Pengaruh nitridasi terhadap laju korosi pada baja KS01

(1)

ABSTRAK

FACHMI HASAN BAKRAN.

Pengaruh Nitridasi terhadap Laju Korosi pada Baja

KS01

.

Dibimbing oleh MOCHAMAD NUR INDRO dan SULISTIOSO GIAT

SUKARYO.

Krakatau Steel 01 (KS01) merupakan paduan baja yang diproduksi di dalam negeri memiliki paduan unsur yang mirip seperti stainless steel. KS01 dapat ditingkatkan ketahanan korosinya dengan melakukan nitridasi gas dan padat. Dari hasil struktur mikro SEM (Scanning Electron Microscopy) dan mikroskop optik terlihat bahwa KS01 (nitridasi gas dan urea) terbentuk lapisan nitrida. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan. Hasil XRD menunjukkan adanya senyawa nitirida pada sampel yang dinitridasi diantaranya Fe2N,

Fe4N, dan Cr2N. Senyawa oksida yang terbentuk seperti Fe(Fe2O4) dan Fe2O3 akibat dari

uji korosi yang dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian KS01 yang dinitridasi gas (amoniak) juga memiliki beberapa kelebihan lainnya dibandingkan dengan nitridasi padat (urea), yaitu mendapatkan ketahanan korosi yang lebih baik pada perlakuan nitridasi suhu rendah (low temperature nitriding).


(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biomaterial didefinisikan sebagai suatu bahan material yang dapat digunakan untuk mengganti bagian atau fungsi tubuh yang aman, dapat diandalkan, ekonomis, dan diterima secara fisiologis. Biomaterial diklasifikasikan menjadi biomaterial sintetik (logam, keramik, polimer) dan biomaterial alami yang dihasilkan dari tanaman, hewan, atau manusia. Material biomedis dapat digunakan sebagai pengganti material dalam suatu sistem kehidupan yang dapat di implan di dalam tubuh.1

Metal atau logam merupakan salah satu biomaterial sintetik yang memiliki kelebihan diantaranya, kuat, keras, dan elastik. Namun adapun kekurangnnya yaitu, dapat terkorosi, padat, pejal, dan sulit untuk dibentuk. Contoh yang sudah ada saat ini adalah, gigi pengganti, pengganti persendian, penyambung tulang, dsb. Hal yang harus diperhatikan bahwa logam tidak tahan korosi sehingga dapat berakibat buruk pada tubuh manusia.1

Dapat dilakukan surface treatment

untuk meningkatkan kualitas pada permukaan logam sesuai dengan keinginan. Pada dasarnya perlakuan permukaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dengan menambah unsur sehingga mengubah komposisi kimianya (nitridasi, karburasi, dan karbonitridasi), sedangkan yang kedua dengan cara mengubah fasa atau struktur kristalnya melalui pemanasan pada temperatur tertentu yang kemudian diikuti dengan pendinginan cepat ataupun lambat, tergantung fasa atau struktur bagaimana yang diinginkan.2

Nitridasi merupakan perlakuan permukaan dengan melibatkan difusi nitrogen pada suatu logam pada temperatur dan jangka waktu tertentu. Proses nitridasi meliputi nitridasi gas, nitridasi liquid, dan nitridasi plasma yang dapat dilakukan kepada material target diantaranya paduan baja, stainless steel, atau material lain yang mengandung unsur padual alumunium,

krom, dan tungsten. Sedangkan karburasi dan karbonitridasi lebih cocok dilakukan pada baja karbon untuk meningkatkan kekerasannya.3

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah KS01 (Krakatau Steel 01). Sampel tersebut diproduksi di dalam negeri, mudah didapat dan dapat ditingkatkan ketahanan korosinya dengan cara nitridasi.

Nitridasi dalam bidang biomaterial memiliki keuntungan diantaranya meningkatkan ketahanan korosi, menahan terlepasnya partikel-partikel unsur yang terdapat dalam bahan, dan meningkatkan kekerasan bahan.4 Namun ada syarat penting yang harus dipenuhi yaitu sampel harus tahan korosi terhadap cairan tubuh manusia. Dalam pengujian ini kami menggunakan pengganti cairan tersebut dengan cairan tubuh buatan yaitu

simulation body fluid (SBF).

Tujuan

Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. melakukan nitridasi pada permukaan KS01 menggunakan amoniak dan urea.

b. Mengetahui ketebalan lapisan nitrida, fasa dan ketahanan korosi dari KS01 yang telah dinitridasi.

TINJAUAN

PUSTAKA

Nitridasi

Proses nitridasi pertama kali dikembangkan pada awal 1900-an dan hingga saat ini memainkan peran penting dalam banyak aplikasi industri seperti pada komponen pesawat terbang, otomotif, mesin tekstil, dan lain sebagainya. Proses nitridasi adalah perlakuan pengerasan permukaan atau proses termokimia feritik dengan melibatkan difusi nitrogen ke dalam fasa ferit suatu logam pada temperatur tertentu dan berlangsung dalam jangka waktu tertentu tergantung dari ketebalan lapisan atau aplikasi dari material yang diinginkan.3


(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biomaterial didefinisikan sebagai suatu bahan material yang dapat digunakan untuk mengganti bagian atau fungsi tubuh yang aman, dapat diandalkan, ekonomis, dan diterima secara fisiologis. Biomaterial diklasifikasikan menjadi biomaterial sintetik (logam, keramik, polimer) dan biomaterial alami yang dihasilkan dari tanaman, hewan, atau manusia. Material biomedis dapat digunakan sebagai pengganti material dalam suatu sistem kehidupan yang dapat di implan di dalam tubuh.1

Metal atau logam merupakan salah satu biomaterial sintetik yang memiliki kelebihan diantaranya, kuat, keras, dan elastik. Namun adapun kekurangnnya yaitu, dapat terkorosi, padat, pejal, dan sulit untuk dibentuk. Contoh yang sudah ada saat ini adalah, gigi pengganti, pengganti persendian, penyambung tulang, dsb. Hal yang harus diperhatikan bahwa logam tidak tahan korosi sehingga dapat berakibat buruk pada tubuh manusia.1

Dapat dilakukan surface treatment

untuk meningkatkan kualitas pada permukaan logam sesuai dengan keinginan. Pada dasarnya perlakuan permukaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dengan menambah unsur sehingga mengubah komposisi kimianya (nitridasi, karburasi, dan karbonitridasi), sedangkan yang kedua dengan cara mengubah fasa atau struktur kristalnya melalui pemanasan pada temperatur tertentu yang kemudian diikuti dengan pendinginan cepat ataupun lambat, tergantung fasa atau struktur bagaimana yang diinginkan.2

Nitridasi merupakan perlakuan permukaan dengan melibatkan difusi nitrogen pada suatu logam pada temperatur dan jangka waktu tertentu. Proses nitridasi meliputi nitridasi gas, nitridasi liquid, dan nitridasi plasma yang dapat dilakukan kepada material target diantaranya paduan baja, stainless steel, atau material lain yang mengandung unsur padual alumunium,

krom, dan tungsten. Sedangkan karburasi dan karbonitridasi lebih cocok dilakukan pada baja karbon untuk meningkatkan kekerasannya.3

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah KS01 (Krakatau Steel 01). Sampel tersebut diproduksi di dalam negeri, mudah didapat dan dapat ditingkatkan ketahanan korosinya dengan cara nitridasi.

Nitridasi dalam bidang biomaterial memiliki keuntungan diantaranya meningkatkan ketahanan korosi, menahan terlepasnya partikel-partikel unsur yang terdapat dalam bahan, dan meningkatkan kekerasan bahan.4 Namun ada syarat penting yang harus dipenuhi yaitu sampel harus tahan korosi terhadap cairan tubuh manusia. Dalam pengujian ini kami menggunakan pengganti cairan tersebut dengan cairan tubuh buatan yaitu

simulation body fluid (SBF).

Tujuan

Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. melakukan nitridasi pada permukaan KS01 menggunakan amoniak dan urea.

b. Mengetahui ketebalan lapisan nitrida, fasa dan ketahanan korosi dari KS01 yang telah dinitridasi.

TINJAUAN

PUSTAKA

Nitridasi

Proses nitridasi pertama kali dikembangkan pada awal 1900-an dan hingga saat ini memainkan peran penting dalam banyak aplikasi industri seperti pada komponen pesawat terbang, otomotif, mesin tekstil, dan lain sebagainya. Proses nitridasi adalah perlakuan pengerasan permukaan atau proses termokimia feritik dengan melibatkan difusi nitrogen ke dalam fasa ferit suatu logam pada temperatur tertentu dan berlangsung dalam jangka waktu tertentu tergantung dari ketebalan lapisan atau aplikasi dari material yang diinginkan.3


(4)

Nitridasi tidak memerlukan perubahan fasa, tidak mengubah konfigurasi struktur bahan, tidak ada perubahan bentuk molekul, dan hanya sedikit perubahan dimensi, dan penambahan sedikit unsur (N) yang disebabkan difusi nitrogen pada permukaan bahan. Terdapat tiga jenis proses nitridasi yakni meliputi : Gas, Plasma, dan Padat.4

Nitridasi Gas (gas nitriding)

Nitridasi gas umumnya menggunakan gas amoniak. Amoniak terdisosiasi membentuk gas nitrogen dan hidrogen, pada akhirnya nitrogen akan berdifusi pada permukaan baja.4

Dalam proses nitridasi gas suhu yang digunakan adalah kisaran 485℃ - 525℃. Prosesnya adalah ketika gas amonia dialirkan ke dalam furnace maka amonia akan terurai karena dipanaskan. Berikut adalah skema dari proses nitridasi gas amonia.5

Proses difusi N kedalam permukaan logam dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Difusi nitrogen.6

Dari Gambar 1 diatas, NH3 yang

dipanaskan akan terurai menjadi N dan H. atom H akan menguap di udara, sedangkan sebagian N akan menguap di udara dan sebagian lainnya akan berdifusi kedalam logam.

Nitridasi Padat

Metode nitridasi padat merupakan cara untuk membuat lapisan secara difusi yang dibentuk dengan mendeposisikan sebuah lapisan nitrogen pada permukaan logam dan kemudian memanaskan komponen tersebut di dalam furnace selama selang waktu tertentu. Pelapisan ini menggunakan unsur nitrogen yang terdapat dalam serbuk urea (CO(NH2)2) yang dipanaskan bersama

dengan sampel di dalam furnace. Proses ini memakai temperatur dengan range 840℃ hingga 910℃.7 Dibawah ini merupakan skema dari nitridasi padat(urea).

CO(NH )

2 2

CO

2+

N

2+

2H

2 (Heat)

Urea yang dipanaskan akan melepaskan molekul menjadi CO2, N2, dan H. Reaksi

selanjutnya adalah sama seperti proses difusi N2 kedalam logam pada pembakaran

gas NH3 (Gambar 1), dan molekul lainnya

akan menguap di udara.

Korosi

Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi kimia atau elektrokimia. Korosi dapat terjadi ketika logam kontak dengan air dan kemudian membentuk suatu sel korosi. Sel korosi memiliki empat komponen, fase yang berair (air) yang bertindak sebagai elektrolit (melalui ion yang bermigrasi), anoda pada permukaan logam (di mana logam teroksidasi dan masuk ke dalam larutan sebagai ion logam), katoda (di mana kelebihan elektron dikonsumsi), dan jalur logam yang menghubungkan katoda ke anoda. Sel korosi dapat digambarkan sebagai berikut:7


(5)

Gambar 2. Sel korosi.8

Reaksi anoda : Fe → Fe2+ + 2e- Reaksi Katoda :

O2 + 4 H+ + 4e-→ 2H2O

(Reduki oksigen dalam larutan asam) 1/2 O2 + H2O + 2e-→ 2 OH-

(Reduksi Oksigen dalam larutan netral) 2 H+ + 2e-→ H2

(pembentukan Hidrogen dari larutan asam) 2 H2O + 2e-→ H2 + 2 OH-

(pembentukan hidrogen dari air netral)

Potensiostat

Kerja elektrokimia umumnya diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan potensiostat. Potensiostat merupakan alat elektronik yang mengatur perbedaan potensial antara elektrode kerja dan elektrode acuan. Kedua elektrode terdapat dalam sel elektrokimia.9

Alat potensiostat ini mengatur dengan memasukkan arus ke dalam sel melalui elektrode pembantu. Hampir dalam semua penerapannya, potensiostat mengukur aliran arus antara elektrode kerja dan elektrode pembantu. Variabel yang diatur dalam potensiostat adalah potensial sel dan variabel yang diukur adalah arus sel. Potensiostat hanya dapat bekerja untuk sel elektrokimia yang terdiri dari tiga elektrode.9

Elektrode kerja

Reaksi elektrokimia yang terjadi pada elektrode kerja dapat dipelajari. Dalam pengujian korosi elektrode kerja adalah sampel dari logam yang terkorosi. Secara umum, elektrode kerja bukan merupakan struktur logam yang sebenarnya yang dipelajari tetapi, merupakan sampel kecil yang digunakan untuk mewakili

strukturnya. Hal ini dapat dianalogkan terhadap pengujian dengan menggunakan pengukuran kehilangan berat sampel. Elektrode kerja dapat berupa logam yang terbuka atau dilapis.9

Elektrode acuan

Elektrode acuan digunakan dalam mengukur potensial elektrode kerja. Elektrode acuan seharusnya memiliki potensial elektrokimia yang konstan selama tidak ada aliran arus yang

melewatinya. Elektrode acuan

laboratorium yang paling biasa digunakan adalah elektrode kalomel jenuh (SCE) dan elektrode perak/perak klorida (Ag/AgCl).

Pipa kapiler luggin memungkinkan untuk mendeteksi potensial larutan yang dekat dengan elektrode kerja tanpa mempengaruhi kejadian yang berlangsung ketika elektrode acuan yang besar ditempatkan dekat dengan elektrode kerja.9

Gambar 3. Posisi elektrode acuan dan elektroda kerja pada kapiler luggin sel

ektrokimia.9

Salah satu elektrode standar yang biasa digunakan sebagai elektrode acuan adalah elektrode kalomel. Potensial elektrode ini ditentukan secara teliti terhadap elektrode hidrogen.9

Elektrode pembantu

Elektrode pembantu merupakan konduktor yang melengkapi rangkaian sel. Elektrode pembantu dalam sel laboratorium secara umum adalah konduktor inert seperti platina atau grafit. Dalam bidang penelitian umumnya digunakan material elektrode kerja


(6)

lainnya. Arus yang mengalir di dalam larutan melalui elektrode kerja meninggalkan larutan melalui elektrode pembantu.9

Elektrometer

Rangkaian elektrometer mengukur perbedaan tegangan antara elektrode acuan dan elektrode kerja. Keluarannya memiliki dua fungsi utama, yaitu sinyal arus balik dalam rangkaian potensiostat dan sinyal yang diukur saat tegangan sel diperlukan. Elektrometer ideal memiliki arus input nol dan impedansi input tidak terbatas. Aliran arus melewati elektrode acuan dapat merubah potensialnya. Dalam prakteknya, semua elektrometer terbaru memiliki arus masukan mendekati nol yang biasanya diabaikan. Dua karakteristik penting elektrometer adalah lebar pita dan kapasitansi masukannya.9

Logam KS01

Krakatau Steel 01 (KS01) merupakan

stainless steel lokal yang diperoleh dari PT. Krakatau Steel. Tabel 1 menunjukkan komposisi unsur pada KS01.

Tabel 1. Komposisi Unsur SS 316, SS 316 dan KS01.10

Unsur SS 316L (%)

SS 316

(%) KS01(%)

Cr 18 16 1,2

Ni 14 10 0,24

Mn 2 2 1,82

Si 1 1 0,3

P 0,045 0,045 0,06

S 0,03 0,03 16

C 0,03 0,08 0,1

Mo 2 3 0,03

Al 0,027

Cu 0,049

Ti 0,118

V 0,006

Fe Balance Balance Balance

Stainless steel adalah paduan yang mengandung krom paling sedikit sekitar 10,5% Cr. Stainless steels dapat memberikan ketahanan korosi yang luar biasa. Stainless steel sendiri dikategorikan dalam 5 kelas yang berbeda berdasarkan struktur kristal dan kekerasan bahannya. Setiap kelas menunjukkan karakteristik tersendiri dalam bentuk sifat mekanis dan ketahanan korosi. Dalam setiap kelas, terdapat range tingkatan yang memiliki variasi dalam komposisi, ketahanan korosi, dan harga.11

Stainless steel rentan terhadap beberapa bentuk serangan korosi terlokalisasi. Pencegahan korosi terlokalisasi tersebut merupakan alasan dalam pemilihan

stainless steel. Lagipula, timbulnya korosi dari stainless steel dapat dipengaruhi oleh desain, pembuatan, kondisi permukaan, dan ketahanan.11

Difusi

Atom

Atom pada suatu material akan dalam keadaan diam dan stabil tidak bergerak apabila berada pada temperatur 0 °K (-273

°C). Pada keadaan ini atom akan berada dalam keadaan energi yang terendah. Apabila temperatur material tersebut dinaikkan maka energi kinetik

atom-atomnya akan meningkat dan

menyebabkan atom-atom tersebut akan bergerak atau bergeser sehingga menimbulkan jarak atom yang lebih besar dan memungkinkan atom yang mempunyai energi lebih tinggi melompat ke posisi baru. Proses pergerakan atom semacam ini dapat menyebabkan difusi. Gambar 4 berikut memperlihatkan mekanisme difusi atom dalam suatu material.12

Gambar 4. Mekanisme difusi interstisi


(7)

Mekanisme difusi atom melalui kisi berlangsung dengan berbagai cara. Difusi interstisi menggambarkan situasi pergerakan atom yang tidak terletak pada kisi kristal, tetapi menempati posisi interstisi (Gambar 4). Proses ini terjadi pada paduan interstisi dengan atom migrasi yang sangat kecil (seperti karbon, nitrogen, atau hidrogen dalam besi). Pada kasus ini, proses difusi atom dari posisi interstisi ke interstisi berikutnya dalam kisi sempurna tidak dikendalikan oleh cacat.13

Kemampuan difusi untuk masing-masing atom berubah dengan naiknya temperatur karena adanya penambahan energi atom untuk bergetar dan memutuskan ikatan atomnya, sehingga sejumlah kecil atom akan berpindah dalam kisi. Energi yang diperlukan untuk pindahnya sebuah atom dikenal dengan istilah energi aktivasi. Parameter difusi yang utama meliputi temperatur dan waktu. Parameter tersebut akan mempengaruhi persentase, kedalaman maupun profil distribusi konsentrasi atom-atom gas reaktif di dalam material target. Kedalaman difusi atom-atom pada material dapat ditentukan dengan Persamaan 1.14

(1)

D adalah koefisien difusi sebagai fungsi temperatur yang nilainya dapat dihitung melalui Persamaan 2.14

D = Do exp (-Q/RT) (2)

dengan:

x : kedalaman atom-atom yang berdifusi (m),

D : koefisien difusi (m2/s),

Do : koefisien difusi mula-mula (m2/s), Untuk N dalam Fe (6,6 x 10-7m2/s) t : waktu proses perlakuan (s),

Q : energi aktivasi untuk difusi (kal/mol),

Untuk N dalam Fe (76 kJ/mol) R : konstanta gas (8,314 J/mol.K), T : temperatur (K).

SEM (

Scanning Electron Microscope)

SEM (Scanning Electron Microscope)

memiliki keunikan dalam kemampuan menganalisa suatu permukaan. SEM menggunakan electron untuk pembentukan gambar, elektron memiliki panjang

gelombang yang lebih pendek

dibandingkan cahaya foton, dimana panjang gelombang yang lebih pendek dapat memberikan informasi gambar yang beresolusi tinggi.15

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Mikroskop jenis ini dapat memperbesar gambar permukaan objek antara 200.000 - 250.000 kali. Gambar topogorafi diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh sampel. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas elektron “menyapu” permukaan sampel, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang membaca. Sinyal elektron sekunder dihasilkan dari titik pada permukaan, yang selanjutnya ditangkap oleh SE(Secondary electron) detektor dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (Cathode Ray Tube)/monitor TV.15

XRD (

X-Ray Diffraction

)

Eksperimen difraksi sinar-X yang pertama dilakukan oleh Herren Friedrich dan Knipping menggunakan kristal tembaga sulfat dan berhasil memberikan hasil pola difraksi pertama yang kemudian menjadi induk perkembangan difraksi sinar-X selanjutnya.16

Pola difraksi sinar-X tertentu dapat digunakan dalam analisis kualitatif

(identifikasi fasa) dan kuantitatif material. Pada waktu suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitassinar datang.


(8)

Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi.

Hukum Bragg merupakan rumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Berkas sinar-X monokromatik yang datang pada permukaan kristal akan dipantulkan, dan pantulan terjadi hanya jika sudut datangnya mempunyai sudut tertentu. Berikut dibawah ini ditampilkan skema sinar datang dan sinar pantul sinar-x oleh bidang kristal.16

Gambar 5. Difraksi sinar-x oleh bidang kristal.16

Berkas sinar pantul akan saling berinterferensi pada detektor dan terjadi interferensi konstruktif hanya jika perbedaan lintasan antara sinar 1 dan sinar 2 sama dengan kelipatan bulat dari panjang gelombangnya:16

2d sin θ = nλ (3) dengan:

d : jarak bidang kristal,

θ : sudut difraksi,

n : orde difraksi (n =1,2,3,...),

λ : panjang gelombang sinar-X (λ ≅ 0,1 nm)

Persamaan ini disebut sebagai Hukum Bragg. Pantulan Bragg hanya terjadi untuk gelombang dengan λ ≤ 2d, dan itulah sebabnya cahaya tampak tidak dapat

digunakan dalam hal ini. Sudut θ yang ditentukan berdasarkan Persamaan 3, untuk jarak antar bidang d dan λ tertentu merupakan sudut unik terjadinya pantulan. Pada sudut yang lain, berkas sinar pantul akan saling berinterferensi destruktif satu sama lain, sehingga pantulan efektifnya nol. Data yang diperoleh dari pengukuran difraksi adalah sudut difraksi 2 dan intensitasnya I(2 ) pada sudut pantul yang sesuai. Pantulan n = 1,2,3...berturut-turut disebut pantulan orde pertama, orde kedua, orde ketiga,...dan seterusnya. Semakin tinggi orde pantulan semakin rendah intensitas pantulnya. Istilah difraksi lebih banyak dipakai dalam hal ini dari pada pantulan, sehingga sebutan lazimnya ”difraksi sinar-X”.16

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di BATAN, Puspiptek, Serpong.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah Mesin Grinding, Furnace, Ultrasonik, XRD, SEM,

Mikroskop Optik, Potentiostat.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah logam KS01 dengan ukuran grit akhir 220 dan 2000, Gas NH3

konsentrasi 95%, Urea Murni (CO(NH2)2)

konsentrasi 99%, larutan etsa.

Metoda Penelitian

1. Persiapan sampel

1a. Pemotongan

Tahap awal persiapan adalah pemotongan sampel yang dibuat berbentuk silinder pipih dengan ketebalan 0,5 mm dan berdiameter 1,4 cm dengan total sampel berjumlah 18 buah. Berikut dibawah ini ditampilkan ilustrasi ukuran dari sampel.


(9)

Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi.

Hukum Bragg merupakan rumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Berkas sinar-X monokromatik yang datang pada permukaan kristal akan dipantulkan, dan pantulan terjadi hanya jika sudut datangnya mempunyai sudut tertentu. Berikut dibawah ini ditampilkan skema sinar datang dan sinar pantul sinar-x oleh bidang kristal.16

Gambar 5. Difraksi sinar-x oleh bidang kristal.16

Berkas sinar pantul akan saling berinterferensi pada detektor dan terjadi interferensi konstruktif hanya jika perbedaan lintasan antara sinar 1 dan sinar 2 sama dengan kelipatan bulat dari panjang gelombangnya:16

2d sin θ = nλ (3) dengan:

d : jarak bidang kristal,

θ : sudut difraksi,

n : orde difraksi (n =1,2,3,...),

λ : panjang gelombang sinar-X (λ ≅ 0,1 nm)

Persamaan ini disebut sebagai Hukum Bragg. Pantulan Bragg hanya terjadi untuk gelombang dengan λ ≤ 2d, dan itulah sebabnya cahaya tampak tidak dapat

digunakan dalam hal ini. Sudut θ yang ditentukan berdasarkan Persamaan 3, untuk jarak antar bidang d dan λ tertentu merupakan sudut unik terjadinya pantulan. Pada sudut yang lain, berkas sinar pantul akan saling berinterferensi destruktif satu sama lain, sehingga pantulan efektifnya nol. Data yang diperoleh dari pengukuran difraksi adalah sudut difraksi 2 dan intensitasnya I(2 ) pada sudut pantul yang sesuai. Pantulan n = 1,2,3...berturut-turut disebut pantulan orde pertama, orde kedua, orde ketiga,...dan seterusnya. Semakin tinggi orde pantulan semakin rendah intensitas pantulnya. Istilah difraksi lebih banyak dipakai dalam hal ini dari pada pantulan, sehingga sebutan lazimnya ”difraksi sinar-X”.16

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di BATAN, Puspiptek, Serpong.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah Mesin Grinding, Furnace, Ultrasonik, XRD, SEM,

Mikroskop Optik, Potentiostat.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah logam KS01 dengan ukuran grit akhir 220 dan 2000, Gas NH3

konsentrasi 95%, Urea Murni (CO(NH2)2)

konsentrasi 99%, larutan etsa.

Metoda Penelitian

1. Persiapan sampel

1a. Pemotongan

Tahap awal persiapan adalah pemotongan sampel yang dibuat berbentuk silinder pipih dengan ketebalan 0,5 mm dan berdiameter 1,4 cm dengan total sampel berjumlah 18 buah. Berikut dibawah ini ditampilkan ilustrasi ukuran dari sampel.


(10)

Gambar 6. Ilustrasi ukuran sampel

1b. Pengamplasan dan Pemolesan Setelah dipotong sampel diamplas dengan membagi dua jenis ukuran grit, yakni 9 buah dengan ukuran 220 grit (68

μm) dan 9 buah sisanya dengan ukuran 2000 grit (10,3 μm). Tahap pertama pengamplasan dan dilanjutkan tahap kedua pemolesan. Keduanya menggunakan alat yang dinamakan mesin grinding dan dialiri air agar tidak terjadi gesekan yang menyebabkan panas antara sampel dengan amplas. Tahap pertama pengamplasan dengan urutan amplas yang kasar terlebih dahulu. Yakni untuk mendapatkan sampel dengan ukuran 220 grit dimulai dengan amplas 100 grit kemudian 220 grit, sedangkan untuk mendapatkan sampel dengan ukuran 2000 grit, secara berurutan dimulai dengan amplas berukuran 100, 220, 400, 800, 1000, 1500 grit, dan tahap kedua yaitu pemolesan dengan kain bludru yang diolesi pasta gigi untuk menghasilkan permukaan yang merata. Pengamplasan dan pemolesan ini dilakukan pada seluruh sisi sampel seperti yang diilustrasikan pada Gambar dibawah ini.

Gambar 7. Ilustrasi sisi sampel yang diamplas dan dipoles

1c. Pencucian sampel

Sampel yang sudah di amplas dan poles, meninggalkan bekas baik berupa butiran-butiran halus atau serbuk, kotoran berupa lemak atau serat tissue yang nantinya akan mengganggu dalam proses nitridasi. Oleh karena itu sebelum

dinitridasi sampel di cuci menggunakan alat ultrasonik dalam larutan aqua bides selama kurang lebih 15 menit tiap sampelnya kemudian disimpan dalam plastik klip yang kemudian siap untuk dinitridasi.

2. Proses Nitridasi

Proses nitridasi dilakukan untuk mendapatkan sampel ternitiridasi gas dan urea seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Sampel KS01 berdasarkan jenis nitridasi, ukuran grit, dan temperatur

pemanasan.

2a. Proses Nitridasi dengan Gas NH3

Proses nitridasi dengan cara mengalirkan gas NH3 pada sampel tidak

diperlukan quencing (pendinginan secara cepat), sehingga nitridasi menghasilkan distorsi minimum dan pengontrolan dimensi yang baik.3

Pertama yang dilakukan adalah merangkai alat nitridasi gas seperti pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Rangkaian peralatan nitridasi gas milik PTBIN-BATAN

Sampel diletakkan pada wadah yang berbentuk seperti perahu yang dilapisi serat kain. Selanjutnya memasukkan 4


(11)

sampel pertama dengan ukuran 2000 grit sebanyak 2 buah dan 220 grit sebanyak 2 buah dengan suhu 485℃, dan yang selanjutnya 4 sampel ke-2 dengan jenis yang sama dengan suhu 525°C secara bergantian. Setelah sampel dan furnace

sudah siap selanjutnya mengalirkan gas amoniak kedalam furnace dengan mengatur aliran gas dari tabung dengan flowmeter dan juga besarnya suhu yang digunakan. Proses nitridasi tersebut masing-masing berlangsung selama 5 jam. Setelah proses nitridasi selesai sampel didinginkan pada udara terbuka kemudian dibungkus dengan kertas tisu dan disimpan dalam plastik klip untuk menghindari kontak dengan kotoran, lemak, ataupun udara luar.

2b. Proses Nitridasi Padat dengan Urea (CO(NH2)2)

Nitridasi padat menggunakan urea murni dengan rumus senyawa CO(NH2)2

yang berbentuk butiran serbuk. Pertama yang dilakukan adalah memanaskan tungku dengan suhu sesuai dengan yang dibutuhkan (yakni 485°C dan 525°C). Sambil menunggu panasnya tungku mempersiapkan urea murni yang sudah ditimbang seberat 17 gr yang disimpan dalam wadah gelas yang terbuat dari tanah merah, dan sampel yang sudah disiapkan disimpan didalamnya yang kemudian dimasukkan kedalam tungku yang sudah panas. Nitridasi ini dilakukan sebanyak dua kali dengan sampel yang jenisnya sama dan dengan variasi suhu 485°C dan 525°C selama 5 jam. Setelah selesai sama seperti nitridasi gas sampel didinginkan kemudian dibungkus rapi dan siap untuk dilakukan pengujian-pengujian. Berikut adalah ilustrasi Gambar proses nitridasi urea.

Gambar 9. Ilustrasi nitridasi urea

3. Mounting dan Etsa

Tahap ini merupakan tahap akhir dari persiapan sampel, hanya saja proses pengerjaannya dilakukan setelah sampel dinitridasi. Tujuannya adalah agar sampel dapat dengan mudah dilihat penampang lintangnya pada saat akan uji struktur mikro baik menggunakan mikroskop optik maupun SEM.

Setelah sampel di mounting kemudian di etsa dengan menggunakan larutan nital 3%, yaitu dengan mencelupkan penampang yang akan dilihat atau uji struktur mikro dengan hati-hati, sampel dicelupkan beberapa saat saja lalu langsung dibilas dengan air hal ini dilakukan untuk menghindari over etsa. Jika terjadi over etsa sampel diamplas ulang karena sampel yang over etsa akan terlihat terkorosi sehingga batas butir yang ingin ditampilkan tidak begitu jelas terlihat. Adapun under etsa yakni batas butir yang diinginkan masih tidak terlihat. Jika hal ini terjadi cukup melakukan etsa ulang hingga terlihat batas butir yang diinginkan. Berikut adalah ilustrasi sampel yang telah dimounting.

Gambar 10. Ilustrasi sampel setelah dimounting


(12)

4. Karakterisasi

4a. Uji Korosi

Pengujian korosi menggunakan alat potentiostat. Potensiostat Model 273 Merk: EG&G Princeton Applied Research dan komputer yang didalamnya sudah terpasang software M342 (lampiran 4) dan terhubung langsung dengan printer sebagai output untuk mencetak hasil yang diuji. Cairan infus yang sudah tersedia dimasukkan ke dalam tabung sebanyak 600 mL. Setelah peralatan terangkai sampel dimasukkan ke dalam tabung dan alat dihidupkan untuk mendapatkan nilai laju korosi dari tiap sampel.

Berikut adalah Gambar rangkaian sel uji tiga elektrode.

Gambar 11. Rangkaian sel uji tiga elektrode.

Pada sel elektrokimia uji ini, sampel KS01 berfungsi sebagai elektrode kerja, yaitu elektrode yang diukur laju korosinya. Di antara elektrode kerja dan elektrode acuan diberikan tegangan, sehingga mempercepat terjadinya korosi. Elektrode acuan yang digunakan pada sel elektrokimia ini adalah elektrode kalomel jenuh yang banyak digunakan pada pengujian sel elektrokimia. Elektrode kalomel banyak digunakan dalam pengujian sel elektrokimia karena merupakan salah satu elektrode standar yang nilai potensialnya telah diketahui, dan nilai potensial elektrode ini ditentukan secara teliti terhadap elektrode standar hidrogen. Lalu, saat terjadi korosi akan dihasilkan arus dari elektrode kerja yang

akan dialirkan keluar larutan oleh elektrode pembantu yang terbuat dari karbon. Arus yang dialirkan ini kemudian akan terukur oleh potensiostat, sehingga laju korosi sampel dapat terhitung. Oleh karena itu, potensiostat ini hanya dapat diggunakan untuk mengukur laju korosi pada media larutan karena diperlukan elektrolit sebagai media konduktor untuk mengalirkan arus yang dihasilkan elektrode kerja menuju elektrode pembantu. Tidak semua sampel dilakukan uji korosi, diantaranya yang diuji korosi adalah 1 buah sampel yang tanpa nitridasi, 4 buah sampel dengan nitridasi gas, dan 4 buah sampel dengan nitridasi urea. Setelah selesai uji korosi sampel dibilas lalu dikeringkan dan disimpan kembali kedalam plastik klip.

4b. Pengamatan Struktur Mikro

Pengujian sampel yang sudah

di-mounting dan dietsa kemudian siap untuk dilihat struktur mikronya dengan menggunakan mikroskop optik dengan model Nikon 270825 dan SEM merk JEOL JSM-6510LA (lampiran 5). Sampel yang diamati struktur mikronya menggunakan mikroskop optik sebanyak 9 sampel termasuk yang tidak dinitridasi. Sedangkan yang diamati menggunakan SEM sebanyak 2 sampel hanya yang dinitridasi urea saja.

4c. Karakterisasi XRD

Pengujian sampel dengan x-ray diffraction yang kemudian melihat pola difraksi yang terbentuk untuk mengidentifikasi senyawa lapisan nitrida yang terbentuk pada permukaan sampel. Karakterisasi ini menggunakan XRD merk PHILIPS tipe APD 3520 (lampiran 5). karakterisasi ini dilakukan pada dua sampel yang masing-masing dinitridasi gas dan urea. Selanjutnya sampel urea dan KS01 netral juga dilakukan karakterisasi.


(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Tahap Persiapan

Pada tahap ini dihasilkan 18 buah sampel dengan diameter ≅1,4 cm dan tebal

≅0,5 mm (pengukuran menggunakan mikrometer skrup). 9 sampel dengan ukuran grit akhir 220 dan 9 sampel sisanya dengan ukuran grit akhir 2000. Masing-masing sampel disimpan dalam plastik klip yang kemudian siap untuk dinitridasi. Terdapat 1 sampel dari masing-masing ukuran grit yang tidak dinitridasi, sampel tersebut yang selanjutnya dijadikan pembanding antara sampel yang dinitridasi dan yang tidak dilakukan nitridasi.

Hasil Nitridasi

Proses nitridasi yang dilakukan terdiri dari dua jenis nitridasi, yaitu nitridasi gas (menggunakan gas amoniak) dan nitridasi padat (menggunakan urea).

Dari masing-masing proses nitridasi diperoleh 8 sampel ternitridasi gas dan 8 sampel ternitridasi padat. Hasil lengkap dari proses nitridasi gas dan padat sesuai yang tercantum pada Tabel 2 Halaman 7. Perlakuan nitridasi pada masing-masing sampel berlangsung selama 5 jam dan dengan variasi suhu 485℃ dan 525℃. Pada baja yang telah dinitridasi terbentuk lapisan nitrida (white layer) berupa FexNy

dan CrxNy yang berfungsi sebagai perisai

dan akan melindungi permukaan baja dari korosi karena tidak mudah bereaksi dengan oksigen di lingkungan.

Pengukuran Ketebalan

Mikroskop optik

8 sampel (KS01A – H) yang sudah

di-mounting kemudian dietsa dengan larutan nital 3% hingga terlihat batas butirnya yang kemudian diamati oleh mikroskop optik dengan tujuan untuk mengetahui seberapa tebal lapisan nitrida yang terbentuk. Adapun yang tidak dinitridasi, sampel tersebut hanya di celupkan dilarutan etsa yang kemudian diamati penampang lintangnya menggunakan mikroskop optik. Gambar yang di

tampilkan oleh mikroskop optik dengan sampel yang telah di etsa yaitu dengan adanya batas butir terlihat gap antara lapisan nitrida (white layer) dan base metal-nya. Perbesaran yang digunakan pada pengamatan ini adalah 40 kali. Hasil yang terlihat pada pengujian ini adalah membandingkan dengan KS01 tanpa nitridasi dengan KS01 yang telah dinitridasi baik dengan gas dan padat terdapat lapisan nitrida (white layer) sesuai yang diharapkan, dengan ketebalan yang bervariasi. Hasil dari pengamatan

menggunakan mikroskop optik

dipresentasikan melalui Gambar 12 – 16.

Gambar 12. KS01N tanpa nitridasi (MO, 40X)

Gambar 12 diatas merupakan KS01 yang tanpa nitridasi. Dilihat penampang lintangnya dengan mikroskop optik dengan perbesaran 40 kali. Butiran-butiran hitam yang terlihat merupakan pengaruh dari hasil etsa.

Dari Gambar 13a dan 13b diatas, terlihat perbedaan tebal lapisan nitrida. Untuk KS01A tebalnya ≅5,5 μm, sedangkan untuk KS01B tebalnya ≅8,9

μm. Pengukuran ketebalan ini diambil di beberapa titik dari sampel tersebut.

Gambar 13a. KS01A, tebal lapisan ≅5,5 μm

(MO, 40X)

Gambar 13b. KS01B, tebal lapisan ≅8,9 μm


(14)

Gambar 14a dan 14b terlihat untuk sampel KS01C memiliki ketebalan ≅11,1

μm. Sedangkan pada KS01D didapati ketebalan ≅8,6 μm.

Dari Gambar 15a dan 15b diatas terlihat perbedaan ketebalan lapisan ≅2,1

μm.

Pada Gambar 16a dan 16b diatas terlihat perbedaan tebal lapisan yang tidak terlalu jauh. Tebal lapisan pada KS01G yaitu ≅7,5 μm. Sedangkan tebal lapisan pada KS01H adalah ≅7,9 μm.

Secara umum ketebalan lapisan nitrida yang terbentuk pada sampel KS01 dengan nitridasi gas maupun padat dan dengan suhu 485°C dan 525°C adalah berkisar antara 5,5 – 11,1 μm, secara umum memiliki ketebalan lapisan yang tidak jauh berbeda antara nitridasi gas dan padat.

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa nitridasi dengan keduanya (nitridasi gas dan padat) menghasilkan lapisan nitrida sesuai yang diharapkan yang dibandingkan dengan sampel yang tidak dinitridasi.

SEM

Karakterisasi sampel yang berikutnya yaitu SEM dimana peneliti menggunakan sampel yang sama dalam pengujian yang sebelumnya (uji mikroskop optik). Hasil dari pengujian ini menunjukkan adanya lapisan nitrida yang terbentuk dipermukaan sampel dan base metal yang terdapat tepat dibawah sampel. Pada pengamatan ini tidak semua sampel dilakukan pengujian SEM dikarenakan sudah diwakilkan dengan uji struktur mikro menggunakan mikroskop optik yang sudah dilakukan pada pengujian sebelumnya, hanya sampel dengan nitridasi gas (KS01A, KS01C, KS01E) dan nitridasi urea (KS01B dan KS01H) saja yang kami lakukan pembahasan untuk melihat lebih detail tebal lapisan nitrida yang terbentuk pada sampel. Dengan alasan ke-5 sampel tersebut sudah dapat menjelaskan terbentuknya lapisan nitrida yang diinginkan. Berikut Gambar hasil pengujian SEM.

Gambar 17 – 19 merupakan sampel yang dinitridasi gas.

Gambar 17. KS01A (SEM 1500X)

Gambar 18. KS01C (SEM 1500X) Gambar 14a.

KS01C, tebal lapisan ≅11,1 μm

(MO, 40X)

Gambar 14b. KS01D, tebal lapisan ≅8,6 μm

(MO, 40X)

Gambar 15a. KS01E, tebal lapisan ≅7,5 μm

(MO, 40X)

Gambar 15b. KS01F, tebal lapisan ≅9,6 μm

(MO, 40X)

Gambar 16a. KS01G, tebal lapisan ≅7,5 μm

(MO, 40X)

Gambar 16b. KS01H, tebal lapisan ≅7,9 μm

(MO, 40X) Base metal Base metal Lapisan nitrida Lapisan nitrida


(15)

Gambar 19. KS01E (SEM 1500X)

Dari Gambar 17 – 19 diatas diperoleh tebal lapisan nitrida untuk KS01A yaitu antara 4,4 - 6,7 μm, untuk KS01C ketebalannya antara 3,2 – 13,0 μm, sedangkan KS01E ketebalannya antara 7,2 – 9,4 μm.

Gambar 20 dan 21 merupakan sampel yang dinitridasi urea.

Gambar 20. KS01B (SEM 1500X)

Gambar 21. KS01H (SEM 1500X)

Dari Gambar 20 dan 21 di atas terlihat lapisan nitrida yang terbentuk dan base metal yang berada dibawah lapisan nitrida tersebut. Untuk sampel KS01B tebal lapisan yang terukur adalah 8,0 – 11,0μm, sedangkan untuk KS01H terukur tebalnya berkisar 4,9 – 8,1 μm. Pengukuran tersebut dilakukan secara manual dengan melihat skala 1 cm mewakili 10 μm pada gambar. Karakterisasi ini menggunakan SEM dengan perbesaran 1500 kali. Lapisan yang terbentuk tersebut yang biasa disebut

dengan istilah white layer. Dibawah ini merupakan Tabel dari pengamatan ketebalan lapisan nitrida menggunakan mikroskop optik dan SEM.

Tabel 3. Ketebalan lapisan nitrida pada KS01

Sampel

Ketebalan

MO (≅μm) SEM (μm)

KS01A 5,5 4,4 – 6.7

KS01B 8,9 8,0 – 11,0

KS01C 11,1 3,2 – 13,0

KS01D 8,6 -

KS01E 7,5 7,2 – 9,4

KS01F 9,6 -

KS01G 7,5 -

KS01H 7,9 4,9 – 8,1

Uji Korosi

Pengujian korosi dilakukan

menggunakan alat potensiostat. Sampel satu-persatu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan infus NaCl 0,9%. Proses yang dilakukan pada pengujian laju korosi ini adalah sampel KS01 yang telah dipreparasi dimasukkan ke dalam tempat sampel. Kemudian dimasukkan ke dalam labu uji yang berisi larutan NaCl 0,9%, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11 Halaman 9. Tabel 4 menunjukkan hasil laju korosi pada sampel KS01 yang tidak dinitridasi, nitridasi gas, dan nitridasi padat. Basemetal Base metal Base metal Lapisan nitrida Lapisan nitrida Lapisan nitrida


(16)

Tabel 4. Laju Korosi Sampel Nama Sampel Laju Korosi (mpy) Laju Korosi (μm per year)

KS01N 10,490 266,446

KS01A 0,100 2,540

KS01B 1,100 27,940

KS01C 0,569 14,462

KS01D 3,700 93,980

KS01E 0,399 10,137

KS01F 0,599 15,207

KS01G 0,462 11,722

KS01H 0,430 10,927

Pada Tabel 4 diatas terlihat perbandingan yang cukup signifikan antara sampel yang dinitridasi dengan sampel yang tidak dinitridasi. Sampel yang dinitridasi lebih tahan korosi bila dibandingkan dengan sampel yang tidak dinitridasi. Dari Tabel 4 tersebut dapat dilihat sampel yang tidak dinitridasi memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi yaitu 10,49 mpy sementara sampel yang lainnya yang dinitridasi memiliki nilai laju korosi berkisar antara 0,10 – 3,70 mpy. Hal ini dikarenakan pada umumnya ketahanan korosi baja akan meningkat setelah dinitridasi. Dapat disimpulkan bahwa KS01 dapat ditingkatkan ketahanan korosinya dengan cara nitridasi.

Pada penelitian ini proses nitridasi dengan gas memiliki ketahanan laju korosi yang lebih baik daripada nitridasi dengan urea. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah suhu rendah (485℃-525℃) sedangkan untuk nitridasi padat suhu optimal sekitar 840℃ -910℃.7

Karakterisasi XRD

Berikut adalah pola XRD dari urea murni (CO(NH2)2) dan KS01 as recivied

Gambar 22. Pola XRD urea murni

Gambar 23. Pola XRD KS01 as recivied

Urea mengandung unsur N yang nantinya akan berikatan dengan unsur logam yang terdapat pada KS01 yang kemudian membentuk senyawa nitrida (Fe2N, Cr2N). Senyawa nitrida inilah yang

nantinya akan melindungi baja dari korosi. Sedangkan Gambar 23 menunjukkan hasil XRD dari KS01 tanpa nitridasi, dari hasil pengolahan (Lampiran 3 dan 6) didapatkan unsur Cr dan Fe yang dominan. Hal ini membuktikan adanya unsur tersebut dalam logam KS01 (Tabel 1 Halaman 4) yang selanjutnya unsur tersebut akan mengikat dengan N pada saat nitridasi gas dan padat yang kemudian membentuk senyawa FexNy dan CrxNy atau yang disebut dengan

lapisan nitride layer.

Untuk KS01 yang telah dinitridasi terbentuk lapisan nitrida berupa FexNy dan

CrxNy. Gambar 24 dan 25 Halaman 14

adalah pola identifikasi hasil data XRD KS01 yang telah dinitridasi dengan gas NH3 dan urea selama 5 jam :


(17)

Gambar 24. Pola XRD KS01G

Gambar 25. Pola XRD KS01H

Pada Gambar 24 pada KS01G (nitridasi gas) terlihat adanya pembentukan Iron Nitride (Fe2N) dan Cr2N. Nitrida Fe dan Cr

tersebut yang berfungsi sebagai penahan laju korosi. Sampel yang tidak dilapisi nitrida tersebut lebih rentan terhadap korosi. Pada sampel juga terbentuk oksida Fe(Fe2O4) dan Fe2O3 dikarenakan sampel

dilakukan uji korosi terlebih dahulu (sebelum dilakukan uji XRD). Sedangkan Gambar 25 yaitu KS01H (nitridasi padat) memiliki kombinasi senyawa nitrida yang lebih banyak yaitu selain Fe2N dan Cr2N,

terdapat lapisan nitrida dengan rumus senyawa Fe4N. Sedangkan lapisan oksida

yang terbentuk dari hasil uji korosi sebagian besar adalah Fe(Fe2O4).


(18)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya, KS01 merupakan paduan baja memiliki paduan unsur seperti

stainless steel. Sampel KS01 dapat dinitridasi menggunakan gas NH3 dan

padat (urea).

Dari hasil pengamatan struktur mikro menggunakan SEM dan mikroskop optik terlihat bahwa nitridasi pada KS01 menghasilkan lapisan nitrida dengan ketebalan yang berbeda-beda (berkisar antara 5,356 – 11,070 μm).

Berdasarkan hasil karakterisasi XRD pada sampel KS01 murni terlihat adanya unsur Cr dan Fe yang dominan yang selanjutnya akan berikatan dengan N pada saat nitridasi. Sedangkan pada hasil karakterisasi XRD KS01 yang ternitridasi terbentuk senyawa nitrida Fe2N, Fe4N, dan

Cr2N baik yang dinitridasi gas dan padat.

Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan

bahwa KS01 yang dinitridasi

menghasilkan senyawa yang berikatan dengan unsur N. Sedangkan sampel yang teroksidasi akan terbentuk senyawa oksida akibat dari uji korosi yang dilakukan sebelumnya seperti Fe(Fe2O4) dan Fe2O3.

Sampel KS01 (KS01B dan KS01D) yang dinitridasi urea pada suhu 525℃ lebih tahan korosi dibandingkan dengan yang dinitridasi urea pada suhu 485℃. Hal ini terlihat dengan diperolehnya nilai laju korosi pada kedua sampel tersebut senial 1,1 mpy dan 3,7 mpy. Sedangkan hasil dari nitridasi gas memiliki nilai laju korosi yang lebih baik daripada nitridasi urea yaitu berkisar antara 0,1 – 0,5 mpy. Nitridasi urea memiliki kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan nitridasi gas dimana kelebihannya diantaranya lebih ramah lingkungan dan kemudahan dalam prosesnya, sedangkan kekurangannya tidak cocok dilakukan pada suhu rendah (485℃) seperti pada penelitian ini.

Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan nitridasi lebih dari 10 jam dengan variasi suhu yang berbeda tentunya, untuk membuktikan ketahanan korosi yang optimal pada KS01 yang dinitridasi selama 5 jam, dan disertai uji mekanik kekerasan, serta uji komposisi dengan SEM-EDS.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. (2007). Biomaterials In

Introduction.Ch. 1: Introduction. 2. Tjipto S. (2003). Aplikasi Plasma

dan Teknologi Sputtering Untuk Surface Treatmen; Workshop Sputtering untuk Rekayasa

Permukaan Bahan, P3TM

BATAN,Yogyakarta.

3. Anonim. (2003). Practical

Nitriding and Ferritic

Nitrocarburizing. ASM

INTERNATIONAL. Materials Park, Ohio, USA

4. http://steel.keytometals.com/defau lt.aspx?ID=CheckArticle&NM=1 17

5. Thomas H. Lotze.(2003). Gas Nitriding. Super Systems, Inc. USA. A4601 – Issue 1.

6. Darbellay, (2006). Gas Nitriding: An Industrial Perspective By, Jerome Seminar Department of

Materials Science and

Engineering. McMaster

University

7. Li, Xiang. Surf. Coat. Technol 204 (2010) 2268-2272.

8. Anonim.(1987). Corrosion Vol 13. ASM INTERNTIONAL. Ch 1, Fundamentals of Corrosion 9. Roberge, P. R. 2000. Handbook

of Corrosion Engineering. McGraw-Hill. New York.

10. Anonim. (2003). Krakatau Steel Datasheet, PT. Krakatau Steel Indonesia.

11. ASM International Properties and Selection.(1990).Irons, Steels, and


(19)

PENGARUH NITRIDASI TERHADAP LAJU KOROSI PADA

BAJA KS01

FACHMI HASAN BAKRAN

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(20)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya, KS01 merupakan paduan baja memiliki paduan unsur seperti

stainless steel. Sampel KS01 dapat dinitridasi menggunakan gas NH3 dan

padat (urea).

Dari hasil pengamatan struktur mikro menggunakan SEM dan mikroskop optik terlihat bahwa nitridasi pada KS01 menghasilkan lapisan nitrida dengan ketebalan yang berbeda-beda (berkisar antara 5,356 – 11,070 μm).

Berdasarkan hasil karakterisasi XRD pada sampel KS01 murni terlihat adanya unsur Cr dan Fe yang dominan yang selanjutnya akan berikatan dengan N pada saat nitridasi. Sedangkan pada hasil karakterisasi XRD KS01 yang ternitridasi terbentuk senyawa nitrida Fe2N, Fe4N, dan

Cr2N baik yang dinitridasi gas dan padat.

Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan

bahwa KS01 yang dinitridasi

menghasilkan senyawa yang berikatan dengan unsur N. Sedangkan sampel yang teroksidasi akan terbentuk senyawa oksida akibat dari uji korosi yang dilakukan sebelumnya seperti Fe(Fe2O4) dan Fe2O3.

Sampel KS01 (KS01B dan KS01D) yang dinitridasi urea pada suhu 525℃ lebih tahan korosi dibandingkan dengan yang dinitridasi urea pada suhu 485℃. Hal ini terlihat dengan diperolehnya nilai laju korosi pada kedua sampel tersebut senial 1,1 mpy dan 3,7 mpy. Sedangkan hasil dari nitridasi gas memiliki nilai laju korosi yang lebih baik daripada nitridasi urea yaitu berkisar antara 0,1 – 0,5 mpy. Nitridasi urea memiliki kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan nitridasi gas dimana kelebihannya diantaranya lebih ramah lingkungan dan kemudahan dalam prosesnya, sedangkan kekurangannya tidak cocok dilakukan pada suhu rendah (485℃) seperti pada penelitian ini.

Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan nitridasi lebih dari 10 jam dengan variasi suhu yang berbeda tentunya, untuk membuktikan ketahanan korosi yang optimal pada KS01 yang dinitridasi selama 5 jam, dan disertai uji mekanik kekerasan, serta uji komposisi dengan SEM-EDS.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. (2007). Biomaterials In

Introduction.Ch. 1: Introduction. 2. Tjipto S. (2003). Aplikasi Plasma

dan Teknologi Sputtering Untuk Surface Treatmen; Workshop Sputtering untuk Rekayasa

Permukaan Bahan, P3TM

BATAN,Yogyakarta.

3. Anonim. (2003). Practical

Nitriding and Ferritic

Nitrocarburizing. ASM

INTERNATIONAL. Materials Park, Ohio, USA

4. http://steel.keytometals.com/defau lt.aspx?ID=CheckArticle&NM=1 17

5. Thomas H. Lotze.(2003). Gas Nitriding. Super Systems, Inc. USA. A4601 – Issue 1.

6. Darbellay, (2006). Gas Nitriding: An Industrial Perspective By, Jerome Seminar Department of

Materials Science and

Engineering. McMaster

University

7. Li, Xiang. Surf. Coat. Technol 204 (2010) 2268-2272.

8. Anonim.(1987). Corrosion Vol 13. ASM INTERNTIONAL. Ch 1, Fundamentals of Corrosion 9. Roberge, P. R. 2000. Handbook

of Corrosion Engineering. McGraw-Hill. New York.

10. Anonim. (2003). Krakatau Steel Datasheet, PT. Krakatau Steel Indonesia.

11. ASM International Properties and Selection.(1990).Irons, Steels, and


(21)

High Performance Alloys. Metals Handbook Vol. 1, Ed ke-10. 12. Okamoto, H., dan Massalski, T.

B., (2003). Alloy Phase Diagrams, ASM Handbook, ASM International. vol. 3, hal. 33. 13. R. E. Smallman & A. H.W. Ngan.

(2007). Physical Metallurgy and Advanced Materials. 7th ed. Chennai : Charon Tec Ltd. 14. Smith W.F. (1993). Structure and

Properties of Engeneering Alloy. Ed ke-2. Mc.Graw Hill Inc. 15. Barbra L.G. SEM : A User’s

Manual for Materials

Science.(1985). American Society for Metals. Metals Park, Ohio. 16. Darminto, (2008). Pengantar

Kristalografi dan Difraksi Kristal. Laboratorium Difraksi Sinar-X, LPPM ITS. Surabaya.


(22)

PENGARUH NITRIDASI TERHADAP LAJU KOROSI PADA

BAJA KS01

FACHMI HASAN BAKRAN

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(23)

ABSTRAK

FACHMI HASAN BAKRAN.

Pengaruh Nitridasi terhadap Laju Korosi pada Baja

KS01

.

Dibimbing oleh MOCHAMAD NUR INDRO dan SULISTIOSO GIAT

SUKARYO.

Krakatau Steel 01 (KS01) merupakan paduan baja yang diproduksi di dalam negeri memiliki paduan unsur yang mirip seperti stainless steel. KS01 dapat ditingkatkan ketahanan korosinya dengan melakukan nitridasi gas dan padat. Dari hasil struktur mikro SEM (Scanning Electron Microscopy) dan mikroskop optik terlihat bahwa KS01 (nitridasi gas dan urea) terbentuk lapisan nitrida. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan. Hasil XRD menunjukkan adanya senyawa nitirida pada sampel yang dinitridasi diantaranya Fe2N,

Fe4N, dan Cr2N. Senyawa oksida yang terbentuk seperti Fe(Fe2O4) dan Fe2O3 akibat dari

uji korosi yang dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian KS01 yang dinitridasi gas (amoniak) juga memiliki beberapa kelebihan lainnya dibandingkan dengan nitridasi padat (urea), yaitu mendapatkan ketahanan korosi yang lebih baik pada perlakuan nitridasi suhu rendah (low temperature nitriding).


(24)

PENGARUH NITRIDASI TERHADAP LAJU KOROSI PADA

BAJA KS01

FACHMI HASAN BAKRAN

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(25)

PENGARUH NITRIDASI TERHADAP LAJU KOROSI

PADA BAJA KS01

FACHMI HASAN BAKRAN

(G74051162)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(26)

Menyetujui:

Pembimbing I,

(Drs. M. Nur Indro, M.Sc.) 19561015 198703 1 001

Pembimbing II,

(Sulistioso Giat, M.T.) 19570826 198801 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen Fisika,

(Dr. Ir. Irzaman, M.Si) NIP. 196307081995121001

Tanggal Lulus:

Judul : Pengaruh Nitridasi terhadap Laju Korosi pada Baja KS01 Nama : Fachmi Hasan Bakran


(27)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.

Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Bahan (P3IB) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Kawasan Puspiptek, Serpong. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Nitridasi terhadap Laju Korosi pada Baja KS01”. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2010 – Februari 2011 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari ketidaksempurnaan penulisan skripsi ini, karena itu diharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan, khususnya di lingkungan departemen fisika.

Bogor, Mei 2011


(28)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 5 Mei 1987, sebagai putra sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Hasan Bawazier dan Feriyal Umar Abdat.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK At-Taqwa dari tahun 1992-1993, kemudian meneruskan pendidikan di SDN Kebon Melati I Cirebon dari tahun 1993-1999, kemudian melanjutkan ke SLTP Islam Al-Azhar Cirebon dari tahun 1999-2002 dan melanjutkan pendidikan ke SMAN 3 Cirebon dari tahun 2002-2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI. Kemudian melalui seleksi mayor-minor, penulis diterima di Program Studi Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Penulis juga sempat aktif di Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) tahun 2006 – 2007 sebagai staf Departemen Infokom, Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) 2007-2008 sebagai ketua umum, dan BEM-FMIPA tahun 2008-2009 sebagai staf PSDM.


(29)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA... 1

Nitridasi ... 1

Nitridasi Gas (

gas nitriding

)

... 2

Nitridasi

Padat

... 2

Korosi ... 2

Potensiostat ... 3

Elektroda kerja

... 3

Elektroda acuan

... 3

Elektroda pembantu

... 3

Elektrometer

... 4

Logam KS01 ... 4

Difusi Atom ... 4

SEM... 5

XRD (

X-Ray Diffraction

) ... 5

BAHAN DAN METODE ... 6

Waktu dan Tempat Penelitian ... 6

Alat dan Bahan ... 6

Metoda Penelitian... 6

1.

Persiapan sampel

... 6

1a. Pemotongan ... 6

1b. Pengamplasan dan Pemolesan ... 7

1c. Pencucian sampel ... 7

2.

Proses Nitridasi

... 7

2a. Proses Nitridasi dengan Gas NH

3

... 7

2b. Proses Nitridasi Padat dengan Urea... 8

3.

Mounting dan Etsa

... 8

4.

Karakterisasi

... 9

4a. Uji Korosi ... 9

4b. Pengamatan Struktur Mikro... 9

4c. Karakterisasi XRD ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Hasil Tahap Persiapan ... 10

Hasil Nitridasi ... 10

Pengukuran Ketebalan ... 10

Mikroskop Optik... 10

SEM ... 11

Uji Korosi ... 12

Karakterisasi XRD ... 13

KESIMPULAN DAN SARAN ... 15


(30)

Kesimpulan ... 15

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Komposisi Unsur SS 316, SS 316 dan KS01 ... 4

2.

Sampel KS01 berdasarkan jenis nitridasi, kekasaran, dan temperatur

pemanasan ... 7

3.

Ketebalan lapisan nitrida pada KS01 ... 12

4.

Laju Korosi Sampel ... 13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Difusi nitrogen ... 2

2.

Sel korosi ... 3

3.

Posisi elektrode acuan, kapiler luggin, dan elektroda kerja sel ektrokimia .. 3

4.

Mekanisme difusi atom dalam material interstisi ... 4

5.

Difraksi sinar-x oleh bidang Kristal ... 6

6.

Ilustrasi ukuran sampel ... 7

7.

Ilustrasi sisi sampel yang diamplas dan dipoles ... 7

8.

Rangkaian peralatan nitridasi gas milik PTBIN-BATAN ... 7

9.

Ilustasi nitridasi urea ... 8

10.

Ilustrasi sampel setelah dimounting ... 8

11.

Rangkaian sel uji tiga electrode ... 9

12.

KS01 tanpa nitridasi ... 10

13.

a. KS01A, tebal lapisan 6,071

μ

m ... 10

b. KS01B, tebal lapisan 8,927

μ

m ... 10

14.

a. KS01C, tebal lapisan 11,7

μ

m ... 11

b. KS01D, tebal lapisan 6,785

μ

m ... 11

15.

a. KS01E, tebal lapisan 7,533

μ

m ... 11

b. KS01F, tebal lapisan 9,285

9,999

μ

m ... 11

16.

a. KS01G, tebal lapisan 7,864

μ

m ... 11

b. KS01H, tebal lapisan 7,856

μ

m ... 11

17.

KS01A ... 11

18.

KS01C ... 11

19.

KS01E ... 12

20.

KS01B ... 12

21.

KS01H ... 12

22.

Pola XRD urea murni ... 13

23.

Pola XRD KS01

as recivied ...

13

24.

Pola XRD KS01G ... 14

25.

Pola XRD KS01H ... 14


(31)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

Diagram Alir Penelitian ... 18

2.

Pola Hasil XRD KS01 ... 19

3.

Data JCPDS XRD ... 21

4.

Diagram Fasa Paduan Logam Besi ... 25

5.

Alat Karakterisasi ... 26

6.

Pengolahan Data XRD... ... ...28


(32)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biomaterial didefinisikan sebagai suatu bahan material yang dapat digunakan untuk mengganti bagian atau fungsi tubuh yang aman, dapat diandalkan, ekonomis, dan diterima secara fisiologis. Biomaterial diklasifikasikan menjadi biomaterial sintetik (logam, keramik, polimer) dan biomaterial alami yang dihasilkan dari tanaman, hewan, atau manusia. Material biomedis dapat digunakan sebagai pengganti material dalam suatu sistem kehidupan yang dapat di implan di dalam tubuh.1

Metal atau logam merupakan salah satu biomaterial sintetik yang memiliki kelebihan diantaranya, kuat, keras, dan elastik. Namun adapun kekurangnnya yaitu, dapat terkorosi, padat, pejal, dan sulit untuk dibentuk. Contoh yang sudah ada saat ini adalah, gigi pengganti, pengganti persendian, penyambung tulang, dsb. Hal yang harus diperhatikan bahwa logam tidak tahan korosi sehingga dapat berakibat buruk pada tubuh manusia.1

Dapat dilakukan surface treatment

untuk meningkatkan kualitas pada permukaan logam sesuai dengan keinginan. Pada dasarnya perlakuan permukaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dengan menambah unsur sehingga mengubah komposisi kimianya (nitridasi, karburasi, dan karbonitridasi), sedangkan yang kedua dengan cara mengubah fasa atau struktur kristalnya melalui pemanasan pada temperatur tertentu yang kemudian diikuti dengan pendinginan cepat ataupun lambat, tergantung fasa atau struktur bagaimana yang diinginkan.2

Nitridasi merupakan perlakuan permukaan dengan melibatkan difusi nitrogen pada suatu logam pada temperatur dan jangka waktu tertentu. Proses nitridasi meliputi nitridasi gas, nitridasi liquid, dan nitridasi plasma yang dapat dilakukan kepada material target diantaranya paduan baja, stainless steel, atau material lain yang mengandung unsur padual alumunium,

krom, dan tungsten. Sedangkan karburasi dan karbonitridasi lebih cocok dilakukan pada baja karbon untuk meningkatkan kekerasannya.3

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah KS01 (Krakatau Steel 01). Sampel tersebut diproduksi di dalam negeri, mudah didapat dan dapat ditingkatkan ketahanan korosinya dengan cara nitridasi.

Nitridasi dalam bidang biomaterial memiliki keuntungan diantaranya meningkatkan ketahanan korosi, menahan terlepasnya partikel-partikel unsur yang terdapat dalam bahan, dan meningkatkan kekerasan bahan.4 Namun ada syarat penting yang harus dipenuhi yaitu sampel harus tahan korosi terhadap cairan tubuh manusia. Dalam pengujian ini kami menggunakan pengganti cairan tersebut dengan cairan tubuh buatan yaitu

simulation body fluid (SBF).

Tujuan

Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. melakukan nitridasi pada permukaan KS01 menggunakan amoniak dan urea.

b. Mengetahui ketebalan lapisan nitrida, fasa dan ketahanan korosi dari KS01 yang telah dinitridasi.

TINJAUAN

PUSTAKA

Nitridasi

Proses nitridasi pertama kali dikembangkan pada awal 1900-an dan hingga saat ini memainkan peran penting dalam banyak aplikasi industri seperti pada komponen pesawat terbang, otomotif, mesin tekstil, dan lain sebagainya. Proses nitridasi adalah perlakuan pengerasan permukaan atau proses termokimia feritik dengan melibatkan difusi nitrogen ke dalam fasa ferit suatu logam pada temperatur tertentu dan berlangsung dalam jangka waktu tertentu tergantung dari ketebalan lapisan atau aplikasi dari material yang diinginkan.3


(33)

Nitridasi tidak memerlukan perubahan fasa, tidak mengubah konfigurasi struktur bahan, tidak ada perubahan bentuk molekul, dan hanya sedikit perubahan dimensi, dan penambahan sedikit unsur (N) yang disebabkan difusi nitrogen pada permukaan bahan. Terdapat tiga jenis proses nitridasi yakni meliputi : Gas, Plasma, dan Padat.4

Nitridasi Gas (gas nitriding)

Nitridasi gas umumnya menggunakan gas amoniak. Amoniak terdisosiasi membentuk gas nitrogen dan hidrogen, pada akhirnya nitrogen akan berdifusi pada permukaan baja.4

Dalam proses nitridasi gas suhu yang digunakan adalah kisaran 485℃ - 525℃. Prosesnya adalah ketika gas amonia dialirkan ke dalam furnace maka amonia akan terurai karena dipanaskan. Berikut adalah skema dari proses nitridasi gas amonia.5

Proses difusi N kedalam permukaan logam dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Difusi nitrogen.6

Dari Gambar 1 diatas, NH3 yang

dipanaskan akan terurai menjadi N dan H. atom H akan menguap di udara, sedangkan sebagian N akan menguap di udara dan sebagian lainnya akan berdifusi kedalam logam.

Nitridasi Padat

Metode nitridasi padat merupakan cara untuk membuat lapisan secara difusi yang dibentuk dengan mendeposisikan sebuah lapisan nitrogen pada permukaan logam dan kemudian memanaskan komponen tersebut di dalam furnace selama selang waktu tertentu. Pelapisan ini menggunakan unsur nitrogen yang terdapat dalam serbuk urea (CO(NH2)2) yang dipanaskan bersama

dengan sampel di dalam furnace. Proses ini memakai temperatur dengan range 840℃ hingga 910℃.7 Dibawah ini merupakan skema dari nitridasi padat(urea).

CO(NH )

2 2

CO

2+

N

2+

2H

2 (Heat)

Urea yang dipanaskan akan melepaskan molekul menjadi CO2, N2, dan H. Reaksi

selanjutnya adalah sama seperti proses difusi N2 kedalam logam pada pembakaran

gas NH3 (Gambar 1), dan molekul lainnya

akan menguap di udara.

Korosi

Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi kimia atau elektrokimia. Korosi dapat terjadi ketika logam kontak dengan air dan kemudian membentuk suatu sel korosi. Sel korosi memiliki empat komponen, fase yang berair (air) yang bertindak sebagai elektrolit (melalui ion yang bermigrasi), anoda pada permukaan logam (di mana logam teroksidasi dan masuk ke dalam larutan sebagai ion logam), katoda (di mana kelebihan elektron dikonsumsi), dan jalur logam yang menghubungkan katoda ke anoda. Sel korosi dapat digambarkan sebagai berikut:7


(34)

Gambar 2. Sel korosi.8

Reaksi anoda : Fe → Fe2+ + 2e- Reaksi Katoda :

O2 + 4 H+ + 4e-→ 2H2O

(Reduki oksigen dalam larutan asam) 1/2 O2 + H2O + 2e-→ 2 OH-

(Reduksi Oksigen dalam larutan netral) 2 H+ + 2e-→ H2

(pembentukan Hidrogen dari larutan asam) 2 H2O + 2e-→ H2 + 2 OH-

(pembentukan hidrogen dari air netral)

Potensiostat

Kerja elektrokimia umumnya diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan potensiostat. Potensiostat merupakan alat elektronik yang mengatur perbedaan potensial antara elektrode kerja dan elektrode acuan. Kedua elektrode terdapat dalam sel elektrokimia.9

Alat potensiostat ini mengatur dengan memasukkan arus ke dalam sel melalui elektrode pembantu. Hampir dalam semua penerapannya, potensiostat mengukur aliran arus antara elektrode kerja dan elektrode pembantu. Variabel yang diatur dalam potensiostat adalah potensial sel dan variabel yang diukur adalah arus sel. Potensiostat hanya dapat bekerja untuk sel elektrokimia yang terdiri dari tiga elektrode.9

Elektrode kerja

Reaksi elektrokimia yang terjadi pada elektrode kerja dapat dipelajari. Dalam pengujian korosi elektrode kerja adalah sampel dari logam yang terkorosi. Secara umum, elektrode kerja bukan merupakan struktur logam yang sebenarnya yang dipelajari tetapi, merupakan sampel kecil yang digunakan untuk mewakili

strukturnya. Hal ini dapat dianalogkan terhadap pengujian dengan menggunakan pengukuran kehilangan berat sampel. Elektrode kerja dapat berupa logam yang terbuka atau dilapis.9

Elektrode acuan

Elektrode acuan digunakan dalam mengukur potensial elektrode kerja. Elektrode acuan seharusnya memiliki potensial elektrokimia yang konstan selama tidak ada aliran arus yang

melewatinya. Elektrode acuan

laboratorium yang paling biasa digunakan adalah elektrode kalomel jenuh (SCE) dan elektrode perak/perak klorida (Ag/AgCl).

Pipa kapiler luggin memungkinkan untuk mendeteksi potensial larutan yang dekat dengan elektrode kerja tanpa mempengaruhi kejadian yang berlangsung ketika elektrode acuan yang besar ditempatkan dekat dengan elektrode kerja.9

Gambar 3. Posisi elektrode acuan dan elektroda kerja pada kapiler luggin sel

ektrokimia.9

Salah satu elektrode standar yang biasa digunakan sebagai elektrode acuan adalah elektrode kalomel. Potensial elektrode ini ditentukan secara teliti terhadap elektrode hidrogen.9

Elektrode pembantu

Elektrode pembantu merupakan konduktor yang melengkapi rangkaian sel. Elektrode pembantu dalam sel laboratorium secara umum adalah konduktor inert seperti platina atau grafit. Dalam bidang penelitian umumnya digunakan material elektrode kerja


(35)

lainnya. Arus yang mengalir di dalam larutan melalui elektrode kerja meninggalkan larutan melalui elektrode pembantu.9

Elektrometer

Rangkaian elektrometer mengukur perbedaan tegangan antara elektrode acuan dan elektrode kerja. Keluarannya memiliki dua fungsi utama, yaitu sinyal arus balik dalam rangkaian potensiostat dan sinyal yang diukur saat tegangan sel diperlukan. Elektrometer ideal memiliki arus input nol dan impedansi input tidak terbatas. Aliran arus melewati elektrode acuan dapat merubah potensialnya. Dalam prakteknya, semua elektrometer terbaru memiliki arus masukan mendekati nol yang biasanya diabaikan. Dua karakteristik penting elektrometer adalah lebar pita dan kapasitansi masukannya.9

Logam KS01

Krakatau Steel 01 (KS01) merupakan

stainless steel lokal yang diperoleh dari PT. Krakatau Steel. Tabel 1 menunjukkan komposisi unsur pada KS01.

Tabel 1. Komposisi Unsur SS 316, SS 316 dan KS01.10

Unsur SS 316L (%)

SS 316

(%) KS01(%)

Cr 18 16 1,2

Ni 14 10 0,24

Mn 2 2 1,82

Si 1 1 0,3

P 0,045 0,045 0,06

S 0,03 0,03 16

C 0,03 0,08 0,1

Mo 2 3 0,03

Al 0,027

Cu 0,049

Ti 0,118

V 0,006

Fe Balance Balance Balance

Stainless steel adalah paduan yang mengandung krom paling sedikit sekitar 10,5% Cr. Stainless steels dapat memberikan ketahanan korosi yang luar biasa. Stainless steel sendiri dikategorikan dalam 5 kelas yang berbeda berdasarkan struktur kristal dan kekerasan bahannya. Setiap kelas menunjukkan karakteristik tersendiri dalam bentuk sifat mekanis dan ketahanan korosi. Dalam setiap kelas, terdapat range tingkatan yang memiliki variasi dalam komposisi, ketahanan korosi, dan harga.11

Stainless steel rentan terhadap beberapa bentuk serangan korosi terlokalisasi. Pencegahan korosi terlokalisasi tersebut merupakan alasan dalam pemilihan

stainless steel. Lagipula, timbulnya korosi dari stainless steel dapat dipengaruhi oleh desain, pembuatan, kondisi permukaan, dan ketahanan.11

Difusi

Atom

Atom pada suatu material akan dalam keadaan diam dan stabil tidak bergerak apabila berada pada temperatur 0 °K (-273

°C). Pada keadaan ini atom akan berada dalam keadaan energi yang terendah. Apabila temperatur material tersebut dinaikkan maka energi kinetik

atom-atomnya akan meningkat dan

menyebabkan atom-atom tersebut akan bergerak atau bergeser sehingga menimbulkan jarak atom yang lebih besar dan memungkinkan atom yang mempunyai energi lebih tinggi melompat ke posisi baru. Proses pergerakan atom semacam ini dapat menyebabkan difusi. Gambar 4 berikut memperlihatkan mekanisme difusi atom dalam suatu material.12

Gambar 4. Mekanisme difusi interstisi


(36)

Mekanisme difusi atom melalui kisi berlangsung dengan berbagai cara. Difusi interstisi menggambarkan situasi pergerakan atom yang tidak terletak pada kisi kristal, tetapi menempati posisi interstisi (Gambar 4). Proses ini terjadi pada paduan interstisi dengan atom migrasi yang sangat kecil (seperti karbon, nitrogen, atau hidrogen dalam besi). Pada kasus ini, proses difusi atom dari posisi interstisi ke interstisi berikutnya dalam kisi sempurna tidak dikendalikan oleh cacat.13

Kemampuan difusi untuk masing-masing atom berubah dengan naiknya temperatur karena adanya penambahan energi atom untuk bergetar dan memutuskan ikatan atomnya, sehingga sejumlah kecil atom akan berpindah dalam kisi. Energi yang diperlukan untuk pindahnya sebuah atom dikenal dengan istilah energi aktivasi. Parameter difusi yang utama meliputi temperatur dan waktu. Parameter tersebut akan mempengaruhi persentase, kedalaman maupun profil distribusi konsentrasi atom-atom gas reaktif di dalam material target. Kedalaman difusi atom-atom pada material dapat ditentukan dengan Persamaan 1.14

(1)

D adalah koefisien difusi sebagai fungsi temperatur yang nilainya dapat dihitung melalui Persamaan 2.14

D = Do exp (-Q/RT) (2)

dengan:

x : kedalaman atom-atom yang berdifusi (m),

D : koefisien difusi (m2/s),

Do : koefisien difusi mula-mula (m2/s), Untuk N dalam Fe (6,6 x 10-7m2/s) t : waktu proses perlakuan (s),

Q : energi aktivasi untuk difusi (kal/mol),

Untuk N dalam Fe (76 kJ/mol) R : konstanta gas (8,314 J/mol.K), T : temperatur (K).

SEM (

Scanning Electron Microscope)

SEM (Scanning Electron Microscope)

memiliki keunikan dalam kemampuan menganalisa suatu permukaan. SEM menggunakan electron untuk pembentukan gambar, elektron memiliki panjang

gelombang yang lebih pendek

dibandingkan cahaya foton, dimana panjang gelombang yang lebih pendek dapat memberikan informasi gambar yang beresolusi tinggi.15

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Mikroskop jenis ini dapat memperbesar gambar permukaan objek antara 200.000 - 250.000 kali. Gambar topogorafi diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh sampel. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas elektron “menyapu” permukaan sampel, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis demi garis, mirip seperti gerakan mata yang membaca. Sinyal elektron sekunder dihasilkan dari titik pada permukaan, yang selanjutnya ditangkap oleh SE(Secondary electron) detektor dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (Cathode Ray Tube)/monitor TV.15

XRD (

X-Ray Diffraction

)

Eksperimen difraksi sinar-X yang pertama dilakukan oleh Herren Friedrich dan Knipping menggunakan kristal tembaga sulfat dan berhasil memberikan hasil pola difraksi pertama yang kemudian menjadi induk perkembangan difraksi sinar-X selanjutnya.16

Pola difraksi sinar-X tertentu dapat digunakan dalam analisis kualitatif

(identifikasi fasa) dan kuantitatif material. Pada waktu suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitassinar datang.


(37)

Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi.

Hukum Bragg merupakan rumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Berkas sinar-X monokromatik yang datang pada permukaan kristal akan dipantulkan, dan pantulan terjadi hanya jika sudut datangnya mempunyai sudut tertentu. Berikut dibawah ini ditampilkan skema sinar datang dan sinar pantul sinar-x oleh bidang kristal.16

Gambar 5. Difraksi sinar-x oleh bidang kristal.16

Berkas sinar pantul akan saling berinterferensi pada detektor dan terjadi interferensi konstruktif hanya jika perbedaan lintasan antara sinar 1 dan sinar 2 sama dengan kelipatan bulat dari panjang gelombangnya:16

2d sin θ = nλ (3) dengan:

d : jarak bidang kristal,

θ : sudut difraksi,

n : orde difraksi (n =1,2,3,...),

λ : panjang gelombang sinar-X (λ ≅ 0,1 nm)

Persamaan ini disebut sebagai Hukum Bragg. Pantulan Bragg hanya terjadi untuk gelombang dengan λ ≤ 2d, dan itulah sebabnya cahaya tampak tidak dapat

digunakan dalam hal ini. Sudut θ yang ditentukan berdasarkan Persamaan 3, untuk jarak antar bidang d dan λ tertentu merupakan sudut unik terjadinya pantulan. Pada sudut yang lain, berkas sinar pantul akan saling berinterferensi destruktif satu sama lain, sehingga pantulan efektifnya nol. Data yang diperoleh dari pengukuran difraksi adalah sudut difraksi 2 dan intensitasnya I(2 ) pada sudut pantul yang sesuai. Pantulan n = 1,2,3...berturut-turut disebut pantulan orde pertama, orde kedua, orde ketiga,...dan seterusnya. Semakin tinggi orde pantulan semakin rendah intensitas pantulnya. Istilah difraksi lebih banyak dipakai dalam hal ini dari pada pantulan, sehingga sebutan lazimnya ”difraksi sinar-X”.16

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di BATAN, Puspiptek, Serpong.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah Mesin Grinding, Furnace, Ultrasonik, XRD, SEM,

Mikroskop Optik, Potentiostat.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah logam KS01 dengan ukuran grit akhir 220 dan 2000, Gas NH3

konsentrasi 95%, Urea Murni (CO(NH2)2)

konsentrasi 99%, larutan etsa.

Metoda Penelitian

1. Persiapan sampel

1a. Pemotongan

Tahap awal persiapan adalah pemotongan sampel yang dibuat berbentuk silinder pipih dengan ketebalan 0,5 mm dan berdiameter 1,4 cm dengan total sampel berjumlah 18 buah. Berikut dibawah ini ditampilkan ilustrasi ukuran dari sampel.


(38)

Gambar 6. Ilustrasi ukuran sampel

1b. Pengamplasan dan Pemolesan Setelah dipotong sampel diamplas dengan membagi dua jenis ukuran grit, yakni 9 buah dengan ukuran 220 grit (68

μm) dan 9 buah sisanya dengan ukuran 2000 grit (10,3 μm). Tahap pertama pengamplasan dan dilanjutkan tahap kedua pemolesan. Keduanya menggunakan alat yang dinamakan mesin grinding dan dialiri air agar tidak terjadi gesekan yang menyebabkan panas antara sampel dengan amplas. Tahap pertama pengamplasan dengan urutan amplas yang kasar terlebih dahulu. Yakni untuk mendapatkan sampel dengan ukuran 220 grit dimulai dengan amplas 100 grit kemudian 220 grit, sedangkan untuk mendapatkan sampel dengan ukuran 2000 grit, secara berurutan dimulai dengan amplas berukuran 100, 220, 400, 800, 1000, 1500 grit, dan tahap kedua yaitu pemolesan dengan kain bludru yang diolesi pasta gigi untuk menghasilkan permukaan yang merata. Pengamplasan dan pemolesan ini dilakukan pada seluruh sisi sampel seperti yang diilustrasikan pada Gambar dibawah ini.

Gambar 7. Ilustrasi sisi sampel yang diamplas dan dipoles

1c. Pencucian sampel

Sampel yang sudah di amplas dan poles, meninggalkan bekas baik berupa butiran-butiran halus atau serbuk, kotoran berupa lemak atau serat tissue yang nantinya akan mengganggu dalam proses nitridasi. Oleh karena itu sebelum

dinitridasi sampel di cuci menggunakan alat ultrasonik dalam larutan aqua bides selama kurang lebih 15 menit tiap sampelnya kemudian disimpan dalam plastik klip yang kemudian siap untuk dinitridasi.

2. Proses Nitridasi

Proses nitridasi dilakukan untuk mendapatkan sampel ternitiridasi gas dan urea seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Sampel KS01 berdasarkan jenis nitridasi, ukuran grit, dan temperatur

pemanasan.

2a. Proses Nitridasi dengan Gas NH3

Proses nitridasi dengan cara mengalirkan gas NH3 pada sampel tidak

diperlukan quencing (pendinginan secara cepat), sehingga nitridasi menghasilkan distorsi minimum dan pengontrolan dimensi yang baik.3

Pertama yang dilakukan adalah merangkai alat nitridasi gas seperti pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Rangkaian peralatan nitridasi gas milik PTBIN-BATAN

Sampel diletakkan pada wadah yang berbentuk seperti perahu yang dilapisi serat kain. Selanjutnya memasukkan 4


(39)

sampel pertama dengan ukuran 2000 grit sebanyak 2 buah dan 220 grit sebanyak 2 buah dengan suhu 485℃, dan yang selanjutnya 4 sampel ke-2 dengan jenis yang sama dengan suhu 525°C secara bergantian. Setelah sampel dan furnace

sudah siap selanjutnya mengalirkan gas amoniak kedalam furnace dengan mengatur aliran gas dari tabung dengan flowmeter dan juga besarnya suhu yang digunakan. Proses nitridasi tersebut masing-masing berlangsung selama 5 jam. Setelah proses nitridasi selesai sampel didinginkan pada udara terbuka kemudian dibungkus dengan kertas tisu dan disimpan dalam plastik klip untuk menghindari kontak dengan kotoran, lemak, ataupun udara luar.

2b. Proses Nitridasi Padat dengan Urea (CO(NH2)2)

Nitridasi padat menggunakan urea murni dengan rumus senyawa CO(NH2)2

yang berbentuk butiran serbuk. Pertama yang dilakukan adalah memanaskan tungku dengan suhu sesuai dengan yang dibutuhkan (yakni 485°C dan 525°C). Sambil menunggu panasnya tungku mempersiapkan urea murni yang sudah ditimbang seberat 17 gr yang disimpan dalam wadah gelas yang terbuat dari tanah merah, dan sampel yang sudah disiapkan disimpan didalamnya yang kemudian dimasukkan kedalam tungku yang sudah panas. Nitridasi ini dilakukan sebanyak dua kali dengan sampel yang jenisnya sama dan dengan variasi suhu 485°C dan 525°C selama 5 jam. Setelah selesai sama seperti nitridasi gas sampel didinginkan kemudian dibungkus rapi dan siap untuk dilakukan pengujian-pengujian. Berikut adalah ilustrasi Gambar proses nitridasi urea.

Gambar 9. Ilustrasi nitridasi urea

3. Mounting dan Etsa

Tahap ini merupakan tahap akhir dari persiapan sampel, hanya saja proses pengerjaannya dilakukan setelah sampel dinitridasi. Tujuannya adalah agar sampel dapat dengan mudah dilihat penampang lintangnya pada saat akan uji struktur mikro baik menggunakan mikroskop optik maupun SEM.

Setelah sampel di mounting kemudian di etsa dengan menggunakan larutan nital 3%, yaitu dengan mencelupkan penampang yang akan dilihat atau uji struktur mikro dengan hati-hati, sampel dicelupkan beberapa saat saja lalu langsung dibilas dengan air hal ini dilakukan untuk menghindari over etsa. Jika terjadi over etsa sampel diamplas ulang karena sampel yang over etsa akan terlihat terkorosi sehingga batas butir yang ingin ditampilkan tidak begitu jelas terlihat. Adapun under etsa yakni batas butir yang diinginkan masih tidak terlihat. Jika hal ini terjadi cukup melakukan etsa ulang hingga terlihat batas butir yang diinginkan. Berikut adalah ilustrasi sampel yang telah dimounting.

Gambar 10. Ilustrasi sampel setelah dimounting


(1)

Lanjutan Lampiran 3 Data JCPDS XRD

Fe2O3


(2)

Lanjutan Lampiran 3 Data JCPDS XRD

Cr2N


(3)

Lampiran 4 Diagram Fasa Paduan Logam Besi


(4)

Lampiran 5 Alat Karakterisasi

(Difoto menggunakan kamera ponsel nokia 6303i, resolusi : 3,2 MP)

Polish grinder Furnace (pada nitridasi urea)

Furnace (pada nitridasi gas) Tabung Gas NH3


(5)

Lanjutan Lampiran 5 Alat Karakterisasi

SEM(Scanning Microscopy Electron) Mikroskop Optik


(6)