Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)

PENGARUH KERAGAMAN IKLIM
TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND
(Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)

RINI JULIYANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Keragaman
Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT
SP & HMT Cikole) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Rini Juliyani
NIM G24090073

ABSTRAK
RINI JULIYANI. Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah
Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole). Dibimbing oleh
AKHMAD FAQIH dan BAGUS PRIYO PURWANTO.
Keragaman curah hujan pada musim kemarau dan musim hujan
mempengaruhi variasi produksi susu di UPTD BPT SP & HMT Cikole Lembang,
Jawa Barat. Produksi susu pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan dengan
musim hujan. Hal ini disebabkan karena kualitas pakan yang dikonsumsi sapi
perah pada musim kemarau lebih baik dibandingkan musim hujan. Analisis
hubungan data curah hujan dengan produksi susu menggunakan analisis regresi
linier menghasilkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.919. Angka ini
menunjukan bahwa 91.9 % keragaman dari produksi susu dipengaruhi keragaman
curah hujan. Sebaran dan keragaman curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh
kejadian El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan kejadian Indian Ocean Dipole

(IOD) dimana kedua fenomena tersebut, masing-masing dapat diidentifikasi
dengan Ocean Nino Index (ONI ) dan Dipole Mode Index (DMI). Dibandingkan
dengan DMI, ONI memiliki pola keterkaitan yang lebih kuat terhadap curah hujan
dan produksi susu di UPTD BPT SP & HMT Cikole, Lembang. ONI dapat
digunakan untuk memprediksi produksi susu pada musim hujan dan musim
kemarau dengan time lag tiga bulan. Produksi susu yang digunakan untuk analisis
adalah produksi susu rata-rata bulan JJA dengan bulan ONI MAM yang mewakili
musim kemarau dan musim hujan dengan bulan DJF dengan ONI SON. Analisis
ONI dengan produksi susu membentuk pola kuadratik, dengan koefisien
determinasi pada musim hujan sebesar 92.8% dan musim kemarau sebesar 34.3 %.
Kata Kunci: Curah Hujan, ONI, DMI, Produksi Susu, Sapi Fries Holland

ABSTRACT
RINI JULIYANI. The Influence of Climate Variability on Milk Production of
Fries Holland Dairy Cow (Case Study: UPTD BPT SP & HMT Cikole).
Supervised by AKHMAD FAQIH and BAGUS PRIYO PURWANTO.
Rainfall variability during dry and rainy season affect variation in milk
production at UPTD BPT SP & HMT Cikole in Lembang, West Java. Milk
production rate during the dry season is higher compared to the rainy season. This
is due to the quality of food consumed by the cows during the dry season is better

than the rainy season. Analysis between rainfall data and milk production using
linear regression analysis produces a relatively strong relationship shown by
determination coefficient equal to 0,919, showing that the rainfall variability
explains more than 90% of milk production. Distribution and variability of rainfall
in Indonesia is influenced by El Nino Southern Oscillation (ENSO) and Indian
Ocean Dipole (IOD) event, where both phenomena can be identified by using
Ocean Nino Index (ONI) and Dipole Mode Index (DMI), respectively. Compared
to DMI, ONI has a stronger relationship withrainfall and milk production at
UPTD BPT SP & HMT Cikole, Lembang. ONI can be used to predict milk
production in the rainy season and the dry season with a time lag of three months.
The prediction model for milk production in the dry season is developed by using
milk production data in JJA and rainfall data in MAM. For the rainy season, the
prediction model uses pair of milk production data in DJF and rainfall data in
SON.The relationship between seasonal ONI and milk production indicate a
quadratic pattern, with a coefficient of determination around 92.8% and 34.3% in
the rainy and dry season, respectively.
Keywords: Rainfall, ONI, DMI, Milk Production, Cow Fries Holland

PENGARUH KERAGAMAN IKLIM
TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND

(Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)

RINI JULIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah
Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)
Nama
: Rini Juliyani

NIM
: G24090073

Disetujui oleh

Dr
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

1 1 SEP 2013



N@

,

Gイャa


O セ@

'agus Priyo Purwanto
Pembimbing II

Judul Skripsi : Pengaruh Keragaman Iklim terhadap Produksi Susu Sapi Perah
Fries Holland (Studi Kasus: UPTD BPT SP & HMT Cikole)
Nama
: Rini Juliyani
NIM
: G24090073

Disetujui oleh

Dr Akhmad Faqih
Pembimbing I

Dr Bagus Priyo Purwanto
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul
PENGARUH KERAGAMAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI
PERAH FRIES HOLLAND (STUDI KASUS: UPTD BPT SP & HMT CIKOLE).
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa melimpahkan doa, nasihat, kasih
sayang dan motivasi kepada penulis. Terima kasih juga buat kakak tersayang
Nursani dan Heriyawati yang telah memberi penulis semangat dalam penyelesaian
karya tulis ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Bapak Akhmad Faqih selaku dosen pembimbing pertama dan Bapak Bagus
Priyo Purwanto selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan, saran, dan
arahannya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi

hingga tahap akhir,
2 Ibu Rini Hidayati, selaku ketua Departemen GFM dan seluruh dosen yang
telah memberikan ilmu selama perkuliahan,
3 Bapak Bupati Kabupaten Fakfak dan Bapak Ketua Dinas Pendidikan Fakfak
atas beasiswa yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan
studi di Institut Pertanian Bogor,
4 Bapak Aziz dan seluruh staf departemen GFM yang telah banyak membantu
penulis dalam administrasi selama perkuliahan,
5 Teman-teman seperjuangan GFM 46 atas kenangan indah yang diciptakan
bersama selama kuliah di GFM,
6 Alpan, Rikson, Ekha, dan Risna, atas waktu, doa, bantuan dan dukungan yang
diberikan kepada penulis,
7 Kawan satu bimbingan Eko dan Wengky yang mau mendengarkan curahan
hati dari penulis dan memberikan masukan,
8 Pra-univ 08: Syela, Hera, Saleh, Ida, Nurrmi, Wiwi, Ardi, kak Syarief atas
bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis,
9 Fasco: Ade Seni, Ulfa, Mawan, kak Risman, kak Agus, kak Idhyn yang telah
membantu penulis dalam pengambilan data di Bandung,
10 Semua pihak yang turut serta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


Bogor, Juli 2013
Rini Juliyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

6

Tempat dan Waktu Penelitian

6


Data dan Peralatan

6

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Daerah Penelitian tahun 2002-2011

8

Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland

9

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Susu

11

Pengaruh Faktor Pengendali Iklim terhadap Keragaman Curah Hujan

12

Keterkaitan antara ONI, Curah Hujan, dan Produksi Susu

13

Pemodelan Produksi Susu dengan Menggunakan ONI

16

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Produksi Susu Rata-rata Tahun 2002-2011

10

DAFTAR GAMBAR
1 Sapi Perah Fries Holland
2 Rumput gajah
3 Ilustrasi mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI
positif dan negatif
4 Fenomena El Nino dan La Nina
5 Grafik suhu udara rata-rata bulanan daerah Lembang tahun 2002-2011
6 Grafik kelembaban udara rata-rata bulanan daerah Lembang tahun
2002-2011
7 Hubungan curah hujan dan kelembaban rata-rata bulanan daerah
Lembang tahun 2002-2011
8 Grafik produksi susu rata-rata bulanan tahun 2002-2011
9 Grafik jumlah produksi susu sapi perah tahun 2002-2011
10 Hubungan antara curah hujan dan produksi susu di UPTD BPT Sapi
Perah & HMT Cikole Lembang tahun 2002-2011
11 Hubungan DMI dan curah hujan anomali tahun 2002-2011
12 Hubungan DMI dan produksi susu anomali tahun 2002-2011
13 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan
(bawah) daerah Lembang tahun El Nino 2006 dan 2007
14 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan
(bawah) daerah Lembang tahun La Nina 2010 dan 201
15 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan
(bawah) daerah Lembang tahun La Nina 2003 dan 2004
16 Hubungan indeks ONI pada bulan MAM, AMJ, MJJ, JJA dengan
produksi susu rata-rata bulan JJA musim kemarau
17 Hubungan indeks ONI bulan SON, OND, NDJ, DJF dengan produksi
susu rata-rata bulan DJF musim hujan
18 Hubungan produksi susu rata-rata pendugaan dengan produksi susu
rata-rata observasi musim kemarau (a) dan musim hujan (b) tahun
2002-2011

2
4
5
5
8
9
9
10
11
11
12
13
14
15
16
17
18

19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan yang merupakan sumber
protein hewani yang sangat penting bagi tubuh manusia, karena mempunyai
kandungan nutrisi yang lengkap dan seimbang. Kebutuhan protein hewani
masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat
yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
Konsumsi susu nasional Indonesia sampai saat ini belum dapat dipenuhi
melalui produksi dalam negeri. Produksi susu lokal masih sangat rendah hanya
mampu memasok sekitar 30 % dari permintaan, sehingga 70 % kebutuhan susu
dalam negeri masih bergantung dari susu impor (Balitnak 2012). Faktor utama
penyebab ketidakmampuan produksi susu nasional dalam memenuhi permintaan
konsumsi susu nasional adalah karena kemampuan produksi susu yang rendah,
harga jual susu yang tidak memadai, dan biaya produksi yang relatif tinggi serta
lambannya perkembangan agribisnis sapi perah. Oleh karena itu pengembangan
agribisnis sapi perah dipandang perlu dipacu agar produksi susu dapat memenuhi
kebutuhan susu nasional.
Indonesia merupakan wilayah kepulauan di sekitar ekuator yang diapit
oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Kedua Samudera tersebut memiliki
peranan yang penting dalam pembentukan iklim di wilayah Indonesia. Adanya
penyimpangan iklim seperti fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation) dan
IOD (Indian Ocean Dipole ) menyebabkan terjadi keragaman penerimaan hujan di
Indonesia. Musim hujan dan kemarau di Indonesia secara langsung berpengaruh
pada produktivitas hasil pertanian. Pola musim hujan dan musim kemarau sangat
penting untuk menetapkan waktu perolehan bahan makanan yang berkualitas
tinggi, jumlah, dan cadangan makanan.
UPTD Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan
Ternak (BPT SP & HMT) Cikole Lembang merupakan instansi negara yang
didirikan untuk meningkatkan produksi susu di Indonesia, khususnya Jawa Barat.
Lokasi UPTD ini memiliki kondisi suhu udara yang sesuai bagi kehidupan sapi
perah Fries Holland. Pengembangan sapi perah di UPTD BPT SP & HMT ini
dilakukan melalui perbaikan genetik sapi perah, pengembangan bibit, perbaikan
tata laksana pemeliharaan, dan perbaikan tata laksana pemberian pakan.
Keragaman iklim sangat mempengaruhi produksi sapi perah baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung adalah terjadi
cekaman panas dan dingin dan pengaruh tidak langsung melalui persediaan pakan
(rerumputan dan air) yang tersedia bagi ternak. Akan tetapi, pada lokasi ini terjadi
variasi musim pada sepanjang tahun. Hal ini ditunjukan dengan adanya perbedaan
yang jelas antara musim hujan dengan musim kemarau. Perbedaan-perbedaan
kondisi tersebut mungkin akan menyebabkan variasi produksi susu diantara kedua
musim tersebut. Informasi pengaruh perubahan musim terhadap produksi susu
belum banyak dikaji, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji
pengaruh keragaman curah hujan terhadap produksi susu dan membuat model
prediksi produksi susu menggunakan ONI.

2
Tujuan Penelitian
1
2

Menganalisis pengaruh keragaman unsur iklim curah hujan terhadap produksi
susu sapi perah Fries Holland
Membuat model prediksi produksi susu dengan menggunakan Ocean Nino
Index (ONI)

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah Fries Holland
Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West
Friesland yaitu dua provinsi yang ada di Belanda. Sapi Fries Holland berwarna
hitam dan putih (Blakely dan Bade 1994). Sapi Fries Holland merupakan tipe
perah yang memiliki produksi tertinggi dibandingkan dengan sapi perah yang lain
(Sudono et al 2003).
Berikut ini taksonomi sapi perah Friesian Holland (Tyler dan Ensminger
2006):
Kingdom
: Animalia
Divisi
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Famili
: Bovidae
Genus
: Bos
Spesies
: Bos Taurus

Gambar 1 Sapi Fries Holland (Sumber: http://cybex.deptan.go.id/)
Sapi Fries Holland termasuk salah satu bangsa sapi perah yang yang banyak
dipelihara karena beberapa faktor keunggulan. Menurut Dematewewa et al (2007),
sapi Fries Holland mempunyai masa laktasi yang panjang dan produksi susu yang
tinggi, serta persistensi produksi yang baik. Selain itu, sapi perah Fries Holland
juga merupakan bangsa sapi perah yang cocok di Indonesia. Pangestu et al (2000)
menyatakan bahwa sapi perah Fries Holland pada daerah dengan ketinggian
tempat diatas 500 m dpl dapat beradaptasi dengan baik.

3
Produktivitas Sapi Fries Holland
Produktivitas sapi perah di Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan
dengan produktivitas sapi perah iklim sedang, kemampuan menghasilkan susu
berkisar 3000-3900 liter per-masa laktasi. Akan tetapi di daerah beriklim sedang
produksinya lebih dari 6000 liter per-masa laktasi (Dwiyanto et al 2001).
Masa laktasi pada sapi perah yaitu selang waktu antara dimulainya proses
produksi dan sekresi air susu oleh induk sapi perah, yakni setelah beranak sampai
proses produksi dan sekresi air susu tersebut berhenti yakni saat sapi memasuki
masa kering atau dikeringkan (Sudono et al 2003). Lamanya masa laktasi ini
bervariasi antar sapi dan tergantung pada banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti umur sapi, kondisi tubuh saat beranak, lamanya masa kering sebelumnya,
penyakit, pemberian pakan serta manajemen (Moran 2005).
Kemampuan produksi sapi perah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
warisan dari tetua (genetik) dan faktor lingkungan (Tyler dan Ensminger 2006).
Peningkatan produksi susu tidak hanya tergantung kepada kualitas genetiknya
secara independent tetapi yang lebih penting adalah seberapa besar potensi
genetik yang dibawanya dapat ditampilkan melalui manipulasi faktor lingkungan.
Pengaruh musim di Indonesia berhubungan dengan ketersediaan pakan hijauan
terhadap produksi susu. Sapi FH menunjukkan penampilan produksi terbaik
apabila ditempatkan pada suhu lingkungan 18.3 C dengan kelembaban 55 %
(Yani dan Purwanto 2006).
0

Pengaruh Curah Hujan terhadap Hijauan Pakan Sapi Perah
Hujan merupakan peristiwa jatuhnya butiran air dari atmosfer ke permukaan
bumi. Curah hujan ini memiliki keragaman yang besar menurut ruang dan waktu.
Menurut ruang adalah sangat dipengaruhi oleh letak geografi, topografi,
ketinggian tempat, arah angin dan letak lintang, sedangkan menurut waktu
dipandang dalam hubungannya dengan hujan (hujan tahunan, musiman,bulanan
atau jangka waktu yang lebih pendek).
Jenis hijauan yang umum digunakan sebagai pakan sapi perah di daerah
Asia Tenggara menurut Moran (2005) adalah rumput gajah (Pennisetum
purpureum). Rumput Gajah atau disebut juga rumput napier, merupakan salah
satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai sapi.
Berikut ini adalah taksonomi rumput gajah (Anggadiredja dan Achmad
2006):
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Poales
Famili
: Bovidae
Genus
: Pennisetum
Spesies
: pennisetum purpureum Schumacher

4

Gambar 2 Rumput gajah (Sumber: Anggadiredja dan Achmad 2006)
Pertumbuhan rumput gajah sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Pada saat
musim hujan rumput gajah akan mengalami laju pertumbuhan lebih cepat
dibandingkan musim kemarau. Hijauan yang tumbuh di daerah yang curah hujan
lebih tinggi umumnya akan mempunyai kadar air yang lebih tinggi sehingga dapat
menurunkan bahan kering. Panjang hari dan temperatur juga memiliki pengaruh
pada kualitas hijauan. Hari yang panjang dan temperatur yang hangat akan
memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan laju pembentukan serat oleh
tanaman sehingga nilai nutrisinya menjadi berkurang. Penurunan nilai nutrisi
terhadap pakan yang dikonsumsi sapi perah disebabkan oleh semakin
bertambahnya persentase serat kasar dan kecerrnaannya yang semakin rendah
(Williamson dan Payne 1993).
Faktor Keragaman Curah Hujan di Indonesia
Wilayah Indonesia mengalami variasi dalam skala musiman yang dikenal
sebagai musim hujan dan musim kemarau. Variasi musim ini dibedakan
berdasarkan dari jumlah curah hujan. Selain itu Indonesia merupakan negara
kepulauan sehingga interaksi antara atmosfer dan laut sangat mempengaruhi
keragaman hujan di Indonesia, seperti kejadian (El Nino-Southern Oscillation
(ENSO) dan kejadian IOD (Indian Osean Dipole).
IOD merupakan perbedaan antara suhu muka laut di kawasan barat
Samudera Hindia dengan suhu permukaan laut di kawasan timur Samudera Hindia
(Saji et al 1999). Kemunculan IOD sebagai fenomena hasil interaksi atmosfer dan
laut di Samudera Hindia Tropis ditandai dengan anomali suhu permukaan laut.
Aktivitasnya IOD diidentifikasi berdasarkan suatu indeks yang disebut
Dipole Mode Index (DMI). Dipole Mode dibagi menjadi dua fase yakni Dipole
Mode Positif dan Dipole Mode Negatif. Dalam kaitan dengan pola curah hujan di
Benua Maritim Indonesia (BMI), maka DMI positif berhubungan dengan
intensitas curah hujan yang berkurang di bagian barat BMI. Sebaliknya, DMI
negatif berhubungan dengan intensitas curah hujan yang bertambah di bagian
barat BMI. Mekanisme fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) secara skematis di
sajikan dalam Gambar 3. IOD Positif adalah fase dingin laut Pantai Barat
Sumatera, sehingga konveksi melemah, sebaliknya IOD negatif adalah fase panas
laut pantai barat Sumatera, sehingga konveksi menguat.

5

Gambar 3 Ilustrasi mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI
positif dan negatif (sumber: http://www.jamstec.go.jp/)
ENSO merupakan pola berulang dari variabilitas iklim di bagian timur
samudera Pasifik yang ditandai dengan anomali temperatur permukaan laut
(penghangatan permukaan laut menggambarkan kejadian El Nino sedangkan
pendinginan permukaan laut menggambarkan kejadian La Nina) dan anomali Sea
level pressure (Southern Oscillation) (Meyers et al 2007).
El Nino merupakan keadaan peningkatan suhu permukaan lautan (sea
surface temperature) dari suhu normalnya di Pasifik ekuator timur. La Nina
adalah kejadian berkebalikan dari El Nino yakni penurunan suhu permukaan
lautan di kawasan ekuator Samudera Pasifik dari suhu normalnya Ketika terjadi El
Nino maupun La Nina, keduanya berasosiasi dengan Southern Oscillation,
sehingga fenomena ini dikenal sebagai ENSO. Southern Oscillation merupakan
sistem imbangan tekanan udara yang ditunjukkan oleh tinggi rendahnya tekanan
udara di Indonesia (Pasifik Ekuator barat) dan Pasifik Ekuator timur serta kuat atau
lemahnya Sirkulasi Walker (Prabowo 2002).
Kondisi ENSO baik pada fase El Nino maupun La Nina dapat ditentukan
berdasarkan nilai ONI (Ocenic Nino Index). Fase hangat terjadi apabila anomali
suhu permukaan laut selama lima bulan berturut-turut atau lebih besar +0.5 0C,
sedangkan fase dingin terjadi jika anomali suhu permukaan laut kurang dari -0.5
0
C (GG Weather 2013).

Gambar 4 Fenomena El Nino dan La Nina
(Sumber: http:// www.whoi.edu/ocean)

6

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juli
2013 bertempat di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan
Meteorologi Institut Pertanian Bogor Dramaga.
Data dan Peralatan
Data Produksi Susu
Data produksi susu yang digunakan pada penelitian ini adalah data
produksi susu bulanan di UPTD BPT SP & HMT Cikole selama 10 tahun yaitu
dari tahun 2002 sampai dengan 2011, dengan jumlah sapi sebanyak 40 ekor sapi.
Data Iklim
Data iklim yang digunakan dalam penelitian yaitu data iklim bulanan suhu
udara, curah hujan, kelembaban udara, dan lama penyinaran daerah Lembang
dengan selang pengamatan yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 tahun
yaitu dari tahun 2002 sampai dengan 2011. Data diambil dari BMKG (Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Jakarta.
DMI
Data bulanan IOD yang diperoleh dari indeks DMI tahun 2002-2011, yang
dapat diakses dari http://jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/saji/dmi.html. Nilai ini
merupakan hasil perhitungan selisih anomali suhu permukaan laut pada Samudera
Hindia bagian Barat dengan Samudera Hindia bagian Timur (Saji et al 1999).
ONI
Kondisi ENSO baik pada fase El Nino maupun La Nina dapat ditentukan
berdasarkan kondisi Ocenic Nino Index (ONI). ONI merupakan indeks rata-rata
tiga bulan dari anomali suhu permukaan laut di Pasifik khatulistiwa (wilayah
Nino-34). Data ONI yang digunakan yaitu data bulanan ONI dari tahun 2002
hingga
2011
yang
dapat
diakses
melalui
http://cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensotuff/ensoyears.shtml.
Nilai ini merupakan hasil perhitungan rata-rata pertiga bulan pengamatan dari
nilai Nino-34. Perhitungan rata-rata suhu permukaan laut di Wilayah Nino-34
sangat penting dalam menentukan perubahan pola curah hujan tropis dan pola
suhu di seluruh dunia. Alasan menggunakan ONI dalam pemodelan prediksi
produksi susu dibandingkan dengan indeks lainnya karena produksi susu yang
digunakan untuk prediksi merupakan rata-rata produksi tiga bulan.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam mengolah data dan penyajian hasil ialah
seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak.

7
Prosedur Analisis Data
Analisis Data Iklim dengan Data Produksi Susu
Analisis data iklim dapat dilakukan dengan menghitung rataan data bulanan
curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan lama penyinaran, kemudian diplotkan
pada grafik. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi iklim daerah
Lembang. Sedangkan untuk analisis data produksi susu dilakukan dengan
menghitung rata-rata produksi susu dengan satuan liter/ekor/hari dan
liter/ekor/bulan serta memplotkan data bulanan produksi susu rata-rata dan Jumlah
produksi susu dari tahun 2002 hingga 2011. Data produksi susu yang digunakan
dalam analisis dengan data iklim yaitu data produksi susu dengan satuan
liter/ekor/bulan. Hal ini disebabkan karena data iklim curah hujan yang digunakan
dalam analisis merupakan data bulanan. Analisis data dengan menggunakan
analisis regresi linier sederhana dan analisis kuadratik sederhana dengan model
umum sebagai berikut:
Regresi Linier: Y = a + bxi
Dimana: Y = Peubah tak bebas (produksi susu), x = Peubah bebas (Curah hujan),
a = Intersep dan b = Kemiringan.
Kuadratik : Y = ax2 + bx + c, dengan x 0
Dimana: Y = Peubah tak bebas (produksi susu), x = ONI, a = Koefisien x2, b =
Koefisien x, dan c = Konstanta.
Analisis Data DMI
Analisis data DMI (Dipole Mode Index) terhadap anomali curah hujan
dengan cara mencari anomali curah hujan dengan curah hujan dikurangi curah
hujan rata-rata, menghitung simpangan baku curah hujan dan menghitung anomali
terstandarisasi dengan anomali dibagi simpangan baku .
Simpangan Baku = √

Dimana



̅

N = Jumlah data
= Jumlah curah hujan / produksi susu bulan ke –i
̅ = Rata-rata jumlah curah hujan / produksi susu
Hal yang sama dilakukan dalam analisis data DMI terhadap anomali
produksi susu. Data curah hujan dan produksi susu distandarisasi agar selang
nilainya sama dan tidak terjadi ketimpangan. Setelah itu analisisnya dengan
mencari nilai korelasi antara DMI terhadap curah hujan dan produksi susu.
Analisis Data ONI
Analisis data ONI yang pertama dilakukan yaitu dengan membagi tahuntahun El Nino, La Nina, dan normal berdasarkan data ONI dan memplotkannya
pada grafik serta memplotkan data curah hujan dan produksi susu berdasarkan
tahun-tahun El Nino, La Nina dan normal. Analisis data ONI yang kedua yakni
dengan produksi susu rata-rata 3 bulan pada musim hujan dan musim kemarau.
Pada musim kemarau diambil produksi susu paling tinggi 3 bulan rata-rata yakni
bulan Juni, Juli, Agustus (JJA) dengan data ONI bulan Maret, April, Mei (MAM),
April, Mei, Juni (AMJ), Mei, Juni, Juli (MJJ) dan Juni, Juli, Agustus (JJA). Dari

8
keempat data ONI tersebut yang dijadikan model persamaan prediksi musim
kemarau yakni persamaan yang memiliki koefisien determinasi paling tinggi.
Analisis untuk musim hujan sama seperti musim kemarau yakni diambil produksi
susu terendah 3 bulan rata-rata yakni bulan Desember, Januari, Februari (DJF)
dengan data ONI bulan bulan September, Oktober, November (SON), Oktober,
November, Desember (OND), November, Desember, Januari (NDJ), dan
Desember, Januari, februari (DJF). Dari keempat data ONI tersebut diambil untuk
dijadikan model persamaan prediksi musim hujan yakni persamaan yang memiliki
koefisien determinasi paling tinggi. Dari persamaan yang dihasilkan dari kedua
musim tersebut akan dijadikan model prediksi untuk menduga produksi susu ratarata selama 10 tahun pada musim hujan dan musim kemarau, serta
membandingkan produksi susu observasi dengan produksi susu prediksi musim
hujan dan musim kemarau dengan mencari nilai korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Daerah Penelitian Tahun 2002-2011
UPTD Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan
Ternak (BPT-SP & HMT) Cikole Lembang yang berada dibawah pengelolaan
Dinas Perternakan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu balai yang dinilai
cukup berhasil dan berpotensi dalam pengembangan ternak sapi. Lokasi UPTD
BPT-SP & HMT terletak di jalan raya Tangkuban perahu Desa Cikole,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang memiliki jarak 22
km di sebelah Utara Kota Bandung dan 4 km dari Ibukota Kecamatan Lembang.
Berada pada ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dengan posisi koordinat
6°47'15" Lintang Selatan dan 107°39'11" Bujur Timur. Berdasarkan kondisi
geografis dan topografinya, Lembang merupakan dataran tinggi dan berpotensi
memiliki suhu udara yang relatif dingin hingga sedang.
Daerah Lembang memiliki suhu udara rata-rata 20.0 0C dan kelembaban
udara rata-rata 85 %. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat pada bulan April
hingga Agustus terjadi penurunan suhu udara diikuti dengan penurunan
kelembaban udara.

Gambar 5 Grafik suhu udara rata-rata bulanan daerah Lembang tahun 2002-2011

9

Gambar 6 Grafik kelembaban udara rata-rata daerah bulanan Lembang tahun
2002- 2011
Jumlah curah hujan rata-rata tahunan daerah Lembang sebesar 1927 mm,
dengan tipe pola curah hujan monsunal (Gambar 7). Curah hujan dengan pola
monsunal memiliki jumlah curah hujan minimum pada pertengahan tahun (bulan
Juni, Juli, agustus). Hal ini menyebabkan rata-rata bulanan lama penyinaran di
daerah Lembang hanya berkisar 56 %. Angka ini menggambarkan jumlah jam
lama penyinaran dalam total panjang hari di daerah Lembang. Grafik curah hujan
dan lama penyinaran berbanding terbalik, saat hujan tinggi maka lama penyinaran
rendah begitupun sebaliknya. Pola curah hujan dan lama penyinaran disajikan
pada Gambar 7.

Gambar 7 Hubungan curah hujan dan lama penyinaran rata-rata bulanan daerah
Lembang tahun 2002-2011
Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland
Produksi susu di Indonesia tergolong rendah. Nilai produksi susu sapi perah
di Indonesia yaitu apabila menghasilkan 15-20 liter per ekor per hari (Hartutik
2006). Rata-rata produksi susu di UPTD BPT-SP & HMT Cikole Lembang
sebesar 17.75 liter/ekor/hari. Angka ini bisa dikategorikan ideal karena berada
dikisaran 15-20 liter/ekor/hari. Adapun rata-rata produksi susu tahun 2002-2011
dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi susu rata-rata tahun 2002-2011

10
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Produksi Susu
(Liter /ekor/hari)
18.01
18.11
18.06
17.53
18.29
17.74
17.93
17.63
16.31
17.95

Dapat dilihat pada Gambar 8 rata-rata produksi susu bulanan di UPTD BPT
SP & HMT Cikole. Pada bulan Januari produksi susu sebesar 527 liter/ekor/bulan
dan pada bulan Februari terjadi penurunan produksi, sehingga produksi bulan
Februari hanya sebesar 504 liter/ekor/bulan. Terjadi peningkatan produksi susu
dari bulan Februari hingga bulan September. Produksi susu bulan Juni hingga
bulan September merupakan produksi susu tertinggi dengan jumlah produksi
berkisar 573 hingga 582 liter/ekor/bulan dan pada bulan Oktober hingga bulan
Desember terjadi penurunan produksi, sehingga produksi susu hanya berkisar 500
hingga 545 liter/ekor/bulan.
Rata-rata jumlah produksi susu di UPTD BPT SP & HMT Cikole pada
tahun 2002 hingga 2011 sebesar 6478 liter/ekor/tahun (Gambar 9). Produksi susu
tertinggi pada tahun 2006 dengan jumlah produksi susu sebesar 6672
liter/ekor/tahun dan produksi susu terendah pada tahun 2010 dengan jumlah
produksi sebesar 5953 liter/ekor/tahun.

Gambar 8 Grafik produksi susu rata-rata bulanan tahun 2002-2011

11

Gambar 9 Grafik Jumlah produksi susu sapi perah tahun 2002-2011
Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Susu
Pola penyebaran dan tinggi curah hujan di UPTD BPT-SP & HMT Cikole
Lembang ini secara agronomis sangat menguntungkan bagi persediaan makanan
ternak. Namun kenyataan produksi susu di BPT-SP & HMT Cikole pada musim
hujan lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau (Gambar 10). Saat
jumlah curah hujan berkisar 100 sampai 300 mm jumlah produksi susu berkisar
500 liter/ekor/bulan sebaliknya saat jumlah curah hujan 400 sampai 500 mm
jumlah produksi susu hanya berkisar 400 liter/ekor/bulan. Hal ini disebabkan
karena hijauan yang tumbuh di daerah yang curah hujan lebih tinggi umumnya
mempunyai kadar air yang lebih tinggi, sehingga kadar bahan kering rendah.
Dimana bahan kering memiliki kandungan protein, lemak, karbohidrat (serat
kasar), mineral dan vitamin yang penting bagi sapi (Williamson dan Payne 1993).
Hijauan yang tumbuh pada musim kering memiliki kadar serat yang lebih rendah
namun mengandung protein kasar dan energi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan hijauan pada musim hujan, sehingga kualitas pakan yang dikonsumsi sapi
Fries Holland di UPTD BPT SP & HMT Cikole pada musim kemarau lebih baik
dibandingkan musim hujan yang berdampak pada produksi susu. Selain kualitas
pakan, suhu udara dan kelembaban udara juga mempengaruhi produksi susu sapi
perah di Cikole. Pada musim kemarau suhu udara dan kelembaban udara daerah
Lembang lebih rendah dibandingkan pada musim hujan sehingga menciptakan
kondisi yang lebih nyaman bagi sapi perah.

Gambar 10 Hubungan antara curah hujan dan produksi susu bulanan di UPTD
BPT sapi perah & HMT Cikole Lembang tahun 2002-2011

12
Curah hujan berpengaruh nyata terhadap produksi susu di BPT-SP & HMT
Cikole. Koefisien determinasi atau R-Square untuk data curah hujan dan produksi
susu sebesar 0.919. Angka ini menginterpretasikan bahwa 91.9 % keragaman dari
produksi susu di pengaruhi keragaman curah hujan.
Tingginya curah hujan di daerah Lembang juga dapat menimbulkan
beberapa hal yang merugikan selain penurunan produksi susu seperti laju penuaan
tanaman hijauan yang cepat sehingga penurunan kualitas hijauan akan lebih
mudah terjadi dan terjadinya pencucian lahan secara terus menerus yang dapat
mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah. Selain itu, curah hujan yang
tinggi juga berhubungan erat dengan udara yang lembab. Kelembaban udara yang
tinggi akan menimbulkan kondisi yang tidak nyaman bagi sapi perah dan akan
berdampak pada penurunan produksi susu.
Kebutuhan pokok dan produksi susu sapi perah dapat dipenuhi selain
dengan pemberian hijauan rumput gajah sebagai makanan pokoknya, juga dengan
penambahan konsentrat. Hartutik (2006) menjelaskan bahwa konsentrat berguna
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas susu sapi perah. Jenis konsentrat yang
digunakan di BPTSP & HMT Cikole, merupakan campuran pakan dari pabrik
makanan ternak. Pemberian konsentrat dalam ransum dapat ditekan, apabila
kualitas hijauan dapat ditingkatkan, sehingga pemberian konsentrat di BPT-SP &
HMT Cikole dapat ditekan pada saat bulan kering. Konsentrat menyediakan
sumber energi yang mudah dicerna, namun harganya lebih mahal dibandingkan
dengan hijauan (Tyler dan Ensminger 2006).
Pengaruh Faktor Pengendali Iklim terhadap Keragaman Curah Hujan
Penyimpangan iklim seperti fenomena ENSO (El Nino Southern
Oscillation) dan Indian Ocean Dipole (IOD) menyebabkan terjadinya keragaman
penerimaan hujan di Indonesia. Jika dilihat grafik curah hujan daerah Lembang
dan DMI (Gambar 11), curah hujan dan DMI memiliki korelasi negatif dengan
nilai korelasi sebesar -0.384 dan P-value 0.00. Nilai korelasi yang diperoleh
menunjukan korelasi yang relatif kecil antara curah hujan dan DMI sehingga
fluktuasi curah hujan dan DMI kurang memiliki pola keterkaitan yang kuat,
namun berdasarkan P-value yang diperoleh menunjukan adanya hubungan yang
signifikan secara statistik antara DMI dan curah hujan. Saat nilai DMI besar
(DMI positif) maka curah hujan di daerah Lembang akan menurun dan sebaliknya
jika nilai DMI kecil (DMI negatif) maka curah hujan di Daerah Lembang
meningkat.

Gambar 11 Hubungan DMI dan curah hujan anomali tahun 2002-2011

13
Fenomena IOD memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap produksi
susu di UPTD BPT-SP & HMT Cikole Lembang dengan korelasi 0.315 dan Pvalue 0.00. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh hubungan antara DMI dan
produksi susu memiliki korelasi yang kecil, namun berdasarkan P-value yang
diperoleh menunjukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara
DMI dan curah hujan. Pada saat nilai DMI kecil (negatif), dampak yang
ditimbulkan curah hujan di daerah Lembang akan mengalami peningkatan dari
rata-rata dan menyebabkan penurunan jumlah produksi susu dan sebaliknya saat
nilai DMI besar (positif) maka curah hujan di daerah Lembang akan mengalami
penurunan dari rata-rata yang menyebabkan jumlah produksi susu meningkat
(Gambar 12).

Gambar 12 Hubungan DMI dan produksi susu anomali tahun 2002-2011
Keterkaitan antara ONI, Curah Hujan, dan Produksi Susu
ONI merupakan indeks yang digunakan untuk menentukan fenomena El
Nino, La Nina dan normal dengan data per tiga bulan pengamatan. Dari data ONI
yang ada dapat dikelompokan tahun-tahun El Nino, La Nina dan tahun normal.
Fase El Nino terjadi apabila anomali suhu permukaan laut selama lima bulan
berturut-turut sebesar +0.5 0C, sedangkan fase La Nina terjadi jika anomali suhu
permukaan laut sebesar -0.5 0C dan fase normal terjadi pada rentang -0.5 0C
hingga +0.5 0C (GG Weather 2013).
Berdasarkan kondisi ONI, pada tahun 2005 dan 2006 tergolong dalam
kategori tahun yang memiliki bulan El Nino paling banyak. Hal ini terlihat pada
Gambar 13 pada awal tahun 2005 penurunan indeks ONI menyebabkan terjadi
penurunan produksi susu dari rata-rata, namun pada bulan ini terjadi peningkatan
curah hujan dari rata-rata. Saat memasuki kondisi normal pada bulan September
tahun 2005 terjadi peningkatan produksi susu dari rata-rata yang ditandai dengan
curah hujan yang rendah dan saat mau memasuki fase La Nina pada bulan
September hingga November tahun 2006 yang dilihat pada garis putus-putus
terjadi peningkatan produksi namun, diakhir tahun 2006 pada bulan Desember
kondisi El Nino malah menyebabkan produksi susu menurun dari rata-rata. Hal
ini disebabkan karena pada bulan Desember 2006 terjadi peningkatan curah hujan
dimana antara curah hujan dan produksi susu memiliki hubungan yang linier
sedangkan hubungan produksi susu dan ONI membentuk pola kuadratik sehingga
menyebabkan produksi susu pada bulan tersebut menurun dari rata-rata.

14

Gambar 13 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah) dan curah
hujan (bawah) daerah Lembang tahun El Nino 2006 dan 2007
Berdasarkan indeks ONI, tahun 2010 dan 2011 tergolong dalam kategori
tahun yang memiliki bulan La Nina paling banyak. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 14 dengan garis putus-putus dibawah -0.5 0C. Awal tahun 2010
merupakan kondisi El Nino dimana terjadi penurunan indeks ONI diikuti dengan
penurunan produksi susu dari rata-rata dan terjadi peningkatan curah hujan dari
rata-rata. Saat memasuki kondisi normal terjadi peningkatan produksi dari ratarata dan penurunan curah hujan dari rata-rata. Pada saat memasuki fase La Nina
produksi susu menurun dari rata-rata. Namun pada bulan Desember tahun 2010
dan bulan Januari hingga Maret 2011 terjadi peningkatan produksi susu yang
diikuti dengan penurunan curah hujan. Hal ini disebabkan karena pola hubungan
antara produksi susu dengan curah hujan dan ONI berbeda, dimana hubungan
produksi susu dan ONI membentuk pola kuadratik sedangkan produksi susu dan
curah hujan membentuk pola linier.

15

Gambar 14 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (bawah) dan curah hujan
(bawah) daerah Lembang tahun La Nina 2010 dan 2011
Berdasarkan indeks ONI, tahun 2003 dan 2004 tergolong dalam kategori
kondisi normal dengan rentang nilai dari -0.5 0C hingga +0.5 0C (Gambar 15).
Pada awal tahun kondisi normal terjadi El Nino, dimana penurunan indeks ONI
diikuti penurunan produksi susu dari rata-rata dan terjadi penurunan curah hujan
dari rata-rata. Produksi susu saat kondisi normal relatif tinggi dibandingkan tahun
El Nino dan La Nina, dimana saat produksi susu meningkat terjadi penurunan
curah hujan dan sebaliknya. Akhir tahun 2004 terjadi La Nina yang menyebabkan
penurunan produksi yang diikuti dengan peningkatan curah hujan.

16

Gambar 15 Hubungan antara ONI (atas), produksi susu (tengah), dan curah hujan
(bawah) daerah Lembang tahun normal 2003 dan 2004
Pemodelan Produksi Susu dengan Menggunakan ONI
Nilai ONI dapat digunakan untuk memprediksi produksi susu sapi perah di
UPTD BPT SP & HMT Cikole. Data ONI yang digunakan merupakan data ratarata per tiga bulan pengamatan, sedangkan produksi susu rata-rata yang digunakan
diambil dari produksi susu pada musim kemarau pada bulan Juni, Juli, Agustus
(JJA) dan musim hujan pada bulan Desember, Januari, Februari (DJF). Alasan
mengambil bulan tersebut karena bulan-bulan tersebut merupakan bulan produksi
susu yang dikategorikan memiliki produksi tinggi pada musim kemarau dan
produksi susu yang dikategorikan rendah pada musim hujan. Data ONI yang
digunakan pada musim kemarau dan musim hujan yakni data tiga bulan sebelum
produksi susu rata-rata dan data produksi susu rata-rata musim hujan maupun
musim kemarau.

17

Gambar 16 Hubungan indeks ONI pada bulan MAM, AMJ, MJJ, JJA dengan
produksi susu rata-rata bulan JJA musim kemarau
Pola kuadratik yang cukup baik terlihat pada Gambar 16 hubungan ONI
bulan MAM, AMJ, MJJ, dan JJA dengan produksi susu rata-rata bulan JJA.
Berdasarkan keempat bulan ONI yang digunakan terlihat dengan jelas bahwa
yang mempunya nilai koefisien detemniasi paling rendah yakni ONI bulan AMJ
dengan nilai koefisien determinasi 0.193. Angka ini menginterpretasikan bahwa
hanya 19.3 % keragaman produksi susu rata-rata bulan JJA dapat mempengaruhi
keragaman ONI bulan AMJ, sisanya 80.7 % dipengaruhi faktor lain selain ONI.
Nilai koefisien determinasi paling tinggi yakni ONI bulan MAM dengan nilai
determinasi sebesar 0.928. Angka ini menginterpretasikan bahwa 92.8%
keragaman produksi susu rata-rata bulan JJA dapat mempengaruhi keragaman
ONI bulan MAM. Sehingga dari keempat model persamaan prediksi diatas yang
lebih baik digunakan untuk menduga produksi pada musim kemarau yaitu ONI
bulan MAM.

18

Gambar 17 Pola hubungan indeks ONI pada bulan SON, OND, NDJ, DJF dengan
produksi susu rata-rata bulan DJF musim hujan
Produksi susu pada musim hujan (Gambar 17) menggunakan produksi
susu rata-rata bulan DJF membentuk pola kuadratik seperti pada musim kemarau.
Berdasarkan keempat bulan ONI yang digunakan terlihat dengan jelas bahwa
yang mempunya nilai koefisien detemniasi paling rendah yakni ONI bulan NDJ
dengan nilai koefisien determinasi 0.139. Angka ini menginterpretasikan bahwa
hanya 13.9 % keragaman produksi susu rata-rata bulan DJF dapat mempengaruhi
keragaman ONI bulan NDJ, sisanya 86.1 % dipengaruhi faktor lain selain ONI
dan nilai koefisien determinasi paling tinggi yakni ONI bulan DJF dengan nilai
koefisien determinasi sebesar 0.515, angka ini menginterpretasikan bahwa 51.5 %
keragaman dari produksi susu rata-rata DJF dapat mempengaruhi keragaman ONI
bulan DJF, namun dalam menduga produksi susu pada musim hujan
menggunakan persamaan ONI bulan SON dengan produksi susu rata-rata bulan
DJF. Gambar 16 dan 17 menunjukan bahwa pada saat kondisi El Nino maupun La
Nina terjadi penurunan produksi susu dibandingkan produksi yang lebih tinggi
pada saat kondisi normal.

19

(a)
(b)
Gambar 18 Hubungan produksi susu rata-rata pendugaan dengan produksi susu
rata-rata observasi musim kemarau (a) dan musim hujan (b) tahun
2002- 2011
Persamaan yang didapatkan dari produksi susu rata-rata bulan JJA dengan
ONI bulan MAM pada musim kemarau dapat digunakan untuk menduga produksi
susu rata-rata pada pada tahun berikutnya. Begitupun dengan produksi susu ratarata bulan DJF dengan ONI bulan SON pada musim hujan dapat digunakan untuk
menduga produksi susu rata-rata pada tahun berikutnya. Berdasarkan Gambar 18
(a) hubungan produksi susu rata-rata pendugaan dengan observasi tidak jauh
berbeda, hal ini disebabkan karena model persamaan yang digunakaan untuk
prediksi cukup baik dengan korelasi sebesar 0.97, nilai korelasi menunjukan
hubungan yang sangat kuat antara produksi susu rata-rata pendugaan dengan
observasi, pada Gambar 18 (b) menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.59. nilai
korelasi tersebut menunjukan hubungan yang kurang antara produksi susu ratarata pendugaan dengan observasi. Adapun data ONI dan data produksi susu
observasi dan prediksi musim hujan dan musim kemarau selam 10 tahun dari
tahun 2002-2011 ( lampiran 1).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Curah hujan memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi susu di
UPTD BPT SP & HMT Cikole Lembang. Pada saat musim kemarau mengalami
peningkatan produksi susu dan sebaliknya saat musim hujan terjadi penurunan
produksi susu. Variabel DMI dan kondisi El Nino dan La Nina kurang memiliki
pola keterkaitan yang kuat terhadap curah hujan dan produksi susu di UPTD BPT
SP & HMT Cikole Lembang.
ONI dapat digunakan untuk memprediksi produksi susu dengan time lag 3
bulan. Dari model persamaan ONI dan produksi susu rata-rata pada musim hujan
dan musim kemarau dapat digunakan untuk memprediksi produksi susu rata-rata
pada musim hujan dan musim kemarau ditahun berikutnya .

20
Saran
Pada musim hujan perlu adanya penambahan konsentrat agar ransum dapat
memenuhi kebutuhan sapi perah dan untuk model prediksi produksi susu dengan
ONI perlu menggunakan selang data yang lebih panjang.

DAFTAR PUSTAKA
[GGWeather] Golden Gate Weather Services. 2013. El Nino and La Nina years
and intensities based on Oceanic Nino Index (ONI) [Internet]. [diunduh
2013 15 Juni]. Tersedia pada http://ggweather.com/enso/oni/htm.
Anggadiredja, Achmad S. 2006. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan
Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penerbit. Swadaya. Informasi
Dunia Pertanian. Cetakan I, Jakarta.
Balitnak. 2012. Partisipasi Balitnak pada Peringatan Hari Susu Nusantara 2012 di
Lembang
Bandung.
Balai
Penelitian
Ternak.
http://balitnak.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com=content&task=
view&id=523&Itemid=1 [ 1 Maret 2013]
Blakely J, Bade D H. 1994. Ilmu peternakan terjemahan. Edisi keempat. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Dematawewa C M B, Pearson R E, dan Van Raden P M. 2007. Modeling
extended lactations of Holstein. J. dairy Sci. 90: 3924-3936.
Dwiyanto, Anggaraeni K, Sugiarti T, Nurhasanah, Setyanto H, dan Praharani L..
2001. Pengkajian sistem budidaya sapi perah untuk meningkatkan
produktivitas. Prosiding Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor.
Ensminger M E H, Tyler D. 2006. Dairy Cattle Science. Edisi Keempat. Uppei
Saddle River, New Jersey.
Hartutik. 2006. Strategi Manajemen Pakan untuk Meningkatkan Produksi Susu
Sapi Perah. Pertemuan Ilmiah. Jurusan Nutrisi Makanan Ternak,
Universitas Brawijaya Malang.
Meyers G P, McIntosh L, Pigot, and Pook. M 2007. The Years of El Nino, La
Nina and Interaction with the Tropical Indian Ocean. Journal of Climate,
20.2872-2880.
Moran J. 2005. Tropical Dairy Farming.Feeding Management for Small Holder
Dairy Fafming in the Humid Tropics. Landlink Press.
Pangestu M Y, Subagyo P, Yuwonol, dan Rustomo B. 2000. Heat tolerance and
Productivity of local and Imported Friesien Holstein Cows in
Indonesia.Asian-Aus. Anim. Sci. 13 Supplement July 2000 A: 505-508.
Prabowo M. 2002. Kapan Hujan Turun ? Dampak Osilasi Selatan di Indonesia.
Brisbane: Publishing Services.
Saji N H, Goswami B N, Vinachandran P N, dan Yamagata T. 1999. A Dipole
Mode in the Tropical Indian Ocean. Nature.401:360-363.
Sudono A, Rosdiana R F dan Setiawan B. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Cetakan I. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

21
Williamson G, Payne W J A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Terjemahan: SGN D. Darmadja. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Yani A, Purwanto B. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis
Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk
Meningkatkan Produktivitasnya. Jurnal Media Peternakan Vol. 29 No 1.
halaman 36.
Lampiran 1 Produksi observasi dan pendugaan tahun 2002-2011
Produksi susu
produksi susu
Observasi
Pendugaan
Tahun
ONI
(liter/ekor/bulan)
(liter/ekor/bulan)
MAM
0.3
564
567
2002
SON
1.2
564
514
MAM
0
592
585
2003
SON
0.4
592
498
MAM
0.1
582
580
2004
SON
0.7
521
509
MAM
-0.3
572
567
2005
SON
-0.2
507
505
MAM
-0.3
589
592
2006
SON
0.8
499
520
MAM
-0.2
587
590
2007
SON
-1.1
509
504
MAM
-0.9
572
572
2008
SON
-0.2
525
522
MAM
-0.2
584
590
2009
SON
1.1
516
519
MAM
0.6
536
538
2010
SON
-1.5
480
490
MAM
-0.6
593
587
2011
SON
-0.8
535
522

RIWAYAT HIDUP

22
Penulis dilahirkan di Kabupaten Fakfak,
Provinsi Papua Barat pada tanggal 02 Juni 1990
pasangan Bapak La Koso dan Ibu Wa Raija. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Madrasah
Ibtidayah Negeri Fakfak pada tahun 2002 dan
pendidikan menengah pertama pada SLTP N 2 Fakfak
pada tahun 2005. Pendidikan menengah atas penulis,
diselesaikan di SMA N 2 Fakfak pada tahun 2008.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD)
dari Kabupaten Fakfak tahun 2008. Setelah melewati tingkat pra-universitas dan
Tingkat Persiapan Bersama (TPB), pada tahun 2010 penulis berhasil diterima di
Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif
dalam kegiatan sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi
(HIMAGRETO) periode 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan
luar kampus yaitu penulis merupakan Kadiv Humas Omda Fasco (Fakfak Student
Community ) periode 2009-2011 dan sekertaris Omda IMAPA (Ikatan Mahasiswa
Papua) periode 2011-2013.