Quantitative analysis of potency of acerophagus papayae noyes & schauff (Hymenoptera Encyrtidae), parasitoid of the papaya mealybug

ANALISIS KUANTITATIF POTENSI Acerophagus papayae
NOYES & SCHAUFF (HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE),
PARASITOID KUTU PUTIH PEPAYA

YOHANES UMBU REBU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kuantitatif Potensi
Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae), Parasitoid
Kutu Putih Pepaya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Oktober 2011

Yohanes Umbu Rebu
NIM A351080041

ABSTRACT
YOHANES UMBU REBU. Quantitative Analysis of Potency of Acerophagus
papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae), Parasitoid of The Papaya
Mealybug. Supervised by Aunu Rauf , I Wayan Winasa and Budi Kuncahyo
The papaya mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink
(Hemiptera: Pseudococcidae), was an invasive pest that invaded Indonesia in early
2008 and caused heavy damage on papaya. One of the natural enemies found in
Bogor was parasitoid Acerophagus papayae Noyes and Schauff
(Hymenoptera:Encyrtidae). The parasitoid was believed to have been fortuitously
introduced into Indonesia. Research was conducted to evaluate the potency of A.
papayae as biological control agent for the papaya mealybug. Studies included
determining various biological parameters such as development time, host
preference, functional response, and simulation model of host-parasitoid
population dynamics.
Parasitoids were obtained from the papaya fields by collecting the mummy

of papaya mealybugs and enclosed individually in gelatin capsules. Adult
parasitoids emerged were reared on the papaya mealybugs with Jatropha curcas
as a host plant. Fitness and preference of the parasitoids were studied using
papaya mealybug instar II dan III with a piece of papaya leaf in a test tube (d = 3
cm, h = 15 cm). Functional response of the parasitoids were studied at the host
density of 2, 5, 10, 20, 30, 40, and 50 nymphs. Mummies were also collected from
the fields, and the data were used to test the sensitivity and validate the model
using Stella version 9.02 software.
Our study revealed that the parasitoid preferred second-instar over the
third-instar nymphs of P. marginatus. Immature developmental time was shorter
and survival rate was higher of parasitoids developed on the second-instar nymps.
Female parasitoid showed type II functional response with the increasing host
density. Our simulation model indicated that the parasitoid had a good searching
capacity and was able to regulate papaya mealybug population.

Keyword: Papaya mealybug, Paracoccus marginatus, Acerophagus papayae.

RINGKASAN
YOHANES UMBU REBU. Analisis Kuantitatif Potensi Acerophagus papayae
Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae), Parasitoid Kutu Putih Pepaya.

Dibimbing oleh AUNU RAUF, I WAYAN WINASA, BUDI KUNCAHYO
Kutu putih papaya (KPP), Paracoccus marginatus Williams & Granara de
Willink (Hemiptera: Pseudococcidae), merupakan hama asing invasif yang masuk
ke Indonesia pada tahun 2008 dan banyak menimbulkan kerusakan berat pada
pertanaman pepaya. Salah satu musuh alami yang ditemukan di Bogor adalah
parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae).
Parasitoid ini diduga masuk ke Indonesia secara tidak sengaja bersama inangnya.
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi potensi parasitoid sebagai agens
pengendalian hayati KPP, melalui kajian terhadap aspek kebugaran parasitoid,
tingkat parasitisasi, kapasitas reproduksi, nisbah kelamin dan tanggap fungsional
serta pemodelan sederhana interaksi KPP dan parasitoid A. papayae. Penelitian
dilaksanakan di Laboratoriun Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung sejak Juli
sampai Desember 2010.
Imago parasitoid A. papayae didapatkan dari lapangan dengan
mengumpulkan mumi kutu putih pepaya terparasit yang kemudian dimasukkan ke
dalam kapsul gelatin. Imago parasitoid yang muncul dipelihara pada KPP dengan
menggunakan tanaman inang jarak pagar kurkas. Penelitian kebugaran dan
preferensi menggunakan KPP instar II dan III yang dipaparkan pada helai daun
pepaya yang diletakkan dalam tabung reaksi (d = 3 cm, t = 15 cm), dan

berlangsung selama hidup imago betina A. papayae. Percobaan tanggap
fungsional dilakukan pada cawan petri, dengan kerapatan inang 2, 5, 10, 20, 30,
40, dan 50 ekor nimfa. Untuk mengetahui kinerja parasitoid selama penelitian
berlangsung dilakukan pengumpulan mumi dari lokasi perkebunan buah pepaya di
Fakultas Perikanan, IPB. Hasil pengumpulan mumi dari lapangan digunakan
untuk menguji sensitivitas dan validasi model secara kualitatif. Pemodelan
menggunakan piranti lunak Stella versi 9.02.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa imago parasitoid A. papayae lebih
memilih KPP instar II daripada instar III. Perilaku reproduksi betina A. papayae
dipengaruhi oleh kualitas inang, umur inang dan ukuran inang. Parasitoid A.
papayae merupakan parasitoid soliter, namun pada kerapatan inang yang rendah
dapat terjadi superparasitisme. Parasitoid A.papayae memperlihatkan tanggap
fungsional tipe II terhadap peningkatan kelimpahan inang. Hasil simulasi
dinamika populasi menunjukkan bahwa parasitoid A. papayae memiliki kapasitas
pencarian dan pengaturan populasi inang yang baik di lapangan.
Kata kunci : Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus, Acerophagus papayae.

ANALISIS KUANTITATIF POTENSI Acerophagus papayae
NOYES & SCHAUFF (HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE),
PARASITOID KUTU PUTIH PEPAYA


YOHANES UMBU REBU

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Pudjianto, MS

Judul

: Analisis Kuantitatif Potensi Acerophagus papayae Noyes &
Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae), Parasitoid Kutu Putih
Pepaya


Nama

: Yohanes Umbu Rebu

NRP

: A351080041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir Aunu Rauf, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. I Wayan Winasa, MS
Anggota

Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS
Anggota


Diketahui

Ketua Mayor Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul “Analisis Kuantitatif
Potensi Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae),

Parasitoid Kutu Putih Pepaya” dapat terselesaikan.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setulusnya kepada:
1. Prof Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi dan Dr. Ir.
Budi Kuncahyo, MSi. Selaku komisi pembimbing atas kesabaran dalam
membimbing dan mendidik dalam pembentukan kepribadian serta
mengarahkan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
2. Pak Wawan, atas kebersamaan dan bantuannya dalam proses penelitian di
Laboratorium Ekology Predator. Rekan-rekan mahasiswa mayor entomologi
angkatan 2008: Mia, Yani, Nella, Dedi, Pak Gatot, Pak Aser, Kak Betty dan
Kiki teman-teman mahasiswa mayor fitopatologi angkatan 2008: Linda, Tri
dan Mbak Pipit serta rekan-rekan pemodelan di Fahutan atas persaudaraan,
dukungan, bantuan dan kerjasamanya selama di IPB.
3. Pak Sodik yang turut membantu dan dalam pelaksanaan penelitian di
laboratorium.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang terkasih kepada
Bapak, kedua Ibuku, adik-adikku di kampung serta ponakan atas dukungan, doa,
kasih sayang dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis untuk bisa
menyelesaikan studi di IPB. Tak ada yang dapat penulis berikan kepada seluruh

pihak yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan, bimbingan dan
pengorbanan kecuali doa yang selalu penulis panjatkan semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semuanya. Akhirnya
penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

Bogor, Oktober 2011
Yohanes Umbu Rebu

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………..

xiii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………

xiv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………


xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang .………………………………………………….
Tujuan ………………………………………………………........
Manfaat…………………………………………………………...
TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Kutu Putih Pepaya……. ……………………….........
Gejala Serangan ..………………………………………………...
Parasitoid Acerophagus papayae……………………………………..
Penggunaan Parasitoid Dalam Pengendalian Hayati ...………….
Lama Perkembangan, Lama Hidup dan Kapasitas Reproduksi…..
Tanggap Fungsional dan Pendekatan Pemodelan………...………
Dinamika Interaksi Inang-Parasitoid……………………………..
Pemodelan Sistem Dinamik Stella………………………………..

1
2
2

3
4
4
5
6
7
8
10

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu ………………………………………………
Metode Penelitian ……………………………………………….
Pembiakan Kutu Putih Pepaya……………………………
Penyiapan Parasitoid di Laboratorium……………………
Pelaksanaan Percobaan …………………………………..
Analisis Data ……………………………………………..
Sumber Data dan Formulasi Model Konseptual…………
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebugaran Parasitoid A. papayae………………………………...
Lama Perkembangan, Kapasitas Reproduksi dan Nisbah kelamin.
Tanggap Fungsional ……………………………………………..
Model Simulasi Dinamika Populasi KPP dan Parasitoid A.
papayae…..……………………………………………………….

11
11
11
12
13
17
18
21
23
26
30

KESIMPULAN ..………………………………………………………...

47

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………

48

LAMPIRAN ……………………………………………………………..

51

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Lama Hidup dan Tingkat Parasitisasi A. Papayae.....................

21

2

Parameter Biologi A. papayae……... …………………………..

23

3

Rataan Inang terparasit A. papayae pada berbagai kerapatan
inang………………………….………………………… ……..

26

4

Hasil Analisis Regresi Logistik proporsi terparasit …………….

26

5

Nilai penduga parameter a dan Th ……………………………..

28

6

Simbol dan deskripsi parameter …...…………………………..

35

7

Parameter biologi KPP …………………………………………

36

8

Parameter sensitivitas model ………………………………………

43

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1

Pembiakan kutu putih pepaya......................................................

11

2

Penyiapan parasitoid di Laboratorium ……... ………………….

12

3

Tabung pyrex dan botol plastik silinder ………………………..

15

4

Bagan alir model konseptual interaksi inang-parasitoid……….

20

5

Rataan pemunculan keturunan pada superparasitisme………….

22

6

Imago A. papayae ………………………………………………

23

7

Rataan nilai pengamatan yang di parasit ………………………...

27

8

Kurva tanggap fungsional……………………………………......

27

9

Fase perkembangan KPP ………………………………………..

30

10 Fase perkembangan dan A. papayae………………………………....

31

11 Interaksi antar sub model………………………………………...

32

12 Respon populasi terhadap tanaman inang…………………….......

42

13 Respon fungsional terhadap kerapatan populasi………………....

43

14 Model hasil induksi tanggap fungsional KPP dan parasitoid ……

44

15 Grafik scatterplot hubungan antara kerapatan inang dan parasitoid
betina A. papayae…………………………………………………………

44

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2

Tabel lampiran hasil analisis SAS tanggap fungsional tipe II Non
51
Random……………………………………………………………………
Tabel lampiran hasil analisis SAS tanggap fungsional tipe I Random
53

3

Hasil pengumpulan mumi dari lapangan…….……………………..........

55

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera:
Pseudococcidae) atau kutu putih pepaya (KPP) merupakan organisme hama yang
menyerang tanaman pepaya dan berbagai tanaman bernilai ekonomi penting
lainnya. Kutu putih pepaya diketahui pertama kali menyerang tanaman pepaya di
Bogor pada tahun 2008. Hama baru ini menyebabkan kerusakan pada sejumlah
sentra pertanaman pepaya di Indonesia. Di Boyolali, Jawa Tengah, lima
kecamatan dengan luas perkebunan pepaya 350 ha terserang KPP dan
menyebabkan penurunan produksi hingga 60% (Kompas 2009). Menurut survei
Muniappan (2010) hama ini telah menyebar sampai ke pulau Bali dan Sulawesi,
demikian pula laporan Kompas (2009) menyebutkan P. marginatus telah
menyebar di tiga belas provinsi di Indonesia.
Kutu putih pepaya merupakan hama polifag. Hama ini memiliki inang lebih
dari 55 jenis tanaman seperti pepaya, alpukat, jeruk nipis, kembang sepatu,
kamboja, kapas, tomat, lada, ubi jalar, ubi kayu, mangga, terung, delima, jarak dan
kacang-kacangan (Walker et al. 2003). Hama ini menyerang tanaman dengan cara
menghisap jaringan tanaman pada bagian pucuk, daun, ranting atau buah sehingga
mengakibatkan

pertumbuhan

mengakibatkan

jaringan

menjadi

tanaman

yang

terhambat,

pada

serangan

terserang

akan

mengering

berat
dan

menyebabkan keguguran pada buah. Selain menghasilkan embun madu, kutu
putih pepaya juga menghasilkan toksin yang menyebabkan pertumbuahan
tanaman menjadi kerdil, daun berwarna kekuningan dan penampilan abnormal
(Miller & Miller 2002; Heu et al. 2007; Rauf 2008). Akibat serangan hama ini
petani pepaya mengalami kerugian sampai 80% karena tanaman mati sebelum
panen berakhir, dan petani hanya sempat memanen dua kali dari yang biasanya 15
kali (Rauf 2008). Pengendalian KPP dengan pestisida sintetik tidak memberikan
hasil yang nyata (Meyerdirk et al. 2004). Hal ini disebabkan P. marginatus
terlindungi oleh lapisan lilin baik pada kantung telur dan nimfanya (Heu et al.
2007).

Di Indonesia, sejak adanya serangan KPP pada tahun 2008, berbagai
upaya pengendalian telah dilakukan. Namun upaya pengendalian masih terbatas
pada penggunaan insektisida. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan predator
dan parasitoid belum banyak dilakukan. Predator yang dilaporkan berasosiasi
dengan KPP umumnya merupakan predator generalis. Berdasarkan pengamatan
lapangan dan pengumpulan KPP selain predator dijumpai juga parasitoid yang
berasosiasi dengan KPP. Berdasarkan identifikasi Dr. Gregory Hamilton dari
USDA, parasitoid tersebut adalah Acerophagus papayae Noyes & Schauf. A.
papayae merupakan salah satu parasitoid famili Encyrtidae yang digunakan
sebagai agen pengendali hayati KPP selain Anagyrus loecki dan Pseudleptomastix
mexicana (Meyerdirk et al. 2004; Heu et al. 2007; Amarasekare et al. 2010).
Oleh karena itu parasitoid A. papayae memiliki potensi besar sebagai
agens hayati untuk mengendalikan KPP, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai aspek-aspek biologi penting yang berkaitan dengan potensi yang
dimilikinya serta melakukan simulasi pemodelan sederhana untuk membantu
melakukan analisis potensi A. papayae sebagai agen pengendalian hayati KPP.

Tujuan
1) Menentukan perkembangan, lama hidup dan kapasitas reproduksi
parasitoid Acerophagus papayae.
2) Menentukan tanggap fungsional dan pengaruh parasitisasi parasitoid
terhadap dinamika populasi kutu putih pepaya.
3) Menganalisis kefektifan parasitoid melalui pemodelan sederhana interaksi
kutu putih pepaya dan parasitoid Acerophagus papayae.

Manfaat
Sebagai informasi dasar tentang potensi parasitoid A. papayae dalam
pengendalian hayati KPP bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
maupun dalam pengambilan keputusan pengendalian hama KPP secara efektif dan
efisien..

TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Kutu Putih Pepaya
Kutu putih papaya (KPP), Paracoccus marginatus Williams & Granara de
Willink (Hemiptera:Pseudococcidae), merupakan hama yang berasal dari
Meksiko. . Daerah persebarannya meliputi kepulauan Karibia dan secara invasif
menyebar ke beberapa negara terdekat di kawasan Amerika Selatan. Kutu putih
pepaya dilaporkan pertama kali menjadi hama penting pada tanaman pepaya di
Barbados, Puerto Rico (2001), Guam (2002), Palau (2003) dan Maui (2004),
Oahu (2005), Kauai (2006), Puna (2007), dan menyebar secara invasif ke
beberapa negara terdekat di kepulauan pasifik

(Miller

& Miller

2002;

Meyerdirk et al. 2004 ; Heu et al. 2007).
P. marginatus merupakan serangga polifag, tercatat ada 22 famili tanaman
bernilai ekonomi dan tanaman lain yang diserang seperti Acacia, Acalypha,
Ananas, Annona, Bidens, Capsicum, Hibiscus, Ipomoea, Mangifera, Manihot,
Persea, Plumeria, Punica, Solanum dan Vigna (Muniappan et al. 2008). Imago
betina P. marginatus berwarna kuning, tidak bersayap, tubuhnya diselimuti
lapisan lilin berwarna putih, memiliki ukuran panjang tubuh 2.5 mm dan lebar 1.5
mm. Telur berwarna kuning kehijauan diletakkan

pada kantong telur yang

panjangnya 3–4 kali panjang tubuhnya dan diselimuti lapisan lilin putih. Adanya
lapisan lilin yang menutupi kantung telur P. marginatus menyebabkan beberapa
senyawa kimia seperti insektisida sulit menembus lapisan tersebut, demikian pula
pada pradewasa dan imago.
Imago jantan P. marginatus berwarna merah muda namun pada saat nimfa
instar pertama dan kedua berwarna kuning. Kutu jantan berbentuk oval dengan
panjang kira-kira 1.0 mm dan lebar

0.3 mm. KPP

jantan bersayap dan

mempunyai antena dengan 10 ruas. Nimfa instar kedua dan ketiga, KPP jantan
berbeda dengan spesies kutu lainnya yang dibedakan berdasarkan adanya setae
pada antena dan tungkai. Jantan P. marginatus hampir sama dengan Planococcus
citri (Risso) tetapi berbeda pada beberapa karakter yang ada pada abdomen ruas
pertama dan bentuk antena (Miller & Miller 2002).

KPP aktif pada kondisi panas dan kering, KPP betina bergerak lamban, dan
mampu meletakkan telur sebanyak 100– 600 butir selama 1–2 minggu. Telur
menetas kurang lebih setelah berumur 10 hari dan nimfa segera aktif mencari
makan. Nimfa betina terdiri dari 3 instar dan tidak berpupa. Siklus hidupnya
kurang lebih satu bulan tergantung pada keadaan suhu. KPP jantanmembentuk
kokon pada instar ke-4 dan mulai membentuk sayap pada akhir instar tersebut,
sehingga dapat terbang. Betina dewasa menarik jantan dengan mengeluarkan sex
feromon. Pada kondisi rumah kaca proses reproduksi KPP terjadi sepanjang
tahun (Miller & Miller 2002; Muniappan et al. 2008).
Gejala Serangan
Gejala serangan P. marginatus ditandai oleh adanya gumpalan lilin putih
pada bagian tanaman yang diserang, dan gumpalan tersebut biasanya makin
menebal menyelimuti bagian tanaman yang terserang. Kutu menyerang tanaman
dengan menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan tanaman dan menghisap
cairan. Kutu putih pepaya menghasilkan toksin yang menyebabkan daun tanaman
berwarna kekuningan, kerdil, dan terjadi perubahan bentuk abnormal

dan

menyebabkan daun dan buah gugur (Heu et al. 2007).
Pada keadaan serangan berat dapat menyebabkan kerusakan sepanjang
jaringan daun dan buah pepaya. KPP menghasilkan embun madu yang dapat
menjadi media

cendawan jelaga dan menutupi

jaringan tanaman sehingga

menyebabkan terjadi penghambatan proses fotosintesis tanaman (Meyerdik et al.
2004).
Parasitoid Acerophagus papayae
Taksonomi
Acerophagus papayae Noyes & Schauff

termasuk ke dalam Ordo

Hymenoptera, Super family Chalcidoidea dan Famili Encyrtidae. Parasitoid A.
papayae dinamakan

berdasarkan inang kutu putih

pada tanaman pepaya.

Parasitoid ini awalnya ditemukan pada P. marginatus di Amerika Tengah dan
dideskripsikan pertama kali oleh Noyes dan Schauff (2003).

Morfologi
Imago parasitoid betina A. papayae memiliki panjang tubuh (termasuk
ovipositor) yang bervariasi dari 0.58-0.77 mm. Kepala memiliki antenna yang
umumnya berwarna oranye kekuningan dan ocelli yang berwarna merah. Antena
memiliki 5 ruas funikel dengan pangkal klava berwarna agak kehitaman. Toraks
dan abdomen umumnya berwarna oranye kekuningan, tetapi abdomen di dekat
cercal plates dan bagian dorsal di sepanjang tepi posterior tergit berwarna coklat.
Ovipositor berwarna oranye kekuningan dengan bagian ujung yang berwarna
coklat. Imago jantan memiliki panjang berkisar antara 0.44-0.66 mm. Secara
keseluruhan imago jantan mirip dengan betina, tetapi pada imago jantan tidak
terdapat segmentasi pada klava dan berbeda pada alat kelaminnya (tidak terdapat
ovipositor) serta abdomen di bagian ujung tergit umumnya berwarna lebih gelap
dari imago betina (Noyes & Schauff 2003).
Penggunaan Parasitoid dalam Pengendalian Hayati
Parasitoid adalah istilah yang digunakan untuk kelompok serangga yang
memarasit serangga lain dan menyebabkan kematian serangga yang diparasit
(Godfray 1994). Dalam perkembangannya parasitoid hanya membutuhkan satu
inang, namun ada pula parasitoid berkembang secara gregarious pada satu inang.
Sebagian besar parasitoid yang digunakan dalam pengendalian hayati
tergolong dalam ordo Hymenoptera dan sebagian kecil adalah Diptera. Famili
pada ordo Hymenoptera yang banyak digunakan dalam pengendalian hayati
adalah Famili Braconidae dan Ichneumonidae (Superfamili Ichneumononidea)
dan Famili Eulophidae, Pteromalidae, Encyrtidae, dan Aphelinidae (Superfamili
Chalcidoidea) (Driesche & Bellows 1996).
Efikasi parasitoid dalam pengendalian hama dapat dinilai dari parasitisasi
parasitoid tersebut terhadap inangnya. Menurut Godfray (1994)

keefektifan

parasitoid dapat dinilai dengan beberapa kriteria, yaitu: (1) mempunyai daya cari
yang tinggi terutama saat populasi inang rendah, (2) kekhususan terhadap inang ,
(3) potensi berkembang biak yang tinggi yaitu keperidian dan fertilitas serta siklus

hidup yang pendek, (4) kisaran toleransi terhadap lingkungan yang lebar dan (5)
memiliki kemampuan memarasit terhadap berbagai instar inang.
Lama Perkembangan, Lama Hidup dan Kapasitas Reproduksi
Lama perkembangan, lama hidup dan kapasitas reproduksi merupakan
parameter penting untuk mengetahui potensi parasitoid dalam

pengendalian

hayati. Lama perkembangan parasitoid adalah waktu yang dibutuhkan sejak telur
diletakkan parasitoid betina sampai pemunculan, sedangkan lama hidup
ditentukan sejak pertama kali muncul sampai parasitoid betina mati. Keperidian
diketahui berdasarkan jumlah keturunan yang dihasilkan parasitoid betina selama
hidupnya. Keperidian yang tinggi dan lama hidup yang pendek merupakan
karakter penting parasitoid sebagai agenpengendali hayati. Sebagahagian besar
parasitoid ordo Hymenoptera merupakan arhenotoki, telur dapat berkembang baik
secara partenogenetik maupun melalui pembuahan. Telur yang dibuahi menjadi
diploid dan berkembang menjadi individu-individu betina dan telur yang tidak
dibuahi menjadi haploid dan berkembang

menjadi individu-individu jantan

(Clausen 1940).
Menurut stadia inang yang diserang, dapat dibedakan atas parasitoid telur,
parasitoid larva, parasitoid pupa dan parasitoid imago. Namun ada kategori antara
misalnya parasitoid telur-larva yakni parasitoid yang meletakkan telur pada telur
inang dan menyelesaikan perkembangannya pada stadia larva. Parasitoid ini
bersifat koinobion dan sebaliknya parasitoid idiobion yakni parasitoid yang
menyelesaikan perkembangan pada stadia inang yang diletaki telur (Godfray
1994).
Dalam suatu populasi kecenderungan betina untuk menghasilkan anak
betina lebih banyak daripada anak jantan akan menguntungkan populasi tersebut.
Menurut Charnov et al. (1981) parasitoid dapat memaksimalkan variasi ukuran
inang untuk alokasi keturunan, telur yang dibuahi atau diploid pada inang yang
besar dan telur yang tidak dibuahi pada inang yang kecil. Beberapa parasitoid
soliter, seleksi inang untuk peletakan telur ditentukan ukuran inang (Kouame &
Mackauer 1991). Parasitoid koinobion, merupakan parasitoid yang inangnya

masih dapat berkembang untuk beberapa lama setelah parasitisasi, seleksi inang
tidak hanya berdasar kualitas inang tetapi juga bagi pertumbuhan dan ketersediaan
nutrisi larva parasitoid (Rivero 2000).
Tanggap Fungsional dan Pendekatan Pemodelan
Tanggap

fungsional merupakan salah satu ukuran untuk menentukan

keefektifan suatu parasitoid dalam pengendalian hayati (Doutt 1973). Efektivitas
parasitoid dalam pengaturan populasi hama sangat tergantung pada kemampuan
pencarian inang dan penanganan inang dalam keadaan ekosistem yang berbeda
(Jervis 2005; Hassell 2000). Tanggap fungsional diklasifikasi oleh Holling (1959)
dalam Legaspi et al. 1996; Jervis 2005) ke dalam tiga tipe umum, yaitu tipe
tanggap fungsional linear (tipe I), hiperbolik (tipe 2) dan sigmoid (tipe 3).
Holling (1959) dalam Hassell 2000) mengasumsikan bahwa tanggap
fungsional tipe 2 merupakan khas invertebrata, sedangkan tanggap fungsional tipe
3 lebih sesuai untuk vertebrata predator yang memiliki kemampuan untuk
merespon peningkatan jumlah mangsa. Analisis tanggap fungsional biasanya
digunakan untuk membantu memprediksi potensi parasitoid dalam pengaturan
populasi inang (Hassell 2000). Kesuksesan parasitoid dalam pengendalian hayati
diketahui dari kemampuan parasitoid untuk membedakan inang yang terparasit
dan tidak terparasit,

menghindari superparasitisme dan memaksimalkan

penggunaan waktu dan energi untuk pencarian dan parasitasi inang (Godfray
1994).
Model Lotka-Volterra merupakan model kontinyu yang dinyatakan dalam
bentuk persamaan diferensial. Waktu adalah variabel kontinu pada keadaan
generasi tumpang tindih yang memungkinkan penggunaan persamaan diferensial
untuk mewakili dinamika (Hassell 2000). Secara historis, kebanyakan model
interaksi inang-parasitoid secara luas dibingkai dalam sistem model diskrit
Nicholson-Bailey (Mills & Getz 1996). Model interaksi inang-parasitoid dengan
waktu diskrit umumnya tidak sesuai untuk serangga yang memiliki pertumbuhan
populasi secara tumpang tindih pada setiap generasi perkembangan (Hassell
2000).

Dinamika Populasi Interaksi Inang-Parasitoid
Dinamika populasi serangga hama-parasitoid merupakan hal menarik yang
banyak menginspirasi teori ekologi dan evolusi perilaku parasitoid dari waktu ke
waktu. Menurut Godfray (1994) studi perilaku reproduksi parasitoid dan
pemodelan merupakan dasar untuk memahami evolusi perilaku parasitoid terkait
seleksi inang, fekunditas, dan sex rasio. Simulasi pemodelan interaksi inangparasitoid merupakan salah satu metode pendekatan untuk memahami perilaku
parasitoid dan serangga hama yang mempengaruhi dinamika populasi (Godfray
1994; Jervis 2005).
Hasil kajian Mills dan Getz (1996), menyatakan bahwa kerangka untuk
model interaksi inang-parasitoid dalam perkembangannya saat ini menggunakan
variasi waktu model kontinu Lotka-Volterra dan model diskrit Nicholson-Bailey.
Formulasi dasar model diskrit Nicholson Bailey :
Xt+1 =  Xt
Yt+1 = Xt {1 −

}

Xt dan Xt +1, dan Yt dan Yt +1 adalah kerapatan populasi inang dan parasitoid
pada generasi t dan t +1 beruturut-turut, λ adalah laju pertumbuhan populasi inang,
dan e-ayt merupakan fungsi dari populasi inang tidak terparasit dengan ‘a’
mewakili proporsi inang pada lingkungan yang dapat ditutupi oleh parasitoid
selama hidupnya atau merupakan konstanta efisiensi pencarian inang (searching
efficiency).
Hassell (2000) menyatakan bahwa, model Nicholson-Bailey secara inheren
tidak stabil, demikian pula kombinasi formulasi model Lotka-Volterra dan model
diskrit Nicholson Bailey. Interaksi dititik kesetimbangan tidak stabil, sering
disertai dengan amplitudo besar dan osilasi pada inang-parasitoid. Osilasi ini
yang mendorong kedua populasi ke kepadatan yang rendah, hal ini juga dapat
ditafsirka kedua populasi dapat mengarah tumbuh tanpa terikat (Mills dan Getz
1996). Sebaliknya pada sistem alami predator-mangsa atau parasitoid-inang tidak
demikian, parasitoid yang memiliki perilaku unik pengaturan populasi sendiri

(Jervis 2005). Bentuk lebih umum model Nicholson-Bailey dikembangkan oleh
May dan Hassell (1988):
Xt+1 = d(Xt) Xt f(Xt, Yt)
Yt+1 = cXt {1 − f(Xt, Yt)}
d (Xt) adalah laju reproduksi pertumbuhan populasi inang, f(Xt, Yt) adalah
proporsi populasi inang yang tidak terparasit dan c menunjukkan parasitoid yang
dapat berkembang dari inang terparasit. Proporsi inang tidak terparasit f (Xt, Yt)
dapat dirumuskan untuk memasukkan faktor waktu penanganan dan terpaut
kepadatan

untuk

meningkatkan

stabilitas

model.

Pada

generasi

overlapping/tumpang tindih model yang lebih tepat menurut
(1996) adalah

model

pertumbuhan

populasi

secara

inang

Mills & Getz

kontinu

dengan

persamaan diferensial (Lotka-Volterra) :
dX/dt = rX − aXY
dY/dt = aXY − δY
X dan Y menyatakan kepadatan populasi inang dan parasitoid betina
berturut-turut, r(X) adalah laju peningkatan per kapita, δ rerata kematian
parasitoid dan γ menyatakan konversi inang terhadap parasitoid. Proporsi inangparasitoid mengikuti type II tanggap fungsional Xt(X,Yt) sebagai keadaan inangparasitoid memiliki pertumbuhan diskrit dengan persamaan
Xt(X,Yt)=Xt 1 −

[−

/(

+

))] /

; (0≤

≥1)

Tipe II tanggap fungsional dikombinasikan dengan pencarian inang

model Nicholson Bailey dan distribusi parasitoid pada setiap generasi dengan
persamaan (Mills dan Getz 1996):
Xt+1 =  Xt f (Є)
Yt+1 = cXt [1-f(Є)]
Rerata kontak dengan inang :
Є=aβYt/(β+aXt)
Simbol‘a’adalah efisiensi searching parasitoid atau laju pencarian oleh
predator/parasitoid per satuan waktu pencarian, β adalah percapita fecundity

parasitoid, c rerata fraksi pemunculan parasitoid betina per kepadatan inang dan
f(•) adalah fungsi dari proporsi inang tidak terparasit pada setiap generasi. Teknik
analitis stabilitas model Hassell (1978) dengan pendekatan pemodelan spasial
dikenal sebagai teknik clumping parameter k. Menurut Getz dan Mills (1996)
teknik clumping parameter k merupakan bentuk umum negative binomial :
( Є) =

1

Є

Fungsi ( Є) , dimana k>0 merupakan nilai aggregasi parameter k. Implikasi
pada persamaan Hassell menurut Mills dan Getz (1996) tingkat nilai aggregasi
interaksi inang-parasitoid akan mengikuti osilasi pada perubahan nilai k (0