Pembuatan Mie Kering Dari Tepung Terigu Dengan Tepung Rumput Laut Yang Difortifikasi Dengan Kacang Kedelai

Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang
Kedelai
(Emma Zaidar Nasution)

PEMBUATAN MIE KERING DARI TEPUNG TERIGU DENGAN
TEPUNG RUMPUT LAUT YANG DIFORTIFIKASI
DENGAN KACANG KEDELAI
Emma Zaidar Nasution
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan mie kering dari tepung terigu dengan tepung rumput laut
yang difortifikasi dengan kacang kedelai.
Mie diperoleh dengan pencampuran 60 g tepung terigu, 20 g tepung rumput laut dan 20 g tepung kacang
kedelai, diolah dan dicetak lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 600 C.
Dilakukan karakterisasi terhadap mie yang diperoleh yang meliputi: kadar protein, kadar air, kadar abu,
kadar vitamin A dan uji organoleptik.
Kata Kunci: Mie, Difortifikasi.

PENDAHULUAN

Mie (noodle) adalah salah satu
produk pangan yang terbuat dri tepung
dan menyerupai tali yang berasal dari
Cina, yang telah lama dikenal
masyarakat luas. Bahkan seluruh dunia
telah mengenalnya dengan masing –
masing nama atau istilahnya. Dalam
bahasa Inggris disebut Noodle, bahasa
Jepang terdapat beberapa istilah yaitu:
ramen, udon, kisimen.
Mie merupakan suatu jenis makanan
hasil olahan tepung yang sudah dikenal
oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Tidaklah terlalu berlebihan
jika dikatakan bahwa jenis makanan ini
digemari
oleh
berbagai
lapisan
masyarakat yang telah mengenalnya.

Hal ini antara lain karena penyajiannya
untuk siap dikonsumsi sangat mudah
dan cepat. Disamping itu, selalu dapat
digunakan sebagai variasi dalam lauk
pauk juga dapat digunakan sebagai
pengganti nasi.
Pada umumnya mie kering yang
telah beredar dipasaran bahan baku

utamanya adalah tepung terigu dimana
komposisi kimianya tidak mengandung
vitamin A, tetapi tepung terigu sebagai
bahan baku utama membuat mie yang
terbuat dari biji gandum pilihan yang
berkualitas tinggi, dapat merupakan zat
gizi yang menyediakan energi bagi
tubuh dan juga dapat membantu
memperbaiki tekstur serta menambah
cita rasa dari bahan pangan.
Rumput laut memiliki nilai ekonomi

cukup tinggi apalagi jika telah melalui
pengolahan lebih jauh. Manfaat rumput
laut dan hasil olahannya telah semakin
meluas sebagai bahan baku industri
pangan, farmasi, kosmetik sebagai
bahan penstabil, pengental, pembentuk
gel, pengemulsi dan lainnya, selain kaya
akan kandungan mineral rumput laut
juga kaya akan vitamin A.
Kacang kedelai merupakan sumber
protein yang paling baik dibandingkan
dengan jenis kacang – kacangan yang
lain. Disamping itu kacang kedelai juga
dapat digunakan sebagai sumber lemak,
vitamin, mineral dan serat. Ketiga bahan
tersebut
diatas
masing-masing
87


Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.2, 2005: 87-91

kacang kedelai yang digunakan
diperoleh dari Pajak Pagi Kampung
Durian Medan.

mempunyai kandungan serat. Serat ini
juga mampu mengikat sisa-sisa hasil
metabolisme dalam saluran pencernaan.
Berdasarkan keunggulan dari ketiga
bahan di atas maka peneliti mencoba
melakukan penelitian dari ketiga bahan
tersebut dimana tepung rumput laut dan
tepung terigu difortifikasi dengan
kacang kedelai menjadi mie kering.
Maka dari itu diharapkan dari hasil
penelitian diperoleh mie kering yang
tidak hanya kaya akan mineral dan serat
tetapi juga kaya akan vitamin khususnya

vitamin A dan harganya terjangkau oleh
masyarakat untuk memenuhi nilai gizi
tambahan. Hal ini menjadikan mie
menjadi bahan pangan yang baik karena
mengandung nilai gizi yang tinggi, serta
alami dan mudah dalam penyajian untuk
dikonsumsi. Dengan adanya kandungan
vitamin A pada mie ini membuat mie ini
memiliki suatu keistimewaan atau
keunggulan dibanding mie-mie kering
yang beredar dipasaran selama ini.

Alat
Ayakan, open, alat-alat laboratorium
yang sering digunakan.
Metoda
Rumput laut dan Kacang kedelai
sebelumnya dibersihkan lalu dicuci
kemudian dihaluskan dan diayak
dengan ayakan 80 mesh hingga

diperoleh tepung Rumput laut dan
tepung Kacang kedelai. Tepung terigu
dicampur dengan tepung rumput laut
yang difortifikasi dengan tepung kacang
kedelai lalu diolah dan selanjutnya
diproses menjadi mie kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 60o
C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Mie kering yang diperoleh dari
variasi berat tepung terigu, tepung
rumput laut dan tepung kacang kedelai
dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

BAHAN DAN METODA
Bahan
Rumput laut diperoleh dari Pasar
Sambas Medan. Tepung terigu dan


Tabel 1. Variasi berat tepung terigu, tepung rumput laut dan tepung kacang kedelai
NO
1
2
3
4
5

TT (g)
10
20
30
40
50

TRL (g)
45
40
35
30

25

TKK (g)
45
40
35
30
25

6
60
20
20
Keterangan: TT = Tepung Terigu
TRL = Tepung Rumput Laut
TKK = Tepung Kacang Kedelai

88

HASIL

Tidak dapat dicetak
Tidak dapat dicetak
Tidak dapat dicetak
Tidaka dapat dicetak
Dapat dicetak tapi putusputus
Dapat dicetak dengan baik

Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang
Kedelai
(Emma Zaidar Nasution)

Dari tabel dapat diketahui bahwa
pencampuran 60 g tepung terigu dengan 20
g tepung rumput laut yang difortifikasi
dengan 20 g tepung kacang kedelai
diperoleh bentuk mie yang dapat dicetak
dengan baik dan inilah yang selanjutnya
dianalisa.
Penentuan Kadar Protein
Kadar peotein pada mie dapat diperoleh

dengan perhitungan sebagai berikut:
%N =
⎛−

⎜V HCl⎟ x N HCl x 14.008 x FP




x 100%
g sampel x 1000

% P = % N x FK

1,8934
x 100 %
54,9943
= 3,4429 %
Maka diperoleh kadar mie sebesar 3,4429
%

=

Penentuan Kadar Abu
Untuk kadar abu diperoleh melalui
perhitungan sebagai berikut:
gram abu
x 100 %
gram sampel

% kadar abu =

=

0,032 g
x 100 %
2g

= 1,6 %
Jadi kadar abu diperoleh sebesar 1,6 %

_

di mana: V HCl = volume rata-rata peniter
N HCl = Normalitas peniter
FP
= Faktor pengenceran
FK = Faktor konversi
Dari penelitian yang dilakukan diketahui:
_

V HCl = 0,33 ml
N HCl = 0,100 N
FK = 6,25
FP
= 274,19

Penentuan kadar vitamin A
Diketahui hasil pembacaan intensitas
maksimum dari Tintometer yaitu: 1,1 maka
untuk menghitung kadar vitamin A dalam
1 gram sampel adalah sebagai berikut :

KadarVitamin A =

Maka:
% N

=

=

0,33 x 0,100 x 14,008 x 274,19
2 x 1000

= 6,3374
% P = 6,3374 % x 6,25
= 39,6087 %
Jadi kadar protein mie yang diperoleh
sebesar 39,6087 %.
Penentuan Kadar Air
Untuk kadar air dihitung dengan cara
sebagai berikut:
kehilanganberat
x 100%
% kadarair =
beratsemula

Aspx Ast
X Csp
Wsp

1,1 x 1,28 i.u
20
X
100
20 g

x 100 %
= 0,014 i.u per gram
di mana: Asp = nilai pembacaan (intesitas
maksimum)
Ast = nilai standart
Wsp = berat sampel
Csp = konsentrasi sampel
Jadi kadar Vitamin A yang diperoleh
dalam 1 gram sampel adalah sebesar 0,014
i.u per gram.
Uji Organoleptik
Untuk uji organoleptik data diolah
dengan statistik nonparametrik yaitu
dengan uji Kruskal-Wallis. Perhitungannya
adalah sebagai berikut:
89

Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.2, 2005: 87-91

H =

12
N N + 1

(

)

(

)

R 2K
− 3 N + 1

k = 1 nk
K

di mana: R = total jenjang
N = total dari panelis
diketahui: N = n1 + n2 + n3
= 25 + 25 + 25
= 75
R1 = 1202, R2 = 1102, R3 = 242
Maka:
H = 0,865
Kriteria pengambilan keputusannya adalah:
H0 diterima apabila : H < X2 α ; K-1
H0 ditolak apabila : H > X2 α ; K-1
α = 0.05, maka menurut tabel X20,05 ; 3-1 =
5.991.
Nilai H (0,865) ternyata lebih kecil
daripada 5,991, maka H0 diterima pada
taraf nyata 0,05.
Pembahasan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa,
kondisi fisik mie yang paling baik dilihat
dari segi warna dan bentuk adalah pada
pencampuran 60 g tepung terigu, 20 g
tepung rumput laut yang difortifikasi
dengan 20 g tepung kacang kedelai.
Hal ini disebabkan karena pada
perlakuan tersebut diatas, berat tepung
terigu lebih besar (banyak) daripada berat
tepung rumput laut dan tepung kacang
kedelai. Seperti yang telah diketahui
bahwa terigu memiliki protein khusus,
yaitu gluten sebesar 80 % dari total
protein. Gluten terdiri dari komponen
gliadin dan glutelin yang menghasilkan
sifat viskoelastis. Atau dengan kata lain
gluten adalah protein yang merupakan
suatu massa kohesif dan mempunyai sifat
viskoelastis yang dapat meregang dan
elastis.
Kandungan tersebut yang dapat
membuat adonan tepung terigu dapat
dibuat menjadi lembaran, digiling, dicetak
ataupun dibuat mengembang. Dari karakter
itu dapat dihasilkan beratus-ratus produk

90

yang sukar ditiru oleh bahan nonterigu.(Utami, 1998)
Dan dari hasil pengolahan data untuk
analisa mie diperoleh kadar protein, kadar
air, kadar abu yang telah memenuhi syarat
mutu mie kering, Standart Nasional
Industri (SNI) 01-2774-1992.
Sedangkan untuk kadar vitamin A yang
diperoleh sangat rendah, hal ini disebabkan
pada saat pengolahan ada pengaruh panas
yaitu pengeringan mie dalam oven dengan
suhu 600 C. Dimana bahan makanan yang
dikeringkan sangat mudah mengalami
kehilangan aktivitas vitamin A dan
provitamin A, karena pengeringan ini
memberi kesempatan terjadinya oksidasi
dan juga karena adanya degradasi thermal,
sehingga terjadi penyusutan vitamin A.
Suatu
bahan
makanan
dapat
dipertahankan vitamin A-nya dengan cara
menambahkan vitamin A sintetik tanpa
menimbulkan masalah cita rasa, dengan
aktivitas biologis yang baik dan
mempunyai stabilitas yang baik. Vitamin
A yang disemprot kering juga berguna
dalam bahan makanan campuran yang
ditambah
dengan
vitamin
lain.(Andarwulan, 1998).
Kemudian untuk organoleptik dari uji
Kruskal-Wallis diperoleh hasil bahwa H0
diterima pada taraf nyata 0,05. Dan dari
perolehan persentase skor untuk bau mie
yang dihasilkan, 68 % menyatakan tidak
normal yaitu bau langu. Adanya bau langu
pada mie disebabkan dari kacang kedelai
yang mengandung SBTI ( Soybean Tripsin
Inhibitor)
oleh
enzim

enzim
Lypoksigase, Urease yang terdapat pada
kacang kedelai. (Lindawati).
Adanya enzim Lypoksigase dalam biji
kacang kedelai akan mengoksidasi Lipid
yang akan menghasilkan senyawa etil vinil
keton yang menyebabkan bau langu pada
mie yang dihasilkan. Bau langu tersebut
akan semakin kuat (jelas) bila dilakukan
perendaman serta penggilingan kacang
kedelai mentah. (Mustakas, 1996).

Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang
Kedelai
(Emma Zaidar Nasution)

Menurut Soekarto (1990) bahwa
pengawasan mutu pangan juga mencakup
penilaian pangan yaitu kegiatan yang
dilakukan berdasarkan kemampuan alat
indera. Cara inilah yang disebut penilaian
inderawi atau organoleptik. Di samping
menggunakan analisis mutu berdasarkan
prinsip-prinsip ilmu yang makin canggih,
pengawasan mutu dalam industri pangan
modern tetap mempertahankan penilaian
secara inderawi atau organoleptik. (http://
www.yahoo.com /ref-organoleptik.htm).
KESIMPULAN

1. Hasil karakterisasi dari mie dapat
disimpulkan sebagai berikut :
2. Kadar protein mie yang diperoleh telah
memenuhi syarat mutu mie kering
Standart Nasional Industri, yaitu
sebesar 39,6087 %.
3. Kadar air mie yang diperoleh telah
memenuhi syarat mutu mie kering
Standart Nasional Industri, yaitu
sebesar 3,4429 %.
4. Kadar abu mie yang diperoleh telah
memenuhi syarat mutu mie kering
Standart Nasional Industri, yaitu
sebesar 1,6 %.
5. Kadar vitamin A yang diperoleh
sebesar 0,014 i.u per gram, yang mana
pada produk mie biasanya tidak
mengandung vitamin A.

Indriani & Sumiarsih, (1999), “Budidaya,
Pengolahan dan Pemasaran Rumput
laut“, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 7.
James, (1990) dalam Skripsi Bernando Rio, (1999),
“Pengaruh
Konsentrasi
Natrium
Propionat dan Lama Penyimpanan
Terhadap Mutu Mie Basah ((Boiled
Noodle)“, Jurusan Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian – USU, Medan. Hal: 4.
Judoadmidjojo.M, (1992), “Pengaruh dan
Pengawetan Pangan“, Cetakan ke-8,
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Hal: 18-20.
Kastyanto, (1998), “Membuat Tahu“, Cetakan ke6, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 3-5.
Robsons, (1976) dalam Skripsi Arafat Yaser,
(1999), “ Pengaruh Perbandingan Tepung
Terigu dengan Tepung Sagu dan
Konsentrasi Carboxy Methyl Cellulosa
(CMC) Pada Pembuatan Mie Basah
(Boiled Noodle) “, Jurusan Teknologi
Pertanian, FP – USU, Medan.
Sibuea, (1998), “Susu Sapi dan Susu Kedelai“,
P.T Bina Ilmu, Surabaya. Hal: 21-22.
Sufi.S, (1999)., “ Kreasi Roti “, P.T Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. Hal: 2-5.
Suprapto.S.H, (1998), “Bertanam Kedelai“,
Cetakan ke-17, Penebar Swadaya, Bogor.
Hal: 4-5.
Winarno.F.G, (1999), “Teknologi Pengolahan
Rumput laut “, Cetakan ke-8, Pustaka Sinar
Utama, Jakarta. Hal: 7-10.
Winarno.F.G, (1996), “Kimia Pangan dan
Gizi“, P.T Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Hal: 64-65.

DAFTAR PUSTAKA
Belitz & Grosch, (1987), dalam Skripsi Hariani
Linda,
Sebayang
Firman.,
(2001),
“Pengaruh pH Dan Waktu Ekstraksi
terhadap Rendemen dan Mutu Pektin
Dari Kulit Jeruk Manis Jenis Kerotan
(Citrus unshu)”, Jurusan Kimia, FMIPA –
USU, Medan.
Hardjo, (1996), “Pengolahan dan Pengawetan
Kedelai
Untuk
Bahan
Makanan
Manusia“, Bagian Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 41-47.
Http ://www.bogasariflour.com/ref – noodle.htm.
Http ://www.yahoo.com/ref-organoleptik.htm.

91