Ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid acerophagus papayae noyes schauff (Hymenoptera: granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) Encyrtidae) pada paracoccus marginatus williams

(1)

CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID

Acerophagus papayae Noyes & Schauff (HYMENOPTERA:

ENCYRTIDAE) PADA Paracoccus marginatus Williams &

Granara de Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

SUSI SUTARDI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ABSTRAK

SUSI SUTARDI. Ciri Morfologi dan Siklus Hidup Parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO dan DEWI SARTIAMI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae pada P. marginatus. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan mengambil P. marginatus yang terparasit dari lapangan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Imago parasitoid A. papayae betina yang muncul dimasukkan ke dalam kurungan plastik yang di dalamnya terdapat nimfa instar kedua P. marginatus. Untuk mengamati ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid, nimfa P. marginatus yang terparasit dipelihara pada daun pepaya yang ada pada tanaman kemudian, dilakukan pembedahan setiap hari. Untuk mengamati waktu kemunculan imago parasitoid, nimfa P. marginatus yang terparasit dipelihara dalam tabung reaksi. Imago parasitoid A. papayae (betina dan jantan) secara umum berwarna oranye kekuningan dengan sayap yang transparan. Imago parasitoid A. papayae betina dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati bentuk antena, warna abdomen dan alat kelaminnya. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarate. Siklus hidup parasitoid A. papayae umumnya berkisar 13-15 hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik betina maupun jantan, adalah pada kisaran jam 06.00-09.00 WIB dengan nilai persentase lebih dari 85%. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina yang diberi madu rata-rata adalah 7,55 ± 2,54 hari dan lama hidup imago parasitoid A. papayae jantan rata-rata 7,25 ± 3,06 hari. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar 1-3 hari.


(3)

CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID

Acerophagus papayae Noyes & Schauff (HYMENOPTERA:

ENCYRTIDAE) PADA Paracoccus marginatus Williams &

Granara de Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

SUSI SUTARDI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(4)

Judul Skripsi : Ciri Morfologi dan Siklus Hidup Parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae)

Nama : Susi Sutardi NIM : A34062589 Program Studi : Proteksi Tanaman

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. Dra. Dewi Sartiami, M.Si. NIP. 19580825 198503 1 002 NIP. 19641204 199103 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP. 19640204 199002 1 002


(5)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah kepada Allah Yang Maha Pengasih atas rahmat dan izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi, dengan judul Ciri Morfologi dan Siklus Hidup Parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae).

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih juga kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS. sebagai dosen penguji tamu dan Ir. Djoko Prijono, M.Agr.Sc. atas saran dalam perbaikkan penulisan skripsi. Terimakasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Edi Sutardi, Ibunda Teriah, Kakak Siti Mulya Sutardi dan Adik Dian Tardiansyah Saputra atas dukungan, doa dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang paling baik.

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan skripsi, terutama kepada Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB atas bantuan penyediaan tanaman pepaya, keluarga besar Laboratorium Bioekologi Parasitoid & Predator dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman Wisma Aisyah Bara 6 dan teman-teman-teman-teman PTN 43 atas bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan informasi yang terkait.

Bogor, Februari 2011 Susi Sutardi


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 29 Oktober 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Edi Sutardi dan Ibu Teriah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Cirebon pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah, penulis mengikuti Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB (2006/2007) sebagai pimpinan redaksi majalah dinding (Mading), Anggota Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB (2007) dan Pengurus Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) IPB (2008). Penulis melakukan Magang Kerja di Laboratorium Biosistematika Serangga (2008) dan menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman (2010). Penulis juga mengikuti Training for Indonesian and Austrian Students in Tropical Ecology and Rapid Biodiersity Assesment pada tahun 2010.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……… vii 

DAFTAR GAMBAR………... viii 

DAFTAR LAMPIRAN……….... ix 

PENDAHULUAN……… 1 

Latar Belakang………. 1 

Tujuan Penelitian……….. 2 

Manfaat Penelitian ... 3 

TINJAUAN PUSTAKA………... 4 

Kutu Putih Pepaya ... 4 

Taksonomi ... 4 

Morfologi ... 4 

Biologi ... 5 

Kisaran Inang ... 6 

Daerah Persebaran ... 6 

Parasitoid Acerophagus papayae ... 7 

Taksonomi ... 7 

Morfologi ... 7 

Peranan ... 7 

Morfologi Encyrtidae Pradewasa ... 8 

BAHAN DAN METODE………. 10 

Tempat dan Waktu ... 10 

Suhu dan Kelembaban Udara ... 10 

Metode Penelitian ... 10 

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pepaya ... 10 

Perbanyakan Kutu Putih Pepaya ... 11 

Penyiapan Parasitoid A. papayae ... 11 

Pengamatan Siklus Hidup dan Ciri Morfologi Parasitoid A. papayae . 12 

Pengamatan Lama Hidup Parasitoid A. papayae ... 12 

Rancangan Percobaan dan Pengolahan Data ... 13 

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14 

Gejala Parasitisasi ... 14 

Ciri-ciri Morfologi Parasitoid A. papayae ... 15 

Telur ... 15 

Larva ... 16 


(8)

Pupa ... 17 

Imago ... 18 

Siklus Hidup dan Reproduksi Parasitoid A. papayae ... 19 

Lama Hidup Imago Parasitoid A. papayae ... 21 

Perilaku Imago Parasitoid A. papayae ... 23 

Waktu Kemunculan ... 23 

Kopulasi ... 23 

Oviposisi ... 24 

Kesimpulan ... 25 

DAFTAR PUSTAKA ... 26 


(9)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Ukuran imago parasitoid A. papayae ... 19 2 Perkiraan lama stadium parasitoid A. papayae ... 20 3 Lama hidup imago parasitoid A. papayae dengan makanan

madu 40% dan tanpa madu ... 22 4 Waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae ... 23


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Daun tanaman pepaya yang dikurung ... 11

2 Nimfa kutu putih pepaya yang terparasit ... 15

3 Telur parasitoid A. papayae ... 15

4 Larva parasitoid A. papayae ... 16

5 Parasitoid A. papayae ... 17

6 Imago parasitoid A. papayae ... 18


(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Uji t ukuran imago parasitoid A. papayae ... 29 2 Uji t lama hidup imago parasitoid A. papayae ... 31 3 Analisis ragam waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae ... 33


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama polifag yang berasal dari Amerika Tengah. Di Meksiko, kutu putih pepaya hidup pada tanaman singkong. Di daerah asalnya, kutu putih pepaya tidak menimbulkan kerusakan yang serius diduga karena terdapat musuh alami endemik. Pada tahun 1994, kutu putih pepaya menyebar ke Karibia dan telah menyebar dengan cepat di seluruh kepulauan tersebut (Miller et al. 1999). Setelah peristiwa itu, kutu putih pepaya dilaporkan telah menyebar di lebih dari 50 negara (Thangamalar et al. 2010), antara lain USA (Florida 1998 & Hawai 2004-2006), Guam (2002), Republik Palau (2003), India (2007), dan Indonesia (2008) (Walker et al. 2003; Meyerdirk et al. 2004; Muniappan et al. 2006; Heu et al. 2007; Muniappan et al. 2008; Thangamalar et al. 2010). Di daerah persebarannya tersebut, kutu putih pepaya mengakibatkan kerusakan yang serius pada tanaman pepaya, kembang sepatu, kamboja dan tanaman lainnya (Meyerdirk et al. 2004).

Keberadaan kutu putih pepaya di Indonesia pertama kali dilaporkan pada Mei 2008 oleh peneliti dari Integrated Pest Managemen Collaborative Research Support Program (IPM CRSP) pada pohon pepaya di Kebun Raya Bogor (Muniappan et al. 2008). Setelah adanya laporan hama ini, kutu putih pepaya dilaporkan merusak sejumlah sentra pertanaman pepaya di Indonesia, antara lain di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Rancabungur, Bogor. Hama ini menyebabkan ribuan pohon pepaya mati sehingga petani mengalami kerugian yang besar (Koran Tempo 2008). Di Boyolali, Jawa Tengah, 60% dari 430.000 pohon pepaya mati akibat serangan hama tersebut. Keberadaan kutu putih pepaya dilaporkan telah menyebar di tiga belas provinsi di Indonesia (Koran Kompas 2009).

Kutu putih pepaya dilaporkan telah menyerang 20 famili tanaman, mencakup tanaman yang bernilai ekonomi maupun gulma (Ben-Dov 2010). Tanaman pepaya merupakan tanaman inang yang paling banyak diserang (Muniappan et al. 2008). Hal ini didasarkan pada tingkat infestasi kutu putih


(13)

2

pepaya yang tinggi dan serangan yang parah pada tanaman tersebut (Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008).

Kutu putih pepaya mengeluarkan racun ketika mengambil nutrisi dari tanaman inang sehingga mengakibatkan malformasi daun, klorosis, daun mengering serta daun dan buah muda rontok. Kutu putih pepaya juga mengeluarkan embun madu yang dapat memicu pertumbuhan cendawan jelaga. Pertumbuhan dan perkembangan cendawan jelaga yang menutupi daun tanaman akan menghambat proses fotosintesis. Infestasi kutu putih pepaya yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Heu et al. 2007).

Pengendalian kutu putih pepaya dengan menggunakan pestisida sintetik tidak menunjukkan hasil yang nyata (Meyerdirk et al. 2004). Selain itu, penggunaan pestisida sintetik juga dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap manusia maupun lingkungan. Di beberapa negara seperti USA, Guam dan Republik Palau, pengendalian telah dilakukan dengan mendatangkan musuh alami berupa parasitoid A. papayae, Anagyrus loecki, dan Pseudleptomastix mexicana (Hymenoptera: Encyrtidae). Parasitoid A. papayae menunjukkan hasil yang baik dalam mengendalikan kutu putih pepaya di lapangan (Meyerdirk et al. 2004; Muniappan et al. 2006; Amarasekare et al. 2009).

Pemanfaatan parasitoid A. papayae untuk mengendalikan kutu putih pepaya memerlukan informasi dasar mengenai biologi dan ekologi parasitoid tersebut, termasuk ciri-ciri morfologi dan siklus hidupnya. Ciri-ciri biologi A. papayae, terutama morfologi pradewasa dan perkiraan lama perkembangan tiap fase masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian tentang tahapan perkembangan parasitoid A. papayae perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae pada P. marginatus.


(14)

Manfaat Penelitian

Informasi tentang ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam identifikasi dan pengembangan strategi pemanfaatan parasitoid A. papayae sebagai agen pengendali P. marginatus.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu Putih Pepaya Taksonomi

Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink termasuk dalam Ordo Hemiptera, Superfamili Coccoidea dan Famili Pseudococcidae. Kutu putih pepaya pertama kali diidentifikasi di Meksiko pada tahun 1967, yang kemudian diyakini sebagai hama asli Amerika Tengah (Miller et al. 1999). Kutu putih pepaya pertama kali dideskripsi oleh Williams dan Granara de Willink pada tahun 1992. Spesimen kutu putih yang dikumpulkan berasal dari wilayah tropis di Belize, Costa Rica, Guatemala dan Meksiko (Williams dan Granara de Willink 1992). Pada tahun 2002, Miller dan Miller mendeskripsikan kembali kutu putih pepaya tersebut (Miller dan Miller 2002).

Morfologi

Imago betina kutu putih pepaya berwarna kuning dan dilapisi oleh lilin putih yang tidak terlalu tebal menutupi tubuhnya. Imago betina memiliki rangkaian filamen lilin pendek di sepanjang bagian tepi tubuh dan kantung telur berkembang di abdomen posterior bagian ventral. Imago jantan kutu putih pepaya memiliki sepasang sayap. Jenis kelamin serangga ini pada nimfa instar pertama belum dapat dibedakan. Kutu putih pepaya jantan pada nimfa instar kedua biasanya berwarna merah muda dan terkadang kuning (Miller dan Miller 2002).

Nimfa instar pertama kutu putih pepaya berukuran panjang rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm. Nimfa instar kedua betina berwarna kuning dengan panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,5-0,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm. Tubuh nimfa instar ketiga betina berukuran panjang rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm. Tubuh imago betina berukuran panjang rata-rata 2,2 mm dengan kisaran 1,5-2,7 mm dan lebar rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm (Miller dan Miller 2002).


(16)

Tubuh nimfa instar kedua kutu putih pepaya jantan berukuran panjang rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,6 mm. Nimfa instar ketiga jantan disebut prapupa, dengan panjang tubuh rata-rata 0,9 mm dengan kisaran 0,8-1,1 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Nimfa instar keempat jantan disebut pupa, dengan panjang tubuh rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,0 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Tubuh imago jantan berukuran panjang rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,1 mm dan lebar pada toraks rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm (Miller dan Miller 2002).

Biologi

Individu betina dan jantan kutu putih pepaya mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda. Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga dan stadium imago. Imago betina kutu putih pepaya tidak memiliki sayap. Individu jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa dan instar keempat berupa pupa serta imago yang memiliki sepasang sayap (Miller dan Miller 2002).

Lama perkembangan tiap stadium kutu putih pepaya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama suhu dan tanaman inang. Friamsa (2009), melaporkan bahwa pada suhu rata-rata 29,3 ± 0,6 °C dengan kelembaban rata-rata 56,2 ± 4,7 °C, rata-rata lama perkembangan setiap stadium P. marginatus pada tanaman pepaya adalah stadium telur selama 6,97 ± 0,93 hari, nimfa instar pertama selama 4,00 ± 0,71 hari. Nimfa instar kedua betina selama 3,74 ± 0,67 hari, nimfa instar kedua jantan selama 4,12 ± 0,83 hari, nimfa instar ketiga betina selama 4,00 ± 0,74 hari, nimfa instar ketiga jantan atau prapupa selama 2,25 ± 1,03 hari dan nimfa instar keempat atau pupa jantan selama 4,86 ± 1,21 hari. Lama hidup imago P. marginatus betina adalah 13,18 ± 2,70 dan imago jantan 3,00 hari. Rata-rata fekunditas P. marginatus adalah 233,27 ± 62,74 butir per induk.


(17)

6

Kisaran Inang

Kutu putih pepaya merupakan hama yang bersifat polifag. Hama tersebut dilaporkan telah menyerang 20 famili tanaman, termasuk tanaman yang bernilai ekonomi maupun gulma. Tanaman inang tersebut antara lain, famili Annonaceae (Annona muricata dan Annona squamosa), Apocynaceae (Plumeria alba dan Plumeria rubra), Asteraceae (Ambrosia cumanensis dan Parthenium hysterophorus), Caricaceae (Carica papaya), Convolvulaceae (Ipomoea carnea), Euphorbiaceae (Acalypha wilkesiana, Jatropha integerrima, Manihot chloristica, Manihot esculenta dan Ricinus communis), Fabaceae (Acacia sp., Bauhinia sp., Cajanus cajan, Erythrina abyssinica, Gliricidia sepium, Mimosa pigra dan Tetramnus labialis), Malvaceae (Hibiscus rosa-sinensis, Malvasicus arboreus dan Sida sp.), Poaceae (Uniola paniculata dan Zea mays), Rutaceae (Citrus paradisi) dan Solanaceae (Cestrum nocturnum dan Solanum melongena) (Ben-Dov 2010). Di Indonesia, selain tanaman pepaya terdapat 21 spesies tanaman inang yang terserang kutu putih pepaya. Tanaman inang tersebut antara lain, Ipomoea aquatica Forsk, Jatropha curcas L, Manihot esculenta Caratz, Psidium guajava L, dan Solanum lycopersicum L. (Sartiami et al. 2009).

Daerah Persebaran

Keberadaan kutu putih pepaya di Indonesia dilaporkan telah menyebar di tiga belas provinsi. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Departemen Pertanian melaporkan bahwa P. marginatus sudah menyebar di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Bali (Kompas, 10 November 2009). Di Jawa Barat, daerah persebarannya meliputi Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Majalengka, Kota Bogor dan Kota Depok (Sartiami et al. 2009; Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008) .

Di Kabupten Bogor, daerah persebarannya meliputi Kecamatan Gunung Putri, Sukaraja, Cigombong, Dramaga, Rancabungur, Cijeruk, Ciburui, Cibinong, dan Bojonggede. Di Kabupaten Sukabumi persebarannya meliputi Kecamatan Cicurug dan Cidahu. Di Kota Depok kutu putih pepaya telah ditemukan di Kecamatan Beji dan Pancoran Mas. Di wilayah DKI Jakarta kutu putih pepaya


(18)

ditemukan di Jakarta Selatan yaitu di Kecamatan Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu dan Senayan. Di Propinsi Banten kutu putih pepaya dilaporkan telah ditemukan di Kabupaten Banten (Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008).

Parasitoid Acerophagus papayae

Taksonomi

Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera, Super Famili Chalcidoidea dan Famili Encyrtidae. Parasitoid A. papayae dinamai berdasarkan inang kutu putih tersebut yaitu tanaman pepaya. Parasitoid ini awalnya ditemukan pada P. marginatus di Amerika Tengah dan dideskripsikan untuk pertama kalinya oleh Noyes dan Schauff (2003).

Morfologi

Imago parasitoid betina A. papayae memiliki panjang tubuh (termasuk ovipositor) yang bervariasi dari 0,58-0,77 mm. Kepala memiliki antena yang umumnya berwarna oranye kekuningan dan ocelli yang berwarna merah. Antena memiliki 5 ruas funikel dengan pangkal klava berwarna agak kehitaman. Toraks dan abdomen umumnya berwarna oranye kekuningan, tetapi abdomen di dekat cercal plates dan bagian dorsal di sepanjang tepi posterior tergit berwarna coklat. Ovipositor berwarna oranye kekuningan dengan bagian ujung yang berwarna coklat. Imago jantan memiliki panjang berkisar antara 0,44-0,66 mm. Secara keseluruhan imago jantan mirip dengan imago betina, tetapi pada imago jantan tidak terdapat segmentasi pada klava dan berbeda pada alat kelaminnya (tidak terdapat ovipositor) serta abdomen di bagian ujung tergit umumnya berwarna lebih gelap dari imago betina (Noyes dan Schauff 2003).

Peranan

Di beberapa negara persebaran hama P. marginatus, pengendalian hama tersebut telah dilakukan dengan mendatangkan musuh alami dari negara asalnya,


(19)

8

salah satunya adalah parasitoid A. papayae. Parasitoid A. papayae mempunyai persentase parasitisasi sebesar 59,6% pada nimfa instar kedua P. marginatus (Amarasekare et al. 2009). Parasitoid A. papayae menunjukan hasil yang sangat baik dalam mengurangi populasi P. marginatus yaitu dapat menurunkan populasi P. marginatus lebih dari 99% di Guam (Meyerdirk et al. 2004).

Morfologi Encyrtidae Pradewasa

Famili Encyrtidae menampakkan keragaman yang sangat tinggi dalam bentuk tahapan pradewasa dan mengalami modifikasi adaptif yang sempurna. Dua tipe telur yang umum pada Famili Encyrtidae adalah tipe stalked (bertangkai) dan tipe encyrtiform. Telur tipe stalked mempunyai struktur seperti tabung yang memanjang pada salah satu ujungnya, sedangkan telur tipe encyrtiform merupakan modifikasi adaptif dari tipe bertangkai dan dibedakan oleh adanya aeroscopic plate yang memanjang pada tangkai telur (Clausen 1940).

Jumlah instar larva Encyrtidae bervariasi antara dua sampai lima. Bentuk larva sangat beragam pada instar satu dan selanjutnya cenderung menjadi lebih seragam ketika larva mencapai instar akhir. Berdasarkan modifikasi morfologi dan kaitannya dengan fungsinya, bentuk larva instar satu yang berkembang secara monoembrioni dapat dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu hymenopteriform, encyrtiform, caudate, dan vesiculate. Tubuh larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya. Dalam perkembangannya, larva mengalami beberapa ganti kulit tanpa mengalami banyak perubahan pada ciri-ciri utamanya. Larva tipe encyrtiform, yang berasosiasi dengan telur tipe encyrtiform, mempunyai tubuh yang terdiri dari 10-11 ruas. Pada ruas terakhir terdapat sepasang spirakel. Empat atau lima ruas terakhir biasanya diselimuti oleh bekas kulit telur. Bekas kulit tetap ada pada sebagian besar tingkat perkembangannya. Larva tipe caudate berasosiasi dengan telur tipe stalked yang dicirikan oleh berkembangnya ruas terakhir abdomen menjadi organ seperti ekor yang kadang-kadang melebihi panjang tubuhnya. Dalam perkembangannya, ekor tersebut berkurang ukurannya pada instar dua dan tidak tampak lagi pada instar tiga. Larva tipe vesiculate mirip dengan tipe hymenopteriform, tetapi terdapat penggentingan


(20)

pada abdomen sehingga membentuk kantung kauda. Larva tipe ini jarang ditemukan pada serangga dari Famili Encyrtidae (Clausen 1940).


(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid & Predator dan Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai April sampai dengan November 2010.

Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu udara minimum di dalam laboratorium berkisar dari 23,0-26,0 °C dan suhu udara maksimum berkisar dari 26,0-32,0 °C dengan rata-rata suhu udara 26,4 °C. Suhu udara minimum di luar ruangan laboratorium berkisar dari 25,0-29,9 °C dan suhu udara maksimum berkisar antara 31,3-33,8 °C dengan rata-rata suhu udara 29,4 °C. Kelembaban udara minimum berkisar antara 43-58% dan kelembaban maksimum berkisar antara 74-89% dengan rata-rata kelembaban 67,2%.

Metode Penelitian Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pepaya

Bibit tanaman pepaya diperoleh dari Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB yaitu pepaya varietas IPB 9 yang telah berumur 8 MST (minggu setelah tanam). Bibit tersebut kemudian dipindahkan ke dalam polybag berukuran 30 cm x 30 cm dengan menggunakan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanaman pepaya dipelihara dengan cara disiram setiap dua hari sekali dan diberi pupuk NPK setiap 2 minggu sekali sebanyak 20 g pertanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara ditabur di larikan sedalam 2-3 cm di sekeliling tanaman pepaya dengan jarak 7 cm dari batang tanaman pepaya. Setelah itu, larikan tersebut ditutup kembali dengan tanah hingga rata. Tanaman pepaya dipelihara sampai berumur 16 MST untuk dinfestasi dengan P. marginatus.


(22)

Perbanyakan Kutu Putih Pepaya

Kutu putih pepaya, P. margintus diperoleh dari pohon pepaya di lapangan di daerah Bogor. Kutu putih pepaya tersebut kemudian dibawa untuk dipelihara di laboratorium dengan cara menginfestasikannya pada tanaman pepaya kemudian ditunggu hingga kutu putih pepaya berkembangbiak. Satu daun tanaman pepaya yang berada di polybag dikurung dengan menggunakan kurungan plastik, yang diberi jendela berupa lubang yang ditutupi kain organdi untuk aerasi (9 cm x 9 cm). Kurungan tersebut dari plastik mika dengan diameter 6 cm dan panjang 16 cm yang pada kedua ujungnya ditutup pula dengan kain organdi (Gambar 1).

Gambar 1 Daun tanaman pepaya yang dikurung

Ke dalam kurungan tersebut dimasukkan telur kutu putih pepaya yang berada di dalam kantung telur. Setelah telur menetas, nimfa kutu putih pepaya dipelihara sampai menjadi nimfa instar kedua. Nimfa kutu putih pepaya instar kedua dicirikan oleh warna tubuh nimfa kutu putih jantan yang berwarna merah muda atau nimfa telah berumur sekitar 5 hari setelah telur menetas.

Penyiapan Parasitoid A. papayae

Parasitoid A. papayae diperoleh dari lapangan dengan cara mengumpulkan kutu putih pepaya yang terparasit. Kutu putih pepaya yang terparasit dicirikan oleh tubuh kutu putih pepaya yang menjadi keras atau mengalami mumifikasi dan berwarna coklat kekuningan. Kutu putih pepaya tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai imago parasitoid muncul. Setelah imago parasitoid muncul, parasitoid diberi makanan berupa larutan madu 40%. Larutan madu diberikan dengan cara mengoleskannya pada dinding tabung reaksi dengan menggunakan


(23)

12

jarum kemudian parasitoid dilepaskan pada tempat pemeliharaan yaitu pada tanaman pepaya yang telah terinfestasi kutu putih pepaya.

Parasitoid yang digunakan diambil dari tempat pemeliharaan dengan cara mengumpulkan kutu putih pepaya yang terparasit. Kutu putih pepaya yang terparasit dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Satu tabung reaksi berisikan satu individu kutu putih pepaya yang telah terparasit. Setelah imago parasitoid muncul, parasitoid diberi larutan madu 40% dan dibedakan jenis kelaminnya dengan bantuan mikroskop. Sepasang imago parasitoid jantan dan betina dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 24 jam agar terjadi kopulasi.

Pengamatan Siklus Hidup dan Ciri Morfologi Parasitoid A. papayae

Imago parasitoid betina yang telah kopulasi (berumur 1-2 hari) dimasukkan ke dalam kurungan plastik yang di dalamnya terdapat nimfa instar kedua kutu putih pepaya selama 4 jam untuk meletakkan telur. Setelah 4 jam, imago parasitoid betina dikeluarkan dari kurungan tersebut. Periode sejak peletakan telur sampai kutu putih pepaya mengeras berwarna coklat kekuningan dan munculnya imago parasitoid diamati. Selain itu, diamati pula jenis kelamin imago dan waktu kemunculannya. Pengamatan kisaran jam kemunculan imago parasitoid dilakukan pada jam 06.00, 09.00, 12.00, 15.00 dan 18.00 WIB. Imago parasitoid yang muncul dipelihara lebih lanjut untuk diamati lama hidupnya.

Untuk mengamati ciri-ciri morfologi telur, larva, prapupa, dan pupa serta menduga lama stadia masing-masing tingkat perkembangan parasitoid, nimfa kutu putih pepaya yang telah diumpankan dibedah dengan jarum halus bertangkai di bawah mikroskop. Pembedahan dilakukan pada hari ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 setelah kutu putih pepaya terparasit. Pengamatan ciri morfologi telur diamati dari hasil pembedahan imago parasitoid betina. Pembedahan dilakukan sebanyak 20 ulangan.

Pengamatan Lama Hidup Parasitoid A. papayae

Untuk pengamatan lama hidup, imago parasitoid dipelihara sejak muncul sampai kematiannya di dalam tabung reaksi. Pengamatan lama hidup dilakukan terhadap imago parasitoid jantan dan betina yang tidak kopulasi dan tanpa oviposisi (betina) serta diberi makanan larutan madu 40% dan tidak diberi


(24)

makanan (tanpa madu dan air). Pemberian madu dilakukan dua hari sekali dengan mengoleskannya pada dinding tabung reaksi dengan menggunakan jarum. Imago parasitoid dipelihara secara terpisah antara parasitoid jantan dan betina (satu individu per tabung reaksi). Pengamatan lama hidup imago parasitoid dilakukan sebanyak 20 ulangan untuk setiap perlakuan.

Rancangan Percobaan dan Pengolahan Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data ukuran imago dan lama hidup imago parasitoid di uji dengan menggunakan uji t. Data kemunculan imago parasitoid dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Jika perlakuan menunjukan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 15.


(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Parasitisasi

Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam tubuh kutu putih pepaya. Nimfa kutu putih pepaya yang baru terparasit tidak menunjukkan gejala luar yang spesifik yang dapat membedakannya dari kutu putih pepaya yang sehat. Gejala luar parasitisasi dengan jelas muncul pada hari ke-7 setelah kutu putih pepaya terparasit. Kutu putih pepaya yang terparasit tubuhnya mengeras atau mengalami mumifikasi berwarna coklat kekuningan (Gambar 2a). Meskipun demikian, gejala parasitisasi pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua yang belum mengalami mumifikasi dapat diduga dengan ciri-ciri sebagai berikut: nimfa kutu putih pepaya menunjukan sedikit pergerakan pada saat diganggu; tubuh nimfa kutu putih pepaya agak menggembung pada bagian ventral; dan tubuh nimfa kutu putih pepaya berwarna kuning gelap atau kuning kecoklatan. Imago parasitoid A. papayae muncul dari lubang yang dibuat pada bagian posterior tubuh nimfa kutu putih pepaya (Gambar 2b). Lubang keluar imago parasitoid A. papayae dibuat dengan cara menggigit kulit inang yang telah mengalami mumifikasi. Imago parasitoid A. papayae umumnya muncul pada hari ke-13 sampai ke-15 setelah kutu putih pepaya terparasit.

Parasitisasi A. papayae pada nimfa kutu putih pepaya tidak menggunakan nimfa kutu putih pepaya instar pertama karena berdasarkan penelitian Amarasekare (2010), diketahui bahwa parasitoid A. papayae dapat berkembang pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua, nimfa instar ketiga betina dan betina dewasa kutu putih pepaya. Tidak ada keturunan yang muncul pada nimfa instar pertama kutu putih pepaya. Parasitoid menyeleksi tingkatan instar nimfa kutu putih pepaya pada saat melakukan oviposisi ketika parasitoid diberikan pilihan. Parasitoid A. papayae menunjukkan tingkat parasitisasi lebih tinggi pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua.


(26)

a b

Gambar 2 Nimfa kutu putih pepaya yang terparasit. Mumi kutu putih pepaya (a) dan lubang keluar parasitoid (b)

Ciri-ciri Morfologi Parasitoid A. papayae

Telur

Telur parasitoid A. papayae berbentuk bulat agak lonjong dan berwarna transparan atau bening dengan tangkai yang lebih panjang dari panjang telur. Panjang, lebar dan panjang tangkai telur (termasuk aeroscopic plate) parasitoid A. papayae berturut-turut adalah 0,07 ± 0,02; 0,04 ± 0,01; dan 0,09 ± 0,01 mm. Ukuran telur tersebut diperoleh dari pengukuran telur parasitoid dari hasil pembedahan imago parasitoid betina. Telur parasitoid umumnya ditemukan pada hari ke-1 sampai hari ke-3 saat pembedahan inang yang terparasit. Namun, pada hari ke-4 juga masih dijumpai telur dengan jumlah yang relatif sangat sedikit. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, telur parasitoid A. papayae bertipe encyrtiform (Gambar 3). Clausen (1940) menyebutkan bahwa tipe telur ini merupakan modifikasi adaptif dari tipe bertangkai yang dibedakan oleh adanya aeroscopic plate yang memanjang pada tangkai telur.

Gambar 3 Telur parasitoid A. papayae 0,05 mm


(27)

16

Larva

Tubuh larva parasitoid A. papayae berwarna bening kekuningan. Larva parasitoid pada pembedahan hari ke-4 dan ke-5 setelah inang terparasit panjangnya berkisar antara 0,35-0,65 mm dengan bentuk tubuh yang beragam. Larva pada pembedahan hari ke-6 dan ke-7 panjangnya berkisar antara 0,70-1,08 mm dengan bentuk yang lebih seragam. Menurut Clausen (1940), parasitoid dari kelompok Famili Encyrtidae menampakkan keragaman yang sangat tinggi dalam bentuk tahapan pradewasa dan mengalami modifikasi adaptif yang sempurna. Bentuk larva sangat beragam pada instar satu dan selanjutnya cenderung menjadi lebih seragam ketika larva mencapai instar akhir.

Ruas-ruas tubuh larva pada pembedahan hari ke-4 (Gambar 4a) dan ke-5 (Gambar 4b) masih belum jelas. Ruas-ruas tubuh larva semakin jelas pada pembedahan hari ke-6 (Gambar 4c) dan ke-7 (Gambar 4d). Tubuh larva terdiri dari 12 ruas, tidak bertungkai dengan kapsul kepala berkembang jelas pada pembedahan hari ke-7. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tipe larva A. papayae dapat digolongkan kedalam tipe hymenopteriform. Menurut Clausen (1940), larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya.

Dalam perkembangannya, larva parasitoi A. papayae mengalami perubahan bentuk, ukuran dan posisi dalam tubuh inang. Larva parasitoid A. papayae pada pembedahan hari ke-7, umumnya mengalami perubahan posisi dengan kepala mengarah ke posterior tubuh inang yang terparasit.

Gambar 4 Larva parasitoid A. papayae. Pembedahan pada hari ke-4 (a), ke-5 (b), ke-6 (c) dan ke-7 (d) setelah inang terparasit


(28)

Prapupa

Panjang tubuh prapupa parasitoid A. papayae adalah 0,75 ± 0,04 mm dengan kisaran 0,68-0,80 mm. Lebar kapsul kepala prapupa 0,27 ± 0,02 mm dengan kisaran 0,24-0,30 mm. Prapupa berwarna bening dan berbentuk seperti larva instar akhir dengan tubuh yang relatif langsing (Gambar 5a). Prapupa banyak dijumpai pada pembedahan hari ke-8 dan ke-9 setelah inang terparasit dengan kepala mengarah ke posterior tubuh inang.

Pupa

Panjang tubuh pupa parasitoid A. papayae adalah 0,77 ± 0,06 mm dengan kisaran 0,68-0,93 mm. Lebar kapsul kepala 0,27 ± 0,02 mm dengan kisaran 0,25-0,30 mm. Pada awalnya, pupa berwarna putih dan sangat lunak. Kepala pupa berangsur-angsur mengalami sklerotisasi dan berwarna oranye kekuningan dengan kepala mengarah ke posterior inangnya. Pupa umumnya dijumpai pada pembedahan hari ke-9 dan hari ke-10 setelah inang terparasit. Pupa parasitoid A. papayae bertipe exarate (Gambar 5b). Borror (1996) menyatakan bahwa, pupa tipe exarate mempunyai ciri yaitu embelan-embelan bebas dan tidak melekat pada tubuh. Pupa berada dalam tubuh inang yang telah mengalami mumifikasi dan umumnya tidak tertutup oleh kokon.

a b

Gambar 5 Parasitoid A. papayae. Prapupa (a) dan Pupa (b)


(29)

18

Imago

Secara umum, tubuh imago parasitoid (betina dan jantan) berwarna oranye kekuningan dengan sayap yang transparan. Kepala dan antena umumnya berwarna oranye kekuningan dengan pangkal klava berwarna agak kehitam-hitaman serta mata tunggal yang berwarna merah. Toraks umumnya berwarna oranye kekuningan dengan pronotum yang berwarna coklat, sedangkan tungkai berwarna sedikit lebih muda dari pada toraks. Abdomen parasitoid A. papayae umumnya berwarna oranye kekuningan, kecuali pada bagian dorsal berwarna coklat. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan Ciri-ciri-Ciri-ciri parasitoid A. papayae yang telah di deskripsikan oleh Noyes dan Schauff (2003). Antena imago parasitoid mempunyai tipe antena genikulat. Menurut Borror (1996), tipe antena ini berbentuk siku dengan ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan ruas yang pertama.

a b

Gambar 6 Imago parasitoid A. papayae. Betina (a) dan jantan (b)

Imago parasitoid betina (Gambar 6a) dan jantan (Gambar 6b) dapat dibedakan dengan mengamati bentuk antena, warna abdomen dan alat kelamin. Antena imago betina terdiri dari 10 ruas, yaitu skapus, pedisel dan 8 ruas flagelum (5 ruas funikel dan 3 ruas klava), yang menggada pada ujungnya (Gambar 7a). Antena imago jantan terdiri dari 8 ruas, yaitu skapus, pedisel dan 6 ruas flagelum (5 ruas funikel dan klava yang tidak beruas) (Gambar 7b). Abdomen imago betina umumnya mempunyai warna yang lebih terang, sedangkan imago jantan berwarna lebih gelap pada bagian dorsal tubuhnya. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral abdomennya, sedangkan imago jantan tidak. Ovipositor ini dapat terlihat di bawah


(30)

mikroskop kompon dengan panjang sekitar 0,05 mm yang diukur dari ujung abdomen imago betina.

a b

Gambar 7 Antena parasitoid A. papayae. Betina (a) dan jantan (b)

Serangga betina umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada yang jantan. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa panjang tubuh dan rentang sayap imago betina berbeda nyata dengan panjang tubuh dan rentang sayap imago jantan (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 1). Panjang tubuh dan rentang sayap imago betina lebih panjang dari imago jantan. Imago parasitoid betina A. papayae mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) yaitu 0,64 ± 0,07 mm dengan kisaran 0,58-0,83 mm dan rentang sayap 1,43 ± 0,09 mm dengan kisaran 1,33-1,63 mm. Imago jantan mempunyai panjang tubuh 0,56 ± 0,03 mm dengan kisaran 0,50-0,60 mm dan rentang sayap 1,30 ± 0,06 mm dengan kisaran 1,23-1,48 mm.

Tabel 1. Ukuran imago parasitoid A. papayae

Jenis kelamin Rata-rata panjang ± SD (mm)

Tubuh Sayap

Betina 0,64 ± 0,07a 1,43 ± 0,09a

Jantan 0,56 ± 0,03b 1,30 ± 0,06b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t (P> 0,05)

Siklus Hidup dan Reproduksi Parasitoid A. papayae

Siklus hidup parasitoid A. papayae adalah waktu yang diperlukan untuk perkembangan parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid


(31)

20

meletakkan telur kembali. Berdasarkan pada pembedahan terhadap inang terparasit, perkiraan lama stadium telur, larva, prapupa dan pupa A. papayae berturut-turut adalah 3,05; 4,41; 1,20; dan 5,38 hari (Tabel 2). Kutu putih pepaya umumnya mulai mengeras pada hari ke-7 setelah kutu putih pepaya terparasit. Siklus hidup parasitoid A. papayae berdasarkan hasil pengamatan umumnya berkisar 13-15 hari. Hasil tersebut tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Amarasekare (2007), yang menyatakan bahwa siklus hidup A. papayae berkisar 13-15 hari dengan siklus hidup parasitoid jantan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan siklus hidup parasitoid betina.

Tabel 2. Perkiraan lama stadium parasitoid A. papayae

Tingkat perkembangan parasitoid Rata-rata lama stadium ± SD (hari)

Telur 3,05 ± 0,22

Larva 4,42 ± 0,49

Prapupa 1,21 ± 0,41

Pupa 5,37 ± 0,67

Siklus hidup A. papayae 14,05 ± 1,79

Informasi siklus hidup parasitoid dibutuhkan untuk mengetahui efisiensi parasitoid dalam mengendalikan inang (Amarasekare 2007). Siklus hidup agens hayati umumnya lebih pendek dari siklus hidup inangnya (Greathead 1986). Siklus hidup betina kutu putih pepaya pada tanaman pepaya rata-rata 25,24 ± 1,51 hari (Friamsa 2009). Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dari siklus hidup inang akan memberikan keuntungan bagi parasitoid. Siklus hidup parasitoid yang tumpang tindih dengan generasi inang akan memberikan peluang bagi parasitoid dalam menghasilkan keturunanan yang lebih cepat dari pada inangnya dan dapat memarasit populasi inang dalam waktu yang lebih singkat (Amarasekare 2007). Siklus hidup parasitoid A. papayae tumpang tindih dengan siklus hidup nimfa instar kedua kutu putih pepaya. Parasitoid A. papayae menunjukkan tingkat parasitasi lebih tinggi pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua (Amarasekare 2010). Hal tersebut akan memungkinkan parasitoid dapat segera melakukan oviposisi sesaat setelah kemunculannya dari inang baik setelah kopulasi maupun tidak.


(32)

Berdasarkan hasil pengamatan, keturunan yang dihasilkan oleh imago betina yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya berkelamin jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi menghasilkan keturunan jantan dan betina. Hasil penelitian Amarasekare (2007) juga menyatakan bahwa keturunan yang dihasilkan oleh imago yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya berjenis kelamin jantan. Keturunan yang dihasilkan parasitoid A. papayae yang mengalami kopulasi berjenis kelamin jantan dan betina dengan rata-rata nisbah kelamin 1:1.

Keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok Ordo Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi biasanya hanya akan berkembang menjadi imago jantan (Borror 1996). Tipe perkembangbiakan tersebut merupakan tipe arrhenotoky, sedangkan tipe perkembangbiakan telur tanpa mengalami pembuahan yang umumnya dihasilkan individu betina merupakan tipe perkembangbiakan thelytoky (Clausen 1940). Berdasarkan hal tersebut, tipe perkembangbiakan parasitoid A. papayae termasuk ke dalam tipe perkembangbiakan arrhenotoky.

Imago betina kelompok Ordo Hymenoptera yang tidak kopulasi meletakkan telur tanpa mengalami pembuahan. Telur yang diletakkan akan berkembang menjadi imago jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi, selain menghasilkan telur yang mengalami pembuahan juga menghasilkan telur yang tidak mengalami pembuahan. Telur yang tanpa mengalami pembuahan akan berkembang menjadi imago jantan, sedangkan telur yang mengalami pembuahan akan berkembang menjadi imago betina (Quicke 1997), sehingga imago betina yang mengalami kopulasi akan menghasilkan keturunan jantan dan betina.

Lama Hidup Imago Parasitoid A. papayae

Berdasarkan hasil pengamatan, lama hidup antara imago betina dan jantan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, baik yang diberi makanan madu 40% maupun tanpa diberi madu (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 2). Meskipun demikian, berdasarkan nilai rataannya, lama hidup imago betina yang diberi madu dan tanpa diberi madu umumnya lebih tinggi dari imago jantan. Lama hidup


(33)

22

imago betina yang diberi madu adalah 7,55 ± 2,54 hari dengan kisaran dari 2 sampai 12 hari, sedangkan imago jantan yang diberi madu 7,25 ± 3,06 hari dengan kisaran dari 2 sampai 15 hari. Lama hidup imago betina tanpa madu yaitu 1,65 ± 0,67 hari, sedangkan lama hidup imago jantan tanpa madu 1,50 ± 0,61 hari dengan kisaran antara keduanya dari 1 sampai 3 hari. Hasil penelitian Amarasekare (2007) menunjukan bahwa lama hidup imago betina tidak kopulasi dan tanpa oviposisi lebih tinggi dari imago jantan yaitu sekitar 33 hari dan lama hidup imago jantan tanpa mengalami kopulasi sekitar 23 hari. Meskipun demikian, hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa lama hidup antara imago betina dan jantan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata.

Larutan madu sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Kelangsungan hidup imago parasitoid sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan berupa madu. Makanan akan menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid dan mendukung produksi telur (Pudjianto 1994).

Tabel 3. Lama hidup imago parasitoid A. papayae dengan makanan madu 40 dan tanpa madu

Jenis kelamin Rata-rata lama hidup ± SD (hari)

Dengan madu Tanpa madu

Betina 7,55 ± 2,54a 1,65 ± 0,67b

Jantan 7,25 ± 3,06a 1,50 ± 0,61b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t (P> 0,05)

Perbedaan hasil penelitian lama hidup imago parasitoid berdasarkan informasi di atas, diduga bahwa kondisi dalam pemeliharaan lama hidup imago parasitoid dan persentase pemberian makanan berupa madu yang berbeda. Pada penelitian Amarasekare (2007), pemeliharaan lama hidup parasitoid A. papayae dilakukan dalam kondisi suhu yang telah diatur sebelumnya sehingga kondisi suhu menjadi konstan yaitu 25 ± 2 °C dengan kelembaban udara 65 ± 2% dan pemberian makanan berupa madu 50%. Pada penelitian ini, kondisi suhu udara mengalami fluktuasi karena suhu diukur berdasarkan kondisi suhu yang terjadi. Suhu udara minimum di dalam laboratorium berkisar antara 23-26 °C dan suhu


(34)

udara maksimum yaitu berkisar antara 26-32 °C dengan pemberian makanan berupa madu 40%. Selain itu, penutup tabung pemeliharaan parasitoid dengan menggunakan penutup yang terbuat dari plastik diduga menyebabkan sirkulasi udara di dalam tabung menjadi kurang maksimal bila dibandingkan dengan penelitian Amarasekare (2007) yang menggunakan dua helai tisu sebagai penutup.

Perilaku Imago Parasitoid A. papayae

Waktu Kemunculan

Berdasarkan hasil pengamatan, imago parasitoid muncul pada pagi hari sampai dengan sore hari (Tabel 4 dan Tabel Lampiran 3). Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik imago betina maupun imago jantan yaitu pada kisaran jam 06.00-09.00 dengan nilai persentase lebih dari 85%. Setelah kisaran jam 06.00-09.00, kemunculan imago parasitoid mulai berkurang dan pada kisaran jam 12.00-15.00 dan 18.00-06.00 tidak ditemukan adanya imago parasitoid yang muncul baik imago betina maupun imago jantan.

Tabel 4. Waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae Jam kemunculan

(WIB)

Persentase kemunculan imago (%) Betina dan jantan Betina Jantan 06.00-09.00 82,09a 91,12a 88,83a 09.00-12.00 16,65b 6,80b 10,37b 12.00-15.00 0,00c 0,00c 0,00c 15.00-18.00 1,27c 2,09bc 0,81c 18.00-06.00 0,00c 0,00c 0,00c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji Duncan (P> 0,05) Kopulasi

Kopulasi biasanya berlangsung selama kurang dari satu menit, yaitu sekitar 20 detik. Sebelum terjadi kopulasi, parasitoid jantan akan mendekati parasitoid betina. Parasitoid betina yang belum mengalami kopulasi akan mengurangi pergerakannya, kemudian parasitoid jantan menempatkan kepalanya di depan parasitoid betina dengan menggerak-gerakan antenanya. Setelah


(35)

24

beberapa detik, parasitoid jantan kemudian bergerak ke arah belakang parasitoid betina untuk melakukan kopulasi. Bila sebelumnya imago betina telah mengalami kopulasi, parasitoid betina akan diam sehingga terjadi kopulasi. Parasitoid betina yang sudah mengalami kopulasi akan bergerak menjauhi parasitoid jantan.

Oviposisi

Dalam mencari inangnya, parasitoid betina lebih banyak berjalan dan jarang sekali terbang. Sebelum terjadi oviposisi, parasitoid betina memeriksa inangnya dengan cara menggerak-gerakan antena dan menusuk-nusukkan ovipositornya pada tubuh inang. Parasitoid betina yang telah menemukan inang yang sesuai akan berusaha mengeluarkan ovipositor untuk meletakan telur. Oviposisi hanya berlangsung kurang dari satu menit yaitu sekitar 40 detik. Oviposisi terjadi pada seluruh bagian tubuh inang khususnya bagian abdomen inang.


(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Imago parasitoid A. papayae (betina dan jantan) secara umum berwarna oranye kekuningan dengan sayap yang transparan. Parasitoid A. papayae betina dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati bentuk antena, warna abdomen dan alat kelaminnya. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarate. Siklus hidup parasitoid A. papayae umumnya berkisar dari 13 sampai 15 hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik imago betina maupun imago jantan adalah pada kisaran jam 06.00-09.00 WIB dengan nilai persentase lebih dari 85%. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina yang diberi madu yaitu 7,55 ± 2,54 hari dan lama hidup imago parasitoid A. papayae jantan 7,25 ± 3,06 hari. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar dari 1 sampai 3 hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kelengkapan informasi biologi parasitoid A. papayae terutama keperidian parasitoid tersebut dalam strategi pemanfaatannya sebagai agen pengendali P. marginatus.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Amarasekare KG, Mannion CM, Epsky ND. 2010. Host instar susceptibility and selection and interspecific competition of three introduced parasitoids of the mealybug Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Environ. Entomol. 39(5): 1506-1512.

Amarasekare KG, Mannion CM, Epsky ND. 2009. Efficiency and establisment of three introduced parasitoids of the mealybug Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Biological Control 55: 91-95.

Amarasekare KG. 2007. Life history of papaya mealybug (Paracoccus marginatus), and the effectiveness of three introduced parasitoids (Acerophagus papayae, Anagyrus loecki, and Pseudleptomastix mexicana). [Disertasi]. University of Florida.

Ben-Dov, Y. 2010. ScaleNet, Paracoccus marginatus. [28 Oktober 2010].

http://www.sel.barc.usda.gov/catalogs/pseudoco/Paracoccusmarginatus.htm.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1989. An Introduction to the Study of Insects Sixth edition. Ohio: Saunders College Publishing.

Clausen CP. 1940. Entomophagous Insect. New York : McGraw Hill. 688p.

[Dirjen Hortikultura] Direktorat Jendral Holtikultura. 2008. Waspada Serangan Kutu Putih pada Tanaman Pepeya. www.hortikltura.deptan.go.id [28 Oktober 2010].

Friamsa N. 2009. Biologi dan statistik demografi kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya (Carica papaya L). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Greathead DJ. 1986. Parasitoids in classical biological control. Di dalam: Amarasekare KG. 2007. Life History of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus), and the Effectiveness of Three Introduced Parasitoids (Acerophagus papayae, Anagyrus loecki, and Pseudleptomastix mexicana). Heu RA, Fukada MT, Conant P. 2007. Papaya mealybug Paracoccus marginatus

Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). State of Hawaii Department of Agriculture, Honolulu, H1.

Kompas 2009. November 10. Kutu Putih Meksiko Sulit Dibasmi. http://regional.kompas.com/read/2009/11/10/19042795/

wuih....kutu.putih.meksiko.sulit.dibasmi. [28 Oktober 2010].

Meyerdirk et al. 2004. Biological control of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in Guam. Plant Protection Quarterly. 19(3): 110-114.

Miller DR, Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae), including


(38)

deskription of the immature stages and adult male. Proc. Entomol. 104(1): 1-23.

Miller DR, Williams DJ, Hamon AB. 1999. Notes on a new mealybug (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae) pest in Florida and the Caribbean: the papaya mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink. Insecta Mundi. 13: 3-4.

Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Sartiami D, Rauf A, Hammig MD. 2008. First report of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and India. J. Agric. Urban Entomol. 25(1): 37–40.

Muniappan R, Meyerdirk DE, Sengebau FM, Berringer DD, Reddy GVP. 2006. Classical biological control of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in the Republic of Palau. Florida Entomologist. 89(2): 212-217.

Noyes JS, Schauff ME. 2003. New Encyrtidae (Hymenoptera) from papaya mealybug (Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink) (Hemiptera: Sternorrhyncha: Pseudococcidae). Proc. Entomol. 105(1): 180-185.

Pudjianto. 1994. Psyllaephagus yaseeni Noyes (Hymenoptera: Encyrtidae) pada kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera: Psyllidae). [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Quicke DLJ. 1997. Parasitic Wasps. London: Chapman & Hall.

Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS. 2009. Persebaran hama baru Paracoccus marginatus di Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta dalam Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman. Bogor 5-6 Agustus 2009, (hal 453-462).

Tempo 2008. Agustus 15. “Invasi kutu dari Meksiko”.

http://www.tempointeraktif.com/hg/sains/2008/08/15/brk,20080815-130929,id.html. [28 Oktober 2010].

Thangamalar A, Subramanian S, Mahalingam CA. 2010. Bionomics of papaya mealybug, Paracoccus marginatus and its predator Spalgius epius in mulberry ecosystem. Karnataka J. Agric. 23(1): 39-41.

Walker A, Hoy M, Meyerdirk D. 2003. Papaya mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Insecta: Hemiptera: Pseudococcidae). Featured creatures. Entomology and Nematology Departement, Florida Cooperative Extension Service, Institut of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.

Williams DJ, Granara de Willink MC. 1992. Mealybugs of Central and South America. Wallingford, Oxon, United Kingdom: CAB International.


(39)

(40)

Lampiran 1 Uji t ukuran imago parasitoid A. papayae

Group Statistics

Jenis N Mean

Std. Deviation Std. Error Mean Panjang tubuh Betina

20 .6400 .06996 .01564

Jantan 20 .5563 .02675 .00598

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-tailed) Mean Differenc e Std. Error Differenc e 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Panjang

tubuh

Equal variances assumed

14.631 .000 5.000 38 .000* .08375 .01675 .04984 .11766 Equal

variances not assumed

5.000 24.438 .000* .08375 .01675 .04922 .11828 *berbeda nyata < 0,05


(41)

Lampiran 1 (Lanjutan)

Group Statistics

jenis N Mean

Std. Deviation Std. Error Mean Rentang sayap

betina 20 1.4319 .08540 .01910 jantan 20 1.2950 .06417 .01435

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Rentang sayap

Equal variances assumed

.868 .357 5.730 38 .000* .13687 .02389 .08852 .18523

Equal

variances not assumed

5.730 35.269 .000* .13687 .02389 .08839 .18536 *berbeda nyata < 0,05


(42)

Lampiran 2 Uji t lama hidup imago parasitoid A. papayae

Group Statistics

Jenis N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Madu Betina 20 7.5500 2.54383 .56882 Jantan 20 7.2500 3.05864 .68393

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Madu Equal variances assumed

.454 .504 .337 38 .738* .30000 .88956

-1.50082 2.10082 Equal

variances not assumed

.337 36.779 .738* .30000 .88956

-1.50278 2.10278 *tidak berbeda nyata > 0,05


(43)

Lampiran 2 (Lanjutan)

Group Statistics

jenis N Mean

Std. Deviation Std. Error Mean Tanpa Madu

betina 20 1.6500 .67082 .15000 jantan 20 1.5000 .60698 .13572

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Tanpa Madu

Equal variances assumed

.175 .678 .742 38 .463* .15000 .20229 -.25951 .55951

Equal

variances not assumed

.742 37.626 .463* .15000 .20229 -.25965 .55965 *tidak berbeda nyata > 0,05


(44)

Lampiran 3 Analisis ragam waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae

Between-Subjects Factors

Waktu kemunculan Value Label N 06.00-09.00

09.00-12.00 12.00-15.00 15.00-18.00 18.00-06.00

W1 2

W2 2

W3 2

W4 2

W5 2

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Betina

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 13373.414(a) 5 2674.683 405.094 .000 Intercept 3333.333 1 3333.333 504.850 .000 Waktu 13373.414 5 2674.683 405.094 .000 Error 39.616 6 6.603

Total 16746.363 12

Corrected

Total 13413.030 11

a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995) Duncan

Waktu

kemunculan N Subset

1 3 2 1

W3 2 .0000

W5 2 .0000

W4 2 2.0850 2.0850

W2 2 6.7950

W1 2 91.1200

Sig. .465 .117 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 6.603. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05


(45)

34

Lampiran 3 (Lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Jantan Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 12662.798(a) 5 2532.560 295.427 .000 Intercept 3333.333 1 3333.333 388.838 .000

waktu 12662.798 5 2532.560 295.427 .000

Error 51.435 6 8.573

Total 16047.566 12

Corrected

Total 12714.233 11

a R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .993) Duncan

Waktu kemunculan

N Subset

1 3 2 1

W3 2 .0000

W5 2 .0000

W4 2 .8050

W2 2 10.3700

W1 2 88.8250

Sig. .800 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 8.573. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05


(46)

Lampiran 3 (Lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Betina dan Jantan Source

Type III Sum

of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 10701.207(a) 5 2140.241

5908.32

5 .000 Intercept

3333.667 1 3333.667 9202.88

0 .000 waktu

10701.207 5 2140.241 5908.32

5 .000

Error 2.173 6 .362

Total 14037.048 12

Corrected

Total 10703.381 11

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan

waktu kemunculan

N Subset

1 3 2 1

W3 2 .0000

W5 2 .0000

W4 2 1.2700

W2 2 16.6450

W1 2 82.0900

Sig. .092 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .362. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05


(47)

CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID

Acerophagus papayae Noyes & Schauff (HYMENOPTERA:

ENCYRTIDAE) PADA Paracoccus marginatus Williams &

Granara de Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

SUSI SUTARDI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(48)

ABSTRAK

SUSI SUTARDI. Ciri Morfologi dan Siklus Hidup Parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO dan DEWI SARTIAMI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae pada P. marginatus. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan mengambil P. marginatus yang terparasit dari lapangan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Imago parasitoid A. papayae betina yang muncul dimasukkan ke dalam kurungan plastik yang di dalamnya terdapat nimfa instar kedua P. marginatus. Untuk mengamati ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid, nimfa P. marginatus yang terparasit dipelihara pada daun pepaya yang ada pada tanaman kemudian, dilakukan pembedahan setiap hari. Untuk mengamati waktu kemunculan imago parasitoid, nimfa P. marginatus yang terparasit dipelihara dalam tabung reaksi. Imago parasitoid A. papayae (betina dan jantan) secara umum berwarna oranye kekuningan dengan sayap yang transparan. Imago parasitoid A. papayae betina dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati bentuk antena, warna abdomen dan alat kelaminnya. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarate. Siklus hidup parasitoid A. papayae umumnya berkisar 13-15 hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik betina maupun jantan, adalah pada kisaran jam 06.00-09.00 WIB dengan nilai persentase lebih dari 85%. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina yang diberi madu rata-rata adalah 7,55 ± 2,54 hari dan lama hidup imago parasitoid A. papayae jantan rata-rata 7,25 ± 3,06 hari. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar 1-3 hari.


(49)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama polifag yang berasal dari Amerika Tengah. Di Meksiko, kutu putih pepaya hidup pada tanaman singkong. Di daerah asalnya, kutu putih pepaya tidak menimbulkan kerusakan yang serius diduga karena terdapat musuh alami endemik. Pada tahun 1994, kutu putih pepaya menyebar ke Karibia dan telah menyebar dengan cepat di seluruh kepulauan tersebut (Miller et al. 1999). Setelah peristiwa itu, kutu putih pepaya dilaporkan telah menyebar di lebih dari 50 negara (Thangamalar et al. 2010), antara lain USA (Florida 1998 & Hawai 2004-2006), Guam (2002), Republik Palau (2003), India (2007), dan Indonesia (2008) (Walker et al. 2003; Meyerdirk et al. 2004; Muniappan et al. 2006; Heu et al. 2007; Muniappan et al. 2008; Thangamalar et al. 2010). Di daerah persebarannya tersebut, kutu putih pepaya mengakibatkan kerusakan yang serius pada tanaman pepaya, kembang sepatu, kamboja dan tanaman lainnya (Meyerdirk et al. 2004).

Keberadaan kutu putih pepaya di Indonesia pertama kali dilaporkan pada Mei 2008 oleh peneliti dari Integrated Pest Managemen Collaborative Research Support Program (IPM CRSP) pada pohon pepaya di Kebun Raya Bogor (Muniappan et al. 2008). Setelah adanya laporan hama ini, kutu putih pepaya dilaporkan merusak sejumlah sentra pertanaman pepaya di Indonesia, antara lain di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Rancabungur, Bogor. Hama ini menyebabkan ribuan pohon pepaya mati sehingga petani mengalami kerugian yang besar (Koran Tempo 2008). Di Boyolali, Jawa Tengah, 60% dari 430.000 pohon pepaya mati akibat serangan hama tersebut. Keberadaan kutu putih pepaya dilaporkan telah menyebar di tiga belas provinsi di Indonesia (Koran Kompas 2009).

Kutu putih pepaya dilaporkan telah menyerang 20 famili tanaman, mencakup tanaman yang bernilai ekonomi maupun gulma (Ben-Dov 2010). Tanaman pepaya merupakan tanaman inang yang paling banyak diserang (Muniappan et al. 2008). Hal ini didasarkan pada tingkat infestasi kutu putih


(50)

pepaya yang tinggi dan serangan yang parah pada tanaman tersebut (Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008).

Kutu putih pepaya mengeluarkan racun ketika mengambil nutrisi dari tanaman inang sehingga mengakibatkan malformasi daun, klorosis, daun mengering serta daun dan buah muda rontok. Kutu putih pepaya juga mengeluarkan embun madu yang dapat memicu pertumbuhan cendawan jelaga. Pertumbuhan dan perkembangan cendawan jelaga yang menutupi daun tanaman akan menghambat proses fotosintesis. Infestasi kutu putih pepaya yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Heu et al. 2007).

Pengendalian kutu putih pepaya dengan menggunakan pestisida sintetik tidak menunjukkan hasil yang nyata (Meyerdirk et al. 2004). Selain itu, penggunaan pestisida sintetik juga dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap manusia maupun lingkungan. Di beberapa negara seperti USA, Guam dan Republik Palau, pengendalian telah dilakukan dengan mendatangkan musuh alami berupa parasitoid A. papayae, Anagyrus loecki, dan Pseudleptomastix mexicana (Hymenoptera: Encyrtidae). Parasitoid A. papayae menunjukkan hasil yang baik dalam mengendalikan kutu putih pepaya di lapangan (Meyerdirk et al. 2004; Muniappan et al. 2006; Amarasekare et al. 2009).

Pemanfaatan parasitoid A. papayae untuk mengendalikan kutu putih pepaya memerlukan informasi dasar mengenai biologi dan ekologi parasitoid tersebut, termasuk ciri-ciri morfologi dan siklus hidupnya. Ciri-ciri biologi A. papayae, terutama morfologi pradewasa dan perkiraan lama perkembangan tiap fase masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian tentang tahapan perkembangan parasitoid A. papayae perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae pada P. marginatus.


(51)

3

Manfaat Penelitian

Informasi tentang ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam identifikasi dan pengembangan strategi pemanfaatan parasitoid A. papayae sebagai agen pengendali P. marginatus.


(52)

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu Putih Pepaya Taksonomi

Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink termasuk dalam Ordo Hemiptera, Superfamili Coccoidea dan Famili Pseudococcidae. Kutu putih pepaya pertama kali diidentifikasi di Meksiko pada tahun 1967, yang kemudian diyakini sebagai hama asli Amerika Tengah (Miller et al. 1999). Kutu putih pepaya pertama kali dideskripsi oleh Williams dan Granara de Willink pada tahun 1992. Spesimen kutu putih yang dikumpulkan berasal dari wilayah tropis di Belize, Costa Rica, Guatemala dan Meksiko (Williams dan Granara de Willink 1992). Pada tahun 2002, Miller dan Miller mendeskripsikan kembali kutu putih pepaya tersebut (Miller dan Miller 2002).

Morfologi

Imago betina kutu putih pepaya berwarna kuning dan dilapisi oleh lilin putih yang tidak terlalu tebal menutupi tubuhnya. Imago betina memiliki rangkaian filamen lilin pendek di sepanjang bagian tepi tubuh dan kantung telur berkembang di abdomen posterior bagian ventral. Imago jantan kutu putih pepaya memiliki sepasang sayap. Jenis kelamin serangga ini pada nimfa instar pertama belum dapat dibedakan. Kutu putih pepaya jantan pada nimfa instar kedua biasanya berwarna merah muda dan terkadang kuning (Miller dan Miller 2002).

Nimfa instar pertama kutu putih pepaya berukuran panjang rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm. Nimfa instar kedua betina berwarna kuning dengan panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,5-0,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm. Tubuh nimfa instar ketiga betina berukuran panjang rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm. Tubuh imago betina berukuran panjang rata-rata 2,2 mm dengan kisaran 1,5-2,7 mm dan lebar rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm (Miller dan Miller 2002).


(53)

5

Tubuh nimfa instar kedua kutu putih pepaya jantan berukuran panjang rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,6 mm. Nimfa instar ketiga jantan disebut prapupa, dengan panjang tubuh rata-rata 0,9 mm dengan kisaran 0,8-1,1 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Nimfa instar keempat jantan disebut pupa, dengan panjang tubuh rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,0 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Tubuh imago jantan berukuran panjang rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,1 mm dan lebar pada toraks rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm (Miller dan Miller 2002).

Biologi

Individu betina dan jantan kutu putih pepaya mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda. Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga dan stadium imago. Imago betina kutu putih pepaya tidak memiliki sayap. Individu jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa dan instar keempat berupa pupa serta imago yang memiliki sepasang sayap (Miller dan Miller 2002).

Lama perkembangan tiap stadium kutu putih pepaya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama suhu dan tanaman inang. Friamsa (2009), melaporkan bahwa pada suhu rata-rata 29,3 ± 0,6 °C dengan kelembaban rata-rata 56,2 ± 4,7 °C, rata-rata lama perkembangan setiap stadium P. marginatus pada tanaman pepaya adalah stadium telur selama 6,97 ± 0,93 hari, nimfa instar pertama selama 4,00 ± 0,71 hari. Nimfa instar kedua betina selama 3,74 ± 0,67 hari, nimfa instar kedua jantan selama 4,12 ± 0,83 hari, nimfa instar ketiga betina selama 4,00 ± 0,74 hari, nimfa instar ketiga jantan atau prapupa selama 2,25 ± 1,03 hari dan nimfa instar keempat atau pupa jantan selama 4,86 ± 1,21 hari. Lama hidup imago P. marginatus betina adalah 13,18 ± 2,70 dan imago jantan 3,00 hari. Rata-rata fekunditas P. marginatus adalah 233,27 ± 62,74 butir per induk.


(54)

Kisaran Inang

Kutu putih pepaya merupakan hama yang bersifat polifag. Hama tersebut dilaporkan telah menyerang 20 famili tanaman, termasuk tanaman yang bernilai ekonomi maupun gulma. Tanaman inang tersebut antara lain, famili Annonaceae (Annona muricata dan Annona squamosa), Apocynaceae (Plumeria alba dan Plumeria rubra), Asteraceae (Ambrosia cumanensis dan Parthenium hysterophorus), Caricaceae (Carica papaya), Convolvulaceae (Ipomoea carnea), Euphorbiaceae (Acalypha wilkesiana, Jatropha integerrima, Manihot chloristica, Manihot esculenta dan Ricinus communis), Fabaceae (Acacia sp., Bauhinia sp., Cajanus cajan, Erythrina abyssinica, Gliricidia sepium, Mimosa pigra dan Tetramnus labialis), Malvaceae (Hibiscus rosa-sinensis, Malvasicus arboreus dan Sida sp.), Poaceae (Uniola paniculata dan Zea mays), Rutaceae (Citrus paradisi) dan Solanaceae (Cestrum nocturnum dan Solanum melongena) (Ben-Dov 2010). Di Indonesia, selain tanaman pepaya terdapat 21 spesies tanaman inang yang terserang kutu putih pepaya. Tanaman inang tersebut antara lain, Ipomoea aquatica Forsk, Jatropha curcas L, Manihot esculenta Caratz, Psidium guajava L, dan Solanum lycopersicum L. (Sartiami et al. 2009).

Daerah Persebaran

Keberadaan kutu putih pepaya di Indonesia dilaporkan telah menyebar di tiga belas provinsi. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Departemen Pertanian melaporkan bahwa P. marginatus sudah menyebar di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Bali (Kompas, 10 November 2009). Di Jawa Barat, daerah persebarannya meliputi Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Majalengka, Kota Bogor dan Kota Depok (Sartiami et al. 2009; Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008) .

Di Kabupten Bogor, daerah persebarannya meliputi Kecamatan Gunung Putri, Sukaraja, Cigombong, Dramaga, Rancabungur, Cijeruk, Ciburui, Cibinong, dan Bojonggede. Di Kabupaten Sukabumi persebarannya meliputi Kecamatan Cicurug dan Cidahu. Di Kota Depok kutu putih pepaya telah ditemukan di Kecamatan Beji dan Pancoran Mas. Di wilayah DKI Jakarta kutu putih pepaya


(55)

7

ditemukan di Jakarta Selatan yaitu di Kecamatan Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu dan Senayan. Di Propinsi Banten kutu putih pepaya dilaporkan telah ditemukan di Kabupaten Banten (Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008).

Parasitoid Acerophagus papayae

Taksonomi

Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera, Super Famili Chalcidoidea dan Famili Encyrtidae. Parasitoid A. papayae dinamai berdasarkan inang kutu putih tersebut yaitu tanaman pepaya. Parasitoid ini awalnya ditemukan pada P. marginatus di Amerika Tengah dan dideskripsikan untuk pertama kalinya oleh Noyes dan Schauff (2003).

Morfologi

Imago parasitoid betina A. papayae memiliki panjang tubuh (termasuk ovipositor) yang bervariasi dari 0,58-0,77 mm. Kepala memiliki antena yang umumnya berwarna oranye kekuningan dan ocelli yang berwarna merah. Antena memiliki 5 ruas funikel dengan pangkal klava berwarna agak kehitaman. Toraks dan abdomen umumnya berwarna oranye kekuningan, tetapi abdomen di dekat cercal plates dan bagian dorsal di sepanjang tepi posterior tergit berwarna coklat. Ovipositor berwarna oranye kekuningan dengan bagian ujung yang berwarna coklat. Imago jantan memiliki panjang berkisar antara 0,44-0,66 mm. Secara keseluruhan imago jantan mirip dengan imago betina, tetapi pada imago jantan tidak terdapat segmentasi pada klava dan berbeda pada alat kelaminnya (tidak terdapat ovipositor) serta abdomen di bagian ujung tergit umumnya berwarna lebih gelap dari imago betina (Noyes dan Schauff 2003).

Peranan

Di beberapa negara persebaran hama P. marginatus, pengendalian hama tersebut telah dilakukan dengan mendatangkan musuh alami dari negara asalnya,


(56)

salah satunya adalah parasitoid A. papayae. Parasitoid A. papayae mempunyai persentase parasitisasi sebesar 59,6% pada nimfa instar kedua P. marginatus (Amarasekare et al. 2009). Parasitoid A. papayae menunjukan hasil yang sangat baik dalam mengurangi populasi P. marginatus yaitu dapat menurunkan populasi P. marginatus lebih dari 99% di Guam (Meyerdirk et al. 2004).

Morfologi Encyrtidae Pradewasa

Famili Encyrtidae menampakkan keragaman yang sangat tinggi dalam bentuk tahapan pradewasa dan mengalami modifikasi adaptif yang sempurna. Dua tipe telur yang umum pada Famili Encyrtidae adalah tipe stalked (bertangkai) dan tipe encyrtiform. Telur tipe stalked mempunyai struktur seperti tabung yang memanjang pada salah satu ujungnya, sedangkan telur tipe encyrtiform merupakan modifikasi adaptif dari tipe bertangkai dan dibedakan oleh adanya aeroscopic plate yang memanjang pada tangkai telur (Clausen 1940).

Jumlah instar larva Encyrtidae bervariasi antara dua sampai lima. Bentuk larva sangat beragam pada instar satu dan selanjutnya cenderung menjadi lebih seragam ketika larva mencapai instar akhir. Berdasarkan modifikasi morfologi dan kaitannya dengan fungsinya, bentuk larva instar satu yang berkembang secara monoembrioni dapat dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu hymenopteriform, encyrtiform, caudate, dan vesiculate. Tubuh larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya. Dalam perkembangannya, larva mengalami beberapa ganti kulit tanpa mengalami banyak perubahan pada ciri-ciri utamanya. Larva tipe encyrtiform, yang berasosiasi dengan telur tipe encyrtiform, mempunyai tubuh yang terdiri dari 10-11 ruas. Pada ruas terakhir terdapat sepasang spirakel. Empat atau lima ruas terakhir biasanya diselimuti oleh bekas kulit telur. Bekas kulit tetap ada pada sebagian besar tingkat perkembangannya. Larva tipe caudate berasosiasi dengan telur tipe stalked yang dicirikan oleh berkembangnya ruas terakhir abdomen menjadi organ seperti ekor yang kadang-kadang melebihi panjang tubuhnya. Dalam perkembangannya, ekor tersebut berkurang ukurannya pada instar dua dan tidak tampak lagi pada instar tiga. Larva tipe vesiculate mirip dengan tipe hymenopteriform, tetapi terdapat penggentingan


(57)

9

pada abdomen sehingga membentuk kantung kauda. Larva tipe ini jarang ditemukan pada serangga dari Famili Encyrtidae (Clausen 1940).


(58)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid & Predator dan Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai April sampai dengan November 2010.

Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu udara minimum di dalam laboratorium berkisar dari 23,0-26,0 °C dan suhu udara maksimum berkisar dari 26,0-32,0 °C dengan rata-rata suhu udara 26,4 °C. Suhu udara minimum di luar ruangan laboratorium berkisar dari 25,0-29,9 °C dan suhu udara maksimum berkisar antara 31,3-33,8 °C dengan rata-rata suhu udara 29,4 °C. Kelembaban udara minimum berkisar antara 43-58% dan kelembaban maksimum berkisar antara 74-89% dengan rata-rata kelembaban 67,2%.

Metode Penelitian Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pepaya

Bibit tanaman pepaya diperoleh dari Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB yaitu pepaya varietas IPB 9 yang telah berumur 8 MST (minggu setelah tanam). Bibit tersebut kemudian dipindahkan ke dalam polybag berukuran 30 cm x 30 cm dengan menggunakan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanaman pepaya dipelihara dengan cara disiram setiap dua hari sekali dan diberi pupuk NPK setiap 2 minggu sekali sebanyak 20 g pertanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara ditabur di larikan sedalam 2-3 cm di sekeliling tanaman pepaya dengan jarak 7 cm dari batang tanaman pepaya. Setelah itu, larikan tersebut ditutup kembali dengan tanah hingga rata. Tanaman pepaya dipelihara sampai berumur 16 MST untuk dinfestasi dengan P. marginatus.


(59)

11

Perbanyakan Kutu Putih Pepaya

Kutu putih pepaya, P. margintus diperoleh dari pohon pepaya di lapangan di daerah Bogor. Kutu putih pepaya tersebut kemudian dibawa untuk dipelihara di laboratorium dengan cara menginfestasikannya pada tanaman pepaya kemudian ditunggu hingga kutu putih pepaya berkembangbiak. Satu daun tanaman pepaya yang berada di polybag dikurung dengan menggunakan kurungan plastik, yang diberi jendela berupa lubang yang ditutupi kain organdi untuk aerasi (9 cm x 9 cm). Kurungan tersebut dari plastik mika dengan diameter 6 cm dan panjang 16 cm yang pada kedua ujungnya ditutup pula dengan kain organdi (Gambar 1).

Gambar 1 Daun tanaman pepaya yang dikurung

Ke dalam kurungan tersebut dimasukkan telur kutu putih pepaya yang berada di dalam kantung telur. Setelah telur menetas, nimfa kutu putih pepaya dipelihara sampai menjadi nimfa instar kedua. Nimfa kutu putih pepaya instar kedua dicirikan oleh warna tubuh nimfa kutu putih jantan yang berwarna merah muda atau nimfa telah berumur sekitar 5 hari setelah telur menetas.

Penyiapan Parasitoid A. papayae

Parasitoid A. papayae diperoleh dari lapangan dengan cara mengumpulkan kutu putih pepaya yang terparasit. Kutu putih pepaya yang terparasit dicirikan oleh tubuh kutu putih pepaya yang menjadi keras atau mengalami mumifikasi dan berwarna coklat kekuningan. Kutu putih pepaya tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai imago parasitoid muncul. Setelah imago parasitoid muncul, parasitoid diberi makanan berupa larutan madu 40%. Larutan madu diberikan dengan cara mengoleskannya pada dinding tabung reaksi dengan menggunakan


(1)

Lampiran 1 (Lanjutan) Group Statistics

jenis N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Rentang

sayap

betina 20 1.4319 .08540 .01910 jantan 20 1.2950 .06417 .01435 Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Rentang sayap

Equal variances assumed

.868 .357 5.730 38 .000* .13687 .02389 .08852 .18523

Equal

variances not assumed

5.730 35.269 .000* .13687 .02389 .08839 .18536

*berbeda nyata < 0,05


(2)

Lampiran 2 Uji t lama hidup imago parasitoid A. papayae Group Statistics

Jenis N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Madu Betina 20 7.5500 2.54383 .56882 Jantan 20 7.2500 3.05864 .68393 Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Madu Equal variances assumed

.454 .504 .337 38 .738* .30000 .88956

-1.50082 2.10082

Equal

variances not assumed

.337 36.779 .738* .30000 .88956

-1.50278 2.10278

*tidak berbeda nyata > 0,05


(3)

Lampiran 2 (Lanjutan) Group Statistics

jenis N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Tanpa

Madu

betina 20 1.6500 .67082 .15000 jantan 20 1.5000 .60698 .13572 Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Tanpa Madu

Equal variances assumed

.175 .678 .742 38 .463* .15000 .20229 -.25951 .55951

Equal

variances not assumed

.742 37.626 .463* .15000 .20229 -.25965 .55965

*tidak berbeda nyata > 0,05


(4)

33

Lampiran 3 Analisis ragam waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae

Between-Subjects Factors

Waktu kemunculan Value Label N 06.00-09.00

09.00-12.00 12.00-15.00 15.00-18.00 18.00-06.00

W1 2

W2 2

W3 2

W4 2

W5 2

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Betina

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 13373.414(a) 5 2674.683 405.094 .000 Intercept 3333.333 1 3333.333 504.850 .000

Waktu 13373.414 5 2674.683 405.094 .000

Error 39.616 6 6.603

Total 16746.363 12

Corrected

Total 13413.030 11

a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995) Duncan

Waktu

kemunculan N Subset

1 3 2 1

W3 2 .0000

W5 2 .0000

W4 2 2.0850 2.0850

W2 2 6.7950

W1 2 91.1200

Sig. .465 .117 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 6.603. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05


(5)

34

Lampiran 3 (Lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jantan

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 12662.798(a) 5 2532.560 295.427 .000

Intercept 3333.333 1 3333.333 388.838 .000

waktu 12662.798 5 2532.560 295.427 .000

Error 51.435 6 8.573

Total 16047.566 12

Corrected

Total 12714.233 11

a R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .993) Duncan

Waktu kemunculan

N Subset

1 3 2 1

W3 2 .0000

W5 2 .0000

W4 2 .8050

W2 2 10.3700

W1 2 88.8250

Sig. .800 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 8.573. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05


(6)

35

Lampiran 3 (Lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Betina dan Jantan

Source

Type III Sum

of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 10701.207(a) 5 2140.241

5908.32

5 .000 Intercept

3333.667 1 3333.667 9202.88

0 .000 waktu

10701.207 5 2140.241 5908.32

5 .000

Error 2.173 6 .362

Total 14037.048 12

Corrected

Total 10703.381 11

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) Duncan

waktu kemunculan

N Subset

1 3 2 1

W3 2 .0000

W5 2 .0000

W4 2 1.2700

W2 2 16.6450

W1 2 82.0900

Sig. .092 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .362. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05


Dokumen yang terkait

Quantitative analysis of potency of acerophagus papayae noyes & schauff (Hymenoptera: Encyrtidae), parasitoid of the papaya mealybug

0 11 128

Biologi perkembangan dan neraca hayati kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Williams and Granara de Willink) (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tiga jenis tumbuhan inang

1 10 93

Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor

0 4 83

Insiden Cendawan Enthomopthorales Pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus Marginatus Williams & Granara De Willink (Hemiptera : Pseudococcidae) Pada Pertanaman Pepaya Di Bocor

0 6 21

Keefektifan Campuran Ekstrak Tumbuhan untuk Pengendalian Hama Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink

0 7 74

Biologi perkembangan dan neraca hayati kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Williams and Granara de Willink) (Hemiptera Pseudococcidae) pada tiga jenis tumbuhan inang

0 5 53

Quantitative analysis of potency of acerophagus papayae noyes & schauff (Hymenoptera Encyrtidae), parasitoid of the papaya mealybug

0 6 71

Tingkat Infeksi neozygitesfumosa (Speare) Remaudie're & Keller (Zygomycetes:Entomophthorales) pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus Marginatus Williams & Granara De Willink dan Kutu Putih Singkong, Phenacoccus Manihoti Matie-Ferrero (Hemiptera:Pseudococcidae

1 7 11

BIOLOGI DAN NERACA HAYATI KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS WILLIAMS GRANARA DE WILLINK (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TIGA JENIS TUMBUHAN INANG

0 0 9

Bioesai bioinsektisida Beauveria bassiana dari Sumatera Selatan terhadap kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae)

0 0 7