Sedangkan pada Hawarabunar lebih digunakan untuk proses pertumbuhan tanaman terutama pemanjangan batang, dibandingkan untuk pembentukan anakan sehingga anakan yang terbentuk menjadi sedikit. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Asfaruddin (1997) yang menyatakan bahwa jumlah anakan berkorelasi negatif dengan karakter tinggi tanaman, ini diduga karena tanaman yang tinggi lebih banyak menggunakan asimilatnya untuk pembentukan batang dan daun dibandingkan untuk pembentukan tunas anakan. Hal ini juga didukung dengan nilai heritabilitas pada tabel 8. bahwa varietas Ciherang menunjukkan respon genotip terbaik yaitu


(58)

sebesar 0,66. Menurut Foy dan Fleming (1978) respon tanaman padi terhadap toksisitas (Keracunan) Al berbeda antar varietas karena sifat ini dikendalikan secara genetik.

Parameter lama stadia vegetatif juga dipengaruhi oleh kejenuhan aluminium. Dari tabel 3 menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap varietas, baik yang dinyatakan toleran Al maupun sensitif Al berdasarkan RRG dimana V1 (Hawarabunar) memiliki umur stadia vegetatif terlama yaitu 80.67 hari dan tercepat pada V4 (Mekongga) yaitu sebesar 65.33 hari. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan genotip setiap varietas dan lingkungan tumbuhnya, dimana pada pada tabel 8 menunjukkan, heritabilitas parameter lama stadia vegetatif bernilai 0,69 yang tergolong tinggi, sehingga sifat genotip lebih dominan dari pada pengaruh lingkungan tumbuhnya dan varietas yang menunjukkan respon genotip terbaik adalah varietas Hawarabunar dengan heritabilitas 0.68. Selain itu Hawarabunar merupakan varietas lokal yang berumur panjang sehingga umur stadia vegetatifnya juga lebih lama dibandingkan varietas lainnya. Menurut Sudarmo (1991) bahwa stadia vegetatif pada padi berumur pendek (120 hari) lamanya sekitar 55 hari dan stadia vegetatif pada padi berumur panjang (150 hari) lamanya sekitar 85 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmawati (2002) bahwa sifat toleransi tanaman terhadap faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pertumbuhan tanaman berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini berinteraksi mempengaruhi fenotip tanaman.

Karakter Generatif

Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa karakter generatif yang dipengaruhi oleh aluminium memperlihatkan berbeda nyata pada parameter


(59)

jumlah anakan produktif, umur berbunga, panjang malai, panjang daun bendera, umur panen, bobot 1000 butir.

Parameter jumlah anakan produktif memiliki perbedaan pada masing-masing varietas, terutama pada varietas yang dinyatakan toleran Al

berdasarkan RRG. Dimana varietas Ciherang memiliki jumlah anakan produktif terbanyak, hal ini berhubungan dengan jumlah anakan yang dihasilkan pada masa pertumbuhan vegetatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmawati (2002) yang menyatakan bahwa sedikitnya jumlah anakan yang terbentuk secara langsung akan berpengaruh pula pada jumlah anakan produktif yang dihasilkan. Hal ini didukung pula dengan nilai heritabilitas pada tabel 8 varietas Ciherang menunjukkan respon genotip terbaik yaitu sebesar 0,73. Selain itu menurut Soemarsono (2011) bahwa semakin tinggi tingkat toleransi kultivar padi terhadap Al maka akan semakin besar jumlah anakan dan jumlah anakan produktifnya.

Parameter umur berbunga dan umur panen juga memiliki perbedaan pada masing-masing varietas, terutama pada varietas yang dinyatakan toleran Al berdasarkan RRG dimana varietas Hawarabunar memiliki umur berbunga dan umur panen lebih lama dibandingkan varietas lain tetapi jika dibandingkan dengan deskripsi menunjukkan lebih cepat. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan karakter tanaman yang diuji sehingga menunjukkan respon yang berbeda terhadap kejenuhan aluminium pada media tumbuhnya. Hal ini terlihat pada nilai heritabilitas pada tabel 8 menunjukkan heritabilitas umur berbunga dan umur panen perparameter sebesar 0,69 dan 0,74 yang tergolong tinggi, serta varietas yang menunjukkan respon genotip tertinggi adalah Hawarabunar yaitu sebesar 0,68 (umur berbunga) dan 0,60 (umur panen). Pernyataan ini didukung oleh hasil


(60)

penelitian Rahmawati (2002) bahwa perbedaan yang terjadi pada masing-masing varietas/genotip disebabkan oleh faktor genetik sehingga menunjukkan umur yang

berbeda-beda, dan sifat ini merupakan sifat alami yang dimiliki oleh masing-masing genotip yang terbentuk akibat dari adaptasinya terhadap

lingkungan. Dan hal ini mekanisme toleransi yang dikontrol oleh faktor genetik. Parameter panjang malai, panjang daun bendera dan bobot 1000 butir juga menunjukkan perbedaan pada masing-masing varietas. Hawarabunar memiliki panjang malai, panjang daun bendera dan bobot 1000 butir tertinggi. Hal ini dikarenakan faktor genetik, dapat terlihat pada tabel 8 dimana Hawarabunar memiliki heritabilitas tertinggi dibandingkan varietas lainnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Alnopri (2004) bahwa faktor genetik lebih berperan dibandingkan dengan lingkungan. Selain itu disebabkan juga kemampuan tanaman dalam menyerap hara dan memanfaatkannya dalam proses metabolisme dan kemudian digunakan untuk pembentukan organ generatif juga mempengaruhi terjadinya perbedaan tersebut. Terutama penyerapan hara N dan P, berdasarkan penelitian Rahmawati (2002) menyatakan hasil analisis penyerapan unsur hara pada tanaman padi didaerah tropis menunjukkan bahwa pembentukan malai dipengaruhi oleh penyerapan N oleh tanaman dan defisiensi hara P yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh sejumlah Al yang terakumulasi dalam jaringan tanaman sehingga aktivitas metabolisme tanaman menurun. Hal tersebut terjadi karena Al mengikat P dalam bentuk phospat yang tidak tersedia bagi tanaman akibatnya terjadi defisiensi hara. Perbedaan yang terjadi pada bobot 1000 butir juga dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran biji yang dimiliki masing-masing genotip.


(61)

Pada pengamatan visual masing-masing varietas padi yang tercekam aluminium menunjukkan gejala yang sama yaitu pada batang dan kakinya berwarna keunguan, daunnya menggulung dan berwarna hijau tua, telinga dan lidah daun terdapat bercak kecoklatan. Gejala yang ditunjukkan padi yang dipengaruhi aluminium berkaitan dengan defisiensi unsur hara yang diakibatkan oleh aktivitas kejenuhan Al yang berada pada media tumbuhnya yaitu sebesar 84,9 %. Dapat dilihat pada analisis tanah di Laboratorium Riset dan Teknologi menunjukkan rendahnya unsur hara pada tanah. Sehingga gejala yang ditunjukkan pada tanaman diakibatkan kekurangan unsur hara. Sedangkan pada warna dan bentuk gabah dipengaruhi oleh karakter genetik yang dimiliki oleh masing-masing varietas dan sesuai dengan deskripsi tanaman.


(62)

Kesimpulan

1. Berdasarkan karakter RRG varietas Hawarabunar, Ciherang dan Mekongga merupakan varietas yang berpotensi toleran aluminium. Sedangkan Inpari 1, Cibogo dan Cigelis merupakan varietas yang berpotensi sensitif aluminium.

2. Karakter vegetatif yang dipengaruhi aluminium adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, dan lama stadia vegetatif.

3. Karakter generatif yang dipengaruhi oleh aluminium adalah jumlah anakan produktif, panjang malai, panjang daun bendera, umur berbunga, umur panen dan bobot 1000 butir.

4. Varietas yang dinyatakan toleran Al memiliki pola pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan varietas yang dinyatakan sensitif Al.

5. Gejala visual yang dipengaruhi aluminium memperlihatkan gejala defisiensi unsur hara pada warna batang, warna kaki, warna daun,warna telinga daun dan warna lidah daun.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian pada beberapa varietas padi dengan konsentrasi aluminium yang lebih tinggi pada larutan hara minimumnya dan diuji dimedia tanah yang mengandung kejenuhan aluminium lebih tinggi lagi.


(63)

Alnopri. 2004. Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Sifat-Sifat Pertumbuhan Bibit Tujuh Genotipe Kopi Robusta-Arabika. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6, Nomor 2 Tahun 2004.

Asfaruddin, 1997. Evaluasi Ketenggangan Galur-galur Padi Gogo Terhadap Keracunan Aluminium dan Efisiensinya Dalam Penggunaan Kalium. Tesis. Program pascasarjana IPB. Bogor.

Bangun, M. K. 1991. Rancangan Percobaan. Bagian 1. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Blum, A. 1996. Crop Responses to Drought and The Interpretation of Adaptation. Plant Growth.

Damanik, M.M.B., Bachtiar E.H., Fauzi., Sarifuddin., dan Hamidah H., 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press.Medan.

Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 1982. Petunjuk Perlakuan Pasca Panen Tanaman Padi. Jawa Barat.

Fageria NK, RJ Wright and Vc Baligar, 1993. Rice Cultivars Response to Aluminium in Nutrient Solution. Soil. Sci-Plant Anal.

Felix, D.D dan A.P Donald. 2002. Root Exudates as Mediators of Mineral Acquisition in Low-Nutrient Environment. Plant and Soil. University of California, Davis. USA.

Firmansyah, M.A. 2010. Respon Tanaman Terhadap Aluminium. Staf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangka Raya. Foy, C.D and A.L. Fleming., 1978. The Physiology of Plant Tolerance to excess

available aluminium and manganese in acid soils. American Society of Agronomy Special Publication No. 32. Madison, Wisconsin. America Society of Agronomy. 301-328.

Hadiatmi. 2002. Evaluasi Toleransi Plasma Nutfah Sorghum Terhadap Lahan Masam. Prosiding Kongres IV dan Simposium Nasional Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia. Peripi Komda DIY dan Fakultas Pertanian UGM.Yogyakarta.

Hanafiah, K.A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(64)

Hardjowigeno, S dan Luthfi R. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia Publishing. Malang.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor

Hasyim, H. 2011. Pemuliaan Tanaman (Padi dan Jagung). USU Press, Medan. Makmur, A. 1988. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Bina Aksara, Jakarta.

Miftahudin, Scholes GJ, Gustafson JP., 2002. AFLP Markers Fightly Linked To The Aluminium-Tolerance Gene Alt3 in Rye (Secale cereal L.) Theor Appl Genet 104.

Mulyani A, Rachman A, Dairah A., 2009. Penyebaran Lahan Masam, Potensi dan Ketersediaannya Untuk Perkembangan Pertanian. Didalam: Fosfat Alam: Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam Sebagai Sumber Pupuk P. Pusat Penelitian dan Pengembangan tanah dan Agroklimat. Bogor.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB.Bogor. Prasetyo, B.H dan D.A Suriadikarta., 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi

Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Tanah Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor.

Purnamaningsih, R dan Ika M. 2008. Pengujian Nomor-Nomor Harapan Padi Tahan AL dan pH Rendah Hasil Seleksi In Vitro Dengan Kultur Hara. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Bioteknologi Dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Bogor.

Rahmawati, D., 2002. Studi Pertumbuhan, Potensi Hasil, Dan Viabilitas Benih Tujuh Genotype Padi Gogo Asal Kalimantan Timur Terhadap Cekaman Aluminium. IPB. Bogor.

Ristek, 2011. Tanaman Padi. Http://www. Ristek.go.id/2011/tanaman_padi.html. Diakses tanggal 29 februari 2012.

Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley and Sons.

Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Bogor. Soemarsono, 2011. Kajian Toleransi Aluminium Dari Kultivar Padi Lokal

Sumatera Barat Pada Ultisol Dengan Metode Penanaman SRI (The System of Rice Intensification


(65)

Suharno. 2005. Dinas Pertanian Provinsi DIY Diakses tanggal 28 Februari 2008.

Sunarto. 1997. Pemuliaan Tanaman. Penerbit IKIP Semarang Press, Semarang. Soepandie, D. 1999. Differential Al Tolerance of Soybean Genotypes Related To

Nitrate Metabolism and Organic Acid Exudation.

Suprihatno, B., A.A Daradjat, Satoto, Baehaki SE., IN widiarta, Agus S., SD Indrasari, OS Lesmana., dan H. Sembiring. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Departemen Pertanian.

Steenis, C.G.G.J. 1978. Flora, Untuk Sekolah Di Indonesia. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Tobing, M.T, Opor G, Sabar G dan R.K Damanik. 1995. Agronomi Tanaman Makanan. USU Press. Medan.

Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Vargarra, B.S. dan Datta, S.K. 2012. Oryza sativa L. Diakses dari Maret 2012.

Warintek, 2000. Padi. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan, Proyek Pemda, Bappenas. Jakarta. Diakses dari Ditampilkan Pada Tanggal 3 Maret 2012.

Welsh, 1991. Dasar – dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga, Jakarta. Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crop science. IRRI, Los Banos, Laguna,


(1)

Lampiran 99. Gambar Gejala Visual Padi Varietas Ciherang yang Tercekam Aluminium.

Warna batang hijau terdapat bercak Telinga daun: coklat disertai bercak coklat keunguan Lidah daun: coklat disertai bercak coklat

Warna kaki hijau terdapat bercak Warna gabah kuning bersih keunguan


(2)

Lampiran 100. Gambar Gejala Visual Padi Varietas Inpari 1 yang Tercekam Aluminium.

Warna batang hijau terdapat bercak Telinga daun: putih terdapat bercak coklat keunguan Lidah daun: putih terdapat bercak coklat

Warna kaki hijau terdapat bercak Warna gabah kuning bersih keunguan


(3)

Lampiran 101. Gambar Gejala Visual Padi Varietas Mekongga yang Tercekam Aluminium.

Warna batang hijau terdapat bercak Telinga daun: putih terdapat bercak coklat keunguan Lidah daun: putih terdapat bercak coklat

Warna kaki hijau terdapat bercak Warna gabah kuning bersih keunguan


(4)

Lampiran 102. Gambar Gejala Visual Padi Varietas Cibogo yang Tercekam Aluminium.

Warna batang hijau terdapat bercak Telinga daun: putih terdapat bercak coklat keunguan Lidah daun: putih terdapat bercak coklat

Warna kaki hijau terdapat bercak Warna gabah kuning bersih keunguan


(5)

Lampiran 103. Gambar Penampakan Visual Padi Varietas Cigelis yang Tercekam Aluminium.

Warna batang hijau terdapat bercak Telinga daun berwarna putih keunguan Lidah daun: putih terdapat bercak coklat

Warna kaki hijau terdapat bercak Warna gabah kuning bersih keunguan


(6)