PENGARUH TANIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA

PENGARUH TANIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA
DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM
(STUDI: WAKTU PERENDAMAN DAN KONSENTRASI
EKSTRAK)

Desy Saputri*, Raka Fajar Nugroho*, Farida Ali
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak
Tanin adalah senyawa organik non toksik yang tergolong polifenol yang bisa diperoleh dari
ekstrak tumbuh-tumbuhan seperti gambir, kacang-kacangan, teh, anggur dan lain-lain. Tanin dapat
berfungsi sebagai zat anti korosi yang dapat menggantikan fungsi kromat dan timbale merah dalam zat
dasar. Untuk itulah penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mengetahui pengaruh zat tanin terhadap laju
korosi pada baja yang direndam dalam larutan garam dan asam. Zat tanin pada penelitian ini didapatkan
dengan mengekstraksi daun jambu biji. Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang digunakan
untuk mengeluarkan satu atau beberapa komponen dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut.
Variabel yang diteliti adalah waktu perendaman, media pengkorosi dan konsentrasi ekstrak. Parameter
yang diteliti adalah laju korosi baja dan persen proteksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen
proteksi paling baik menggunakan larutan asam dengan konsentrasi inhibitor 1000ppm yang direndam
selama 4 hari dengan persen proteksi sebesar 56,29%.

Kata kunci: Tanin, laju korosi, %proteksi, variabel

Abstract
Tannins are non- toxic organic compound belonging to the polyphenols which can be obtained
from plant extracts such as gambier, beans, tea, grapes and others. Tannins can function as an anticorrosion agent that can replace the function of the trade- chromate and red lead in the basic substance.
For this reason the study undertaken to determine the effect of tannin substances on the rate of corrosion
of steel immersed in a solution of salt and acid. Substance tannins in this study is obtained by extracting
guava leaves. Extraction is a separation method that is used to remove one or several components of a
solid or liquid with a solvent. Variables studied were soaking time, the corrosion media and extract
concentration. The parameters studied were the rate of corrosion of steel and the percent protection.
Results showed that the percent best protection using an acid solution with a concentration of 1000ppm
inhibitors were soaked for 4 days with percent protection 56.29 %.
Keywords: Tannin, rate of corrosion, % protection, variable

1.

PENDAHULUAN
Korosi merupakan masalah yang
sangat penting yang ada di dunia. Karena korosi
adalah sesuatu peristiwa yang pasti akan terjadi,

dan tidak dapat dihindari, tetapi bisa di tunda

proses terjadinya, sebab hampir semua logam
dan baja yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari mulai dari struktur jembatan, rangka
mobil, peralatan rumah tangga, alat-alat

1

kesehatan, peralatan di lingkungan pabrik
petrokimia dan kapal-kapal laut mengalami
serangan korosi. Pada umumnya serangan
korosi berbeda-beda dan dalam kasus-kasus
tertentu sangat membahayakan bagi kehidupan
manusia.
Air laut merupakan media yang korosif.
Penyebab korosi yang terjadi di air laut antara
lain adalah kandungan klorida (Cl-) yang cukup
tinggi dan mikrobakteri yang hidup di laut.
Namun, mengingat ketersediaan air yang sangat

besar serta kemudahan dalam pemakaian dan
pengambilannya, banyak industri-industri yang
menggunakannya sebagai penyokong kinerja
produksi. Beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk memperlambat laju korosi antara lain
dengan cara pelapisan permukaan logam,
proteksi katodik, penambahan zat tertentu yang
berfungsi sebagai inhibitor reaksi korosi.
Penggunaan inhibitor korosi merupakan cara
yang paling efektif dalam mencegah korosi
karena cara ini relatif murah dan prosesnya
sederhana. Inhibitor korosi merupakan suatu zat
yang ditambahkan dalam jumlah sedikit ke
dalam lingkungan sehingga menurunkan laju
korosi terhadap logam. Umumnya inhibitor
korosi berasal dari senyawa-senyawa organik
dan anorganik yang mengandung gugus-gugus
yang memiliki pasangan elektron bebas, seperti
nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin,
imidazolin, dan senyawa-senyawa amina.

Namun demikian, pada kenyataannya bahwa
bahan kimia sintesis ini merupakan bahan kimia
yang berbahaya, harganya lumayan mahal, dan
tidak ramah lingkungan, maka sering industriindustri
kecil
dan
menengah
jarang
menggunakan inhibitor pada sistem pendingin,
sistem pemipaan, dan sistem pengolahan air
produksi mereka, untuk melindungi besi/baja
dari serangan korosi. Untuk itu penggunaan
inhibitor yang aman, mudah didapatkan, bersifat
biodegradable, biaya murah, dan ramah
lingkungan sangatlah diperlukan. Beberapa
ekstrak tanaman mengandung sejumlah
senyawa organik seperti tannins, alkaloids,
saponins, asam amino pigment, dan protein
yang memiliki kemampuan mengurangi laju
korosi (Martinez dan Stern, 2001; Martinez,

2002; Kosar et al., 2005; Oguzie et al, 2006).
Tannin dapat diperoleh dari hampir semua jenis

tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan
tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan
kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Salah
satu tanaman yang mengandung tannin adalah
daun jambu biji (Psidium guajava, Linn.).
(www.iptek.net). Adanya kandungan tannin di
dalam daun jambu biji ini menjadikan tanaman
ini kemungkinan dapat dipakai untuk
menghambat laju reaksi korosi dari baja. Selain
itu harganya jauh lebih murah dibandingkan
dengan inhibitor sintetik seperti tanin murni.
Oleh karena itu, pada penelitian ini telah
dilakukan uji terhadap pengaruh dan efektifitas
dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava,
Linn.) yang mengandung senyawa tannin
sebagai inhibitor korosi baja SS 304. Medium
korosif yang digunakan adalah larutan NaCl 3%

dan larutan HCl 3%.
Korosi
Korosi adalah penurunan mutu logam
akibat
reaksi
elektrokimia
dengan
lingkungannya (Priest,D., 1992) atau secara
awam lebih dikenal dengan istilah pengkaratan
merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan
logam di berbagai macam kondisi lingkungan.
Namun, jika dilihat dari sudut pandang ilmu
kimia, korosi merupakan reaksi logam menjadi
ion pada permukaan logam yang kontak
langsung dengan lingkungan berair dan oksigen.
Contoh yang paling umum, yaitu kerusakan
logam besi dengan terbentuknya karat oksida.
Korosi berasal dari bahasa latin “Corrodere”
yang artinya perusakan material atau berkarat.
Korosi dapat didefinisikan sebagai proses

degradasi/deterionisasi/perusakan material yang
disebabkan
oleh
pengaruh
lingkungan
sekelilingnya.
Yang
dimaksud
dengan
lingkungan sekelilingnya dapat berupa udara,
air tawar,air laut, larutan dan tanah yang bersifat
elektrolit.
Semua material akan mengalami
korosi, khususnya logam besi yang bebas dari
kotoran di dalam materialnya yang disebut
impurities, yang berupa oksida dari logam besi
tersebut akibat bereaksi degan zat asam diudara,
perbedaan struktur molekuler dari logam itu
sendiri, serta perbedaan tegangan didalam
bagian-bagian logam besi tersebut. Secara alami

hal-hal tersebut menimbulkan perbedaan

2

potensial antara bagian-bagian, perbedaan
potensial ini menyebabkan sebagian dari logam
bersifat katodik, yakni kotoran, oksida dan
struktur molekuler yang katodik serta bagian
anodik, yakni bagian logam besi yang murni.
Elektrolit adalah larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik akibat adanya ionion yang terurai di dalam larutan. Dalam
peristiwa korosi terdapat anoda, katoda,
elektrolit dan konduktor, yang pada dasarnya
sama dengan sel elektrokimia. Proses korosi
adalah proses oksidasi, pada logam yang
terkorosi akan terjadi proses pelepasan elektron.
Salah satu contoh penggambaran
proses korosi seperti definisi diatas adalah
pencelupan logam ke dalam air. Logam jika
berada dalam lingkungan aqueous akan menjadi

tidak stabil dan secara spontan akan teroksidasi,
reaksi yang terjadi disebut reaksi oksidasi atau
reaksi anodik. Di dalam media aqueous yang
mengandung H2O dan oksigen terlarut di dalam
larutan menghilangkan akumulasi elektron yang
dihasilkan oleh reaksi anodik. Disebabkan
kecenderungan H2O untuk menerima elektron
dari logam, reaksi yang terjadi adalah reduksi
atau reaksi katodik.

batang pohonnya keras. Permukaan kulit luar
pohon jambu biji berwarna coklat dan licin.
Apabila kulit kayu jambu biji tersebut
dikelupas, akan terlihat permukaan batang
kayunya basah. Bentuk daunnya umumnya
bercorak bulat telur dengan ukuran yang agak
besar. Kandungan kimia yang terdapat dalam
buah, daun dan kulit batang pohon jambu biji
adalah mengandung tanin, sedang pada
bunganya tidak banyak mengandung tanin.

Daun jambu biji juga mengandung zat lain
seperti minyak atsiri, asam ursolat, asam
psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam
guajaverin dan vitamin.
Tanin
Tanin adalah campuran polifenol yang
terdapat dalam tumbuhan dalam bentuk
glikosida yang jika terhidrolisis akan
menghasilkan glikon dan aglikon. Sebagai
glikosida, tannin larut dalam pelarut dan dalam
air dalam bentuk sedikit asam. Dalam keadaan
bebas, tannin bersifat asam karena adanya gugus
fenol. Tannin terdapat luas dalam tanaman
pembuluh. Karena tannin memiliki rasa yang
sepat, maka umumnya tannin dihindari oleh
hewan pemakan tumbuhan. Oleh sebab itu,
tannin digunakan sebagai penolak hewan
pemakan tumbuhan.
Tanin adalah adalah senyawa organik non
toksik yang tergolong polifenol yang bisa

diperoleh dari ekstrak tumbuh-tumbuhan seperti
gambir, kacang-kacangan, teh, anggur dan lainlain. Tanin dapat berfungsi sebagai zat anti
korosi yang dapat menggantikan fungsi kromat
dan timbale merah dalam zat dasar. Dalam
senyawa tannin, terdapat gugus fungsi hidroksi
yang melekat pada cincin aromatis sehingga
tannin dapat membentuk kompleks khelat
dengan kation besi dan logam lainnya.

Baja
Baja Karbon adalah paduan antara Fe dan
C dengan kadar C sampai 2,14%. Sifat-sifat
mekanik baja karbon tergantung dari kadar C
yang dikandungnya. Setiap baja termasuk baja
karbon sebenarnya adalah paduan multi
komponen yang disamping Fe selalu
mengandung unsur lain seperti Mn, Si, P, N, H
yang dapat mempengaruhi sifat-sifatnya. Baja
merupakan logam yang paling banyak
digunakan dalam bidang teknik. Baja dalam
pencetakannya biasanya berbentuk plat,
lembaran, batangan, pipa dan sebagainya.
Baja Karbon dapat diklasifikasikan
berdasarkan kandungan karbonnya. Baja karbon
terdiri atas tiga macam yaitu, baja karbon
rendah, sedang, dan tinggi.

Proses Pemisahan Tanin
Tanin
dapat
diekstrak
dengan
menggunakan campuran pelarut campuran
(bertingkat) atau pelarut tunggal. Ekstraktif
biasanya diekstrak dari kayu, kulit, daun pada
jenis-jenis pohon tertentu, utnuk tujuan
penelitian dalam menentukan struktur kimia,
kualitas dan kuantitas ekstraktif serta
kemungkinan pemanfaatannya. Umumnya tanin
diekstrak dengan menggunakan pelarut air,

Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Jambu Biji (Psidium guajava) tersebar
meluas sampai ke Asia Tenggara termasuk
Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan
Srilangka. Jambu biji termasuk tanaman perdu
dan memiliki banyak cabang dan ranting;

3

karena lebih murah dengan hasil yang relatif
cukup tinggi, tetapi tidak menjamin jumlah
senyawaan polifenol yang ada dalam bahan
tanin tersebut (Hathway, 1962).
Browning (1966) menjelaskan bahwa
untuk memperoleh ekstrak dengan kualitas dan
kuantitas yang tinggi, maka umumnya
digunakan etanol atau aseton dengan
perbandingan volume air yang sebanding.
Adapun tahapan persiapan dan
ekstraksi yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut:

melekat pada permukaan besi yang akan
menghalangi terjadinya proses korosi lebih
lanjut karena kompleks tersebut akan terserap
pada permukaan besi dan melindungi
permukaan besi.

2. METODOLOGI PENELITIAN
Persiapan Larutan
a. Medium Korosif
Media uji yang digunakan
adalah larutan NaCl dan HCl karena
larutan yang mengandung klorida dapat
memberikan efek korosif yang sangat
agresif pada logam. Konsentrasi
larutan NaCl dan HCl yang digunakan
adalah 3%. Larutan medium korosif
yang digunakan dibuat dengan cara
melarutkan 37,5 gram NaCl dalam labu
ukur 250 ml sampai tanda tera hingga
didapatkan larutan NaCl dengan
konsentrasi 15 %. Kemudian larutan
tersebut diencerkan sejumlah volume
tertentu dalam labu ukur 50ml hingga
didapatkan konsentrasi sebesar 3%.
Untuk larutan HCl 3% dibuat dengan
mengencerkan HCl p.a dengan
konsentrasi 37%. Pertama dipipet
sebanyak 101.37 ml ke dalam labu
ukur 250ml. Selanjutnya dihimpitkan
sampai tanda batas dengan air demin.
Kemudian dari larutan HCl 15%
tersebut dipipet masing masing 10ml
ke dalam labu ukur 50ml, maka akan
didapatkan HCl dengan konsentrasi 3%
b. Larutan Inhibitor ekstrak daun
jambu biji
Daun jambu yang didapat
dikeringkan dengan cara dianginanginkan tanpa terkena sinar matahari
langsung. Dilanjutkan pengeringan
dengan menggunakan oven pada suhu
40°C.
1.
Daun jambu yang kering
diblender hingga halus kemudian
ditimbang sebanyak 20 gram.
2.
Serbuk dilarutkan dengan alcohol
70%
sebanyak
1000
ml.
Kemudian dimaserasi selama 2 x
24 jam.

a. Tahap persiapan bahan dan pelarut
b. Tahap pembuatan serbuk bahan
dengan ukuran yang tepat sesuai
keperluan ekstraksi
c. Tahap ekstraksi
d. Tahap pemekatan larutan ekstrak
Proses ekstraksi dapat dilakukan secara
tunggal atau bertahap sesuai kepentingan dan
tujuan ekstraksi yang ingin dicapai. Salah satu
proses ekstraksi yang biasa dilakukan adalah
dengan menggunakan beberapa unit otoklaf
yang terbuat dari stainless stell atau tembaga
(karena tanin dapat mengkompleks ion logam
berat/ion Fe3+), dimana masing-masing otoklaf
secara berkelompok dengan menggunakan
aliran counter current.
Interaksi Tanin Dengan Besi
Besi merupakan salah satu unsur
transisi deret pertama yang dalam bentuk
aliansinya mempunyai banyak manfaat bagi
kehidupan
manusia.
Dengan
semakin
berkembangnya
teknologi
dan
industri
kebutuhan akan besi dan baja semakin
meningkat. Besi banyak digunakan untuk
industri
otomotif,
kimia,
perminyakan,
perabotan rumah tangga, elektronik, dan
kontruksi
bangunan.
Agar
mempunyai
ketahanan yang lebih baik biasanya besi sering
dicampur dengan bahan-bahan lain seperti
karbon dan unsur transisi lain sesuai dengan
kebutuhan. Senyawa tanin dapat membentuk
kompleks dengan besi (II) dan besi (III).
Kompleks besi
(II)-tanin tidak
berwarna dan sangat mudah larut dan
teroksidasi. Dengan adanya oksigen, kompleks
ini berubah menjadi kompleks besi(III)-tanin
yang disebut tanat. Kompleks inilah yang akan

4

3.

4.

5.

c.

Setelah itu larutan disaring.
Filtrate yang didapat ditampung
dalam wadah yang berbeda dan
residu yang diperoleh dimaserasi
kembali hingga didapatkan hasil
filtrate yang terakhir: tannin
negatif.
Filtrat yang telah ditampung
kemudian dievaporasi dengan
vacuum rotary evaporator pada
suhu 70°C, kecepatan 60rpm
untuk memisahkan ekstrak dari
pelarutnya.
Ekstrak kasar yang diperoleh
ditimbang sebanyak 2500 mg
dan dilarutkan dengan 250 ml
alcohol 70%. Dan didapatkan
larutan
inhibitor
dengan
konsentrasi 10000ppm.

terbentuk endapan berwarna
putih berarti tanin positif.
2.
Filtrat
hasil
ekstraksi
ditambahkan beberapa tetes
larutan FeCl3 10%. Perhatikan
warna larutan yang terjadi. Jika
berwarna
hitam
kehijauan
berarti tanin positif
b. Penetapan kadar tanin
1.
Pipet 10,0 ml larutan ekstrak
kedalam
erlemeyer
dan
ditambahkan 20 ml H2SO4 0,2
N dan indikator indigo sulfonat,
kemudian diencerkan dengan
air sebanyak 15 ml.
2.
Larutan dititrasi dengan KmnO4
0,1 N hingga didapatkan titik
akhir larutan berwarna kuning
emas.
3.
Dihitung kadar tanin total. (1
ml KmnO4 ~ 4, 157 x 10-3 gram
tanin.) Lampiran A
3.4. Pengujian Sampel
a. Preparasi Benda Uji
1.
Benda uji berupa plat dengan
ketebalan 1 mm dipotong
dengan ukuran 10 mm x 20
mm.
2.
Benda uji tersebut dibersihkan
dari kotoran (lemak dan debu)
dan karat-karat dipermukaan
logam dengan metode pickling
sesuai ASTM G1-99.
3.
Baja dibersihkan dengan 500
ml
asam
klorida
yang
dilarutkan didalam akuadest
hingga 1000ml.
4.
Semua spesimen yang masuk
ke larutan pembersih kemudian
dibersihkan dengan akuadest
dan
alkohol
kemudian
dikeringkan.
5.
Setelah itu ditimbang berat
awal masing-masing spesimen
sebelum diuji.
b. Pengujian Korosi
1.
Sampel besi yang telah
disiapkan
masing-masing
dicelupkan kedalam larutan

Larutan Campuran media korosif
dan larutan inhibitor
1.
Disiapkan labu takar 50 ml
sebanyak 5 buah.
2.
Dipipet sebanyak 10 ml larutan
NaCl 15% dan dimasukkan
kedalam masing-masing labu
takar 50ml
3.
Ditambahkan larutan inhibitor
10000 ppm sebanyak 0ml; 2,5
ml; 5 ml; 7,5 ml; dan 10 ml ke
dalam labu takar yang berisi
larutan
NaCl
kemudian
diencerkan dengan akuadest
hingga tanda tera.
4.
Dan
didapatkan
larutan
campuran larutan NaCl 3%
dengan
masing-masing
konsentrasi inhibitor yaitu 0
ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500
ppm, 2000 ppm.
5.
Lakukan hal yang sama diatas
terhadap larutan HCl 15%.

3.3. Identifikasi dan Analisa Kadar Tannin
a. Identifikasi Tannin
1.
Filtrat
hasil
ekstraksi
ditambahkan beberapa tetes
larutan gelatin 10%. Perhatikan
endapan yang terjadi. Jika

5

2.

3.

4.

5.

6.
7.

campuran NaCl 3% dan larutan
inhibitor.
Variasi konsentrasi larutan
inhibitor adalah 0ppm, 500
ppm, 1000 ppm, 1500 ppm,
2000 ppm. Sedangkan waktu
perendaman dilakukan selama 1
hari, 2 hari, 4 hari dan 6 hari.
Setelah direndam, sampel baja
diangkat dan kemudian dicuci
dengan hati-hati dengan 500 ml
asam klorida yang dilarutkan
dengan 1000ml akuadest.
Semua spesimen yang ada di
bilas dengan aceton dan
akuades dan dibilas kembali
dengan
alkohol
kemudian
dikeringkan.
Ulangi
langkah-langkah
percobaan diatas menggunakan
larutan HCl 3%.
Setelah itu spesimen ditimbang
kembali sebagai bobot akhir.
Laju korosi baja dihitung
dengan
menggunakan
persamaan 2.9

4
6

Volume
sampel (ml)

Volume
Kmno4 (ml)

Waktu
perenda
man
1

10,0

2,50

13,60

2

10,0

2,54

13,62

1
2

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

3352.5

3341.5

11

5.5

3643.1

3629.1

14

3.5

2 hari

4 hari

6 hari

500

27.27

35.71

31.03

25.00

1000

18.18

28.57

37.93

30.00

1500

18.18

28.57

20.69

32.50

2000

18.18

7.14

20.69

25.00

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

3341.5

3333.5

8.0

4.0

3629.1

3620.1

9.0

2.25

4

3678.1

3658.1

20

2.5

6

3182.9

3152.9

30

2.5

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

3333.5

3324.5

9.0

2

3620.1

3610.1

10

2.5

4

3658.1

3640.1

18

2.25

6

3152.9

3124.9

28

2.33

Waktu
perenda
man
1

4.5

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

3324.5

3315.5

9.0

2

3610.1

3600.1

10

2.5

4

3640.1

3617.1

23

2.875

6

3124.9

3094.9

30

2.5

4.5

Tabel 4.5 Data Laju Korosi besi direndam dalam
larutan NaCl yang mengandung inhibitor
2000ppm
Waktu
perenda
man
1

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

3315.5

3306.5

9.0

4.5

2

3600.1

3587.1

13

3.25

4

3617.1

3594.1

23

2.875

6

3094.9

3064.9

30

2.5

Tabel 4.7 Data kemampuan inhibisi inhibitor
ekstrak daun jambu biji terhadap laju korosi
baja dalam larutan NaCl dengan berbagai
variasi konsentrasi dan waktu perendaman

% Proteksi
1 hari

3.33

Tabel 4.4 Data Laju Korosi besi direndam dalam
larutan NaCl yang mengandung inhibitor
1500ppm

Laju
Korosi

Konsentrasi
Inhibitor
(ppm)

3.625

40

2

Waktu
perenda
man
1

Penentuan Laju Korosi
1. Larutan NaCl
Tabel 4.2 Data Laju Korosi besi direndam dalam
larutan NaCl tanpa penambahan inhibitor
(inhibitor 0ppm)
Waktu
perenda
man

29

3182.9

Tabel 4.3 Data Laju Korosi besi direndam dalam
larutan NaCl yang mengandung inhibitor
1000ppm

Kadar (%)

1

3678.1

3222.9

Tabel 4.3Data Laju Korosi besi direndam dalam
larutan NaCl yang mengandung inhibitor
500ppm

3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kadar Tanin
Tabel 4.1 Hasil Kadar Tanin.
No

3707.1

6

Tabel 4.8 Data Laju Korosi besi direndam dalam
larutan NaCl tanpa penambahan inhibitor
(inhibitor 0ppm)

Laju Korosi(mg/cm2 hari)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Konsentrasi
Inhibitor Ekstrak Daun Jambu Biji terhadap
Laju Korosi
6
5
4
3
2
1
0

Waktu
perenda
man
1

hari
ke-1
hari
ke-2
0

500

1000

1500

2000

Laju Korosi (mg/cm2 hari)

4

5.75

15.50

3.88

4

2079.7

2042.2

37.50

4.69

6

2410.9

2364.2

46.70

3.89

50
40
30
20
10
0

1

2

4

Waktu
perenda
man
1

2440.2
2318.1
2325.5
2347.3

Berat
akhir
2431.7
0
2309.8
0
2306.6
0
2218.3
0

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

8.50

4.25

8.30

2.07

18.90

2.36

25.00

2.08

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

2380.0

2373.6

6.4

2

2231.5

2219.1

12.4

3.1

4

2386.1

2369.7

16.4

2.05

6

2079.7

2058.7

21

1.75

3.2

Tabel 4.11 Data Laju Korosi besi direndam
dalam larutan NaCl yang mengandung inhibitor
1500ppm
Waktu
perenda
man
1

Tanpa inhibitor
Inhibitor 500ppm
Inhibitor 1000ppm
Inhibitor 1500ppm
Inhibitor 2000ppm

6

Berat
awal

Tabel 4.10 Data Laju Korosi besi direndam
dalam larutan NaCl yang mengandung inhibitor
1000ppm

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Waktu
Perendaman dalam Larutan Media terhadap
Kehilangan Berat
Kehilangan Berat (mg)

11.50

2331.8

4

Lama Perendaman (Hari)

Lama Perendaman (Hari)

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

2481.4

2472.5

8.9

4.45

2

2174.5

2163.7

10.80

2.70

4

2510.9

2487.8

23.1

2.89

6

2361.5

2331.4

30.10

2.51

Tabel 4.12 Data Laju Korosi besi direndam
dalam larutan NaCl yang mengandung inhibitor
2000ppm

2. Larutan HCl
Konsentras
i Inhibitor
(ppm)

2173.0

2347.3

2

Tanpa Inhibitor
Inhibitor 500ppm
Inhibitor 1000ppm
Inhibitor 1500ppm
Inhibitor 2000ppm

6

Laju
Korosi

2184.5

6

2

Kehilangan
berat

2

Waktu
perenda
man
1

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Waktu
Perendaman dalam Larutan Media terhadap
Laju Korosi Besi

1

Berat
akhir

Tabel 4.9 Data Laju Korosi besi direndam dalam
larutan NaCl yang mengandung inhibitor
500ppm

Konsentrasi Inhibitor (ppm)

6
5
4
3
2
1
0

Berat
awal

Waktu
perenda
man
1

LajuKorosi
1 hari

2 hari

4 hari

6 hari

0

5.5

3.5

3.63

3.33

500

4.0

2.25

2.5

2.5

1000

4.5

2.5

2.25

2.33

1500
2000

4.5
4.5

2.5
3.25

2.875
2.875

2.5
2.5

7

Berat
awal

Berat
akhir

Kehilangan
berat (mg)

Laju
Korosi

2396.6

2388.3

8.3

4.15

2

2038.8

2030.1

8.70

2.18

4

2300.2

2276.9

23.3

2.91

6

2422.8

2393.7

29.1

2.43

Konsentras
i Inhibitor
(ppm)

1 hari

2 hari

4 hari

6 hari

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Waktu
Perendaman dalam Larutan Media terhadap
Kehilangan Berat
50
40
30
Tanpa inhibitor
20
Inhibitor 500ppm
Inhibitor 1000ppm
10
Inhibitor 1500ppm
0
Inhibitor 2000ppm
1 2 4 6
Kehilangan Berat (mg)

Tabel 4.13 Data kemampuan inhibisi inhibitor
ekstrak daun jambu biji terhadap laju korosi
baja dalam larutan NaCl dengan berbagai
variasi konsentrasi dan waktu perendaman
LajuKorosi

0

5.75

3.88

4.69

3.89

500
1000

4.25
3.20

2.07
2.00

2.36
2.05

2.08
1.75

1500
2000

4.45
4.15

2.70
2.18

2.89
2.91

2.51
2.43

Lama Perendaman (Hari)

Pengujian pH
Tabel 4.14 harga pH pada berbagai konsentrasi
inhibitor (larutan NaCl)
No
Konsentasi
pH
inhibitor (ppm)
1
0
6.4
2
500
6.5
3
1000
6.4
4
1500
6.5
5
2000
6.5

% Proteksi

Konsentrasi
Inhibitor (ppm)

1
hari

2 hari

4 hari

6 hari

500

26.09

46.65

49.68

46.53

1000

44.35

48.45

56.29

55.01

1500

22.61

30.41

28.28

35.48

2000

27.83

43.81

37.95

37.53

Tabel 4.15 harga pH pada berbagai konsentrasi
inhibitor (larutan HCl)
No
Konsentasi
pH
inhibitor (ppm)
1
0
4.2
2
500
4.3
3
1000
4.3
4
1500
4.3
5
2000
4.4

Laju Korosi (mg/cm2 hari)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Konsentrasi
Inhibitor Ekstrak Daun Jambu Biji terhadap
laju Korosi
8.00
6.00
4.00
2.00
Hari ke-1
Hari ke-2
0.00
Hari ke-4
Hari ke-6

Pembahasan
Tahap awal dari penelitian ini adalah
identifikasi dan penetapan kadar tanin yang
terdapat dalam daun jambu biji, karena senyawa
tannin ini yang akan berfungsi sebagai senyawa
utama yang akan bereaksi dengan besi sehingga
dapat melindungi permukaan besi dari peristiwa
korosi lebih lanjut. Pertama-tama dilakukan
ekstraksi terhadap sampel daun jambu biji dan
hasil ekstraksinya digunakan untuk analisis
kadar tanin dan dipakai sebagai inhibitor dalam
penentuan laju korosi besi.
Proses ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan air panas, dimaksudkan agar
seluruh tanin yang ada dapat tertarik. Hal ini
dikarenakan tanin merupakan campuran
senyawa polifenol yang dalam keadaan alami

Konsentrasi Inhibitor (ppm)

Laju Korosi

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Waktu
Perendaman dalam Larutan Media Terhadap
Laju Korosi Besi
8
6
4
2
0

1

2

4

6

Tanpa Inhibitor
Inhibitor 500ppm
Inhibitor 1000ppm
Inhibitor 1500ppm
Inhibitor 2000ppm

Lama Perendaman (Hari)

8

pada tumbuhan berada dalam bentuk
glikosidanya sehingga dapat larut dalam air.
Sedangkan
pemanasan
bertujuan
untuk
mempercepat ekstraksi dengan meningkatkan
energi kinetik molekul secara keseluruhan
hingga molekul-molekul akan bergerak aktif
dan melakukan kontak dengan molekul pelarut
dan akan lebih cepat larut dalam air. Identifikasi
dilakukan dengan penambahan FeCl3 yang akan
memberikan warna hitam kehijauan.
Warna yang terbentuk didasarkan pada
reaksi pembentukan senyawa kompleks antara
inti fenolitik tanin dengan ion Fe 3+
menmberikan
senyawa
kompleks
yang
berwarna.
Sedangkan identifikasi dengan
penambahan gelatin 10% akan terbentuk
endapan yang berwarna putih. Pada proses ini
terjadi reaksi antara tanin dengan gelatin
membentuk senyawa kopolimer mantap
(endapan) yang tidak larut dalam air.
Penetapan kadar tannin dilakukan dengan cara
titrasi. Percobaan ini dilakukan titrasi redoks
secara permanganatometri. Prinsip kerjanya
adalah terjadinya reaksi redoks dengan
teroksidasinya senyawa fenol yang terdapat
dalam struktur tannin menjadi kinon karena
adanya KMnO4 yang akan tereduksi menjadi
Mn2+. Pada titrasi penetapan kadar tannin,
digunakan
indikator
tambahan
untuk
memperjelas titik akhir titrasi yaitu indigo
sulfonat. Titik akhir diperoleh saat perubahan
warna dari biru menjadi kuning emas. Dari
percobaan diperoleh kadar tannin sebesar
13.61%.
Penentuan Laju Korosi
Korosi merupakan salah satu penyebab
kerusakan komponen yang dioperasikan pada
lingkungan korosif. Proses korosi berlangsung
spontan dan tidak dapat dicegah, tetapi hanya
dapat dihambat agar proses korosi terjadi
sekecil mungkin. Pada penelitian ini dilakukan
penghambatan proses korosi besi dalam media
NaCl dengan menggunakan inhibitor ekstrak
daun jambu. Logam besi yang digunakan
mempunyai kandungan unsur seperti tertera
pada tabel 3.1. Sedangkan lingkungan korosif
menggunakan NaCl 3%. Pengujian laju korosi
ini didasarkan pada reduksi berat yang terjadi
pada material ketika dicelupkan dalam media.
Penambahan larutan inhibitor dalam larutan

NaCl 3% dan HCl 3% sebagai media korosinya,
dilakukan dengan berbagai konsentrasi, yaitu
500ppm, 1000ppm, 1500ppm, dan 2000ppm.
Setelah benda uji direndam, pengambilan
dilakukan masing masing sebanyak 4 kali yaitu
pada hari ke-1, 2, 4, dan 6.
Reduksi
berat
ini
kemudian
dikonversikan menjadi laju korosi. Berdasarkan
data table yang dipaparkan dalam table 4.2 – 4.7
dan grafik yang terdapat dalam gambar 4.1 – 4.3
dapat diketahui bahwa setiap inhibitor dengan
konsentrasi yang berbeda mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap laju korosi besi. Untuk
data hasil percobaan dengan media korosi HCl
dipaparkan dalam tabel 4.8 – 4.13 dan gambar
4.4 – 4.6.
Pada Gambar Grafik 4.1 terlihat
penurunan yang cukup tajam terjadi antara
specimen besi yang direndam dalam media
tanpa penambahan inhibitor dengan specimen
yang ditambahkan inhibitor 500ppm. Penurunan
yang terjadi sampai sekitar 1.50 mg/cm2 hari.
Hal ini mengindikasikan adanya perubahan
yang terjadi pada perilaku korosi specimen
dengan adanya penambahan inhibitor ekstrak
daun jambu biji. Selanjutnya dengan
penambahan inhibitor yang lebih besar akan
didapatkan penurunan kembali dari nilai laju
korosi. Dari grafik terlihat penurunan yang
terjadi tidak terlalu jauh bahkan cenderung
konstan.
Penurunan ini dikarenakan adanya
senyawa tannin yang ada dalam ekstrak daun
jambu biji. Dimana senyawa tannin tersebut
dapat membentuk senyawa kompleks Fe-tannat
dengan permukaan besi. Inhibitor ini
membentuk lapisan tipis pada permukaan besi.
Hal ini terjadi karena adanya adsorpsi jumlah
dan wilayah dari inhibitor pada besi meningkat
dengan adanya penambahan konsentrasi
inhibitor.
Adsorpsi ini akan menjadi semacam
pembatas yang memisahkan permukaan besi
dari media. Begitu juga pada gambar 4.3 seiring
bertambahnya waktu perendaman membuat
peningkatan weight loss pada besi, dan bila
dibandingkan berkurangnya berat (weight loss)
besi yang direndam dengan larutan NaCl
dengan penambahan inhibitor masih dibawah
garis kurva weight loss
besi yang tanpa

9

ditambahkan inhibitor. Hal ini menunjukan pada
permukaan besi memang telah terlindungi oleh
lapisan yang terbentuk.
Dari gambar 4.3
kehilangan berat paling sedikit terjadi pada
konsentrasi inhibitor 1000ppm.
Berdasarkan tabel 4.7, efektifitas
inhibitor ekstrak daun jambu biji pada rentang
konsentrasi
500-2000
ppm
cenderung
meningkat seiring dengan lamanya waktu
perendaman. Hal ini terjadi karena semakin hari
senyawa kompleks yang terbentuk antara
senyawa tannin yang terdapat dalam daun
jambu biji dan ion Fe3+ semakin banyak,
sehingga lapisan pelindung yang terbentuk pada
permukaan besi semakin banyak.
Persen proteksi yang paling besar
didapatkan pada konsentrasi 1000 ppm pada
hari ke-4 yaitu sebesar 37.93% dengan laju
korosi sebesar 2.25 mg/cm2 hari. Konsentrasi ini
merupakan konsentrasi optimum, dimana pada
konsentrasi ini senyawa kompleks yang
terbentuk telah sempurna (banyak), sehingga
lapisan kompleks yang melindungi logam dari
proses oksidasi yang terbentuk juga meningkat.
Sedangkan pada hari ke-6 terjadi penurunan
persen proteksi sebesar 30% dan laju korosi
meningkat sebesar 2.33 mg/cm2 hari. Hal ini
terjadi karena pada konsentrasi optimum,
inhibitor mengalami kejenuhan, sehingga pada
konsentrasi ini tidak lagi meningkatkan efisiensi
dari inhibitor.
Pada gambar 4.2 terlihat penurunan laju
korosi pada spesimen dimasing-masing media
terhadap
waktu
perendaman
spesimen.
Keseluruhan specimen pada masing-masing
media mengalami penurunan laju korosi jika
semakin lama terendam. Gambar yang
ditunjukan pada grafik menggambarkan grafik
penurunan yang lama kelamaan cenderung
konstan. Hal ini kemungkinan disebabkan
adanya adsorbsi inhibitor pada permukaan
specimen.
Spesimen dengan jumlah inhibitor yang
ditambahkan sedikit akan teradsorpsi dalam
jumlah sedikit pada permukaan specimen dalam
rentang waktu yang relatif masih singkat. Hal
ini menyebabkan laju korosi yang cukup tinggi.
Dengan semakin lamanya waktu perendaman
adsorpsi inhibitor semakin banyak. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan laju korosi

hingga pada suatu titik tertentu dimana adsorpsi
sudah mencapai titik jenuh, hingga laju korosi
menjadi cenderung konstan.
Berdasarkan gambar 4.1-4.3 dapat
dilihat suatu sistem yang terinhibisi ataupun
yang tidak terinhibisi akan cenderung menurun
dengan
adanya
bertambahnya
waktu.
Penyebabnya hal ini bisa dari kontaminasi
media yang digunakan.
Pada tabel 4.13 dapat dilihat bahwa
untuk media korosi HCl nilai proteksi terbaik
didapatkan pada konsentrasi inhibitor 1000 ppm
dengan laju korosi pada hari ke 4 2.05 mg/cm 2
hari dengan persen proteksi 56.29%. Pada hari
ke 6 persen proteksi mengalami penurunan
menjadi 55.01%.Dari kedua percobaan diatas
pada dua media korosi yang berbeda didapatkan
bahwa proteksi optimum tanin pada besi terjadi
pada konsentrasi inhibitor 1000ppm dengan
lama perendaman 4 hari.
Pengujian pH
Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan kertas indicator pH universal.
Pengujian dilakukan pada masing-masing media
yang ditambahkan konsentrasi berbeda. Tabel
4.14 dan 4.15 menunjukan harga pH pada
berbagai larutan. Tabel 4.14 menunjukkan
tingkat keasaman dari larutan. Terlihat
penambahan inhibitor pada media dan
peningkatan
konsentrasi
inhibitor
tidak
menyebabkan penurunan tingkat keasaman.
Tabel 4.15 menunjukkan hal yang sama dengan
tabel 4.14 dimana penambahan inhibitor tidak
berpengaruh secara signifikan pada larutan.

4.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Identifikasi tannin yang dilakukan pada
larutan ekstrak daun jambu menunjukan
tannin positif dan kadar tannin yang
terkandung dalam ekstrak daun jambu
biji adalah 13, 61%
2.
Penambahan ekstrak daun jambu biji
sebagai inhibitor pada besi yang
dicelupkan dalam larutan NaCl 3% dapat
menurunkan laju korosi besi. Nilai laju
korosi terkecil dan persen proteksi paling

10

3.

besar didapatkan pada penambahan
inhibitor ekstrak daun jambu dengan
konsentrasi 1000 ppm yaitu sebesar 2.25
mg/cm2 hari dan 37,93%.
Penambahan ekstrak daun jambu biji
sebagai inhibitor pada besi yang
dicelupkan dalam larutan HCl 3% dapat
menurunkan laju korosi besi. Nilai laju
korosi terkecil dan persen proteksi paling
besar didapatkan pada penambahan
inhibitor ekstrak daun jambu dengan
konsentrasi 1000 ppm yaitu sebesar 2.05
mg/cm2 hari dan 56,29%.

4.

Perbedaan waktu perendaman yang ada
memberikan pengaruh pada laju korosi
besi, dimana pada penelitian ini waktu
perendaman dari hari ke-4 hingga hari
ke-6 laju korosi besi cenderung konstan.

5.

Penambahan inhibitor ekstrak daun
jambu
biji
tidak
mengakibatkan
perubahan pH media korosi.

Hartati, S. 2003. Pengendalian Korosi Baja
Dalam Air Dengan Inhibitor NitritMolibdat. Prosiding Seminar Nasional
Elektrokimia.
Puslitbang
LIPI,
Serpong, Tangerang
Priest, D., 1992, Measuring Corrosion Rates
Fast, J. Chemical Engineering, 169172.
Purnomo, Sigit, 2009. Pengukuran Laju Korosi
Baja 1020 dan Baja Khrom 5156
dengan metode Spray Chamber.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta
Rahmayeni, dkk. 2001. Studi Interaksi Antara
Besi (III) Dengan Tannin Secara
Spektrofotometri dan Titrasi Asam
Basa.
Jurnal
Kimia
Andalas.
Universitas Andalas.
Sayni. 2013. Tanin. Diakses pada tanggal 18
Agustus 2013.
(http://sayni-tanin-msy.blogspot.com)
Trethewey dkk. 1991. Korosi ed.1, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 25, 69-70.
Utomo, Budi. 2009. Jenis-Jenis Korosi dan
Penanggulangannya. Diakses pada
tanggal 15 Agustus 2013.
(http://ejournal.undip.ac.id)

DAFTAR PUSTAKA
Afidah, A. Rahim, dkk. 2006. Mangrove tannins
and their flavanoid monomers as
alternative steel corrosion inhibitorsin
acidic medium. Sciencedirect. Corrosion
Science 49 (2007) 402–417
Asdim. 2007. Penentuan Efisiensi Inhibisi
Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L) Pada Reaksi Korosi Baja
Dalam Larutan Asam. Jurnal Gradien.
Universitas Bengkulu.
Coulson, & Richardson's.1999. Chemical
Engineering
Design.
Oxford:
Butterworth Heinemann.
Daryanti dan Hari Amanto.2003. Ilmu Bahan,
Cetakan Kedua, PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
Hada, Yansen Nama. 2012. Tanin. Diakses pada
tanggal 18 Agustus 2013.
(http://arsenada.blogspot.com)
Hagerman, Ann E. 2002. Tannin Chemistry.
Tannin Handbook. Department of
Chemistry and Biochemistry. Miami
University, Oxford, USA

11