Modifikasi sifat fungsional tepung beras dan aplikasinya dalam pembuatan mi beras instan

MODIFIKASI SWAT FUNGSIONAL TEPUNG BERAS DAN

APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN
MI BERAS INSTAN

Oleb :

S. JON1 MUNARSO

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998

RINCKASAN

S . JON1 MUNARSO. Modifikasi sifat fungsional tepung beras dan aplikasinya

dalam pembuatan mi beras instan. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi,

MS. sebagai Ketua; Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc.; Prof. Dr. Ir. Suhardjo, M. Phil.;
Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Mulyo Sidik, MSc. sebagai Anggota).

Menghadapi era perdagangan bebas mendatang, saidaknya ada 2 (dua) langkah
yang perlu dipersiapkan oleh dunia perberasan Indonesia

.

yaitu (a) meningkatkan mutu

beras agar marnpu W i n g di pasaran, dan @) menyedidcan teknologi yang dapat
meningkatkan nilai tambatt beras, bila hams tersingkir dari pasaran. Langkah menyiapkan
teknologi sebenarnya tidak hams menunggu sampai beras Indonesia tersingkir, tetapi saat
ini sesungguhnya Indonesia juga telah memerlukannya, mengingat cukup banyaknya
beras yang turun mutunya oleh berbagai sebab.

Teknologi yang dipersiapkan seyogyanya tidak hanya mampu meningkatkan nilai
tarnbah beras, tetapi sedapat mungkin juga menelcan impor. Atas dasar pertimbangan ini,

beras sebaiknya dikembangkan menjadi tepung beras tennodifikasi, sebagai peagganti
pati tennodifikasi yang merupakan produk impor. Beras juga layak dikembangkan
menjadi mi instan, yang selama ini menggunakan terigu impor. Kedua tdcnologi ini dapat


sckaligus dikembangkan, mengingat pati tamodifikasi biasanya digunakan juga pada
produksi mi instan. sebagai texture m o d ~ @ahan
~ r
pengikat). Dengan demikian, langkah .
ini akan mengurangi beban &visa negara untuk impor.
Untuk itu dilakukan satu sen penelitian yang bermjuan untuk (1) mempelajari
pengaruh mses modifikasi fosforilasi terhadap sifat fisik, kimia, dan fbngsional tepung
beras, serta perubahan sifat p r o t e i ~ y a (2)
, menyusun formula untuk pembuatan mi beras
ins-.
dan (3) mempelajari pengaruh penambahan tepung b r a s terfosforilasi terhadap
mutu mi beras instan. Diduga bahwa proses fosforilasi akan mengubah sifat fisik, kimia
dan fungsional tepung beras. Tepung beras dapat digunakan sebagai bahan baku pembuat
mi beras instan, dan aplikasi tepung beras terfosforilasi sebagai bahan aditif dalam
pembhtan mi beras instan akan meningkatkan mutu mi tersebut.

Penelitian dilakukan dalam 4 (empat) tahap, yaitu (1) pengaruh proses modifikasi
terhadap sifat tepung beras, (2) studi sifat fungsional tepung dan pati beras serta sifat
protein tepung beras akibat proses modifikasi. (3) fonnulasi mi beras instan dan smdi
pengaruh penggunaan terigu, dan (4) aplikasi tepung beras terfmforilasi pada pembuatan

mi beras instan. Berbagai pengamatan dilakukan untuk mengungkap keadaan awal bahan
percobaan dan optimalisasi pH reaksi serta mengevaluasi perubahan &fat fisik, kimia,
fungsiond dan gizi (tahap l), membandingkan sifat fingsional tepung dan pati beras
tdosforiI1asi serta sifat proteinnya (tahap 2), membuat formula yang tepat bagi
pembuatan mi beras instan (tahap 3), serta mengetahui dampak tepung beras terfosforilasi
terhadap mutu mi beras instan (tahap 4).
Hasil penetitian menunjukkan bahwa modifikasi fosforilasi terhadap tepung beras
sebaiknya dilakukan pada pH 10,s daripada pH 8,s maupun 9,s.Perfakuan pada pH 10,s
ini akan menghasilkan tepung beras terfosforilasi (Tl3TF) dengan suhu gdatinisasi paling

rendah (72O~),dibandingkan suhu 7 5 O ~
(pH 9,5) dan 80°c @H 8,s). Pdakuan ini juga
menghasilkan waktu gelatinisasi paling rendah (28 menit dibandingkan dengan 3 0 dan 33
menit). Selain itu TBTF yang dihssilkan pada pH 10,s mempunyai viskositas puncak,
viskositas dingin, dan viskositas balik yang paling tinggi (bertumt-twut 846,67; 1640 dan
793,33 BU).
Proses fosforilasi tepung beras terbukti &pat mengubah sifat fisik tepung. Akibat
proses ini, derajat putih tepung beras meningkat 4

- ??o/


lebih tinggi. Derajat pytih juga

sangat dipengaruhi derajat putih bahan dasamya. Tepung yang terbuat dari beras bermutu
rendah, rnempunyai derajat putih yang juga lebih rendah dibandingkan tepung dari beras
yang baik mutunya.
Proses fosforilasi ternyata mengubah kadar pati tepung beras. Kadar pati dalam

TBTF

secara nyata ditentukan oleh interaksi jenis beras dengan banyaknya POCl3 yang

ditarnbahkan. Seluruh 4 jenis bahan mengalami perubahan kadar patinya akibat proses
fosforilasi dari kisaran 78,25

-

84,15% menjadi 72,61-80,05%. Aplikasi POCl3 makin

banyak, mengakibatkan penumnan kadar pati makin besar. Penurunan kadar pati ini


disebabkan oleh terjadinya pencucian (Ieuching) pati sebagai konsekuensi tidak adanya
garam (seperti NaCl dan Na2S04) yang ditarnbahkan dalam proses fosforilasi.

Komponen kimia yang lain (protein, lemak, serat, abu dan fosfor) dalam TBTF
justru mengalami peningkatan akibat proses fosfdlasi. Kadar protein meningkat dari
kisamn 8,ll-9,82% menjadi 9,15-10,400/0Kadar
.
lemak meningkat dari kisanur
0,14-0,29% menjadi 0,12-0,45%. Kemudian kadar serat juga rneningkat dari kisaran
0,07-0,09% menjadi 0,07-0,1S%,d m kadar abu dari 0.32-0,35% menjadi 0.32-0.58%.
Peningkatan kadar komponen kirnia di atas tejadi sebagai k o n h e n s i adanya penurunan
kadar pati. Meskipun demikian, khusus untuk kadar abu, peningkatan tersebut mungkin
juga berasal dari adanya peningkatan kadar f o s f k Kadar fosfor dalam TBTF ini
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah POCb yang diberikan, yakni bergerak dari
kisaran 0,06-0,07% menjadi 0,06-0.08%. Perubahan M a r fosfor ini &pat dipakai
sebagai indikator terjadinya proses fosforilasi.
Penurunan kadar pati tepung beras akibat proses fosforiiasi ternyata tidak diikuti
dengan penulunan kadar amilosanya. Proses fosforilasi justxu meningkadcan kadar
amilosa tepung beras, yaitu dari kisaran 21.24-29.13% menjadi 25.47-33.30%. Sifat

amilopektin yang lebih peka terhadap proses fosforitasi mengakibatkan dihasilkannya
molekul amilopefrtin yang iebih sedikit dalam ukuran yang lebih besar. Akibatnya
proporsi amiloss ferhadap amilopektin mengalami peningkatan.

Proses f d o r i l a s i juga terbukti mampu mengubah sifat h g s i o n a l tepung beras.
Suhu gelatinisasi tepung rnengdarni perubahan tergantung jenis beras dan taraf
penambahan POC13. Hanya tepung beras IR64 B yang tidak mengalami perubahan suhu
gelatinisasi akibat proses fosforilasi. Sedangkan set,agian besar tepung beras (JR64 J,
IR42 B dan IR42 J) mengalami penurunan suhu gelatinisasi, yaitu dari kisaran
75.75-81.75~~
rnenjadi 74,25-81.00~~.
Penurunan suhu gelatinisasi ini mencapai titik
optimum pada t a d penambahan POC13 sebesar 0.2%. Identik dengan suhu gelatinisasi,
waktu gelatinisasi optimum juga W p a i pada penggunaan POCL sebesar 0,2%.
Perubahan sifat fingsional juga dapat dilihat dari adanya peningkatan viskositas
puncak dari masing-masing TBTF. Akibat penambahan jumlah POCl3 yang berbeda,

t a d 0,2% (825 BU). Sedangkan pada t a d yang lebih rendah (0,1%) viskositas puncak
belum mengalami perubahan, dan taraf POCL yang lebih tin*
(0.3%) menghasilkan

viskositas yang sama dengan 0,2% (yaitu sebesar 742,s BU). Berdasarkan jenis beras,
beras IFt42 B dan IR64 3 merupakan bahan dengan viskositas tertinggi (835 dan 790
BU).

Tar& POCIS sebesar 0,2% juga menghasilkan TBTF dengan viskositas panas
(95O~)yang optimum. Penarnbahan POC& lebih dari 0,2% akan menghasilkan TBTF
Perlakuan dengan POCb 0,2% pada tepung IR42 B
menghasilkan TBTF dengan viskositas panas ter&inggi(890 BU). Tingginya viskositas

dengan viskositas panas yang -a.

panas ini mencirikan kestabilan pasta dari TBTF tersebut.
Berbeda dengan viskositas panas dan viskositas puncak yang telah optimum pada
t a d POCIS 0.2%. viskositas dingin (50°c), dan viskositas balik dari T3TF umumnya

baru tercapai titik tertingginya pads taraf 0.3% (masing-masing 1407,s dan 665 BU).
Mengingat ke empat jenis viskositas (viskositas puncak, viskositss panas, viskositas
dingin dan viskositas balik) merupakan variabel penting TBTF dalam menjdankan
fimgsinya sebagai bahan pengikat, maka terbclahnya ke empat d a b e l tersebut dalam 2
kelompok (0,2 dan 0,3O), menuntut adanya verifikasi pada skala yang lebih sempit.

Pengamatan sifat fingsiond TBW pada tarsf POCb yang lebih sernpit O.aitu
0,20; 0,25; dan 0.30%), menunjukkan adanya 6 (enam) variabel yang optimum pada taraf
0,25% (yaitu suhu puncak, waktu puncak, viskositas puncak, viskositas dingin, viskositas
balik, dan daya serap minyak), dan 3 ( t i p ) variabel bernilai sama pada t a d 0,20 dan
0.25% (suhu dan waktu gelatinisasi serta daya serap air). Oleh sebab itu ditetapkan taraf
POC13 sebesar 0,296 sebagai tarafoptimum untuk fosforilasi tepung beras.
Sifat firngsional tepung beras terfosforilasi sebagian besar menyerupai sifat
fungsional pati beras terfosforilasi. Persarnarur ini khususnya -at
waktu gelatinisasi, viskositas puncak,

pada sifat suhu dan

viskositas dingin maupun viskositas batik.
Perbedaan yang nyata terdapat pada sifat viskositas panas. Pada sifat ini, pati beras
lebih tinggi pada tar& POCl3 yang manapun. Wskositas
terfosforilasi seldu -1ai
panas pati terfosforilasi mia-rata adalah 1066,67 BU, sedangkan pada TBTE sebesar

548,33 BU. Untuk itu, bagi produk yang tidak terlalu mementingkan sifat viskositas
panas, penggunaan TBTF lebih efisien daripada pati beras terfosforilasi.

Proses fosforilasi juga mengubah nilai gizi tepung beras. Aplikasi POC13 hingga
0.2% ternyata menurunlcan daya cerna pati beras yaitu dari rata-rata 65.36% menjadi
60,69%. Penurunan ini disebabkan oleh adanya ikatan ester fosfat yang menghambat
aktivitas enzim milase. Sebdiknya daya -a
protein mengalami peningkatan pada
TBTF dengan w C l 3 hingga 0,2% dari 42,lWA menjadi 67,7396, kemudian menurun
pada taraf 0.3% (mta-rata 60,14%). Peningkatan ini disebabkan oleh menurunnya
resistensi protein M a d a p aktivitas proteditik akibat adanya perlahan alkali. Sedangkan
p e n m n a n yang terjadi kernudian disebabkan protein telah pula
pengikat-silangan oleh POCls, setelah pati mengalaminya terlebih dahulu.

mengalami

Fraksi-fraksi protein beras ternyata mangalami peninglcatan akibat adanya proses
fosforilasi, keatali Gaksi glutelin. Fraksi glutelin justru mengalami penurunan. Hal ini
diduga terkait dengan suasana basa yang w a d i terus selama proses fosforilasi. Glutelin

adalah fi-aksi yang bersifat larut dalam basa, karena itu kadamya dalam TBTF menjadi
lebih kecil. Penurunan ini rnenga?cibatkan proporsi fiaksi lain dalam protein menjadi lebih
besar.

Tepung beras terbukti dapat dipakai sebagai bahan b h pembuatan mi beras
instan. U n b k mernbuat mi betas instan, tepung benss (100 g) perlu ditambah dengan

CMC (cmbaay Mdkyl Cdlrrlose) sebanyak-3% dan diadoni dengan 80 ml lamtan Brine
(yaitu lanatan yang mengandung 5.18% NaCl; 0,26% NazC03; dan 0,26OA K2CO3).
Adonan ini perlu dikukus (90 - 10CJ°C) selama 8 menit, kemudian baru dicetak menjadi
lembaran adonan (sheel) dan dipotong membentuk benang-benang mi. Proses selanjumya
mi dikulcus kembali selama 15 menit, ditata dalam cetakan dan dikeringkan.
Pengeringan dengan cara penghembusan udara panas (oven blower 60-70°c; 3,5
jam) menghasilkan mi beras instan dengan tekstur mi masak yang lebih baik daripada
pengeringan secant penggorengan. Namun demikian cara di atas menghasilkan mi dengan
wama yang kurang menarik dibandingkan warna mi hasil menggorengan. Untuk menutup
kelemahan ini, penambahan larutan pewarna tartrazin 1% sebanyak 5 tetes dapat
dilakukan pada saat pembuatan adonan.

Pembuatan mi beras instan tidak memerlukan'adanya penambahan terigu, sebab
penambahan terigu hingga 3%

ternyata justru menurunkan mum mi yang dihasilkan.


Panelis menyukai tekstur, warna, maupun aroma mi beras instan tanpa terigu secara nyata
daripada mi yang menggunakannya. Kekerasan mi beras instan masak juga tidak
ditentukan oleh ada atau tidaknya terigu (F hitung = 1,755'9, melainkan oleh jenis
berasnya (F hitung = 11,076**). Kekerasan tertinggi diperoleh pada mi yang dibuat dari
tepung beras IR64 B (30,73 kg) dan IR42 B (30,49 kg). Sementara persentase
perpanjangannya juga tidak berbeda nyata dan berkisar 27,84-30.91%. Kisaran ini
sebanding dengan nilai perpanjangan mi instan Myojo (28.66*?).
Tidak adanya manfaat terigu dalam perbaikan mum mi beras instan tersebut

sifat hgsional tepung campuran. Pencampuran tepung terigu
temyata berkaitan denternyata meningkat suhu getatinismi (dari 77-63-c menjadi 78,56 hingga 81,38Oc),
menurunkan viskositas puncak (dati 636.25 BU menjadi 365,63 BU) dan menviskositas dingin (dari 1106,88 BU menjadi 739,38 BU) tepung bahan baku. Peningkatan
suhu g e l a t i n i d berdampuk bedcumngnya pati tergelatinisasi p d a saat pengukusan yang
dilakukan dengan suhu dan waktu yang -a.
Sedarigkan penwunan viskositas b d b a t
pada p u r u n a n daya ikat tepung yang beasanglare. Sedildtnya pati tageldnisasi
dengan viskositas yang juga rendah, mengakibatkan partikel tepung tidak dapat diikat
dengan baik untuk menjadi mi.
Aplikasi tepung beras ierfosfori~asite&ukti dapat memperbaiki rnutu mi berm
instan, khususnya y m g dibuat dari beras pulen (IR64B). Jenis TBTF yang mernberikan
pengaruh terbaik pada mi beras instan adalah TBTF dari beras pera (XR42 B). Namun
demikian TBTF dari be- bennutu rendah m
6
4 J dan IR42 J) juga mampu rnemperbaiki
mutu mi beras instan, meski tidak setinggi TBTF IR42 B.
Penambahan TBTF sebaiknya ditakukan pada t a d 10%. Pada tar& ini, mi beras
instan memiliki wama,aroma maupun penampakan mi mentah yang memang biasa-biasa
saja, tetapi mempunyai tekstur, rasa dah penampakan mi masak yang paling disukai
panelis. Pada tarafini, mi beras instan juga memiliki persentase perpanjangan yang paling
tinggi (21,SW) d m susut masak yang relatif rendah (13,30% untuk mi IR64 B dan
17,64% untuk mi IR42 B).

Judul

: MODlRKASl SlFAT FUNGSIONAL TEPUNG BERAS
DAN APLlKASlNYA DALAM PEMBUATAN MI BERAS
INSTAN

Nama Mahasiswa

: S. Joni Munarso

Nomor Pokok

: 92540

Program Studi

: flmu Pangan

Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing

n

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS
(Ketua)

Prof. d l r . Dedi Fardiaz, MSc
(Anggota)

F*

P of. Dr. Ir. Ri

2.

yarief, DESS

Ketua Program Studi

P

r

Dr. Ir. Joko Hermanianto, MSc.

Prof. Dr. Soehardjo, M. Phil.
(Anggota)

Dr. Mulyo Sidik, MSc
(Anggota)

m Pascasarjana

S. Joni Munarso dilahirkan di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus I958

sebagai anak ke lima dari 5 bersaudara keluarga Sukardi (almarhum) dan Siti Ramelah.
Pendidikannya dirnulai di SD Negeri Panggang I Jepara (1966-1971), dilanjutkan di SMP
Negeri I Jepara (1972-197'4) dan SMA Negeri Jepara (1975-1977).

Menjelang

keluiusannya dari SMA diundang oleh Institut Pertanian Bogor untuk menjadi mahasiswa
IPB meldui Proyek Perintis If, dan memperoleh gelar Sajana Teknologi Hasil Pertanian

dari Fakultas Teknologi Pertanian, IPB pada 17 PvIaret 1982.

Sejak tahun I982 meniti karir sebagai peneliti di Balai Penelitian Tanaman
Pangan Sukamandi (sekarang Balai Penelitian Tanaman Padi). Pada tahun 1985 mendapat
kesempatan untuk melakukan magang penelitian di Departernat of Food Science and
Technology, University of Nebraska, Lincoln-Amerika Serikat. Tahun 1986, kembali ke

IPB untuk pendidikan pascasajana, dan meraih getar Magister Sain pada tahun 1989.

Pada tahun 1992 sekali lagi kembdi ke IPB untuk melalatkan studi program Doktor.
Sampai kini masih bekeaja di instansi yang sama sebagai Peneliti Muda.
Pada tahun 1984 menikah dengan Dra. Yuniati Pieter, MS dan dikaruniai 4 orang
anak, yaitu Dani Yustiardi Munarso (12 tahun); Diaz Sastiardi Munarso
kernbar: Deka Trisnardi Munarso dan Iva Fitriani (4).

viii

(81, dan si

KATA PENGANTAR
Sampai saat ini, padi masih menjadi anddan untuk kehidupan banyak penduduk
di Indonesia. Usaha peningkatan nilai tambahnya diharapkan dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Berkaitan dengan hal itu, penulis tertarik melakukan penelitian untuk
rnengembangkan teknologi pengolahan mi beras instan, yang pada akhirnya diharapkan
dapat meningkat nilai tambah b-.
Penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Padi itu, atas ridho Allah
subhanahu wa ta'ala telah dapat di selesaikan. Hasil penditian itulah yang disajilcan
dalam buku ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1.

Kepafa Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi dan Kepala Balai Penelitian
Tanaman Padi atas ijin melakukan tugas belajar.

2.

Rof. DT.
Ir. Deddy Muchtadi, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, beserta para
Anggota Komisi : Prof Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSG; Prof. Dr. Suhardjo, h4. Phil;
Mulyo Sidik, MSGatas seluruh pengarahan
Prof Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan DT.
dan bimbingan yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan s b d i d
i
IPB.

3.

Ketua KeIompok ~ e n e l i t Pascapanen
i
clan Alsintan serta Ketua Kelti Fisiologi Hasil
Balitpa atas segala fasilitas dan kemudahan yang penulis terima selama melakukan
penelitian.

4.

Saudara 11. Pitoyo, MS dan Saudari Diana dari bagian RBrD PT. Indofood atas ijin
penggunaan laboratorium dan ban-

analisis mutu mi, juga untuk diskusi-diskusi

yang hangat selama penulis bekerja di sana.
5.

Saudara Budi Priyanta. Ubed dan Aan atas bantuannya selama pelaksanaan
penelitian serta kesabarannya menunggu penulis melewatkan sore hari di
laboratorium.

6.

Rekan-rekan peneliti dan teknisi laboratorium Kimia, Balitpa atas kerjasarna dan
dukungannya, juga untuk "komitmen"-nya sebagai panelis mi.

7.

Saudara Dm. H. Eso Suwangsa dan Sdr. Agung Gede Wibowo atas bantuan
pengetikan dan editing naskah disertasi ini serta Sdr. Ainur Farid, BSc, Sdr. Buyung
Abdurachman dan Sdr. Achmad Dwianto atas bantuan penyiapan audio-visual clan
dolcumentasi.
Secara Wlusus, penulis juga menyampaikan terima kasih. pemghargaan dan rasa

hormat kepada ibunda Ny. Sukard'~dan Bapsk Sukardi