Studi tentang Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Body Image Remaja Putri yang BerstatusGizi Normal dan Gemuk/Obes di SMA Budi Mulia Bogor

(1)

STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN,

AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI DAN

BODYIMAGE

REMAJA

PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK/OBES DI

SMA BUDI MULIA BOGOR

MELDARIA LINGGA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ABSTRACT

Meldaria Lingga. Study of Nutrition Knowledge, Eating Habits, Physical Activity, Nutritional Status and Body Image of Normal and Overweight/Obese Female Adolescent at SMA Budi Mulia Bogor.

Under the guidance of Ali Khomsan.

Objectives of this research were to analyze of nutrition knowledge, eating habits, physical activity, nutritional status and body image of normal and overweight/obese female adolescent at SMA Budi Mulia Bogor. Number of sample was 35 normal and 25 overweight/obese female students aged 15-18 years old. Body image was measured using Stunkard (1983) figures consist of 9 pictures representing body shape from very thin to fat. The socio-economic background of subjects was relatively not different between normal female adolescent and overweight/obese. The results of this study shows that the level of nutrition knowledge was fair (56.7%). Most of the energy (83.3%) and protein (65%) adequacy level samples were categorized as highly deficit. As many as 67% of samples had positive perception of body image. The normal female adolescent had more negative perceptions of body image than overweight/obese female adolescent. Nutritional status correlated significantly with physical activity (r= -0.280; p= 0.030) and body image (r= 0.387; p= 0.002).

Keywords: nutrition knowledge, eating habits, physical activity, nutritional status, body image, and female adolescent.


(3)

RINGKASAN

MELDARIA LINGGA. Studi tentang Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan,

Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Body Image Remaja Putri yang Berstatus Gizi

Normal dan Gemuk/Obes di SMA Budi Mulia Bogor. Dibimbing oleh Ali

Khomsan.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan

gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi dan body image remaja putri

yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, pengetahuan gizi) remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes, 2) mengetahui karakteristik keluarga remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obesitas, 3) mempelajari pengetahuan gizi, kebiasaan

makan dan aktivitas fisik dan persepsi body image remaja putri yang berstatus

gizi normal dan gemuk/obes, 4) menganalisis perbedaan antara pengetahuan

gizi, body image, kebiasaan makan dan aktivitas fisik pada remaja putri yang

berstatus gizi normal dan gemuk/obes, 5) menganalisis hubungan antara status gizi remaja putri dengan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik dan

body image remaja putri.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan

di SMA Budi Mulia Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive.

Pengumpulan data primer dilakukan selama bulan September hingga November 2011. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah remaja putri, berusia 15-18 tahun, tidak dalam keadaan sakit, memiliki status gizi normal dan gemuk berdasarkan hasil pengukuran IMT/U dan bersedia untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan remaja untuk mengetahui jumlah remaja putri SMA yang memiliki status gizi normal dan gemuk/obes yang selanjutnya diberi kuesioner penelitian. Jumlah contoh untuk remaja status gizi normal sebanyak 35 orang dan jumlah contoh untuk remaja yang berstatus gizi gemuk/obes sebanyak 25 orang. Data yang

diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia

statistik dengan menggunakan alat bantu program komputer Microsoft Excell dan

SPSS for Windows versi 16.0. Untuk mengetahui hubungan antar variabel

digunakan uji korelasi Pearson dan Rank Spearman.

Sebagian besar (78.3%) remaja putri berusia 16 tahun. Sebagian besar (92%) remaja putri berasal dari daerah Bogor. Besar keluarga kedua kelompok remaja putri merupakan keluarga kecil (58.3%) dan sedang (41.7%). Sebagian besar orangtua remaja putri (50%) bekerja sebagai pegawai swasta. Hanya 13.3% orangtua dari remaja putri bekerja sebagai PNS. Sebagian besar remaja putri memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan terakhir SMA (43.3%) dan perguruan tinggi (48.3%). Terdapat orangtua yang memiliki tingkat pendidikan terakhir hanya sampai SD (1.7%). Sebesar 23.3% orangtua remaja putri memiliki pendapatan perbulan >Rp 5 000 000. Terdapat 8.3% remaja putri yang memiliki orangtua dengan pendapatan perbulan <Rp 2 000 000.

Sebagian besar (56.7%) remaja putri memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 41.7% remaja putri memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Namun, masih terdapat 1.7% remaja putri yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang kurang pada remaja putri yang berstatus gizi normal. Sebagian besar (70%) remaja putri memiliki skor kebiasaan makan yang termasuk dalam kategori rendah dengan rata-rata skor keseluruhan sebesar 51.7 dengan standar deviasi 12.2. Sebagian besar (53.3%) remaja putri terbiasa makan dengan frekuensi 3-4


(4)

iv

kali/hari dan sisanya sebesar 46.7% terbiasa makan dengan frekuensi 1-2 kali/hari. Sebagian besar (55%) remaja putri terbiasa melakukan sarapan sebelum berangkat sekolah. Sebagian besar (81.7%) remaja putri menyatakan suka mengonsumsi sayur dan sebagian besar (98.3%) remaja putri menyukai buah. Lebih dari separuh tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri tergolong defisit tingkat berat, hal ini karena sebagian besar remaja putri memiliki konsumsi pangan yang kurang baik.

Sebagian besar remaja putri (88.3%) memiliki tingkat aktivitas fisik yang sangat ringan. Hal ini dikarenakan aktivitas remaja putri sebagian besar dihabiskan untuk sekolah dan tidur yang merupakan rutinitas serta sebagian besar remaja putri mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata

pelajaran olahraga. Remaja putri sebagian kecil mengetahui tentang body image

dan sebagian besar menyatakan bahwa merasa cukup penting untuk

memperhatikan bentuk tubuh. Sebagian besar memiliki persepsi body image

yang positif atau remaja putri memiliki penilaian terhadap bentuk tubuh yang sesuai dengan status gizinya. Hanya sebagian kecil remaja putri mengaku

melakukan upaya pencapaian tubuh ideal dengan melakukan diet. Hasil uji t

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia, besar keluarga, pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua dan tingkat pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05).

Berdasarkan uji korelasi Spearmen, terdapat hubungan yang signifikan

antara status gizi dengan aktivitas fisik (r= -0.280; p= 0.030). Hal ini bermakna, walaupun status gizi remaja putri baik akan tetapi remaja putri tidak meningkatkan aktivitas fisiknya. Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan body image (r= 0.387; p= 0.002), hal ini berarti bahwa semakin positif

body image yang dimiliki remaja putri belum tentu semakin baik status gizinya.

Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara status gizi dengan kebiasaan makan (r= 0.034; p= 0.794), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kebiasaan makan remaja putri belum tentu remaja putri memiliki status gizi yang baik (normal). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pengetahuan gizi remaja putri (r= 0.043; p= 0.747), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status gizi remaja putri belum tentu pengetahuan gizi remaja putri semakin baik.

Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya remaja putri memiliki

persepsi body image yang positif sehingga tidak melakukan diet-diet ketat yang

menyebabkan defisiensi energi dan zat-zat gizi. Selain itu kebiasaan makan

remaja putri juga perlu diperbaiki terutama dalam hal frekuensi makan dan meal


(5)

STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN,

AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI DAN

BODYIMAGE

REMAJA

PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK/OBES DI

SMA BUDI MULIA BOGOR

MELDARIA LINGGA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Judul : Studi tentang Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, Aktivitas

Fisik, Status Gizi dan Body Image Remaja Putri yang Berstatus

Gizi Normal dan Gemuk/Obes di SMA Budi Mulia Bogor

Nama : MELDARIA LINGGA

N I M :I14070022

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS

NIP. 19600202 198403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS

NIP. 19621218 198703 1 001


(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah, pertolongan dan penyertaanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Papa dan Mama tercinta serta adik-adikku (Ani, Atik, Mira) atas doa dan dukungannya selama ini yang memotivasi dan menguatkan penulis melalui proses ini.

2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan.

4. Kepada Dra. Cecilia Hendrawati selaku Kepala Sekolah SMA Budi Mulia Bogor yang telah memberikan izin serta para guru dan pegawai terutama Ibu Ester yang membantu penelitian ini serta siswi kelas XI SMA Budi Mulia Bogor periode 2010/2011 yang telah bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

5. Jhon Antony Riandi Purba atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis terutama saat melalui masa-masa sulit penyelesaian tugas akhir

6. Teman-temanku seperjuangan di Departemen Gizi Masyarakat Krisna dan Stefany, Erika, Armi, Adit, Leo, Rio, Yosepin, Riri, Imam, Weny dan Mba Wiwi atas dukungannya selama ini serta teman-teman Luminaire yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semuanya.

Bogor, November 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 06 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Jantiaman Lingga dan Ibu Linceria Sianturi. Tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Sandykara Putra Pematangsiantar. Tahun 2001 penulis lulus dari SD Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar. Penulis melanjutkan studinya di SLTP Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 2 Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2007. Bulan Juni 2007, penulis dinyatakan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2010 penulis menjalani Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cipayung Girang dan

mengikuti Intrenship Dietetik di RSUD Ciawi. Selama menempuh pendidikan di

IPB, penulis cukup aktif di organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Gizi, Organisasi Daerah IKANMASS dan Parmasi, serta Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Paduan Suara Komisi Kesenian (2009-2010) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis pernah menjadi panitia pada acara Seminar Senzasional, Kebaktian Awal Tahun (KATA), Retreat dan lain-lain.


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang ...1

Tujuan Penelitian ...2

Tujuan Umum ...2

Tujuan Khusus ...2

Hipotesis Penelitian ...3

Kegunaan Penelitian ...3

TINJAUAN PUSTAKA ...4

Remaja ...4

Karakteristik Keluarga ...5

Besar Keluarga ...5

Pendidikan Orangtua ...5

Pekerjaan Orangtua ...6

Pendapatan Orangtua ...6

Pengetahuan Gizi ...6

Kebiasaan Makan ...8

Kebiasaan Sarapan Pagi ...9

Kebiasaan Konsumsi Buah dan Sayur ...9

Kebiasan Mengonsumsi Fast Food dan Soft Drink ...9

Kebiasaan Mengonsumsi Camilan ...10

Penilaian Konsumsi Makanan ...10

Aktivitas Fisik ...11

Body Image ...12

Status Gizi ...13

Overweight dan Obesitas ...14

KERANGKA PEMIKIRAN ...16

METODE PENELITIAN ...19

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ...19

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ...19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...19


(10)

x

Definisi operasional ...24

HASIL DAN PEMBAHASAN ...26

Keadaan Umum Sekolah ...26

Karakteristik Remaja Putri ...26

Usia Remaja Putri ...26

Asal Daerah Remaja Putri ...27

Karakteristik Keluarga Remaja Putri ...27

Besar Keluarga ...27

Pekerjaan Orangtua ...28

Pendidikan Orangtua ...29

Pendapatan Orangtua ...29

Pengetahuan Gizi ...29

Kebiasaan Makan ...32

Aktivitas Fisik ...37

Intik Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Gizi ...38

Tingkat Kecukupan Energi ...39

Tingkat Kecukupan Protein ...40

Body Image ...41

Persepsi terhadap Tubuh Aktual ...42

Harapan Bentuk tubuh ...43

Persepsi Bentuk Tubuh Ideal, Kurus dan Gemuk ...44

Upaya Pencapaian Tubuh Ideal ...47

Hubungan antara Status Gizi dengan Beberapa Variabel ...47

KESIMPULAN DAN SARAN ...49

Kesimpulan ...49

Saran ...49


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan ...23

2. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) ...23

3. Sebaran remaja putri berdasarkan karakteristik individu

dan status gizi ...27

4. Sebaran remaja putri berdasarkan kondisi sosial

ekonomi keluarga dan status gizi ...28

5. Sebaran remaja putri berdasarkan jawaban yang benar

dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi ...30

6. Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pengetahuan

gizi dan status gizi ...31

7. Sebaran remaja putri berdasarkan skor kebiasaan

makan dan status gizi ...32

8. Sebaran remaja putri berdasarkan frekuensi makan

dan kebiasaan sarapan ...33

9. Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan

mengonsumsi sayuran dan buah-buahan ...34

10. Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan mengonsumsi camilan, jenis camilan yang dikonsumsi

dan kebiasaan jajan di sekolah ...36

11. Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan

mengonsumsi fast food dan soft drink ...37

12. Sebaran remaja putri berdasarkan aktivitas fisik ...37

13. Sebaran remaja putri berdasarkan aktivitas fisik dan

status gizi ...38

14. Rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan

energi dan protein remaja putri ...39

15. Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat kecukupan

energi dan status gizi ...40

16. Sebaran remaja putri menurut tingkat kecukupan

protein dan status gizi ...41

17. Sebaran remaja putri berdasarkan pengetahuan dan

pentingnya body image menurut status gizi ...42

18. Sebaran remaja putri berdasarkan status gizi dan

persepsi terhadap tubuh aktual ...43

19. Sebaran remaja putri berdasarkan harapan bentuk

tubuh ...43

20. Sebaran remaja putri berdasarkan persepsi bentuk

tubuh ideal, kurus dan gemuk ...45

21. Sebaran remaja putri berdasarkan mispersepsi tentang

bentuk tubuh ...46


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penilaian persepsi tubuh metode Figure Rating Scale (FRS) ...13


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pada masa ini, remaja mengalami pubertas dan perkembangan tubuh atau perubahan fisik yang drastis. Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah

remaja menjadi amat memperhatikan tubuh (body image) mereka dan

membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya dan hal ini dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar mereka (Arisman 2004). Citra tubuh adalah “gambar mental” yang dimiliki oleh seorang remaja terhadap tubuhnya, seperti: perasaan dan pikiran subjektif tentang tubuh dan anggota tubuh; pengalaman tubuh termasuk persepsi terhadap ukuran tubuh; serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh remaja karena tidak nyaman dengan tubuhnya (Abramson 2007).

Remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki

lebih banyak citra tubuh (body image) yang negatif dibandingkan dengan remaja

putra selama masa pubertas. Juga sejalan dengan berlangsungnya perubahan pubertas, remaja putri seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra menjadi lebih puas dengan memasuki masa pubertas, mungkin karena masa otot mereka meningkat. Penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa percaya diri remaja. Penampilan fisik secara konsisten berkorelasi paling kuat dengan rasa percaya diri secara umum (Santrock 2003).

Abramson (2007) menyatakan bahwa tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh tidak dihubungkan dengan besarnya kelebihan berat badan. Hal ini berarti bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh tidak hanya terjadi pada individu yang memiliki kelebihan berat badan, melainkan juga dapat terjadi pada individu yang tidak memiliki kelebihan berat badan. Hasil penelitian Isnani (2011) menyatakan bahwa persentase remaja normal yang memiliki persepsi tubuh negatif adalah sebanyak 60%.

Body image yang ada pada remaja ini mengakibatkan remaja memiliki kebiasaan makan yang salah untuk mendapatkan bentuh tubuh ideal yang mereka inginkan. Remaja putri sering melakukan diet yang salah bahkan sengaja tidak makan. Remaja perempuan yang pada masa awal remajanya merasa negatif dengan tubuhnya cenderung akan mengalami gangguan makan dalam


(15)

dua tahun ke depan. Penelitian terakhir lainnya, ditemukan pula bahwa remaja perempuan yang mengalami masa transisi puber adalah remaja yang memiliki kecenderungan terbesar untuk melakukan diet atau menjalani pola makan yang terganggu. Gangguan makanan yang paling menonjol adalah anoreksia nervosa dan bulimia (Santrock 2003).

Remaja membutuhkan asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Energi yang cukup digunakan untuk mempertahankan hidupnya agar tetap sehat, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, diantaranya kecukupan energi, sikap individu seperti kebiasaan makan, aktivitas fisik, pendidikan dan pengetahuan tentang gizi, dan riwayat penyakit yang pernah diderita. Upaya untuk mencapai status gizi yang baik dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengatur makanan yang dikonsumsi dengan menu yang sehat dan seimbang. Menu seimbang adalah susunan hidangan beberapa macam makanan yang mengandung energi dan zat gizi secara cukup, baik jenis maupun jumlahnya (Suharjo & Riyadi 1999). Konsumsi makanan seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan makannya.

Remaja putri yang ada di SMA Budi Mulia Bogor tergolong ke dalam kelompok remaja yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dan membutuhkan status gizi yang baik untuk melakukan aktivitasnya setiap hari. Selain itu, remaja putri yang ada di SMA Budi Mulia Bogor mungkin

memiliki body image yang negatif. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk

menggali lebih jauh mengenai pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik status gizi dan body image remaja putri di SMA Budi Mulia Bogor.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengetahuan

gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi dan body image remaja putri

yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, pengetahuan gizi) remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes.


(16)

2. Mengetahui karakteristik keluarga remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes.

3. Mempelajari pengetahuan gizi, kebiasaan makan aktivitas fisik dan

persepsi body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan

gemuk/obes.

4. Menganalisis perbedaan antara pengetahuan gizi, body image, kebiasaan

makan dan aktivitas fisik pada remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes.

5. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik dan body image remaja putri.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi, body image,

kebiasaan makan dan aktivitas fisik remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes.

2. Terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan gizi, frekuensi

makan, kebiasaan sarapan aktivitas fisik dan body image dengan status

gizi remaja putri.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau peningkatan pengetahuan gizi bagi remaja, khususnya remaja putri SMA Budi Mulia Bogor terkait pentingnya asupan energi dan protein untuk masa pertumbuhan. Selain itu, remaja putri SMA Budi Mulia Bogor dapat

menumbuhkan positive body image dan mengetahui cara menjaga tubuh agar

tetap sehat serta penyuluhan menu seimbang untuk mengurangi tindakan diet yang tidak tepat, sehingga tidak terjadi kesalahan kebiasaan makan dalam melakukan upaya pencapaian tubuh ideal yang berbahaya bagi kesehatan khususnya bagi remaja yang memiliki status gizi gemuk/obes.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja

Istilah remaja (adolescence) menunjukkan suatu tahap perkembangan

antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini dibedakan atas tiga, yaitu usia 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan usia 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir (Mar’at 2009). Masa remaja

merupakan masa pencarian identitas dimana sering terjadi trial and error. Pada

masa ini remaja mengalami tekanan yang hebat dari teman sebaya dan media

khususnya yang berkaitan dengan body image. Remaja membutuhkan gizi yang

tinggi dan pemilihan makanan selama masa remaja sangat mempengaruhi kesehatan, baik saat ini maupun untuk masa yang akan datang (Sizer & Whitney 2000).

Remaja adalah periode pematangan pikiran dan tubuh. Seiring dengan pertumbuhan fisik pada masa pubertas terjadi perkembangan emosional dan intelektual yang sangat cepat. Pada masa remaja awal, remaja memiliki karakteristik sebagai berikut: sibuk dengan citra tubuh, menghormati orang dewasa dan cemas tentang hubungan peer. Remaja pada tahap ini bersedia untuk melakukan atau mencoba sesuatu yang membuat mereka terlihat lebih baik dan meningkatkan citra tubuh mereka (Mahan & Escoot 2004).

Masa remaja merupakan periode penting dimana berlangsung perubahan biologis, sosial dan kognitif. Remaja memiliki kebutuhan gizi yang khusus karena memiliki pertumbuhan yang cepat (massa tubuh, massa lemak, mineralisasi tulang) dan perubahan kedewasaan yang berhubungan dengan masa pubertas. Survei gizi yang dilakukan menunjukkan bahwa banyak remaja tidak memenuhi rekomendasi diet yang sesuai untuk kelompok usia mereka dan memiliki asupan makanan yang kurang kalsium, besi, riboflavin, vitamin A dan vitamin C serta beberapa remaja memiliki masalah dengan kelebihan pola makan dan obesitas (Bowman & Russell 2001).

Remaja adalah suatu periode di mana terjadi kematangan seksual dan tubuh mencapai bentuk dewasa yang sudah tetap. Suatu kecenderungan kearah pertambahan tinggi dan berat badan. Masalah medis pada masa remaja meliputi kelebihan dan kekurangan gizi, kadang-kadang berhubungan dengan kebiasaan


(18)

makan yang ditentukan oleh tekanan sosial bukannya oleh tidak adanya makanan yang memadai di rumah (Behrman 1988). WHO (2005) menyatakan bahwa kerangka konseptual dan faktor penyebab masalah gizi pada remaja adalah kurang konsumsi pangan, faktor gaya hidup, penyakit infeksi dan masalah kesehatan lainnya. Kurang konsumsi pangan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor psikologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor psikologi adalah pola makan, kebiasaan makan, gangguan makan dan faktor sosial ekonomi seperti akses terhadap pangan dan ketersediaan pangan. Kurang konsumsi pangan menyebabkan kekurangan zat gizi makro dan mikro serta berbagai penyakit kronik yang menyertainya.

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (BKKBN 2009). Karakteristik keluarga remaja putri dalam penelitian ini terdiri dari: besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan pendapatan orangtua.

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982).

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsi terhadap suatu masalah (Sumarwan 2004). Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan


(19)

6

mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang dalam menerima informasi (Hidayat 2004 dalam Fitriadini 2010). Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan orangtua juga berpengaruh terhadap tingkat pemahaman terhadap perawatan kesehatan, higiene dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga (Sukandar 2007). Pekerjaan Orangtua

Bekerja dimaksudkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan dalam suatu jangka waktu tertentu dengan tujuan yang jelas, yaitu untuk menghasilkan/mendapatkan sesuatu dalam bentuk uang, benda, jasa, maupun ide (Santrock 2007). Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik seseorang yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan akhirnya akan

mempengaruhi pendapatan yang diterimanya (Sumarwan 2004). Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1989).

Pendapatan Orangtua

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari hasil pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Penurunan daya beli akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan (Sukandar 2007). Status ekonomi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, hal ini dapat terlihat saat anak dengan sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan kebutuhan gizinya sangat cukup baik dibandingkan anak dengan sosial ekonomi rendah (Hidayat 2004 dalam Fitriadini 2010).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo 1993). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non-formal.


(20)

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire & Dougherty 2005 dalam Emilia 2008). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati & Fachrurozi 1992 dalam Khomsan et al. 2007).

Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang

dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985).

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Individu yang memiliki pengetahuan yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan

(Nasoetion & Khomsan 1995). Menurut Williams (1993) dalam Khomsan et al

(2007), masalah yang menyebabkan gizi salah adalah tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Pada usia belasan masih sering dijumpai pengertian yang kurang tepat mengenai kontribusi gizi dari berbagai makanan. Oleh karena itu timbullah penyakit gizi salah yang merugikan kecerdasan dan produktivitas.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara terstruktur dengan kuesioner. Menurut Madanijah (2004), kedalaman pertanyaan disesuaikan dengan karakteristik responden. Jawaban dinilai dengan skor yaitu tahu/tidak tahu, kurang tepat/tahu dengan tepat, tidak tahu/kurang tahu/tahu. Penilaian tingkat pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan cara:

a. Nilai/skor setiap jawaban dijumlahkan

b. Pengkategorian tingkat pengetahuan gizi adalah:


(21)

8

• Cukup : 60-80% jawaban benar

• Kurang: <60% jawaban benar.

Kebiasaan Makan

Makanan merupakan kebutuhan vital yang diperlukan oleh seluruh tubuh makhluk hidup. Bagi manusia makanan tidak hanya berfungsi untuk mengenyangkan, tetapi yang lebih penting lagi adalah fungsinya dalam memelihara kesehatan tubuh melalui manfaat zat-zat gizi yang terkandung didalamnya. Untuk memperoleh kesehatan tubuh yang optimal, perlu diketahui kualitas susunan makanan yang baik dan jumlah makanan yang seharusnya

dimakan (Harper et al. 1985). Kebiasaan makan adalah faktor penting yang

mempengaruhi status gizi dan kesehatan seseorang khususnya remaja yang membutuhkan asupan gizi yang cukup dalam perkembangannya (Wirakusumah 1994).

Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan, tata cara makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distibusi makanan dalam anggota keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih bahan pangan. Kebiasaan makan akan tercermin dalam cara-cara seseorang memilih makanan beragam sesuai dengan golongan etnik dimana seseorang tersebut berasal atau berada (Suhardjo 1989).

Menurut Wirakusumah (1994) kebiasaan makan keluarga menjadi contoh bagi generasi muda dalam keluarga tersebut. Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti lingkungan budaya, alam serta populasi. Kebiasaan makan dipengaruhi oleh lingkungan khususnya budaya, secara umum sulit untuk diubah. Kebanyakan orang membatasi makanan yang mereka makan sesuai dengan yang mereka sukai atau nikmati. Nasution dan Khomsan (1995) menyatakan bahwa remaja telah mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan yang disenangi. Pada masa remaja kebiasaan makan telah terbentuk.

Para ahli antropologi berpendapat bahwa kebiasaan makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga

tersebut yang disebut gaya hidup (life style). Kebiasaan makan yang salah satu

akan mempengaruhi konsumsi pangan, terutama dalam hal ini penyerapan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Apabila zat-zat-zat-zat gizi yang diserap tidak


(22)

memadai baik kuantitas maupun kualitasnya, maka dalam jangka panjang hal tersebut akan berpengaruh terhadap status gizi (Suhardjo 1989).

Kebiasaan Sarapan Pagi

Sarapan adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas yang lain pada hari itu. Melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian (Khomsan 2002). Kebiasaan sarapan sangat penting karena semua makanan yang berasal dari makan malam, sesudah kira-kira empat jam meninggalkan lambung, sehingga lambung sudah tidak terisi lagi sampai pagi hari (Suhardjo 1989). Menurut Khomsan (2002) terdapat dua manfaat sarapan, yaitu: Pertama, sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang normal, gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, sarapan akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya berbagai proses fisiologis dalam tubuh.

Kebiasaan Konsumsi Buah dan Sayur

Salah satu sumber bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi adalah buah dan sayur (Hardinsyah & Martianto 1988). Buah dan sayur disarankan untuk dikonsumsi oleh seseorang dalam piramida kesehatan.

Menurut (Drapeau et al. 2004), konsumsi buah dan sayuran dapat mencegah

kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar dan tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Buah dan sayur dapat menjadi makanan selingan yang sangat baik karena mengenyangkan rendah lemak, serta kaya akan vitamin yang diperlukan oleh tubuh.

Kebiasan Mengonsumsi Fast Food dan Soft Drink

Obesitas terutama berkaitan dengan pola makan. Fast food (makanan

cepat saji), snack, dan soft drink termasuk jenis makanan tidak sehat yang bisa

memicu overweight dan obesitas. Fast food merupakan jenis makanan dengan

kandungan lemak dan atau kalori tinggi, namun rendah gizi terutama protein yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan (Aini 2008).

Fast food (makanan cepat saji) semakin menjamur dimana-mana, hal ini


(23)

0

lemak tinggi, tetapi kandungan seratnya rendah. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Kestler (1995) bahwa sebagian besar fast food tinggi

kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya, akan tetapi rendah kandungan

gizinya. Kebiasaan mengonsumsi fast food yang berlebihan dan tidak

dikombinasikan dengan buah dan sayuran segar sebagai sumber serat telah

memicu berbagai macam penyakit (Wirakusumah 2007). Fast food yang popular

saat ini terdiri dari hamburger, kentang goreng (french fries), pizza, doughnuts,

fried chicken, dan hot dogs.

Kebiasaan mengonsumsi pangan yang nutrisinya kurang, seperti fast

food dapat menganggu status gizi seseorang karena dapat menyebabkan

obesitas, resiko terkena hipertensi dan penyakit degeratif lain. Hal ini karena fast food umumnya tinggi kalori, lemak dan garam, tetapi miskin zat gizi yang lain.

Seperti halnya fast food, minuman ringan (soft drink) terbukti memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga berat badan akan cepat bertambah bila mengonsumsi minuman ini. Obesitas dapat dicegah sejak dini. Obesitas pada anak dapat berkelanjutan hingga dewasa dan sulit diatasi (Aini 2008).

Kebiasaan Mengonsumsi Camilan

Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan mengonsumsi camilan dapat menjadi baik, namun dapat berdampak buruk pula. Apabila camilan yang diasup

baik seperti cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain, dapat menyumbangkan

sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan utama. Namun apabila camilan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum rendah zat gizi,

maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko overweight dan obesitas.

Penilaian Konsumsi Makanan

Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Penilaian konsumsi makanan secara umum bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Sedangkan secara lebih khusus bertujuan antara lain untuk menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat, menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu, menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan, sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi, sebagai


(24)

sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang beresiko, menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan, kesehatan gizi masyarakat (Supariasa et al. 2001).

Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali

informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh

bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode food frequency, dietary history, telephone, dan food list. Sedangkan metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lainnya. Metode-metode untuk pengukuran

konsumsi secara kuantitatif antara lain metode food recall 24 jam, perkiraan

makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), food

account, inventory method, dan pencatatan (household food records) (Gibson 1990).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006).

Menurut Katahn (1987) dalam Novikasari (2003), kegiatan fisik cukup besar pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan. Semakin aktif seseorang melakukan aktivitas fisik, energi yang diperlukan semakin banyak. Tubuh yang besar memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan tubuh yang kecil untuk melakukan kegiatan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) dari peserta melaporkan bahwa aktivitas fisik dapat mengendalikan

berat badan mereka (Malinauskas et al. 2006). Angka kebutuhan individu

disesuaikan dengan aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU/2001). Aktivitas fisik dan Angka Metabolisme Basal (AMB) merupakan komponen utama yang


(25)

2

menentukan kebutuhan energi. AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan (Almatsier 2006).

Body Image

Body image merupakan perasaan, pencitraan, perilaku seseorang yang

berhubungan dengan tubuhnya. Pengidentifikasian adanya gangguan body

image dapat dilakukan secara persepsi, subyektif dan perilaku (Heinberg et al.

1996). Body image mengacu pada perasaan positif atau negatif dan persepsi diri

mengenai ketertarikan fisik. Persepsi body image berbeda satu dengan yang

lainnya bergantung tingkat kematangan, perubahan yang terjadi menurut waktu, situasi dan pengalaman satu dengan yang lainnya (Mandleco 2004).

Kebanyakan remaja putri mengacu pada konsep tubuh ideal yang umum yaitu kurus dan tinggi dalam membangun citra dirinya. Hasil penelitian pada mahasiswa putri di Jepang dan Cina menunjukkan bahwa meskipun prevalensi mahasiswa yang kelebihan berat badan sangat rendah, tetapi mayoritas subyek perempuan di kedua negara memiliki keinginan untuk menjadi lebih kurus (Sakamaki Ruka et al. 2005).

Ukuran tubuh yang ideal bagi seorang wanita identik dengan langsing. Jika seorang wanita memiliki tubuh yang langsing, maka dia memiliki tubuh yang indah yang diantaranya ditandai dengan perut yang rata, pinggang yang tidak berlipat, paha dan betis yang kencang, dan pergelangan tangan yang berukuran sedang (untuk wanita berukuran 13.97 – 16.51 cm). Bagi sebagian besar wanita tubuh yang indah adalah impian. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan impian tersebut maka wanita berusaha keras untuk menjadikan tubuh ideal (Insintos 1997). Rini (2004) menjelaskan bahwa sebenarnya berat badan ideal bisa diwujudkan dengan mengonsumsi energi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan sehingga tidak ada penimbunan energi dalam tubuh dalam bentuk lemak, atau sebaliknya penggunaan lemak tubuh sebagai sumber energi kurang.

Persepsi tubuh merupakan suatu hal yang abstrak dan tidak dapat diukur secara langsung. Oleh karena itu diperlukan suatu instrumen yang dapat

mengkongkretkan persepsi tubuh sehingga dapat diukur secara langsung. Figure

Rating Scale (FRS) dikembangkan oleh Stunkard et al. pada tahun 1983. FRS terdiri dari sembilan skema gambar yang memiliki interval dari sangat kurus dengan skor 1 sampai sangat gemuk dengan skor 9. Skala tersebut digunakan untuk mengukur persepsi tubuh. Remaja putri yang menjadi contoh dalam penelitian ini diminta memilih nomor mana yang sesuai dengan persepsinya.


(26)

Hasil penelitian Dewi (2010) menyatakan bahwa FRS merupakan metode pengukuran persepsi tubuh yang lebih efektif dibandingkan dengan alat ukur lain bila dilihat dari kemudahan contoh dalam memahami pertanyaan, tingkat kesulitan menjawab pertanyaan, dan penggunaan waktu.

Gambar 1 Penilaian persepsi tubuh metode Figure Rating Scale (FRS) Status Gizi

Status gizi adalah salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkan dari asupan, penyerapan, dan penggunaan pangan serta terjadinya infeksi, trauma, dan faktor metabolik yang mungkin terjadi karena adanya patologi (Riyadi 1995). Status gizi seseorang merefleksikan seberapa jauh kebutuhan fisiologis akan nutrisi telah dapat dipenuhi (Hammond 2000 dalam Patriasih et al. 2009). Bila zat gizi dikonsumsi dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan metabolisme, maka perkembangan yang baik, menjaga kesehatan, mendukung aktivitas fisik, dan membantu mencegah terjadinya penyakit. Sebaliknya bila zat gizi dikonsumsi dalam jumlah terlalu banyak atau sedikit, maka tubuh akan beradaptasi untuk mencapai keadaan homeostatik sehingga fungsi fisiologis tetap terjaga. Bila keadaan kelebihan atau kekurangan ini berlangsung lama akan berakibat pada terjadinya gangguan pada fungsi tubuh dan timbulnya penyakit.

Penilaian status gizi idealnya dilakukan dengan memperhatikan riwayat medis, asupan gizi, pengukuran antropometri, serta data hasil analisis laboratorium. Dalam penelitian ini, status gizi diukur berdasarkan penilaian

antropometri berat badan dan tinggi badan (Patriasih et al. 2009). Metode

antropometri melibatkan pengukuran fisik dan komposisi tubuh aktual. Pengukuran yang dilakukan dengan metode antropometri relatif lebih cepat, mudah, dan terpercaya (WHO 1995 dalam Gibson 2005).


(27)

4

Pengukuran tubuh manusia telah digunakan dalam praktek ilmu medis dan penelitian selama berabad-abad. Tekhnik pengukuran yang paling banyak digunakan adalah pengukuran berat dan tinggi, yang sering digabungkan sebagai Indeks Massa Tubuh (IMT, dalam kg/m2) untuk menunjukkan status gizi seseorang. IMT digunakan untuk mengkategorikan underweight, berat badan normal, kelebihan berat badan, dan obesitas (Wells et al. 2007).

Overweight clan Obesitas

Kegemukan sering kali disamakan dengan obesitas, padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat pertumbuhan lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Rimbawan & Siagian 2004). Menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 terdapat 2.1 persen kasus kelebihan berat badan atau obesitas berdasarkan indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U) pada penduduk berusia 16-18 tahun di Provinsi Jawa Barat.

Faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan. Pengaruhnya sendiri sebenarnya belum jelas, tetapi memang ada bukti yang mendukung fakta bahwa keturunan merupakan faktor penguat terjadinya kegemukan. Dari hasil penelitian gizi di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa anak-anak dari orangtua normal mempunyai 10% peluang menjadi gemuk. Peluang itu akan meningkat menjadi 40-50% bila salah satu dari orangtuanya menderita obesitas, dan akan meningkat lagi menjadi 70-80% bila kedua orangtuanya menderita obesitas (Wirakusumah 1994).

Obesitas merupakan salah satu faktor utama yang memicu munculnya

berbagai penyakit tidak menular termasuk hipertensi, stroke, dan diabetes

mellitus (kencing manis). Peningkatan kasus-kasus penyakit yang dipicu oleh obesitas tersebut tentunya akan menambah beban pemerintah dan masyarakat (Siswono 2009). Beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas pada masa kanak-kanak diikuti dengan akibat serius di masa dewasa (Guillaume Michèle 1999). Prevalensi obesitas yang terus meningkat secara dramatis dari sekitar 9.4% pada National Health and Nutrition Examination Survey/NHANES I (1971-1974) menjadi 14.5% pada NHANES II (1976-1980), 22.5% pada NHANES III (1988-1994), dan 30% pada survey tahun 1999-2000. Angka obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan karakteristik masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di


(28)

perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang lebih tinggi pula (Riskesdas 2010). Individu gemuk yang ingin menurunkan berat badan sebaiknya memiliki modifikasi gaya hidup yang melibatkan diet, olahraga dan perubahan perilaku lainnya (Bacon & Aphramor 2010).


(29)

KERANGKA PEMIKIRAN

Masa remaja merupakan masa penting bagi perkembangan perilaku diet yang berlangsung terus-menerus sampai dewasa. Kesehatan remaja tergantung pada asupan makanannya yang berfungsi untuk menyediakan energi dan gizi yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan fisik, sosial dan perkembangan

kognitif yang optimal (Akman et al. 2010). Remaja sering mengalami gangguan

makan yang ditandai dengan perubahan perilaku makan menjadi kurang baik,

persepsi tentang bentuk tubuh (konsep body image) dan pengaturan berat badan

yang kurang tepat (Ando et al. 2007). Kekhawatiran tentang berat badan pada

remaja putri adalah salah satu penyebab munculnya gangguan makan pada remaja (Sakamaki et al. 2005).

Konsep body image yang sudah melekat pada diri seorang remaja putri

diduga akan berhubungan dengan perilaku makan dan perilaku sehatnya. Seseorang yang menginginkan agar tubuhnya tetap menarik dan indah dipandang mata (berat badan dan tinggi badan ideal) seringkali menjaga perilaku

makan dan perilaku sehatnya. Konsep body image ini dapat mengarah ke arah

yang positif dan negatif. Konsep body image negatif pada remaja umumnya

menjadikan remaja cenderung menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh penampilan fisik yang menarik. Remaja melakukan diet tanpa pengetahuan gizi yang benar dan melakukan aktivitas fisik yang berlebihan agar tubuhnya sesuai dengan yang diinginkannya. Dalam studi yang dilakukan pada remaja putri di Turki menunjukkan bahwa remaja tidak memiliki pola makan yang sehat (Akman et al. 2010).

Status gizi seseorang dapat secara langsung dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan riwayat penyakit (Riyadi 2003) sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh karakteristik keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan tingkat pengeluaran perkapita per bulan) dan karakteristik individu (usia, pendidikan, tingkat pengetahuan gizi dan aktivitas fisik) (Suhardjo 1989). Dalam penelitian ini, variabel kebiasaan makan terdiri dari kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan konsumsi buah dan sayur, frekuensi makan, kebiasaan mengonsumsi

fast food dan soft drink serta kebiasaan mengonsumsi camilan. Kebiasaan

makan ini dipengaruhi oleh persepsi body image yang melekat pada diri seorang

remaja putri.

Pengetahuan gizi, kebiasaan makan dan preferensi bentuk tubuh


(30)

Khomsan (2004) persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya akan mempengaruhi perilaku makannya yang berdampak pada status gizi remaja. Persepsi bentuk tubuh dan bentuk tubuh ideal sangat dipengaruhi oleh faktor

sosial ekonomi. Media massa dan gambar dalam majalah fashion memiliki

dampak yang kuat pada persepsi remaja putri tentang berat dan bentuk tubuhnya

(Sakamaki et al. 2005). Selain itu, keinginan remaja untuk mendapatkan tubuh

ideal dan indah dipengaruhi oleh harapannya tentang bentuk tubuhnya, keluarga, maupun teman sebayanya. Hal ini akan berakibat pada status gizi remaja putri (Khomsan 2004).


(31)

STATUS GIZI (I MT/U)

Normal dan Gemuk/Obes

Faktor Genetik

Teman sebaya

Media 8 Karakteristik keluarga:

• Besar keluarga

• Pendapatan orang tua • Pendidikan orang tua • Pekerjaan orang tua

Karakteristik individu: • Usia

• Pendidikan • Pengetahuan gizi • Aktivitas fisik

Kebiasaan Makan • Kebiasaan sarapan pagi

• Kebiasaan konsumsi buah dan sayur • Frekuensi makan

• Kebiasaan konsumsi fast food dan

soft drink

• Kebiasaan konsumsi camilan

Body Image

• Harapan tentang bentuk tubuh • Penilaian terhadap tubuh ideal • Upaya pencapaian tubuh ideal

Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:

: variabel yang diteliti

:variabel yang tidak diteliti :hubungan yang dianalisis :hubungan yang tidak dianalisis


(32)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian dilaksanakan di SMA Budi Mulia Bogor. Tempat penelitian ditentukan secara

purposive, dengan pertimbangan sekolah tersebut berada di Kota Bogor dan siswanya dari keluarga golongan menengah ke atas. Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan yaitu bulan September sampai November 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas XI Sekolah Menegah Atas (SMA) Budi Mulia Bogor. Hal ini dengan pertimbangan bahwa siswi kelas X merupakan siswi-siswi yang baru masuk dan masih beradaptasi dengan sekolah dan teman-temannya, sedangkan siswi kelas XII tidak diambil sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa mereka harus mempersiapkan ujian sebagai syarat lulus. Metode yang digunakan dalam

penarikan contoh adalah secara purposive sampling dengan kriteria: (a) remaja

putri, (b) berusia 15-18 tahun, (c) tidak dalam keadaan sakit, (d) memiliki status

gizi normal (-2 SD 5 Z 5 +1 SD) dan gemuk/obes (+1 SD = Z z +2 SD)

berdasarkan hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh terhadap umur (IMT/U), (e) bersedia untuk dijadikan sampel dalam penelitian.

Penelitian ini diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan remaja untuk mengetahui jumlah remaja putri SMA yang memiliki status gizi normal dan gemuk yang selanjutnya diberi kuesioner penelitian. Jumlah contoh untuk remaja status gizi normal sebanyak 35 orang dan jumlah contoh untuk remaja yang berstatus gizi gemuk/obes sebanyak 25 orang karena remaja yang memiliki status gizi gemuk/obes ada sebanyak 25 orang, oleh karena itu seluruh contoh digunakan dalam penelitian ini.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah:

a. Data karakteristik individu dan keluarga (nama, tempat dan tanggal lahir, usia, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua


(33)

20

dan besar keluarga) diperoleh dengan wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner.

b. Data antropometri remaja meliputi berat badan dan tinggi badan yang diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan yaitu timbangan injak dan alat ukur tinggi badan yaitu microtoise.

c. Data kebiasaan makan diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner dan data konsumsi pangan dikumpulkan dengan cara recall 2x24 jam.

d. Data pengetahuan gizi dan body image diperoleh dengan wawancara

langsung dengan alat bantu kuesioner.

e. Data aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode recall 1x24 jam pada

hari sekolah.

Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari buku profil sekolah, meliputi:

1. Data jumlah guru dan pegawai

2. Data siswa (jumlah siswa kelas 1, 2, dan 3)

3. Lokasi sekolah (lokasi dekat dengan fasilitas umum dan sekolah dilalui oleh alat transportasi apa saja)

4. Fasilitas sekolah (bangunan dan lahan).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif dan

inferensial menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program

for Social Science (SPSS for Windows versi 16.0). Karakteristik individu dan keluarga contoh (umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga) diberi kode, selanjutnya diberi kriteria untuk kategori dan disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif. Data kebiasaan makan diukur dengan 20 pertanyaan tentang kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan

konsumsi buah dan sayur, kebiasaan mengonsumsi fast food dan soft drink,

kebiasaan mengonsumsi camilan dan frekuensi makan/hari. Penilaian kebiasaan makan dilakukan dengan memberi skor. Skoring kebiasaan makan dilakukan pada pertanyaan yang bisa di skor saja, bila tidak bisa di skoring maka pertanyaan kebiasaan makan tersebut dideskripsikan. Pertanyaan yang bisa dilakukan skoring seperti frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan


(34)

2

buah. Selain itu dilakukan recall2x24 jam terhadap konsumsi pangan responden.

Data konsumsi pangan (recall 2x24 jam) dikonversi dalam bentuk energi (kkal)

dan protein (g) dengan menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan: Kgij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram Bj = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram)

Gij = kandungan zat gizi I dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j dapat dimakan (% BDD)

Data intake energi dan protein dibandingkan dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi) remaja putri yang dihitung menggunakan rumus menurut WNPG (2004). Proses Estimasi AKE (Angka Kecukupan Energi) Anak dan Remaja dalam WNPG (2004) untuk remaja putri:

AKE remaja putri (16-18 tahun) = (88.5 – 61.9U)+26.7B(AkF)+903TB+25 Keterangan: TB: Tinggi Badan (cm)

U: Umur (tahun)

AkF: 1.31 (Torun et al. 1966 dalam WNPG 2004)

Sedangkan Proses Estimasi AKP (Angka Kecukupan Protein) Anak dan Remaja dalam WNPG (2004) untuk remaja putri:

Wanita (16-18 tahun) AKP = 0.85g/kgBB/hr dengan faktor koreksi mutu protein secara umum 1.2.

Tingkat kecukupannya dihitung dengan rumus:

Tingkat kecukupan zat gizi = Intake zat gizix 100%

Kecukupan gizi menurut AKG

Penilaian untuk tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) dibagi dalam lima kategori yaitu:

1. Defisit tingkat berat : < 70%

2. Defisit tingkat sedang : 70% - 79% 3. Defisit tingkat ringan : 80% - 89% 4. Normal: 90% - 119%

5. Kelebihan : z 120%

Pengetahuan gizi diukur dengan 20 pertanyaan tentang contoh pangan sumber zat gizi tertentu, fungsi zat gizi, dampak mengonsumsi makanan tertentu dan manfaat melakukan aktivitas fisik. Penilaian pengetahuan gizi dilakukan dengan memberi skor. Bila menjawab salah diberi skor 0, sedangkan untuk jawaban benar diberi skor 1, sehingga skor total minimum 0 dan maksimum adalah 20. Kategori pengetahuan gizi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kategori pengetahuan gizi tingkat rendah bila skor <60.0%, kategori pengetahuan gizi


(35)

tingkat sedang bila skor 60.0-80.0%, dan kategori pengetahuan gizi tingkat tinggi bila skor >80.0% (Khomsan 2000).

Persepsi tentang body image diukur menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai penilaian aktual remaja putri terhadap tubuhnya dan harapan remaja putri terhadap bentuk tubuhnya. Penilaian aktual dan bentuk tubuh harapan remaja putri dibagi dalam tiga kategori yaitu kurus, ideal dan gemuk. Penilaian aktual remaja putri terhadap bentuk tubuhnya kemudian dibandingkan dengan status gizi remaja putri melalui pengkategorian IMT. Apabila penilaian aktual remaja putri terhadap bentuk tubuhnya sesuai dengan status gizi remaja putri maka diberi nilai 1 dan bila tidak sesuai diberi nilai 0. Adanya perbedaan antara penilaian bentuk tubuh aktual yang dipilih dengan status gizi aktual disebut persepsi body image negatif. Tidak adanya perbedaan antara penilaian bentuk tubuh aktual yang dipilih dengan status gizi aktual disebut persepsi body image positif. Responden juga ditanyakan bentuk tubuh

yang diharapkan dan dibandingkan dengan kedua konsep body image.

Aktivitas fisik selama 24 jam digunakan untuk menaksir pengeluaran energi. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989), pengeluaran energi ini dihitung berdasarkan jenis kegiatan dengan menggunakan faktor kelipatan (Fk) dan EMB (Energi Metabolisme Basal) untuk tiap jenis kegiatan.

Nilai Physical Activity Ratio (PAR) untuk setiap kegiatan ditunjukkan dalam Tabel 1. Nilai PAR diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik. Tingkat aktivitas fisik (Physical Activity Level) diperoleh dengan mengalikan PAR (Physical Activity Ratio) dengan lama melakukan sebuah aktivitas (FAO/WHO/UNU 2001). Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL: Physical Activity Level (PAL) = ∑ (Lama melakukan aktivitas x PAR)

24 Jam

Secara sederhana, rumus untuk menghitung total pengeluaran energi adalah: Total pengeluaran = AMB X PAL

Kategori tingkat aktivitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktivitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Aktivitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Seseorang yang mempunyai tingkat aktivitas fisik sedang tidak


(36)

2

memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih tinggi daripada kegiatan aktifiats ringan. Aktivitas fisik berat memiliki nilai PAL 2.00-2.39. Aktivitas berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU 2001).

Tabel 1 Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan

Kegiatan PAR

Aktivitas Ringan (Sedentary/Light Activity Lifestyle)

Tidur 1.0

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

Makan 1.5

Memasak 2.1

Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5

Pekerjaan rumahtangga 2.8

Mengenderai kendaraan 2.0

Berjalan 3.2

Kegiatan ringan (menonton TV) 1.4

Aktivitas Sedang (Active or Moderately Active Lifestyle)

Tidur 1.0

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

Makan 1.5

Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 2.2

Transportasi kerja dengan bus 1.2

Berjalan 3.2

Olahraga ringan 4.2

Kegiatan ringan (menonton TV) 1.4

Aktivitas berat (Viogorous or Vigorously Active Lifestyle)

Tidur 1.0

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

Makan 1.4

Masak 2.1

Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 4.1

Mengambil air 4.4

Pekerjaan rumahtangga yang berat 2.3

Berjalan 3.2

Kegiatan ringan 1.4

Sumber: FAO/WHO/UNU 2001

Keterangan: PAR= Physical Activity Ratio (faktor aktivitas)

Status gizi contoh diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) yang dihitung berdasarkan data antropometri berat badan dan tinggi badan siswi dengan kategori sebagai berikut:

Tabel 2 Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)

Kategori Status Gizi Nilai IMT/U Sangat kurusz score <_ -3 SD

Kurus -3 SD < z score <_ -2 SD Normal -2 SD < z score < +1 SD Kelebihan berat badan +1 SD <_ z score < +2 SD Gemuk +2 SD <_ z score < +3 SD Sangat gemukz score >_ +3 SD


(37)

24

Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, scoring, entry

dan analisis data. Perbedaan antar variabel diperoleh dengan menggunakan uji

beda t (Independent Sampel t-Test). Hubungan antar variabel dianalisis

menggunakan uji korelasi Spearman dan uji korelasi Pearson. Definisi operasional

Remaja putri adalah siswi kelas XI SMA Budi Mulia yang memiliki status gizi normal dan gemuk yang dipilih secara purposive dan bersedia mengisi kuesioner.

Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya.

Status gizi adalah keadaan gizi seorang remaja yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur secara antropometri berdasarkan indikator IMT/U.

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh ayah remaja putri yang dikategorikan menjadi tidak tamat SD, SD, SMP,SMA dan PT.

Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan ayah remaja putri untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang meliputi petani, buruh, pedagang, PNS dan lain-lain.

Pendapatan orang tua adalah jumlah pendapatan yang diperoleh ayah remaja putri per bulan yang dihasilkan dari pekerjaan utama.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah, hidup dari satu sumber penghasilan dan makan dari satu dapur yang dikelompokkan menjadi keluarga besar (> 4 orang) dan keluarga kecil (5 4 orang).

Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman remaja putri tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan remaja putri dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi yang disiapkan dalam kuesioner. Pengetahuan gizi dikategorikan rendah jika kurang dari 60% jawaban benar, sedang jika antara 60-80% jawaban benar dan tinggi jika lebih dari 80% jawaban benar (Khomsan 200).


(38)

2

Harapan bentuk tubuh adalah jenis bentuk tubuh yang diinginkan oleh remaja putri dan dikategorikan menjadi ingin kurus, ideal maupun lebih gemuk.

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner body image.

Penilaian tubuh aktual adalah mengenai bagaimana remaja putri menilai bentuk tubuhnya saat ini dan dikategorikan menjadi kurus, ideal dan

gemuk. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner body image.

Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya.

Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.

Aktivitas fisik adalah alokasi waktu (24 jam) yang dihabiskan oleh remaja putri

dalam kehidupan sehari-hari yang diukur menggunakan Physical


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Sekolah

Sekolah SMA Budi Mulia terletak di Jalan Kapten Muslihat nomor 22 Bogor. Sekolah ini terletak di pusat keramaian dan letaknya sangat strategis sehingga banyak kendaraan umum yang melaluinya. SMA Budi Mulia Bogor

memiliki bangunan sekolah seluas 1835m2 dan luas ruang kelas 72m2. Fasilitas

fisik yang dimiliki meliputi ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, perpustakaan, laboratorium (komputer, fisika, kimia dan biologi), ruang hotspot, ruang seni, ruang kegiatan, ruang konseling, kantin, gudang, toilet dan UKS (Unit Kesehatan Siswa). Fasilitas lahan yang ada terdiri atas lapangan olahraga dan lapangan parkir.

SMA Budi Mulia Bogor merupakan salah satu sekolah swasta favorit yang unggul di Kota Bogor. Visi dari sekolah ini adalah “SMA Budi Mulia unggul dalam pembentukan kedewasaan pribadi berdasarkan semangat kebersamaan, kekeluargaan guna meningkatkan profesionalisme yang diwujudkan melalui keteladanan dan cinta kasih”. Saat ini SMA Budi Mulia Bogor dikepalai oleh Dra. Cecilia Hendrawati. Guru dan pegawai SMA Budi Mulia Bogor berjumlah 43 orang. Jumlah siswa/siswi SMA Budi Mulia Bogor adalah 719 orang dengan rincian 260 orang kelas X, 259 orang kelas XI, dan 200 orang kelas XII. Waktu belajarnya dimulai dari pukul 07.15 s.d. pukul 13.30 untuk semua kelas. Selain kegiatan intrakurikuler, SMA Budi Mulia Bogor juga mendukung kegiatan ekstrakurikuler akademik dan nonakademik.

Karakteristik Remaja Putri

Contoh dalam penelitian ini adalah siswa remaja putri SMA Budi Mulia Bogor kelas XI. Tabel 3 menjelaskan karakteristik remaja putri berdasarkan karakteristik individu dan status gizi remaja putri. Karakteristik individu yang diamati meliputi usia dan asal daerah. Contoh dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan dengan jumlah contoh sebanyak 60 orang yang terdiri dari 35 orang berstatus gizi normal dan 25 orang berstatus gizi gemuk/obes.

Usia Remaja Putri

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa contoh dalam penelitian ini berusia 15-17 tahun. Pada kelompok usia 16 tahun remaja putri berstatus gizi normal berjumlah 82.9% dan remaja putri berstatus gizi gemuk/obes berjumlah 72%.


(40)

2

Rentang usia remaja putri dalam penelitian ini termasuk dalam masa remaja

pertengahan (15-18 tahun). Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan

yang nyata antara usia remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05).

Asal Daerah Remaja Putri

Persentase remaja putri yang berasal dari Bogor pada kelompok normal

sebesar 88.6% dan pada kelompok gemuk/obes sebesar 96%. Hasil uji

Chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asal daerah kedua kelompok remaja putri (p>0.05).

Tabel 3 Sebaran remaja putri berdasarkan karakteristik individu dan status gizi Status Gizi

Karakteristik Individu Normal Gemuk/Obes Total

n % n % n %

Usia

15 tahun 0 0 1 4 1 1.7

16 tahun 29 82.9 18 72 47 78.3

17 tahun 6 17.1 6 24 12 20

Total 35 100 25 100 60 100

Asal daerah

Bogor 31 88.6 24 96 55 92

Luar Bogor 4 11.4 1 4 5 8

Total 35 100 25 100 60 100

Karakteristik Keluarga Remaja Putri

Tabel 4 menjelaskan tentang kondisi sosial ekonomi keluarga remaja putri yang dilihat berdasarkan jumlah anggota keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan pendapatan orangtua.

Besar Keluarga

Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dibagi menjadi keluarga kecil jika

jumlah anggota keluarga 5 4 orang, sedang jika 5-6 orang dan besar jika z 7

orang. Tabel 4 menunjukkan bahwa besar keluarga kedua kelompok remaja putri merupakan keluarga kecil (58.3%) dan sedang (41.7%). Menurut Suhardjo (1996), semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang, akan tetapi dalam penelitian ini besar keluarga tidak menjadi faktor utama yang berpengaruh besar terhadap konsumsi pangan remaja putri. Hal ini diduga karena remaja putri yang menjadi contoh dalam penelitian ini


(41)

28

berasal dari keluarga yang tingkat pendapatan orangtuanya tergolong menengah

ke atas. Hasil uji t menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara

besar keluarga remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05). Tabel 4 Sebaran remaja putri berdasarkan kondisi sosial

ekonomi keluarga dan status gizi

Status Gizi Karakteristik Keluarga

Normal Gemuk/Obes Total

n % n % n %

Besar Keluarga Kecil Sedang Besar Total 21 14 0 35 60 40 0 100 14 11 0 25 56 44 0 100 35 25 0 60 58.3 41.7 0 100 Pendidikan Orang tua

SD/Sederajat 0 0 1 4 1 1.7

SMP/Sederajat 4 11.4 0 0 4 6.7

SMA/Sederajat 15 42.9 11 44 26 43.3

Perguruan Tinggi/Sederajat 16 45.7 13 52 29 48.3

Total 35 100 25 100 60 100

Pekerjaan Orang tua

PNS 6 17.1 2 8 8 13.3

Pegawai Swasta 18 51.4 12 48 30 50

Wiraswasta 9 25.7 9 36 18 30

Polisi/ABRI 0 0 0 0 0 0

Lainnya 2 5.7 2 8 4 6.7

Total 35 100 25 100 60 100

Pendapatan Orang tua

< Rp 2.000.000 2 5.7 3 12 5 8.3

Rp 2.000.000-<Rp 3.000.000 12 34.3 10 40 22 36.7 Rp 3.000.000 - Rp 5.000.000 14 40 5 20 19 31.7

> Rp 5.000.000 7 20 7 28 14 23.3

Total 35 100 25 100 60 100

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua (ayah) remaja putri terdiri dari PNS, pegawai swasta, wiraswasta dan lainnya (pensiunan). Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar orangtua remaja putri (50%) bekerja sebagai pegawai swasta. Hanya 13.3% orangtua dari remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obes bekerja sebagai PNS. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara pekerjaan orangtua remaja putri berstatus gizi normal dan remaja putri berstatus gizi gemuk/obes.


(42)

2

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi serta menerima suatu inovasi (Isnani 2011). Pendidikan orangtua (ayah) dikategorikan menjadi empat, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan perguruan tinggi/sederajat. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obesitas memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan terakhir SMA (43.3%) dan perguruan tinggi (48.3%). Terdapat orangtua yang memiliki tingkat pendidikan terakhir hanya sampai SD (1.7%).

Menurut Suhardjo et al. (1988) tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan

mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang. Hasil uji

Chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan ayah kedua kelompok remaja putri (p>0.05).

Pendapatan Orangtua

Pendapatan orangtua pada penelitian ini diukur dari pendapatan ayah selama 1 bulan. Pendapatan orangtua diklasifikasikan menurut kisaran pendapatan sebagai berikut: <Rp 2.000.000, Rp 2.000.000 – <Rp 3.000.000, Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000 dan >Rp 5.000.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 23.3% orangtua remaja putri memiliki pendapatan perbulan >Rp 5.000 000. Terdapat 8.3% remaja putri yang memiliki orangtua dengan pendapatan perbulan <Rp 2.000.000 (Tabel 4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besar pendapatan orangtua remaja putri yang berstatus gizi normal dan

gemuk/obesitas berada pada rentang ekonomi menengah ke atas. Hasil uji

Chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan orangtua kedua kelompok remaja putri (p>0.05).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman contoh tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan contoh dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum yang disiapkan dalam kuesioner. Terdapat 20 buah pertanyaan pilihan berganda dengan memilih


(43)

Normal (n=35)

Gemuk/Obes t-test (n=25) No Pengetahuan Gizi

n % n % p

1 Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.

2 Konsumsi energi berlebihan disimpan dalam bentuk lemak.

3 Makanan berguna bagi tubuh untuk sumber tenaga, pembangun dan pengatur.

4 Contoh pangan sumber protein nabati adalah tahu dan tempe.

5 Fungsi air bagi tubuh adalah untuk mengatur suhu tubuh.

6 Kata yang berarti kegemukan adalah obesitas.

7 Kegemukan dihadapi remaja karena kelebihan karbohidrat dan lemak. 8 Makanan yang sehat adalah makan

beraneka ragam makanan dalam jumlah seimbang.

9 Kebutuhan gizi dapat dipenuhi dengan cara mengonsumsi makanan yang beraneka ragam.

10 Contoh menu yang sehat (rendah lemak, garam, gula dan tinggi serat) di restoran fastfood adalah nasi putih, ayam goreng, sop sayuran dan air mineral.

11 Minuman yang sehat adalah air putih. 12 Pengertian fastfood adalah makanan

tinggi kalori, rendah zat gizi.

13 Akibat mengkonsumsi fastfood setiap hari adalah timbulnya penyakit jantung dan diabetes.

14 Usaha untuk mendapatkan berat badan ideal adalah konsumsi gizi seimbang dan aktivitas fisik.

15 Keberhasilan menurunkan berat badan pada penderita overweight dipengaruhi oleh motivasi untuk hidup lebih sehat

20 57.1 16 64 0.600

28 80 23 92 0.179

9 25.7 5 20 0.613

25 71.4 20 80 0.458

17 48.6 9 36 0.341

33 94.3 23 92 0.732 26 74.3 23 92 0.062 33 94.3 24 96 0.812

19 54.3 20 80 0.034

34 97.1 24 96 0.812

35 100 25 100

-29 82.9 21 84 0.909 33 94.3 23 92 0.732

34 97.1 21 84 0.111

32 91.4 24 96 0.492 0

menjelaskan mengenai persentase jawaban dari setiap pertanyaan yang dapat dijawab benar oleh remaja putri yang menjadi contoh dalam penelitian ini.

Tabel 5 Sebaran remaja putri berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi


(44)

Tabel 5 (Lanjutan) No Pengetahuan Gizi

16 Salah satu gangguan makan yang terjadi pada remaja adalah bulimia nervosa

17 Aktivitas fisik yang sehat adalah mengepel, mencuci baju dan jalan kaki.

18 Kegiatan fisik dan olahraga bermanfaat untuk mengontrol kelebihan berat badan.

19 Waktu olahraga yang baik adalah dua kali seminggu selama 30 menit. 20 Tekanan darah manusia yang normal

adalah 120/80 mmHg.

Normal (n=35)

Gemuk/Obes

(n=25) t-test

n % n % p

26 74.3 16 64 0.400

33 94.3 25 100 0.160

34 97.1 24 96 0.812

22 62.9 18 72 0.467

23 65.7 16 64 0.893

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui perbedaan pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi normal dengan remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara jawaban remaja putri yang berstatus gizi normal dan remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes pada pertanyaan nomor 9 (p<0.05).

Khomsan (2000) mengkategorikan tingkat pengetahuan gizi menjadi 3 bagian, yaitu tingkat pengetahuan rendah (<60%), sedang (60-80%) dan tinggi (80%). Tabel 6 menunjukkan hasil sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi.

Tabel 6 Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi

Pengetahuan Gizi Normal Gemuk/Obes Total

n % n % n %

Kurang (<_ 60%) 1 2.9 0 0 1 1.7

Sedang (60-80%) 19 54.3 15 60 34 56.7

Baik (> 80%) 15 42.9 10 40 25 41.7

Total 35 100 25 100 60 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat pengetahuan gizi remaja putri pada contoh penelitian ini tergolong sudah baik. Sebagian besar (56.7%) remaja putri memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 41.7% remaja putri memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Namun, masih terdapat 1.7% remaja putri yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang kurang pada remaja putri yang berstatus gizi normal.


(45)

2

Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

(p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes. Hal ini dikarenakan 54.3% remaja putri berstatus gizi normal memiliki pengetahuan gizi sedang dan 42.9% memiliki pengetahuan gizi yang baik sedangkan 60% remaja putri berstatus gizi gemuk/obes memiliki pengetahuan gizi sedang dan 40% memiliki pengetahuan gizi baik. Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat juga diketahui bahwa pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes lebih tinggi daripada remaja putri yang berstatus gizi normal. Hal ini dikarenakan seseorang yang berstatus gizi gemuk/obes cenderung takut dengan penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh kegemukan, sehingga mereka lebi mencari informasi-informasi mengenai hal tersebut sehingga pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes lebih tinggi (Wirakusumah 1994).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya dan terhadap kegemukan akan berpengaruh terhadap perilaku makannya. Dalam penelitian ini dilakukan skoring kebiasaan makan, semakin besar skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan orang tersebut. Adapun kebiasaan makan yang diberi skor dalam penelitian ini adalah frekuensi makan, kebiasaan makan berlebihan saat sedang stress, kebiasaan

sarapan, kebiasaan jajan di sekolah, kebiasaan mengonsumsi fast food dan soft

drink, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan mengonsumsi sayur dan kebiasaan mengonsumsi buah. Berikut adalah Tabel 7 yang menunjukkan sebaran remaja putri berdasarkan skor kebiasaan makan.

Tabel 7 Sebaran remaja putri berdasarkan skor kebiasaan makan dan status gizi Skor Kebiasaan Makan Normal Gemuk/Obes Total

n % n % n %

Rendah (<_ 60%) 28 80 14 56 42 70

Sedang (60-80%) 6 17.1 11 44 17 28.3

Tinggi (> 80%) 1 2.9 0 0 1 1.7

Total 35 100 25 100 60 100


(46)

Skor tertinggi kebiasaan makan adalah 100 dan skor terendahnya 0. Semakin tinggi skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan yang diterapkan remaja putri. Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar (70%) remaja putri memiliki skor kebiasaan makan yang termasuk dalam kategori rendah dengan rata-rata skor keseluruhan sebesar 51.7 dengan standar deviasi 12.2. Hal ini dikarenakan sebagian besar remaja putri sering melewatkan sarapan sehingga memiliki frekuensi makan makanan utama sebanyak 1-2 kali/hari. Selain itu remaja putri juga menyukai camilan gurih dan

gorengan serta memiliki kebiasaan mengonsumsi soft drink. Hasil uji t

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kebiasaan makan kedua kelompok remaja putri (p>0.05). Berikut adalah Tabel yang menunjukkan sebaran remaja putri berdasarkan frekuensi makan dalam sehari dan kebiasaan sarapan remaja putri.

Tabel 8 Sebaran remaja putri berdasarkan frekuensi makan dan kebiasaan sarapan

Kebiasaan Makan Normal Gemuk/Obes Total

n % n % n %

Frekuensi makan sehari

1-2 kali/hari 18 51.4 10 40 28 46.7

3-4 kali/hari 17 48.6 15 60 32 53.3

> 4 kali/hari 0 0 0 0 0 0

Total 35 100 25 100 60 100

Kebiasaan sarapan

Ya 19 54.3 14 56 33 55

Tidak 16 45.7 11 44 27 45

Total 35 100 25 100 60 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar (53.3%) remaja putri terbiasa makan dengan frekuensi 3-4 kali/hari dan sisanya sebesar 46.7% terbiasa makan dengan frekuensi 1-2 kali/hari. Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan. Akan tetapi dalam penelitian ini frekuensi makan remaja putri gemuk/obes sebagian besar (60%) berada pada frekuensi 3-4 kali/hari. Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri memiliki frekuensi makan yang baik, tetapi pada saat dilakukan


(1)

7. Menurut Anda, bentuk tubuh Anda saat ini ada pada no...

8. Menurut Anda, bagaimanakah kondisi tubuh Anda saat ini? a. Kurus

b. Ideal c. Gemuk

9. Apakah bentuk tubuh Anda saat ini sudah sesuai dengan harapan Anda?

a. Ya b. Tidak

10.Apakah Anda pernah mencoba untuk berdiet? a. Ya b. Tidak 11.Apakah sekarang Anda sedang berdiet? a. Ya b. Tidak

Jika Ya, bagaimana cara Anda berdiet?...

12. Jenis makanan yang Anda hindari saat diet adalah ...

Alasa n nya? .

F. Aktivitas fisik dan Olahraga Petunjuk pengisian

Daftar aktivitas fisik ini adalah perincian seluruh aktivitas yang dilakukan dalam 24 jam. Hal ini dirincikan pada satu hari kerja (saat Anda di sekolah). Kolom yang diisi adalah kolom lama (dalam satuan jam) dan keterangan (bila ada).

Contoh pengisian

No Waktu Kegiatan Keterangan

1. 22.00-06.00 Tidur 2. 06.00-06.15 Mandi 3. 06.15-06.30 Dandan 4. 06.30-06.45 Sarapan


(2)

Daftar aktivitas hari kerja (sekolah)

No Waktu Kegiatan Keterangan


(3)

Hari/tanggal : (Hari Pertama)

Waktu Nama Makanan Jumlah Asal

URT Gram

Pagi

Selingan

Siang

Selingan


(4)

66

Hari/tanggal : (Hari Kedua)

Waktu Nama Makanan Jumlah Asal

URT Gram

Pagi

Selingan

Siang

Selingan


(5)

Khomsan.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi dan body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, pengetahuan gizi) remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes, 2) mengetahui karakteristik keluarga remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obesitas, 3) mempelajari pengetahuan gizi, kebiasaan makan dan aktivitas fisik dan persepsi body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes, 4) menganalisis perbedaan antara pengetahuan gizi, body image, kebiasaan makan dan aktivitas fisik pada remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes, 5) menganalisis hubungan antara status gizi remaja putri dengan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik dan

body image remaja putri.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di SMA Budi Mulia Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive. Pengumpulan data primer dilakukan selama bulan September hingga November 2011. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah remaja putri, berusia 15-18 tahun, tidak dalam keadaan sakit, memiliki status gizi normal dan gemuk berdasarkan hasil pengukuran IMT/U dan bersedia untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan remaja untuk mengetahui jumlah remaja putri SMA yang memiliki status gizi normal dan gemuk/obes yang selanjutnya diberi kuesioner penelitian. Jumlah contoh untuk remaja status gizi normal sebanyak 35 orang dan jumlah contoh untuk remaja yang berstatus gizi gemuk/obes sebanyak 25 orang. Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia

statistik dengan menggunakan alat bantu program komputer Microsoft Excell dan

SPSS for Windows versi 16.0. Untuk mengetahui hubungan antar variabel

digunakan uji korelasi Pearson dan Rank Spearman.

Sebagian besar (78.3%) remaja putri berusia 16 tahun. Sebagian besar (92%) remaja putri berasal dari daerah Bogor. Besar keluarga kedua kelompok remaja putri merupakan keluarga kecil (58.3%) dan sedang (41.7%). Sebagian besar orangtua remaja putri (50%) bekerja sebagai pegawai swasta. Hanya 13.3% orangtua dari remaja putri bekerja sebagai PNS. Sebagian besar remaja putri memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan terakhir SMA (43.3%) dan perguruan tinggi (48.3%). Terdapat orangtua yang memiliki tingkat pendidikan terakhir hanya sampai SD (1.7%). Sebesar 23.3% orangtua remaja putri memiliki pendapatan perbulan >Rp 5 000 000. Terdapat 8.3% remaja putri yang memiliki orangtua dengan pendapatan perbulan <Rp 2 000 000.

Sebagian besar (56.7%) remaja putri memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 41.7% remaja putri memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Namun, masih terdapat 1.7% remaja putri yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang kurang pada remaja putri yang berstatus gizi normal. Sebagian besar (70%) remaja putri memiliki skor kebiasaan makan yang termasuk dalam kategori rendah dengan rata-rata skor keseluruhan sebesar 51.7 dengan standar deviasi 12.2. Sebagian besar (53.3%) remaja putri terbiasa makan dengan frekuensi 3-4


(6)

iv

kali/hari dan sisanya sebesar 46.7% terbiasa makan dengan frekuensi 1-2 kali/hari. Sebagian besar (55%) remaja putri terbiasa melakukan sarapan sebelum berangkat sekolah. Sebagian besar (81.7%) remaja putri menyatakan suka mengonsumsi sayur dan sebagian besar (98.3%) remaja putri menyukai buah. Lebih dari separuh tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri tergolong defisit tingkat berat, hal ini karena sebagian besar remaja putri memiliki konsumsi pangan yang kurang baik.

Sebagian besar remaja putri (88.3%) memiliki tingkat aktivitas fisik yang sangat ringan. Hal ini dikarenakan aktivitas remaja putri sebagian besar dihabiskan untuk sekolah dan tidur yang merupakan rutinitas serta sebagian besar remaja putri mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata pelajaran olahraga. Remaja putri sebagian kecil mengetahui tentang body image

dan sebagian besar menyatakan bahwa merasa cukup penting untuk memperhatikan bentuk tubuh. Sebagian besar memiliki persepsi body image

yang positif atau remaja putri memiliki penilaian terhadap bentuk tubuh yang sesuai dengan status gizinya. Hanya sebagian kecil remaja putri mengaku melakukan upaya pencapaian tubuh ideal dengan melakukan diet. Hasil uji t

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia, besar keluarga, pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua dan tingkat pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05).

Berdasarkan uji korelasi Spearmen, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan aktivitas fisik (r= -0.280; p= 0.030). Hal ini bermakna, walaupun status gizi remaja putri baik akan tetapi remaja putri tidak meningkatkan aktivitas fisiknya. Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan body image (r= 0.387; p= 0.002), hal ini berarti bahwa semakin positif

body image yang dimiliki remaja putri belum tentu semakin baik status gizinya.

Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kebiasaan makan (r= 0.034; p= 0.794), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kebiasaan makan remaja putri belum tentu remaja putri memiliki status gizi yang baik (normal). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pengetahuan gizi remaja putri (r= 0.043; p= 0.747), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status gizi remaja putri belum tentu pengetahuan gizi remaja putri semakin baik.

Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya remaja putri memiliki persepsi body image yang positif sehingga tidak melakukan diet-diet ketat yang menyebabkan defisiensi energi dan zat-zat gizi. Selain itu kebiasaan makan remaja putri juga perlu diperbaiki terutama dalam hal frekuensi makan dan meal skipping.