Asuhan Keperawatan Pada Ny.S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi di di Lingkungan III Harjosari Kec. Medan Amplas
Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan
Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi
di Lingkungan III Harjosari Kec. Medan Amplas
Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan
Oleh
Muflahul Husnah NIM.: 102500020
Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
(2)
Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi di Lingkungan III Harjosari Kec. Medan Amplas
(3)
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny.S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi di di Lingkungan III Harjosari Kec. Medan Amplas
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi sebagai persyaratan untuk mencapai derajat DIII pada program Studi Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa, penulis tidak dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tanpa adanya bimbingan dan arahan dari semua pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Bapak dr.Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp,MNS, selaku Pembantu Dekan I, ibu Evi Karota Bukit, S.Kp,MNS, selaku Pembantu Dekan II dan bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp,MNS, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.
3. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep sebagai ketua program studi DIII keperawatan dan sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik penulis selama berada di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp,MNS yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta dan ketiga saudara tersayang saya yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan memberikan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Seluruh Staf Dosen yang telah banyak memberikan didikan dan petunjuk kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
(5)
7. Terimakasih kepada Ny.S yang telah bersedia menyediakan waktu luang untuk menjadi klien kelolaan.
8. Terima kasih kepada Mona Liza, Nisa yurida, M.Syawal Hrp, Tiara P.P Hulu, yang telah membantu saya dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini. 9. Teman sejawat yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, dan diharapkan ada kritikan yang membangun. Penulis berharap kiranya Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya bagi kita semua.
Medan, Juni 2013
Penyusun
Muflahul Husnah
(6)
Daftar Isi
Lembar Pengesahan………....i
Kata Pengantar………ii
Daftar Isi……….iv
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 4
C. Manfaat ... 4
Bab II Pengelolaan Kasus A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi 1. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Elimiasi fekal ... 5
2. Proses Defekasi ... 8
3. Pola Defekasi ... 8
4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Defekasi ... 9
5. Proses Keperawatan Eliminasi fekal ... 14
B. Asuhan Keperawatan Kasus 1. Pengakajian ... 21
2. Analisa Data ... 25
3. Rumusan Masalah ... 27
4. Perencanaan... 28
5. Implementasi ... 32
6. Evaluasi ... 32
Bab III Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ... 35
B. Saran ... 35
Daftar Pustaka ... 36 Lampiran
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk feses. Eliminasi juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk proses pengeluaran feses yang bila hal itu tidak terjadi maka akan timbul rasa ketidaknyamanan pada manusia itu dan juga berakibat timbulnya gejala- gejala penyakit.
Organ - organ yang berperan dalam pembuangan eliminasi adalah Saluran Gastrointestinal yakni saluran tersebut panjang ( kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam proses mencerna makanan, yang dimulai dari mulut sampai anus. Saluran ini akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta bercampur dengan enzim dan zat cair melalui proses pencernaan, baik dengan cara mengunyah, menelan, dan mencampur menjadi zat- zat gizi. ( Tarwoto dan Wartonah, 2010 ).
Konstipasi merupakan penurunan frekuensi defekasi, yang di ikuti oleh pengeluaran feses yang keras dan kering. Konstipasi adalah bahaya yang signifan terhadap kesehatan. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rectum dan mengedan selama defekasi terhadap klien yang baru menjalani bedah abdomen, ginekologi, bedah rectum. Upaya mengeluarkan feses dapat menyebabkan jahitan terbuka. (Potter dan Perry, 2006).
Penyakit ini banyak dikeluhkan masyarakat di negara Barat. Tercatat bahwa setiap tahunnya, 2,5 juta orang di Amerika mengunjungi dokter karena masalah ini, dengan hampir 100.000 pasien memerlukan perawatan setiap tahunnya. Menurut data Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta, selama kurun waktu 1998 sampai 2005 dari 2.397 pemeriksaan kolonskopi, 216 pemeriksaan atau sekitar 19 persen di antaranya terindikasi dengan sembelit dan lebih banyak dialami oleh wanita. Melihat data di atas, secara kasar dapat diduga bahwa jumlah penderita konstipasi di Indonesia cukup besar. Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas.
(8)
Ternyata wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34% wanita dan pria 26%. Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas.
Konstipasi biasa terjadi pada lansia akibat perubahan fisiologis yang normal dimana peristaltik kolon menurun dan impuls saraf melambat serta sfingter anal internal kehilangan tonusnya. Sekitar 30% orang di atas umur 60 tahun menggunakan laksatif sedikitnya satu kali seminggu. Jika konstipasi tidak diobati akan menyebabkan impaksi fekal dan megakolon. Perlu diingatkan pada lansia bahwa kebiasaan BAB normal berkisar antara 3 kali sehari sampai 3-5 hari sekali tergantung tonus usus pasien, tingkat aktivitas dan asupan makanan. Penanganan jangka pendek diatasi dengan obat laksatif kuat, sedangkan jangka panjang mencakup diet tinggi serat dan asupan cairan yang adekuat. Jika terjadi impaksi fekal dilakukan pengeluaran feses manual yang diikuti enema minyak dan sabun lunak.
Adapun konstipasi yang terjadi pada lansia salah satunya disebabkan karena kekurangan nutrisi. Kekurangan nutrisi tersebut disebabkan oleh masalah-masalah sosial ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik
(9)
atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.
Oleh karena itu setiap individu mempunyai pola defekasi yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan jumlah asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Jika asupan nutrisi kurang dari kebutuhan maka akan menyebabkan konstipasi dan gangguan eliminasi. Khususnya lansia, penurunan fisiologis system GI menyebabkan lansia rentan untuk terjangkit konstipasi tetapi hal ini bisa dicegah dengan mencukupi asupan nutrisi bagi tubuh. Maka permasalahan di atas menjadi prioritas masalah yang diangkat dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi di Ling. III Harjosari”.
(10)
B. Tujuan
Tujuan umum
Memahami konsep asuhan keperawatan lansia dengan masalah konstipasi. Tujuan khusus
1. Memahami tentang pengkajian lansia dengan masalah konstipasi.
2. Mengetahui asuhan keperawatan lansia dengan masalah eliminasi: konstipasi
C. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk kegiatan belajar mengajar
Sebagai sumber informasi dalam menangani masalah kesehatan pada lansia khususnya eliminasi: konstipasi
2. Untuk kebutuhan klien
Membantu meningkatkan kesehatan lansia dalam upaya pencegahan dan perawatan konstipasi
3. Untuk Penulis
(11)
BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi
2.1Sistem tubuh yang berperan dalam Eliminasi fekal
Eliminasi produk sisa yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada system gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar, karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal.
( Robinson dan Weigley dalam fundamental keperawatan,2006).
Organ saluran pencernaan dibagi menjadi dua bagian , yaitu: organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah. 2.1.1 Saluran gastrointestinal bagian atas
a. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk yang dilalui makanan pertama kali untuk sistem pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan gigi dan lidah serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. Secara umum, mulut terdiri dari 2 bagian atas bagian luar ( vestibula ) yaitu ruang diantara gusi , gigi, bibir, dan pipi, dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung dengan faring. Palatum terdiri atas palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk – tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lender. Di rongga mulut, makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dengan cara dicabik dan dikunyah, serta secara kimiawi melalui peran dari enzim di saliva.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan ronggan mulut dengan esophagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel). Di sini juga terletak persimpangan antara jalan napas dan makanan, letaknya
(12)
dielakang rongga mulut, didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. (Tarwoto dan Wartonah, 2010 ).
c. Esophagus
Begitu makanan memasuki bagian atas esophagus, makanan berjalan melalui sfingter esophagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks ( bergerak ke belakang ) kembali ke tenggorok. Bolus makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm. Makanan didorong oleh gerakan peristaltik lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian esofagus berkontraksi di atas bolus makanan, otot sirkular di bawah (atau di depan) bolus berkontraksi. Kontraksi-relaksasi otot halus yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang berikutnya. Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni esofagus dan mencapai sfingter esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus bagian bawah terletak diantara esofagus dan lambung.
( Potter dan dan Perry. 2006 ). d. Lambung
Lambug merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Fungsi utama dari lambung adalah menyimpan makanan yang sudah bercampur dengan cairan yang dihasilkan lambung ( getah lambung ). Makanan akan masuk kedalam lambung dari esofagus melalui otot berbentuk cincin yang disebut dengan sfingter. Sfingter ini dapat membuka dan menutup dan berfungsi mencegah masuknya kembali isi lambung kedalam esofagus. Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semi cair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorbsi dari pada makanan padat. Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung yang cepat dapat mengalami masalah pencernaan yang serius karena makanan tidak di pecah menjadi kimus. (Tarwoto dan Wartonah, 2010 ).
(13)
2.1.2 Saluran gastrointestinal bagian bawah a. Usus halus
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2,5 cm dan panjang 6 m. Usus halus dibagi menjadi tiga bagian: duodenum, jejunum, dan ileum. Kimus bercampur dengan enzim – enzim pencernaan saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi (kontraksi dan relaksasi otot halus secara bergantian) mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk dicern. Pada saat kimus bercmpur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga memungkinkan absorbs kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk memungkinkan absorbs. Enzim di dalam usus halus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi unsure – unsur dasar. Nutrisi hamper seluruhnya diabsorbsi oleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorbsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami perubahan besar. ( Potter dan dan Perry. 2006 ).
b. Usus besar
Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3 daerah, yaitu: kolon asenden, kolon tranversum dan kolon desenden.
c. Rectum
Rectum meupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada baggian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. (Tarwoto dan Wartonah, 2010 ).
2.2Proses defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar atau proses pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus
(14)
yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dolam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :
a. Refleks defekasi intrinsiks
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
b. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan usus juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi oto elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. ( Tarwoto dan Wartonah,2006).
2.3Pola Defekasi
Waktu defekasi dan jumlah feses sangatlah bersifat individual. Orang dalam keadaan normal, frekuensi buang air besar 1 kali sehari. Tetapi ada pula yang buang air besar 3-4 kali seminggu. Ada yang buang air besar setelah sarapan pagi, ada pula yang malam hari. Pola defekasi individu juga bergantung pada bowel training yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Umumnya, jumah feses bergantung pada jumah intake makanan. Namun secara khusus, jumlah feses sangat bergantung pada kandungan serat dan cairan pada makanan yang dimakan. Pola defekasi akan berubah karena adanya konstipasi. Kondisi ini berpengaruh terhadap konsistensi dan frekuensi buang air besar. ( Asmadi, 2008 ).
2.4Faktor – faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi
Banyak faktor yang mempengaruhi proses eliminasi fekal, diantara nya dibawah ini:
(15)
Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi
Faktor yang Meningkatkan Eliminasi Faktor yang Merusak Eliminasi Lingkungan yang bebas stress
Kemampuan untuk mengikuti pola defekasi pribadi, privasi
Diet tinggi serat
Asupan cairan normal ( jus buah, cairan hangat)
Olahraga ( berjalan )
Kemampuan untuk mengambil posisi jongkok
Diberikan laksatif dan katartik secara tepat
Stress emosional ( ansietas atau depresi )
Gagal mencetuskan refleks defekasi, kurang waktu atau kurang privasi. Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat Asupan cairan berkurang
Imobilitas atau tidak aktif
Tidak mampu jongkok akibat imobilitas, usia lanjut, deformitas musculoskeletal, nyeri, dan nyeri selama defekasi.
Penggunaan analgetik narkotik, antibiotic, dan anastesi umum, serta penggunaan katartik yang berlebihan.
1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi. (Lueckenotte, 1994 dalam Fundamental Keperawatan,2006). Beberapa lansia mungkin tidak lagi memili gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan dengan baik. Beberapa perubahan pada saluran GI yang berlangsung seiring dengan proses penuaan, tertera dalam table dibawah ini.
Perubahan Normal pada Saluran GI akibat Proses Penuaan Bagian saluran
GI
Perubahan penyebab
Esophagus Motlitas menurun, khususnya pada sepertiga bagia esophagus
(16)
bawah
Lambung Penurunan dalam sekresi asam Degenerasi mukosa lambung Media lambung yang bersifat
basa menyebabkan malabsorbsi zat besi.
Kehilangan sel-sel parietal menyebabkan hilangnya factor intrinsic, yang dibutuhkan untuk absorbs vitamin B12, walaupun enzim pencernaan menurun, sisa enzim yang tersedia cukup untuk proses pencernaan.
Usus halus Sel – sel pegabsorbsi lebih sedikit
Asorbsi tidak dipengaruhi secara signifikan
Usus besar Peristltik menurun
Peristaltic berkurang Sensasi saraf lebih tumpul
Peningkatan kantung-kantung pada dinding usus yang
melemah disebut divertikulosis.
Konstipasi
Sinyal defekasi hilang
Hati Ukuran berkurang Kapasitas penyimpanan dan kemampuan untuk mensintesis protein berkurang.
Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak lagi mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI, hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan
(17)
proses penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase.
Pengososngan esophagus yang melambat dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dibagian epigaster abdomen. Lansia juga kehilangan tonus tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingtera anus. Walaupun integritas sfingter eksterna tetap utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga mereka cenderung mengalami konstipasi. (Potter dan Perry,2006).
2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang di konsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan gerakan peristaltik dan menimbulkan refleks defekasi. Makanan – makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi :
a. Buah-buahan mentah ( apel,jeruk, dll). b. Buah-buahan yang diolah (prum)
c. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, kubis) d. Sayur-sayuran mentah ( seledri, mentimun) e. Gandum utuh ( sereal,roti)
Makanan yang menghasilkan gas, seperti : bawang,kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltik. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus berdistensi, meningkatkan motilitas kolon. Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic,tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuaat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan ( seperti muntah ) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang
(18)
dewasa harus minum 6 – 8 gelas (1400-2000 ml) cairan setiap hari. Minuman yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik.
4. Aktifitas Fisik
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktifitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.
5. Faktor psikologis
Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul respon stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efeknya yaitu dapat menyebabkan diare dan distensi gas.
6. Pengobatan
Obat-obat untuk meningkatkan defekasi telah tersedia. Laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunkan dengan benar, laksatif dan katartik mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun penggunaan katartik dalam waktu jangka yang lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsive terhadap stimulasi yang diberikan oleh aksatif.penggunaan laksatif yang berlebihan juga menyebabkan diare berat yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
7. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.
8. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit yang berhubungan langsung dengan sistem pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
(19)
9. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tdak menimbulkan nyeri. Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
10.Kerusakan sensori dan motoris
Kerusakan pada system sensori dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensori dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya. (Potter dan Perry,2006).
2.5Masalah defekasi
Masalah yang umum pada defekasi antara lain : konstipasi, diare, hemoroid, impaksi, inkontinensia, flatulen. Yang akan dibahas disini adalah konstipasi.
Konstipsi adalah gangguan eliminasi yang diakibatkan oleh pngeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif yang lama, stress psikologi, obat-obatan, kurang aktivitas, dan usia. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses di absorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rectum.
Penyebab umum konstipasi yaitu:
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi.
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk lemak hewani (mis: daging, telur) dan karbohidrat sering mengalami masalah konstipasi. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltic.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olah raga yang teratur menyebabkan konstipasi.
(20)
4. Pemakaian laksatif yang berat menyebabkan hilangnya refleks defekasi normal.
5. Obat penenang, zat besi, diuretik, antacid dalam kalsium atau aluminium dapat menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltik, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI, seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan diverticulitis.
(Potter dan Perry,2006).
Proses keperawatan eliminasi fekal: konstipasi
1. Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen, menginspeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan.
a. Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang klien katakana sebagai “normal” atau atau “tidak normal” mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan eliminasi normal.
1. Pola defekasi : Frekuensi, pernah berubah
2. Perilaku defekasi : Penggunaan laksatif, cara memperthankan pola 3. Deskripsi feses :Warna, bau, dan tekstur
4. Diet : Makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makanan yang teratur atau tidak.
5. Cairan : Jumlah dan jenis minuman per hari 6. Aktivitas : kegiatan yang sehari – hari 7. Kegiatan yang spesifik
(21)
9. Stress: stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana menerima.
10.Pembedahan / penyakit menetap ( tarwoto dan wartonah,2006 )
b. Pemeriksaan fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.
1. Mulut
Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.
2. Abdomen
Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh drah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus. Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan di dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan di regangkan.
Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus di setiap kuadran. Bising usus normal tejadi setiap 5 – 15 detik dan berlangsng selama setelah sampai beberapa detik. Sambil mengauskultasi, perawat memperhatikan karakter dan frekuensi bising usus. Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau bunyi “tinkling” ( bunyi gemerincing ) dapat terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif ( bising usus kurang dari lima kali per menit ) terjadi jika klien menderita ileus paralitik, seperti yang terjadi pada klien setelah menjalani pembedahan abdomen.
(22)
Bsing usus yang bernada tinggi dan hiperaktif ( bising usus 35 kali atau lebih permenit ) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi.
Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada di bawah abdomen tersebut.
Perkusi mendeteksi lesi, cairan atau gas di dalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor, dan cairan menghasilkan bunyi tumpu dalam perkusi.
3. Rectum
Perawat menginspeksi daerah di sekitar anus untuk melihat adannya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rectum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rectum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rectum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan ketidak nyamanan.
c. Keadaan feses
Menginspeksi karakteristik feses, memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Setiap karakteristik feses dapat dipengaruhi oleh beberapa factor. Kunci dalam melakukan pengkajian ialah mengetahui apakah ada perubahan tebaru yang terjadi. Klien adalah orang yang paling tepat untuk ditanyai tentang hal ini.
Karakteristik Feses
Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal Warna Bayi:
kuning,orang
Putih atau warna tanah liat.
Hitam atau warna ter ( melena )
Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan
(23)
Bau
Konsistensi
Bentuk
Unsur-unsur
dewasa : coklat
Bau menyengat, dipengaruhi oleh makanan. Lunak dan berbentuk Menyerupai diameter rectum Makanan yang tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air. Merah Pucat mengandung lemak
Amis dan perubahan bau.
Cair Padat
Kecil, berbentuk pensil
Darah, bus, materi asing, lendir, cacing.
saluran cerna bagia bawah
Malabsorbsi lemak
Darah didalam feses dan infeksi.
Diare, penurunan absorbsi.Konstipasi.
Obstruksi dan peristaltik yang cepat.
Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.
( Aziz Alimul,2006 )
d. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk mempelajari masalah eliminasi. Analisa kandungan feses di laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis seperti tumor, perdarahan, dan infeksi.
Spesiemen feses. Perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa spesimen diambil dengan akurat, diberi label dengan benar
(24)
pada wadah yang tepat, dan dikirim ke laboratorium tepat waktu. Institusi menyediakan wadah khusus untuk tempat spesimen feses. Beberapa pemeriksaan memerlukan penempatan spesimen didalam pengawetan kimia. Pemeiksaan diagnostik meliputi kolonoskopi, endoskop fiberoptik, rontgen dengan kontras.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan eliminasi bowel: konstipasi. 2.1Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Kelemahan otot abdomen
b. Eliminasi atau defekasi tidak adekuat (misalnya, tepat waktu, posisi saat defekasi)
c. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur d. Imobilisasi
e. Menurunnya aktifitas fisik. f. Stress
g. Kurang privasi
h. Menurunnya mobilitas intestinal i. Perubahan atau pembatasan diet 2.2Kemungkinan data yang ditemukan
a. Menurunnya bising usus b. Mual
c. Nyeri abdomen
d. Perasaan penuh atau tekanan pada rectum e. Nyeri saat defekasi
f. Kelelahan umum
g. Adanya masa pada abdomen bagian kiri bawah
h. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar 2.3Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. Anemia b. Hipotirodisme c. Dialysis ginjal
(25)
e. Paralisis
f. Ceder spinal cord g. Imobilisasi yang lama 2.4Tujuan yang diharapkan
a. Pasien kembali ke pola normal dari fungsi fekal
b. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan factor penyebab konstipasi.
Gangguan eliminasi bowel: konstipasi di tandai dengan
3. Perencanaan
Rencana keperawatan harus menetapkan tujuan dan criteria hasil dengan menggabungkan kebiasaan atau rutinits eliminasi klien sebanyak mungkin. Apabila kebiasaan menyebbkn masalah eliminasi, perawat membantu klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru. Pola defekasi bervariasi pada setiap individu. Karena alasan ini, perawat dan klien harus banyak bekerja sama untuk merencanaka intervensi yang efektif.
Apabila klien tidak mampu melakukan suatu fungsi atau aktivitas, atau mengalami kelemahan akibat penyakit, sangat penting melibatkan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan. Seringkali anggota keluarga memiliki kebiasaan eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien. Dengan demikian, penyuluhan kepada klien dan keluarga merupakan bagian dari rencana asuhan yang sangat penting. (Potter dan Perry,2006).
Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal – hal berikut : 1. Memahami arti dari eliminasi normal.
2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup 3. Membantu latihan secara teratur
4. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur 5. Mempertahankan defekasi secara normal
(26)
B. Asuhan Keperawatan Dasar
1. Pengkajian Keperawatan Gerontik
1.1 Identitas
a. Nama : Ny. S
b. Tempat / tanggal lahir : Padang Sidempuan ( 75 tahun ) c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Status Perkawinan : Janda e. Agama : Islam
f. Suku : Batak
g. Pendidikan : SD
h. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
i. Alamat : Lingkungan III, Harjosari. Medan Amplas Komposisi Keluarga Lansia :
Ny.S memiliki seorang adik perempuan. Suami Ny.S sudah meninggal. Begitu juga dengan anak Ny.S, meninggal ketika masih berumur 5 tahun. Ny.S tinggal serumah dengan adik beserta anak adiknya.
(27)
Ket:
: Laki – laki : menikah : Perempuan : anak : meninggal : tinggal serumah : Ny. S ( klien )
1.3 Riwayat Kesehatan saat ini
Saat ini Ny. S tampak kurang sehat.Ny S tampak lemas. Ny.s mengatakan sudah lima hari ini ia tidak BAB sehingga menyebabkan perutnya merasa tidak enak. Ny.S juga mengatakan nyeri saat buang air besar. Feses keras dan kering.
1.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sewaktu Ny.S masih muda, Ny. S pernah di rawat di RS karena terserang penyakit magh. Ny. S mengatakan ia di beri obat oleh dokter dan mematuhi semua anjuran yang dikatakan oleh dokter.
Sudah lebih dari 10 tahun Ny.S menggunakan laksatif yang di beli diwarung dan obat ini di beli jika Ny.S tidak tahan dengan kondisi perutnya
1.5 Riwayat sehari – hari
a. Persepsi lansia terhadap sehat sakit
Ny.S mengatakan bahwa dirinya sehat jika Ny.S dapat melakukan aktifitas sehari-hari dan Ny.S beranggapan bahwa sakit menurut nya adalah ketika ia tidak bisa BAB secara teratur.
b. Kebiasaan
Kebiasaan Ny.S setiap hari yaitu Ny.S suka duduk di depan rumahnya dan Ny.S suka menggunakan “ laksatif ” jika ia susah untuk BAB.
c. Pola nutrisi
Ny.S makan 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Ny.S mengatakan tidak selera untuk makan hanya 4-6 sendok saja,sedikit sayur dan lauk tidak bisa makan yang terlalu pedas. Makan nasi keras. Ny.S minum air the
(28)
hangat dan the manis tetapi jarang minum, sekitar 1-2 gelas perhari, tidak suka minum banyak karena sering BAK.
d. Pola istirahat / tidur
Ny.S tidur pada malam hari jam 10.00 Wib dan bangun pagi jam 5.00 Wib. Ny.S bisa tidur lagi walau terbangun pada malam hari untuk BAK. Ny.S tidak bisa tidur siang, jika dipaksakan untuk tidur siang kepala Ny.S akan terasa sakit. Ny.S lebih suka duduk di depan rumahnya.
e. Pola Eliminasi
BAK : lancar, frekuensi 5-7 kali sehari, tidak ada rasa tertahan, warna urin kuning.
BAB : Ny.S mengatkan susah untuk BAB, frekuensi satu x dalam 5 hari,perut teraba keras, terasa tidak nyaman, saat BAB sakit, feses keras, warnanya coklat kehitaman.
f. Kebiasaan olah raga
Ny.S tidak pernah melakukan olah raga. Ny. S merasa letih jika terlalu banyak pergerakan.
g. Kemampuan melakukan aktifitas
Ny.S setiap harinya hanya membantu adik beserta anak adiknya menyapu rumah, dan kadang – kadang membantu adiknya memasak.
h. Rekreasi
Ny.S melakukan rekreasi sekitar rumah. Ny.S tidak pernah lagi melakukan bepergian jauh. Ny.S hanya berjalan – jalan sekitar rumah, berbicara dengan tetangga dan menonton televisi.
1.6 Riwayat psikologi
Ny.S selalu mengingat kajadian yang tidak enak yang menimpanya. Tiga bulan yang lalu Ny.S kehilangan uang di dalam dompetnya di rumah. Ny.S merasa bahwa uangnya telah di ambil oleh anak adiknya. Semenjak kejadian itu Ny.S kurang suka melihat anak adik nya tersebut.
1.7 Riwayat Sosial
Ny.S tidak mengikuti kegiatan yang ada di lingkungannya, Ny.S juga tidak mengikuti acara perwiritan, Ny.S bersosial baik dengan tetangga nya. Ny.S
(29)
juga mengatakan ia tetap menyayangi keluarganya walau ia kurang suka melihat anak adiknya.
1.8 Riwayat spiritual dan cultural
Ny.S melakukan shalat 5 waktu dirumah, Ny.S tidak pergi ke Mesjid.
1.9 Pemeriksaan fisik a. Keadaan Umum
Keadaan Ny.S lemas, penglihatan Ny.S masih jelas, begitupun pendengarannya, masih dapat mendengar dengan jelas. Kuku tangan dan kaki terlihat bersih. Memakai songkok dengan penampilan rapi. Kulit kepala agak bersih, rambut berwarna putih (uban), kulit sudah keriput, dan sering gatal – gatal. Hal ini disebabkan karena Ny.S malas untuk mandi. Ny.S berbicara dengan jelas, walau gigi Ny.S tinggal dua buah. b. Tanda – tanda vital
TD : 120/90 mmHg HR : 96 x/menit RR : 22 x/menit Temp : 37oC c. Sistem pernafasan
Ny.S tidak mengeluhkan batuk, sesak napas, tidak ada riwayat sakit asma d. Sistem kardiovaskuler
Ny.S tidak mengeluhkan nyeri pada dadanya. Denyut nadi normal, begitupun dengna tekanan darahnya.
e. Sistem gastrointestinal
Ny.S tidak dapat mencerna makanan dengan baik, kadang – kadang perut Ny.S tepatnya di ulu hati terasa sakit jika Ny.S jarang makan, BAB 5 hari sekali. Perut Ny.S terasa tegang dan keras saat di palpasi.
f. System genitourinary Ny.S sudah menoupose. g. System muskuloskeletal
(30)
Ny.S dapat menggerakkan kedua tangan dan kakinya. Walau kedua kakinya sering nyeri. Kekuatan otot Ny.S 3 yaitu mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan tekanan.
h. Sistem neurologi
Ny.S dapat mengingat kejadian puluhan tahun lalu, tetapi lupa dengan kejadian sebulan yang lalu yang telah di lakukan. Terkadang Ny.S mengalami sakit kepala di siang hari, otot wajah Ny.S dapat terlihat baik ketika Ny.S dapat tersenyum.
1.10 Pemeriksaan Penunjang
Ny.S lebih dari 10 tahun ini tidak pernah memeriksakan kesehatannya ke Rumah Sakit, ataupun tempat pengobatan terdekat. Apabila Ny.S sakit, ia hanya membeli obat di warung.
1.11 Riwayat Terapi
Klien tidak mengalami terapi khusus. 2. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. Ds :
Pola BAB tidak teratur
Pengeluaran feses sulit dan nyeri
Perasaan penuh pada perut
Nafsu makan menurun
Do:
Feses keras
Tekanan pada rectum
Pola BAB tidak teratur
Nafsu makan menurun
Perut terasa penuh
Pembesaran abdomen
Tekanan pada rectum
Gangguan kebutuhan eliminasi : konstipasi
(31)
Pengeluaran feses sulit dan nyeri
Konstipasi
2. Ds :
Perut terasa penuh
Nafsu makan menurun
BB menurun Do :
Bising usus tidak terdengar
Abdomen keras
Sulit BAB
Abdomen keras
Bising usus tidak terdengar
Perut terasa penuh
Nafsu makan menurun
Menurunnya intake makanan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Ds :
Pengeluaran feses sulit dan nyeri
Kekakuan sendi saat BAB ( posisi jongkok) Do:
Tekanan pada rectum
Feses keras
Kekakuan sendi saat BAB ( posisi jongkok)
Pengeluaran feses sulit dan nyeri
Feses keras
Tekanan pada rectum
Nyeri abdomen
(32)
3.Rumusan masalah keperawatan :
1. Gangguan kebutuhan dasar eliminasi 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan 3. Nyeri akut
Diagnose keperawatan
1. Gangguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur ditandai dengan perasaan penuh atau tekanan pada rectum. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan ditandai ketidak mampuan mencerna makanan dan gigi ompong 3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
Prioritas masalah keperawatan :
Gangguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur ditandai dengan perasaan penuh atau tekanan pada rectum .
(33)
4. Perencanaan
Hari / Tanggal
Dx Perencanaan Keperawatan
Rabu / 19 Juni 2013 s/d jum’at
1 Tujuan :
1. Klien memahami dan menelan makanan serta cairan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengeluaran feses yang lunak dan berbentuk.
2. klien memiliki jadwal defekasi yang teratur
Hasil yang diharapkan: 1. Konstipasi menurun 2. Pola eliminasi teratur 3. Feses lunak dan berbentuk
4. Mengeluarkan feses tanpa bantuan 5. Tidak adanya nyeri saat defekasi
Rencana Tindakan Rasional
1. instruksikan klien untuk
lebih banyak mengonsumsi makanan
yang menstimulasi peristaltic ( gandum, roti,
apel, selada, seledri
2. Berikan cairan adekuat ( 6 – 8 gelas )
3. Dorong klien mengambil waktu untuk defekasi 30 sampai 60 menit ssetelah sarapan.
1. Makanan yang mengandung tinggi serat meningkatkan peristaltic dan membantu menggerakkan isi usus di dalam saluran GI, dengan meningkatkan masa feses dan kandungan cairannya. 2. Membantu feses lebih lunak 3. Refleks gastrokolik paling
sensitife pada pag hari dan setelah makan.
4. Mengurangi / menghindari inkontinensia
(34)
4. Berikan pendidikan kesehatan :
a. Personal hygiene b. Kebiasaan diet
c. Cairan dan makanan yang mengandung gas d. Aktifitas
e. Kebiasaan buang air besar
5. Minta klien mengatakan komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit
setelah merasakan keinginan untuk defekasi
5. Kontrak tentang perilaku yang dilakukan antara klien
dan perawat memperlihatkan
keberhasilan modifikasi perilaku.
Hari / Tanggal
Dx Perencanaan Keperawatan
Rabu / 19 Juni 2013
2 Tujuan:
1. Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Hasil yang di harapkan:
1. Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan 2. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Rencana Tindakan Rasional
1. Buat perencanaan makan dengan klien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
1. Menjaga pola makan pasien sehingga klien makan secara teratur
(35)
2. Dukung anggota keluarga untuk
menyediakan makanan kesukaan klien di rumah. 3. Tawarkan makanan porsi
besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
4. Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
5. Pastikan pola diet yang klien sukai atau tidak disukai.
6. Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.
2. klien merasa nyaman dengan makanan yang disukainya sehingga dapat meningkatkan nafsu makan klien.
3. Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga
keadekuatan nutrisi yang masuk.
4. Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan. 5. Untuk mendukung
peningkatan nafsu makan klien
6. Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan
Hari / Tanggal
Dx Perencanaan Keperawatan
Rabu / 19 Juni 2013
3 Tujuan :
1. Memperlihatkan pengendalian nyeri/ menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol
Hasil yang diharapkan:
1. Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil 3. Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
(36)
analgesik dan non-analgesik secara tepat
Rencana Tindakan Rasional
1. Bantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri 2. Perhatikan bahwa
lansia mengalami peningkatan
sensitifitas terhadap efek analgesik opiat 3. Perhatikan
kemungkinan
interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia
4. Minta klien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 – 10
1. Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri
2. Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiate
3. Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia
4. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien
5. Implementasi dan Evaluasi
Hari/ tanggal
Dx Implementasi Evaluasi
Rabu – Jum’at /
19 – 21 Juni 2013
1 1. Meinstruksikan klien untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menstimulasi peristaltic ( gandum, roti,
apel, selada, seledri 2. Memerikan cairan adekuat
S :
Klien mengatakan tidak bisa BAB selama 5 hari ini.
O:
Klien mampu menyebutkan pentingnya sayur, buah, dan
(37)
( 6 – 8 gelas )
3. Mendorong klien mengambil waktu untuk
defekasi 30 sampai 60 menit ssetelah sarapan. 4. Memberikan pendidikan
kesehatan :
a. Personal hygiene b. Kebiasaan diet
c. Cairan dan makanan yang mengandung gas d. Aktifitas
e. Kebiasaan buang air besar
f. Meminta klien mengatakan
komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit setelah merasakan keinginan untuk defekasi
minum banyak untuk melancarkan BAB.
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Hari/ tanggal
Dx Implementasi Evaluasi
Rabu – Jum’at / 19 – 21 Juni 2013
2 1. Membuat perencanaan makan dengan klien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
2. Mendukung anggota keluarga untuk menyediakan makanan
S:
Klien mengatakan nafsu makan menurun.
O:
(38)
kesukaan klien di rumah.
3. Menawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
4. Memastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
5. Memastikan pola diet yang klien sukai atau tidak disukai. 6. Memastikan Klien terbiasa
makan dengan terencana dan teratur.
kesangupan untuk mencoba makan sesuai jadwal yang ditetapkan.
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan
Hari/ tanggal
Dx Implementasi Evaluasi
Rabu – Jum’at / 19 – 21 Juni 2013
3. 1. Membantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri.
2. Memperhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiate.
3. Memperhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia.
4. Meminta klien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 – 10
S:
Klien mengatakan nyeri saat BAB
O:
Klien menyebutkan skala nyeri : 2
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
(39)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk feses. Konstipasi merupakan penurunan frekuensi defekasi, yang di ikuti oleh pengeluaran feses yang keras dan kering.
Dari pengkajian yang dilakukan terhadap Ny.S ditemukan prioritas masalah dengan kebutuhan dasar eliminasi fekal : konstipasi. Ditemukan data – data Ny.S selama; BAB 1 kali dalam 5 hari, Pola BAB tidak teratur, pengeluaran feses sulit dan nyeri, perasaan penuh pada perut, nafsu makan, feses keras, tekanan pada rectum, perut terasa penuh, nafsu makan menurun, BB menurun, Bising usus tidak terdengar, abdomen keras, serta cemas terhadap kejadian yang menimpanya. Hal ini sesuai dengan tanda-tanda dari konsep konstipasi. Pada dasarnya pola devekasi bevariasi pada setiap individu disebabkan karena usia, diet, intake cairan aktivitas, gaya hidup, nyeri, dan fisiologi.
B. SARAN
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat memberikan gambaran bahwa konstipasi yang dialami setiap individu itu berbeda. Hal ini sesuai dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi. Jika asupan nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh maka akan menyebabkan konstipasi dan gangguan eliminasi. Untuk itu setiap individu harus mempunyai kebiasaan defekasi dengan teratur, mengkonsumsii diet tinggi serat, mengkonsumsi cairan yang adekuat, menghindari pemakaian laksatif, dan berolah raga dengan teratur.
(40)
Daftar Pustaka
Alimul A. A, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.
Asmadi, (2008). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Kushariyadi. (2012). Asuhan Keperawatan pada klien Lanjut Usia. Jakarta :
Salemba Medika
Potter & Perry. (2006). Buku AjarFundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson J.W & Ahern N.R,. (2011). Buku Saku Diagnosa keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
(41)
CATATAN PERKEMBANGAN
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No.
Dx
Hari/ tanggal
Pukul Tindakan Keperwatan Evaluasi
1,2 Dan 3 Rabu/1 9 Juni 2013 10.30 Wib s/d selesai
6. Mengkaji penyebab konstipasi
7. meninjau ulang diet seimbang
8. mendiskusikan pilihan diet
9. mendorong klien penggunaan buah dan sayur
10. menganjurkan
pemasukan cairan adekuat kira – kira 2 liter ( 8-10 gelas).
S: Klien mengatakan “akan minum banyak”.
O: Klien mampu menyebutkan
penyebab konstipasi dan pentingnya sayur, buah dan minum banyak untuk melancarkan BAB.
A: tujuan tercepai sebagian P:intervensi dilanjutkan No. Dx Hari/ tanggal
Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi
1 dan 2 Kamis/ 20 Juni 2013 11.00 Wib s/d selesai
1. Menganjurkan untuk tidak menahan BAB jika ingin BAB
2. Memberi pengertian kepada Ny.S agar menghentikan
kebiasaan pemakaian
S: Ny. S langsung mengambil segelas air
hangat dan meminumnya.
O: klien menyatakan kesanggupan untuk
(42)
laksatif dan menganjurkan untuk
defekasi / BAB sendiri tanpa obat – obatan. 3. menganjurkan waktu
yang teratur untuk eliminasi
4. Menganjurkan untuk minum air hangat
5. Menganjurkan untuk melatih otot-otot kaki untuk selalu digerakkan
mencoba pola eliminasi secara teratur
A: Tujuan tercapai sebagian P: intervensi dilanjutkan No. Dx Hari/ tanggal
Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi
1, 2 dan 3 Jum’at/ 21 Juni 2013 11.30 wib s/d selesai 1. Mengevaluasi pemahaman klien tentang kostipasi dan cara penanganan. 2. menganjurkan klien
untuk meningkatkan aktifitas fisik sesuai kemampuan.
3. Menganjurkan untuk istirahpat yang cukup.
4. Mengulang semua implementasi yang telah di lakukan
5. Memberi kesempatan kepada Ny.S untuk bertanya mengenai masalah Konstipasi
S: Ny.S mengatakan bahwa ia sudah bisa BAB meskipun masih keras, dan dia sudah minum 3 gelas sehari
O: Klien mengatakan akan menjaga pola makan dan banyak minum
A: Tujuan tercapai sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
(1)
( 6 – 8 gelas )
3. Mendorong klien
mengambil waktu untuk defekasi 30 sampai 60 menit ssetelah sarapan. 4. Memberikan pendidikan
kesehatan :
a. Personal hygiene b. Kebiasaan diet
c. Cairan dan makanan yang mengandung gas d. Aktifitas
e. Kebiasaan buang air besar
f. Meminta klien
mengatakan
komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit setelah merasakan keinginan untuk defekasi
minum banyak untuk melancarkan BAB.
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Hari/ tanggal
Dx Implementasi Evaluasi
Rabu – Jum’at / 19 – 21 Juni 2013
2 1. Membuat perencanaan makan dengan klien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
2. Mendukung anggota keluarga S:
Klien mengatakan nafsu makan menurun.
(2)
kesukaan klien di rumah.
3. Menawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
4. Memastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
5. Memastikan pola diet yang klien sukai atau tidak disukai. 6. Memastikan Klien terbiasa
makan dengan terencana dan teratur.
kesangupan untuk mencoba makan sesuai jadwal yang ditetapkan.
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan
Hari/ tanggal
Dx Implementasi Evaluasi
Rabu – Jum’at / 19 – 21 Juni 2013
3. 1. Membantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri.
2. Memperhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiate.
3. Memperhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia.
4. Meminta klien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 – 10
S:
Klien mengatakan nyeri saat BAB
O:
Klien menyebutkan skala nyeri : 2
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
(3)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk feses. Konstipasi merupakan penurunan frekuensi defekasi, yang di ikuti oleh pengeluaran feses yang keras dan kering.
Dari pengkajian yang dilakukan terhadap Ny.S ditemukan prioritas masalah dengan kebutuhan dasar eliminasi fekal : konstipasi. Ditemukan data – data Ny.S selama; BAB 1 kali dalam 5 hari, Pola BAB tidak teratur, pengeluaran feses sulit dan nyeri, perasaan penuh pada perut, nafsu makan, feses keras, tekanan pada rectum, perut terasa penuh, nafsu makan menurun, BB menurun, Bising usus tidak terdengar, abdomen keras, serta cemas terhadap kejadian yang menimpanya. Hal ini sesuai dengan tanda-tanda dari konsep konstipasi. Pada dasarnya pola devekasi bevariasi pada setiap individu disebabkan karena usia, diet, intake cairan aktivitas, gaya hidup, nyeri, dan fisiologi.
B. SARAN
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat memberikan gambaran bahwa konstipasi yang dialami setiap individu itu berbeda. Hal ini sesuai dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi. Jika asupan nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh maka akan menyebabkan konstipasi dan gangguan eliminasi. Untuk itu setiap individu harus mempunyai kebiasaan defekasi dengan teratur, mengkonsumsii diet tinggi serat, mengkonsumsi cairan yang adekuat, menghindari pemakaian laksatif, dan berolah raga dengan teratur.
(4)
Daftar Pustaka
Alimul A. A, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.
Asmadi, (2008). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Kushariyadi. (2012). Asuhan Keperawatan pada klien Lanjut Usia. Jakarta :
Salemba Medika
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson J.W & Ahern N.R,. (2011). Buku Saku Diagnosa keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
(5)
CATATAN PERKEMBANGAN
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No.
Dx
Hari/ tanggal
Pukul Tindakan Keperwatan Evaluasi
1,2 Dan 3 Rabu/1 9 Juni 2013 10.30 Wib s/d selesai
6. Mengkaji penyebab konstipasi
7. meninjau ulang diet seimbang
8. mendiskusikan pilihan diet
9. mendorong klien
penggunaan buah dan sayur
10. menganjurkan
pemasukan cairan adekuat kira – kira 2 liter ( 8-10 gelas).
S: Klien mengatakan “akan minum banyak”.
O: Klien mampu menyebutkan
penyebab konstipasi dan pentingnya sayur, buah dan minum banyak untuk melancarkan BAB.
A: tujuan tercepai sebagian P:intervensi dilanjutkan No. Dx Hari/ tanggal
Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi
1 dan 2 Kamis/ 20 Juni 2013 11.00 Wib s/d selesai
1. Menganjurkan untuk tidak menahan BAB jika ingin BAB
2. Memberi pengertian kepada Ny.S agar menghentikan
S: Ny. S langsung mengambil segelas air
hangat dan meminumnya.
(6)
laksatif dan menganjurkan untuk
defekasi / BAB sendiri tanpa obat – obatan. 3. menganjurkan waktu
yang teratur untuk eliminasi
4. Menganjurkan untuk minum air hangat
5. Menganjurkan untuk melatih otot-otot kaki untuk selalu digerakkan
mencoba pola eliminasi secara teratur
A: Tujuan tercapai sebagian
P: intervensi dilanjutkan
No. Dx
Hari/ tanggal
Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi
1, 2 dan 3
Jum’at/ 21 Juni 2013
11.30 wib s/d selesai
1. Mengevaluasi
pemahaman klien tentang kostipasi dan cara penanganan. 2. menganjurkan klien
untuk meningkatkan aktifitas fisik sesuai kemampuan.
3. Menganjurkan untuk istirahpat yang cukup.
4. Mengulang semua implementasi yang telah di lakukan
5. Memberi kesempatan kepada Ny.S untuk bertanya mengenai masalah Konstipasi
S: Ny.S mengatakan bahwa ia sudah bisa BAB meskipun masih keras, dan dia sudah minum 3 gelas sehari
O: Klien mengatakan akan menjaga pola makan dan banyak minum
A: Tujuan tercapai sebagian
P: Intervensi dilanjutkan