Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell

MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-NATRIUM ALGINAT
UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL

ROMADHONI ANTO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit
Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2012
Romadhoni Anto
NIM G44104034

ABSTRAK
ROMADHONI ANTO. Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk
Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Komposit kitosan dan natrium alginat dapat dimanfaatkan sebagai bahan
dasar membran penukar proton (PEM). Membran komposit dihasilkan dengan
berbagai variasi konsentrasi kitosan-natrium alginat, yaitu 3:3, 3:4, 3:5, 3:6, 4:3,
5:3, dan 6:3 (% b/v). Komposit dicirikan dengan spektrofotometer inframerah
transformasi Fourier (FTIR), mikroskop elektron pemayaran (SEM), dan diuji
kinerjanya sebagai PEM berupa konduktivitas proton menggunakan spektrometer
impedans. Spektrum FTIR menunjukkan gugus NH3C pada 1637.29 cm-1 dan
gugus COO simetri pada 1253.68 cm-1 yang memperlihatkan interaksi antara
kitosan dan natrium alginat. Mikrograf SEM menunjukkan bahwa membran
komposit tidak berpori. Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:5 memiliki
konduktivitas proton yang paling tinggi, yaitu 9.594 × 10-7 S/cm. Berdasarkan

hasil penelitian ini, membran komposit kitosan-natrium alginat dapat
diaplikasikan dengan baik dalam sistem direct methanol fuel cell.
Kata kunci: direct methanol fuel cell, kitosan, komposit, membran penukar
proton, natrium alginat

ABSTRACT
ROMADHONI ANTO. Composite Chitosan-Sodium Alginate Membrane for
Direct Methanol Fuel Cell Application. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI
WULANAWATI.
Composite of chitosan and sodium alginate can be utilized as base material
of proton exchange membrane (PEM). The composite membranes were produced
by various concentrations of chitosan-sodium alginate, namely 3:3, 3:4, 3:5, 3:6,
4:3, 5:3, and 6:3 (% b/v). The composites were characterized by using Fourier
transform infrared spectrophotometer (FTIR), scanning electron microscope
(SEM), and were tested for the performance as PEM from the proton conductivity
obtained by using impedance spectrometer. The FTIR spectrum indicated the
NH3C group at 1637.29 cm-1 and symmetrical COO group at 1253.68 cm-1
indicating interactions between chitosan and sodium alginate. SEM micrographs
showed that the composite membrane was nonporous. Composite membrane with
3:5 chitosan-sodium alginate composition had the highest proton conductivity,

namely 9.594 × 10-7 S/cm. Based on this research results, chitosan-sodium
alginate composite membrane can be applied well in direct methanol fuel cell
system.
Key words: chitosan, composite, direct methanol fuel cell, proton exchange
membrane, sodium alginate

MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-NATRIUM ALGINAT
UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL

ROMADHONI ANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi
Direct Methanol Fuel Cell
Nama
: Romadhoni Anto
NIM
: G44104034

Disetujui oleh

Dr Sri Mulijani, MS
Pembimbing I

Armi Wulanawati, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

i

PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
“Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct
Methanol Fuel Cell”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2012 di Laboratorium Kimia Fisik
dan Lingkungan Departemen Kimia serta Laboratorium Biofisika Membran
Departemen Fisika IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Sri Mulijani, MS dan Ibu
Armi Wulanawati, SSi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
dan mengarahkan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayahanda H Suhadi dan Ibunda Hj Sri Sudarmi serta Kakak

Budhi Prasetyo yang telah memberikan motivasi, doa, serta kasih sayang selama
menempuh studi di IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Arie
Sulistyono, Bapak Ismail, Bapak Syawal, Bapak Jajang Juansah, Ibu Ai, dan
teman-teman Program Alih Jenis Kimia Angkatan 4 atas bantuan dan semangat
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Desember 2012

Romadhoni Anto

iii

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Alat dan Bahan

Pembuatan Membran Komposit Kitosan dan Natrium Alginat
Pencirian Membran
Uji Kinerja Membran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat
Ciri-Ciri Membran
Kinerja Membran
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
2
2
2
2

3
4
4
5
8
12
12
12
12
20

iv

DAFTAR GAMBAR
1 Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:6 (% b/v)
4
2 Pembentukan ikatan ionik antara natrium alginat dan kitosan
4
3 Reaksi pembentukan kompleks poli-ion antara gugus anionik (COO-) dari
natrium alginat dan gugus kation terprotonasi (+NH3C) dari kitosan

5
4 Spektrum FTIR kitosan, natrium alginat, dan komposit kitosan-natrium alginat
6
5 Morfologi permukaan membran kitosan (a) dan komposit kitosan-natrium
alginat 3:5 (b) dengan perbesaran 5000 kali
7
6 Struktur unit-unit penyusun natrium alginat
7
7 Penampang lintang membran kitosan (a) dan komposit kitosan-natrium alginat
3:5 (b) dengan perbesaran 2000 kali
7
8 Hubungan bobot jenis dengan variasi konsentrasi penyusun membran
8
9 Hubungan methanol uptake (%) dengan variasi konsentrasi penyusun membran
9
10 Penampang lintang membran komposit kitosan-natrium alginat 6:3 dengan
perbesaran 2000 kali
9
11 Hubungan konduktivitas proton dengan variasi konsentrasi penyusun membran
10

12 Prinsip kerja DMFC
11
13 Hubungan beda potensial (mV) dengan variasi konsentrasi penyusun membran
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Diagram alir penelitian
Penentuan bobot jenis membran
Penentuan methanol uptake
Penentuan konduktivitas proton
Penentuan beda potensial dalam sistem DMFC

15
16

17
18
19

1

PENDAHULUAN
Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tak-terbarukan. Untuk
mengatasi semakin terbatasnya cadangan minyak bumi, perlu dikembangkan
energi alternatif seperti fuel cell (sel bahan bakar). Teknologi fuel cell dipandang
lebih efisien dan tidak menimbulkan polusi (Sopiana dan Ramli 2005). Sel
berbahan bakar metanol dikenal sebagai direct methanol fuel cell (DMFC). Sel ini
bekerja pada suhu relatif rendah (30 130 oC) dan emisi yang dikeluarkan relatif
tidak membahayakan lingkungan dibandingkan dengan pembakaran minyak bumi
(Dhutia dan Arti 2010).
Pada umumnya, membran penukar proton (PEM) yang digunakan dalam
DMFC ialah Nafion, yaitu politetrafluoroetilena dengan cabang gugus asam
sulfonat (Parra et al. 2004; Cho et al. 2005; Yohan 2005). Kriteria utama dalam
memilih PEM pada DMFC adalah memiliki konduktivitas proton yang tinggi
sehingga dapat memindahkan proton secara maksimum dari anode ke katode
(Agoumba 2004). Nafion memiliki konduktivitas proton yang tinggi, sebesar
0.086 S/cm pada 30 32 oC (Smitha et al. 2005) serta kestabilan mekanik dan
kimia yang baik pada suhu rendah (Hendrana et al. 2007), namun kurang stabil
pada suhu tinggi (Cho et al. 2005).
Penggabungan berbagai komponen organik menjadi suatu matriks polimer
telah berhasil digunakan selama beberapa tahun untuk mengontrol permeabilitas
dan selektivitas membran pada berbagai aplikasi sistem DMFC (Smitha et al.
2005). Kitosan hasil deasetilasi kitin memiliki ketahanan kimia dan rejeksi yang
tinggi untuk air. Penambahan alginat dapat memperbaiki struktur taut-silang
kitosan dalam membran sehingga menjadi lebih kaku dan membran menjadi lebih
kuat dan stabil (Sugita et al. 2009).
Campuran kitosan-alginat 1:1 menghasilkan kompleks poli-ion melalui
taut-silang ionik yang akan meningkatkan sifat-sifat tertentu seperti kekuatan
struktural dan stabilitas termal membran, serta memiliki nilai konduktivitas proton
sebesar 0.042 S/cm pada 30 32 oC walaupun kecenderungan swelling berkurang
(Smitha et al. 2005). Penelitian ini bertujuan membuat membran komposit
kitosan-natrium alginat dengan berbagai nisbah sebagai komponen DMFC.
Membran komposit dicirikan dengan spektrometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR) dan mikroskop elektron pemayaran (SEM). Kinerja membran
diukur, meliputi methanol uptake, permeabilitas metanol, dan konduktivitas
proton, serta diukur beda potensial yang dihasilkan dalam sistem DMFC.
Membran komposit untuk DMFC yang dihasilkan diharapkan memiliki stabilitas
termal yang baik pada suhu tinggi.

2

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain alat-alat kaca, neraca analitik,
oven/vakum, SEM JEOL JSM-836OLA, spektrometer impedans LCR-meter
HIOKI 3532-50, dan spektrometer FTIR Bruker Tensor 27. Bahan-bahan yang
digunakan ialah kitosan (Fakultas Perikanan IPB), natrium alginat (Setia Guna),
elektrode karbon, akuades, metanol, asam asetat glasial, HCl 1 N, NaOH 1 N, HCl
pekat, K3[Fe(CN)6], dan K2HPO4.

Pembuatan Membran Komposit Kitosan dan Natrium Alginat
Membran komposit kitosan dan natrium alginat sebagai perangkat DMFC
(Lampiran 1) dibuat dengan memodifikasi prosedur Smitha et al. (2005). Larutan
kitosan dalam CH3COOH 1% dan larutan natrium alginat dalam akuades dibuat
masing-masing 100 mL. Setelah didiamkan 24 jam, masing-masing ditambahkan
0.5 mL HCl pekat, lalu dicampurkan dan diaduk selama setengah jam. Campuran
dibuat dengan nisbah konsentrasi larutan kitosan-natrium alginat 3:3, 3:4, 3:5, 3:6,
4:3, 5:3, dan 6:3 (% b/v). Campuran disaring untuk menghilangkan bahan-bahan
yang tidak larut. Larutan kembali didiamkan 24 jam untuk menghilangkan
gelembung, lalu dituangkan di atas pelat kaca yang telah diberi selotip pada kedua
sisinya dengan ketebalan yang sama. Membran dicetak dengan cara mendorong
larutan polimer tersebut lalu dikeringanginkan. Hal yang sama dilakukan dalam
pembuatan membran kitosan maupun membran natrium alginat.

Pencirian Membran
Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
Sampel membran kitosan, natrium alginat, dan komposit dalam bentuk film
tipis ditempatkan dalam cell holder, kemudian diukur spektrum FTIR-nya
menggunakan resolusi 4 dan jumlah pemayaran 32.
Analisis SEM
Analisis morfologi dilakukan pada membran kitosan dan komposit.
Membran dibekukan dengan nitrogen cair selama 10 menit kemudian dipatahkan
dan ditempelkan pada cell holder. Membran lalu dilapisi dengan emas dan
dimasukkan ke dalam bejana untuk dipotret permukaan dan penampang
lintangnya.
Penentuan Bobot Jenis
Bobot jenis membran ditentukan dengan mengadaptasi metode Kemala
(1998). Membran dipotong dengan ukuran yang seragam, kemudian dimasukkan
ke dalam piknometer yang telah diketahui bobot kosongnya (W0). Bobot
piknometer dan sampel dicatat sebagai W1. Kemudian piknometer yang berisi

3

potongan sampel ditambahkan akuades hingga tidak terdapat gelembung udara
dan ditimbang bobotnya (W2). Bobot piknometer berisi air juga ditimbang dan
bobotnya dicatat sebagai W3. Suhu air dan udara dicatat untuk menentukan faktor
koreksi suhu. Bobot jenis sampel dihitung menggunakan persamaan 1:
W1 -W 0
D=
× [ D1 - Da ] + Da …………………………..(1)
(W 3 - W 0) - (W 2 - W 1)
Keterangan:
D
= bobot jenis sampel (g/mL)
D1
= bobot jenis air (g/mL)

= bobot jenis udara (g/mL)

Uji Kinerja Membran
Methanol Uptake
Penentuan metanol uptake dilakukan dengan mengadaptasi Smitha et al.
(2005). Membran dipotong dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 1 cm lalu
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 125 oC selama 24 jam. Membran ditimbang
bobot keringnya (D), lalu direndam dalam metanol selama 48 jam. Setelah itu,
ditimbang bobot basahnya (W). Nilai methanol uptake ditentukan dengan
persamaan 2:
W −D
× 100 %
.........................................................(2)
Methanol Uptake =
D
Penentuan Permeabilitas Metanol
Membran komposit dengan berbagai variasi konsentrasi dijepit di antara 2
bejana. Larutan metanol sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam salah satu bejana
dan bejana lainnya dibiarkan kosong. Selanjutnya, posisi kedua bejana ditegakkan
dengan bejana yang berisi metanol berada di atas dan bejana lainnya berada di
bawah. Pengukuran kualitatif ini dilakukan selama 1 jam.

G

Penentuan Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton membran komposit diukur menggunakan spektrometer
impedans LCR-meter HIOKI 3532-50. Membran dengan ukuran panjang 6 cm dan
lebar 1 cm dijepit di antara 2 elektrode karbon kemudian nilai konduktans dibaca.
Membran juga diukur ketebalannya menggunakan mikrometer digital. Nilai
konduktivitas proton (S/cm) dihitung menggunakan persamaan 3:
L
σ=
.................................................... ..............(3)
A
Keterangan:
σ = konduktivitas proton (S/cm)
G = nilai konduktivitas (S)
L = jarak antara kedua elektrode (cm)
A = luas permukaan (cm2)
Penentuan Beda Potensial dalam Sistem DMFC
Beda potensial dalam sistem DMFC diukur dengan menggunakan 2 bejana.
Bejana pertama sebagai tempat anode berisi 100 mL metanol dan bejana kedua

4

sebagai tempat katode berisi 50 mL larutan K3Fe(CN)6 50 mM ditambah 50 mL
larutan K2HPO4 100 mM. Kedua bejana tersebut direkatkan dengan membran
berada di bagian tengahnya. Elektrode dimasukkan ke dalam kedua larutan
tersebut kemudian dihubungkan dengan kutub positif dan negatif pada alat
spektrometer impedans LCR-meter HIOKI 3532-50. Akan muncul nilai beda
potensial (V) yang dihasilkan dalam sistem DMFC.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat
Membran komposit dibuat dengan mencampurkan larutan kitosan dan
natrium alginat dalam berbagai variasi nisbah konsentrasi. Membran komposit
yang dihasilkan cukup stabil, kuat, berwarna agak kecokelatan, dan
permukaannya homogen (Gambar 1).

Gambar 1 Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:6 (% b/v)
Pembuatan membran komposit diawali dengan melarutkan kitosan dengan
asam dan natrium alginat dengan air. Larutan kitosan bersifat kationik dan larutan
natrium alginat bersifat anionik, maka apabila dicampurkan akan terbentuk ikatan
ionik hasil interaksi gugus karboksilat alginat dan gugus amonium kitosan
(Gambar 2) (Cruz et al. 2004).

Gambar 2 Pembentukan ikatan ionik antara natrium alginat dan kitosan (Friedli
dan Schlanger 2005)

5

Sebelum dicampurkan, larutan kitosan dan natrium alginat masing-masing
ditambahkan HCl terlebih dahulu (Gambar 3). Proses ini memudahkan interaksi
secara ionik dalam pembentukan kompleks poli-ion. Produk samping dihasilkan
berupa endapan putih NaCl. Endapan ini harus dihilangkan dengan cara disaring,
filtrat yang tertampung didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan
gelembung udara akibat penyaringan, agar dihasilkan kualitas membran komposit
yang baik.

Gambar 3 Reaksi pembentukan kompleks poli-ion antara gugus anionik (COO-)
dari natrium alginat dan gugus kation terprotonasi (+NH3) dari kitosan
(Smitha et al. 2005)
Kualitas membran dipengaruhi oleh kondisi suhu pengeringan pada saat
proses pencetakan. Suhu pengeringan yang optimum adalah suhu kamar selama
±72 jam (Jamaran et al. 2006). Pada suhu lebih tinggi, yaitu 60 oC, membran
menjadi sangat rapuh. Ketebalan membran juga harus diperhatikan karena akan
memengaruhi konduktivitas proton. Membran komposit dapat terbentuk karena
kitosan maupun alginat mampu membentuk gel akibat adanya jejaring 3 dimensi
yang dapat memerangkap sejumlah air di dalamnya. Sifat jejaring dan interaksi
molekul yang mengikat keseluruhan gel menentukan kekuatan, stabilitas, dan
tekstur gel (Sugita et al. 2009).

Ciri-Ciri Membran
Spektrum FTIR
Spektrum membran kitosan (Gambar 4) dicirikan oleh gugus amida pada
bilangan gelombang 1644.65 dan 1560.10 cm-1 (A), gugus OH (uluran pada
3289.76 cm-1), dan gugus –CH2 pada 2925.28 cm-1. Selain itu, terdapat tekukan
gugus CH2 pada 1326.17 cm-1 dan gugus C-O-C asimetrik pada 1153.51 cm-1.

6

Gambar 4 Spektrum FTIR kitosan (
kitosan-natrium alginat (

), natrium alginat (
)

), dan komposit

Spektrum FTIR membran natrium alginat (Gambar 4) menunjukkan ciri
khas berupa gugus garam karboksilat pada bilangan gelombang 1638.26 (B1) dan
1417.03 cm-1 (B2). Ciri khas yang lain untuk golongan polisakarida ialah adanya
uluran -CO di 1028.39 dan 872.26 cm-1 serta uluran C-C di 1108.27 cm-1 (B3).
Gugus fungsi lainnya adalah gugus OH pada 3422.71 cm-1.
Spektrum FTIR membran kompleks poli-ion kitosan-natrium alginat
(Gambar 4) menunjukkan gugus fungsi yang khas, yaitu gugus C-N pada 1637.29
cm-1 (C1) dan gugus C-O-O simetri pada 1253.68 cm-1 (C2). Spektrum
menegaskan interaksi elektrostatik gugus karboksilat dari natrium alginat dengan
gugus amino terprotonasi dari kitosan. Keberadaan gugus OH juga diharapkan
akan meningkatkan interaksi antarmolekul seperti ikatan hidrogen antara natrium
alginat dan kitosan.
Morfologi Membran
Analisis dengan menggunakan SEM bertujuan menentukan morfologi
permukaan, ukuran pori, dan penampang lintang membran. Menurut Mulder
(1996), membran dapat dikelompokkan menjadi membran berpori dan non-pori.
Membran kitosan (Gambar 5a) dan komposit kitosan-natrium alginat (Gambar 5b)
menunjukkan morfologi permukaan yang cenderung homogen dan tidak terdapat
pori. Kedua membran tergolong membran non-pori atau nonporous yang baik
untuk digunakan dalam DMFC. Hanya proton yang melewati membran, molekul
air tidak.

7

(a)
(b)
Gambar 5 Morfologi permukaan membran kitosan (a) dan komposit kitosannatrium alginat 3:5 (b) dengan perbesaran 5000 kali
Natrium alginat memiliki unit-unit penyusun berupa asam β-D- manuronat
(M) dan asam α-L-guluronat (G) (Gambar 6). Gugus COO- pada posisi α dari
asam guluronat dan β dari asam manuronat membuat taut-silang kimia dengan
gugus +NH3 dari kitosan menjadi tidak stabil karena gugus +NH3 dapat terikat
pada salah satu posisi tersebut. Hal ini yang membuat penampang lintang kitosan
(Gambar 7a) berbeda dibandingkan dengan komposit kitosan-natrium alginat
(Gambar 7b).

Gambar 6 Struktur unit-unit penyusun natrium alginat (Draget et al. 2005)

(a)

(b)

Rongga

Gambar 7 Penampang lintang membran kitosan (a) dan komposit kitosannatrium alginat 3:5 (b) dengan perbesaran 2000 kali
Penampang lintang membran kitosan dengan perbesaran 2000 kali
menunjukkan bahwa membran ini cenderung bersifat non-pori. Adanya pori
disebabkan oleh gelembung udara yang terjebak dalam larutan sebelum dicetak
menjadi membran. Di sisi lain, penampang lintang membran komposit kitosan-

8

natrium alginat 3:5 (% b/v) memiliki rongga pada bagian tengah. Hal ini
dikarenakan interaksi antara gugus +NH3 dari kitosan dan gugus COO- dari
natrium alginat dipengaruhi oleh posisi α dari asam guluronat dan posisi β dari
asam manuronat.
Bobot Jenis
Gambar 8 menunjukkan kenaikan bobot jenis pada 25 oC dengan
meningkatnya konsentrasi natrium alginat. Kitosan memiliki bobot jenis 1.1115
g/mL (Lampiran 2), sedangkan Hsieh et al. (2007) mendapatkan densitas kitosan
1.342 g/mL. Hal ini disebabkan sumber kitosan yang berbeda berpengaruh pada
nilai bobot jenisnya. Natrium alginat yang ditambahkan ke kitosan akan
memperbaiki struktur taut-silang kitosan dalam gel sehingga menjadi lebih kaku
dan gel akan semakin kuat (Sugita et al. 2009).

Gambar 8 Hubungan bobot jenis dengan variasi konsentrasi penyusun membran
Natrium alginat juga memiliki sifat menyerap air, maka penambahan
konsentrasi alginat yang semakin tinggi ke dalam kitosan akan menurunkan titik
pecah gel, artinya kekuatan gel meningkat. Meningkatnya kekuatan gel disertai
oleh kenaikan bobot jenisnya. Selain itu, penambahan natrium alginat yang
berlebih akan membentuk jalinan serat yang homogen pada saat polimerisasi yang
membuat bobot jenis akan semakin meningkat. Membran kitosan-natrium alginat
3:6 mempunyai bobot jenis yang paling tinggi, yaitu 1.96 g/mL. Sebaliknya
apabila konsentrasi kitosan semakin besar, nilai bobot jenis menurun karena
jejaring 3 dimensi kurang terbentuk sehingga gel yang dihasilkan lemah.

Kinerja Membran
Methanol Uptake
Methanol uptake menunjukkan kemampuan membran untuk mengembang
(mengalami swelling) saat diaplikasikan sebagai sel bahan bakar (Chia 2006).
Swelling adalah peningkatan volume suatu material pada saat kontak dengan
cairan, gas, atau uap. Pengujian ini dilakukan untuk memprediksi ukuran zat yang
dapat berdifusi melalui membran. Ketika suatu biopolimer kontak dengan cairan,
misalnya air, terjadinya pengembangan disebabkan adanya termodinamika yang

9

bersesuaian antara rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan
efek taut-silang pada rantai polimer.
Membran komposit kitosan-natrium alginat tidak dapat diuji water uptake
karena kedua bahan penyusun memiliki kemampuan yang cukup besar dalam
mengikat air. Kemampuan kitosan mengikat air sebesar 504_529% (Sofia et la.
2010). Oleh karena itu, dilakukan pengujian alternatif methanol uptake untuk
mengetahui kinerja membran di dalam metanol. Jumlah metanol yang terserap ke
dalam membran akan berpengaruh terhadap nilai konduktivitas membran tersebut
karena melalui proses swelling, membran akan menjerap proton di anode untuk
dialirkan ke katode yang berisi larutan elektrolit.
Penentuan methanol uptake membran komposit dilakukan dengan
membandingkan bobot membran sebelum dan setelah mengalami proses swelling
(Gambar 9). Dalam pelarut, suatu polimer taut-silang akan mengembang ketika
molekul-molekul pelarut menembus jaringannya (Stevens 2007).

Gambar 9 Hubungan methanol uptake (%) dengan variasi konsentrasi penyusun
membran. Keterangan: CS = Kitosan, Alg = Natrium alginat
Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi natrium alginat, nilai
methanol uptake semakin meningkat. Membran komposit kitosan-natrium alginat
3:5 memiliki nilai methanol uptake tertinggi, yaitu 68.84% (Lampiran 3). Akan
tetapi, pada membran komposit kitosan-natrium alginat 3:6, nilai methanol uptake
menurun karena kerapatan molekul mengecil disebabkan oleh alginat yang lebih
kental.
Konsentrasi kitosan yang semakin tinggi sebaliknya menurunkan nilai
methanol uptake karena jejaring tiga dimensi terbentuk semakin rapat sehingga
metanol yang terserap ke dalam membran juga sedikit. Hal ini dibuktikan dengan
penampang lintang membran komposit kitosan-natrium alginat 6:3 yang memiliki
kerapatan molekul kecil (Gambar 10).

Gambar 10 Penampang lintang membran komposit kitosan-natrium alginat
6:3 dengan perbesaran 2000 kali

10

Permeabilitas Metanol
Permeabilitas metanol ditentukan secara kualitatif untuk mengetahui adanya
methanol crossover yang menjadi permasalahan pada DMFC. Methanol crossover
terjadi karena difusi molekular metanol akibat adanya gradien konsentrasi metanol
di anode dan katode. Ketidakmampuan membran untuk menahan metanol akan
menyebabkan proses difusi molekular metanol dari anode menuju katode. Hal ini
tidak diharapkan dalam DMFC karena akan menurunkan kuat arus listrik yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian, membran kitosan maupun komposit
mampu menahan methanol crossover, artinya membran tersebut baik untuk
digunakan dalam sistem DMFC.
Konduktivitas Membran
Membran yang digunakan dalam sistem sel bahan bakar harus memiliki
nilai konduktivitas proton (σ) yang tinggi, sedangkan permeabilitas metanolnya
rendah. Hal ini menandakan kemampuan membran yang tinggi dalam
menghantarkan proton dari anode ke katode. Sebagian besar polimer merupakan
isolator yang hanya sedikit menghantarkan arus listrik. Penentuan konduktivitas
dilakukan pada membran kitosan, natrium alginat, dan komposit kitosan-natrium
alginat (Gambar 11).

Gambar 11 Hubungan konduktivitas proton dengan variasi konsentrasi penyusun
membran
Membran kitosan-natrium alginat 3:5 merupakan membran komposit yang
terbaik dengan nilai konduktivitas proton 9.594 × 10-7 S/cm (Lampiran 4). Hasil
ini sejalan dengan nilai metanol uptake yang didapatkan. Apabila nilai methanol
uptake semakin besar, maka nilai konduktivitas proton juga besar karena semakin
banyak proton yang mengalir menuju katode.
Membran kitosan-natrium alginat 3:6 menunjukkan penurunan
konduktivitas proton karena nilai methanol uptake juga turun dan adanya
pertukaran ion dari natrium alginat yang dipengaruhi oleh proporsi asam uronat.
Penambahan natrium alginat menyebabkan larutan menjadi lebih kental, hingga
akhirnya sebagian alginat mengendap (Chapman dan Chapman 1980). Alginat
yang mengendap ini menurunkan nilai konduktivitas. Penambahan kitosan juga
menurunkan konduktivitas proton karena membuat kerapatan molekul menjadi
lebih kecil sehingga proton yang melewati membran menuju anode sedikit.

11

Beda Potensial dalam Sistem DMFC
Beda potensial terjadi akibat aliran elektron yang keluar dari anode ke
katode. Sistem DMFC (Gambar 12) menggunakan metanol di anode dan larutan
kalium ferisianida dalam bufer fosfat di katode serta menggunakan elektrode
karbon. Pada katode, Fe(III) akan tereduksi menjadi Fe(II) oleh aliran elektron
dari anode. Proses reduksi yang terjadi ditandai dengan timbulnya warna kuning
kehijauan pada larutan di katode.
Oksidasi metanol terjadi di anode menghasilkan proton, elektron, dan CO2.
Proton dan elektron ditansfer ke katode untuk reaksi reduksi oksigen, sedangkan
CO2 berdifusi keluar dari anode. Reaksi total akan menghasilkan energi dalam
bentuk energi listrik.
Reaksi di anode
: CH3OH + H2O
CO2 + 6H+ + 6eReaksi di katode
: 6H+ + 6e- + 3/2 O2
3 H2 O
Reaksi total
: CH3OH + 3/2 O2
CO2 + 2 H2O

Gambar 12 Prinsip kerja DMFC
Pada bagian tengah sistem DMFC terdapat membran komposit untuk
melewatkan proton, namun tidak melewatkan elektron. Hal ini untuk mencegah
reaksi langsung antara proton dan elektron. Dengan demikian, elektron akan
dipaksa untuk melewati jalur lain melalui rangkaian luar untuk mencapai katode
pada sisi yang berseberangan. Elektron yang mengalir pada rangkaian luar ini
akan merupakan arus listrik yang dapat dimanfaatkan secara langsung.
Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:6 menghasilkan nilai beda
potensial tertinggi dalam sistem DMFC, yaitu 11 mV (Gambar 13 dan Lampiran
5). Nilai beda potensial ini masih kecil karena penggunaan energi. Jika energi tiap
muatan habis akibat penggunaan, maka di kedua ujung rangkaian tidak akan ada
beda potensial (bernilai nol). Akibatnya, komponen elektronika seperti lampu
tidak dapat berfungsi. Faktor lainnya ialah sistem pada DMFC belum terlalu baik
dan oksidasi metanol berlangsung lama dengan penggunaan elektrode karbon.
Proses oksidasi dapat berlangsung cepat dengan menggunakan elektrode platinum
sehingga nilai konduktivitas proton dan beda potensial yang dihasilkan menjadi
lebih besar (Dhutia dan Arti 2010).

12

Gambar 13 Hubungan beda potensial (mV) dengan variasi konsentrasi penyusun
membran

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Membran komposit kitosan-natrium alginat telah berhasil dibuat, dibuktikan
dengan analisis FTIR, yaitu adanya gugus NH3C pada bilangan gelombang
1637.29 cm-1 dan gugus COO pada bilangan gelombang 1253.68 cm-1. Membran
kitosan-natrium alginat 3:5 berpotensi digunakan sebagai DMFC dilihat dari nilai
konduktivitas proton yang tinggi, yaitu 9.594 ×10-7 S/cm dan membran yang
bersifat nonpori. Membran komposit kitosan-natrium alginat memiliki stabilitas
termal pada suhu tinggi dibandingkan dengan Nafion.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan waktu optimum
pencetakan membran komposit agar dihasilkan membran dalam kondisi yang
baik. Perlu ditambahkan zat aditif untuk membentuk membran yang memiliki
kekuatan di dalam air. Selain itu, perlu analisis kuantitatif untuk permeabilitas
metanol dan analisis termal dengan kalorimetri pemayaran diferensial (DSC).
Elektrode yang digunakan untuk pengukuran konduktivitas dalam sistem DMFC
juga perlu diganti dari elektrode karbon menjadi elektrode platinum.

DAFTAR PUSTAKA
Agoumba D. 2004. Reduction of methanol crossover in direct methanol fuel cell
(DMFC) [tesis]. Alabama (US): Alabama University.
Chapman VJ, Chapman DJ. 1980. Seaweeds and Their Uses. Ed ke-3. London
(GB): Chapman and Hall.

13

Cho SA, Oh IH, Kim HJ, Ha HY, Hong SA, Ju JB. (2005). Surface modified
Nafion® membrane by ion beam bombardment for fuel cell applications. J
Power Sources. 155(2):286-290.
Chia ES. 2006. A chemical reaction engineering perspective of polymer
electrolyte membrane fuel cells [disertasi]. New Jersey (US): Princeton
University.
Cruz MCP, Ravagnani SP, Brogna F. 2004. Evaluation of the diffusion coefficient
for controlled release of oxytetracycline from alginate/chitosan (ethylene
glycol) microbeads in simulated gastrointestinal. Environ J Appl Biochem.
40:243-253.
Dhutia A, Arti DK. 2010. Karakterisasi dan uji kinerja SPEEK, cSMM, dan
Nafion untuk aplikasi direct methanol fuel cell [skripsi]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Draget, Steinbuchel A, Rhee SK. 2005. Polysaccarides and Polyamides in the
Food Industry. Properties, Production, and Patents. Weinheim (DE):
Wiley-VCH.
Friedli AC, Schlanger IR. 2005. Demonstrating encapsulation and release: a new
take on alginate complexation and the nylon rope trick. J Chem Educ.
82:1017-1020.
Hendrana S, Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I, Yandhitra RH. 2007. Pengaruh
suhu dan tekanan proses pembuatan terhadap konduktivitas ionik membran
PEMFC berbasis polistirena tersulfonasi. J Mat Sci. 3:187-191.
Hsieh WC, Chang CP, Lin SM. 2007. Morphology and characterization of 3D
micro-porous structured chitosan scaffolds for tissue engineerring. J
Biointerfaces. 57:250-255.
Jamaran K, Bangun H, Dawolo AK, Daniel. (2006). Pembuatan membran
kompleks polielektrolit alginat-kitosan. J Sains Kim. 1:10-16.
Kemala T. 1998. Pengaruh zat pemlastis dibutil ftalat pada polyblend polistirenapati [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Technology. Ed ke-2. Dordrecht
(NL): Kluwer Academic.
Parra S, Mielczarski E, Mielczarski J, Albers P, Suvorova J.G, Kiwi J. 2004.
Synthesis, testing, and characterization of a novel Nafion membrane with
superior performance in photoassisted immobilized Fenton catalysis. J Am
Chem Soc. 20:5621-5629.
Smitha B, Sridhar S, Khan AA. 2005. Chitosan-sodium alginate polyion
complexes as fuel cell membranes. J European Polym. 41:1859-1866.
Sofia I, Pirman, Haris Z. 2010. Karakterisasi fisiokimia dan fungsional kitosan
yang diperoleh dari limbah cangkang udang windu. J Tek Kim Indones.
1(9):11-18.
Sopiana, Ramli D. 2005. Challenges and future developments in proton exchange
membrane fuel cell. J Renewable Energy 31(5):719-729.
Stevens M. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta (ID): Pradnya
Paramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction.
Sugita P, Wukirsari T, Sjahriza A, Wahyono D. 2009. Kitosan Sumber
Biomaterial Masa Depan. Bogor (ID): IPB Pr.

14

Yohan. 2005. Pembuatan bahan membran sel bahan bakar: pengaruh
pengkondisian film PTFE terhadap hasil pencangkokan dengan teknik
iradiasi awal. Depok (ID): Universitas Indonesia.

15

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
100 mL larutan kitosan dalam
CH3COOH 1% (larutan 1),
didiamkan 24 jam

100 mL larutan natrium alginat
dalam akuades (larutan 2),
didiamkan 24 jam

Setelah 24 jam,
ditambahkan 0.5 mL
HCl pekat

Setelah 24 jam,
ditambahkan 0.5 mL
HCl pekat

Campuran dengan nisbah konsentrasi 3:3, 3:4, 3:5, 3:6,
4:3, 5:3, dan 6:3 (% b/v), diaduk selama 30 menit

Campuran disaring dan filtrat
didiamkan selama 24 jam

Dituangkan di atas pelat kaca yang telah diberi selotip
pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama

Membran (membran kitosan dan natrium alginat
juga dibuat) dikeringanginkan

Pencirian membran

1. SEM
2. FTIR
3. Bobot

jenis

Uji kinerja membran
1. Methanol uptake
2. Permeabilitas metanol
3. Konduktivitas proton
4. Beda potensial dalam sistem
DMFC

16

Lampiran 2 Penentuan bobot jenis membran
Nisbah
CS:Alg

W0
(g)

W1
(g)

W2
(g)

W3
(g)

D
(g/mL)

3:0

11.5151
11.5149
11.5153
11.5146
11.5150
11.5148
11.5151
11.5145
11.5152
11.5145
11.5147
11.5150
11.5142
11.5148
11.5145
11.5148
11.5150
11.5145
11.5146
11.5147
11.5148
11.5150
11.5152
11.5149
11.5148
11.5150
11.5149

11.5169
11.5173
11.5180
11.5192
11.5195
11.5192
11.5225
11.5220
11.5227
11.5245
11.5248
11.5251
11.5265
11.5272
11.5268
11.5292
11.5295
11.5289
11.5231
11.5232
11.5234
11.5218
11.5221
11.5218
11.5204
11.5206
11.5204

21.5584
21.5583
21.5584
21.5597
21.5601
21.5598
21.5607
21.5602
21.5609
21.5615
21.5618
21.5620
21.5625
21.5631
21.5628
21.5635
21.5637
21.5632
21.5609
21.5611
21.5614
21.5605
21.5608
21.5604
21.5597
21.5599
21.5598

21.5582
21.5580
21.5582
21.5580
21.5585
21.5582
21.5575
21.5570
21.5577
21.5570
21.5573
21.5575
21.5567
21.5572
21.5570
21.5563
21.5566
21.5562
21.5574
21.5575
21.5578
21.5578
21.5580
21.5577
21.5576
21.5578
21.5577

1.1206
1.1382
1.0758
1.5795
1.5452
1.5648
1.7543
1.7367
1.7366
1.8103
1.7958
1.7958
1.8840
1.8994
1.8841
1.9912
1.9509
1.9374
1.7272
1.7272
1.7126
1.6515
1.6757
1.6359
1.5932
1.5932
1.6108

0:3

3:3

3:4

3:5

3:6

4:3

5:3

6:3

Ratarata
(g/mL)
1.1115

1.5632

1.7425

1.8006

1.8892

1.9598

1.7223

1.6544

1.5991

Keterangan:
D
= Bobot jenis (g/mL)
Suhu percobaan
= 28 oC
D1
= 0.99623 g/mL
Da
= 0.00125 g/mL
W0
= Bobot piknometer kosong
W1
= Bobot piknometer + Membran
W2
= Bobot piknometer + Membran + Air
W3
= Bobot piknometer + Air
Contoh perhitungan:
Kitosan-Na Alginat 3:3
W 1 - W0
D=
× [ D1 - Da] + Da
(W3 - W0 ) - (W2 - W1)
(11.5225− 11.5151) g
D=
× [0.99623− 0.00125] g/mL+ 0.00125g/mL
(21.5575− 11.5151) g − (21.5607− 11.5225) g
D = 1.7543 g/mL

17

Lampiran 3 Penentuan methanol uptake
Nisbah
CS:Alg
3:0

3:3

3:4

3:5

3:6

4:3

5:3

6:3

Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Bobot Membran (g)
Kering
Basah
(D)
(W)
0.0167
0.0172
0.0171
0.0177
0.0162
0.0170
0.0279
0.0309
0.0282
0.0318
0.0285
0.0325
0.0371
0.0457
0.0374
0.0460
0.0372
0.0470
0.0255
0.0431
0.0260
0.0438
0.0271
0.0455
0.0257
0.0390
0.0259
0.0395
0.0265
0.0410
0.0388
0.0550
0.0390
0.0565
0.0395
0.0580
0.0335
0.0370
0.0341
0.0375
0.0339
0.0374
0.0382
0.0413
0.0385
0.0415
0.0389
0.0420

Methanol
uptake (%)
2.99
3.50
4.93
10.75
12.76
14.04
23.18
22.99
26.34
69.02
68.46
67.89
51.75
52.51
54.72
41.75
44.87
46.84
10.45
9.97
10.32
8.11
7.79
7.97

Keterangan:
CS
= Kitosan
Alg
= Natrium Alginat

D

Contoh perhitungan:
● Penentuan methanol uptake membran kitosan ulangan ke-1
W−
× 100%
% metanol uptake =
D

0.0172 g - 0.0167 g
× 100 %
0.0167 g
% metanol uptake = 2.99 %
=

Rata-rata
(%)
3.80

12.52

24.17

68.46

52.99

44.49

10.25

7.96

18

Lampiran 4 Penentuan konduktivitas proton
Membran
Kitosan
Natrium alginat
CS:Alg 3:3
CS:Alg 3:4
CS:Alg 3:5
CS:Alg 3:6
CS:Alg 4:3
CS:Alg 5:3
CS:Alg 6:3

Konduktans,
G ( × 10-6 S)
662.76
1017.30
851.76
986.35
1199.25
1050.21
924.57
815.24
775.52

L/A
(cm-1)
0.0008
0.0008
0.0008
0.0008
0.0008
0.0008
0.0008
0.0008
0.0008

Konduktivitas, σ
(× 10-7 S/cm)
5.302
8.138
6.814
7.891
9.594
8.402
7.396
6.522
6.204

Kondisi pengukuran menggunakan spektrometer impedans LCR-meter (HIOKI
3532-50):
F
= 1.8 MHz
CC
= 0.1 µA
V-Lim
=4V
Range
= Auto 10 KΩ
Delay
= 0.1
Average
=4
Speed
= slow

Contoh perhitungan:
● Penentuan konduktivitas proton membran kitosan-natrium alginat 3:3

G

Luas permukaan membran (A) = 6 cm2
Jarak antara 2 elektrode (L) = Ketebalan membran = 0.0050 cm
Konduktivitas membran (G) = 851.76 × 10-6 S
L
σ=
A
σ = 851.76 × 10-6 S × 0.0008 cm-1
σ = 6.8141 × 10-7 S/cm

19

Lampiran 5 Penentuan beda potensial dalam sistem DMFC
Membran
Kitosan
CS:Alg 3:3
CS:Alg 3:4
CS:Alg 3:5
CS:Alg 3:6
CS:Alg 4:3
CS:Alg 5:3
CS:Alg 6:3

V (mV)
7
8
9
11
10
9
9
9

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 April 1989 dari Bapak H
Suhadi dan Ibu Hj Sri Sudarmi. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Islam Panglima Besar Jenderal Soedirman Jakarta
Timur pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama diterima pada Program
Keahlian Analisis Kimia Direktorat Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pada bulan Maret Mei 2010, penulis melaksanakan praktik kerja lapangan
di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu,
Bogor untuk memenuhi syarat kelulusan pada Program Diploma IPB. Pada tahun
yang sama, penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Alih Jenis
Kimia IPB angkatan IV. Pada tahun 2007, penulis mengikuti Training-EkspoSeminar Pangan (TES Pangan) dengan judul Peningkatan Kualitas dan Produksi
Pangan Menuju Kemandirian Bangsa. Pada tahun 2008, penulis mengikuti
pelatihan Safety in Laboratory yang diselenggarakan oleh PT Merck Tbk dan
training The 7 Awareness dengan tema Kesadaran Universal – From Good to
Great. Selain itu, penulis menjadi asisten praktikum Manajemen Laboratorium,
Kimia Bahan Alam, Kimia Industri, Kimia Koloid, Kimia Lingkungan, serta
Analisis Komponen Aktif dan Uji Aktivitas pada Program Keahlian Analisis
Kimia Direktorat Diploma IPB.

24