Analisis Tumbuh Kenaf (Hibiscus Cannabicus L.) Dengan Pemberian Pupuk Hayati Dibawah Tegakan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Deskripsi Kenaf Varietas Karangploso 12 (KR 12)
Permukaan batang

: Berduri sedikit

Warna batang

: Hijau

Bentuk daun

: Menjari

Umur berbunga

: 85–92 hari

Warna bunga

: Krem


Umur panen

: 130–140 hari (umur panjang)

Tinggi tanaman

: 262–396 cm

Diameter batang

: 1,72–3,20 cm

Potensi hasil

: 2,75–4,20 ton/ha

Kekuatan serat

: 2,56–4,07 g/tex P


Ersentase serat

: 5,5–6,5%

Ketahanan terhadap genangan air

: Toleran

Ketahanan terhadap fotoperiodisitas : Kurang peka
Ketahanan terhadap kekeringan

: Toleran

Ketahanan terhadap nematoda

: Rentan

Ketahanan terhadap Jassid (Amrasca): Moderat rentan

Sumber : http://eproduk.litbang.pertanian.go.id


DAFTAR PUSTAKA
Abbot dan Rabbon. 2008. Peningkatan produksi padi menuju 2020. Menteri
Pertanian Republik Indonesia. Departemen Pertanian Republik
Indonesia, Jakarta.
Berger, J. 1969. The World's Major Fiber Crops, Their Cultivation and Manuring.
Centre D'Etude Del Azote 6, Zurich.
Ben-Hill, J., L.O. Overhold, H.W. Popp, and A.R. Grove. 1960. Botany. Mc.
Graw Hill Book Company, Inc. New York, Toronto, London.
Brink, M.. and R.P. Escobin (ed). 2003. PROSEA. Plant Resources of South-East
Asia. No. 17. Fibre Plants. Backhuys Publishers, Leiden, The
Netherlands. P. 456.
Dempsey, J.M. 1963. Long vegetable fiber development in South Vietnam and
Other Asian Countries. USOM-Saigon.
Ghosh, T. 1978. Jute manual. Agric. Res. lost. Yesin, Burma.
Hasibuan, A. 2005.Prospek Perkebunan Indonesia Dalam Pembangunan Ekonomi
Nasional.Dies Natalis ke – 53 Universitas Sumatera Utara 20 Agustus
2005. Medan.
Irvan, A. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Sp-36, KCl, Kieserit Dan Kotoran
Sapi Terhadapjumlah Mikroorganisme Pada Tanah Andisol Tongkoh

Kabupaten karo. Departemen Ilmu Tanah USU, Medan.
Iswindiyono, S. dan A Sastrosupadi. 1987. Pengaruh Interval Pemberian Air Pada
Tenaf Dan Jute Terbadap Pertumbuhan. Skripsi SI Rttultas Pertanian,
UPN "Veteran", Surabaya.
Kader, M.A, M.H. Mian and M.S. Hoque. 2002. Effect of Azotobacter inoculant
on yield and nitrogen uptake by wheat. OnLine J.Bio. Sci.2 : 259 -251.
Khairul, U. 2001. Pemanfaatan Bioteknologi Untuk Meningkatkan Produksi
Pertanian. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Mahajan A., dan R.D. Gupta. 2009. Integrated Nutrient Management (INM) in a
Sustainable Rice–Wheat Cropping System, Springer Sci. + Business
Media B.V.
Murdiyarso, D. 2003. CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.

Nasahi, C. 2010. Peran Mikroba Dalam Pertanian Organik. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Bandung.
Ochse, J.J., M.J. Soule, Jr., M.J. Dijkman, C. Wehlbur. 1961. Tropical and
subtropical agriculture. Vol. II. The Macmillan, New York. p. 1139–
1177.

Patten, C.L. and B.R. Glick. 2002. Role of Pseudomonas Putida Indol Acetic
Acid in Development of the Host Plant Root system. Appl. Environ.
Microbiol. 68:3795-3801.
Puryono, S.K.S. 1998. Perlunya Label Bibit Bermikoriza. Majalah Kehutanan
Indonesia. Ed 2 Th. 1997/1998.
Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan biofertilizer Pada Pertanian Organik. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Rao, S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co. New
Delhi.
Rungkat, J. A. 2009. Peranan MVA dalam meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman. Jurnal FORMAS 4 : 270-276.
Sastrosupadi, A. 1983. Pengaruh Umur Dan Lama Penggenangan Terhadap
Pertumbuhan, Produksi, Dan Kualitas Kenaf Hc G4. Balai Penelitian
Tanaman Industri, Malang.
Sastrosupadi, A., Budi, S. Dan Sudjidro. 2014. Budidaya Kenaf (Hisbiscus
cannabinus L.). Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang
Setyo,U dan Budi. 2013. Biologi Tanaman Kenaf. Balai Penelitian Tanaman
Tembakau Dan Serat, Malang
Shantharam, S. & Mattoo, A.K. 1997. Enhancing Biological Nitrogen Fixation:
Anappraisal of Current and Alternative Technologies For N Input Into

Plants. Plant And Soil 194: 205-216.
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 111 – 165.
Sudjindro. 2010. Produk – Produk Diversifikasi Kenaf. Balai Penelitian
Tembakau dan Tanaman Serat, Malang
Wijiastuti, S., 2013. Monograf Balittas KENAF (Hibiscus cannabinus L.). Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Badan Litbang Pertanian. Departemen
Pertanian.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian ini dilakukan di Kebun Silau Dunia PT Perkebunan Nusantara
III Desa Silau Dunia, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Serdang Bedagai
dengan ketinggian tempat 60 – 90 meter di atas permukaan laut pada Mei sampai
dengan September 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih kenaf varietas Karangploso 12,
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA), Azotobacter spp., pupuk urea, SP- 36 dan
KCl, insektisida lannate dan air.

Alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, jangka sorong, oven,
timbangan analitik, kertas HVS, kamera, sprayer, amplop dan gelas ukur.
Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan 2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I

: Pupuk Hayati
H0 : Tanpa pupuk hayati
H1 : Mikoriza 5 g/tanaman
H2 : Azotobacter 10 cc/tanaman

Faktor II

: Tegakan kelapa sawit TM, yaitu :
N0 : Lahan terbuka
N1 : Dibawah tegakan kelapa sawit TM

Maka diperoleh 6 kombinasi, yaitu :
H0N0


H1N0

H2N0

H0N1

H1N1

H2N1

Jumlah ulangan (blok)

: 4 ulangan

Jumlah plot

: 24 plot

Jumlah tanaman per plot


: 171 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya

: 4104 tanaman

Jumlah sampel per plot

: 10 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya

: 240 tanaman

Jarak antar plot

: 10 cm

Jarak antar blok


: 50 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model
linear aditif sebagai berikut :
Yijk= µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk+ εijk
i = 1,2,3,4

j = 1,2,3

k = 1,2

Dimana:
Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat pemberian pupuk hayati (H) jenis
ke-j dan pengaruh tegakan kelapa sawit (N) pada jenis ke-k
µ

: Nilai tengah

ρi


: Efek dari blok ke-i

αj

: Efek perlakuan pemberian pupuk hayati (H) pada jenis ke-j

βk

: Efek tegakan kelapa sawit (N) pada jenis ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara pupuk hayati (H) taraf ke-j dan tegakan kelapa sawit (N)
jenis ke-k

εijk

: Galat dari blok ke-i, pupuk hayati (H) ke-j dan tegakan kelapa sawit (N)
taraf ke-k
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam, sidik ragam yang nyata

dilanjutkan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf α = 5
% (Steel dan Torrie, 1995).

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Sebelum penanaman, terlebih dahulu dilakukan pembersihan lahan
pertanaman dari gulma yang ada. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan
cangkul.
Pembuatan Plot Percobaan
Plot percobaan dibuat dengan dua areal yang berbeda, yaitu di gawangan
mati kelapa sawit TM umur 8 tahun dan areal terbuka.
a. Pada gawangan mati, lahan dibersihkan dari gulma lalu dibersihkan dari
pelepah kelapa sawit dan dibuat plot dengan ukuran 4 m x 4 m dengan
parit drainase sedalam 50 cm, jarak antar plot 10 cm dan jarak antar blok
disesuaikan dengan kondisi gawangan mati, lalu tanah diolah dengan
melakukan pembalikan secara melintang, membujur dan diagonal.
b. Pada areal terbuka, dibuat plot dengan ukuran 4 m x 4 m, dibuat parit
drainase sedalam 50 cm dengan jarak antar plot 10 cm dan jarak antar blok
50 cm, lalu tanah diolah dengan melakukan pembalikan secara melintang,
membujur dan diagonal.
Penanaman Benih
Penanaman dilakukan secara ditugal, yakni dengan cara menugal lahan
yang telah digemburkan kira – kira sedalam 3 cm dari permukaan tanah kemudian
dimasukkan benih kenaf sebanyak 2 benih/lubang tanam yang sebelumnya telah
direndam air selama 5 jam. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 x 20 cm.

Aplikasi Mikoriza
Aplikasi mikoriza dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST dengan
memberikan inokulan pada area perakaran tanaman.
Aplikasi Azotobacter
Aplikasi azotobacter dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST,
diberikan langsung ke tanah pada area perakaran tanaman.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari. Pelaksanaan penyiraman
dikurangi tergantung keadaan cuaca. Bila areal hujan, tidak perlu dilakukan
penyiraman.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan setelah 2 MST dengan cara memotong tanaman
menggunakan gunting dan meninggalkan tanaman yang paling baik dan sehat
sehingga pada setiap lubang tersisa tanaman yang terbaik untuk dipelihara hingga
panen.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali selama tanam. Pemberian
pertama 96 g urea/plot, 160 g SP-36/plot dan 160 g KCl/plot pemupukan
diberikan setelah tanaman berumur 10 hari pada alur pupuk selang dua baris
tanaman. Pemupukan kedua 224 g/ plot diberikan setelah tanaman berumur 30
hari dengan cara disebar.

Penyiangan
Pada awal pertumbuhan kenaf kurang dapat bersaing dengan gulma,
karena itu harus diusahakan agar areal tanaman pada saat tanaman masih muda
harus bersih dari gulma. Penyiangan dilakukan pada 3 MST dengan menggunakan
tangan saat gulma mulai tumbuh. Penyiangan pada lahan pertanaman kenaf hanya
dilakukan sekali saja karena setelah penyiangan tersebut tanaman pengganggu
tidak dapat tumbuh karena ternaungi tanaman kenaf.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan dengan cara mengemburkan tanah disekitar
tanaman kenaf, kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal batang
tanaman kenaf. Dengan tujuan untuk memperkokoh kedudukan tanaman dan
untuk menekan penguapan air tanah.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada 6 MST dengan
menggunakan insektisida berbahan lannate, yang bertujuan untuk membunuh
serangga berupa ulat.
Panen
Tanaman kenaf dapat dipanen pada umur 90 HST. Ciri-ciri tanaman kenaf
yang sudah layak panen adalah jika kuncup bunga ke sepuluh sudah mekar dan
membentuk buah (kapsul) yang terletak pada bagian ujung batang tanaman.

Peubah Amatan
Tinggi Tanaman (Cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh
tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran pertama dilakukan pada 2
MST dengan interval 1 minggu sekali sampai masuk masa generatif (12 MST).
Diameter batang (mm)
Pengukuran diameter batang dilakukan pada 2 MST dengan interval 1
minggu sekali sampai masuk masa generatif (12 MST). Pengukuran diameter
batang menggunakan jangka sorong. Setiap tanaman contoh diukur 1 cm dari
pangkal batang tanaman secara 2 kali dan diambil nilai rata-rata.
Jumlah daun (helai)
Daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna.
Pengamatan dilakukan dua minggu sekali mulai dari 2 MST – 12 MST.
Bobot segar tajuk (g)
Bobot segar tajuk tanaman dihitung pada saat umur tanaman 12 MST,
Berat segar tajuk ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Bobot segar akar (g)
Bobot segar akar tanaman dihitung pada saat umur tanaman 12 MST,
Berat segar akar ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Bobot kering akar (g)
Bobot kering akar tanaman dihitung pada saat umur tanaman 12 MST,
setelah sampel tanaman masing-masing perlakuan diovenkan selama 48 jam
dengan suhu ± 70oC. Berat kering akar ditimbang menggunakan timbangan
analitik.

Bobot kering tajuk (g)
Bobot kering tajuk diukur pada saat umur tanaman 12 MST, setelah
sampel tanaman masing-masing perlakuan diovenkan selama 24 jam dengan suhu
± 70oC. Berat kering tajuk ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Shoot/Root Ratio
Yaitu perbandingan antara bagian atas tanaman (daun dan batang) dengan
bagian bawah tanaman (akar) (g). Shoot/root ratio kenaf dihitung pada akhir
penelitian. Tajuk dan akar tanaman dibersihkan dari kotoran yang melekat dan
dimasukkan kedalam kantongan lalu diovenkan selama kurang lebih 24 jam
dengan suhu 70oC dan seterusnya 105oC selama + 24 jam sampai konstan. Setelah
dikeluarkan dari oven, ditempatkan pada desikator selama 15 menit dan ditimbang
beratnya setiap perlakuan.
Total luas daun (cm2)
Setelah tanaman berumur 12 MST atau pada saat panen, masing-masing
daun dicetak pada kertas dan disertai dengan pengukuran panjang serta lebar daun
untuk dapat dihitung total luas daun. Total luas daun dihitung menggunakan
rumus:
Total Luas Daun =

Berat patron
×Luas kertas
Berat kertas

(Sitompul dan Guritno, 1995)
Laju pertumbuhan tanaman (g/hari)
Laju pertumbuhan tanaman diukur setiap 2 minggu sekali mulai 2 MST
hingga 12 MST dengan rumus :

W2 – W1
(g/hari)
t2 – t1

Keterangan :
W2 = Bobot kering tanaman pada t2
W1 = Bobot kering tanaman pada t1
t2 = Waktu pengamatan kedua
t1 = Waktu pengamatan pertama
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Laju asimilasi bersih
Laju asimilasi bersih diukur setiap 2 minggu sekali mulai 2 MST hingga
12 MST dengan rumus :
ln A2 – ln A1

Keterangan :

W2 – W1
x

t2 – t1

ln A2 = Luas daun pada t2

A2 – A1

ln A1 = Luas daun pada t1
A2

= Luas daun pada t2

A1

= Luas daun pada t1

W2

= Bobot kering tanaman pada t2

W1

= Bobot kering tanaman pada t1

t2

= Waktu pengamatan kedua

t1

= Waktu pengamatan pertama

(Sitompul dan Guritno, 1995).
Laju pertumbuhan relatif (g/hari)
Laju pertumbuhan relatif diukur setiap 2 minggu sekali mulai 2 MST
hingga 12 MST dengan rumus :
ln W2 – ln W1
(g/hari)
t2 – t1

Keterangan :
ln W2 = Bobot kering tanaman pada t2
ln W1 = Bobot kering tanaman pada t1
t2

= Waktu pengamatan kedua

t1

= Waktu pengamatan pertama

(Sitompul dan Guritno, 1995).
Indeks Luas Daun
Indeks luas daun diukur setiap 2 minggu sekali mulai 2 MST hingga 12
MST dengan rumus:
ILD =

LD'
P×L

Keterangan:
LD’

= Luas daun rata –rata per tanaman

P x L = Jarak tanam
(Sitompul dan Guritno, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan penanaman kenaf
dibawah tegakan kelapa sawit (naungan) berpengaruh nyata terhadap parameter
tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot segar tajuk, bobot segar
akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, laju pertumbuhan
tanaman, indeks luas daun dan laju asimilasi bersih pada 4 MST, sedangkan
perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata pada parameter bobot kering akar
umur 12 MST dan jumlah daun tanaman umur 4 dan 6 MST .
Interaksi antara naungan dan pupuk hayati berpengaruh tidak nyata pada
semua parameter pengamatan.
Tinggi Tanaman (cm)
Rataan pertambahan tinggi kenaf pada umur 4 – 12 MST dapat dilihat
pada Lampiran 6 – 23.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata, tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter pertambahan tinggi tanaman pada umur 4 MST – 12 MST.
Rataan tinggi kenaf lebih rendah pada tanaman dengan perlakuan
penanaman dibawah tegakan kelapa sawit (naungan) (Tabel 1).

Tabel 1. Pertambahan tinggi kenaf dengan perlakuan pupuk hayati dan naungan
pada umur 4 – 12 MST
Pupuk hayati
MST
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
42,35
43,62
43,91
43,3a
4
N1
22,52
30,12
35,64
29,43b
Rataan
32,43
36,87
39,78
N0
66,12
70,05
66,34
67,50a
5
N1
29,67
41,70
49,35
40,24b
Rataan
47,89
55,87
57,84
N0
84,83
82,83
88,85
85,50a
6
N1
35,43
52,12
61,83
49,79b
Rataan
60,13
67,47
75,34
N0
102,54
107,22
113,73
107,83a
7
N1
44,07
65,98
76,73
62,26b
Rataan
73,31
86,60
95,23
N0
121,08
128,20
132,41
127,23a
8
N1
52,89
78,28
92,10
74,42b
Rataan
86,98
103,24
112,26
N0
152,12
162,35
164,40
159,63a
9
N1
61,93
88,58
111,15
87,22b
Rataan
107,03
125,46
137,78
N0
168,62
181,04
177,79
175,82a
10
N1
69,19
111,60
128,22
103,00b
Rataan
118,90
146,32
153,01
N0
188,74
203,36
194,80
195,63a
11
N1
80,07
138,24
148,92
122,41b
Rataan
134,40
170,80
171,86
N0
212,76
229,58
215,71
219,35a
12
N1
94,85
168,79
173,52
145,72b
Rataan
153,81
199,18
194,61
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Perlakuan pemberian mikoriza menunjukkan pertambahan tinggi yang
lebih besar (199,18 cm) dibandingkan dengan pemberian azotobacter (194,61 cm)
dan perlakuan tanpa pupuk hayati (153,81 cm) walaupun secara statistik tidak
berpengaruh nyata (Tabel 1).

Tinggi Tanaman (cm)

250,0
200,0
150,0
N0

100,0

N1
50,0
0,0
4

5

6

7

8

9

10

11

12

Minggu
Gambar 1. Tinggi kenaf 4 – 12 MST dengan perlakuan naungan.
Gambar 1 menunjukkan bahwa tinggi kenaf umur 12 MST pada perlakuan
tanpa naungan (219,35 cm) dan terendah pada perlakuan naungan (145,72 cm).
Jumlah Daun (helai)
Rataan pertambahan jumlah daun kenaf umur 4 – 12 MST dapat dilihat
pada Lampiran 24 - 41.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata terhadap terhadap pertambahan jumlah daun pada umur 4 – 12
MST, sedangkan perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata pada umur 4 dan 6
MST.
Pertambahan jumlah daun kenaf umur 4 – 12 MST pada perlakuan pupuk
hayati dan naungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertambahan jumlah daun kenaf umur 4 – 12 MST dengan perlakuan
pupuk hayati dan naungan
Pupuk hayati
MST
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
11,18
11,63
11,90
11,57a
4
N1
6,00
7,10
8,38
7,16b
Rataan
8,59a
9,36a
10,14b
N0
15,75
17,30
17,20
16,75a
5
N1
7,53
9,40
11,08
9,33b
Rataan
11,64
13,35
14,14
N0
19,20
21,48
21,68
20,78a
6
N1
9,35
12,50
13,30
11,72b
Rataan
14,28a
16,99a
17,49b
N0
24,98
26,38
28,18
26,51a
7
N1
12,53
15,20
16,98
14,90b
Rataan
18,75
20,79
22,58
N0
29,45
31,70
33,13
31,43a
8
N1
14,70
17,78
19,63
17,37b
Rataan
22,08
24,74
26,38
N0
36,83
39,73
41,40
39,32a
9
N1
17,28
21,33
23,85
20,82b
Rataan
27,05
30,53
32,63
N0
41,00
44,58
45,80
43,79a
10
N1
19,68
24,95
27,13
23,92b
Rataan
30,34
34,76
36,46
N0
47,18
51,65
52,20
50,34a
11
N1
24,08
30,78
34,05
29,63b
Rataan
35,63
41,21
43,13
N0
50,70
55,58
56,33
54,20a
12
N1
26,03
33,15
36,88
32,02b
Rataan
38,36
44,36
46,60
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Penanaman kenaf dibawah naungan akan menghasilkan jumlah daun lebih
rendah dibandingkan tanpa naungan. Respon pemberian pupuk hayati terhadap
jumlah daun tertinggi diperoleh pada kenaf dengan penambahan mikoriza pada
umur 4 dan 6 MST.

60,00

Jumlah daun

50,00
40,00
30,00
N0
20,00

N1

10,00
0,00
4

5

6

7

8

9

10

11

12

Minggu
Gambar 2. Jumlah daun kenaf umur 4 – 12 MST dengan perlakuan naungan.
Rataan jumlah daun tertinggi diperoleh pada kenaf yang ditanam tanpa
naungan (Gambar 2).
10,50

Jumlah daun

10,00
9,50
9,00
8,50
8,00
7,50
H0

H1

H2

Pupuk hayati
Gambar 3. Jumlah daun kenaf umur 4 MST dengan perlakuan pupuk hayati.
Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah daun tertinggi diperoleh pada
pemberian azotobacter (10,14 helai) dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk
hayati (8,59 helai).
Diameter Batang (mm)
Rataan pertambahan diameter batang kenaf pada umur 4 – 12 MST dapat
dilihat pada Lampiran 42 - 59.

Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata, tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter diameter batang kenaf pada umur 4 – 12 MST.
Tabel 3. Pertambahan diameter batang kenaf 4 – 12 MST dengan perlakuan pupuk
hayati dan naungan.
Pupuk hayati
MST
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
4,59
5,24
5,48
5,10a
4
N1
1,86
2,47
2,85
2,39b
Rataan
3,23
3,86
4,16
N0
6,14
7,28
7,31
6,91a
5
N1
2,18
3,04
3,52
2,91b
Rataan
4,16
5,16
5,42
N0
7,25
8,40
8,67
8,11a
6
N1
2,63
3,79
4,43
3,62b
Rataan
4,94
6,09
6,55
N0
9,59
10,26
10,69
10,18a
7
N1
3,06
4,60
5,49
4,38b
Rataan
6,33
7,43
8,09
N0
10,65
11,47
11,73
11,28a
8
N1
3,51
5,25
6,26
5,00b
Rataan
7,08
8,36
9,00
N0
12,63
13,86
13,79
13,43a
9
N1
4,24
6,39
7,72
6,12b
Rataan
8,44
10,13
10,76
N0
13,48
14,83
14,52
14,27a
10
N1
4,76
7,60
8,86
7,07b
Rataan
9,12
11,21
11,69
N0
14,78
16,24
15,69
15,57a
11
N1
5,72
9,26
10,45
8,47b
Rataan
10,25
12,75
13,07
N0
16,54
19,10
16,79
17,48a
12
N1
7,70
11,56
13,22
10,83b
Rataan
12,12
15,33
15,00
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Perlakuan pemberian mikoriza menunjukkan pertambahan diameter batang
yang lebih besar (15,33 mm) dibandingkan dengan pemberian azotobacter (15,00

mm) perlakuan tanpa pupuk hayati menunjukkan pertambahan diameter batang
yang paling rendah (12,12 mm) walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata

Diameter batang

(Tabel 3).
20,00
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00

N0
N1

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Minggu
Gambar 4. Diameter batang kenaf dengan perlakuan naungan.
Gambar 4 menunjukkan bahwa diameter batang kenaf tertinggi umur 12
MST terbesar terdapat pada perlakuan tanpa naungan (17,48 mm) dan terendah
pada perlakuan naungan (10,83 mm).
Bobot Segar Tajuk (g)
Rataan bobot segar tajuk tanaman pada umur 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 60 – 61.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata, tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter bobot segar tajuk kenaf pada umur 12 MST.
Bobot segar tajuk tanaman kenaf pada 12 MST pada perlakuan pupuk
hayati dan naungan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Bobot segar tajuk tanaman kenaf 12 MST dengan perlakuan pupuk hayati
dan naungan.
Pupuk hayati
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
358,04
447,17
444,10
416,44a
N1
35,14
106,02
164,45
101,87b
Rataan
196,59
276,60
304,27
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Perlakuan pemberian azotobacter menunjukkan bobot segar tajuk yang
lebih besar (304,27 gr) dibandingkan dengan pemberian mikoriza (276,60 gr) dan
perlakuan tanpa pupuk hayati menunjukkan bobot segar yang paling rendah

Bobot Segar Tajuk

(196,59 gr) walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata (Tabel 4).
450,00
400,00
350,00
300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
0,00
N0

N1
Tegakan Kelapa Sawit

Gambar 5. Bobot segar tajuk kenaf dengan perlakuan naungan.
Penanaman kenaf tanpa naungan menunjukkan bobot segar tajuk kenaf
tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa naungan (416,44 gr) dan terendah pada
perlakuan naungan (101,87 gr) (Gambar 5).

Bobot Segar Akar (g)
Rataan bobot segar tajuk tanaman pada umur 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 62 - 63.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata, tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter bobot segar akar tanaman pada umur 12 MST.
Tabel 5. Bobot segar akar tanaman kenaf 12 MST dengan perlakuan pupuk hayati
dan naungan.
Pupuk hayati
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
56,71
59,74
63,28
59,91a
N1
4,92
10,43
16,16
10,50b
Rataan
30,81
35,08
39,72
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Perlakuan pemberian azotobacter menunjukkan bobot segar akar yang
lebih besar (39,72 g) dibandingkan dengan pemberian mikoriza (35,08 g) dan
perlakuan tanpa pupuk hayati menunjukkan bobot segar yang paling rendah
(30,81 g) walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata (Tabel 5).
70,00

Bobot Segar Akar

60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
N0

N1
Tegakan Kelapa Sawit

Gambar 6. Bobot segar akar kenaf dengan perlakuan naungan.

Penanaman kenaf tanpa naungan menunjukkan bobot segar akar tertinggi
(59,91 g) dan terendah pada perlakuan naungan (10,50 g) (Gambar 6).
Bobot Kering Tajuk (g)
Rataan bobot kering tajuk kenaf pada umur 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 64 - 65.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan
pemberian pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap parameter bobot kering tajuk
kenaf pada umur 12 MST.
Tabel 6. Bobot kering tajuk tanaman kenaf 12 MST dengan perlakuan pupuk
hayati dan naungan.
Pupuk hayati
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
105,82
164,55
149,17
139,85a
N1
9,20
32,47
47,63
29,77b
Rataan
57,51a
98,51a
98,40b
84,81
Keterangan: angka-aangka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
160,00
140,00
Bobot kering tajuk

120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
N0

N1

Tegakan kelapa sawit
Gambar 7. Bobot kering tajuk kenaf dengan perlakuan naungan.

Gambar 7 menunjukkan bahwa bobot kering tajuk tanaman tertinggi umur
12 MST terbesar terdapat pada perlakuan tanpa naungan (139,85 g) dan terendah
pada perlakuan naungan (29,77 g).

Bobot Kering Tajuk

120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
H0

H1

H2

Pupuk Hayati
Gambar 8. Bobot kering tajuk kenaf dengan perlakuan pupuk hayati
Perlakuan pemberian mikoriza menunjukkan bobot kering tajuk yang lebih
besar (98,51 g) dibandingkan dengan pemberian azotobacter (98,40 g) dan
perlakuan tanpa pupuk hayati menunjukkan bobot kering tajuk yang paling rendah
(57,51 g) (Gambar 8).
Bobot Kering Akar (g)
Rataan bobot kering akar tanaman pada umur 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 66 - 67.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata, tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter bobot kering akar tanaman pada umur 12 MST.

Tabel 7. Bobot kering akar tanaman kenaf 4 MST – 12 MST dengan perlakuan
pupuk hayati dan naungan.
Pupuk hayati
Rataan
Naungan
H0
H1
H2
N0
18,61
20,24
22,72
20,52a
N1
2,56
3,65
4,43
3,55b
Rataan
10,58
11,94
13,57
12,03
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Bobot kering tajuk tanaman kenaf pada umur 12 MST terbesar terdapat
pada perlakuan tanpa naungan (20,52 g) dan terendah pada perlakuan naungan
(3,55 g). Walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata, perlakuan pemberian
azotobacter menunjukkan bobot kering tajuk yang lebih besar (13,57 g)
dibandingkan dengan pemberian mikoriza (11,94 g) dan perlakuan tanpa pupuk
hayati menunjukkan bobot kering tajuk yang paling rendah (10,58 g) (Tabel 7).

Bobot kering akar

25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
N0

N1
Tegakan kelapa sawit

Gambar 9. Bobot kering akar kenaf dengan perlakuan naungan.

Shoot / Root Ratio (g)
Rataan shoot/root ratio tanaman pada umur 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 68 - 69.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan naungan

dan

pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata terhadap parameter shoot/root
ratio kenaf pada umur 12 MST.
Tabel 8. Shoot / root ratio tanaman kenaf umur 12 MST dengan perlakuan pupuk
hayati dan naungan.
Pupuk hayati
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
7,98
12,50
7,54
9,34
N1
5,55
9,17
12,30
9,01
Rataan
6,77
10,84
9,92
9,17
Keterangan : angka – angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan
kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan tanpa naungan lebih tinggi (9,34
g) dibandingkan dengan perlakuan naungan (9,01 g). Sedangkan pada perlakuan
mikoriza menunjukkan shoot/root ratio yang lebih tinggi (10,84 g) dibandingkan
dengan perlakuan azotobacter (9,92 g), dan rendah didapatkan pada perlakuan
tanpa pupuk hayati (6,77 g) walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata
(Tabel 8).
Total Luas Daun (cm2)
Rataan pertambahan total luas daun kenaf pada umur 4 – 12 MST dapat
dilihat pada Lampiran 70 – 79.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata, tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter total luas daun kenaf pada umur 4 – 12 MST.

Tabel 9. Total luas daun kenaf umur 4 – 12 MST dengan perlakuan pupuk hayati
dan naungan.
Pupuk hayati
MST
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
175,94
241,54
255,47
224,32a
4
N1
44,20
80,40
62,82
62,47b
Rataan
110,07
160,97
159,14
N0
470,56
878,30
797,20
715,35a
6
N1
92,93
207,96
263,82
188,24b
Rataan
281,74
543,13
530,51
N0
1071,64
1367,13
1634,95
1357,90a
8
N1
143,22
345,26
451,42
313,30b
Rataan
607,43
856,20
1043,18
N0
1649,05
2091,59
2555,53
2098,72a
10
N1
216,14
520,33
735,95
490,80b
Rataan
932,59
1305,96
1645,74
N0
2689,36
3674,16
3660,93
3341,48a
12
N1
393,47
729,85
1271,76
798,36b
Rataan
1541,41
2202,01
2466,35
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Total luas daun kenaf pada umur 12 MST terbesar terdapat pada perlakuan
tanpa naungan (3341,48) dan terendah pada perlakuan naungan (798,36).
Perlakuan pemberian azotobacter menunjukkan total luas daun yang lebih besar
(2466,35) dibandingkan dengan pemberian mikoriza (2202,01) dan perlakuan
tanpa pupuk hayati menunjukkan total luas daun yang paling rendah (1541,41)
walaupun secara statistik berpengaruh tidak nyata (Tabel 9).

4000

Total luas daun

3500
3000
2500
2000
1500

N0

1000

N1

500
0
4

6

8

10

12

Minggu
Gambar 10. Total luas daun kenaf dengan perlakuan naungan.
Gambar 10 menunjukkan bahwa total luas daun tanaman pada perlakuan
naungan lebih tinggi dari pada tanpa naungan.
Laju Pertumbuhan Tanaman (g/hari)
Rataan laju pertumbuhan tanaman pada umur 4 – 12 MST dapat dilihat
pada Lampiran 80 – 89.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata, tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter laju pertumbuhan tanaman pada umur 4 – 12 MST.
Laju pertumbuhan tanaman kenaf umur 4 – 12 MST pada perlakuan
naungan dan pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Laju pertumbuhan tanaman kenaf umur 4 – 12 MST dengan perlakuan
pupuk hayati dan naungan
Pupuk hayati
MST
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
0,41
0,72
0,69
0,61a
4-6
N1
0,02
0,06
0,11
0,06b
Rataan
0,22
0,39
0,40
N0
0,47
0,59
0,80
0,62a
6-8
N1
0,11
0,08
0,13
0,11b
Rataan
0,29
0,33
0,47
N0
1,32
1,26
1,63
1,40a
8 – 10
N1
0,10
0,25
0,29
0,21b
Rataan
0,71
0,76
0,96
N0
1,86
2,08
1,99
1,98a
10 – 12
N1
0,12
0,17
0,19
0,16b
Rataan
0,99
1,12
1,09
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %.
Tabel 10 menunjukkan rataan laju pertumbuhan tanaman perdua minggu
lebih tinggi pada kenaf yang tidak ternaungi.

Laju Pertumbuhan Tanaman

2,5
2,0
1,5
N0

1,0

N1
0,5
0,0
4 -16

6 - 28

8 -310

104- 12

Minggu
Gambar 11. Laju pertumbuhan kenaf dengan perlakuan naungan.
Gambar 11 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tanaman pada
perlakuan tanpa naungan terus meningkat pada umur 4 – 6 MST hingga umur 10 –
12 MST, sementara pada perlakuan naungan umur 4 – 6 MST hingga umur 8 – 10

MST laju pertumbuhan tanaman terus meningkat namun mengalami penurunan
pada umur 10 - 12 MST.
Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/hari)
Rataan laju asimilasi bersih pada umur 4 – 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 90 - 103.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata terhadap parameter laju asimilasi bersih pada umur 4 – 6 MST,
tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata terhadap parameter laju
asimilasi besih pada umur 4 MST – 12 MST.
Laju asimilasi bersih tanaman kenaf pada umur 4 – 12 MST pada
perlakuan naungan dan pemberian pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Laju asimilasi bersih kenaf umur 4 – 12 MST dengan perlakuan pupuk
hayati dan naungan.
Pupuk hayati
MST Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
1,457 x10-3
1,433 x 10-3 1,317 x 10-4 1,402 x 10-3a
4 -6
N1
3,82 x 10-4
8,50 x 10-4
7,42 x 10-4
6,58 x 10-4b
Rataan
9,19 x 10-4
1,141 x 10-3 1029 x 10-3
N0
6,02 x 10-4
5,64 x 10-4
6,15 x 10-4
5,94 x 10-4
6–8
-3
-4
-4
N1
1,195 x 10
2,87 x 10
6,31 x 10
7,05 x 10-4
Rataan
8,99 x 10-4
4,25 x 10-4
6,23 x 10-4
N0
9,82 x 10-4
6,96 x 10-4
1,729 x 10-4 1,136 x 10-3
8 – 10
N1
6,83 x 10-4
2,87 x 10-4
4,41 x 10-4
4,70 x 10-4
Rataan
8,33 x 10-4
4,92 x 10-4
1,085 x 10-4
N0
3,611 x 10-3
1,098 x 10-3 7,45 x 10-4
1,818 x 10-3
10 – 12
N1
3,82 x 10-4
2,42 x 10-4
2,43 x 10-4
2,89 x 10-4
Rataan
1,996 x 10-4
6,70 x 10-4
4,94 x 10-4
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Tabel 11 menunjukkan pada umur 4 – 6 MST hingga umur 10 – 12 MST
laju asimilasi bersih pada perlakuan tanpa naungan lebih tinggi (1,402 x 10-3) dari

pada pada perlakuan naungan (6,58 x 10-4). Perlakuan tanpa pupuk hayati pada 10
– 12 MST menunjukkan laju asimilasi bersih yang lebih tinggi (1,996 x 10-4) dari
pada perlakuan mikoriza (6,70 x 10-4) dan terendah pada perlakuan azotocbacter

Laju Asimilasi Bersih

(4,94 x 10-4) walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata.
0,002
0,0018
0,0016
0,0014
0,0012
0,001
0,0008
0,0006
0,0004
0,0002
0

N0
N1

4 -46

6 -68

8 -810

1010
- 12

Minggu
Gambar 12. Laju asimilasi bersih kenaf dengan perlakuan naungan.
Gambar 12 menunjukkan bahwa laju asimilasi bersih tanaman

pada

perlakuan tanpa naungan terus meningkat pada umur 4 – 6 MST hingga umur 10 –
12 MST, sementara pada perlakuan naungan umur 4 – 6 MST hingga umur 8 – 10
MST laju pertumbuhan tanaman terus meningkat namun mengalami penurunan
pada umur 10 – 12 MST.
Laju Tumbuh Relatif (g/hari)
Rataan laju tumbuh relatif pada umur 4 – 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 104 - 111.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan pupuk
hayati berpengaruh tidak nyata pada parameter laju tumbuh relatif tanaman.
Laju tumbuh relatif kenaf umur 4 – 12 MST pada perlakuan naungan dan
pemberian pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Laju tumbuh relatif kenaf umur 4 MST – 12 MST dengan perlakuan
pupuk hayati dan naungan.
Pupuk hayati
MST
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
0,11
0,14
0,10
0,11
4–6
N1
0,08
0,07
0,12
0,09
Rataan
0,09
0,10
0,11
N0
0,04
0,04
0,04
0,04
6–8
N1
0,08
0,05
0,06
0,06
Rataan
0,06
0,04
0,05
N0
0,06
0,04
0,05
0,05
8 – 10
N1
0,06
0,07
0,05
0,06
Rataan
0,06
0,05
0,05
N0
0,03
0,05
0,04
0,04
10 – 12
N1
0,03
0,03
0,02
0,03
Rataan
0,03
0,04
0,03
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan tanpa naungan pada 4 – 6 MST
dan 10 – 12 MST lebih tinggi dari pada perlakuan naungan, sementara pada 6 – 8
MST dan 8 – 10 MST perlakuan tanpa naungan lebih rendah dari pada perlakuan
naungan.
Indeks Luas Daun
Rataan indeks luas daun kenaf pada umur 4 – 12 MST dapat dilihat pada
Lampiran 112 – 121.
Hasil

analisis

statistik

menunjukkan

bahwa

perlakuan

naungan

berpengaruh nyata terhadap parameter indeks luas daun pada umur 4 – 12 MST,
tetapi pemberian pupuk hayati berpengaruh tidak nyata terhadap parameter indeks
luas daun pada umur 4 MST – 12 MST.
Indeks luas daun pada umur 4 – 12 MST pada perlakuan naungan dan
pemberian pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Indeks luas daun kenaf umur 4 MST – 12 MST dengan perlakuan pupuk
hayati dan naungan.
Pupuk hayati
MST
Naungan
Rataan
H0
H1
H2
N0
0,29
0,40
0,43
0,37a
4
N1
0,07
0,13
0,10
0,10b
Rataan
0,18
0,27
0,27
N0
0,78
1,46
1,33
1,19a
6
N1
0,15
0,35
0,44
0,31b
Rataan
0,47
0,91
0,88
N0
1,79
2,28
2,72
2,26a
8
N1
0,24
0,58
0,75
0,52b
Rataan
1,01
1,43
1,74
N0
2,75
3,49
4,26
3,50a
10
N1
0,36
0,87
1,23
0,82b
Rataan
1,55
2,18
2,74
N0
4,48
6,12
6,10
5,57a
12
N1
0,66
1,22
2,12
1,33b
Rataan
2,57
3,67
4,11
Keterangan: angka-angka yang diikuti notasi yang berbeda pada garis dan kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT
taraf 5 %.
Tabel 13 menunjukkan perlakuan azotobacter menunjukkan indeks luas
daun yang lebih tinggi (4,11) dibandingkan perlakuan mikoriza (3,67), sementara
indeks luas daun yang paling rendah terdapat pada perlakuan tanpa pupuk hayati
walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata.

6
Indeks Luas Daun

5
4
3

N0

2

N1

1
0
4

6

8

10

12

Minggu
Gambar 13. Indeks luas daun kenaf dengan perlakuan naungan.
Indeks luas daun pada perlakuan tanpa naungan pada pada lebih tinggi dari pada
perlakuan naungan (Gambar 13).

KESIMPULAN DAN SARAN
kesimpulan
1. Kenaf yang ditanam pada areal tanpa naungan menunjukkan tinggi
tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot segar/kering tajuk, bobot
segar/kering akar, shoot/root ratio, total luas daun, laju pertumbuhan
tanaman, indeks luas duan, laju asimilasi bersih, laju tumbuh relatif dan
indeks luas daun yang lebih baik dibandingkan kenaf yang ditanam
dibawah naungan.
2. Mikoriza mampu meningkatkan bobot kering tajuk kenaf lebih tinggi
dibandingkan dengan azotobacter dan tanpa pupuk hayati.
3. Azotobacter mampu meningkatkan jumlah daun tanaman pada umur 4 dan
6 MST lebih tinggi dari pada mikoriza dan tanpa pupuk hayati.
Saran
Penanaman kenaf dibawah naungan belum membutuhkan penambahan
pupuk hayati untuk dapat meningkatkan pertumbuhan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika kenaf menurut Ben-Hill, et al. (1960) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae; Divisio : Spermatophyta; Subdivisio: Angiospermae;
Kelas: Dicotyledoneae; Ordo: Malvales; Famili: Malvaceae; Genus: Hibiscus;
Spesies: Hibiscus cannabicus L.
Kenaf membentuk akar tunggang yang panjangnya dapat mencapai 25–75
cm. Akar lateralnya tegak lurus pada akar tunggang, panjangnya 25–30 cm.
Perakaran kenaf lebih kuat dibanding perakaran rosela. Dalam keadaan tergenang
air pada batas tertentu akar kenaf masih dapat bertahan. Perakaran tanaman kenaf
akan toleran disaat tanaman sudah berumur 1,5–2 bulan (Sastrosupadi, 1983).
Batang kenaf terdiri dari bagian kulit yang mengandung serat dan bagian
kayu. Untuk tujuan penghasil serat, maka diperlukan tanaman serat yang tanpa
cabang. Cabang pada batang kenaf tidak dibutuhkan karena menurunkan produksi
serat, sedangkan wiwilan adalah tunas kecil tidak menurunkan produksi serat
bahkan membantu mempertinggi fotosintesis. Batang berwarna hijau, merah, atau
campuran merah dan hijau tidak teratur. Diameter batang kenaf dapat mencapai
25 mm tergantung varietas dan lingkungan tumbuhnya. Permukaan batang kenaf
ada yang licin, berbulu halus, berbulu kasar dan ada juga yang berduri.
Kandungan serat terbanyak berada pada batang bawah setinggi 1-1,25 m
(Wijiastuti, 2013).
Daun tanaman kenaf letaknya berselang-seling (alternate), dan terletak
pada cabang dan batang utama. Permukaan daun (atas dan bawah) ada yang
berduri, berbulu, berduri dan berbulu, maupun tidak berduri dan tidak berbulu.

Pada daun akan kelihatan perbedaan warna, terutama pada urat daun dan tepi
daun. Panjang tangkai daun (petiole) 3–18 cm dan tidak beruas. Warna tangkai
daun umumnya berbeda saat tanaman muda dengan tanaman menjelang panen.
Letak tangkai daun pada cabang berbeda pada setiap spesies antara lain
intermediate, horizontal, dan terkulai. Pada ketiak daun terdapat stipula. Tepi
daun kenaf umumnya bergerigi (Setyo dan Budi, 2013).
Tanaman kenaf termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri, tetapi sekitar
4% terjadi penyerbukan silang. Tanaman kenaf bersifat otosensitif, yaitu
pembungaannya dipengaruhi oleh panjang hari, yaitu akan berbunga awal jika
mendapat penyinaran yang lebih pendek dari fotoperiode. Kenaf mulai berbunga
pada minggu ke 12 setelah tanam. Bunga biasanya berdiri sendiri, terdapat pada
ketiak daun bagian atas. Bunga kenaf terdiri dari: 1) kelopak tambahan 7-10 helai,
berdaging tipis, hampir lepas, berbentuk garis; 2) kelopak yang berwarna hijau
terbagi lima, tidak lebih panjang dari kelopak tambahan; 3) tajuk atau mahkota
berjumlah lima kelopak berbentuk bulat telur terbalik, panjang sampai 6 cm,
berwarna kuning atau putih dengan noda merah tua pada pangkalnya; 4) benang
sari seluruhnya tertutup dengan kepalasari, dan 5) putik berwarna merah ada yang
menonjol dan ada yang pendek tangkai putiknya. Periode pembungaan kenaf tidak
serempak. Mekarnya sangat singkat, biasanya terjadi sebelum matahari terbit dan
akan menutup kembali pada siang hari atau sore hari. Waktu reseptif berlangsung
pada

pukul

07.00-09.00

dan

pada

saat

tersebut

terjadi

penyerbukan

(Wijiastuti, 2013).
Buah kenaf (kapsul) berbentuk bulat meruncing (seperti kerucut) dengan
panjang 2–2,5 cm dan diameter 1–1,5 cm. Permukaan buah terdapat bulu pendek,

halus dan banyak, ada juga yang berduri. Buah muda berwarna hijau. Sedangkan
buah

tua

berwarna

hijau

tua,

dan

buah

kering

berwarna

cokelat

(Setyo dan Budi, 2013).
Biji kenaf biasanya berbentuk ginjal berdiameter sekitar 0,3–0,5 cm,
berwarna kelabu agak kecokelatan Ada juga yang berbentuk reniform,
subreniform, dan angular (Ochse, et al., 1961).
Syarat Tumbuh
Tanah
Kenaf mampu beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, tetapi yang
paling sesuai untuk pertumbuhan kenaf adalah pada tanah yang subur, remah dan
lempung

berpasir

yang mengandung humus dengan

drainase

baik

(Sastrosupadi, et al., 1996).
Kenaf agak tahan kekeringan, namun karena seluruh bagian vegetatifnya
(batang) harus dipanen pada umur 3,5-4 bulan, maka ketersediaan air selama
pertumbuhan harus cukup. Kebutuhan air untuk kenaf sebesar 600 mm selama
empat bulan (Iswindiyono dan Sastrosupadi, 1987). Kisaran pH cukup luas, yaitu
dari 4,5-6,5 sehingga kenaf dapat tumbuh baik di tanah yang agak masam, antara
lain di lahan gambut, khususnya untuk varietas He G4.
Iklim
Curah hujan yang dikehendaki oleh kenaf selama pertumbuhannya sebesar
500-750 mm atau curah hujan setiap bulan 125-150 mm (Berger, 1969). Bila
curah hujan kurang dari jumlah tersebut, umumnya perlu dibantu dengan
pengairan dari irigasi maupun pompa.

Daerah penyebaran kenaf sangat luas, terletak antara 4oLU sampai dengan
30oLS. Kenaf sangat toleran terhadap temperatur harian dengan variasi sekitar
10oC–50oC, tapi akan mati pada suhu dingin (frost). Kenaf akan tumbuh baik pada
daerah dengan kisaran temperatur 20oC–35oC, dengan curah hujan 500–625 mm
selama musim tanam (5–6 bulan), umumnya terdapat varietas yang peka terhadap
fotoperiodisitas dan terdapat sedikit varietas yang kurang peka fotoperiodisitas
(Brink dan Escobin, 2003).
Mikoriza
Asosiasi antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi memiliki
istilah umum yaitu mikoriza yang secara harfiah diartikan sebagai akar jamur.
Akar jamur ditemukan oleh seorang botanis Jerman bernama Frank, pada tahun
1855 di pepohonan hutan seperti pinus tetapi penelitian selanjutnya menunjukkan
bahwa asosiasi simbiotik semacam itu juga ada dalam kondisi alami dalam sistem
perakaran pada banyak tanaman budidaya lainnya (Rao, 1982).
Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokkan menjadi ektomikoriza dan endomikoriza. Pada ektomikoriza
jamur yang menginfeksi tidak masuk ke dalam sel akar tanaman yang hanya
berkembang di antara dinding sel jaringan korteks, akar yang terinfeksi membesar
dan bercabang. Sedangkan pada endomikoriza jamur yang menginfeksi masuk
kedalam

jaringan

korteks

dan

akar

yang

terinfeksi

tidak

membesar

(Khairul, 2001).
Aplikasi mikoriza pada tanaman merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi terhambatnya pertumbuhan karena cekaman kekeringan. Mikoriza
merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan sistem akar tanaman

tingkat tinggi. Prinsip kerja mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran
tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang
mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam
penyerapan hara (Rungkat, 2009).
Ciri dari CMA adalah adanya Arbuskula. Arbuskula yang masuk ke sel
korteks tanaman inang kemudian hifa ini bercabang – cabang seperti pohon
dengan cabang terkecil berdiameter 1 mm, dan akar yang terinfeksi tidak
membesar. Salah satu genera CMA yang umum ditemukan adalah Glomus sp.,
Gigaspora sp. dan Acaulospora sp. Perkembangan CMA berkorelasi erat dengan
jumlah eksudat akar. Hal ini disebabkan karena dari akar dikeluarkan eksudat
yang mengandung bahan-bahan organik termasuk karbohidrat dan asam amino
yang berguna bagi perkecambahan spora mikoriza tersebut. Adanya CMA dapat
memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Cendawan mikoriza
Arbuskula dapat meningkatkan pengambilan fosfat dari sumber fosfat. Adanya
asam organik dan enzim phosphatase yang dihasilkannya dapat meningkatkan P
terlarut fosfor terlarut tersebut dapat masuk kedalam hifa eksternal CMA. Bagian
yang penting dari sistem mikoriza adalah miselium yang terdapat diluar akar,
berperan dalam penyerapan unsur hara bagi tanaman jarak yang ditempuh oleh
hara tanaman dengan adanya mikoriza berdisfusi melalui tanah ke akar dapat
diperpendek (Abbot dan Rabbon, 2008).
Cendawan mikoriza dapat membentuk akar tanaman yang kuat, cepat
menjalar kedalam tanah, akar sehat, dan hijauan daun tajuk tanaman cepat
menutup. Akar bibit tanaman yang telah dipersenjatai CMA mampu bertahan
hidup dari kondisi lingkungan yang tidak bersahabat, CMA ini dapat membantu

logistik tanaman dan perlindungan akar tanaman dari gangguan lingkungan,
sehingga tanaman dapat hidup lebih baik di lapangan (Turjaman, 2004).
Menurut Puryono (1997) secara umum peranan mikoriza terhadap
pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut :
1. Adanya mikoriza sangat penting bagi persediaan unsur hara dan
pertumbuhan tanaman.
2. Adanya simbiosis mikoriza pada akar tanaman akan dapat membantu
dalam mengatasi kekurangan unsur hara terutama Phospor (P) yang
tersedia dalam tanah. Hal ini disebabkan mikoriza mampu melepaskan
ikatan Aluminium fospat (AlPO4) dan Besi fospat (FePO4) pada tanahtanah yang asam.
3. Mikoriza dapat meningkatkan unsur hara dengan jalan memperkecil jarak
antara akar dengan unsur hara tersebut. Hal ini terjadi melalui
pembentukan

hifa

pada

pemukaan

akar yang

befungsi

sebagai

perpanjangan akar.
4. Dengan perluasan hifanya, mikoriza akan meningkatkan daya serap dari
elemen-elemen yang imobil dalam tanah, misalnya : P, Cu, Zn.
5. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat
struktur agregat tanah.
6. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman terutama di daerah yang kondisinya sangat miskin hara, pH
rendah, dan kurang air.

7. Simbiosis antar jamur dan akar tanaman dapat melindungi tanaman
inangnya terhadap serangan jamur patogen dengan cara mengeluarkan zat
antibiotik.
8. CMA juga dapat menghasilkan hormon tumbuh auksin, sitokinin,
giberelin, dan vitamin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman
inang.
Azotobacter
Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di
daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya
relatif rendah. Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, bakteri ini juga
menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon
pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti
halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi
dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih
menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Rahmawati, 2005).
Azotobacter sp. memiliki kelebihan dibandingkan dengan bakteri
penambat N atmosfer nonsimbiotik lainnya, karena mampu mensintesis hormon
seperti IAA. Sintesis IAA pada bakteri melalui jalur asam indol piruvat. IAA yang
disekresikan bakteri memacu pertumbuhan akar secara langsung dengan
menstimulasi pemanjangan atau pembelahan sel atau secara tidak langsung
mempengaruhi aktivitas ACC deaminase. ACC deaminase yang dihasilkan oleh
banyak bakteri pemacu pertumbuhan tanaman mencegah produksi etilen pada
tingkat yang menghambat pertumbuhan tanaman (Patten dan Glick, 2002).

Penambahan

atau

inokulasi

Azotobacter

dengan

tujuan

untuk

meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah telah sering dilakukan namun dengan
hasil yang bervariasi, bahkan kadang-kadang tidak meningkatkan hasil tanaman.
Kondisi tersebut sangatlah logis mengingat kontribusi rizobakteri hidup bebas
terhadap nitrogen tanah hanya sekitar 15 kg N/ha/tahun yang jauh lebih rendah
daripada kontribusi bakteri pemfiksasi nitrogen simbiosis yang mencapai 24-584
kg N/ha/t (Shantharam dan Mattoo, 1997).
Namun demikian, upaya mempertahankan kesehatan tanah dan sekaligus
produktivitas tanaman dengan inokulasi Azotobacter perlu dilakukan karena
rizobakteri ini berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui
produksi fitohormon yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, input
rizobakteri dalam suatu sistem pertanian sejalan dengan konsep Mekanisme
Pembangunan Bersih (Clea Development Mechanism, CDM) yang penting
diupayakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan
karbon (carbon sequestration) sehingga karbon berada dalam bentuk yang lebih
stabil (Murdiyarso, 2003).
Azotabacter dikenal sebagai agen pemfiksasi dinitrogen (N2), yang dapat
mengkonversi dinitrogen menjadi ammonium melalui reduksi elektron dan
protonasi gas nitrogen. Azotobacter merupakan bakteri penambat N non
simbiotik, hidup bebas di daerah perakaran tanaman, tidak bersimbiosis dengan
tanaman tertentu seperti halnya pada Rhizobium dengan tanaman legum.
Pemanfaatan Azotobacter sebagai salah satu species rizobakteri tidak hanya
sebagai sumber hara nitrogen, tetapi juga menghasilkan fitohormon (auksin,
sitokinin dan giberelin) yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Beberapa

keuntungan dengan memanfaatkan Azotobacter ini adalah; a) tidak berbahaya
bagi lingkungan, b) penggunaannya tidak menimbulkan pencemaran, c) harga
relatif murah, dan d) teknologinya sederhana (Khairul, 2001).
Inokulasi Azotobacter memiliki spektrum luas yang telah terbukti berguna
untuk sejumlah tanaman perkebunan. Inokulan Azotobacter dapat di lakukan
dengan berbagai cara. Perlakuan biji (seed treatment) dilakukan seperti pada
tanaman jagung, kapas dan gandum dengan mencampur 500 g inokulum
Azotobacter ke dalam 25 g biji. Pada umbi-umbian, 1 kg inokulum Azotobacter
dilarutkan dalam 40-50 L air dan umbi dicelupkan selama 5 – 10 menit ke dalam
suspensi larutan atau dapat dilakukan dengan menaburkan inokulum Azotobacter
sebanyak 2,5 kg untuk kebutuhan 1 ha umbi yang akan di tanam. Inokulasi
Azotobacter pada tanah/lahan dapat dilakukan untuk tanaman jangka pendek
dengan mencampurkan 5,0 - 7,5 kg inokulum Azotobacter ke dalam tanah top soil
atau kompos sebanyak 100 - 150 kg kemudian disebar untuk 1 ha secara merata
pada saat tanam atau 24 jam sebelum tanam (Mahajan dan Gupta, 2009).

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan
kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal
perke