Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersediaan Biologis Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu
PENGARUH PENAMBAHAN Na2EDTA TERHADAP
KETERSEDIAAN BIOLOGIS BESI (Fe) PADA BERBAGAI
OLAHAN TERIGU
RUJITO
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh
Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersedian Biologis Besi (Fe) pada Berbagai
Olahan Terigu” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Rujito
NIM I14090078
ABSTRAK
RUJITO. Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersediaan Biologis Besi
(Fe) pada Berbagai Olahan Terigu. Dibimbing oleh Evy Damayanthi.
Na2EDTA pada umumnya ditambahkan pada makanan untuk mencegah
oksidasi, perubahan warna, dan meningkatkan ketersediaan biologis mineral
dengan cara mengikat mineral. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
perubahan ketersediaan biologis besi yang terjadi akibat penambahan Na2EDTA
pada berbagai olahan terigu. Penelitian ini menggunakan rancangan tersarang
(nested) dengan faktor pengolahan terigu tersarang pada perlakuan penambahan
Na2EDTA. Perlakuan terigu Na2EDTA terdiri dari 2 taraf yang berupa tanpa
Na2EDTA (kontrol) dan dengan Na2EDTA, sedangkan faktor olahan terigu terdiri
dari 3 taraf yaitu digoreng (donat), dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti). Uji
ketersediaan biologis besi dilakukan secara in vitro dengan mensimulasikan
pencernaan manusia menggunakan enzim pepsin dan pankreatin bile. Hasil
analisis menunjukkan faktor terigu Na2EDTA yang diberi perlakuan kontrol dan
penambahan Na2EDTA tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) dalam
nilai ketersediaan biologis. Begitu juga dengan ketersediaan biologis besi pada
faktor olahan terigu yang tersarang pada terigu Na2EDTA (p>0.05). Namun bila
dilihat dari nilainya, terdapat peningkatan pada terigu yang diolah dengan cara
digoreng (donat) sebesar 9.5654%.
Kata kunci: besi, in vitro, ketersediaan biologis, Na2EDTA, tepung terigu
ABSTRACT
RUJITO. Addition of Na2EDTA Effect Toward Bioavailability of Iron (Fe) on
Various Processed Wheat Flour. Supervised by Evy Damayanthi.
Na2EDTA in generally added to foods to prevent oxidation, discoloration,
and enhances iron bioavailability by chelating added minerals. The purpose of this
study was to determine the bioavailability of iron changes that occur due to the
addition of Na2EDTA in a variety of processed wheat flour. This study used a
nested design with factors of processed wheat flour that nested on Na2EDTA
wheat flour. The treatment was consists of Na2EDTA wheat flour in the form of 2
levels without Na2EDTA (control) and with Na2EDTA, while wheat flour
processed was consists of 3 levels was wheat flour processed by frying (donuts),
steaming (steamed bun), or baking (bread). Bioavailability of iron (Fe) was tested
by using in vitro method that made a simulation of human digestion using pepsin
and pancreatin bile. Test results of this study showed that wheat treated controls
and the addition of Na2EDTA showed no significantly difference (p>0.05) in the
value of bioavailability. As well as the iron bioavailability on factors of wheat
flour processed that nested on Na2EDTA wheat flour (p>0.05). Since rever to the
value, there was an increase in wheat flour processed by frying (donuts) way of
9.5654%.
Keywords: bioavailability, in vitro, iron, Na2EDTA, wheat flour
PENGARUH PENAMBAHAN Na2EDTA TERHADAP
KETERSEDIAAN BIOLOGIS BESI (Fe) PADA OLAHAN
BERBASIS TERIGU
RUJITO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersediaan Biologis
Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu
Rujito
Nama
114090078
NIM
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS
Pembimbing
Tanggal Lulus:
. 1 DEC Rオ|セ
N@
Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersediaan Biologis
Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu
Nama
: Rujito
NIM
: I14090078
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala selalu penulis panjatkan,
karena hanya dengan rahmat dan karuniaNya karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini
ialah bioavailabilitas, dengan judul Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap
Ketersedian Biologis Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Kreativitas
Mahasiswa Penelitian (PKMP) tahun 2013, Ibu Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS
selaku pembimbing, Bapak Mashudi yang telah banyak membantu selama
penelitian ini dilakukan, Yohanes dan Estu Nugroho sebagai rekan satu tim
PKMP, serta teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 46 yang banyak memberi
saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
Rujito
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis Data
4
Rancangan Percobaan
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kadar Besi (Fe)
7
Ketersediaan Biologis Besi (Fe)
8
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh penambahan Na2EDTA pada kadar besi olahan terigu
2 Pengaruh Na2EDTA pada ketersediaan biologis besi olahan terigu
7
8
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian
2 Diagram alir pembuatan donat, bakpao, dan roti
3 Perbedaan ketersediaan biologis
4
5
9
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Proses analisis ketersediaan biologis Fe (Roig et al. 1999)
Proses analisis total Fe
Perhitungan hasil pembacaan AAS
Dokumentasi penelitian
Hasil uji statistik
14
15
15
17
19
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Zat besi merupakan elemen penting dalam proses metabolisme hampir
semua organisme hidup. Jumlah zat besi dalam tubuh bervariasi, tergantung pada
usia, jenis kelamin, kehamilan dan pertumbuhan. Anemia karena kekurangan zat
besi masih menjadi masalah di negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 menunjukkan bahwa
prevalensi zat gizi mikro khususnya defisiensi besi masih cukup tinggi. Berikut
berturut-turut kejadian anemia dengan batas nilai normal mengacu pada SK
Menkes No.736a Tahun 1989 adalah 19.7% untuk anemia perempuan dewasa
perkotaan, 13.1 untuk laki-laki dewasa perkotaan, serta 9.8% untuk anak-anak.
Dari total 33 provinsi, ibu hamil (24.5%) diantaranya adalah menderita anemia.
Kadar zat besi yang tinggi dalam suatu bahan pangan tidak selalu diikuti
dengan tingginya penyerapan dalam tubuh. Ketersediaan biologis zat besi
didefinisikan sebagai sejauh mana besi dapat diserap dari makanan untuk
digunakan dalam fungsi tubuh normal (Egli & Hurrell 2010). Walaupun secara
alamiah, sumber zat besi terdapat melimpah dalam berbagai makanan, tetapi
banyak penduduk dunia yang mengalami kekurangan zat besi termasuk penduduk
Indonesia. Hal ini karena asupan zat besi yang kurang dan rendahnya absorbsi
(penyerapan) zat besi oleh tubuh terutama pada besi nonheme. Sebagai contoh
jumlah heme hanya 10% dari rata-rata asupan konsumsi harian padahal dapat
diserap tubuh hingga 25%, sedangkan jumlah nonheme sampai 90% dari rata-rata
asupan harian tetapi penyerapannya oleh tubuh hanya sekitar 17% (Whitney &
Rofles 2007). Sulitnya penyerapan zat besi dapat disebabkan oleh beberapa
komponen makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi juga oleh faktor
pengolahan.
Salah satu program pemerintah untuk menanggulangi defisiensi zat besi
adalah dengan mewajibkan fortifikasi besi pada tepung terigu. Fortifikasi terbukti
telah berjasa mengatasi masalah kurang gizi mikro di Eropa, Amerika Utara dan
akhir-akhir ini di Amerika Latin (Soekirman 2011). Fortifikasi pada terigu
merupakan kebijakan nasional yang bertujuan untuk menanggulangi masalah
kekurangan atau defisiensi zat gizi mikro. Salah satu zat gizi mikro yang
ditambahkan ke terigu adalah besi. Besi merupakan zat gizi mikro esensial yang
memiliki peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan manusia. Zat besi
berfungsi dalam membantu kerja beberapa enzim untuk mengikat oksigen dalam
proses pembakaran serta mempengaruhi kemampuan belajar dan sistem kekebalan
tubuh.
Di Indonesia standar nasional tepung terigu (SNI 3751:2009) telah diatur
dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 35/M-IND/PER/3/2011. Dalam
peraturan tersebut ditunjukan bahwa terigu wajib difortifikasi oleh zat gizi mikro,
yaitu zat besi dengan dosis minimal 50 ppm, 30 ppm untuk seng (Zn), 2.5 ppm
untuk tiamin (B1), 4 ppm untuk riboflavin (B2), dan 2 ppm untuk asam folat.
Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan
mentahnya. Terigu haruslah diolah terlebih dahulu sebelum dapat dikonsumsi oleh
manusia. Sehingga terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan program
2
fortifikasi tersebut, yaitu pengetahuan konsumen dalam proses pengolahan pangan
fortifikasi dan kemampuan senyawa tersebut untuk dicerna. Pengaruh pengolahan
dapat mempengaruhi zat gizi mikro yang terkandung dalam pangan fortifikasi,
dan mengakibatkan kandungan serta ketersediaan biologis zat gizi mikro produk
hasil olahan menjadi berubah.
Fortifikasi besi yang telah direkomendasikan oleh World Health
Organization (WHO) antara lain dalam bentuk ferrous sulfate, ferrous fumarate,
ferric pyrophosphate, dan serbuk besi elektrolit. Di Indonesia fortifikan besi yang
umum digunakan berupa ferrous sulfate (FeSO4). Pada penelitian Hettiarachchi et
al. (2004) disebutkan bahwa fortifikan dalam bentuk FeSO4 memiliki ketersediaan
biologis yang lebih rendah dibandingkan saat ditambahkan Na 2EDTA (disodium
etilendiamintetraacetic acid) pada tepung beras.
Dalam penelitian ini Na2EDTA digunakan sebagai bahan tambahan
pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 033 Tahun 2012
tentang bahan tambahan pangan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bahan
tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Na2EDTA termasuk golongan sekuestran
atau zat pengikat logam sehingga dapat mempengaruhi sifat dan mutu pangan.
Skuestran merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan
bahan makanan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks
sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam
bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna, cita
rasa, dan tekstur. Ion logam bebas mudah bereaksi dan mengakibatkan perubahan
warna, ketengikan, kekeruhan, maupun perubahan rasa. Sekuestran akan mengikat
ion logam sehingga menjaga kestabilan bahan (Winarno 2008).
Selain sebagai sekuestran Na2EDTA dalam saluran pencernaan dapat
meningkatkan kelarutan ion logam yang diikatnya sehingga akan meningkatkan
ketersediaan biologis logam atau mineral yang terikat oleh Na2EDTA (Garcia et al.
2009). Bila dikonsumsi pada batas aman yaitu 2.5 mg/BB/hari, EDTA tidak
menimbulkan efek negatif pada tubuh manusia. Pada penelitian Davidsson et.al.
(1998), penambahan Fe dalam bentuk NaFe(III)EDTA tidak meningkatkan
penyerapan mangan (Mn) ataupun pengeluarannya lewat urin, yang dicurigai
dapat menimbulkan efek negatif pada manusia.
Beberapa jenis pengolahan terigu yang umum di masyarakat Indonesia
adalah digoreng, dikukus, dan dipanggang. Kesuksesan program fortifikasi
tergantung pada sejauh mana zat gizi yang ditambahkan pada produk pangan
dapat diserap oleh tubuh. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk
menentukan pengaruh penambahan senyawa Na2EDTA dan pengolahan pada
terigu fortifikasi terhadap penyerapan atau ketersediaan biologis besi yang telah
difortifikasi ke dalamnya. Dengan diketahuinya pengaruh penambahan Na2EDTA
terhadap ketersediaan biologis besi pada berbagai olahan tepung terigu,
diharapkan dapat diketahui jenis pangan olahan berbahan dasar terigu yang baik
dalam menjaga ketersediaan biologis besi, serta dapat dijadikan pertimbangan
untuk program fortifikasi pemerintah.
3
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
ketersediaan biologis besi yang terjadi akibat penambahan Na2EDTA pada
berbagai olahan terigu. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perubahan ketersediaan biologis besi pada terigu akibat
penambahan Na2EDTA.
2. Mengetahui perubahan ketersediaan biologis besi pada terigu akibat
pengolahan yang tersarang pada perlakuan penambahan Na2EDTA.
3. Membandingkan ketersediaan biologis besi pada produk olahan terigu
hasil penggorengan, pengukusan, dan pemanggangan.
Manfaat Penelitian
Penelitian “Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersedian Biologis
Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu” diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu:
1. Penelitian ini berguna sebagai sumbangsih dalam khasanah ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama mengenai pengolahan terigu.
2. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai pengolahan pangan
berbahan dasar terigu yang tepat dalam menjaga ketersediaan biologis
besi.
3. Rekomendasi jenis pengolahan terigu yang tepat untuk optimalisasi
ketersediaan biologis besi.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan pangan khususnya pangan fortifikasi.
METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah terigu yang
banyak dikonsumsi masyarakat dengan kadar protein tinggi dan telah difortifikasi.
Bahan kedua yang digunakan adalah Na2EDTA merek Titriplex® III dari Merck.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis ketersediaan biologis dan zat
besi adalah HCl 1N, air bebas ion, HCl 0,1N, pepsin (Sigma P-7000), pankreatin
(sigma P-1750), ekstrak bile (Sigma B-8631), NaHCO3, asam trikloroasetat,
hidroksil amonium hidroklorida, HCl pekat, dan natrium asetat 2M.
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk analisis ketersediaan biologis adalah
wadah untuk merendam peralatan gelas, labu ukur (25 ml, 250 ml, 500ml), pipet
mohr, pipet volumetrik, gelas ukur (100 ml, 250 ml), timbangan, cawan
4
pengabuan, blender, pH meter, botol gelas, erlenmeyer, tabung reaksi, botol
semprot, buret, gelas pengaduk, plastik, karet hisap, karet gelas, benang, kantung
dialisis (Spectrapor I, 6000-8000 MWCO (Fisher No. 08-670C)), freezer, gunting,
penangas air, magnetic stirer.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan terdiri dari penambahan Na2EDTA
dan pengolahan (donat, bakpau, roti). Sementara penelitian lanjutan terdiri dari
analisis protein, kadar Fe, dan ketersediaan biologis besi. Berikut adalah diagram
alir penelitian ini.
Terigu yang telah difortifikasi Fe
Ditambah Na2EDTA
Tanpa Na2EDTA
Digoreng
Dikukus
Dipanggang
Digoreng
Dikukus
Dipanggang
Donat
Bakpau
Roti
Donat
Bakpau
Roti
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mempersiapkan bahan utama
(donat, bakpao, roti) sehingga dapat dianalisis lebih lanjut pada penelitian ini.
Penelitian pendahuluan terdiri penetapan jumlah Na2EDTA yang ditambahkan
dan pengolahan terigu (donat, bakpao, roti).
Penetapan jumlah Na2EDTA yang ditambahkan
Penambahan Na2EDTA dilakukan pada adoanan masing-masing pangan
olahan terigu fortifikasi.Pemberian Na2EDTA yang aman ada pada perbandingan
rasio molar Fe:Na2EDTA 1:1 (Hurrell et al. 2000), sehingga jumlah Na2EDTA
yang digunakan per 1 kg terigu :
Kandungan Fe / 1 kg terigu (Nutrition Fact) = 0.052 g
(Nutrition Fact telah memenuhi dosis penambahan Fe minimal SNI
3751:2009 yaitu 50 ppm)
Molaritas
=
Molaritas Fe
=
Molaritas Na2EDTA
=
= 0.00093/L
=
M Na2EDTA : M Fe = 1:1 =>
Jumlah Na2EDTA (x) = 0.00093 x 336 = 0.31312 g = 313.12 mg/kg terigu
5
Pengolahan terigu
Pengolahan terigu pada penelitian ini mengacu pada Nugroho (2013)
dengan menggunakan satu adonan dengan bahan dasar yang sama, yaitu terigu
(1000 g), gula (350 g), telur (55 g), air (250 ml), margarin (12 g), ragi (11 g), dan
garam (1 g). Kemudian diolah dengan tiga cara pengolahan yang berbeda, yaitu
goreng (donat), kukus (bakpao), dan panggang (roti). Proses pembuatan donat,
bakpao, dan roti disajikan pada Gambar 2.
Na2EDTA
dilarutkan dalam air
Gula, telur, ragi,
margarin, dan garam
Dicampurkan hingga homogen menggunakan mixer
Ditambahkan terigu secara bertahap dan diaduk hingga terbentuk adonan yang kalis
Adonan dibiarkan mengembang selama ± 50 menit
Adonan dibagi-bagi, dibentuk, dan dibiarkan memgembang selama ± 40
menit
Digoreng tenggelam
dalam minyak 200 205oC selama 30 detik
Donat
Dikukus 96 – 98oC
selama 15 menit
Bakpau
Dipanggang dengan
oven 160oC selama 17
menit
Roti
Gambar 2 Diagram alir pembuatan donat, bakpao, dan roti
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan bertujuan untuk menganalisis kandungan protein dan
besi, serta ketersediaan biologis besi produk olahan terigu (donat, bakpao, roti)
baik yang ditambahkan Na2EDTA maupun tidak.
Analisis Kadar Protein
Analisis kadar protein (semi mikro kjeldahl) merupakan salah satu bagian
dari analisis proksimat. Kadar protein digunakan untuk menghitung sampel bio
yaitu setara dengan 2 g protein. Kadar protein sampel mengacu pada Nugroho
(2013).
Analisis Kadar dan Ketersediaan biologis Fe (Roig et al. 1999)
Sampel ditimbang setara 2 g protein dan dicampur dengan 100 ml air
bebas ion. Lalu ditambahkan HCl 4 N hingga sampel memiliki pH 2. Sampel
dibagi ke dalam dua botol. Botol gelas pertama diisi 20 g aliquot sampel untuk
penentuan keasaman titrasi. Botol gelas kedua diisi dengan 20 g aliquot sampel
untuk penentuan persen mineral.
Ditambahkan 1 ml larutan suspensi pepsin pada masing-masing botol
gelas. Masing-masing botol gelas kemudian ditutup dengan plastik yang telah
dilubangi untuk mengeluarkan gas lalu diinkubasi dalam penangas air bergoyang
pada suhu 37oC dengan kecepatan 5 rpm selama 2 jam.
6
Botol gelas pertama ditambahkan 5 ml campuran pankreatin bile lalu
dititrasi dengan KOH 0,4 N sampai diperoleh pH 7. Jumlah KOH yang
ditambahkan equivalen dengan jumlah NaHCO3. Selanjutnya sejumlah NaHCO3
dengan konsentrasi yang diperoleh dari hasil titrasi sampel dengan KOH
diencerkan dengan air bebas ion pada labu ukur 100 ml sampai tanda tera, lalu
diambil 20 ml untuk dimasukkan ke dalam kantung diálisis. Botol gelas kedua
yang diisi dengan 20 g aliquot sampel untuk penentuan persen mineral disiapkan.
Kantung diálisis dimasukkan ke dalam botol gelas kedua sehingga kantung
diálisis terendam sempurna. Botol gelas kedua lalu ditutup dengan plastik dan
diinkubasi selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 5 ml campuran pankreatin
bile dan inkubasi dilanjutkan selama 2 jam. Setalah inkubasi selesai, kantung
diálisis diangkat dan dibilas dan dicelupkan ke dalam air bebas ion. Salah satu
ujung kantung diálisis dibuka dan isinya (dialisat) dituang ke dalam gelas ukur
untuk dihitung volumenya.
Kandungan (%) zat besi yang tersedia kemudian diukur menggunakan
AAS. Botol gelas ketiga disiapkan untuk penilaian total kadar besi yang diisi 0.5
gram sampel ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan H2SO4 pekat dan dipanaskan
hingga larut dan tidak berwarna gelap lagi. Ditambahkan H2O bebas ion sampai
larutan tidak berwarna (jernih) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml serta
diencerkan hingga tanda tera. Larutan lalu disaring dengan kertas whatman No. 42
dan kadar zat besi tersedia diukur dengan AAS pada = 248.3 nm. Skema proses
analisis ketersediaan biologis besi dapat dilihat pada lampiran 1 dan proses
analisis total besi dapat dilihat pada lampiran 2.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan tersarang (nested) dengan perlakuan
terigu Na2EDTA terdiri dari 2 taraf yang berupa tanpa Na2EDTA (kontrol) dan
dengan Na2EDTA, sedangkan faktor olahan terigu terdiri dari 3 taraf yaitu
digoreng (donat), dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti). Rancangan tersarang
digunakan karena faktor olahan terigu tersarang pada faktor terigu Na2EDTA,
dengan kata lain faktor olahan terigu tergantung pada setiap taraf dari faktor
terigu Na2EDTA. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk =
+ i+
Dimana Yijk
i
j
k
i
j(i)
ε (ij)k
j(i) + ε (ij)k
= respon pada perlakuan penambahan Na2EDTA, pengolahan,
dan pengulangan
= banyaknya perlakuan penambahan Na2EDTA (i=2)
= banyaknya jenis pengolahan (j=3).
= banyaknya ulangan (k=2).
= rataan umum.
= pengaruh faktor terigu Na2EDTA taraf ke i.
= pengaruh faktor olahan taraf ke j yang tersarang pada faktor
terigu Na2EDTA taraf ke i
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i, olahan ke-j, ulangan ke-k.
7
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil analisis diolah menggunakan program Ms. Excel 2007 dan uji
ragam. Uji ragam dilakukan pada data analisis untuk mengetahui pengaruh pada
setiap perlakuan penambahan Na2EDTA dan pengolahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Besi (Fe)
Zat besi merupakan komponen dari hemoglobin, mioglobin, sitokhrom,
dan enzim katalase serta peroksidase. Lebih dari 65% zat besi dalam tubuh
ditemukan dalam bentuk hemoglobin dan lebih dari 10% ditemukan dalam bentuk
mioglobin, 1% sampai 5% ditemukan dalam bentuk bagian dari enzim dan
menjaga zat besi dalam darah atau cadangan zat besi dalam tubuh (Gropper et al.
2009). Zat besi dibutuhkan kurang dari 0,01% berat badan total sehingga termasuk
salah satu mikromineral (Almatsier 2004). Kadar zat besi menunjukkan jumlah zat
besi yang terkandung dalam suatu bahan pangan.
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui kadar zat besi pada penelitian
ini adalah analisis kadar zat besi metode AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometric) atau Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Hasil analisis
kandungan kadar besi dalam berat basah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Rincian perhitungan pembacaan AAS bisa dilihat pada lampiran 3.
Tabel 1 Pengaruh penambahan Na2EDTA terhadap kadar besi produk olahan
terigu
Produk olahan terigu
Donat
Bakpau
Roti
Kadar Fe (mg/100g)
Kontrol
Ditambah Na2EDTA
8.3354±2.0856
4.1300±1.0373
10.8701±3.3934
7.5494±1.3194
6.3098±0.5003
5.7035±2.5518
Nilai adalah rata-rata ± SD dengan n=2
Berdasar kadar besi pada informasi nilai gizi yang tercantum pada
kemasan tepung terigu (nutrition fact) adalah 52 mg/kg tepung terigu. Kadar besi
olahan terigu rata-rata lebih besar dibandingkan dengan informasi nilai gizi. Hal
ini dikarenakan pada adonan olahan per kilogram tepung terigu terdapat
penambahan telur sebanyak 55 g yang tentunya memiliki kontribusi terhadap
kenaikan kadar besi. Kadar besi pada olahan donat cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan nilai pada nilai informasi gizi diduga karena faktor
penggorengan. Menurut Muchtadi (2010) selain sebagai media pemindah panas,
minyak goreng juga akan terbawa ke dalam produk gorengan dalam jumlah
tertentu. Dengan meningkatnya berat sampel uji kadar besi karena penyerapan
minyak sehingga persen (%) kadar besi dalam sampel berkurang. Setelah
dilakukan uji ragam terhadap kadar Fe, diketahui bahwa faktor terigu Na2EDTA
yang diberi perlakuan kontrol dan penambahan Na2EDTA tidak menunjukkan
8
perbedaan yang nyata (p>0.05). Begitu juga dengan kadar Fe pada faktor olahan
terigu yang tersarang pada faktor terigu Na2EDTA (p>0.05). Berdasar Palupi et al.
(2007) pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara sigifikan
dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Dengan adanya oksigen,
beberapa mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral bervalensi lebih
tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya.
Ketersediaan Biologis Besi (Fe)
Ketersediaan biologis zat besi didefinisikan sebagai sejauh mana besi
dapat diserap dari makanan untuk digunakan dalam fungsi tubuh normal (Egli &
Hurrell 2010). Penyerapan zat gizi oleh usus, sering digunakan sebagai sinonim
untuk ketersediaan biologis (Gueguen et al. 2000). Kadar zat besi yang tinggi
dalam suatu bahan pangan tidak selalu diikuti dengan tingginya penyerapan dalam
tubuh. Hal ini tergantung pada daya cerna zat besi tersebut. Sampel pada
penelitian ini menggunakan 3 jenis olahan terigu yang dibuat menjadi produk
bakery yaitu digoreng (donat), dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti). Foto
produk olahan terigu dapat dilihat pada lampiran 4. Berdasar Muchtadi (2010)
bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan
mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis pangan
lain. Oleh karena itu sampel pada penelitian ini menggunakan makanan yang telah
diolah. Hasil analisis ketersediaan biologis besi disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2 Pengaruh Na2EDTA pada ketersediaan biologis besi produk olahan terigu
Donat
Bakpau
Roti
Bioavailabilitas (%)
Kontrol
Ditambah Na2EDTA
6.6999±5.2847
16.2653±5.3035
17.2060±12.7936
10.8342±3.3863
17.7945±15.0154
16.6058±2.8364
Nilai adalah rata-rata ± SD dengan n = 2
Hasil ini sesuai dengan Rofles & Whitney (2007) yang menyatakan
bahwa jumlah besi nonheme 90% dari rata-rata asupan harian tetapi
penyerapannya oleh tubuh hanya sekitar 17%. Hasil penelitian ini juga tidak jauh
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Herman et al. (2002) pada tepung
terigu yang dibuat olahan pangsit dengan komposisi 25 g tepung terigu yang telah
difortifikasi 60 mg Fe/Kg menghasilkan nilai ketersediaan biologis sekitar
15.9±6.8%. Berdasar Hallberg (1991) dalam Hurel & Egli (2010) sebanyak 15%
dari besi yang dapat diserap pada bahan makanan bubuk yang difortifikasi dengan
besi. Setelah dilakukan uji ragam, faktor terigu Na2EDTA yang diberi perlakuan
kontrol dan penambahan Na2EDTA tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(p>0.05) dalam nilai ketersediaan biologis. Begitu juga dengan ketersediaan
biologis besi pada faktor olahan terigu yang tersarang pada faktor terigu
Na2EDTA (p>0.05). Hasil uji statistik bisa dilihat pada lampiran 5.
Dapat dilihat pada ketersediaan biologis olahan donat menunjukkan
kecenderungan peningkatan nilai ketersediaan biologis zat besi. Pada penelitian
yang dilakukan Davidson et al. (2002) secara in vivo Na2EDTA yang
9
% ketersediaan
biologis
ditambahkan pada makanan dengan rasio molar EDTA : Besi adalah 1:1 dapat
meningkatkan penyerapan zat besi yang diberikan pada makanan yang memiliki
bioavailabilitas besi yang rendah. Berdasar Hettiararachchi et al. (2004)
Ketersediaan biologis Fe pada tepung beras setelah ditambah FeSO4 dan
Na2EDTA dapat meningkat. Berdasarkan konsentrasi Fe pada tepung beras
fortifikasi (60 mg/kg) ditambah Na2EDTA, anak-anak dapat menyerap 92 µg zat
besi dari 25 g tepung beras yang dikonsumsi. Pemberian Na2EDTA yang aman
ada pada perbandingan rasio molar Fe:Na2EDTA 1:1 (Hurrell et al. 2000).
20
10
16.2653
6.6999
17.2060
17.7945 16.6058
10.8342
0
Donat
Bakpau
Roti
Jenis olahan terigu
Kontrol
Ditambah Na2EDTA
Gambar 3 Perbedaan ketersediaan biologis
Hasil analisis menunjukkan rata-rata ketersediaan biologis besi dalam
donat kontrol adalah 6.6999% dan pada donat yang telah ditambah Na2EDTA
ketersediaan biologisnya meningkat menjadi 16.2653%. Sehingga terjadi
peningkatan sebesar 9.5654%. Hasil analisis pada olahan kukus (bakpau)
mengalami penurunan bioavailabilitas sebesar 6.3718%. Pada olahan panggang
(roti) mengalami penurunan pada hasil ketersediaan biologisnya setelah ditambah
Na2EDTA sebesar 1.1887%. Pada penelitian Davidson et al. (2002) tepung jagung
yang ditambahkan Na2EDTA : Besi (FeSO4) dengan perbandingan 1:1 secara in
vivo menghasilkan ketersediaan biologis sebesar 9.0%. Pada tepung jagung yang
tidak ditambah Na2EDTA hanya memiliki ketersediaan biologis Fe sebesar 5.5%.
Hal ini berarti terjadi peningkatan sebesar 3.5%.
Menurut Ikeda et al. (2005) bahwa ketersediaan biologis mineral sangat
erat kaitannya dengan kelarutannya di dalam saluran pencernaan. Ikatan besi
nonheme pada komponen makanan harus dilepaskan secara enzimatis pada
saluran pencernaan agar absorbsi terjadi. Sekresi getah lambung termasuk asam
asam hidroklorat dan enzim proteasepepsin pada perut dan protease pada usus
halus, membantu untuk mengeluarkan zat besi nonheme dari komponen makanan.
Apabila zat besi nonheme keluar dari komponen makanan akan berbentuk sebagai
besi ferri. Sisa besi ferri akan larut selama pH lingkungan dalam keadaan asam.
Beberapa dari besi ferri akan berkurang dan membentuk besi ferro. Apabila besi
ferri mampu melewati lambung menuju distal duodenum dan jejenum, besi ferri
bercampur dengan getah alkaline yang disekresikan usus halus menuju pankreas.
Pada lingkungan yang lebih alkali, besi ferri akan kompleks memproduksi
hidroksi ferri (Fe(OH)3), senyawa yang relatif tidak larut dalam jumlah yang besar
dan mengendap, menyebabkan berkurangnya penyerapan zat besi (Gropper et al.
2009).
EDTA dapat secara mudah mengkelat atau mengikat zat besi yang terlarut
dalam lambung dan usus, hingga dua atau tiga kali lipat pada bahan pangan yang
banyak mengandung inhibitor dalam jumlah tinggi dengan catatan zat besi berasal
10
dari sumber yang mudah larut dalam air (Whittaker et al. 1990). Hasil penelitian
Garcia et al. (2009) menunjukkan bahwa Na2EDTA dapat menjaga kelarutan dari
besi yang tereduksi pada pH 2 ataupun 6, yang merupakan pH saat proses
pencernaan dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan ketersediaan biologis besi.
EDTA didalam tubuh tidak membahayakan dikarenakan hanya sekitar 5% dari
total EDTA yang akan ikut terserap ke dalam usus dan dikeluarkan melalui urin
sedangakan sebagian besar terbuang melalui saluran pencernaan (Davidson et al.
1998).
Banyak penelitian dengan metode in vivo terkait penambahan Na2EDTA
pada bahan makanan yang telah difortifikasi besi menunjukkan peningkatan
ketersediaan biologis besi. Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah
secara in vitro. Analisis ketersediaan biologis metode in vitro memiliki beberapa
keterbatasan, antara lain adalah enzim yang digunakan hanya dua jenis, yaitu
pepsin dan pankreatin bile yang berfungsi untuk memecah protein sehingga besi
yang terikat akan lepas dan dapat berdifusi ke dalam kantong dialisis. Proses yang
terjadi pada pencernaan manusia, tidak hanya sebatas dua enzim, sedangkan
aktivitas enzim yang berbeda akan menghasilkan tingkat bioavailabilitas yang
berbeda pula. Adanya interaksi yang kompleks antar mineral-mineral, serat
pangan dan komponen lain dalam makanan juga menyebabkan keseimbangan
mineral pada manusia sulit dipelajari secara in vitro. Pada penetapan nilai
ketersediaan biologis secara in vitro tidak bisa setepat studi secara in vivo. Saat
menggunakan metode in vitro faktor fisiologis individu diasumsikan sama.
Penyerapan zat gizi juga tergantung pada kapasitas penyerapan oleh usus, yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis seperti cadangan mineral, pengaturan
hormon dan lainya (Gueguen et al. 2000).
Pengaruh suhu pemanasan bisa menjadi sebab tidak terjadinya peningkatan
pada olahan terigu yang ditambahkan Na2EDTA. Dilihat dari nilai ketersediaan
biologis antara ketiga olahan dapat dilihat pada olahan terigu yang dikukus dan
dipanggang menunjukkan penurunan nilai setelah ditambahkan Na2EDTA. Pada
penelitian ini suhu penggorengan adalah yang tertinggi di antara yang lainnya
yaitu 200-205oC, suhu yang dipakai untuk pemanggangan yaitu 160oC, sedangkan
pada pengukusan memakai suhu 96-97oC.
Secara deskriptif meskipun pada olahan terigu yang dipanggang mengalami
penurunan nilai biologis tapi penurunannya hanya sekitar 1.1887%. Olahan terigu
yang dikukus menunjukkan penurunan yang paling tinggi yaitu sekitar 6.3718%.
Menurut Palupi et al. (2007), perlakuan panas akan sangat mempengaruhi
penyerapan atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan
ikatan, yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diserap oleh tubuh
meskipun dibutuhkan secara fisiologis. Fitat, serat, dan protein diduga merupakan
komponen utama sebagai penyusun kompleks tersebut yang dapat mengikat
mineral sehingga mempengaruhi penyerapannya. Suhu pengukusan merupakan
suhu terendah dari ketiga pengolahan yang digunakan. Hal tersebut menyebabkan
mineral dalam makanan masih terikat dalam kompleks di dalam makanan
sehingga tidak terjadi peningkatan ketersediaan biologis yang diharapkan karena
Na2EDTA tidak dapat mengikat mineral secara maksimal.
Interaksi antara mineral bisa mempengaruhi nilai ketersediaan biologis zat
besi pada olahan terigu. Berdasarkan penelitian metaanalisis oleh Sandstrom
(2001) mengenai efek interaksi mikronutrien pada absorbsi dan ketersediaan
11
biologis menunjukkan adanya interaksi negatif antara zat seng dengan zat besi.
Berdasar SNI 3751:2009 tentang tepung terigu sebagai bahan makanan disebutkan
bahwa terigu wajib difortifikasi oleh zat gizi mikro, yaitu zat besi dengan dosis
minimal 50 ppm, 30 ppm untuk seng (Zn), 2.5 ppm untuk tiamin (B1), 4 ppm
untuk riboflavin (B2), dan 2 ppm untuk asam folat. Sandstrom (2001) menyatakan
bahwa mineral yang memiliki kesamaan kimia dapat bersaing untuk transportasi
oleh protein atau mekanisme serapan lainnya, serta untuk berikatan dengan zat
organik, dan memfasilitasi atau menghambat penyerapan.
Herman et al. (2002) menyimpulkan bahwa kemungkinan ada efek
merugikan pada fortifikasi seng sulfat pada tepung terigu terhadap penyerapan zat
besi. Hasil penelitiannya pada tepung terigu yang telah diolah menjadi pangsit
menunjukkan ketersediaan biologis Fe pada tepung terigu yang difortifikasi
dengan Fe tanpa seng sulfat lebih tinggi dibandingkan dengan ketersediaan
biologis tepung terigu yang difortifikasi dengan Fe dan seng sulfat. Menurut
Rofles & Witney (2007) perbandingan mol yang baik antara konsumsi besi dan
seng adalah 2:1. Hal ini karena seng juga dapat berikatan dengan transferin seperti
pada penyerapan besi. Pada manusia normal, transferin biasanya disaturasi oleh
besi kurang dari 50%, tetapi pada konsumsi seng berlebih transferrin dapat lebih
tersaturasi oleh seng sehingga transferrin yang tersedia untuk penyerapan besi
berkurang. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan penyerapan besi di
dalam tubuh, yang terjadi bila konsumsi seng melebihi perbandingan mol antara
besi dan seng yaitu 2:1 (Rofles & Whitney 2007).
Keberadaan seng akan menguntungkan penyerapan besi dengan adanya
Na2EDTA. Hettiarachchi et al. (2004) menyatakan bahwa interaksi seng dan
Na2EDTA ketika dibandingkan dengan efek Na 2EDTA pada penyerapan besi
menunjukkan seng dapat meningkatkan kemampuan Na2EDTA dalam mengikat
besi. Terjadinya penurunan ketersediaan biologis pada produk olahan kukus
(bakpau), panggang (roti) yang telah ditambah Na2EDTA dapat diduga juga
karena faktor pencampuran. Diduga pengkhelatan mineral oleh Na2EDTA pada
penelitian ini tidak merata di semua permukaan adonan dikarenakan jumlah
Na2EDTA terlalu kecil bila dibandingkan dengan terigu yaitu 313,12 mg/Kg
terigu.
Dalam penelitian ini rasio mol antara besi dan Na2EDTA mengacu pada
kadar besi dalam nutrition fact tepung terigu. Padahal setelah dibuat adonan kadar
besi akan meningkat karena pengaruh pencampuran dengan bahan adonan. Bahan
adonan yang dicampurkan ke dalam terigu yang mengandung besi adalah telur
(55 g) mengandung sekitar 2.5 mg besi (DKBM 2007). Jika disimulasikan
nantinya akan didapat kadar besi adonan olahan terigu 54.5 mg sehingga didapat
jumlah Na2EDTA yang ditambahkan menjadi sebanyak 328.17 mg, terdapat
peningkatan penambahan 15.05 mg dibandingkan apabila menggunakan acuan
nutrition fact tepung terigu. Jumlah ini cukup besar sehingga diduga hal ini yang
menyebabkan tidak terjadinya peningkatan ketersediaan biologis pada produk
yang ditambah Na2EDTA. Oleh karenanya rasio antara besi dan Na2EDTA yang
dipakai sebaiknya mengacu pada kadar besi adonan tepung terigu agar Na2EDTA
yang ditambahkan akan lebih banyak dibanding jika mengacu pada nutrition fact
sehingga akan terjadi ikatan Na2EDTA dengan besi yang lebih maksimal untuk
penyerapan besi dalam usus.
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai ketersediaan biologis produk olahan terigu yang digoreng (donat),
dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti) sebelum ditambah Na2EDTA berturutturut adalah 6.6999%, 17.2060%, 17.7945% sedangkan untuk yang telah
ditambah Na2EDTA berturut-turut adalah 16.2653%, 10.8342%, 16.6058%. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa nilai ketersediaan biologis besi pada faktor
olahan terigu yang tersarang pada faktor terigu Na2EDTA tidak berbeda nyata
(p>0.05) atau bisa dikatakan sama. Namun bila dilihat dari nilainya, terdapat
kecenderungan peningkatan pada terigu yang diolah dengan cara digoreng (donat)
sebesar 9.5654%.
Saran
Sebaiknya untuk pertimbangan Na2EDTA sebagai bahan tambahan pangan
pada olahan terigu menggunakan perbandingan mol antara besi dan Na2EDTA
dengan mengacu pada kadar besi adonan yang akan dibuat olahan terigu. Hal ini
akan memungkinkan jumlah Na2EDTA yang ditambahkan sebagai bahan
tambahan pangan lebih banyak sehingga kemampuan untuk mengikat besi akan
lebih maksimal. Melihat peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Perlu
dilakukan juga penelitian yang lebih dalam mengenai cost effectiveness dari
penggunaan Na2EDTA sebagai bahan tambahan pangan untuk meningkatkan
ketersediaan biologis besi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia. SNI 37512009. Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan. Jakarta: Badan Standar
Nasional.
Davidsson L, Almgren A, Hurrell RF. 1998. Sodium iron EDTA
[NaFe(III)EDTA] as a food fortificant does not influence absorption and
urinary excretion of manganese in healthy adults. J. Nutr. 128:1139-1143.
Davidson L, Dimitriou T, Boy E, Walczyk T, Hurrell RF. 2002. Iron
bioavailability from iron-fortified Guatemalan meals based on corn tortillas
and black bean paste. Am J Clin Nutr. 75:535–9.
[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2007. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan.
Egli, Hurrell R. 2010. Iron bioavailability and dietary reference values. Am. J.
Clin Nutr. 91(suppl):1461S–7S.
13
Garcia-Casal MN, Ramirez J, Leets I. 2009. Bioavailability from electrolytic and
reduced iron in human is enhanced by nafe-edta and vitamin a in corn and
wheat flours, effect of serum retinol status. Afr. J. Food Sci. 3: 131-138.
Gueguen L, Pointillart. 2000. The bioavailability of dietary calcium. JACN. 19:
119-136.
Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Advanced Nutrition and Human
Metabolism 5th edition. USA: Wadsworth
Herman S, Griffin IJ, Suwarti S, Ernawati F, Permaesih D, Pambudi D, and
Abrams SA. 2002. Cofortification of iron-fortified flour with zinc sulfate,
but not zinc oxide, decreases iron absorption in Indonesian children. Am J
Clin Nutr. 76:813–7
Hettiarachchi M, Hilmers DC, Liyanage C, Abrams SA. 2004. Na2EDTA
enhances the absorption of iron and zinc from fortified rice flour in Sri
Lankan children. J. Nutr. 134: 3031-303.
Hurrell RF, Reddy MB, Burri J, Cook JD. 2000. An evaluation of EDTA
compounds for iron fortification of cereal-based foods. J. Nutr. 84:903–910.
Ikeda S, Yamashita Y, Kusumoto K. Ivan K. 2005 .Nutritional characteristics of
minerals in various buckwheat groats. Fagopyrum. 22: 71-75.
Muctadi T.R, Ayustainingwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
Bandung : Alfabeta
Nugroho E. 2013. Pengaruh Pengolahan dan Penambahan Na2EDTA pada Terigu
Fortifikasi Terhadap Ketersedian Biologis Seng (Zn) [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. 2007.Modul e-learning ENBP: Pengaruh
Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Bogor. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan IPB.
Rofles SR, Whitney E. 2007. Understanding Nutrition 11th Ed. Belmont USA:
Thomas Higher Educaton Learning Inc.
Riskesdas. 2008. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calcium
bioavailability in human milk, cow milk and infant formulas – comparison
between dialysis and solubility methods. Food Chem. 65: 353 - 357.
Sandstrom B. 2011. Micronutrient Interactions: Effects on absorption and
bioavailability. Br J Nutr. Suppl. 2, S181±S185
Soekirman 2011. Fortifikasi Pangan: Program Gizi Utama Masa Depan
(terhubung berkala) http://www.kfindonesia.org/index.php?pgid=11&conten
tid=81 [11 Juli 2013].
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
Whittaker P, Vandervee JE (1990). Effect of EDTA on biovailability to rat of
fortifications iron used in Egyption balady bread. Br J Nutr. 63: 587-595.
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Proses analisis ketersediaan biologis Fe (Roig et al. 1999)
Sampel
Ditambahkan H2O bebas ion
pH diatur menjadi 2.0 dengan HCL 4 N
Gelas piala ditimbang bersama sampel
Ditimbang 20 g (T2)
Ditimbang 20 g (T1)
1.6 g pepsin dilarutkan dalam 10 mL HCL 0,1 N
Ditambahkan Suspensi
pepsin
Diinkubasi dalam shaker 37oC
120 menit skala kec. 5
Ditambahkan suspensi
pepsin
Diinkubasi dalam shaker 37oC 120
menit skala kec. 5
Dimasukan ke dalam freezer
Dimasukan ke dalam freezer
Di thawing dalam shaker 37oC
Di thawing dalam shaker 37oC
Kantung dialisis dimasukan
Diinkubasi dalam shaker 37oC 30
menit skala kec. 5
Ditambahkan 5 mL
pancreatin bile
Diinkubasi 37oC 2 jam
kec.5
Kantung dialisis diangkat
Dicuci dengan air bebas
ion
Ditimbang dialisatnya
Kantung dialisis dipotong
± 12 cm, direndam dalam air
bebas ion lalu diikat salah satu
ujungnya dan diisi dengan 20
mL larutan NaHCO3 hasil
perhitungan
Ditambahkan 5 mL pancreatin
bile
1 gr pankreatin (sigma p 170)
+ 6,23 ekstrak bile (sigma B8631) larutkan dalam 250 ml
NaHCO3 0.1 N
Dititrasi dengan KOH standar sampai pH 7
Dihitung kebutuhan NaHCO3
15
Lampiran 2 Proses analisis total Fe
Ditimbang ± 0.5 g sampel
Ditambah H2SO4 pekat 10 mL
Ditambahkan 10 mL HNO3 pekat
Didiamkan semalam
Ditambahkan H2O bebas ion
Dipanaskan sampai jernih
Diencerkan dalam labu 50 mL
Disaring dengan kertas whatman No. 42
Dibaca absorban dengan AAS pada = 248,3 nm untuk Fe
Lampiran 3 Perhitungan hasil pembacaan AAS (kadar Fe dan ketersediaan
biologis)
Berat
sampel TM
Vol
Aliquot
Bacaan
Total Fe
Total Fe
sampel bio
Gram
Ml
A
B
Mm
mg/100g
Mg
A1D
0.5073
100
11.16
1.246
6.8
9.8102
0.4699
A2D
0.5556
100
11.16
1.246
5.5
6.8607
0.3395
A1B
0.5101
100
11.16
1.246
8.8
13.2696
0.6401
A2B
0.5029
100
11.16
1.246
6
8.4706
0.4123
A1R
0.5048
100
11.16
1.246
5
6.6636
0.3189
A2R
0.5046
100
11.16
1.246
4.6
5.956
0.2761
B1D
0.5074
100
11.16
1.246
4
4.8635
0.233
B2D
0.5155
100
11.16
1.246
3.2
3.3965
0.1681
B1B
0.5022
100
11.16
1.246
6
8.4824
0.4092
B2B
0.5084
100
11.16
1.246
5
6.6164
0.322
B1R
0.5077
100
11.16
1.246
5.5
7.508
0.3593
B2R
0.518
100
11.16
1.246
3.5
3.8991
0.1807
Kode
sampel
16
Kadar
protein
Berat
setara 2 g
protein
Berat
sampel
Bio
Total
Fe
sampel
bio
Berat
dialisat
volu
me
aliqu
ot
Bacaan
Gram
Gram
Gram
Mg
Gram
mL
Mm
A
A1D
8.3501
23.9518
A2D
8.0841
4.7904
0.4699
25.8553
100
2.8
11.16
A1B
8.2919
24.7401
4.9480
0.3395
25.0701
100
5.2
A2B
8.2187
24.1197
4.8239
0.6401
22.2168
100
A1R
8.3590
24.3345
4.8669
0.4123
4.5946
A2R
8.6292
23.9263
4.7853
0.3189
B1D
8.3501
23.1771
4.6354
B2D
8.0841
23.9518
B1B
8.2919
B2B
8.2187
B1R
8.3590
Kadar
Fe
dialisat
mg/100
g
Total
Fe
dialisat
Bioavai
labilitas
mg
%
1.246
0.0539
0.0139
2.9631
11.16
1.246
0.1413
0.0354
10.4369
20
11.16
1.246
0.7564
0.1680
26.2525
100
5
34.24
0.2284
0.7321
0.0336
8.1595
37.4324
100
3.8
11.16
1.246
0.0611
0.0229
7.177
0.2761
22.5482
100
10
11.16
1.246
0.3479
0.0784
28.412
4.7904
0.233
22.4892
100
4.5
11.16
1.246
0.1297
0.0292
12.5151
24.7401
4.9480
0.1681
23.8421
100
5
11.16
1.246
0.1411
0.0336
20.0155
24.1197
4.8239
0.4092
22.0878
100
5.1
11.16
1.246
0.1563
0.0345
8.4397
24.3345
4.8669
0.322
27.0362
100
6
11.16
1.246
0.1576
0.0426
13.2287
23.9263
4.7853
0.3593
27.6264
100
7.1
11.16
1.246
0.1899
0.0525
14.6001
B2R
23.1771 4.6354 0.1807
Kadar protein diacu dari Nugroho (2013)
28.4919
100
5
11.16
1.246
0.1181
0.0336
18.6115
8.6292
Kurva Standar Fe
Tinggi
Konsentrasi
puncak
ppm
mm
0.00
0.00
0.50
8.00
1.00
13.10
2.00
22.90
3.00
34.90
4.00
45.8
B
Kurva Standar Fe
Tinggi puncak (mm)
Kode
sampel
50.00
45.8
40.00
34.90
30.00
y = 11.16x + 1.246
R² = 0.997
22.90
20.00
Series1
13.10
8.00
0.00
10.00
0.00
0.00
2.00
Linear (Series1)
4.00
Konsentrasi Fe (ppm)
6.00
17
Lampiran 4 Dokumentasi penelitian
Sterilisasi alat
Pengeringan alat
Penimbangan sampel bio
Penambahan pepsin
Titrasi sampel dengan NaOH
Inkubasi sampel
Destruksi zat-zat organik
Pembacaan AAS
18
Sampel donat tanpa Na2EDTA
Sampel donat + Na2EDTA
Bakpau tanpa Na2EDTA
Sampel bakpau + Na2EDTA
Sampel roti tanpa Na2EDTA
Sampel roti + Na2EDTA
19
Lampiran 5 Hasil uji statistik
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kadar Fe
Type III Sum of
Source
Intercept
bahan_terigu
olahan(bahan_terigu)
Squares
Hypothesis
Df
613.421
Mean Square
F
1
613.421
a
Error
32.600
4
8.150
Hypothesis
22.045
1
22.045
Error
32.600
4
8.150
Hypothesis
32.600
4
8.150
6
b
Error
25.444
Sig.
75.267
.001
2.705
.175
1.922
.226
a
4.241
Keterangan : bahan terigu = terigu Na2EDTA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:bioavailabilitas
Type III Sum of
Source
Intercept
Squares
Hypothesis
Error
bahan_terigu
olahan(bahan_terigu)
Hypothesis
Df
Mean Square
F
2431.384
1
2431.384
197.823
4
49.456a
1.340
1
1.340
a
Error
197.823
4
Hypothesis
197.823
4
49.456
Error
464.711
6
77.452b
Sig.
49.163
.002
.027
.877
.639
.654
49.456
20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Banjarnegara, 7 Mei 1991. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara dari bapak Sarman dan ibu Rokidah. Tahun 2009
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bawang yang berada di Kabupaten Banjarnegara
dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institiut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama Penulis mengikuti pendidikan di IPB, Penulis aktif di Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai staf
Divisi Komunikasi dan Informasi pada periode kepengurusan 2010/2011. Penulis
masuk dalam organisasi Forum Lingkar Pena (FLP) sejak tahun 2012. Penulis
juga bergabung dalam Tim Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia (BIMGI)/
Tim E-Journal ILMAGI sebagai dewan redaksi periode kepengurusan 2012/2013.
Selain berorganisasi penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kegiatan
Open House (OH) IPB angkatan 47 (2010), Nutrition Fair (2010), Pemilihan Raya
ketua Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) periode kepengurusan 2010/2011.
Penulis pernah sebagai angggota badan pengawas Masa Perkenalan Fakultas
(MPF) FEMA dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) Gizi Masyarakat
angkatan 47 pada tahun 2011.
Penulis menerima hibah untuk Program Kreativitas Mahasiswa sebanyak 4
kali yaitu PKM-Kewirausahaan sebanyak 3 kali pada tahun 2011, 2012, 2013, dan
PKM-Penelitian sebanyak 1 kali pada tahun 2013. Pada tahun 2012 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di desa Sengare Kec. Talun, Kab.
Pekalongan. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Internship Dietetik di RS
Kanker Dharmais. Pada tahun yang sama penulis menjadi asisten praktikum pada
mata kuliah Patofisiologi Gizi. Penulis sejak Desember tahun 2011 mulai aktiv
menulis di media massa hingga saat ini sebanyak 10 artikel telah dimuat di koran
Sindo rubrik opini poros mahasiswa. Judul artikel yang dimuat antara lain siapkan
petani gerus tantangan global, perlu luruskan niat, pembangun atau penghancur,
kompensasi BBM untuk berantas gizi kurang, replikasi Indonesia mengajar,
aspirasi rakyat terlantar, dua solusi hadapi penggerogotan generasi, pejabat bukan
milik partai saja, dan meningkatkan gizi makanan pokok.
KETERSEDIAAN BIOLOGIS BESI (Fe) PADA BERBAGAI
OLAHAN TERIGU
RUJITO
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh
Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersedian Biologis Besi (Fe) pada Berbagai
Olahan Terigu” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Rujito
NIM I14090078
ABSTRAK
RUJITO. Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersediaan Biologis Besi
(Fe) pada Berbagai Olahan Terigu. Dibimbing oleh Evy Damayanthi.
Na2EDTA pada umumnya ditambahkan pada makanan untuk mencegah
oksidasi, perubahan warna, dan meningkatkan ketersediaan biologis mineral
dengan cara mengikat mineral. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
perubahan ketersediaan biologis besi yang terjadi akibat penambahan Na2EDTA
pada berbagai olahan terigu. Penelitian ini menggunakan rancangan tersarang
(nested) dengan faktor pengolahan terigu tersarang pada perlakuan penambahan
Na2EDTA. Perlakuan terigu Na2EDTA terdiri dari 2 taraf yang berupa tanpa
Na2EDTA (kontrol) dan dengan Na2EDTA, sedangkan faktor olahan terigu terdiri
dari 3 taraf yaitu digoreng (donat), dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti). Uji
ketersediaan biologis besi dilakukan secara in vitro dengan mensimulasikan
pencernaan manusia menggunakan enzim pepsin dan pankreatin bile. Hasil
analisis menunjukkan faktor terigu Na2EDTA yang diberi perlakuan kontrol dan
penambahan Na2EDTA tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) dalam
nilai ketersediaan biologis. Begitu juga dengan ketersediaan biologis besi pada
faktor olahan terigu yang tersarang pada terigu Na2EDTA (p>0.05). Namun bila
dilihat dari nilainya, terdapat peningkatan pada terigu yang diolah dengan cara
digoreng (donat) sebesar 9.5654%.
Kata kunci: besi, in vitro, ketersediaan biologis, Na2EDTA, tepung terigu
ABSTRACT
RUJITO. Addition of Na2EDTA Effect Toward Bioavailability of Iron (Fe) on
Various Processed Wheat Flour. Supervised by Evy Damayanthi.
Na2EDTA in generally added to foods to prevent oxidation, discoloration,
and enhances iron bioavailability by chelating added minerals. The purpose of this
study was to determine the bioavailability of iron changes that occur due to the
addition of Na2EDTA in a variety of processed wheat flour. This study used a
nested design with factors of processed wheat flour that nested on Na2EDTA
wheat flour. The treatment was consists of Na2EDTA wheat flour in the form of 2
levels without Na2EDTA (control) and with Na2EDTA, while wheat flour
processed was consists of 3 levels was wheat flour processed by frying (donuts),
steaming (steamed bun), or baking (bread). Bioavailability of iron (Fe) was tested
by using in vitro method that made a simulation of human digestion using pepsin
and pancreatin bile. Test results of this study showed that wheat treated controls
and the addition of Na2EDTA showed no significantly difference (p>0.05) in the
value of bioavailability. As well as the iron bioavailability on factors of wheat
flour processed that nested on Na2EDTA wheat flour (p>0.05). Since rever to the
value, there was an increase in wheat flour processed by frying (donuts) way of
9.5654%.
Keywords: bioavailability, in vitro, iron, Na2EDTA, wheat flour
PENGARUH PENAMBAHAN Na2EDTA TERHADAP
KETERSEDIAAN BIOLOGIS BESI (Fe) PADA OLAHAN
BERBASIS TERIGU
RUJITO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersediaan Biologis
Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu
Rujito
Nama
114090078
NIM
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS
Pembimbing
Tanggal Lulus:
. 1 DEC Rオ|セ
N@
Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersediaan Biologis
Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu
Nama
: Rujito
NIM
: I14090078
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala selalu penulis panjatkan,
karena hanya dengan rahmat dan karuniaNya karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini
ialah bioavailabilitas, dengan judul Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap
Ketersedian Biologis Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Kreativitas
Mahasiswa Penelitian (PKMP) tahun 2013, Ibu Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS
selaku pembimbing, Bapak Mashudi yang telah banyak membantu selama
penelitian ini dilakukan, Yohanes dan Estu Nugroho sebagai rekan satu tim
PKMP, serta teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 46 yang banyak memberi
saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
Rujito
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis Data
4
Rancangan Percobaan
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kadar Besi (Fe)
7
Ketersediaan Biologis Besi (Fe)
8
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh penambahan Na2EDTA pada kadar besi olahan terigu
2 Pengaruh Na2EDTA pada ketersediaan biologis besi olahan terigu
7
8
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian
2 Diagram alir pembuatan donat, bakpao, dan roti
3 Perbedaan ketersediaan biologis
4
5
9
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Proses analisis ketersediaan biologis Fe (Roig et al. 1999)
Proses analisis total Fe
Perhitungan hasil pembacaan AAS
Dokumentasi penelitian
Hasil uji statistik
14
15
15
17
19
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Zat besi merupakan elemen penting dalam proses metabolisme hampir
semua organisme hidup. Jumlah zat besi dalam tubuh bervariasi, tergantung pada
usia, jenis kelamin, kehamilan dan pertumbuhan. Anemia karena kekurangan zat
besi masih menjadi masalah di negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 menunjukkan bahwa
prevalensi zat gizi mikro khususnya defisiensi besi masih cukup tinggi. Berikut
berturut-turut kejadian anemia dengan batas nilai normal mengacu pada SK
Menkes No.736a Tahun 1989 adalah 19.7% untuk anemia perempuan dewasa
perkotaan, 13.1 untuk laki-laki dewasa perkotaan, serta 9.8% untuk anak-anak.
Dari total 33 provinsi, ibu hamil (24.5%) diantaranya adalah menderita anemia.
Kadar zat besi yang tinggi dalam suatu bahan pangan tidak selalu diikuti
dengan tingginya penyerapan dalam tubuh. Ketersediaan biologis zat besi
didefinisikan sebagai sejauh mana besi dapat diserap dari makanan untuk
digunakan dalam fungsi tubuh normal (Egli & Hurrell 2010). Walaupun secara
alamiah, sumber zat besi terdapat melimpah dalam berbagai makanan, tetapi
banyak penduduk dunia yang mengalami kekurangan zat besi termasuk penduduk
Indonesia. Hal ini karena asupan zat besi yang kurang dan rendahnya absorbsi
(penyerapan) zat besi oleh tubuh terutama pada besi nonheme. Sebagai contoh
jumlah heme hanya 10% dari rata-rata asupan konsumsi harian padahal dapat
diserap tubuh hingga 25%, sedangkan jumlah nonheme sampai 90% dari rata-rata
asupan harian tetapi penyerapannya oleh tubuh hanya sekitar 17% (Whitney &
Rofles 2007). Sulitnya penyerapan zat besi dapat disebabkan oleh beberapa
komponen makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi juga oleh faktor
pengolahan.
Salah satu program pemerintah untuk menanggulangi defisiensi zat besi
adalah dengan mewajibkan fortifikasi besi pada tepung terigu. Fortifikasi terbukti
telah berjasa mengatasi masalah kurang gizi mikro di Eropa, Amerika Utara dan
akhir-akhir ini di Amerika Latin (Soekirman 2011). Fortifikasi pada terigu
merupakan kebijakan nasional yang bertujuan untuk menanggulangi masalah
kekurangan atau defisiensi zat gizi mikro. Salah satu zat gizi mikro yang
ditambahkan ke terigu adalah besi. Besi merupakan zat gizi mikro esensial yang
memiliki peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan manusia. Zat besi
berfungsi dalam membantu kerja beberapa enzim untuk mengikat oksigen dalam
proses pembakaran serta mempengaruhi kemampuan belajar dan sistem kekebalan
tubuh.
Di Indonesia standar nasional tepung terigu (SNI 3751:2009) telah diatur
dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 35/M-IND/PER/3/2011. Dalam
peraturan tersebut ditunjukan bahwa terigu wajib difortifikasi oleh zat gizi mikro,
yaitu zat besi dengan dosis minimal 50 ppm, 30 ppm untuk seng (Zn), 2.5 ppm
untuk tiamin (B1), 4 ppm untuk riboflavin (B2), dan 2 ppm untuk asam folat.
Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan
mentahnya. Terigu haruslah diolah terlebih dahulu sebelum dapat dikonsumsi oleh
manusia. Sehingga terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan program
2
fortifikasi tersebut, yaitu pengetahuan konsumen dalam proses pengolahan pangan
fortifikasi dan kemampuan senyawa tersebut untuk dicerna. Pengaruh pengolahan
dapat mempengaruhi zat gizi mikro yang terkandung dalam pangan fortifikasi,
dan mengakibatkan kandungan serta ketersediaan biologis zat gizi mikro produk
hasil olahan menjadi berubah.
Fortifikasi besi yang telah direkomendasikan oleh World Health
Organization (WHO) antara lain dalam bentuk ferrous sulfate, ferrous fumarate,
ferric pyrophosphate, dan serbuk besi elektrolit. Di Indonesia fortifikan besi yang
umum digunakan berupa ferrous sulfate (FeSO4). Pada penelitian Hettiarachchi et
al. (2004) disebutkan bahwa fortifikan dalam bentuk FeSO4 memiliki ketersediaan
biologis yang lebih rendah dibandingkan saat ditambahkan Na 2EDTA (disodium
etilendiamintetraacetic acid) pada tepung beras.
Dalam penelitian ini Na2EDTA digunakan sebagai bahan tambahan
pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 033 Tahun 2012
tentang bahan tambahan pangan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bahan
tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Na2EDTA termasuk golongan sekuestran
atau zat pengikat logam sehingga dapat mempengaruhi sifat dan mutu pangan.
Skuestran merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan
bahan makanan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks
sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam
bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna, cita
rasa, dan tekstur. Ion logam bebas mudah bereaksi dan mengakibatkan perubahan
warna, ketengikan, kekeruhan, maupun perubahan rasa. Sekuestran akan mengikat
ion logam sehingga menjaga kestabilan bahan (Winarno 2008).
Selain sebagai sekuestran Na2EDTA dalam saluran pencernaan dapat
meningkatkan kelarutan ion logam yang diikatnya sehingga akan meningkatkan
ketersediaan biologis logam atau mineral yang terikat oleh Na2EDTA (Garcia et al.
2009). Bila dikonsumsi pada batas aman yaitu 2.5 mg/BB/hari, EDTA tidak
menimbulkan efek negatif pada tubuh manusia. Pada penelitian Davidsson et.al.
(1998), penambahan Fe dalam bentuk NaFe(III)EDTA tidak meningkatkan
penyerapan mangan (Mn) ataupun pengeluarannya lewat urin, yang dicurigai
dapat menimbulkan efek negatif pada manusia.
Beberapa jenis pengolahan terigu yang umum di masyarakat Indonesia
adalah digoreng, dikukus, dan dipanggang. Kesuksesan program fortifikasi
tergantung pada sejauh mana zat gizi yang ditambahkan pada produk pangan
dapat diserap oleh tubuh. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk
menentukan pengaruh penambahan senyawa Na2EDTA dan pengolahan pada
terigu fortifikasi terhadap penyerapan atau ketersediaan biologis besi yang telah
difortifikasi ke dalamnya. Dengan diketahuinya pengaruh penambahan Na2EDTA
terhadap ketersediaan biologis besi pada berbagai olahan tepung terigu,
diharapkan dapat diketahui jenis pangan olahan berbahan dasar terigu yang baik
dalam menjaga ketersediaan biologis besi, serta dapat dijadikan pertimbangan
untuk program fortifikasi pemerintah.
3
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
ketersediaan biologis besi yang terjadi akibat penambahan Na2EDTA pada
berbagai olahan terigu. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perubahan ketersediaan biologis besi pada terigu akibat
penambahan Na2EDTA.
2. Mengetahui perubahan ketersediaan biologis besi pada terigu akibat
pengolahan yang tersarang pada perlakuan penambahan Na2EDTA.
3. Membandingkan ketersediaan biologis besi pada produk olahan terigu
hasil penggorengan, pengukusan, dan pemanggangan.
Manfaat Penelitian
Penelitian “Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Ketersedian Biologis
Besi (Fe) pada Berbagai Olahan Terigu” diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu:
1. Penelitian ini berguna sebagai sumbangsih dalam khasanah ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama mengenai pengolahan terigu.
2. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai pengolahan pangan
berbahan dasar terigu yang tepat dalam menjaga ketersediaan biologis
besi.
3. Rekomendasi jenis pengolahan terigu yang tepat untuk optimalisasi
ketersediaan biologis besi.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan pangan khususnya pangan fortifikasi.
METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah terigu yang
banyak dikonsumsi masyarakat dengan kadar protein tinggi dan telah difortifikasi.
Bahan kedua yang digunakan adalah Na2EDTA merek Titriplex® III dari Merck.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis ketersediaan biologis dan zat
besi adalah HCl 1N, air bebas ion, HCl 0,1N, pepsin (Sigma P-7000), pankreatin
(sigma P-1750), ekstrak bile (Sigma B-8631), NaHCO3, asam trikloroasetat,
hidroksil amonium hidroklorida, HCl pekat, dan natrium asetat 2M.
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk analisis ketersediaan biologis adalah
wadah untuk merendam peralatan gelas, labu ukur (25 ml, 250 ml, 500ml), pipet
mohr, pipet volumetrik, gelas ukur (100 ml, 250 ml), timbangan, cawan
4
pengabuan, blender, pH meter, botol gelas, erlenmeyer, tabung reaksi, botol
semprot, buret, gelas pengaduk, plastik, karet hisap, karet gelas, benang, kantung
dialisis (Spectrapor I, 6000-8000 MWCO (Fisher No. 08-670C)), freezer, gunting,
penangas air, magnetic stirer.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan terdiri dari penambahan Na2EDTA
dan pengolahan (donat, bakpau, roti). Sementara penelitian lanjutan terdiri dari
analisis protein, kadar Fe, dan ketersediaan biologis besi. Berikut adalah diagram
alir penelitian ini.
Terigu yang telah difortifikasi Fe
Ditambah Na2EDTA
Tanpa Na2EDTA
Digoreng
Dikukus
Dipanggang
Digoreng
Dikukus
Dipanggang
Donat
Bakpau
Roti
Donat
Bakpau
Roti
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Dianalisis
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mempersiapkan bahan utama
(donat, bakpao, roti) sehingga dapat dianalisis lebih lanjut pada penelitian ini.
Penelitian pendahuluan terdiri penetapan jumlah Na2EDTA yang ditambahkan
dan pengolahan terigu (donat, bakpao, roti).
Penetapan jumlah Na2EDTA yang ditambahkan
Penambahan Na2EDTA dilakukan pada adoanan masing-masing pangan
olahan terigu fortifikasi.Pemberian Na2EDTA yang aman ada pada perbandingan
rasio molar Fe:Na2EDTA 1:1 (Hurrell et al. 2000), sehingga jumlah Na2EDTA
yang digunakan per 1 kg terigu :
Kandungan Fe / 1 kg terigu (Nutrition Fact) = 0.052 g
(Nutrition Fact telah memenuhi dosis penambahan Fe minimal SNI
3751:2009 yaitu 50 ppm)
Molaritas
=
Molaritas Fe
=
Molaritas Na2EDTA
=
= 0.00093/L
=
M Na2EDTA : M Fe = 1:1 =>
Jumlah Na2EDTA (x) = 0.00093 x 336 = 0.31312 g = 313.12 mg/kg terigu
5
Pengolahan terigu
Pengolahan terigu pada penelitian ini mengacu pada Nugroho (2013)
dengan menggunakan satu adonan dengan bahan dasar yang sama, yaitu terigu
(1000 g), gula (350 g), telur (55 g), air (250 ml), margarin (12 g), ragi (11 g), dan
garam (1 g). Kemudian diolah dengan tiga cara pengolahan yang berbeda, yaitu
goreng (donat), kukus (bakpao), dan panggang (roti). Proses pembuatan donat,
bakpao, dan roti disajikan pada Gambar 2.
Na2EDTA
dilarutkan dalam air
Gula, telur, ragi,
margarin, dan garam
Dicampurkan hingga homogen menggunakan mixer
Ditambahkan terigu secara bertahap dan diaduk hingga terbentuk adonan yang kalis
Adonan dibiarkan mengembang selama ± 50 menit
Adonan dibagi-bagi, dibentuk, dan dibiarkan memgembang selama ± 40
menit
Digoreng tenggelam
dalam minyak 200 205oC selama 30 detik
Donat
Dikukus 96 – 98oC
selama 15 menit
Bakpau
Dipanggang dengan
oven 160oC selama 17
menit
Roti
Gambar 2 Diagram alir pembuatan donat, bakpao, dan roti
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan bertujuan untuk menganalisis kandungan protein dan
besi, serta ketersediaan biologis besi produk olahan terigu (donat, bakpao, roti)
baik yang ditambahkan Na2EDTA maupun tidak.
Analisis Kadar Protein
Analisis kadar protein (semi mikro kjeldahl) merupakan salah satu bagian
dari analisis proksimat. Kadar protein digunakan untuk menghitung sampel bio
yaitu setara dengan 2 g protein. Kadar protein sampel mengacu pada Nugroho
(2013).
Analisis Kadar dan Ketersediaan biologis Fe (Roig et al. 1999)
Sampel ditimbang setara 2 g protein dan dicampur dengan 100 ml air
bebas ion. Lalu ditambahkan HCl 4 N hingga sampel memiliki pH 2. Sampel
dibagi ke dalam dua botol. Botol gelas pertama diisi 20 g aliquot sampel untuk
penentuan keasaman titrasi. Botol gelas kedua diisi dengan 20 g aliquot sampel
untuk penentuan persen mineral.
Ditambahkan 1 ml larutan suspensi pepsin pada masing-masing botol
gelas. Masing-masing botol gelas kemudian ditutup dengan plastik yang telah
dilubangi untuk mengeluarkan gas lalu diinkubasi dalam penangas air bergoyang
pada suhu 37oC dengan kecepatan 5 rpm selama 2 jam.
6
Botol gelas pertama ditambahkan 5 ml campuran pankreatin bile lalu
dititrasi dengan KOH 0,4 N sampai diperoleh pH 7. Jumlah KOH yang
ditambahkan equivalen dengan jumlah NaHCO3. Selanjutnya sejumlah NaHCO3
dengan konsentrasi yang diperoleh dari hasil titrasi sampel dengan KOH
diencerkan dengan air bebas ion pada labu ukur 100 ml sampai tanda tera, lalu
diambil 20 ml untuk dimasukkan ke dalam kantung diálisis. Botol gelas kedua
yang diisi dengan 20 g aliquot sampel untuk penentuan persen mineral disiapkan.
Kantung diálisis dimasukkan ke dalam botol gelas kedua sehingga kantung
diálisis terendam sempurna. Botol gelas kedua lalu ditutup dengan plastik dan
diinkubasi selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 5 ml campuran pankreatin
bile dan inkubasi dilanjutkan selama 2 jam. Setalah inkubasi selesai, kantung
diálisis diangkat dan dibilas dan dicelupkan ke dalam air bebas ion. Salah satu
ujung kantung diálisis dibuka dan isinya (dialisat) dituang ke dalam gelas ukur
untuk dihitung volumenya.
Kandungan (%) zat besi yang tersedia kemudian diukur menggunakan
AAS. Botol gelas ketiga disiapkan untuk penilaian total kadar besi yang diisi 0.5
gram sampel ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan H2SO4 pekat dan dipanaskan
hingga larut dan tidak berwarna gelap lagi. Ditambahkan H2O bebas ion sampai
larutan tidak berwarna (jernih) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml serta
diencerkan hingga tanda tera. Larutan lalu disaring dengan kertas whatman No. 42
dan kadar zat besi tersedia diukur dengan AAS pada = 248.3 nm. Skema proses
analisis ketersediaan biologis besi dapat dilihat pada lampiran 1 dan proses
analisis total besi dapat dilihat pada lampiran 2.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan tersarang (nested) dengan perlakuan
terigu Na2EDTA terdiri dari 2 taraf yang berupa tanpa Na2EDTA (kontrol) dan
dengan Na2EDTA, sedangkan faktor olahan terigu terdiri dari 3 taraf yaitu
digoreng (donat), dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti). Rancangan tersarang
digunakan karena faktor olahan terigu tersarang pada faktor terigu Na2EDTA,
dengan kata lain faktor olahan terigu tergantung pada setiap taraf dari faktor
terigu Na2EDTA. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk =
+ i+
Dimana Yijk
i
j
k
i
j(i)
ε (ij)k
j(i) + ε (ij)k
= respon pada perlakuan penambahan Na2EDTA, pengolahan,
dan pengulangan
= banyaknya perlakuan penambahan Na2EDTA (i=2)
= banyaknya jenis pengolahan (j=3).
= banyaknya ulangan (k=2).
= rataan umum.
= pengaruh faktor terigu Na2EDTA taraf ke i.
= pengaruh faktor olahan taraf ke j yang tersarang pada faktor
terigu Na2EDTA taraf ke i
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i, olahan ke-j, ulangan ke-k.
7
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil analisis diolah menggunakan program Ms. Excel 2007 dan uji
ragam. Uji ragam dilakukan pada data analisis untuk mengetahui pengaruh pada
setiap perlakuan penambahan Na2EDTA dan pengolahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Besi (Fe)
Zat besi merupakan komponen dari hemoglobin, mioglobin, sitokhrom,
dan enzim katalase serta peroksidase. Lebih dari 65% zat besi dalam tubuh
ditemukan dalam bentuk hemoglobin dan lebih dari 10% ditemukan dalam bentuk
mioglobin, 1% sampai 5% ditemukan dalam bentuk bagian dari enzim dan
menjaga zat besi dalam darah atau cadangan zat besi dalam tubuh (Gropper et al.
2009). Zat besi dibutuhkan kurang dari 0,01% berat badan total sehingga termasuk
salah satu mikromineral (Almatsier 2004). Kadar zat besi menunjukkan jumlah zat
besi yang terkandung dalam suatu bahan pangan.
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui kadar zat besi pada penelitian
ini adalah analisis kadar zat besi metode AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometric) atau Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Hasil analisis
kandungan kadar besi dalam berat basah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Rincian perhitungan pembacaan AAS bisa dilihat pada lampiran 3.
Tabel 1 Pengaruh penambahan Na2EDTA terhadap kadar besi produk olahan
terigu
Produk olahan terigu
Donat
Bakpau
Roti
Kadar Fe (mg/100g)
Kontrol
Ditambah Na2EDTA
8.3354±2.0856
4.1300±1.0373
10.8701±3.3934
7.5494±1.3194
6.3098±0.5003
5.7035±2.5518
Nilai adalah rata-rata ± SD dengan n=2
Berdasar kadar besi pada informasi nilai gizi yang tercantum pada
kemasan tepung terigu (nutrition fact) adalah 52 mg/kg tepung terigu. Kadar besi
olahan terigu rata-rata lebih besar dibandingkan dengan informasi nilai gizi. Hal
ini dikarenakan pada adonan olahan per kilogram tepung terigu terdapat
penambahan telur sebanyak 55 g yang tentunya memiliki kontribusi terhadap
kenaikan kadar besi. Kadar besi pada olahan donat cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan nilai pada nilai informasi gizi diduga karena faktor
penggorengan. Menurut Muchtadi (2010) selain sebagai media pemindah panas,
minyak goreng juga akan terbawa ke dalam produk gorengan dalam jumlah
tertentu. Dengan meningkatnya berat sampel uji kadar besi karena penyerapan
minyak sehingga persen (%) kadar besi dalam sampel berkurang. Setelah
dilakukan uji ragam terhadap kadar Fe, diketahui bahwa faktor terigu Na2EDTA
yang diberi perlakuan kontrol dan penambahan Na2EDTA tidak menunjukkan
8
perbedaan yang nyata (p>0.05). Begitu juga dengan kadar Fe pada faktor olahan
terigu yang tersarang pada faktor terigu Na2EDTA (p>0.05). Berdasar Palupi et al.
(2007) pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara sigifikan
dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Dengan adanya oksigen,
beberapa mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral bervalensi lebih
tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya.
Ketersediaan Biologis Besi (Fe)
Ketersediaan biologis zat besi didefinisikan sebagai sejauh mana besi
dapat diserap dari makanan untuk digunakan dalam fungsi tubuh normal (Egli &
Hurrell 2010). Penyerapan zat gizi oleh usus, sering digunakan sebagai sinonim
untuk ketersediaan biologis (Gueguen et al. 2000). Kadar zat besi yang tinggi
dalam suatu bahan pangan tidak selalu diikuti dengan tingginya penyerapan dalam
tubuh. Hal ini tergantung pada daya cerna zat besi tersebut. Sampel pada
penelitian ini menggunakan 3 jenis olahan terigu yang dibuat menjadi produk
bakery yaitu digoreng (donat), dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti). Foto
produk olahan terigu dapat dilihat pada lampiran 4. Berdasar Muchtadi (2010)
bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan
mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis pangan
lain. Oleh karena itu sampel pada penelitian ini menggunakan makanan yang telah
diolah. Hasil analisis ketersediaan biologis besi disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2 Pengaruh Na2EDTA pada ketersediaan biologis besi produk olahan terigu
Donat
Bakpau
Roti
Bioavailabilitas (%)
Kontrol
Ditambah Na2EDTA
6.6999±5.2847
16.2653±5.3035
17.2060±12.7936
10.8342±3.3863
17.7945±15.0154
16.6058±2.8364
Nilai adalah rata-rata ± SD dengan n = 2
Hasil ini sesuai dengan Rofles & Whitney (2007) yang menyatakan
bahwa jumlah besi nonheme 90% dari rata-rata asupan harian tetapi
penyerapannya oleh tubuh hanya sekitar 17%. Hasil penelitian ini juga tidak jauh
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Herman et al. (2002) pada tepung
terigu yang dibuat olahan pangsit dengan komposisi 25 g tepung terigu yang telah
difortifikasi 60 mg Fe/Kg menghasilkan nilai ketersediaan biologis sekitar
15.9±6.8%. Berdasar Hallberg (1991) dalam Hurel & Egli (2010) sebanyak 15%
dari besi yang dapat diserap pada bahan makanan bubuk yang difortifikasi dengan
besi. Setelah dilakukan uji ragam, faktor terigu Na2EDTA yang diberi perlakuan
kontrol dan penambahan Na2EDTA tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(p>0.05) dalam nilai ketersediaan biologis. Begitu juga dengan ketersediaan
biologis besi pada faktor olahan terigu yang tersarang pada faktor terigu
Na2EDTA (p>0.05). Hasil uji statistik bisa dilihat pada lampiran 5.
Dapat dilihat pada ketersediaan biologis olahan donat menunjukkan
kecenderungan peningkatan nilai ketersediaan biologis zat besi. Pada penelitian
yang dilakukan Davidson et al. (2002) secara in vivo Na2EDTA yang
9
% ketersediaan
biologis
ditambahkan pada makanan dengan rasio molar EDTA : Besi adalah 1:1 dapat
meningkatkan penyerapan zat besi yang diberikan pada makanan yang memiliki
bioavailabilitas besi yang rendah. Berdasar Hettiararachchi et al. (2004)
Ketersediaan biologis Fe pada tepung beras setelah ditambah FeSO4 dan
Na2EDTA dapat meningkat. Berdasarkan konsentrasi Fe pada tepung beras
fortifikasi (60 mg/kg) ditambah Na2EDTA, anak-anak dapat menyerap 92 µg zat
besi dari 25 g tepung beras yang dikonsumsi. Pemberian Na2EDTA yang aman
ada pada perbandingan rasio molar Fe:Na2EDTA 1:1 (Hurrell et al. 2000).
20
10
16.2653
6.6999
17.2060
17.7945 16.6058
10.8342
0
Donat
Bakpau
Roti
Jenis olahan terigu
Kontrol
Ditambah Na2EDTA
Gambar 3 Perbedaan ketersediaan biologis
Hasil analisis menunjukkan rata-rata ketersediaan biologis besi dalam
donat kontrol adalah 6.6999% dan pada donat yang telah ditambah Na2EDTA
ketersediaan biologisnya meningkat menjadi 16.2653%. Sehingga terjadi
peningkatan sebesar 9.5654%. Hasil analisis pada olahan kukus (bakpau)
mengalami penurunan bioavailabilitas sebesar 6.3718%. Pada olahan panggang
(roti) mengalami penurunan pada hasil ketersediaan biologisnya setelah ditambah
Na2EDTA sebesar 1.1887%. Pada penelitian Davidson et al. (2002) tepung jagung
yang ditambahkan Na2EDTA : Besi (FeSO4) dengan perbandingan 1:1 secara in
vivo menghasilkan ketersediaan biologis sebesar 9.0%. Pada tepung jagung yang
tidak ditambah Na2EDTA hanya memiliki ketersediaan biologis Fe sebesar 5.5%.
Hal ini berarti terjadi peningkatan sebesar 3.5%.
Menurut Ikeda et al. (2005) bahwa ketersediaan biologis mineral sangat
erat kaitannya dengan kelarutannya di dalam saluran pencernaan. Ikatan besi
nonheme pada komponen makanan harus dilepaskan secara enzimatis pada
saluran pencernaan agar absorbsi terjadi. Sekresi getah lambung termasuk asam
asam hidroklorat dan enzim proteasepepsin pada perut dan protease pada usus
halus, membantu untuk mengeluarkan zat besi nonheme dari komponen makanan.
Apabila zat besi nonheme keluar dari komponen makanan akan berbentuk sebagai
besi ferri. Sisa besi ferri akan larut selama pH lingkungan dalam keadaan asam.
Beberapa dari besi ferri akan berkurang dan membentuk besi ferro. Apabila besi
ferri mampu melewati lambung menuju distal duodenum dan jejenum, besi ferri
bercampur dengan getah alkaline yang disekresikan usus halus menuju pankreas.
Pada lingkungan yang lebih alkali, besi ferri akan kompleks memproduksi
hidroksi ferri (Fe(OH)3), senyawa yang relatif tidak larut dalam jumlah yang besar
dan mengendap, menyebabkan berkurangnya penyerapan zat besi (Gropper et al.
2009).
EDTA dapat secara mudah mengkelat atau mengikat zat besi yang terlarut
dalam lambung dan usus, hingga dua atau tiga kali lipat pada bahan pangan yang
banyak mengandung inhibitor dalam jumlah tinggi dengan catatan zat besi berasal
10
dari sumber yang mudah larut dalam air (Whittaker et al. 1990). Hasil penelitian
Garcia et al. (2009) menunjukkan bahwa Na2EDTA dapat menjaga kelarutan dari
besi yang tereduksi pada pH 2 ataupun 6, yang merupakan pH saat proses
pencernaan dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan ketersediaan biologis besi.
EDTA didalam tubuh tidak membahayakan dikarenakan hanya sekitar 5% dari
total EDTA yang akan ikut terserap ke dalam usus dan dikeluarkan melalui urin
sedangakan sebagian besar terbuang melalui saluran pencernaan (Davidson et al.
1998).
Banyak penelitian dengan metode in vivo terkait penambahan Na2EDTA
pada bahan makanan yang telah difortifikasi besi menunjukkan peningkatan
ketersediaan biologis besi. Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah
secara in vitro. Analisis ketersediaan biologis metode in vitro memiliki beberapa
keterbatasan, antara lain adalah enzim yang digunakan hanya dua jenis, yaitu
pepsin dan pankreatin bile yang berfungsi untuk memecah protein sehingga besi
yang terikat akan lepas dan dapat berdifusi ke dalam kantong dialisis. Proses yang
terjadi pada pencernaan manusia, tidak hanya sebatas dua enzim, sedangkan
aktivitas enzim yang berbeda akan menghasilkan tingkat bioavailabilitas yang
berbeda pula. Adanya interaksi yang kompleks antar mineral-mineral, serat
pangan dan komponen lain dalam makanan juga menyebabkan keseimbangan
mineral pada manusia sulit dipelajari secara in vitro. Pada penetapan nilai
ketersediaan biologis secara in vitro tidak bisa setepat studi secara in vivo. Saat
menggunakan metode in vitro faktor fisiologis individu diasumsikan sama.
Penyerapan zat gizi juga tergantung pada kapasitas penyerapan oleh usus, yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis seperti cadangan mineral, pengaturan
hormon dan lainya (Gueguen et al. 2000).
Pengaruh suhu pemanasan bisa menjadi sebab tidak terjadinya peningkatan
pada olahan terigu yang ditambahkan Na2EDTA. Dilihat dari nilai ketersediaan
biologis antara ketiga olahan dapat dilihat pada olahan terigu yang dikukus dan
dipanggang menunjukkan penurunan nilai setelah ditambahkan Na2EDTA. Pada
penelitian ini suhu penggorengan adalah yang tertinggi di antara yang lainnya
yaitu 200-205oC, suhu yang dipakai untuk pemanggangan yaitu 160oC, sedangkan
pada pengukusan memakai suhu 96-97oC.
Secara deskriptif meskipun pada olahan terigu yang dipanggang mengalami
penurunan nilai biologis tapi penurunannya hanya sekitar 1.1887%. Olahan terigu
yang dikukus menunjukkan penurunan yang paling tinggi yaitu sekitar 6.3718%.
Menurut Palupi et al. (2007), perlakuan panas akan sangat mempengaruhi
penyerapan atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan
ikatan, yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diserap oleh tubuh
meskipun dibutuhkan secara fisiologis. Fitat, serat, dan protein diduga merupakan
komponen utama sebagai penyusun kompleks tersebut yang dapat mengikat
mineral sehingga mempengaruhi penyerapannya. Suhu pengukusan merupakan
suhu terendah dari ketiga pengolahan yang digunakan. Hal tersebut menyebabkan
mineral dalam makanan masih terikat dalam kompleks di dalam makanan
sehingga tidak terjadi peningkatan ketersediaan biologis yang diharapkan karena
Na2EDTA tidak dapat mengikat mineral secara maksimal.
Interaksi antara mineral bisa mempengaruhi nilai ketersediaan biologis zat
besi pada olahan terigu. Berdasarkan penelitian metaanalisis oleh Sandstrom
(2001) mengenai efek interaksi mikronutrien pada absorbsi dan ketersediaan
11
biologis menunjukkan adanya interaksi negatif antara zat seng dengan zat besi.
Berdasar SNI 3751:2009 tentang tepung terigu sebagai bahan makanan disebutkan
bahwa terigu wajib difortifikasi oleh zat gizi mikro, yaitu zat besi dengan dosis
minimal 50 ppm, 30 ppm untuk seng (Zn), 2.5 ppm untuk tiamin (B1), 4 ppm
untuk riboflavin (B2), dan 2 ppm untuk asam folat. Sandstrom (2001) menyatakan
bahwa mineral yang memiliki kesamaan kimia dapat bersaing untuk transportasi
oleh protein atau mekanisme serapan lainnya, serta untuk berikatan dengan zat
organik, dan memfasilitasi atau menghambat penyerapan.
Herman et al. (2002) menyimpulkan bahwa kemungkinan ada efek
merugikan pada fortifikasi seng sulfat pada tepung terigu terhadap penyerapan zat
besi. Hasil penelitiannya pada tepung terigu yang telah diolah menjadi pangsit
menunjukkan ketersediaan biologis Fe pada tepung terigu yang difortifikasi
dengan Fe tanpa seng sulfat lebih tinggi dibandingkan dengan ketersediaan
biologis tepung terigu yang difortifikasi dengan Fe dan seng sulfat. Menurut
Rofles & Witney (2007) perbandingan mol yang baik antara konsumsi besi dan
seng adalah 2:1. Hal ini karena seng juga dapat berikatan dengan transferin seperti
pada penyerapan besi. Pada manusia normal, transferin biasanya disaturasi oleh
besi kurang dari 50%, tetapi pada konsumsi seng berlebih transferrin dapat lebih
tersaturasi oleh seng sehingga transferrin yang tersedia untuk penyerapan besi
berkurang. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan penyerapan besi di
dalam tubuh, yang terjadi bila konsumsi seng melebihi perbandingan mol antara
besi dan seng yaitu 2:1 (Rofles & Whitney 2007).
Keberadaan seng akan menguntungkan penyerapan besi dengan adanya
Na2EDTA. Hettiarachchi et al. (2004) menyatakan bahwa interaksi seng dan
Na2EDTA ketika dibandingkan dengan efek Na 2EDTA pada penyerapan besi
menunjukkan seng dapat meningkatkan kemampuan Na2EDTA dalam mengikat
besi. Terjadinya penurunan ketersediaan biologis pada produk olahan kukus
(bakpau), panggang (roti) yang telah ditambah Na2EDTA dapat diduga juga
karena faktor pencampuran. Diduga pengkhelatan mineral oleh Na2EDTA pada
penelitian ini tidak merata di semua permukaan adonan dikarenakan jumlah
Na2EDTA terlalu kecil bila dibandingkan dengan terigu yaitu 313,12 mg/Kg
terigu.
Dalam penelitian ini rasio mol antara besi dan Na2EDTA mengacu pada
kadar besi dalam nutrition fact tepung terigu. Padahal setelah dibuat adonan kadar
besi akan meningkat karena pengaruh pencampuran dengan bahan adonan. Bahan
adonan yang dicampurkan ke dalam terigu yang mengandung besi adalah telur
(55 g) mengandung sekitar 2.5 mg besi (DKBM 2007). Jika disimulasikan
nantinya akan didapat kadar besi adonan olahan terigu 54.5 mg sehingga didapat
jumlah Na2EDTA yang ditambahkan menjadi sebanyak 328.17 mg, terdapat
peningkatan penambahan 15.05 mg dibandingkan apabila menggunakan acuan
nutrition fact tepung terigu. Jumlah ini cukup besar sehingga diduga hal ini yang
menyebabkan tidak terjadinya peningkatan ketersediaan biologis pada produk
yang ditambah Na2EDTA. Oleh karenanya rasio antara besi dan Na2EDTA yang
dipakai sebaiknya mengacu pada kadar besi adonan tepung terigu agar Na2EDTA
yang ditambahkan akan lebih banyak dibanding jika mengacu pada nutrition fact
sehingga akan terjadi ikatan Na2EDTA dengan besi yang lebih maksimal untuk
penyerapan besi dalam usus.
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai ketersediaan biologis produk olahan terigu yang digoreng (donat),
dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti) sebelum ditambah Na2EDTA berturutturut adalah 6.6999%, 17.2060%, 17.7945% sedangkan untuk yang telah
ditambah Na2EDTA berturut-turut adalah 16.2653%, 10.8342%, 16.6058%. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa nilai ketersediaan biologis besi pada faktor
olahan terigu yang tersarang pada faktor terigu Na2EDTA tidak berbeda nyata
(p>0.05) atau bisa dikatakan sama. Namun bila dilihat dari nilainya, terdapat
kecenderungan peningkatan pada terigu yang diolah dengan cara digoreng (donat)
sebesar 9.5654%.
Saran
Sebaiknya untuk pertimbangan Na2EDTA sebagai bahan tambahan pangan
pada olahan terigu menggunakan perbandingan mol antara besi dan Na2EDTA
dengan mengacu pada kadar besi adonan yang akan dibuat olahan terigu. Hal ini
akan memungkinkan jumlah Na2EDTA yang ditambahkan sebagai bahan
tambahan pangan lebih banyak sehingga kemampuan untuk mengikat besi akan
lebih maksimal. Melihat peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Perlu
dilakukan juga penelitian yang lebih dalam mengenai cost effectiveness dari
penggunaan Na2EDTA sebagai bahan tambahan pangan untuk meningkatkan
ketersediaan biologis besi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia. SNI 37512009. Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan. Jakarta: Badan Standar
Nasional.
Davidsson L, Almgren A, Hurrell RF. 1998. Sodium iron EDTA
[NaFe(III)EDTA] as a food fortificant does not influence absorption and
urinary excretion of manganese in healthy adults. J. Nutr. 128:1139-1143.
Davidson L, Dimitriou T, Boy E, Walczyk T, Hurrell RF. 2002. Iron
bioavailability from iron-fortified Guatemalan meals based on corn tortillas
and black bean paste. Am J Clin Nutr. 75:535–9.
[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2007. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan.
Egli, Hurrell R. 2010. Iron bioavailability and dietary reference values. Am. J.
Clin Nutr. 91(suppl):1461S–7S.
13
Garcia-Casal MN, Ramirez J, Leets I. 2009. Bioavailability from electrolytic and
reduced iron in human is enhanced by nafe-edta and vitamin a in corn and
wheat flours, effect of serum retinol status. Afr. J. Food Sci. 3: 131-138.
Gueguen L, Pointillart. 2000. The bioavailability of dietary calcium. JACN. 19:
119-136.
Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Advanced Nutrition and Human
Metabolism 5th edition. USA: Wadsworth
Herman S, Griffin IJ, Suwarti S, Ernawati F, Permaesih D, Pambudi D, and
Abrams SA. 2002. Cofortification of iron-fortified flour with zinc sulfate,
but not zinc oxide, decreases iron absorption in Indonesian children. Am J
Clin Nutr. 76:813–7
Hettiarachchi M, Hilmers DC, Liyanage C, Abrams SA. 2004. Na2EDTA
enhances the absorption of iron and zinc from fortified rice flour in Sri
Lankan children. J. Nutr. 134: 3031-303.
Hurrell RF, Reddy MB, Burri J, Cook JD. 2000. An evaluation of EDTA
compounds for iron fortification of cereal-based foods. J. Nutr. 84:903–910.
Ikeda S, Yamashita Y, Kusumoto K. Ivan K. 2005 .Nutritional characteristics of
minerals in various buckwheat groats. Fagopyrum. 22: 71-75.
Muctadi T.R, Ayustainingwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
Bandung : Alfabeta
Nugroho E. 2013. Pengaruh Pengolahan dan Penambahan Na2EDTA pada Terigu
Fortifikasi Terhadap Ketersedian Biologis Seng (Zn) [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. 2007.Modul e-learning ENBP: Pengaruh
Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Bogor. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan IPB.
Rofles SR, Whitney E. 2007. Understanding Nutrition 11th Ed. Belmont USA:
Thomas Higher Educaton Learning Inc.
Riskesdas. 2008. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calcium
bioavailability in human milk, cow milk and infant formulas – comparison
between dialysis and solubility methods. Food Chem. 65: 353 - 357.
Sandstrom B. 2011. Micronutrient Interactions: Effects on absorption and
bioavailability. Br J Nutr. Suppl. 2, S181±S185
Soekirman 2011. Fortifikasi Pangan: Program Gizi Utama Masa Depan
(terhubung berkala) http://www.kfindonesia.org/index.php?pgid=11&conten
tid=81 [11 Juli 2013].
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
Whittaker P, Vandervee JE (1990). Effect of EDTA on biovailability to rat of
fortifications iron used in Egyption balady bread. Br J Nutr. 63: 587-595.
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Proses analisis ketersediaan biologis Fe (Roig et al. 1999)
Sampel
Ditambahkan H2O bebas ion
pH diatur menjadi 2.0 dengan HCL 4 N
Gelas piala ditimbang bersama sampel
Ditimbang 20 g (T2)
Ditimbang 20 g (T1)
1.6 g pepsin dilarutkan dalam 10 mL HCL 0,1 N
Ditambahkan Suspensi
pepsin
Diinkubasi dalam shaker 37oC
120 menit skala kec. 5
Ditambahkan suspensi
pepsin
Diinkubasi dalam shaker 37oC 120
menit skala kec. 5
Dimasukan ke dalam freezer
Dimasukan ke dalam freezer
Di thawing dalam shaker 37oC
Di thawing dalam shaker 37oC
Kantung dialisis dimasukan
Diinkubasi dalam shaker 37oC 30
menit skala kec. 5
Ditambahkan 5 mL
pancreatin bile
Diinkubasi 37oC 2 jam
kec.5
Kantung dialisis diangkat
Dicuci dengan air bebas
ion
Ditimbang dialisatnya
Kantung dialisis dipotong
± 12 cm, direndam dalam air
bebas ion lalu diikat salah satu
ujungnya dan diisi dengan 20
mL larutan NaHCO3 hasil
perhitungan
Ditambahkan 5 mL pancreatin
bile
1 gr pankreatin (sigma p 170)
+ 6,23 ekstrak bile (sigma B8631) larutkan dalam 250 ml
NaHCO3 0.1 N
Dititrasi dengan KOH standar sampai pH 7
Dihitung kebutuhan NaHCO3
15
Lampiran 2 Proses analisis total Fe
Ditimbang ± 0.5 g sampel
Ditambah H2SO4 pekat 10 mL
Ditambahkan 10 mL HNO3 pekat
Didiamkan semalam
Ditambahkan H2O bebas ion
Dipanaskan sampai jernih
Diencerkan dalam labu 50 mL
Disaring dengan kertas whatman No. 42
Dibaca absorban dengan AAS pada = 248,3 nm untuk Fe
Lampiran 3 Perhitungan hasil pembacaan AAS (kadar Fe dan ketersediaan
biologis)
Berat
sampel TM
Vol
Aliquot
Bacaan
Total Fe
Total Fe
sampel bio
Gram
Ml
A
B
Mm
mg/100g
Mg
A1D
0.5073
100
11.16
1.246
6.8
9.8102
0.4699
A2D
0.5556
100
11.16
1.246
5.5
6.8607
0.3395
A1B
0.5101
100
11.16
1.246
8.8
13.2696
0.6401
A2B
0.5029
100
11.16
1.246
6
8.4706
0.4123
A1R
0.5048
100
11.16
1.246
5
6.6636
0.3189
A2R
0.5046
100
11.16
1.246
4.6
5.956
0.2761
B1D
0.5074
100
11.16
1.246
4
4.8635
0.233
B2D
0.5155
100
11.16
1.246
3.2
3.3965
0.1681
B1B
0.5022
100
11.16
1.246
6
8.4824
0.4092
B2B
0.5084
100
11.16
1.246
5
6.6164
0.322
B1R
0.5077
100
11.16
1.246
5.5
7.508
0.3593
B2R
0.518
100
11.16
1.246
3.5
3.8991
0.1807
Kode
sampel
16
Kadar
protein
Berat
setara 2 g
protein
Berat
sampel
Bio
Total
Fe
sampel
bio
Berat
dialisat
volu
me
aliqu
ot
Bacaan
Gram
Gram
Gram
Mg
Gram
mL
Mm
A
A1D
8.3501
23.9518
A2D
8.0841
4.7904
0.4699
25.8553
100
2.8
11.16
A1B
8.2919
24.7401
4.9480
0.3395
25.0701
100
5.2
A2B
8.2187
24.1197
4.8239
0.6401
22.2168
100
A1R
8.3590
24.3345
4.8669
0.4123
4.5946
A2R
8.6292
23.9263
4.7853
0.3189
B1D
8.3501
23.1771
4.6354
B2D
8.0841
23.9518
B1B
8.2919
B2B
8.2187
B1R
8.3590
Kadar
Fe
dialisat
mg/100
g
Total
Fe
dialisat
Bioavai
labilitas
mg
%
1.246
0.0539
0.0139
2.9631
11.16
1.246
0.1413
0.0354
10.4369
20
11.16
1.246
0.7564
0.1680
26.2525
100
5
34.24
0.2284
0.7321
0.0336
8.1595
37.4324
100
3.8
11.16
1.246
0.0611
0.0229
7.177
0.2761
22.5482
100
10
11.16
1.246
0.3479
0.0784
28.412
4.7904
0.233
22.4892
100
4.5
11.16
1.246
0.1297
0.0292
12.5151
24.7401
4.9480
0.1681
23.8421
100
5
11.16
1.246
0.1411
0.0336
20.0155
24.1197
4.8239
0.4092
22.0878
100
5.1
11.16
1.246
0.1563
0.0345
8.4397
24.3345
4.8669
0.322
27.0362
100
6
11.16
1.246
0.1576
0.0426
13.2287
23.9263
4.7853
0.3593
27.6264
100
7.1
11.16
1.246
0.1899
0.0525
14.6001
B2R
23.1771 4.6354 0.1807
Kadar protein diacu dari Nugroho (2013)
28.4919
100
5
11.16
1.246
0.1181
0.0336
18.6115
8.6292
Kurva Standar Fe
Tinggi
Konsentrasi
puncak
ppm
mm
0.00
0.00
0.50
8.00
1.00
13.10
2.00
22.90
3.00
34.90
4.00
45.8
B
Kurva Standar Fe
Tinggi puncak (mm)
Kode
sampel
50.00
45.8
40.00
34.90
30.00
y = 11.16x + 1.246
R² = 0.997
22.90
20.00
Series1
13.10
8.00
0.00
10.00
0.00
0.00
2.00
Linear (Series1)
4.00
Konsentrasi Fe (ppm)
6.00
17
Lampiran 4 Dokumentasi penelitian
Sterilisasi alat
Pengeringan alat
Penimbangan sampel bio
Penambahan pepsin
Titrasi sampel dengan NaOH
Inkubasi sampel
Destruksi zat-zat organik
Pembacaan AAS
18
Sampel donat tanpa Na2EDTA
Sampel donat + Na2EDTA
Bakpau tanpa Na2EDTA
Sampel bakpau + Na2EDTA
Sampel roti tanpa Na2EDTA
Sampel roti + Na2EDTA
19
Lampiran 5 Hasil uji statistik
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kadar Fe
Type III Sum of
Source
Intercept
bahan_terigu
olahan(bahan_terigu)
Squares
Hypothesis
Df
613.421
Mean Square
F
1
613.421
a
Error
32.600
4
8.150
Hypothesis
22.045
1
22.045
Error
32.600
4
8.150
Hypothesis
32.600
4
8.150
6
b
Error
25.444
Sig.
75.267
.001
2.705
.175
1.922
.226
a
4.241
Keterangan : bahan terigu = terigu Na2EDTA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:bioavailabilitas
Type III Sum of
Source
Intercept
Squares
Hypothesis
Error
bahan_terigu
olahan(bahan_terigu)
Hypothesis
Df
Mean Square
F
2431.384
1
2431.384
197.823
4
49.456a
1.340
1
1.340
a
Error
197.823
4
Hypothesis
197.823
4
49.456
Error
464.711
6
77.452b
Sig.
49.163
.002
.027
.877
.639
.654
49.456
20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Banjarnegara, 7 Mei 1991. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara dari bapak Sarman dan ibu Rokidah. Tahun 2009
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bawang yang berada di Kabupaten Banjarnegara
dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institiut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama Penulis mengikuti pendidikan di IPB, Penulis aktif di Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai staf
Divisi Komunikasi dan Informasi pada periode kepengurusan 2010/2011. Penulis
masuk dalam organisasi Forum Lingkar Pena (FLP) sejak tahun 2012. Penulis
juga bergabung dalam Tim Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia (BIMGI)/
Tim E-Journal ILMAGI sebagai dewan redaksi periode kepengurusan 2012/2013.
Selain berorganisasi penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kegiatan
Open House (OH) IPB angkatan 47 (2010), Nutrition Fair (2010), Pemilihan Raya
ketua Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) periode kepengurusan 2010/2011.
Penulis pernah sebagai angggota badan pengawas Masa Perkenalan Fakultas
(MPF) FEMA dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) Gizi Masyarakat
angkatan 47 pada tahun 2011.
Penulis menerima hibah untuk Program Kreativitas Mahasiswa sebanyak 4
kali yaitu PKM-Kewirausahaan sebanyak 3 kali pada tahun 2011, 2012, 2013, dan
PKM-Penelitian sebanyak 1 kali pada tahun 2013. Pada tahun 2012 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di desa Sengare Kec. Talun, Kab.
Pekalongan. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Internship Dietetik di RS
Kanker Dharmais. Pada tahun yang sama penulis menjadi asisten praktikum pada
mata kuliah Patofisiologi Gizi. Penulis sejak Desember tahun 2011 mulai aktiv
menulis di media massa hingga saat ini sebanyak 10 artikel telah dimuat di koran
Sindo rubrik opini poros mahasiswa. Judul artikel yang dimuat antara lain siapkan
petani gerus tantangan global, perlu luruskan niat, pembangun atau penghancur,
kompensasi BBM untuk berantas gizi kurang, replikasi Indonesia mengajar,
aspirasi rakyat terlantar, dua solusi hadapi penggerogotan generasi, pejabat bukan
milik partai saja, dan meningkatkan gizi makanan pokok.